1.Perencanaan Sistem Drainase Jalan (Revised 15 April 2012)
-
Upload
slamet-waluyo -
Category
Documents
-
view
281 -
download
114
description
Transcript of 1.Perencanaan Sistem Drainase Jalan (Revised 15 April 2012)
Pd. T-02-2006-B
1
Perencanaan Sistem Drainase Jalan
1 Ruang lingkup
Pedoman perencanaan drainase jalan dimaksudkan sebagai acuan atau tata cara
perencanaan drainase samping jalan di perkotaan maupun antar kota, tetapi bukan
untuk drainase wilayah. Pedoman perencanaan sistem drainase ditunjang oleh
pedoman-pedoman lainnya seperti yang ditunjukkan pada acuan normatif.
Lingkup pedoman perencanaan drainase samping jalan adalah perencanaan
drainase permukaan secara analitis, antara lain perencanaan drainase permukaan
yaitu saluran samping jalan, saluran pada lereng, kolam drainase yang terbatas
pada aliran dari saluran samping jalan, drainase bawah permukaan yang dapat
mempengaruhi konstruksi perkerasan jalan, serta aspek-aspek lingkungan yang
perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi konstruksi jalan.
2 Acuan normatif
Pedoman perencanaan sistem drainase jalan ini merujuk pada acuan sebagai
berikut:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tentang Jalan
SNI 03-1724-1989, Tata Cara Perencanaan Hidrologi dan Hidrolika untuk bangunan
di Sungai;
SNI 02-2406-1991, Tata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan;
SNI 03-2415-1991, Metode Perhitungan Debit Banjir;
SNI 03-3424-1994, Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan;
SNI 03-2453-2002, Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan
Pekarangan;
SNI 06-2459-2002, Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan;
Pt. T-04-2002-B, Tata Cara Penanggulangan Erosi Permukaan Lereng Jalan
dengan Tanaman.
Pd. T-02-2006-B
2
3 Istilah dan definisi
3.1
badan air
sumber air di permukaan tanah berupa sungai dan danau, dan di bawah permukaan tanah berupa air tanah di dalam akifer.
3.2
daerah layanan (catchment area)
suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah ataupun buatan terutama dibatasi punggung-punggung bukit dan atau elevasi tertinggi segmen jalan yang ditinjau, dimana air meresap dan atau mengalir dalam suatu sistem pengaliran melalui lahan tersebut.
3.3
drainase
prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan ke badan air dan atau ke bangunan resapan buatan.
3.4
drainase bawah permukaan (subdrain)
sarana untuk mengalirkan air yang berada di bawah permukaan dari suatu tempat ke tempat lain dengan tujuan melindungi bangunan yang berada di atasnya.
3.5
drainase jalan
prasarana yang dapat bersifat alami ataupun buatan yang berfungsi untuk memutuskan dan menyalurkan air permukaan maupun bawah tanah, biasanya menggunakan bantuan gaya gravitasi, yang terdiri atas saluran samping dan gorong-gorong ke badan air penerima atau tempat peresapan buatan (contoh: sumur resapan air hujan atau kolam drainase tampungan sementara).
3.6
drainase permukaan
(1) sarana untuk mengalirkan air, dari suatu tempat ke tempat lain; (2) suatu jaringan saluran yang umumnya berbentuk saluran terbuka yang berfungsi untuk mengalirkan air hujan dari suatu daerah pelayanan ke tempat pembuangan yang umumnya berbentuk badan air; (3) prasarana yang dapat bersifat alami atau buatan yang berfungsi untuk memutuskan dan menyalurkan air permukaan maupun air tanah, biasanya menggunakan bantuan gaya grvitasi.
Pd. T-02-2006-B
3
3.7
intensitas curah hujan
Ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu dimana air tersebut
berkonsentrasi.
3.8
saluran
(1) tempat atau wadah bagi aliran air atau sungai; (2) tempat atau wadah yang mana
sesuatu bisa dipindahkan atau dialirkan.
3.9
saluran samping jalan (side ditch)
saluran yang dibangun di sisi kiri dan kanan perkerasan jalan.
3.10
sistem drainase
serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan atau membuang
kelebiahan air dari suatu kawasan ke badan air atau tempat peresapan buatan.
Bangunan sistem drainase dapat terdiri atas saluran penerima, saluran pembawa air
berlebih, saluran pengumpul dan badan air penerima.
4 Ketentuan umum
4.1 Umum
1) Perencanaan sistem drainase jalan didasarkan kepada keberadaan air
permukaan dan bawah permukaan, sehingga perencanaan drainase jalan dibagi
menjadi dua yaitu:
- drainase permukaan (surface drainage);
- drainase bawah permukaan (sub-surface drainage).
Namun perencanaan kedua jenis drainase di atas harus memiliki keterpaduan
tujuan agar perencanaan drainase jalan tercapai.
2) Keberadaan sungai dan bangunan air lainnya yang terdapat di lokasi harus
diperhatikan. Badan sungai yang terpotong oleh rute jalan harus ditanggulangi
dengan perencanaan gorong-gorong, dimana debit yang dihitung adalah debit
sungai yang menggunakan SNI 03-1724-1989, Tata Cara Perencanaan
Hidrologi dan Hidrolika untuk Bangunan di Sungai.
Pd. T-02-2006-B
4
3) Langkah umum perencanaan sistem drainase jalan (lihat Gambar 1):
a. Perencanaan dimulai dengan memplot rute jalan yang akan ditinjau di peta
topografi yang akan menentukan batas-batas daerah layanan maupun data-
data lain untuk mengenal/mengetahui daerah layanan, sehingga dapat
diperkirakan kebutuhan penempatan bangunan drainase penunjang,
menentukan penempatan awal bangunan seperti saluran samping jalan,
fasilitas penahan air hujan dan bangunan pelengkap (lihat Gambar 1).
b. Perencanaan sistem drainase jalan harus memperhatikan pengaliran air
yang ada di permukaan (drainase permukaan) maupun yang ada di bawah
permukaan.
Perencanaan-perencanaan tersebut harus mengikuti ketentuan teknis yang ada
tanpa mengganggu stailitas konstruksi jalan.
Gambar 1 Skema perencanaan sistem drainase jalan
4.2 Sistem drainase permukaan jalan
1) Sistem drainase permukaan berfungsi untuk mengendalikan limpasan air hujan
di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi
jalan, seperti kerusakan karena air banjir yang melimpas di atas perkerasan
jalan atau kerusakan pada badan jalan akibat erosi.
2) Sistem drainase jalan harus memperhitungkan debit pengaliran dari saluran
samping jalan yang memanfaatkan saluran samping jalan tersebut untuk menuju
badan air atau resapan buatan.
Pd. T-02-2006-B
5
3) Suatu sistem drainase permukaan jalan terdiri atas kemiringn melintang
perkerasan dan bahu jalan, saluran samping jalan, drainase lereng dan gorong-
gorong (lihat Gambar 2).
Gambar 2 Tipikal sistem drainase jalan
4) Suatu sistem drainase jalan pada daerah yang memiliki perkerasan yang bersifat
lolos air ataupun retak yang memungkinkan air untuk terserap ke dalam badan
jalan, maka sistem drainase yang digunakan seperti pada Gambar 3.
Gambar 3 Sistem drainase yang diberlakukan pada kondisi infiltrasi tinggi
4.3 Sistem drainase bawah permukaan
Drainase bawah permukaan bertujuan untuk menurunkan muka air tanah dan
mencegat serta membuang air infiltrasi dari daerah sekitar jalan dan permukaan
jalan atau air yang naik dari subgrade jalan.
Pd. T-02-2006-B
6
Gambar 4 Tipikal sistem drainase untuk muka air rendah
5 Ketentuan teknis
5.1 Drainase permukaan
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada perencanaan drainase permukaan diuraikan di
bawah ini:
1) Plot rute jalan di peta topografi (L)
a. Plot rute jalan rencana pada topografi diperlukan untuk mengetahui
gambaran topografi atau daerah kondisi sepanjang trase jalan yang akan
dilalui dapat dipelajari;
b. Kondisi terrain pada daerah layanan diperlukan untuk menentukan bentuk
dan kemiringan yang akan mempengaruhi pola aliran.
2) Inventarisasi data bangunan drainase (gorong-gorong, jembatan, dll.) eksisting
meliputi lokasi, dimensi, arah aliran pembuangan dan kondisi. Data ini
digunakan agar perencanaan sistem drainase jalan tidak mengganggu sistem
drainase yang telah ada.
3) Segemen panjang segmen saluran (L)
Penentuan panjang segmen saluran (L) didasarkan pada:
a. Kemiringan rute jalan; disarankan kemiringan saluran mendekati kemiringan
rute jalan;
b. Adanya tempat buangan air seperti badan air (misalnya sungai, waduk, dll.)
c. Langkah coba-coba, sehingga dimensi saluran paling ekonomis.
4) Luas daerah layan (A)
a. Perhitungan luas daerah layanan didasarkan pada panjang segmen jalan
yang ditinjau;
Pd. T-02-2006-B
7
b. Luas daerah layanan (A) untuk saluran samping jalan perlu diketahui agar
dapat diperkirakan daya tampungnya terhadap curah hujan atau untuk
memperkirakan volume limpasan permukaan yang akan ditampung saluran
samping jalan.
c. Luas daerah layanan terdiri atas luas setengah badan jalan (A1), luas bahu
jalan (A2), dan luas daerah di sekitar (A3).
d. Batasan luas daerah layanan tergantung dari daerah sekitar dan topografi
dan daerah sekelilingnya. Panjang daerah pengalirn yang diperhitungkan
terdiri atas setengah lebar badan jalan (l1), lebar bahu jalan (l2), dan daerah
sekitar (l3) yang terbagi atas daerah perkotaan yaitu + 10 m dan untuk
daerah luar kota yang didasarkan pada topografi daerah tersebut.
e. Jika diperlukan, pada daerah perbukitan, direncanakan beberapa saluran
(lihat sub bab drainase lereng) untuk menampung limpasan dari daerah
bukit dengan batas daerah layanan adalah puncak bukit tersebut tanpa
merusak stabilitas lereng. Sehingga saluran tersebut hanya menampung air
dari luas daerah layanan derah sekitar (A3).
Gambar 5 Daerah pengaliran saluran samping jalan
Pd. T-02-2006-B
8
Keterangan gambar:
l1 ditetapkan dari as jalan sampai bagian tepi perkerasan
l2 ditetapkan dari tepi perkerasan sampai tepi bahu jalan
l3 tergantung daerah setempat:
- perkotaan (daerah terbangun) + 10 m
- luar kota (rural area) (tergantung topografi) + 100 m
Gambar 6 Panjang daerah pengaliran yang dapat diperhitungkan (l1, l2,
l3)
5) Koefisien pengaliran (C)
Koefisien pengaliran (C) dipengaruhi kondisi permukaan tanah (tata guna lahan)
pada daerah layanan dan kemungkinan perubahan tata guna lahan. Angka ini
akan mempengaruhi debit yang mengalir, sehingga dapat diperkirakan daya
tampung saluran. Untuk itu diperlukan peta topografi dan melakukan survei
lapangan agar corak topografi daerah proyek dapat diperjelas.
Diperlukan pula jenis sifat erosi dan tanah pada daerah sepanjang trase jalan
rencana, antara lain tanah dengan permeabilitas tinggi (sifat lulus air) atau tanah
dengan tingkat erosi permukaan. Secara visual akan nampak pada daerah yang
menunjukkan alur-alur pada permukaan.
6) Faktor limpasan (fk)
a. Merupakan faktor atau angka yang dikalikan dengan koefisien runoff biasa
dengan tujuan agar kinerja saluran tidak melebihi kapasitasnya akibat
daerah pengaliran yang terlalu luas. Harga faktor limpasan (fk) disesuaiakan
dengan kondisi permukaan tanah (lihat Tabel 1).
Tabel 1 Harga koefisien pengaliran (C) dan harga faktor limpasan (fk)
No. Kondisi
permukaan tanah Koefisien
Pengaliran (C) Faktor limpasan
(fk)
BAHAN
1 Jalan beton & jalan aspal 0,70 – 0,95 -
2 Jalan kerikil &jalan tanah 0,40 – 0,70 -
Pd. T-02-2006-B
9
3 Bahu jalan:
- Tanah berbutir halus 0,40 – 0,65 -
- Tanah berbutir kasar 0,10 – 0,20 -
- Batuan masif keras 0,60 – 0,85 -
- Batuan masif lunak 0,60 – 0,75 -
TATA GUNA LAHAN
1 Daerah perkotaan 0,70 – 0,95 2,0
2 Daerah pinggiran kota 0,60 – 0,70 1,5
3 Daerah industri 0,60 – 0,90 1,2
4 Permukiman padat 0,40 – 0,60 2,0
5 Permukiman tidak padat 0,40 – 0,60 1,5
6 Taman dan kebun 0,20 – 0,40 0,2
7 Persawahan 0,45 – 0,60 0,5
8 Perbukitan 0,70 – 0,80 0,4
9 Pegunungan 0,75 – 0,90 0,3
Keterangan:
Harga koefisien pengaliran (C) untuk daerah datar diambil nilai C yang
terkecil dan untuk daerah lereng diambil nilai C yang besar.
Harga faktor limpasan (fk) hanya digunakan untuk guna lahan sekitar
saluran selain bagian jalan.
b. Bila daerah pengaliran atau daerah layanan terdiri dari beberpa tipe kondisi
permukaan yang mempunya nilai C yang berbeda, harga C rata-rata
(permukaan jalan) ditentukan dengan persamaan berikut:
(1)
dengan pengertian:
C1, C2 koefisien pengairan yang sesuai dengan tipe kondisi
permukaan jalan
A1, A2 luas daerah pengaliran yang diperhitungkan sesuai dengan
kondisi permukaan jalan (lihat Gambar di atas)
C3 koefisien pengaliran dari guna lahan di sekitar saluran (selain
permukaan jalan)
7) Waktu konsentrasi (Tc)
a. Waktu terpanjan yang dibutuhkan untuk seluruh daerah layanan dalam
menyalurkan aliran air secara simultan (runoff) setelah melewati titik-titik
tertentu.
Pd. T-02-2006-B
10
b. Waktu konsentrasi untuk saluran terbuka dihitung dengan rumus di bawah
ini. Sedangkan untuk saluran tertutup dapat menggunakan grafik yang ada
pada sub bab 5.4.2
(2)
√ (3)
(4)
dengan pengertian:
Tc waktu konsentrasi (menit), dihitung untuk masing-masing Tc1
(permukaan jalan) dan Tc2 (lahan sekitar saluran drainase)
t1 waktu untuk mencapai awal saluran dari titik terjauh (menit)
t2 waktu aliran dalam saluran sepanjang L dari ujung saluran (menit)
l0 jarak titik terjauh ke fasilitas drainase (m)
L panjang saluran (m)
nd koefisien hambatan (lihat Tabel 2)
is kemiringan saluran memanjang
V kecepatan air rata-rata pada saluran drainase (m/detik)
Tabel 2 Koefisien hambatan (nd) berdasarkan kondisi permukaan
No. Kondisi lapis permukaan nd
1 Lapisan semen dan aspal beton 0,013
2 Permukaan licin dan kedap air 0,020
3 Permukaan licin dan kokoh 0,100
4 Tanah dgn rumput tipis dan gundul dgn permukaan sedikit kasar
0,200
5 Padang rumput dan rerumputan 0,400
6 Hutan gundul 0,600
7 Hutan rimbun dan hutan gundul rapat dengan hamparan rumput jarang sampai rapat
0,800
8) Analisa Hidrologi
a. Data curah hujan
Merupakan data curah hujan hariain maksimum dalam setahun
dinyatakan dalam mm/hari. Data curah hujan ini diperoleh dari Badan
Meteorologi dan Geofisika (BMG) yaitu stasiun curah hujan yang terletak
pada daerah layanan saluran samping jalan.
Pd. T-02-2006-B
11
Jika daerah layanan tidak memiliki data curah hujan, maka dapat
digunakan data dari stasiun di luar daerah layanan yang dianggap masih
dapat mewakili. Jumlah data curah hujan yang diperlukan minimal 10
tahun terakhir.
b. Periode ulang
Karakteristik hujan menunjukkan bahwa hujan yang besar tertentu
mempunyai periode ulang tertentu. Periode ulang untuk pembangunan
saluran drainase ditentukan 5 tahun, disesuaikan dengan peruntukannya.
c. Intensitas curah hujan
Adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu dimana
air tersebut berkonsentrasi. Intensitas curah hujan (I) mempunyai satuan
mm/jam, berarti tinggi air per satuan waktu, misalnya mm dalam kurun waktu
menit, jam, atau hari.
d. Formulasi perhitungan intensitas curah hujan
Perhitungan ini dilakukan sesuai dengan SNI 03-2415-1991 Metode
Perhitungan Debit Banjir.
9) Untuk menghitung debit aliran air (Q) menggunakan rumus:
(5)
dengan pengertian:
Q debit aliran air (m3/detik)
C koefisien pengaliran rata-rata (C1,2 untuk permukaan jalan; C3 untuk
lahan samping jalan)
C1,2 koefisien pengaliran rata-rata dari C1, C2 (permukaan jalan)
C3 koefisien pengaliran dari guna lahan di sekitar saluran (selain
permukaan jalan)
I intensitas curah hujan (mm/jam)
A luas daerah layanan (km2) terdiri atas A1 dan A2(jika menggunakan
C1,2); atauA3 (jika menggunakan C3)
5.2 Kemiringan melintang perkerasan dan bahu jalan
Kemiringan melintang harus memenuhi ketentuan yang diuraikan berikut ini.
Pd. T-02-2006-B
12
1) Daerah jalan yang datar dan lurus
a. Kemiringan perkerasan dan bahu jalan mulai dari tengah perkerasan (as
jalan) menurun/melandai ke arah saluran drainase jalan (lihat Gambar 7).
Keterangan gambar:
im kemiringan melintang perkerasan jalan
ib kemiringan bahu (im + 2%)
Gambar 7 Kemiringan melintang normal pada daerah datar dan lurus
b. Besarnya kemiringan bahu jalan diambil 2% lebih besar dari kemiringan
permukaan jalan.
c. Kemiringan melintang normal pada perkerasan jalan, dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3 Kemiringan melintang pada perkerasan dan bahu jalan
No. Jenis lapisan perkerasan jalan Kemiringan melintang
im (%)
1 Aspal, beton 2 – 3
2 Japat (jalan yang dipadatkan) 2 – 4
3 Kerikil 3 – 6
4 Tanah 4 – 6
d. Pada bahu jalan yang terbuat dari tanah lempung atau lanau dan tidak
diperkeras, untuk mempercepat pengaliran air hujan agar tidak meresap ke
dalam bahu jalan, dibuat saluran-saluran kecil yang melintang bahu jalan
(Gambar 8).
Gambar 8 Drainase melintang pada bahu jalan
Pd. T-02-2006-B
13
2) Daerah yang lurus pada tanjakan atau turunan
a. Perlu dibuat suatu saluran inlet dengan sudut kemiringan + 60o – 75o
(Gambar 9) agar aliran air dapat mengalir ke drainase (walaupun tidak akan
seluruhnya).
b. Untuk menentukan kemiringan perkerasan jalan, gunakan nilai-nilai dari
Tabel 3.
c. Untuk menghindari perkerasan jalan tidak rusak oleh aliran air hujan, maka
pada badan jalan, pada jarak tertentu dibuat saluran kecil melintang bahu
jalan (Gambar 9).
Gambar 9 Drainase bahu jalan di daerah tanjakan / turunan
3) Daerah tikungan
a. Harus mempertimbangkan kebutuhan kemiringan jalan menurut persyaratan
alinyemen horisontal jalan (menurut ketentuan yang berlaku).
b. Kemiringan perkerasanan jalan harus dimulai dari sisi luar tikungan
menurun/melandai ke sisi dalam tikungan.
c. Besarnya kemiringan daerah ini ditentukan oleh nilai maksimum kebutuhan
kemiringan menurut keperluan drainase.
d. Besarnya kemiringan bahu jalan ditentukan dengan kaidah-kaidah sub-bab
sebelumnya (lihat Gambar 10).
e. Kedalaman saluran di tepi luar jalan pada tikungan harus memperhatikan
kesesuaian rencana pengaliran sistem dainase saluran tersebut.
Pd. T-02-2006-B
14
Gambar 10 Kemiringan melintang pada daerah tikungan
4) Pemeriksaan kemiringan lahan eksisting
Penentuan kemiringan lahan eksisting pada lokasi pembangunan saluran,
gorong-gorong didapatkan dari hasil pengukurn di lapangan, dengan rumus (6)
dan Gambar 11. Hal ini merupakan salah satu pertimbangan untuk perencanaan
pembuatan bangunan pematah arus.
(6)
Dengan pengertian:
il kemiringan lahan eksisting pada lokasi saluran
elev1 tinggi tanah di bagian tertinggi (m)
elev2 tinggi tanah di bagian terendah (m)
L panjang saluran (m)
Gambar 11 Kemiringan Lahan
5.3 Saluran terbuka
5.3.1 Kriteria perencanaan
1) Perencanaan saluran terbuka secara hidrolika, jenis aliran yang terjadi adalah
aliran terbuka (open channel), yaitu perngaliran air dengan permukaan bebas.
Pd. T-02-2006-B
15
Perencanaan ini digunakan untuk perencanaan saluran samping jalan maupun
gorong-gorong.
2) Bahan bangunan saluran ditentukan oleh besarnya kecepatan rencana aliran air
yang mengalir di saluran di saluran samping jalan tersebut (lihat Tabel 4).
Tabel 4 Kecepatan aliran air yang diijinkan berdasarkan jenis material
No. Jenis bahan Kecepatan aliran air yang diijinkan (m/detik)
1 Pasir halus 0,45
2 Lempung kepasiran 0,5
3 Lanau aluvial 0,6
4 Kerikil halus 0,75
5 Lempung kokoh 0,75
6 Lempung padat 1,10
7 Kerikil kasar 1,20
8 Batu-batu besar 1,50
9 Pasangan batu 1,50
10 Beton 1,50
11 Beton bertulang 1,50
3) Kemiringan saluran ditentukan berdasaran bahan yang digunakan. Hubungan
antara bahan yang digunakan dengan kemiringan saluran arah memajang dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Kemiringan saluran memanjang (is) berdasarkan jenis material
No. Jenis material Kemiringan saluran (is %)
1 Tanah asli 0 – 5
2 Kerikil 5 – 7,5
3 Pasangan 7,5
4) Pematah arus untuk mengurangi kecepatan aliran diperlukan untuk saluran yang
panjang dan memiliki kemiringan cukup besar (lihat Gambar 12). Pemasangan
jarak pematah arus (lp) harus sesuai dengan Tabel 6.
Pd. T-02-2006-B
16
Gambar 12 Pematah arus
Tabel 6 Hubungan kemiringan saluran (is) dan jarak pematah arus (lp)
is(%) 6 7 8 9 10
lp(m) 16 10 8 7 6
5) Penampang minimum saluran 0,500 m2.
6) Tipe dan jenis bahan saluran didasarkan atas kondisi tanah dasar dan
kecepatan abrasi air (lihat Tabel 7).
Tabel 7 Tipe penampang saluran samping jalan
No Tipe saluran Potongan melintang Bahan yang digunakan
1 Bentuk trapesium
Tanah asli
2 Bentuk segitiga
Pasangan batu kali atau tanah asli
3 Bentuk trapesium
Pasangan batu kali
4 Bentuk segiempat
Pasangan batu kali
Pd. T-02-2006-B
17
5 Bentuk segiempat
Beton bertulang pada bagian dasar diberi lapisan pasir + 10 cm
6 Bentuk segiempat
Beton bertulang pada bagian dasar diberi lapisan pasir + 10 cm, pada bagian atas ditutup dengan plat beton bertulang
7 Bentuk segiempat
Pasangan batu kali pada bagian dasar diberi lapisan pasir + 10 cm, pada bagian atas ditutup dengan plat beton bertulang
8 Bentuk setengah lingkaran
Pasangan batu kali atau beton bertulang
5.3.2 Komponen perhitungan penampang saluran
Komponen penampang saluran yang diperhitungkan ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Komponen penampang saluran
Komponen Jenis penampang
Trapesium Segi empat
Dimensi
Lebar atas (b)
b+2xz (7) B
Tinggi muka air (h)
H H
Faktor kemiringan (z)
1:1 z = h 1:1,5 z = 1,5h 1:2 z = 2h
-
Penampang basah
Luas (F) (b+z)h (8) b x h (9)
Keliling (P) √ (10) b + 2h (11)
Jari-jari hidrolis (R)
√ (12)
(13)
Pd. T-02-2006-B
18
Kecepatan (V)
(14) Rumus no (14)
Debit (Qs) F x V (15) Rumus no (15)
Keterangan: Gambar masing-masing penampang ditunjukkan di bawah ini
Tabel 8 (lanjutan)
Komponen Jenis penampang
Segitiga Lingkaran/Gorong-gorong
Dimensi
Lebar atas (b)
2z (16) 2(h-0,5D)tanθ (17)
Tinggi muka air (h)
H H
Faktor kemiringan (z)
1:1 z = h 1:1,5 z = 1,5h 1:2 z = 2h
(
) (18)
Penampang basah
Luas (F) z x h (19)
(
) (20)
Keliling (P) √ (21) (
) (22)
Jari-jari hidrolis (R)
√ (23)
* (
) + /
* (
)+ (24)
Kecepatan (V) Rumus no (14) Rumus no (14)
Debit (Qs) Rumus no (15) 0,8 x Rumus no (15) *
*kapasitas gorong-gorong disarankan 80% dari debit hasil perhitungan untuk mengantisipasi benda-
benda yang terbawa aliran. Gambar masing-masing penampang ditunjukkan di bawah ini.
dengan pengertian:
b lebar saluran (m)
h kedalaman saluran yang tergenang air (m)
r jari-jari lingkaran (m)
R jari-jari hidrolis = luas penampang basah dibagi keliling penampang basah
D diameter saluran bentuk lingkaran (m)
n angka kekerasan Manning
z perbandingan kemiringan talud
Pd. T-02-2006-B
19
θ besar sudut dalam radial
1) Saluran bentuk trapesium:
Gambar 13 Saluran bentuk trapesium
Kemiringan talud pada penampang saluran trapesium tergantung dari besarnya
debit (lihat Tabel 9).
Tabel 9 Kemiringan talud berdasarkan debit
No Debit air, Q (m3/detik)
Kemiringan talud (1:m)
1 0,00 – 0,75 1:1
2 0,75 – 15 1:1,5
3 15 – 80 1:2
2) Saluran bentuk segiempat:
Gambar 14 Saluran bentuk segiempat
3) Saluran bentuk segitiga
Gambar 15 Saluran bentuk segitiga
4) Saluran bentuk lingkaran/gorong-gorong:
Pd. T-02-2006-B
20
Gambar 16 Saluran bentuk lingkaran atau gorong-gorong
Tabel 10 Angka kekasaran Manning (n)
No Tipe saluran Baik sekali Baik Sedang Jelek
Saluran Buatan
1 Saluran tanah, lurus
teratur 0,017 0,020 0,023 0,025
2 Saluran tanah yang
dibuat dengan excavator 0,023 0,028 0,030 0,040
3 Saluran pada dinding batuan, lurus, teratur
0,020 0,030 0,033 0,035
4 Saluran pada dinding
batuan, tidak lurus, tidak teratur
0,035 0,040 0,045 0,045
5 Saluran batuan yang
diledakkan, ada tumbuh-tumbuhan
0,025 0,030 0,035 0,040
6 Dasar saluran dari tanah,
sisi saluran berbatu 0,028 0,030 0,033 0,035
7 Saluran lengkung dengan kecepatan aliran rendah
0,020 0,025 0,028 0,030
Saluran alam
8 Bersih, lurus, tidak berpasir, dan tidak
berlubang 0,025 0,028 0,030 0,033
9 Seperti no.8 tapi ada timbunan atau kerikil
0,030 0,033 0,035 0,040
10 Melengkung, bersih,
berlubang dan berdinding pasir
0,30 0,035 0,040 0,045
11 Seperti no.10, dangkal,
tidak teratur 0,040 0,045 0,050 0,055
12 Seperti no.10, berbatu
dan ada tumbuh-tumbuhan
0,035 0,040 0,045 0,050
13 Seperti no.11, sebagian
berbatu 0,045 0,050 0,055 0,060
Pd. T-02-2006-B
21
14 Aliran pelan, banyak
tumbuh-tumbuhan dan berlubang
0,50 0,060 0,70 0,008
15 Banyak tumbuh-
tumbuhan 0,075 0,100 0,125 0,150
Saluran buatan, beton, atau batu kali
16 Saluran pasangan batu,
tanpa penyelesaian 0,025 0,030 0,033 0,035
17 Seperti no.16 tapi dengan
penyelesaian 0,017 0,020 0,025 0,030
18 Saluran beton 0,014 0,016 0,019 0,021
19 Saluran beton halus dan
rata 0,010 0,011 0,012 0,013
20 Saluran beton pracetak
dengan acuan baja 0,013 0,014 0,014 0,015
21 Saluran beton pracetak
dengan acuan kayu 0,015 0,016 0,016 0,018
5.3.3 Tinggi jagaan penampang
1) Tinggi jagaan (W) untuk saluran drainase jalan bentuk trapesium dan segi empat
ditentukan berdasarkan rumus:
√ (25)
Dengan pengertian:
W tinggi jagaan (m)
h (kedalaman air yang tergenang dalam saluran (m)
Gambar 17 Tinggi jagaan saluran
2) Tinggi jagaan gorong-gorong
W = 0,2d (26)
Sehingga h = 0,8d
Pd. T-02-2006-B
22
5.3.4 Kemiringan memanjang saluran
Untuk menghitung kemiringan saluran:
(
)
(27)
dengan pengertian:
V kecepatan aliran (m/detik)
n koefisien kekasaran Manning (lihat Tabel 10)
R F/P = jari-jari hidrolis (m)
F luas penampang basah (m2)
P keliling basah (m)
is kemiringan memanjang saluran
5.3.5 Cara pengerjaan
5.3.5.1 Perhitungan debit aliran rencana (Q)
Langkah perhitungan debit aliran rencana (Q) diuraikan di bawah ini.
1) Plot rute jalan di peta topografi.
2) Tentukan panjang segmen, daerah pengaliran, luas (A), kemiringan lahan (ip)
dari peta topografi.
3) Identifikasi jenis bahan permukaan daerah pengaliran.
4) Tentukan koefisien aliran (C) berdasarkan kondisi permukaan kemudian kalikan
dengan harga faktor limpasan, sesuai Tabel 2.
5) Hitung koefisien aliran rata-rata dengan rumus (1), yaitu:
Untuk permukaan jalan, C1,2
(1)
Untuk lahan sekitar saluran, C3
6) Tentukan kondisi permukaan berikut koefisien hambatan, nd (lihat Tabel 2).
7) Hitung waktu konsentrasi (Tc) dengan rumus (2), (3), dan (4), yaitu:
(2)
√ (3)
Pd. T-02-2006-B
23
(4)
Catatan: Tc dihitung untuk dua jenis pengaliran, yaitu pengaliran di permukaan
jalan dan pengaliran di lahan samping.
8) Siapkan data curah hujan dari Badan Meteorologi dan Geofisika. Tentukan
periode ulang rencana untuk saluran drainase, yaitu 5 tahun.
9) Hitung intensitas curah hujan sesuai pada buku SNI 03-2415-1991 Metode
Perhitungan Debit Banjir, atau menggunakan perhitungan analisis intensitas
curah hujan dengan kurva Intensitas-Durasi-Frekuensi (IDF).
10) Hitung debit air (Q) dengan menggunakan rumus (5), yaitu:
(5)
Catatan: debit (Q) dihitung untuk bagian permukaan jalan (Q1,2) dan untuk lahan
samping (Q3)
5.3.5.2 Perhitungan dimensi dan kemiringan saluran serta gorong-gorong
1) Perhitungan dimensi saluran dapat disesuaikan dengan kondisi yang ada yaitu
berdasarkan:
a. Penentuan bahan yang digunakan, sehingga terdapat batasan kecepatan
(V) dan kemiringn saluran (is) yang diijinkan;
b. Ketersediaan ruang di tepi jalan, sehingga perhitungan dimulai dengan
penentuan dimensi.
2) Langkah awal perhitungan:
a. Penentuan awal bahan saluran
Penentuan bahan saluran, koefisien Manning (n) Tabel 10, dan
kecepatan (V) pada saluran yang diijinkan (Tabel 4), bentuk saluran
(Tabel 7) dan penentuan kemiringan saluran is yang diijinkan (Tabel 5);
Tentukan kecepatan saluran < kecepatan saluran yang diijinkan;
Hitung tinggi jagaan (W) saluran dengan rumus (25), yaitu:
√ (meter) (25)
b. Penentuan awal dimensi saluran
Pd. T-02-2006-B
24
Tentukan perkiraan dimensi saluran sesuai ruang yang tersedia,
koefisien Manning (n) dari Tabel 10;
Tentukan kemiringan saluran berdasarkan bahan atau mengikuti
kemiringan perkerasan jalan untuk menentukan kecepatan air dalam
saluran;
Tentukan kecepatan saluran,
(14)
Hitung tinggi jagaan (W) saluran dengan rumus (25), yaitu:
√ (meter) (25)
3) Cek debit saluran harus lebih kecil daripada debit aliran. Jika tidak sesuai, maka
perhitungan dimensi harus diulang.
4) Hitung kemiringan saluran, (
)
(27)
5) Periksa kemiringan tanah di lokasi yang akan dibangun saluran:
(6)
6) Bandingkan kemiringan saluran hasil perhitungan (is perhitungan) dengan
kemiringan tanah yang diukur di lapangan (is lapangan):
- is lapangan < is perhitungan, artinya bahwa kemiringan saluran yang
direncenakan sesuai dengan i perhitungan;
- is lapangan > is perhitungan, berarti saluran harus dibuatkan pematah arus,
sesuai Tabel 6.
7) Untuk perencanaan gorong-gorong, bandingkan kemiringn gorong-gorong
dengan kemiringan yang diijinkan.
5.3.5.3 Bagan alir perhitungan
Bagan alir perhitungan debit aliran rencana (Q) dari daerah pelayanan yang
dihubungkan dengan kemampuan saluran yang menampungnya (lihat Gambar 18).
Perhitungan dimensi saluran dan kemiringan saluran yang akan digunakan di
lapangan ditunjukkan pada Gambar 19.
Pd. T-02-2006-B
25
Gambar 18 Bagan alir perhitungan debit rencana dan debit saluran
Gambar 19 Bagan alir perhitungan dimensi saluran dan kemiringan saluran
Pd. T-02-2006-B
26
5.4 Saluran tertutup
5.4.1 Kriteria perencanaan
Jenis saluran tertutup direncanakan sesuai dengan periode ulang curah hujan:
1) Curah hujan dengan kala ulang 5 tahun: luas penampang basah yang penuh
tapi tanpa adanya pengaruh tekanan akibat perbedaan tinggi muka air (lihat
Gambar 20).
2) Curah hujan dengan kala ulang 50 tahun: saluran akan beroperasi dalam kondisi
dengan tinggi tekanan akibat perbedaan tinggi muka air dan manhole akan
terendam penuh (lihat Gambar 21).
Gambar 20 Kondisi pengaliran luas tampang penuh dan tanpa tekanan
Gambar 21 Kondisi pengaliran luas tampang penuh dan dengan tekanan
5.4.2 Waktu pengaliran
1) Waktu pengaliran di saluran tertutup:
Tc = t1 + tch + t2 (29)
2) Waktu untuk mencapai awal saluran dari titik terjauh (menit), t1, menggunakan
rumus (seperti pada sub bab 5.1)
3) Waktu untuk mencapai inlet saluran, tch, dapat diperkirakan dari Gambar 22, 23,
24, diagram debit aliran pada saluran bentuk segitiga, box culvert, pipa atau
menggunakan rumus Manning.
(30)
dengan pengertian:
Pd. T-02-2006-B
27
tch waktu untuk mencapai inlet saluran
Li jarak antar inlet pada saluran
Vk kecepatan air pada kerb
4) Waktu aliran dalam saluran tertutup sepanjang L dari ujung saluran (menit), t2.
(31)
dengan pengertian:
t2 waktu aliran dalam saluran sepanjang L dari ujung saluran (menit)
L jarak dari ujung saluran sampai dengan titik tinjau
V kecepatan air saluran
5.4.3 Kecepatan aliran dalam pipa
Pendekatan awal untuk berbagai kemiringan saluran dan diameter pipa, nilai
kecepatan (V) dapat diperkirakan seperti pada Tabel 11. Kemudian dilakukan
pengecekan pada debit yang direncanakan dengan menggunakan Gambar 23 dan
24 diagram aliran pada box culvert atau pipa.
Tabel 11 Kecepatan berdasarkan diameter pipa dan kemiringan
Diameter (m)
Kecepatanm Vp (m/detik)
Kemiringan saluran, is (%)
1 3 5
0,375 2 3 4
0,600 2,5 4 4,5
Pd. T-02-2006-B
28
Gambar 22 Diagram debit aliran pada saluran bentuk segitiga
Pd. T-02-2006-B
29
Gambar 23 Diagram debit aliran pada box culvert
Gambar 24 Diagram debit aliran pada pipa
Pd. T-02-2006-B
30
5.4.4 Perhitungan kapasitas
1) Komponen yang harus diperhitungkan adalah:
- Saluran (gutter) dapat dilihat pada sub bab 5.5.1
- Inlet dan manhole dapat dilihat pada sub bab 5.5.2
- Saluran utama
2) Saluran drainase tertutup direncanakan dengan dengan penampang pipa terisi
penuh pada saat hujan rencana, untuk menghitung kapasitas ini dapat
menggunakan Gambar 23 dan 24, diagram debit aliran pada box culvert dan
pipa.
3) Pada daerah yang berbukit-bukit atau kemiringan tanah yang sangat curam,
kadang-kadang pipa direncanakan dengan penampang yang terisi sebagian
dengan menggunakan Gambar 25, grafik debit dan kecepatan air dalam pipa
yang terisi sebagian.
Gambar 25 Debit dan kecepatan air dalam pipa yang terisi sebagian
5.4.5 Cara pengerjaan
1) Penentuan jumlah lubang pemasukan yang dipasang untuk mengalirkan air ke
dalam saluran tertutup dari side side inlet atau dari manhole.
Pd. T-02-2006-B
31
(32)
dengan pengertian:
Debit kapasitas gutter diperoleh dari Gambar 22 Diagram debit aliran pada
saluran bentuk segitiga;
Kapasitas inlet diperoleh dari Gambar 32 Kapasitas lubang pemasukan
samping.
2) Pada kondisi pengaliran pipa:
Kapasitas pipa direncanakan dengan asumsi pipa akan terisi penuh pada
saat banjir rencana (R5 tahun).
Kondisi tertentu/banjir besar (R50 tahun), manholeakan penuh dan aliran dalam
pipa akan beroperasi dengan tekanan (under pressure) dalam waktu yang
singkat.
3) Langkah perencanaan (lihat Gambar 26)
a. Hitung debit rencana dengan R50 tahun;
b. Tentukan elevasi dasar pipa bagian hilir (IL1) dan hulu (IL2);
c. Tentukan elevasi muka air di outlet saluran atau manhole hilir (WL1);
d. Tentukan diameter pipa (D) dan panjang pipa (L).
Gambar 26 Komponen sistem saluran tertutup
4) Perhitungan HGL (Hydraulic Grade Line)
Prosedur perhitungan HGL (Hydraulic Grade Line) adalah sebagai berikut,
dengan memperhatikan Gambar 27.
Pd. T-02-2006-B
32
Gambar 27 Kondisi HGL di hilir pipa
Kondisi A: WL1 di atas elevasi atas pipa (WL1> IL1)
Nilai WL1 sebagai HGL hilir.
Kondisi B: WL1 di atas tinggi kritis
Menggunakan Gambar 28 dan 29. Tinggi kritis aliran dalam pipa dan atau
dalam box culvert.
Jika WL1 di atas (IL1 + dc), hitung nilai elevasi:
(33)
Nilai HGL hilir diambil dari nilai terbesar WL1 atau WL2
Kondisi C: WL1 di bawah tinggi kritis
Hitung nilai dc dari Gambar 28 dan 29. Tinggi kritis aliran dalam pipa dan
atau dalam box culvert.
Jika WL1 di bawah WL2 = IL1 + dc, maka nilai HGL = WL2
Kondisi D: WL1 di bawah elevasi dasar pipa (WL1< IL1)
Hitung nilai dc dari gambar Tinggi kritis aliran dalam pipa dan atau dalam box
culvert
Ambil nilai HGL = IL1 + dc, kecuali jika kondisi pengaliran pada pipa yang
dicek pada langkah ke-2, beroperasi tanpa tekanan, dan kedalaman air dp di
bawah dc, nilai HGL = IL1 + dp
Pd. T-02-2006-B
33
Gambar 28 Tinggi kritis aliran dalam pipa
Pd. T-02-2006-B
34
Gambar 29 Tinggi kritis aliran dalam box culvert
5) Menghitung tinggi hilang karena gesekan dalam pipa (friction losses)
a. Hitung nilai kekasaran relatif dan angka Reynold dari pipa dengan rumus:
(34)
(35)
Dengan pengertian:
d diameter pipa (m)
e kekasaran relatif (m/m)
kp angka kekasaran pipa (lihat Tabel 12 Nilai kekasaran pipa)
Pd. T-02-2006-B
35
Nr angka Reynold
V rata-rata kecepatan aliran (m/detik)
ν kinetic viscosity dari air = 1 x 10-6 m2/detik
Tabel 12 Nilai kekasaran pipa, kp (m)
Jenis bahan & kondisi Nilai kekasaran pipa (kp)
Beton
Baik 60 x 10-6
Normal 150 x 10-6
Buruk 600 x 10-6
Beton fiber-reinforced
Baik 15 x 10-6
Normal 30 x 10-6
Plastik
Sambungan semen 30 x 10-6
Spigot & socket 60 x 10-6
b. Baca nilai faktor kekasaran “f” dari Gambar 30 Grafik diagram Moody nilai
kekasaran pipa tertekan.
Gambar 30 Diagram Moody untuk nilai kekasaran pipa tertekan
c. Hitung nilai kehilangan tekanan pada pipa dengan rumus:
(36)
Dengan pengertian:
hf tinggi tekanan yang hilang (m)
Pd. T-02-2006-B
36
f faktor kekasaran (Gambar 30 Grafik Moody)
L panjang pipa (m)
V kecepatan rata-rata (m/detik)
g percepatan gravitasi = 9,81 m/detik2
D diameter pipa (m)
d. Hitung elevasi mukai air pada hulu pipa
WL2 = WL1 + hf (37)
Jika nilai WL2< IL2: kondisi yang terjadi adalah pengaliran pipa tanpa
tekanan.
Menggunakan Gambar 23 dan 24 Diagram debit aliran box culvert dan
atau pipa untuk menghitung nilai Qp (penampang penuh)
Menggunakan rasio
untuk menghitung dp, dari Gambar 25 Debit dan
kecepatan air dalam pipa yang terisi sebagian.
Hitung:
WL2 = IL2 + dp (38)
5.5 Bangunan pelengkap saluran
5.5.1 Saluran penghubung (gutter)
1) Merupakan saluran kecil (gutter) yang dibuat antara kereb dan badan jalan untuk
menyalurkan air hujan yang jatuh di atas permukaan jalan ke saluran samping
jalan.
Gambar 31 Tinggi dan lebar genangan pada kereb
2) Kapasitas saluran yang akan menampung air tergenang pada kereb (lihat
Gambar 31) yang akan disalurkan ke saluran samping jalan dapat diperkirakan
dari rumus Manning yaitu:
(39)
Pd. T-02-2006-B
37
(40)
Dengan pengertian:
Q debit saluran
d kedalaman genangan air di saluran
im kemiringan melintang jalan atau bahu jalan (ib)
ij kemiringan memanjang jalan atau bahu jalan
n koefisien Manning dasar saluran
zi 1/im atau 1/ib
Zd lebar genangan
3) Lebar genangan (Zd) dibatasi yaitu maksimum 2,0 m dan hujan yang terjadi
adalah hujan kala ulang 5 tahun.
4) Perhitungan Zd dapat dilakukan dengan menggunakan Gambar 22 Diagram
debit aliran pada saluran bentuk segitiga.
5.5.2 Saluran inlet
1) Merupakan saluran yang menghubungkan aliran air dari perkerasan jalan
menuju saluran.
2) Adapun ketentuan yang bisa dilakukan seperti yang direkomendasikan oleh
Road Drainage Design Manual, Queensland Goverment, Department of Main
Road, Edisi Juni 2002, adalah ditentukan berdasarkan waktu konsentrasinya.
Seperti pada Tabel 13.
Tabel 13 Standar waktu konsentrasi inlet
Lokasi Waktu (menit)
Area perkerasan jalan 5
Area perkotaan dan perumahan dengan kemiringan rata-rata > 15%
5
Area perkotaan dan perumahan dengan kemiringan rata-rata > 10 – 15%
8
Area perkotaan dan perumahan dengan kemiringan rata-rata > 6 – 10%
10
Pd. T-02-2006-B
38
Area perkotaan dan perumahan dengan kemiringan rata-rata > 3 – 6%
13
Area perkotaan dan perumahan dengan kemiringan rata-rata < 3%
15
3) Jenis inlet adalah:
Inlet got tepi (gutter inlet), lubang bukaan terletak mendatar secara
melintang pada dasar got tepi, berbatasan dengan batu tepi.
Tipe penutup: sekat vertikal, horisontal, sekat campuran dan berkisi.
Inlet kereb tebi (curb inlet), lubang bukaan terletak pada bidang batu/kereb
tepi dengan arah masuk tegak lurus pada arah aliran got tepi, sehingga
kereb tepi bekerja sebagai pelimpah samping.
4) Untuk jumlah saluran inlet yang harus dibuat, direkomendasikan maksimal tiap 5
meter dengan lebar saluran selebar kereb.
5) Untuk mengetahui kapasitas inlet samping (side inlet) didapat dari 80%
kapasitas yang didapat dari Gambar 32 Grafik kapasitas lubang pemasukan
samping.
6) Data yang digunakan adalah:
Lebar bukaan (l) = 1 meter
Kemiringan melintang (ib) bahu jalan/jalan
Kemiringan memanjang gutter yang diketahui
Pd. T-02-2006-B
39
Gambar 32 Kapasitas lubang pemasukan samping
7) Lokasi inlet saluran ditempatkan pada titik terendah dari kemiringan memanjang
jalan (longitudinal) atau pada antara titik terendah dan tertinggi pada kemiringan
memanjang jalan (gambar pada Tabel 14).
8) Jika inlet saluran berbentuk manhole dan air pada saluran langsung jatuh ke
bawah (drop inlet) maka kapasitas diperkirakan dengan Tabel 14 ukuran lubang
pemasukan dan Gambar 32 Kapasitas pemasukan samping.
Tabel 14 Ukuran lubang pemasukan samping
Pd. T-02-2006-B
40
9) Perencanaan bentuk ataupun dimensi saluran inlet tergantung kondisi lapangan
(datar, turunan/tanjakan). Berikut ditampilkan beberapa contoh gambar untuk
saluran inlet pada jalan menurun/tanjakan.
Gambar 33 Inlet untuk kemiringan memanjang jalan > 4%
(tampak atas dan tampak samping)
Gambar 34 Contoh bentuk saluran inlet
Pd. T-02-2006-B
41
5.5.3 Bak kontrol
1) Bak kontrol merupakan tempat masuknya air (inlet) dan saluran untuk
menampung aliran permukaan yang akan disalurkan ke sistem srainase saluran
tertutup dan merupakan ruang akses bagi jaringan pipa serta untuk pemeliharan
(lihat Gambar 35).
2) Ukuran bak kontrol disesuaikan dengan kondisi lapangan dan juga mudah,
aman dalam melakukan inspeksi dan pemeliharaan rutin (bak kontrol mudah
dibuka dan ditutup) serta aman bagi pejalan kaki (untuk saluran tertutup yang
berda di bawah trotoar).
Gambar 35 Contoh bentuk bak kontrol
5.5.4 Gorong-gorong
1) Ditempatkan melintang jalan yang berfungsi untuk menampung air dari hulu
saluran drainase dan mengalirkannya.
Pd. T-02-2006-B
42
2) Harus cukup besar untuk melewatkan debit air secara maksimum dari daerah
pengaliran secara efisien.
3) Harus dibuat dengan tipe permanen (lihat Gambar 36). Adapun pembangunan
gorong-gorong terdiri dari tiga konstruksi utama, yaitu:
a) Pipa kanal air utama yang berfungsi untuk mengalirkan air dari bagian hulu
ke bagian hilir secara langsung;
b) Apron (dasar) dibuat pada tempat masuk untuk mencegah terjadinya erosi
dan dapat berfungsi sebagai dinding penyekat lumpur;
c) Bak penampung diperlukan pada kondisi:
- Pertemuan antara gorong-gorong dan saluran tepi
- Pertemuan lebih dari dua arah aliran
Gambar 36 Bagian konstruksi gorong-gorong
4) Jarak gorong-gorong pada daerah datar maksimum 100 meter. Untuk daerah
pegunungan biasanya besarnya bisa dua kali lebih besar.
5) Kemiringan gorong-gorong antara 0,5% - 2% dengan pertimbangan faktor-faktor
lain yang dapat mengakibatkan terjadinya pengendapan erosi di tempat air
masuk dan pada bagian pengeluaran.
6) Tipe dan bahan gorong-gorong yang permanen (lihat Tabel 15) dengan desain
umur rencana unuk periode ulang atau kala ulang hujan untuk perencanaan
gorong-gorong disesuaikan dengan fungsi jalan tempat gorong-gorong berlokasi:
- Jalan tol : 25 tahun
- Jalan arteri : 10 tahun
- Jalan kolektor : 7 tahun
- Jalan lokal : 5 tahun
7) Untuk daerah-daerah yang berpasir, bak kontrol dibuat/direncanakan sesuai
dengan kondisi setempat.
Pd. T-02-2006-B
43
8) Perhitungan dimensi gorong-gorong mengambil asumsi sebagai saluran terbuka.
Tahap perhitungan mengikui sub bab 5.3. Perhitungan dimensi gorong-gorong
harus memperkirakan debit-debit yang masuk gorong-gorong tsb.
9) Dimensi gorong-gorong minimum dengan diameter 80 cm. Kedalaman gorong-
gorong yang aman terhadap permukaan jalan, tergantung tipe (lihat Tabel 15)
dengan kedalaman minimum 1 m – 1,5 m dari permukaan jalan.
Tabel 15 Tipe penampang gorong-gorong
No Tipe gorong-gorong Potongan melintang Bahan yang
dipakai
1 Pipa tunggal atau lebih
Metal gelombang,
beton bertulang atau beton
tumbuk, besi cor dan lain-lain
2 Pipa lengkung tunggal
atau lebih Metal gelombang
3 Gorong-gorong persegi
(boxculvert) Beton bertulang
10) Kecepatan minimum
Kecepatan minimum dalam gorong-gorong 0,7 m/detik agar tidak terjadi
sedimentasi.
11) Kecepatan maksimum
Kecepatan maksimum yang keluar dari gorong-gorong, untuk berbagai macam
kondisi material saluran di hilir gorong-gorong agar tidak terjadi erosi pada
saluran ditunjukkan pada Tabel 16.
Tabel 16 Kecepatan maksimum gorong-gorong yang diijinkan
Kondisi material dasar saluran V maksimum, Vg (m/detik)
Lumpur Pasir halus Pasir kasar
< 0,3 < 0,3
0,4 – 0,6
Gravel θ > 6 mm θ > 25 mm θ > 100 mm
0,6 – 0,9 1,3 – 1,5 2,0 – 3,0
Lempung: Lunak Kenyal Keras
0,3 – 0,6 1,0 – 1,2 1,5 – 2,0
Pd. T-02-2006-B
44
Batu-batuan: θ > 150 mm θ > 300 mm
2,5 – 3,0 4,0 – 5,0
12) Kecepatan keluaran rata-rata yang melebihi kecepatan maksimum yang diijinkan
seperti pada Tabel 16 di atas ini maka harus diberikan beberapa jenis
perlindungan keluaran atau dengan bangunan peredam energi ataupun
pencegah erosi pada daerah hilir gorong-gorong.
13) Faktor utama yang mempengaruhi kecepatan keluaran adalah kemiringan dan
kekasaran gorong-gorong.
14) Hidrolika gorong-gorong
Ukuran dan jenis gorong-gorong dipilih sesudah ditentukan:
- Debit yang direncanakan
- Lokasi gorong-gorong
15) Jarak antar gorong-gorong bulat berganda
Penggunaan gorong-gorong bulat berganda, jarak antar gorong-gorong dibuat
agar adukan pasangan atau beton dapat dengan mudah dikerjakan.
16) Penentuan tebal bantalan dan urugan
Tebal bantalan untuk pemasangan gorong-gorong, tergantung pada kondisi
tanah dasar dan berat gorong-gorong dan beban yang bekerja di atasnya.
Bantalan dapat dibuat dari:
- Beton non-struktural
- Pasir urug
Urugan minimum di atas gorong-gorong yang diijinkan tergantung dari kekuatan
ijin bahan konstruksi gorong-gorong dan beban yang bekerja di atasnya.
17) Tembok kepala (head wall) dan tembok sayap (wing wall)
Pemasangan tembok sayap dan kepala pada gorong-gorong dimaksudkan untuk
melindungi gorong-gorong dari bahaya longsoran tanah yang terjadi di atas dan
samping gorong-gorong akibat adanya erosi atau bahan lalulintas yang berada
di atas gorong-gorong.
Pd. T-02-2006-B
45
Gambar 37 Tembok kepala (head wall) dan tembok sayap (wing wall)
5.6 Drainase lereng
5.6.1 Kriteria perencanaan
1) Drainase lereng pada buku ini termasuk sebagai drainase permukaan yang
diterapkan untuk melindungi lereng-lereng dari bahaya erosi atau penurunan
stabilitas yang disebabkan oleh air permukaan di daerah galian, urugan dan
lereng-lereng alam atau air tanah yang merembes ke dalam lereng, sehingga
dapat mempengaruhi stabilitas jalan di bawahnya.
2) Perencanaan drainase lereng harus memperhatikan, mengkaji topografi daerah
sekitar alinyemen agar arah dorongn batu, sampah, pasir, dan kerikil dapat
dirubah sehingga jalan dapat terlindungi.
3) Jika diperlukan, bangunan dilengkapi dengan bedungan (dam) dan bangunan
lainnya dengan tujuan meredam atau mengurangi energi arus dorong atas.
4) Perencanaan bangunan drainase lereng dilakukan sama dengan perhitungan
saluran teruka.
5) Di bawah ini ditunjukkan beberapa contoh sistem drainase lereng untuk berbagai
jenis perkerasan dan kondisi lapangan. Pada contoh gambar di bawah ini, tebal
lapisan dan ukuran drainase dan komponen lainnya diperbesar untuk
memperjelas gambaran.
Pd. T-02-2006-B
46
Gambar 38 Perencanaan drainase dengan lapis perkerasan permeabel
(a) profil (b) bagian
5.6.2 Jenis bangunan drainase lereng
Jens perencanaan bangunan drainase lereng antara lain terasering lereng, dan
penempatan saluran perlu memperhatikan aspek-aspek sbb:
1) Kemiringan lereng
2) Jenis tanah, sudut geser
3) Kestabilan lereng.
Pembagian jenis bangunan drainase lereng diuraikan sebagai berikut: (lihat Gambar
39)
1) Saluran puncak (crown ditch)
Saluran puncak harus dibuat untuk mencegah air hujan dan air rembesan
tidak masuk ke lereng yang sedang dibuat (digali atau diurug) dan
perancangan harus memperhitungkan topografi daerah sekitar, banyaknya
aliran yang turun dari lereng, sifat-sifat tanah dan lain-lain.
Saluran puncak yang umumnya mempunyai kemiringan yang curam.
Pengaliran air pada saluran ini dapat menyebabkan gerusan di luar saluran
akibat loncatan air.
Jenis saluran puncak antara lain:
- Saluran tanpa lapisan pelindung (unlined ditch);
- Saluran semen tanah (soil cement ditch);
- Saluran beton tulang bentuk “U”
Kriteria saluran puncak:
- Luas penampang basah yang besar
- Ujung hilir saluran harus mempunyai luas penampang basah yang besar
- Ujung hilir saluran harus dirancang dengan memperhitungkan kondisi
topografi secara cermat agar tidak merusak stabilitas lereng
Pd. T-02-2006-B
47
Gambar 39 Sketsa lereng dengan daerah pengaliran
2) Saluran drain memanjang
Saluran memanjang dipasang sepanjang lereng untuk membuang air dari
saluran samping bahu jalan ke dalam saluran di kaki lereng, atau dari saluran
puncak atau saluran banket ke dalam saluran samping jalan.
3) Saluran banket atau penangkap
Saluran ini bermanfaat untuk mencegah erosi lereng akibat air yang mengalir di
permukaan lereng.
4) Bangunan untuk membuang bocoran air pada lereng
Perencanaan bangunan ini tidak dibahas secara rinci pada pedoman ini.
5.6.3 Perancangan sarana drainase lereng disesuaikan dengan kebutuhan
1) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perancangan drainase lereng adalah sbb.
- Pengurugan harus dilakukan dengan hati-hati
- Erosi di bagian udik dicegah dengan pemasangan lempengan rumput
- Titik transisi lereng saluran diberi lapis penutup
- Di tempat-tempat dimana lereng menjadi curam, dianjurkan menggunakan
saluran yang lengkap dengan “socket”, serupa dengan saluran drainase
memanjang.
2) Contoh sarana drainase lereng sesuai peruntukan perancangan ditunjukkan
pada Tabel 17.
Pd. T-02-2006-B
48
Tabel 17 Perancangan dan contoh sarana drainase lereng
Peruntukan perancangan drainase lereng
Jenis
- Menghentikan air hujan atau aliran permukaan dari lereng
- Membelokkan aliran permukaan yang turun dari lereng atau aliran air tanah di bawah permukaan ke sarana drainase di luar daerah lereng dengan cara yang aman
- Saluran puncak (crown ditch) - Saluran pada bagian atas lereng - Saluran pencegat Bangunan pelindung lereng yng disemprot dengan adukan (semen) atau lempengan rumuh
3) Jenis saluran dan sifat ditunjukkan pada Tabel 18 berikut, dan
pemasangan/pelaksanaan saluran drainase lereng ditunjukkan pada Tabel 19.
Tabel 18 Jenis saluran dan peruntukan
Jenis saluran Kriteria
Saluran puncak
Saluran tanpa lapisan
pelindung (unlined ditch) (lihat Gambar
40)
- Tanah tidak peka terhadap infiltrasi air - Debit kecil dan dapat langsung dialirkan ke lereng alami
yang berdekatan dengan lereng yang sedang dibuat - Saluran sederhana berupa urugan yang dilapisi
lempengan rumput
Saluran semen-tanah (lihat Gambar 40)
- Tanah peka terhadap infiltrasi air - Debit besar dan tidak diperbolehkan ada infiltrasi air ke
dalam tanah
Saluran beton-tulang precast
bentuk “U” (lihat Gambar 41)
- Debit besar dan saluran drainas panjang - Ukuran saluran precast tergantung pada daerah
pengaliran (catchment area) dan kondisi permukaan tanah, umumnya 30 cm x 30 cm
- Bentuk “U” atau setengah lingkaran
Saluran drainase memanjang
Saluran beton-tulang bentuk “U”
atau pipa setengah lingkaran
- Pemasangan langsung pda permukaan lereng. Dilengkapi dengan socket. Pemasangan pada jarak interval 3 m, harus ditempatkan sarana anti-slip.
- Untuk mencegah erosi tebing akiba loncatan air: o Bagian atas saluran harus digali + 10 cm dan, o Diberi lapisan pelindung dari pasangan batu atau
lempengan rumput (Gambar 41)
- Luas penmpang ditentukan oleh perhitungan debit. Ukuran yang sering digunakan 24cm x 24cm atau 30cm x 30cm
Pd. T-02-2006-B
49
- Harus disediakan kolam penangkapan air (catch basin) di: o Pertemuan antara saluran memanjang dan saluran
lain o Kemiringan atau arah aliran berubah Kolam harus memiliki “sumuran” pasir dengan kedalaman > 15 cm untuk meredam energi dari air yang mengalir
- Saluran dan kolam harus diberi tutup pada: o Kemiringan lebih curam dari 1:1 o Titik transisi perubahan kemiringan pada jarak 1 – 2 m
dari kaki lereng.
Saluran beton-tulang
- Saluran pipa beton atau pipa kermik digunakan dengan dilengkapi kolam penangkapan air di titik-titik perubahan kemiringan saluran atau perubahan arah aliran
- Digunakan pada setiap ketinggian 5 – 10 m (ketinggian interval) dan jika lereng cukup panjang atau digunakan jika kemiringan memanjang jalan 0,3% - 5%
- Kemiringan banket disamakan dengan kemiringan lereng (Gambar 43)
- Banket yang dilengkapi denagn saluran drainase (saluran pencegat) maka arah kemiringan melintang banket harus berlawanan dengan kemiringan lereng (Gambar 43)
- Saluran beton-tulang atau saluran semen-tanah yang dibuat pada banket dihubungkan dengan saluran puncak atau saluran memanjang
Tabel 19 Pelaksanaan saluran drainase lereng
Cara pemasangan Kondisi aliran
menjeram (cepat) Pelaksanaan
drainase lereng Bagian pekerjaan
galian
- Tertanam
dengan kokoh
di dalam tanah
asli
- Diurug secara
hati-hati
dengan bahan
kedap air, agar
daya angkut
saluran yang
diinginkan
dapat tercapai
- Harus dilapisi
untuk
mencegah
timbulnya
loncatan air
sehingga
bagian luarnya
akan terlindungi
dari bahaya
gerusan akibat
loncatan-
loncatan air
kecil
- Dilapisi gebalan
rumput
- Harus
diselesaikan
secepat
mungkin
- Saluran puncak
harus dibuat
sebelum
pekerjaan galian
dimulai
- Jika perlu,
sarana darurat
harus dirancang
sebagai saluran
pencegar atau
saluran lainnya
- Harus mengkaji
sifat batuan dan
arah lapisan-
lapisan, karena
ada kaitannya
dengan
kebocoran pada
lereng
Pd. T-02-2006-B
50
- Diberi lapisan
pelindung
pemasangan
batu
Gambar 40 Saluran tanpa lapisan pelindung dan saluran semen-tanah (a), (b), (c)
Pd. T-02-2006-B
51
Gambar 41 Sketsa saluran beton tulangan (a) bentuk “U” dan (b) bentuk
setengah lingkaran
Gambar 42 Sketsa saluran beton tulangan bentuk “U” pada saluran drain
memanjang
Pd. T-02-2006-B
52
Gambar 43 Sketsa penampang melintang suatu banket
5.6.4 Erosi / penggerusan
1) Desain drainase jalan harus mencakupp evaluasi mengenai erosi tanah yang
akan mempengaruhi jalan.
2) Penanggulangan erosi permukaan lereng jalan dapat dilakukan denan
menanami lereng dengan tanaman sesuai Pt T-04-2002-B, Tata Cara
Penanggulangan Erosi Permukaan Lereng Jalan dengan Tanaman.
3) Penanganan yang dilakukan dapat dengan mengganti tanah dan longsoran
tanah yang terjadi harus dibersihkan dan dibuang dari sarana atau saluran
drainase, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20 Penyebab dan sarana untuk menghindari erosi/penggerusan
Penyebab Dampak Sarana memindahkan bocoran air dari lereng
1. Air tanah atau air hujan menginfiltrasi ke dalam tanah
2. Kandungan air tanah dalam tanah itu sendiri
1. Menggerus lereng 2. Menyebabkan
keruntuhan lereng karena terbentuk bidang-bidang gelincir sepanjang lapisan bocoran (Gambar 44)
Bronjong kawat, saluran pencegat, lapisan horisontal yang diisi dan menggunakan lubang tetes/suling-suling (Gambar 44)
Pd. T-02-2006-B
53
Gambar 44 Sketsa bocoran lambat (Oozing) pada lereng
5.6.5 Bangunan untuk membuang bocoran air pada lereng
1) Air rembesan dan air bocoran (oozing water) yang merusak kestabilan lereng
harus segera dibuang melalui galian yang diisi dengan batu-batu, bronjong
kawat pada kaki lereng maupun “suling-suling”.
2) Perencanaan lebih rinci tidak dijelaskan pada pedoman perencanaan drainase
ini. Uraian bangunan ditunjukkan pada Tabel 21 hanyalah uraian bangunan
untuk meneruskan air yang ada ke saluran.
Tabel 21 Uraian bangunan untuk membuang bocoran air pada lereng
Bangunan Uraian
Galian yang diisi batu-batu
- Bertujuan untuk mengumpulkan dan membuang air rembesan dari daerah sekitar permukaan tanah dengan memanfaatkan permeabilitas bahan-bahan kasar.
- Bahan yang dipilih harus memiliki permeabilitas tinggi. Bahan di bagian luar dengan diameter kecil digunakan untuk mencegah infiltrasi pasir dan penyumbatan.
- Pencegahan infiltrasi dapat dilakukan dengan menutup galian
Pd. T-02-2006-B
54
dengan serat resin atau serat gelas (glass fiber) dengan lubang saringan yang cocok.
- Susunan aliran: Tipe-W atau tipe “knockhead” (lihat Gambar 45), di lokasi bocoran air bervolume tinggi atau di lokasi galian saluran saling bertemu. Jika diperlukan dibuat pula saluran-saluran drainase pencegat dengan pipa perforasi di dalmnya.
Bronjong kawat pada
lereng
- Bronjong kawat dikombinasikan dengan galian yang diisi dengan batu, dipasang pada lereng-lereng yang mengalami bocoran-bocoran berat (Gambar 46).
- Pemasangan dilakukan pada kaki lereng pelindung drainase dan kaki pelindung lereng.
- Pada lereng pendek, bronjong kawat dipasang di tempat galian yang diisi dengan batu.
Lubang tetes / suling-suling
- Panjang lubang tetes / suling-suling > 50 sm.
- Pada lokasi bocor, dibuat lubang samping (lubang lateral) yang diisi dengan pipa perforasi atau ikatan bambu untuk membuang air rembesan.
- Jenis pipa yang diberi perforasi: pipa vinyl keras, pipa jaringan resin sintetik, resin sintetik yang bersifat porous dan pipa beton yang lulus air (porous).
- Pada lokasi bocor di dalam, maka harus dilakukan pemboran secara horisontal. Untuk membuang air bocoran, dimasukkan pipa drain yang dilengkapi dengan saringan ke dalam lubang bor tersebut. (Gambar 47).
Gambar 45 Sketsa galian yang disi batu beserta tata letak
Pd. T-02-2006-B
55
Gambar 46 Sketsa bronjong kawat pada lereng
Gambar 47 Sketsa suling-suling
5.7 Drainase bawah permukaan
5.7.1 Prinsip
Drainase bawah permukaan bertujuan menjaga subgrade dan base agar tetap
memiliki kandungan air yang diinginkan, dengan cara yang ditunjukkan berikut ini.
Menurunkan muka air tanah dalam base, urugan tanah atau tanah sampai ke
dalam minimal 1,00 meter di bawah permukaan tanah.
Mencegat air dari daerah sekitar agar tidak merembes ke dalam urugan tanah.
Pd. T-02-2006-B
56
5.7.2 Bangunan drainase bawah permukaan
1) Saluran drainase samping jalan
Saluran drainase samping diterapkan di daerah yang bertaraf muka air tanah
tinggi dan merupakan sarana yang paling berguna bagi drainase bawah
permukaan (lihat Gambar 48, 49, dan 50)
Gambar 48 Drainase samping jalan untuk daerah datar
Gambar 49 Drainase samping jalan untuk daerah lereng
Gambar 50 Drainase samping jalan untuk jalan yang sangat lebar
Adanya saluran drainase bawah permukaan jalan di samping jalan ditujukan
agar mengeringkan subgrade dan base, tanpa merubah perencanaan.
Lokasi lebih khusus ditunjukkan pada Tabel 22.
Pd. T-02-2006-B
57
Tabel 22 Pemasangan saluran bawah permukaan samping jalan pada
daerah tertentu
Kondisi Pemasangan saluran
Keterangan Kedalaman
Daerah datar Kedua sisi jalan Permukaan air tanah juga kurang dasar
Harus berkisar 1,5 – 3,0 meter tetapi kedalaman ini dapat berubah menurut topografi, geologi, dan taraf muka air tanah setempat
Daerah lereng
Suatu sisi tertinggi pada jalan
Air tanah mengalir hanya dalam satu arah
Jalan sangat lebar
Di bawah median dan juga kedua sisi
Daerah yang banyak mengandung air tanah
Selain saluran drainase samping, perlu lapisan tak kedap air yang dipasang di sepanjang batas antara subgrade dan base atau di dalam urugan tanah atau subgrade untuk membawa aliran rembesan ke saluran samping
Perletakan pipa perforasi pada dasar saluran diuraikan pada Tabel 23.
Tabel 23 Sifat dan pemasangan pipa perforasi
Komponen Sifat Uraian
Pipa perforasi Pemasangan Dasar saluran, celah antara, di sambungan pipa jika tidak terdapat lubang
Lubang perforasi
Jenis Tidak boleh terlalu besar karena butiran tanah dapat masuk ke dalam pipa
Sambungan pipa
Ukuran celah pipa + 3 mm
Harus diliput dengan pecahan genting atau bahan lain yang dapat mencegah masuknya tanah
Kemiringan pipa
Penempatan Tidak bolah kurang dari 2‰ untuk menghasilkan kecepatan + 0,3 m/detik
Tahap penyusunan saluran:
a) Penempatan saluran bawah permukaan;
Pd. T-02-2006-B
58
b) Kain tenunan tipis menutup atau melapisi saluran bawah permukaan
(untuk bahan sintetis: glass fiber atau fiber polymer tinggi)
c) Batu kerikil diurug, dimana pipa dipasang di dasar saluran (diameter
standar pipa yang diperforasi adalah 20-30 cm);
d) Lembar tenunan diselimutkan sampai di atas urugan kerikil, berfungsi
sebagai filter pencegah butiran tanah halus masuk;
e) Tanah diurug untuk menutup.
Kriteria pemasangan pipa pada jenis kemiringan tanah ditunjukkan pada
Tabel 24 sedangkan jarak anta pipa ditunjukkan pada Tabel 25.
Tabel 24 Kondisi kemiringan tanah
Kondisi kemiringan / Pemasangan Panjang
Daerah datar dngan kemiringan minimum s = 2‰
Maks. 150 m Ada penurunan 0,30 meter untuk panjang 150 m
Daerah dengan kemiringan yang memungkinan pipa dipasang sejajar dengan permukaan tanah
Panjang pipa tidak terbatas
Daerah lebih curam <600 m
Tabel 25 Jarak interval antara pipa-pipa drain
Jarak interval antara pipa-pipa (meter)
Uraian
15 – 50 Umum digunakan
> 50 Tanah sangan permeabel
< 15 Biaya tinggi
Pipa perforasi membutuhkan bahan pelindung atau filter yang memiliki
distribusi diameter butiran yang diuraikan pada Tabel 26.
Tabel 26 Penempatan bahan filtrasi
Komponen Kegiatan Uraian
Pipa perforasi Penempatan Diliput oleh bahan filter sebagai pelindung, yang didistribusikan diameter butirannya
Bahan filtrasi kurang baik
Penempatan Perforasi dibuat hanya bagian bawah pipa yaitu sepanjang 1/3 keliling pipa
Pd. T-02-2006-B
59
Bahan urugan Pengurugan Pada saluran drain harus diiringi dengan pemadatan (compaction) yang baik, agar aman terhadap penurunan atau deformasi di kemudian hari
Uraian lokasi penempatan saluran bawah permukaan ditunjukkan pada Tabel
27.
Tabel 27 Lokasi saluran bawah permukaan
Lokasi saluran bawah permukaan
Uraian
Di bawah saluran samping atau perkerasan
jalan
Permukaan atas urugan masih dianggap kedap air atau air permukaan dianggap tidak melakukan infiltrasi ke dalam saluran bawah permukaan
Di bawah bahu jalan Permukaan atau urugan bahan filter harus dilapisi dengan lapisan (tanah) setebal 30 cm dengan permeabilitas yang sangat kecil dan cukup padat, utuk mencegah infiltrasi air permukaan
2) Saluran drainase bawah permukaan melintang
Jika muka air tanah tinggi atau muka air tanah berdekatan dengan muka
tanah, maka air rembesan yang seringkali mengalir keluar dari permukaan
memerlukan penempatan salran transversal.
Apabila syarat-syarat drainase tidak dapat dipenuhi oleh saluran drainase
memanjang maka perlu melakukan saluran drainase melintang.
Saluran melintang ditempatkan di daerah-daerah transisi antara galian dan
urugan (Gambar 51).
Gambar 51 Sketsa saluran drainase melintang
Pd. T-02-2006-B
60
Infiltrasi dari subgrade dapat dicegah secara efektif dengan
mengkombinasikan saluran drainase dengan lapisan lulus air di bawah
base.
Posisi saluran dapat dipasang tegak lurus sumbu jalan atau jika jalan
memiliki kemiringan memanjang, saluran melintang harus dipasang menurut
arah diagonal (Gambar 52).
Gambar 52 Saluran drain yang dipasang tegak lurus sumbu jalan
Pipa perforasi dapat ditempatkan pada:
- Dasar saluran drainase
- Sisi saluran
Saluran drainase melintang dihubungkan dengan saluran drainase samping
3) Lapisan lulus air di bawah base
Apabila kondisi tanah tidak baik untuk drainase dan subgrade bersifat kedap
air atau apabila letak muka air tanahnya tinggi serta air rembesan sangat
banyak, maka di bawah base perlu dipasang suatu lapisan yang lulus air
(permeable).
Lapisan lulus air diterapkan apabila subgrade lunak. Dalam hal ini, lapisan
lulus air terdiri dari pasir dengan ketebalan 50 cm.
Drainase dengan menerapkan lapisan lulus air dapat bekerja lebih baik
apabila di dalam dipasang pipa perforasi, seperti terlihat pada Gambar 53.
Pd. T-02-2006-B
61
Gambar 53 Pipa yang diperforasi ditempatkan pada kedua tepi lapisan
lulus air
Suatu lapisan lulus air terdiri dari tanah dengan butiran kasar dan cegah
kenaikan air akibat kapilaritas, sehingga dapat melihat kondisi baik dari
perkerasan jalan dengan persyaratan yang ditunjukkan pada Tabel 28.
Tabel 28 Persyaratan bahan filter
Penggunaan bahan filter Persyaratan
1) Mengisi atau mengurug saluran drainase apabila pipa perforasi sudah dipasang di dasar saluran
2) Lapisan lulus air sudah dipasang di subgrade
- Harus benar-benar lulus air dan terdiri dari pasir alam bergradasi baik, atau kerikil atau batu pecah dengan gradasi yang terkontrol
- Bahan harus memiliki stabilitas butiran yang sangat baik
- Tahan cuaca - Tidak larut - Memiliki kurva distribusi butiran subgrade,
butiran lubang subgrade dan diameter lubang pipa perforasi
Agar material tidak tersumbat oleh partikel-partikel halus yang masuk dari
subgrade maka harus dipenuhi persamaan seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 29.
Tabel 29 Persyaratan diameter butir
Kondisi Persyaratan
Material filter tidak tersumbat partikel halus yang masuk dari subgrade
Material filter cukup lulus air terhadap subgrade
Dengan pengertian:
D15 15% diameter material pada kurva distribusi diameter butiran
D85 85% diameter material pada kurva distribusi diameter butiran
Pd. T-02-2006-B
62
Diameter butiran dari bahan filter ditentukan oleh:
- Diameter lubang perforasi atau
- Jarak interval pipa-pipa (apabila digunakan pipa yang tidak diperforasi,
tetapi ada lubang di sambungan)
Dengan persyaratan:
(41)
Bentuk kurva distribusi butiran yang baik adalah kurva berbentuk mulus dan
kurang lebih sejajar dengan kurva distribusi diameter. Utuk butiran subgrade
(lihat Gambar 54).
Gambar 54 Kurva distribusi diameter butiran dari bahan filter
Bila subgrade mengandung kerikil dengan diameter butiran yang sangat
besar, maka kurva dibuat dengan tanpa mencakup partikel-partikel
berdiameter > 25 mm.
5.7.3 Penggalian saluran drainase
Hal-hal yang perlu diperhatikan ditunjukkan pada Tabel 30 berikut ini.
Tabel 30 Kegiatan penggalian saluran drainase
No Kegiatan Uraian
1 Bentuk galian saluran drainase tergantung pada
- Air tanah - Kondisi tanah - Jenis peralatan - Metode pelaksanaan - Dll.
2 Lebar penggalian untuk saluran
30 cm lebih besar dari diameter luar pipa drainase. Dimaksudkan untuk pemasangan pipa perforasi dan pemadatan bahan pada
Pd. T-02-2006-B
63
saat pengurugan kembali dapat dikerjakan dengan mudah
3 Pembentukan dinding saluran
Dibuat se-vertikal mungkin
4 Penggalian saluran pada kaki lereng
Harus disediakan jarak-antara yang layak antara kaki lereng dan galian untuk saluran drainase. Dimaksudkan untuk menghindari keruntuhan lereng
5.7.4 Pemasangan pipa yang diperforasi
Apabila bahan dari saluran drainase terdiri dari tanah berpasir yang baik, maka
saluran dapat diurug kembali setelah tanah berpasir diratakan menurut
ketinggian yang diinginkan dan sesudah pipa perforasi ditaruh di atasnya.
Pemasangan pipa disesuaikan dengan jenis tanah pada Tabel 31 dan Gambar
55.
Tabel 31 Pemasangan pipa yang diperforasi sesuai jenis tanah
Jenis tanah Pemasangan
Bahan dari saluran drain terdiri atas tanah berpasir yang baik
Saluran dapat diurug kembali setelah tanah berpasir diratakan menurut ketinggian yang diinginkan dan sesudah pipa perforasi ditaruh di atasnya
Dasar saluran terdiri dari lapisan batuan yang keras
Saluran harus digali kembali ke bawah sampai bertambah kedalamannya + 10 cm, kemudian diisi dengan kerikil dan batu pecah dan dipadatkan dengan seragam
Tanah lunak dan tidak stabil - Dasar saluran harus dilapisi batu pecah, kerikil, atau pasir dengan ketebalan yang layak
- Slauran drain diurug kembali dengan bahan filter sampai ketebalan 15cm
- Bahan pengurugan harus dari pasir yang tidak mengandung kerikil dengan butiran >10cm
- Pemadatan bahan urugan dilakukan dengan hati-hati
- Jika ujung pipa dihubungkan dengan pipa drain utama, atau berhubungan dengan udara bebas, maka pipa harus ditutup dengan tirai pelindung dari logam atau dipagar
- Diameter perforasi < 30cm, dan dipasang dari suatu galian
Pd. T-02-2006-B
64
Gambar 55 Tipikal pemasangan pipa porous
Umumnya pipa outlet tidak diperforasi karena untuk mengalirkan air dari bagian
struktur ke saluran.
Pipa outlet dilindungi dan ditandai (lihat contoh pada Gambar 56) dengan marka
atau tanda setelah pemasangan selesai.
Gambar 56 Contoh detail pipa outlet dengan tanda
5.7.5 Cara pengerjaan
5.7.5.1 Penentuan permeabilitas tanah
Koefisien permeabilitas diperlukan dan didapat dengan berbagai cara seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 32 berikut. Sedangkan pada koefisien permeabilitas pada
Tabel 33 merupakan koefisien permeabilitas bahan yang lolos saringan no. 75 atau
pada Tabel 34 merupakan koefisien permeabilitas hasil perkiraaan sesuai jenis
bahan.
Pd. T-02-2006-B
65
Tabel 32 Penentuan permeabilitas tanah
No Jenis penentuan Uraian
1 Perkiraan koefisien permeabilitas
Dari Tabel 30 perkiraan koefisien di bawah ini
2 Perkiraan permeabilitas berdasar kurva distribusi
diameter butiran
Perkiraan ini dapat memberikan hasil yag baik apabila diterapkan pada pasir yang memiliki diameter butiran yang hampir sama. Formula empiris dari Hazen yang dapat digunakan tersebut: k = CH x D10
2 (42) dengan pengertian: k koefisien permeabilitas (cm/detik) CH konstanta antara 100 dan 150 (1/cm.dtk) D10 diameter efektif (10% diameter dari
kurva distribusi diameter butiran) (cm)
3 Percobaan permeabilitas laboratorium
- Uji permeabilitas dengan tinggi tekan yang konstan (constant head permeability test)
- Uji permeabilitas dengan tinggi tekan yang berubah (variable head permeability test)
4 Test permeabilitas lapangan
- Test pemompaan - Test permeabilitas dengan luban auger
Tabel 33 Koefisien permeabilitas sesuai % lolos saringan No.75
Material dari lapisan “base” % lolos saringan
No.75 Permeabilitas
(cm/detik)
Batu pecah atau kerikil
PI = 0 5 10 15
1,0 – 10-1 10-2 – 10-3 10-4 – 10-5
1 < PI < 6 5 10 15
10-1 – 10-3 10-2 – 10-5 10-4 – 10-7
Bahan yang distabilkan dengan semen atau kapur
Lebih dari 15 10-6 – 10-8
Bahan yang distabilkan dengan bitumen 1,0 – 10-2 10-7 – 10-8
Bahan yang distabilkan dengan semen, tetapi dengan gradas yang kurang baik
Kurang dari 10 10-1 – 10-4
Pd. T-02-2006-B
66
5.7.5.2 Penentuan debit dengan cara analitis
1) Lapisan kedap air dengan kemiringan curam (Gambar 57)
Pada pipa drain dipasang pada laoisan kedap air, debit aliran di dalam pipa
drain per meter lari (m’) diperoleh dari:
(43)
Dengan pengertian:
q debit rembesan (cm3/detik.cm)
ika kemiringan lapisan kedap air
k koefisien permeabilitas (cm/detik)
H0 penurunan muka air tanah (cm)
Gambar 57 Lapisan kedap air dengan kemiringan curam
2) Lapisan kedap air sangat dalam (lihat Gambar 58)
Jika kedalaman lapisan kedap air sangat besar dan air mengalir ke dalam pipa
drain hanya dari satu sisi, debit dalam pipa (per meter lari) diperoleh dari
formula:
(
)
(
) (44)
Dengan pengertian:
q debit rembesan (cm3/detik.cm)
k koefisien permeabilitas (cm/detik)
H0 penurunan muka air tanah (cm)
Pd. T-02-2006-B
67
Rh jarak horisontal pengaruh pipa drain pada permukaan air tanah (cm)
rd ½ lebar saluran drain (cm)
Gambar 58 Lapisan kedap air sangat dalam
3) Pipa terletak pada lapisan kedap air (impervious) (lihat Gambar 59)
Gambar 59 Pipa pada lapisan kedap air
Debit air tanah yang dialirkan oleh pipa dengan lubang-lubang di samping
adalah:
( )
(45)
(46)
Dengan pengertian:
q debit rembesan
iat kemiringan permukaan air tanah
k koefisien permeabilitas
L panjang pipa
Pd. T-02-2006-B
68
h tinggi air dalam pipa = ½ diameter pipa. Jika lubang-lubang pipa terletak di
atas maka h = diameter pipa
H tinggi muka air tanah ke lapisan kedap air
Rh jarak horisontal pengaruh pipa drain pada permukaan air tanah (cm)
4) Pipa terletak di atas lapisan kedap air (impervious)
Gambar 60 Pipa terletak di atas lapisan kedap air
(
)
(
)
(47)
Dengan pengertian:
q debit rembesan
k koefisien permeabilitas
L panjang pipa
h kedalaman air pada pipa. Jika pipa berlubang-lubang samping h = ½
diameter pipa, jika pipa berlubang-lubang di bagian atas h = diameter pipa
H tinggi muka air tanah ke lapisan kedap air
Hp kedalaman dari permukaan air tanah ke lapisan kedap air
rd ½ lebar saluran drain (cm)
Rh jarak horisontal pengaruh pipa drain pada permukaan air tanah (cm)
Jarak Rh tidak ditentukan dengan tetap, karena dipengaruhi oleh faktor-faktor
setempat, misalnya koefisien permeabilitas, penurunan muka air tanah, tebal
Pd. T-02-2006-B
69
dari lapisan yang tidak kedap air. Untuk Rh dapat digunakan nilai perkiraan (nilai
pendekatan) yang dipilih dari Tabel 35.
Tabel 35 Jarak horisontal berdasarkan jenis tanah
Jenis tanah Jarak horisontal (Rh)*
Pasir dengan butiran halus Pasir dengan butiran sedang Pasir dengan butiran kasar
25 – 500 m 100 – 500 m 500 – 1000 m
* angka tersebut di atas merupakan radius dari pengaruh muka air tanah,
apabila muka air di sumuran turun antara 2 dan 3 meter.
5.7.5.3 Penentuan debit dengan cara grafis
Cara grafis digunakan untuk menganalisa debit rembesan air tanah
denganmenggambar garis-garis aliran (flow net).
Cara ini membuat garis-garis aliran yang berpotongan tegak lurusdengan garis
equipotensial sehingga membentuk bidang-bidang segiempat yang mendekati
bentuk bujursangkar (lihat Gambar 61).
(48)
Dengan pengertian:
Q debit rembesan (m3/detik/m’)
K koefisien permeabilitas (m/detik)
Hap beda tinggi antara muka air tanah dengan dasar pipa (m)
Nf jumlah garis aliran
Nq jumlah garis equipotensial
Gambar 61 Garis-garis aliran
Pd. T-02-2006-B
70
Langkah membuat garis-garis aliran (flow net)
Cara membuat garis-garis aliran dengan mencoba berbagai bentuk agar
perpotongan antara Nf dan Nq mendekati bentuk bujur sangkar.
1. Membuat arah garis aliran
2. Membuat beberapa garis aliran menuju pipa atau lapisan pengering dengan
jarak Δf
3. Membuat garis equipotensial yang tegak lurus garis aliran dengan jarak Δq
dengan syarat Δf = Δq
5.7.5.4 Penentuan dimensi
1) Tebal lapisan pengering:
Gambar 62 Tebal lapisan pengering (T)
(49)
Dengan pengertian:
T tebal lapisan pengering yang dibutuhkan (m)
q debit rembesan (m3/detik/m’)
k koefisien permeabilitas bahan lapisan pengering (m/detik)
ilp kemiringan ke arah melintang lapisan pengering
2) Pipa porous:
Kapasitas pipa porous dihitung sama seperti perhitungan aliran air pada
saluran terbuka yaitu dengan rumus Manning. Debit pipa (Qs), luas
penampang basah (F), dan kecepatan (V) seperti pada rumus (14).
Untuk kapasitas maksimum pipa, maka
(50)
Pd. T-02-2006-B
71
Dengan pengertian:
F luas penampang basah pipa (m2)
R jari-jari hidrolis pipa (m)
P keliling basah (m)
d diameter pipa
5.7.5.5 Pemilihan material untuk filter / lapisan pengering
1) Material alam
Pemilihan material lapisan filter/pengering di dasarkan atas gradasi sbb:
(51)
(52)
Kapasitas drainase dari lapisan filter/pengering mencukupi maka:
(53)
Dengan pengertian:
D15 15% diameter material pada kurva distribusi diameter butiran
D50 50% diameter material pada kurva distribusi diameter butiran
D85 85% diameter material pada kurva distribusi diameter butiran
2) Material buatan/fabrikasi
Bahan untuk lapisan filter atau lapisan pengering yang digunakan untuk
lapisan drainase di bawah badan jalan dapat menggunakan bahan produksi
pabrik seperti geotextile.
Pemakaian geotextile untuk pengendalian air tanah biasanya adalah:
- Kedap air
- Lolos air
Pd. T-02-2006-B
72
5.7.5.6 Pemilihan pipa
1) Pemilihan dimensi berdasarkan kapasitas debit rembesan yang akan dialirkan.
2) Pemilihan jenis/bahan pipa ditentukan berdasarkan kekuatan dan keawetan
jenis/bahan pipa.
3) Di bawah ini ditunjukkan konisi pemasangan pipa.
Gambar 63 Pipa yang dipasang di galian
(54)
(55)
√
√ (56)
Dengan pengertian:
qt tekanan tanah vertikal yang bekerja pada pipa (t/m2)
ɣ berat volume tanah timbunan per m’ (t/m2), dan ɣ=1
Cd koefisien beban tekanan tanah
Bd lebar galian di atas pada elevasi pipa (m)
Bc diameter luar pipa (m)
Htm tinggi timbunan di atas pipa (m)
μ’ koefisien gesekan antara tanah asli (atau tanah timbunan) dengan urugan
tanah di atas pipa, umumnya μ’ = μ, dimana μ = tan φ = sudut geser dalam
tanah (lihat Tabel 36)
k koefisien Rankine
Pd. T-02-2006-B
73
Tabel 36 Sudut geser (φ) dalam tanah urugan
Jenis material tanah urugan
Sudut geser dalam (φ) Catatan
Tanah kohesif bagus 10o μ = tan φ
Pasir 30o – 40o μ = sudut geser dalam, tanah urugan yang digunakan
Tanah berbutir halus 20o – 30o
4) Pipa dipasang pada tanah asli atau timbunan yang dipadatkan (lihat Gambar 64)
Gambar 64 Pipa dipasang pada tanah asli atau timbunan
(57)
Dengan pengertian:
qt tekanan tanah vertikal yang bekerja pada pipa (t/m2)
Cc koefisien beban tekanan tanah
ɣ berat volume tanah timbunan per m’ (t/m2), dan ɣ=1
Bc diameter luar pipa (m)
(58)
Dengan pengertian:
He kedalaman dari elevasi atas pipa sampai dengan permukaan penurunan
tanah di bawah pipa (m) dan dapat didekati dengan rumus
P proyeksi rasio, tergantung dari perbandingan antara tinggi h dan Bc
Pd. T-02-2006-B
74
ɣsd rasio penurunan tanah (settlement ratio), umumnya 0,7 untuk pipa beton
(lihat Tabel 37)
Tabel 37 Rasio penurunan tanah (settlement ratio, ɣsd)
Kondisi penempatan pipa ɣsd
Pipa beton di atas tanah keras atau batuan 1,0
Pipa beton di atas tanah normal 0,5 – 0,08
Jika tanah dasar relatif lunak dibandingkan dengan tanah sekitar
0 – 0,5
5.8 Fasilitas penahan air hujan
5.8.1 Sumur resapan air hujan
1) Fasilitas resapan air hujan adalah prasarana untuk menampung dan
meresapkan air hujan ke dalam tanah.
2) Fasilitas ini digunakan jika daerah stabil, jika jenuh air dan memiliki tingkat
permeabilitas yang tinggi dan pengisian air tanah tidak mengganggu stabilitas
geologi.
3) Kedalaman sumur resapan harus lebih dalam daripada elevasi subgrade jalan
yaitu 1 – 1,5 meter di bawah permukaan jalan. Hal ini dimaksudkan agar tidak
mengganggu stabilitas konstruksi jalan raya.
4) Perencanaan sumur resapan dilakukan sesuai SNI 03-2453-2002 Tata Cara
Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan dan SNI 06-
2459-2002 Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan.
5.8.2 Kolam drainase tampungan sementara
5.8.2.1 Prinsip
1) Air yang masuk ke dalam kolam drainase tampungan air sementara dibatasi
hanya untuk air dari saluran samping jalan
2) Manfaat kolam drainase:
Menampung air limpasan yang idak dapat ditampung oleh gorong-gorong
maupun saluran yang terpasang (selisih debit yang masuk dan debit yang
dialirkan oleh gorong-gorong pada waktu banjr) sehingga debit puncak air
banjir tidak menggenangi sampai di kawasan permukiman di hulu saluran
Pd. T-02-2006-B
75
atau di sisi jalan. Setelah hujan reda volume air pada kolam akan dialirkan
melewati gorong-gorong.
Tempat resapan air (sesuai jenis material pada dasar dan dinding kolam).
Rekreasi masyarakat.
3) Penempatan:
Kolam dapat ditempatkan pada atau di luar aliran air seperti sungai.
Kebijakan penempatan kolam drainase harus dikonsultasikan sesuai
kebutuhan data dan ukuran dan konstruksi kolam drainase.
5.8.2.2 Jenis kolam
Jenis kolam terbag atas:
1) Kolam kering yang hanya sementar menampung air limpasan dapat berupa
lapangan sepak bola atau lapangan bermain yang dilapisi rumput;
2) Kolam basah yang merupakan kolam permanen menampung air limpasan yang
ridak memerlukan rencana besar seperti dam kecuali jika tinggi, atau jenis tanah
yang bermasalah.
5.8.2.3 Komponen kolam
1) Tipikal bentuk kolam ditunjukkan pada Gambar 65
Gambar tersebut menunjukkan bentuk kemiringan dinding kolam pada sudut
yang tepat pada kedalaman kolam dan sesuai dengan stabilitas tanah. Hal
ini mempertahankan dinding kolam dari kelongsoran.
Jika memungkinkan, batu pecah (crushed sone) dapat ditempatkan pada
dasar kolam dan sebagian sisi ke atas untuk memfasilitasi drainase dan
untuk mempersiapkan sisi intact.
Pd. T-02-2006-B
76
Gambar 65 Tipikal bentuk kolam drainase
2) Komponen-komponen yang perlu diperhatikan diuraikan pada Tabel 38.
Tabel 38 Uraian komponen kolam drainase
Komponen Uraian
Fasilitas inlet dan outlet Tergantung pada penggunaan kolam Jika tidak ada fasilitas rekreasi yang akan disediakan, aliran air dibendung (dammed) oleh emankment dan aliran air mengalir ke penampungan tempat struktur inlet khusus.
Daerah penyimpanan air
Jika digunakan sebagai lapangan bermain: - Permukaan tempat bermain harus dibuat bertahap - Disediakan saluran untuk memindahkan air hujan
Saluran masukan kolam
Jenis saluran terbuka, struktur inlet tidak diperlukan
Arus masuk Melalui pipa special pits dan struktur penyebaran pengaliran air harus dapat menghindari erosi
Pipa (weir) banjir yang besar
Elevasi dari spillway harus disediakan kurang lebih 0,5 meter lebih rendah dari ketinggian embankment
Aliran yang keluar - Bawah kolam ( a low level pipe) oleh pipa - Bagian tertinggi oleh gorong-gorong dan spillway
Sambungan pipa Menggunakan karet ring
Tanah Pemadatan sesuai standard yang berlaku
3) Jenis permukaan saluran pada daerah yang khusus untuk menghindari erosi
ditunjukkan pada Tabel 39
Pd. T-02-2006-B
77
Tabel 39 Jenis permukaan salran berdasarkan daerah tertentu
Jenis permukaan saluran Lokasi
Semen, rip-rap atau pelindung Daerah puncak dan turunan / keluaran (downstream)
Rumput Kemiringan spillway relatif datar
4) Kemiringan talud (sisi kolam) dan spillway yang dilapisi rumput ditunjukkan pada
Tabel 40.
Tabel 40 Kemiringan untuk permukaan bahan lapisan rumput
Kemiringan Persyaratan Keterangan
Sisi kolam Maks 1 : 6
Spillway (pada downstream side)
Maks 1 : 6 Kemiringan datar lebih baik teruama yang sering digunakan
5.8.2.4 Cara pengerjaan penentuan debit yang masuk kolam
1) Volume air banjir
Untuk menghitung debit air yang masuk ke dalam kolam, gunakan hidrograf
banjir. Dengan perhiungan Metode Rasional, bentuk hidrograf adalah garis lurus,
seperti Gambar 66 dan rumus di bawah ini.
Gambar 66 Hidrograf rasional
Besarnya volume banjir pada saat:
a)
(59)
b)
(60)
Dengan pengertian:
Vb volume banjir
Pd. T-02-2006-B
78
Qmax debit maksimum saat banjir
tc waktu konsentrasi
t2 waktu aliran dalam saluran
2) Luas kolam drainase
Data yang dibutuhkan untuk menentukan luas kolam sementara dengan
mengetahui volume banjir yang masuk dan volume air yang keluar lewat
gorong-gorong dengan metode penelusuran banjir
Selisih volume air yang masuk dan keluar dari gorong-gorong dengan
menggambar garis lengkung massa debit (mass curve) (Gambar 67)
Perhitungan banjir dengan metode Rasional bentuk lengkungan massa
hidrograf mendekati huruf S. Lengkungan massa menggambarkan jumlah
kumulatif volume air banjir menurut waktu.
Gambar 67 Kumulatif inflow, outflow, dan volume tampungan
3) Langkah-langkah perencanaan tampungan air sementara:
a) Hitung debit puncak banjir yang masuk dan buat hidrograf;
b) Hitung volume kumulatif dengan selang waktu sebesar t menit;
c) Asumsikan bahwa debit yang keluar dari gorong-gorong atau kapasitas
saluran di hilir gorong-gorong konstan;
d) Buat hidrograf serta hitung volume air kumulatif dengan selang waktu t
menit;
e) Dengan membuat grafik kurva massa dari volume air yang masuk dan
keluar serta membuat garis sejajar dengan garis kumulatif air yang keluar
Pd. T-02-2006-B
79
dan bersinggungan di puncak kurva dari garis kumulatif air yang masuk,
didapatkan total volume air yang harus ditampung dalam kolam (Gambar 68)
f) Tentukan luas kolam yang dibutuhkan dengan batasan tinggi muka air
maksimum yang diijinkan pada kolam;
g) Jika dianggap segiempat, luas kolam didapatkan dari volume air yang
ditampung dlam kolam dibagi dengan tinggi air maksimum yang diijinkan.
Gambar 68 Skema penentuan luas kolam drainase
6 Aspek lingkungan
6.1 Aspek pengkajian lingkungan
Rencana kajian lingkungan perlu dipertimbangkan dalam hubungannya dengan
aliran permukaan jalan adalah menyingkirkan zat pencemar dan dampak resultan
terhadap kualitas air.
Aliran permukaan yang berasal dari koridor jalan berpotensi untuk menimbulkan
dampak negatif terhadap kualitas air dan biota aquatik dalam memperoleh air. Hal
tersebut dapat berdampak dalam jangka pendek atau jangka panjang. Hal yang
signifikan dalam upaya menyingkirkan zat pencemar akan tergantung pada
sensitifitas relatif yang diterima oleh lingkungan.
Proses pemilihan
Pemilihan dan pelaksanaan pengendalian dampak lingkungan terdiri dari 6 tahap
utama, yaitu:
Pd. T-02-2006-B
80
1) Menentukan sasaran isu lingkungan dan kualitas air – mengidentifikasi
sensitifitas lingkungan, sasaran pencapaian kualitas air dan menetapkan kriteria
desain yang tepat; (misalnya: untuk mengurangi dampak dari endapan dan
logam berat);
2) Pengindentifikasian sumber pencemar dan pengestimasian beban pencemar –
mengidentifikasi sumber pencemar dan menentukan beban pencemar dari
koridor jalan untuk menentukan tipe dan jumlah pencemar yang akan
disingkirkan;
3) Mengidentifikasi proses perpindahan zat pencemar – mengidentifikasi
mekanisme perpindahan zat pencemar untuk membantu dalam
pengidentifikasian penyingkiran zat pencemar yang tepat;
4) Memperkirakan alat kontrol zat pencemar yang potensial – mengidentifikasikan
semua cara yang dapat dilakukan sebagai kunci dasar kriteria pemilihan tempat.
Setiap pengendalian dampak lingkungan dapat diterima atau ditolak atas dasar
setiap kriteria yang dipilih;
5) Memperkirakan penyingkiran zat pencemar yang potensial – membandingkan
semua cara yang dapat ditempuh sebagai dasar untuk mencapai sasaran kunci
pengendalian; dan
6) Mengoptimalkan cara pengendalian yang potensial – mengidentifikasi dan
mengganti evaluasi antara sasaran yang diinginkan dengan kriteria pemilihan
tempat. Menentukan metode-metode pengendalian dampak lingkungan yang
tepat untuk mencapai sasaran.
6.2 Aspek penanganan dampak
Penanganan dampak yang timbul seperti masalah polusi yang ditimbulkan oleh
aliran permukaan (runoff) yang akan berakibat negatif baik terhadap saluran secara
fisik, terhadap organisme, maupun terhadap kualitas air yang akan dibuang ke
saluran.
Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan mengontrol bahan pencemar
dengan melakukan kontrol polusi yang mungkin diperlukan untuk memastikan
bahwa aliran permukaan jala (road runoff) tidak berdampak negatif terhadap habitat
aquatik yang sensitif dan aliran air.
Cakupan untuk pengontrolan dan meminimalisasi dampak polutan dalam aliran air
adalah lebih sering ditekankan untuk jalan baru daripada jalan yang sudah ada.
Kualitas air permukaan yang berasal dari aliran permukaan jalan dapat disalurkan di
dalam tahap perencanaan sistem drainase jalan. Kajian kontrol polusi yang tercakup
Pd. T-02-2006-B
81
dalam perencanaan sistem drainase jalan memungkinkan pengaruh polutan
terhadap aliran dan lingkungan di sekitarnya dapat dicegah atau dikurangi.
Terdapat beberapa pilihan penanganan yang dapat dilakukan untuk mengurangi
beban pencemar dan untuk tujuan mencapai kualitas air yang dibutuhkan. Ketentuan
ini merupakan pertimbangan perencanaan dan prosedur desain.
Pelaksanaan pengukuran kontrol pencemar dilakukan pada sarana sebagai berikut:
- Jeruji sampah
- Bak kontrol
- Saluran inlet
6.3 Aspek pemeliharaan / perawatan
Dalam melakukan pemeliharaan / perawatan saluran tidak lepas dari kondisi saluran
itu sendiri.
Kondisi saluran tergantung dari bahan yang dapat dibuat dan seberapa sering
pemeliharaan / perawatan itu dilakukan.
Kerusakan saluran akan berdampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya
apabila tidak dilakukan pemeliharaan / perawatan yang baik.
Beberapa dampak negatif yang umum terjadi termasuk:
a. Gangguan terhadap tumbuh-tumbuhan (langsung terhadap tanah dimana
tumbuhan itu tumbuh dan kehilangan habitat aquatik);
b. Erosi tanah dan sedimentasi;
c. Berubahnya siklus hidrologi;
d. Berubahnya jalur aliran di permukaan tanah yang menyebabkan berubahnya
kelembaban lapisan tanah; dan
e. Merambahnya rumput liar.
6.4 Aspek perencanaan manajemen lingkungan
Dalam merencanakan manajemen linkungan untuk suatu perencanaan sistem
drainase jalan, yang perlu diperhatikan adalah dampak dari pembangunan saluran
drinase dari pra-konstruksi, masa konstruksi dan pasca-konstruksi.
Terutama pada masalah lingkungan yang dapat mengurangi aau merusak kinerja
saluran drainase, seperti erosi dan sedimentasi. Karena masalah utama sebagian
Pd. T-02-2006-B
82
besar saluran drainase yang ada di kota-kota besar di Indonesia adalah erosi dan
sedimentasi yang disebabkan karena berubahnya tata guna lahan di sekitar saluran
yang menyebabkan daya tampung saluran sudah tidak sesuai lagi dengan desain
rencana, sehingga kinerja saluran tidak akan berfungsi lagi sebagaimana mestinya.
Atas dasar hal yang telah dipaparkan diatas, maka perlu mengantisipasi masalah
tersebut pada saat merencanakan pra-konstruksi tadi dan mengadakan evaluasi
terhadap kinerja saluran pada masa konstruksi dan pasca-konstruksi. Apakah masih
ada kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaharui, sehingga dampak-dampak
negatif yang mungkin ditimbulkan dapat dikurangi.
Hal lain yang juga penting bahwa dalam manajemen lingkungan sistem drainase
jalan semua instansi terkait (terutama Dinas-dinas terkait) harus terintegrasi dan
bersinergi sehingga tidak ada pihak-pihak atau Dinas-dinas terkait saling melempar
tanggung jawab terutama dalam pemeliharaan dan perbaikan. Selain itu juga peran
serta masyarakat mempunyai andil besar dalam pemeliharaan saluran secara
individu (kemauan sendiri) maupun bersama-sama dengan aparat pemerintahan
setempat, seperti RT, RW dan Kelurahan.