1.CASE DWI-04084821618222 FAKHRI-04084821618221 (Repaired)
-
Upload
dwi-lestari -
Category
Documents
-
view
236 -
download
8
description
Transcript of 1.CASE DWI-04084821618222 FAKHRI-04084821618221 (Repaired)
BAB I
PENDAHULUAN
Pada umumnya masyarakat sekarang enggan untuk menjaga kesehatan giginya apalagi
untuk memeriksakan kesehatan giginya ke dokter gigi. Karena memang tidak dibiasakan
dari kecil atau minimnya pengetahuan mereka tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi
dan mulut. Padahal kesehatan gigi dan mulut sangat berperan dalam menunjang kesehatan
seseorang.
Salah satu masalah kesehatan mulut yang sering diabaikan olah masyarakat
adalah gigi berlubang atau karies. Masyarakat akan datang ke dokter gigi jika sudah
mengeluh bahwa giginya goyang atau sakit. Padahal hal tersebut merupakan kerusakan
yang paling parah terjadi,sehingga gigi seringkali sudah tidak bisa dipertahankan.Kasus
karies berhubungan erat dengan rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga oral
hygiene. Di poliklinik sering dijumpai pasien dengan oral hygiene yang buruk dimana
banyak terdapat karies gigi, kalkulus, dan debris.
Gangren Radix adalah keadaan gigi dimana jarigan pulpa sudah mati sebagai sistem
pertahanan pulpa sudah tidak dapat menahan rangsangan sehingga jumlah sel pulpa yang
rusak menjadi semakin banyak dan menempati sebagian besar ruang pulpa. Sel-sel pulpa
yang rusak tersebut akan mati dan menjadi antigen sel-sel sebagian besar pulpa yang
masih hidup. Proses terjadinya gangrene diawali oleh proses karies. Karies dentis adalah
suatu penghancuran struktur gigi (email, dentin dan cementum) oleh aktivitas sel jasad
renik (mikro-organisme) dalam dental plak.
Jadi proses karies hanya dapat terbentuk apabila terdapat 4 faktor yang saling tumpang
tindih. Adapun faktor-faktor tersebut adalah bakteri, karbohidrat makanan, kerentanan
permukaan gigi serta waktu. Perjalanan gangrene, awalnya dari gangrene pulpa dimulai
dengan adanya karies yang mengenai email (karies superfisialis), dimana terdapat lubang
dangkal, tidak lebih dari 1mm. selanjutnya proses berlanjut menjadi karies pada dentin
(karies media) yang disertai dengan rasa nyeri yang spontan pada saat pulpa terangsang
oleh suhu dingin atau makanan yang manis dan segera hilang jika rangsangan dihilangkan.
Karies dentin kemudian berlanjut menjadi karies pada pulpa yang didiagnosa sebagai
pulpitis. Pada pulpitis terdapat lubang lebih dari 1mm. pada pulpitis terjadi peradangan
kamar pulpa yang berisi saraf, pembuluh darah, dan pempuluh limfe, sehingga timbul rasa
nyeri yang hebat, jika proses karies berlanjut dan mencapai bagian yang lebih dalam
(karies profunda). Maka akan menyebabkan terjadinya gangrene pulpa yang ditandai
1
dengan perubahan warna gigi terlihat berwarna kecoklatan atau keabu-abuan, dan pada
lubang perforasi tersebut tercium bau busuk akibat dari proses pembusukan dari toksin
kuman. Mahkota gigi lama kelamaan akan terkikisdan menghilang sehingga menjadi
gangrene radix.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. HT
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Slamet Riady Lr. Bubut No.324/410 RT. 15 RW. 06
Palembang
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SLTA
Ruangan : Yasmin A
MRS : 21-06-2016 PKL 17.00 WIB
II. ANAMNESA
a. Keluhan Utama : Pasien dikonsulkan dari bagian atau Departemen
Penyakit Dalam RSMH untuk dilakukan pemeriksaan gigi dan mulut untuk
mengevaluasi dan tatalaksana adakah tanda-tanda fokal infeksi.
b. Keluhan Tambahan : Pasien mengeluh gigi berlubang pada gigi geraham kiri
atas dan bawah.
c. Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien dirawat di bagian penyakit dalam RSMH dengan diagnosis Adeno Ca
Colon stadium II A progressive disease dengan susp. febril neutropenia. Pasien
masuk ke rumah sakit untuk melakukan kemoterapi siklus ke 5, kemudian
dikonsultasikan ke bagian gigi dan mulut untuk melihat ada tidaknya fokal
infeksi.
Pasien mengeluh gigi berlubang pada gigi geraham kiri atas dan bawah sejak
±3 tahun yang lalu. Awalnya gigi terasa sakit, sakit tersebut dirasakan penderita
berdenyut-denyut dan ngilu, timbul setelah makan dan minum dingin, hilang
dengan beristirahat dan minum obat penghilang nyeri (asam mefenamat).
Penderita juga mengeluhkan gigi yang berlubang sering goyang, lalu penderita
sering menggoyangkan giginya tersebut hingga patah. Setelah patah dan sampai
sekarang pasien tidak lagi merasakan sakit pada gigi yang berlubang tersebut. Saat
3
ini, pasien mengeluh kadang gusi berdarah bila kondisi tubuhnya turun atau
setelah kemoterapi. Keluhan gusi berdarah saat menggosok gigi disangkal.
d. Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik
Penyakit atau Kelainan Sistemik Ada Disangkal
Alergi : debu, dingin √
Penyakit Jantung √
Penyakit Tekanan Darah Tinggi √
Penyakit Diabetes Melitus √
Penyakit Kelainan Darah √
Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H √
Kelainan Hati Lainnya √
HIV/ AIDS √
Penyakit Pernafasan/paru √
Kelainan Pencernaan √ (Adeno
Ca Colon
sejak ±3
bulan yang
lalu)
Penyakit Ginjal √
Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah √
Epilepsy √
Penyakit/ Kelainan KGB √
e. Riwayat Perawatan Gigi dan Mulut Sebelumnya
- Riwayat cabut gigi (+) di Puskesmas 5 tahun yang lalu pada geraham kanan & kiri
atas dan 3 tahun yang lalu pada geraham kanan & kiri bawah
- Riwayat tambal gigi (-)
- Riwayat trauma (-)
- Riwayat membersihkan karang gigi (-)
f. Riwayat Kebiasaan
- Pasien menggosok gigi 2x sehari saat mandi pagi dan mandi sore, pasien jarang
menggosok gigi sebelum tidur
4
- Kebiasaan mencongkel gigi yang berlubang dengan tangan / benda
asing (-)
- Kebiasaan menggoyangkan gigi yang goyang hingga patah sendiri (+)
- Kebiasaan merokok (-)
- Kebiasaan mengonsumsi permen atau coklat (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK ( Jumat, 29 April 2016 )
a. Status Umum Pasien
1. Rujukan : dari Penyakit Dalam (Yasmin A)
2. Sensorium : Compos Mentis
3. Berat Badan : 42 kg
4. Tinggi Badan : 155 cm
5. Vital Sign
- Nadi : 123x/menit, isi dan tegangan cukup
- Respiratory Rate : 18x/menit
- Temperatur : 36,70C
- Tekanan Darah : 100/60 mmHg
b. Pemeriksaan Ekstra Oral:
a. Wajah simetris, bibir dalam batas normal.
b. Pembesaran KGB: tidak teraba.
c. Temporo-mandibula Joint: Dalam batas normal, tidak ada dislokasi dan
clicking
c. Pemeriksaan Intra Oral:
- Debris : (+), di seluruh regio
- Plak : (+), di seluruh regio
- Kalkulus : (+) di seluruh kuadran /regio
- Ginggiva : Hiperemis di semua regio
- Mukosa bukal : Tidak ada kelainan
- Mukosa palatum : Tidak ada kelainan
- Mukosa labial : Tidak ada kelainan
- Palatum : Tidak ada kelainan
- Torsus palatinus : Tidak ada
- Torsus mandibularis : Tidak ada5
- Lidah : Tidak ada kelainan
- Dasar mulut : Tidak ada kelainan
- Hubungan rahang : Ortognatia
- Kelainan gigi geligi : Malposisi anterior bawah (+), missing teeth (+) 1.7,
2.5, 3.7, 4.6, 4.7
d. Status Lokalis
Gigi Lesi Sondase CE Perkusi Palpasi Diagnosis Tindakan
2.4 Sisa
akar
gigi
- Tidak
Dilakuk
-an
- - Gangren
Radix
Pro-
Ekstraksi
4.6 Sisa
akar
gigi
- Tidak
Dilakuk
an
- - Gangren
Radix
Pro-
Ekstraksi
Odontogram
KalkulusUE D6 UE
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
V IV III II I I II III IV V
V IV III II I I II III IV V
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
UE D6 UE
Kalkulus
Keterangan :
X : Missing dentis
V : Gangren Radix
Kalkulus : Kalkulus Rahang Atas dan Bawah
6
IV. TEMUAN MASALAH
- Calculus di semua kuadran atau region
- Hiperemis gingiva di hampir semua regio
- Gangren radiks pada gigi 2 4, 3 6
V. RENCANA TERAPI
- Calculus di semua kuadran atau regio : Scaling
- Gangren radiks pada gigi 2 4, 3 6 : Pro ekstrasi
VI. PROGNOSIS
- Gigi 2 4 Quo ad Vitam & fungsionam : Dubia ad bonam
- Gigi 3 6 Quo ad Vitam & fungsionam : Dubia ad bonam
VII. HASIL KONSUL
Pada pasien ditemukan fokal infeksi pada gigi 2 4, dan 3 6 dengan gangren radix serta
kalkulus pada rahang atas dan rahanng bawah, disarankan untuk melakukan esktrasi
dan scaling bila keadaan umum memungkinkan.
Saran
Sebaiknya dilakukan ekstrasi gigi 2 4, 3 6, bila keadaan umum pasien
memungkinkan.
Disarankan untuk melakukan scaling untuk membersihkan calculus.
7
VIII. LAMPIRAN FOTO PASIEN
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 ANATOMI RONGGA MULUT DAN GIGI
3.1.1 Rongga Mulut
Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri atas dua
bagian. Bagian luar yang sempit, atau vestibula, yaitu ruang di antara gusi serta gigi
dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi di sisi-sisinya
oleh tulang maxilaris dan semua gigi, dan di sebelah belakang bersambung dengan awal
farinx. (Pearce, 1979).
Rongga mulut terbentang mulai dari permukaan dalam gigi sampai orofaring. Atap
mulut dibentuk oleh palatum durum dan mole. Di bagian posterior palatum mole berakhir
pada uvula. Lidah membentuk dasar mulut. Pada bagian paling posterior dari rongga
mulut terletak tonsil di antara kolumna anterior dan posterior. (Swartz, 1989)
Gambar 3.1. Rongga Mulut (Swartz, 1989)
Ada beberapa struktur dalam rongga mulut, yaitu:
a. Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang
maksilaris. Palatum durum adalah suatu struktur tulang berbentuk konkaf.
Bagian anteriornya mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol, atau rugae.
(Swartz, 1989)
9
b. Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang
dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lendir.
Palatum mole adalah suatu daerah fleksibel muscular di sebelah posterior
palatum durum. Tepi posterior berakhir pada uvula. Uvula membantu menutup
nasofaring selama menelan. (Swartz, 1989)
Gambar 3.2 Gigi-geligi dan tulang palatum (Pearce, 1979)
c. Tulang Alveolar
Tulang alveolar terdiri atas tulang spons di antara dua lapis tulang
kortikal. Pembuluh darah dan saraf gigi menembus tulang alveolar ke foramen
apical untuk memasuki rongga pulpa. Tulang alveolar cukup labil dan
berfungsi sebagai sumber kalsium siap pakai untuk mempertahankan kadar
darah ion ini. Setelah hilangnya gigi permanen atau setelah periodontitis dapat
terjadi resorbsi nyata dari tulang alveolar. (Fawcett, 2002)
d. Gingiva
Gingiva adalah membran mukosa yang melapisi vestibukum dari
rongga mulut dan melipat di atas permukaan luar tulang alveolar. Saat
mendekati gigi, ia menyatu dengan tepian bawah lapis merah muda yang lebih
kuat yang disebut gusi atau gingiva, yang merupakan bagian membran mukosa
yang terikat erat pada periosteum Krista tulang alveolar. Ia dilapisi epitel
berlapis gepeng dengan banyak papilla jaringan ikat menonjol pada dasarnya.
Epitel ini berkeratin, tetapi dalam lingkungan basah ini ia tidak memiliki stratum
granulosum dan sel-sel gepeng lapis superfisialnya tetap berinti piknotik.
(Fawcett, 2002).
e. Ligamentum Periodontal. 10
Akar gigi masing-masing dibungkus lapis kolagen padat, membentuk
membrane periodontal atau ligament periodontal di antara sementum dan tulang
alveolar di sekitarnya. Serat-seratnya berjalan miring ke atas dari sementum ke
tulang hingga tekanan pada gigi menekan serat-serat yang tertanam dalam
tulang. Ligamen periodontal menahan gigi pada sakunya dan masih
memungkinkan sedikit gerak (Fawcett, 2002).
f. Pulpa.
Pulpa, yang memenuhi rongga gigi, berasal dari jaringan yang
membentuk papilla dentis selama perkembangan embrional. Arteriol kecil
memasuki pulpa melalui foramen apical dan cabang kapilernya pecah dekat
dasar odontoblas dan sebagian terdapat diantaranya. Mereka ini berlanjut ke
dalam vena kecil yang letaknya lebih ke pusat pulpa. (Fawcett, 2002)
g. Lidah.
Lidah manusia sebenarnya dibentuk oleh otot-otot yang terbagi atas 2
kelompok, yaitu otot-otot yang hanya terdapat dalam lidah (otot intrinsik) dan
otot-otot ekstrinsik yang salah satu ujungnya mempunyai perlekatan di luar
lidah, yaitu pada tulang rahang bawah di dasar mulut dan tulang lidah. Otot
intrinsik mempunyai serat lebih halus daripada otot ekstrinsik. Otot-otot ini
penting dalam proses mengunyah dan mengucapkan kata-kata. Pergerakan lidah
diatur oleh saraf otak ke-12. (Wibowo, 2005)
Gambar 3.3 Bagian dorsal lidah (Swartz, 1989)
g. Kelenjar ludah. Terdiri dari:
Kelenjar parotis.
Kelenjar submaksilaris.
Kelenjar subliingualis.11
3.1.2 Gigi dan Komponennya
Gigi memiliki mahkota, leher, dan akar. Mahkota gigi menjulang di atas gusi,
lehernya dikelilingi gusi dan akarnya berada di bawahnya. Gigi dibuat dari bahan yang
sangat keras, yaitu dentin. Di dalam pusat strukturnya terdapat rongga pulpa. (Pearce,
1979)
Gambar 3.4 Diagram potongan sagital gigi molar pertama bawah manusia (Fawcett, 2002)
Orang dewasa memiliki 32 gigi, 16 tertanam di dalam proses alveolaris maksila
dan 16 di dalam mandibula. Yang disebut gigi permanen ini didahului oleh satu set
sebanyak 20 gigi desidua, yang mulai muncul sekitar 7 bulan setelah lahir dan lengkap
pada umur 6-8 tahun. Gigi ini akan tanggal antara umur enam dan tiga belas, dan diganti
secara berangsur oleh gigi permanen, atau suksedaneus. Proses penggantian gigi ini
berlangsung sekitar 12 tahun sampai gigi geligi lengkap, umumnya pada umur 18, dengan
munculnya molar ketiga atau gigi kebijakan. (Fawcett, 2002)
Semua gigi terdiri atas sebuah mahkota yang menonjol di atas gusi atau gingival,
dan satu atau lebih akar gigi meruncing yang tertanam di dalam lubang atau alveolus di
dalam tulang maksila atau mandibula. Batas antara mahkota dan akar gigi disebut leher
atau serviks. (Fawcett, 2002)
Manusia memiliki susunan gigi primer dan sekunder, yaitu:
a. Gigi primer, dimulai dari tuang diantara dua gigi depan yang terdiri dari 2 gigi seri, 1
taring, 3 geraham dan untuk total keseluruhan 20 gigi
12
b. Gigi sekunder, terdiri dari 2 gigi seri, 1 taring, 2 premolar dan 3 geraham untuk total
keseluruhan 32 gigi.
Fungsi gigi adalah dalam proses matrikasi (pengunyahan).
Mengunyah ialah menggigit dan menggiling makanan di antara gigi atas dan
bawah. Gerakan lidah dan pipi membantu dengan memindah-mindahkan makanan linak
ke palatum keras dan gigi-gigi. (Pearce, 1979). Makanan yang masuk kedalam mulut di
potong menjadi bagian-bagian kecil dan bercamput dengan saliva unutk membentuk
bolus makanan yang dapat ditelan.
Komponen-komponen gigi meliputi:
a. Email
Email gigi adalah substansi paling keras di tubuh. Ia berwarna putih kebiruan
dan hampir transparan. Sembilan puluh smebilan persen dari beratnya adalah mineral
dalam bentuk Kristal hidroksiapatit besar-besar. Matriks organik hanya merupakan
tidak lebih dari 1% massanya. (Fawcett, 2002)
b. Dentin
Dentin terletak di bawah email, terdiri atas rongga-rongga berisi cairan.
Apabila lubang telah mencapai dentin, cairan ini akan menghantarkan rangsang ke
pulpa, sehingga pulpa yang berisi pembuluh saraf akan menghantarkan sinyal rasa
sakit itu ke otak. (Maulani, 2005). Dentin bersifat semitranslusen dalam keadaan
segar, dan berwarna agak kekuningan. Komposisi kimianya mirip tulang namun lebih
keras. Bahannya 20% organic dan 80% anorganik. (Fawcett, 2002)
c. Pulpa
Pulpa merupakan bagian yang lunak dari gigi. Bagian atap pulpa merupakan
bentuk kecil dari bentuk oklusal permukaan gigi. Pulpa mempunyai hubungan dengan
jaringan peri- atau interradikular gigi, dengan demikian juga dengan keseluruhan
jaringan tubuh. Oleh karena itu, jika ada penyakit pada pulpa, jaringan periodontium
juga akan terlibat. Demikian juga dengan perawatan pulpa yang dilakukan, akan
memengaruhi jaringan di sekitar gigi. (Tarigan, 2002). Bentuk pulpa hampir
menyerupai bentuk luar dari mahkota gigi, misalnya tanduk pulpa terletak di bawah
tonjol gigi. Pada gigi dengan akar lebih dari satu, akan terbentuk lantai kamar pulpa
yang mempunyai pintu masuk ke saluran akar, disebut orifisum. Dari orifisum ke
foramen apical disebut saluran akar. Bentuk saluran akar ini sangat bervariasi, dengan
kanal samping yang beragam, selain kadang-kadang juga ditemukan kanal tambahan
13
(aksesori) yang ujungnya buntu, tidak bermuara ke jaringan periodontal. (Tarigan,
2002)
Bahan dasar pulpa terdiri atas 75% air dan 25% bahan:
- Glukosaminoglikan
- Glikoprotein
- Proteoglikan
- Fibroblas sebagai sintesis dari kondroitin sulfat dan dermatan sulfat (Tarigan,
2002)
Pulpa gigi berisi sel jaringan ikat, pembuluh darah, dan serabut saraf (Pearce,
1979). Pada saluran akar ditemui pembuluh darah, jaringan limfe, juga jaringan saraf,
yang masuk ke rongga pulpa dan membentuk percabangan jaringan yang teratur serta
menarik. Jaringan yang memasok darah dari pulpa, masuk dari foramen apical,
tempat arteri dan vena masuk serta keluar. Selain pembuluh darah dan jaringan limfe,
jaringan saraf masuk juga ke pulpa melalui foramen ensit. (Tarigan, 2002)
d. Sementum
Akar gigi ditutupi lapisan sementum tipis, yaitu jaringan bermineral yang
sangat mirip tulang. Melihat sifat fisik dan kimiawinya, sementum lebih mirip tulang
dari jaringan keras lain dari gigi. Ia terdiri atas matriks serat-serat kolagen,
glikoprotein, dan mukopolisakarida yang telah mengapur. Bagian servikal dan lapis
tipis dekat dentin adalah sementum aselular. Sisanya adalah sementum selular,
dimana terkurung sel-sel mirip osteosit, yaitu sementosit, dalam ensit dalam matriks.
(Fawcett, 2002).
3.2. Kalkulus
3.2.1 Pengertian Kalkulus
Kalkulus dental adalah plak dental terkalsifikasi yang melekat ke permukaan
gigi asli maupun gigi tiruan. Biasanya kalkulus terdiri dari plak bakteri yang telah
mengalami mineralisasi. Kerusakan awal pada margin gingiva pada penyakit
periodontal adalah disebabkan oleh efek patogenik mikroorganisme di dalam plak.
Namun, efeknya bisa menjadi lebih besar yang disebabkan oleh akumulasi kalkulus
karena lebih memberikan retensi mikroorganisme plak. Pada dasarnya,kalkulus
dibagi menjadi dua yaitu kalkulus supragingiva dan kalkulus subgingiva.
3.2.2 Klasifikasi Kalkulus
1. Kalkulus Supragingiva14
Kalkulus supragingiva terletak di koronal margin gingiva.Kalkulus biasanya
berwarna putih kuningan dan keras dengan konsistensi liat dan mudah terlepas dari
permukaan gigi. Dua lokasi yang paling umum untuk perkembangan kalkulus
supragingiva adalah permukaan bukal molar rahang atas dan permukaan lingual dari
gigi anterior mandibula karena permukaan gigi ini mempunyai self-cleansing yang
rendah. Kalkulus supragingiva paling sering terbentuk dibagian permukaan lingual
dari gigi anterior mandibular dan di permukaan bukal dari molar pertama maksila.
Kalkulus supragingiva juga dikenal sebagai kalkulus saliva karena pembentukannya
dibantu oleh saliva.
Gambar 3.5 Kalkulus Supragingiva
2. Kalkulus Subgingiva
Kalkulus subgingiva terletak di bawah margina gingiva dan oleh karena itu, kalkulus
ini tidak terlihat terutama pada pemeriksaan klinis rutin.Lokasi dan luasnya kalkulus
subgingiva dapat dievaluasi atau dideteksi dengan menggunakan alat dental halus
seperti sonde. Kalkulus ini biasanya berwarna coklat tua atau hitam kehijauhijauan,
dan konsistensinya keras seperti batu api, dan melekat erat ke permukaan gigi.
Kalkulus subgingiva juga terbentuk dari cairan sulkular sehingga kalkulus ini disebut
dengan kalkulus serumal.
15
Gambar 3.6 Kalkulus Subgingiva
3.2.3 Komposisi plak dan kalkulus
Berdasarkan hasil penelitian, 20% dari plak gigi terdiri dari bahan padat dan
80% adalah air. Tujuh puluh persen dari bahan padat ini adalah mikroorganisme dan
sisanya 30% terdiri dari bahan organik yaitu karbohidrat, protein dan lemak dimana
bahan organik yaitu kalsium, fosfor, magnesium, potasium dan sodium.
Kalkulus supragingiva mengandung bahan organik dan anorganik. Proposi
anorganik yang mayor pada kalkulus sekitar 76% kalsium fosfat, Ca3(PO4)2; 3%
kalsium karbonat, CaCO3 dan sisanya magnesium fosfat, Mg3(PO4)2 serta bahan
lain. Persentase komponen anorganik pada kalkulus adalah sama dengan jaringan
terkalsifikasi yang lain di dalam tubuh. Komponen anorganik mengandungi 39%
kalsium, 19% fosforus, 2% karbon dioksida dan 1% magnesium serta sisanya adalah
natrium, seng, strontium, bromin, tembaga, magnesium, tungsten, emas, aluminium,
silikon, besi dan fluor.
Komponen organik pada kalkulus terdiri dari campuran kompleks polisakarida
protein, deskuamasi sel epitel, lekosit dan berbagai jenis mikroorganisme.Komposisi
kalkulus subgingiva hampir sama dengan kalkulus supragingiva. Rasio kalsium bila
dibandingkan dengan fosfat adalah lebih tinggi pada kalkulus subgingiva, kandungan
natrium meningkat sejalan dengan bertambahnya kedalaman poket periodontal.
3.2.4 Proses Pembentukan Plak dan Kalkulus
Pengendapan glikoprotein saliva membentuk acquiredpelikel,hal ini akan
berjalan terus sampai terbentuk plak. Kemungkinan lain karena pengendapan protein
pada pH yang asam,sehingga terjadi penambahan protein saliva dan mikroorganisme,
sedangkan teori lain menyatakan bahwa pembentukan plak tergantung dari aliran
saliva, variasi makanan seta adanya mekanisme penyerapan mikroorganisme secara
selektif.
Deposit tersisa yang terbentuk setelah permukaan gigi dibersihkan disebut
“Acquired Pelikel”. Pelikel ini seperti membran film tipis, tidak terbentuk dengan
ketebalan sekitar 1-2 mikron yang terbentuk pada gigi dan permukaan intra oral yang
padat. Pelikel terutama terdiri dari glikoprotein yang diserap secara selektif ke
permukaan kirstal-kristal hidrosiapatit dari saliva. Pelikel sangat mudah terlepas
hanya dengan menyikat gigi tetapi mulai terbentuk kembali dalam hitungan menit.
16
Bakteri tidak dibutuhkan selama pembentukan pelikel, tetapi bakteri melekat dan
membentuk koloni dalam waktu yang singkat setelah pelikel terbentuk.
Empat tahapan pembentukan pelikel yaitu : tahap 1: Permukaan gigi
ataugingiva dilengkapi cairan saliva, tahap 2: Glikoprotein (bermuatan positif dan
negatif) diserap ke permukaan krista-kristal hidrosiapatit saliva, tahap 3:
Glikoprotein kehilangan daya larutnya dan tahap 4: Glikoprotein dirubah oleh aksi
dari enzim-enzim bakteri.
Pembentukan kalkulus selalu didahului oleh pembentukan plak. Awalnya
terbentuk pelikel pada permukaan gigi atau sementum akar yang tidak teratur dan
ketika pelikel ini terkalsifikasi, kristal kalsifikasi menciptakan ikatan yang kuat ke
permukaan. Akumulasi plak akan menjadi matriks organik untuk mineralisasi deposit
selanjutnya. Kristal kecil muncul di dalam matriks intermikrobial antara bakteri.
Pada awalnya, pada matriks akan terjadi kalsifikasi dan kemudian plak yang terjadi
termineralisasi. Pembentukan kalkulus supragingiva dapat terjadi dalam waktu 12
hari, dimana 80% dari bahan anorganik dapat terlibat. Namun, pengembangan dan
pematangan komposisi kristal dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama.23
Mineralisasi membutuhkan nukleasi benih kristal sebelum pertumbuhan kristal. Ion
untuk kalkulus supragingiva berasal dari saliva. Plak membentuk lingkungan untuk
nukleasi heterogen kristal kalsium dan fosfat, yang terjadi bahkan dengan saliva yang
supersaturasi sehingga plak tersebut berperan di dalam pembentukan kalkulus. Ion
lain dapat dimasukkan ke dalam struktur tergantung pada kondisinya. Fosfolipid
asam dan proteolipid tertentu dalam membran sel memiliki peran dalam mineralisasi
mikroba. Cairan sulkus gingiva menghasilkan kalsium, fosfat, dan protein untuk
pembentukan kalkulus subgingiva
3.3 GANGREN RADIX
Gangren Radix adalah keadaan gigi dimana jarigan pulpa sudah mati sebagai
sistem pertahanan pulpa sudah tidak dapat menahan rangsangan sehingga jumlah sel pulpa
yang rusak menjadi semakin banyak dan menempati sebagian besar ruang pulpa. Sel-sel
pulpa yang rusak tersebut akan mati dan menjadi antigen sel-sel sebagian besar pulpa
yang masih hidup. Proses terjadinya gangrene radix diawali oleh proses karies. Karies
dentis adalah suatu penghancuran struktur gigi (email, dentin dan cementum) oleh
aktivitas sel jasad renik (mikro-organisme) dalam dental plak. Jadi proses karies hanya
dapat terbentuk apabila terdapat 4 faktor yang saling tumpang tindih. Adapun faktor-
17
faktor tersebut adalah bakteri, karbohidrat makanan, kerentanan permukaan gigi serta
waktu. Perjalanan gangrene pulpa dimulai dengan adanya karies yang mengenai email
(karies superfisialis), dimana terdapat lubang dangkal, tidak lebih dari 1mm. selanjutnya
proses berlanjut menjadi karies pada dentin (karies media) yang disertai dengan rasa nyeri
yang spontan pada saat pulpa terangsang oleh suhu dingin atau makanan yang manis dan
segera hilang jika rangsangan dihilangkan. Karies dentin kemudian berlanjut menjadi
karies pada pulpa yang didiagnosa sebagai pulpitis. Pada pulpitis terdapat lubang lebih
dari 1mm. pada pulpitis terjadi peradangan kamar pulpa yang berisi saraf, pembuluh
darah, dan pempuluh limfe, sehingga timbul rasa nyeri yang hebat, jika proses karies
berlanjut dan mencapai bagian yang lebih dalam (karies profunda). Maka akan
menyebabkan terjadinya gangrene pulpa yang ditandai dengan perubahan warna gigi
terlihat berwarna kecoklatan atau keabu-abuan, dan pada lubang perforasi tersebut tercium
bau busuk akibat dari proses pembusukan dari toksin kuman. Gangrene pulpa kemudian
menjadi gangrene radix ketika mahkota gigi hilang, dan yang tersisa hanya akarnya saja.
Rongga mulut manusia tidak pernah bebas dari bakteri dan umumnya bakteri plak
memegang peranan penting dalam menentukan pembentukan kalkulus; pelekatan kalkulus
dimulai dengan pembentukan plak gigi, sedangkan permukaan kalkulus supragingival dan
kalkulus subgingival selalu diliputi oleh plak gigi.
Kalkulus merupakan suatu endapan amorfatau kristal lunak yang terbentuk pada
gigi atau protesa dan membentuk lapisan konsentris. Kalkulus disebut juga "tartar"
merupakan endapan keras hasil mineralisasi plak gigi, melekat erat mengelilingi mahkota
dan akar gigi. Selain pada permukaan gigi, kalkulus juga terdapat pada gigi tiruan dan
restorasi gigi dan hanya bisa hilang dengan tindakan skelingsaliva meningkat sehingga
larutan menjadi jenuh.
Pada konsentrasi tinggi, protein koloida saliva bersinggungan dengan permukaan
gigi maka protein tersebut akan keluar dari saliva, sehingga mengurangi stabilitas
larutannya dan terjadi pengendapan garam kalsium fosfat.
Fosfatase berasal dari plak gigi, sel-sel epitel mati atau bakteri. Fosfatase
membantu proses hidrolisa fosfat saliva sehingga terjadi pengendapan garam kalsium
fosfat.
Esterase terdapat pada mikroorganisme, membantu proses hidrolisis ester lemak
menjadi asam lemak bebas yang dengan kalsium membentuk kalsium fosfat.
Pada waktu tidur, aliran saliva berkurang, urea saliva akan membentuk amonia
sehingga pH saliva naik dan terjadi pengendapan garam kalsium fosfat.
18
Plak gigi merupakan tempat pembentukan inti ion-ion kalsium dan fosfor yang
akan membentuk kristal inti hidroksi apatit dan berfungsi sebagai benih kristal kalsium
fosfat dari saliva jenuh.
Diketahui ada dua macam kalkulus menurut letaknya terhadap gingival margin
yaitu kalkulus supragingival dan kalkulus subgingival. Kalkulus supragingival terletak di
atas margin gingiva, dapat terlihat langsung di dalam mulut, warnanya putih kekuning-
kuningan dan distribusinya dipengaruhi oleh muara duktus saliva mayor. Kalkulus
subgingival terletak di bawah margin gingiva, tidak dapat terlihat langsung di dalam
mulut, dan warnanya kehitaman. Endapan kalkulus supragingival terbanyak adalah pada
permukaan bukal gigi molar pertama maksila, dan pada permukaan lingual gigi insisivus
pertama dan kedua mandibula Endapan kalkulus subgingival paling banyak terdapat pada
gigi insisivus pertama dan kedua mandibula, diikuti oleh gigi molar pertama maksila,
kemudian gigi-gigi anterior maksila.
a. Gejala Klinik
Gejala yang didapat dari pulpa yang gangrene bisa terjadi tanpa keluhan sakit,
dalam keadaan demikian terjadi perubahan warna gigi, dimana gigi terlihat berwarna
kecoklatan atau keabu-abuan Pada gangrene dapat disebut juga gigi non vital dimana pada
gigi tersebut sudah tidak memberikan reaksi pada cavity test (tes dengan panas atau
dingin) dan pada lubang perforasi tercium bau busuk, gigi tersebut baru akan memberikan
rasa sakit apabila penderita minum atau makan benda yang panas yang menyebabkan
pemuaian gas dalam rongga pulpa tersebut yang menekan ujung saraf akar gigi
sebelahnya yang masih vital.
19
b. Diagnosis dan Differential Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan objektif (extra oral dan intra
oral). Berdasarkan pemeriksaan klinis, secara objektif didapatkan :
1. Karies profunda (+)
2. Pemeriksaan sonde (-)
Dengan menggunakan sonde mulut, lalu ditusukkan beberapa kali kedalamkaries,
hasilnya (-). Pasien tidak merasakan sakit
3. Pemeriksaan perkusi (-)
Dengan menggunakan ujung sonde mulut yang bulat, diketuk-ketuk kedalam gigi yang
sakit, hasilnya (-).pasien tidak merasakan sakit
4. Pemeriksaan penciuman
Dengan menggunakan pinset, ambil kapas lalu sentuhkan pada gigi yang sakit
kemudian cium kapasnya, hasilnya (+) akan tercium bau busuk dari mulut pasien
5. Pemeriksaan foto rontgen
Terlihat suatu karies yang besar dan dalam, dan terlihat juga rongga pulpa yang telah
terbuka dan jaringan periodontium memperlihatkan penebalan.
c. Differential Diagnosis
Periodontitis merupakan komplikasi dari karies profunda non vitalis atau
gangrene pulpa, dimana pada pemeriksaan klinis ditemukan gigi non vital, sondase (-) ,
dan perkusi (+).
Gangren pulpa dengan Periodontitis
Pemeriksaan sonde (-)
Pemeriksaan sonde (-)
Pemeriksaan perkusi (-)
Pemeriksaan perkusi (+)
20
Reaksi panas/dingin (-)
Pemeriksaan panas/dingin (-)
Untuk menentukan apakah pulpa masih dapat diselamatkan, bisa dilakukan beberapa
pengujian :
Diberi Rangsang Dingin
Rangsang dihentikan, nyeri hilang artinya pulpa sehat. Pulpa dipertahankan dengan
mencabut bagian gigi yang membusuk dan menambalnya. Jika nyeri tetap, meskipun
rangsang nyeri sudah dihilangkan atau jika nyeri timbul secara spontan, maka pulpa
tidak dapaty dipertahankan
Penguji Pulpa Elektrik
Alat ini digunakan untuk menunjukkan apakah pulpa masih hidup, bukan untuk
menentukan apakah pulpa masih sehat, jika penderita merasakan aliran listrik pada
giginya, berarti pulpa masih hidup
Mengetuk Gigi Dengan Sebuah Alat
Jika dengan pengetukan gigi timbul nyeri, berarti peradangan telah menyebar ke
jaringan tulang dan sekitarnya
Rontgen Gigi
Dilakukan untuk mengetahui adanya pembusukan gigi dan menunjukkan apakah
penyebaran peradangan telah menyebabkan pengeroposan tulang disekitar akar gigi.
d. Terapi
Tindakan yang dilakukan pada gangrene radix yaitu
Ekstraksi pada gigi yang sakit, karena pada kondisi ini gigi akan menjadi non-vital
(gigi mati) sehingga akan menjadi sumber infeksi (fokal infeksi)
e. Komplikasi
1. Infeksi Lokal
a. Periodontitis
b. abses periapikal
c. kista radikuler
2. Infeksi sistemik
a. Sinusitis
b. osteomyelitis rahang21
c. meningitis
22
3.3 HUBUNGAN ADENO CA COLON DENGAN GANGREN RADIX
Komplikasi Oral pada Diabetes
Penyakit periodontal telah dilaporkan sebagai komplikasi ke-enam diabetes,
bersama dengan neuropati, nefropati, retinopati dan penyakit mikro dan
makrovaskular. Beberapa penelitian yang dipublikasikan telah menjelaskan
keterkaitan antara diabetes dan penyakit periodontal. Berbagai studi telah memberikan
bukti bahwa pengontrolan infeksi periodontal dapat memberikan dampak positif
terhadap kontrol glikemik, ini ditandai oleh penurunan kebutuhan insulin serta
penurunan kadar Hemoglobin A1c.
Selain infeksi periodontal dan gingivitis, sejumlah komplikasi mulut lainnya
sering dilaporkan pada pasien dengan diabetes, yaitu xerostomia, karies gigi, infeksi
candida, burning mouth syndrome, lichen planus dan penyembuhan luka yang buruk.
Untuk memberikan penatalaksanaan yang tepat kepada pasien, kita harus terlebih
dahulu mendiagnosa dengan benar. Hampir seluruh masalah gigi dapat diidentifikasi
secara baik pada pemeriksaan oral yang dilakukan pada setiap kunjungan medis.
1. Penyakit Periodontal dan Gingivitis
Presentasi klasik penyakit periodontal dikaitkan dengan akumulasi plak dan
kalkulus yang menimbulkan kondisi optimal untuk pertumbuhan bakteri dan faktor
virulensi kuat yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal dan resorpsi
tulang alveolar di sekitar gigi. Periodontitis sering didahului oleh berbagai tahap
proses inflamasi pada gingival yang disebut sebagai gingivitis. Gingivitis adalah
peradangan pada gusi dan merupakan penyakit gusi yang paling mudah diobati.
Penyebab langsung gingivitis adalah plak, yaitu lapisan yang lembut, lengket dan tidak
berwarna berasal dari bakteri yang terbentuk terus menerus pada gigi dan gusi. Tanda-
tanda dan gejala klasik dari gingivitis meliputi gusi yang merah dan bengkak yang
dapat berdarah pada saat gigi disikat. Jika gingivitis tidak diobati, ia sering
berkembang menjadi penyakit periodontal. Infeksi tersebut kemudian mengakibatkan
pembentukan kantong antara gigi dan gusi dan ini merupakan tanda kerusakan
apparatus periodontal dan tulang. Beberapa pasien juga dapat mengalami halitosis
berulang (bau mulut) atau rasa tidak enak pada mulut. Jaringan di sekitar gigi pada
sepanjang permukaan akar juga dapat berkerut, sehingga mengekspos akar gigi dan
mengakibatkan gigi terlihat lebih panjang.
23
Tujuan terapi pada penatalaksanaan penyakit periodontal dan gingivitis pada
pasien diabetes meliputi pengobatan infeksi melalui pembersihan plak dan kalkulus,
penurunan respon inflamasi dan pemeliharaan kontrol glikemik. Gigi harus
dibersihkan secara teratur setiap 6 bulan oleh petugas medis yang berlisensi dan juga
harus dilakukan secara rutin oleh pasien sendiri (misalnya, menyikat gigi dan
flossing).
Beberapa penelitian telah membandingkan efektivitas dari berbagai metode
menyikat gigi (manual, oscillating atau sonic) dan menemukan bahwa cara menyikat
gigi dapat mempengaruhi jumlah plak yang tertinggal. Berbagai studi telah
menemukan bahwa metode oscillating atau sonic merupakan metode yang paling
efektif. The American Dental Association menganjurkan penyikatan gigi minimal dua
kali sehari dan flossing tiap hari. Kebanyakan orang menyikat gigi pada pagi dan
malam hari karena sesuai dengan kehidupan seharian mereka. Sikat gigi harus diganti
setiap 3-4 bulan dan pada anak-anak perlu diganti lebih sering.
Selain itu, ada terdapat beberapa obat over-the-counter dan obat kumur
antibakteri yang bisa mengurangi jumlah bakteri, sehingga memudahkan
penyembuhan dan perbaikan jaringan. Konsil American Dental Association untuk
Pengobatan Dental telah mengesahkan Listerine dan Chlorhexidine Gluconate
(Peridex) sebagai obat yang bersifat efektif terhadap pencegahan penyakit oral.
Mekanisme kerja Listerine meliputi penghancuran dinding sel bakteri, penghambatan
enzim bakteri dan ekstraksi LPS bakteri. Chlorhexidine mampu untuk mengikat
jaringan keras dan lunak secara slow release. Produk lain yang telah terbukti
mempunyai efek antimicrobial adalah larutan kumur dan pasta gigi yang mengandung
triklosan.
Karena jumlah penyakit periodontal semakin berkembang, intervensi
terapeutik yang lebih agresif dapat diindikasikan. Terapi bisa melibatkan operasi,
pemberian obat antimikroba (lokal atau sistemik) atau kombinasi keduanya.
Episode akut infeksi oral pada pasien diabetes harus segera diatasi. Antibiotik
yang tepat dan pengobatan nyeri harus disediakan, bersama dengan rujukan ke dokter
gigi sesegera mungkin. Antibiotik yang paling sering digunakan untuk pengobatan
infeksi gigi akut adalah amoksisilin. Bagi individu yang memiliki alergi terhadap
penisilin, klindamisin merupakan obat pilihan. Perkembangan organisme yang resiten
terhadap antibiotik adalah kekhawatiran dalam komunitas medis dan gigi, oleh karena
itu dosis yang diberikan harus efektif minimum. Dosis untuk amoksisilin berupa 250
mg dan diberikan 3 kali selama 7 hari, sedangkan dosis klindamisin berupa 300 mg 24
dan diberukan 4 kali selama 7 hari. Bagi pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol,
dosis diberikan mungkin perlu lebih tinggi dan obat harus dikonsumsi dalam waktu
yang cukup lama akibat respon imun dan penyembuhan yang kurang baik. Penyakit
periodontal kronis juga harus diperiksa, dan pasien yang menderita penyakit tersebut
harus dirujuk ke dokter gigi untuk evaluasi dan pengobatan.
2. Xerostomia dan Karies Gigi
Diabetes dapat menyebabkan disfungsi pada kapasitas pengeluaran kelenjar
saliva. Proses ini sering dikaitkan dengan disfungsi kelenjar saliva. Xerostomia berupa
pengurangan (kualitatif atau kuantitatif) atau tidak adanya air liur didalam mulut. Ini
adalah komplikasi umum dari penyakit sistemik dan obat-obatan.
Fungsi normal saliva dimediasi oleh reseptor muskarinik M3. Sinyal saraf
eferen muskarinik yang dimediasi oleh asetilkolin juga merangsang sel epitel kelenjar
saliva, sehingga meningkatkan sekresi saliva. Penderita xerostomia sering mengeluh
masalah dengan makan, berbicara dan menelan. Makanan kering dan rapuh juga sulit
untuk dikunyah dan ditelan. Pemakai gigi palsu juga memiliki masalah karena dapat
tejadi retensi gigi palsu, luka gigi palsu dan penempelan lidah ke langit-langit. Pasien
dengan xerostomia sering mengeluh gangguan rasa (dysgeusia), nyeri pada lidah
(glossodynia), dan peningkatan kebutuhan untuk minum air terutama pada malam hari.
Xerostomia dapat meningkatkan kejadian karies gigi, pembesaran kelenjar
parotis, peradangan dan fisura pada bibir (cheilitis), peradangan atau ulkus pada lidah
dan mukosa bukal, kandidiasis oral, infeksi kelenjar saliva (sialadenitis), halitosis, dan
fisura pada mukosa oral. Jika tidak diobati, xerostomia dapat mengeksaserbasi karies
gigi dan juga dapat mengakibatkan infeksi pada pulpa gigi serta abses gigi.
Pembentukan karies membutuhkan bakteri Streptokokus mutans. Bakteri ini
melekat dengan baik pada permukaan gigi dan memfermentasi gula lebih baik
dibandingkan bakteri oral lainnya. Ketika bakteri S.Mutans pada plaque terdapat
dalam jumlah tinggi (sekitar 2-10%), pasien akan berisiko tinggi untuk mendapat
karies. Jumlah bakteri yang tinggi bersama dengan mulut kering dan sumber asupan
gula merupakan kondisi optimal untuk kejadian karies gigi.
Etiologi Xerostomia dikaitkan dengan pembesaran non-neoplastik dan non-
inflammatorik kelenjar parotis yang terjadi pada 25% pasien diabetes, terutama
diabetes tipe 1 yang disertai kontrol metabolik yang buruk.
Diagnosis Xerostomia dibuat berdasarkan hasil yang diperoleh dari riwayat
pasien atau pemeriksaan rongga mulut. Xerostomia akan dicurigai jika tongue 25
depresser melekat pada mukosa bukal atau, pada wanita, jika lipstick melekat pada
gigi depan. Mukosa oral juga akan mengering dan lengket atau akan muncul bercak
akibat pertumbuhan berlebihan candida albicans. Bercak tersebut bisa berwarna merah
atau putih atau keduanya dan sering ditemukan pada permukaan keras atau lunak pada
dorsal atau palatum lidah. Pada beberapa kasus, kandidiasis pseudomembran juga
terdapat dan akan tampak sebagai plak putih yang mudah terlepas pada permukaan
mukosa. Terkadang akan terjadi pengumpulan saliva pada dasar mulut, dan lidah
bisanya tampak kering dengan jumlah papillae yang berkurang. Saliva pasien akan
tampak berserabut atau berbuih. Karies gigi dapat ditemukan pada margin serviks atau
leher gigi (bagian dimana gigi bertemu gusi) atau margin incisal (tepi gigi). Mulut
kering dapat diperburuk oleh hiperventilasi, bernapas melalui mulut, merokok atau
peminuman alkohol.
Intervensi paliatif mencakupi substitusi dan stimulan saliva. Beberapa produk dapat
dibeli langsung dari apotek (misalnya xerolube dan produk biotene), sementara produk
lainnya akan memerlukan resep (pilocarpine, cevimeline).
3. Kandidiasis
Kandidiasis oral merupakan infeksi jamur Candida Albicans. Infeksi dapat
terjadi akibat efek samping peminuman obat antibiotik, antihistamin atau obat-obatan
kemoterapi. Gangguan lain yang berkaitan dengan penimbulan xerostomia adalah
diabetes, drug abuse, malnutrisi, defisiensi kekebalan tubuh dan usia tua. Jamur
kandida berada dalam rongga mulut hampir setengah dari populasi dan juga lazim
berada pada penderita diabetes. Berbagai studi telah menyimpulkan bahwa prevalensi
kandida lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan pasien non diabetes.
Selain itu, Geerling et al melaporkan prevalensi infeksi kandida yang tinggi secara
signifikan pada penderita diabetes. Manifestasi klinis kandida termasuk median
rhomboid glositis, glositis atrofi, stomatitis denture dan angular cheilitis. Candida
merupakan flora normal pada mulut dan hanya menimbulkan keluhan jika terjadi
perubahan kimia pada rongga mulut yang mendukung pertumbuhannya secara
berlebihan. Faktor faktor yang berperan dalam infeksi adalah disfungsi saliva, sistem
kekebalan tubuh dan salivary hyperglycemia. Infeksi candida juga sering ditemukan
pada pemakai gigi palsu. Gigi palsu harus dibersihkan secara menyeluruh dan dapat
direndam atau dilapisi dengan obat antimicrobial atau chlorhexidine. Gigi palsu yang
tidak muat dengan pas dapat menyebabkan kerusakan membrane mukosa pada sudut
mulut yang dapat menjadi tempat pertumbuhan kandida. Infeksi kandida cukup mudah 26
diobati dan memerlukan terapi obat antimicrobial lokal. Obat antimicrobial yang
umum digunakan adalah nistatin, clotrimazole dan flukonazole. Dosis obat tergantung
pada manifestasi dan luasnya infeksi dan pengunaan pastiles, lozenges atau troches
juga dapat berdampaj secara lokal dan sistemik.
4. Lichen Planus
Lichen Planus Oral adalah penyakit peradangan kronis yang dapat menimbulkan
striasi bilateral putih, papula, atau plak pada mukosa bukal, lidah dan gingival. Pada
beberapa kasus juga terdapat eritema, erosi dan luka lecet. Patogenesisnya belum
diketahui. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa lichen planus adalah penyakit
autoimun yang diperantarai oleh sel T, dimana sel sitotoksik CD8+ akan memicu
apoptosis sel epitel oral.
Lichen planus dapat mempredisposisi individu terhadap kanker dan infeksi oral
candida albicans. Kurang dari 5% dari pasien lichen planus bisa mendapat oral
squamous cell carcinoma (SCC). Lesi atrofik, erosive dan plak dapat menimbulkan
risiko yang lebih besar daripada perubahan malignan.
Tujuan pengobatan adalah untuk mengobati eritema mukosa, ulserasi, nyeri dan
sensitivitas. Pengobatannya meliputi steroid topical atau sistemik. Pengunaan steroid
pada penderita diabetes dapat menimbulkan komplikasi tambahan, seperti antagonism
insulin dan hiperglikemia lanjut. Oleh karena itu, terapi yang diterapkan oleh dokter
gigi harus dilakukan dalam konsultasi erat dengan dokter lainnya untuk menghindari
efek samping dan interaksi obat.
5. Sindrom Mulut terbakar (Burning Mouth Syndrome)
Berbagai faktor dapat memainkan peran dalam proses ini. Sindrom mulut
terbakar berupa kondisi nyeri kronis pada mulut yang berhubungan dengan sensasi
terbakar pada lidah, bibir dan daerah mukosa mulut. Patofisiologinya terutama
idiopatik tetapi dapat dikaitkan dengan diabetes yang tidak terkontrol, terapi hormone,
gangguan psikologis, neuropati,xerostomia dan kandidiasis. Pada umumnya, lesi tidak
terdeteksi pada sindrom ini, tetapi pasien masih dapat mengeluh ketidaknyamanan.
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi gejala-gejalanya dan terarah pada
pengontrolan glikemik, yang akan mengurangi komplikasi lain jika berhasil dikontrol.
Obat-obat yang sering digunakan untuk kondisi ini telah terbukti menjadi terapi yang
efektif, yaitu benzodiazepine, antidepresan trisiklik dan antikonvulsan. Peresepan obat
27
tersebut kepada pasien diabetes harus dilakukan secara hati-hati karena mempunyai
efek xerostomia.
28
BAB IV
ANALISIS MASALAH
Ny. EH, 52 Tahun dirawat di bagian Penyakit Dalam RSMH Palembang dengan
diagnosis Diabetes mellitus tipe 2 Normo-weight uncontrolled, Hemorroid Interna Tipe I,
Syndrome Dyspepsia (perbaikan), DLI (perbaikan), Hipertensi terkontrol, CVD lama, Susp.
Polineuropati DM. Pasien dikonsulkan dari bagian Penyakit Dalam RSMH untuk dilakukan
pemeriksaan gigi dan mulut untuk mengevaluasi dan tatalaksana adakah tanda-tanda fokal
infeksi.
Pada pasien tidak didapatkan keluhan seperti sakit gigi, ngilu saat makan makanan
yang panas/dingin, atau mulut terasa kering. Gusi berdarah (-). Pasien selama ini tidak pernah
memeriksaan gigi ke dokter gigi.Riwayat tambal gigi (-) menandakan pasien tidak pernah
melakukan perawatan gigi. Riwayat trauma (-).
Dari riwayat kebiasaan pasien, adanya kebiasaan oral hygiene yang baik berupa
teratur menggosok gigi 2x dalam sehari, pasien juga tidak ada riwayat merokok dan konsumsi
permen atau coklat.
Saat dikonsulkan ke Poli Gigi dan Mulut keadaan umum pasien tampak kompos
mentis, nadi 80 x/m, pernafasan 20 x/m, suhu 360 C dan tekanan darah 120/80 mmHg. Pada
pemeriksaan ekstra oral tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan intra oral bagian mukosa
bukal labial dan palatum dalam batas normal. Pada pasien diduga atau suspect candidiasis
lidah dikarenakan pada pemeriksaan didapatkan selaput putih pada permukaan lidah dan
didapatkan juga kalkulus generalisata (+), yang berarti adanya lapisan lunak dan keras yang
menempel pada gigi berupa calculus atau karang gigi di seluruh kuadran/regio, missing teeth
(+) 1 7, 2 7. Pada status lokalis ditemukan adanya nekrosa pulpa dengan luksasi derajat I pada
gigi 4 6. Hal tersebut didasarkan pada pemeriksaan yang didapatkan hasil lesi mencapai D6
(pulpa), pemeriksaan sondase (-) pada gigi 4 6.
Dari anamnesis dan pemeriksaan ekstra oral dan intra oral didapatkan tanda-tanda
fokal infeksi berupa Calculus di semua kuadran atau regio, Suspect candidiasis lidah, Nekrosa
Pulpa pada gigi 4 6 dan Radix pada gigi 1 7, 2 7. Dimana tanda fokal infeksi tersebut sangat
berhubungan dengan adanya pengaruh penyakit diabetes mellitus tipe 2 yang dididerita pasien
sejak 6 tahun yang lalu. Dimana keadaan hiperglikemia akan menyebabkan terbentuknya
stress oksidatif berupa AGEs dan ROS yang menimbulkan berkurangnya osteoblast dan
meningkatkan osteoclast serta mediator imflamasi (TNF) sehingga menyebabkan defek atau
ganggungan pada tulang termasuk gigi dan jaringan periodontal lainnya. Keadaan
29
hiperglikemia dapat menyebabkan terjadinya kandidiasis oral karena keadaan tersebut dapat
menyebabkan terjadinya disfungsi aliran saliva akibat kehilangan cairan dari tubuh dalam
jumlah yang banyak, sehingga aliran saliva juga berkurang.
Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pro ekstraksi pada gigi yang
mengalami nekrosa pulpa dengan luksasi derajat 1. kemudian juga dilakukan pro scaling dan
swab lidah untuk membersihkan calculus serta untuk menegakkan diagnosis candidiasis lidah.
Selain dilakukan beberapa rencana tindakan juga dilakukan perawatan dengan menjaga oral
hygiene pasien. Mengedukasikan kepada pasien mengenai oral hygiene untuk mengatasi
adanya komplikasi yang lebih lanjut. Edukasi juga dilakukan pada pasien dalam pemilihan
makanan seperti menghindari makanan yang keras, terlalu panas dan yang mengandung
banyak gula seperti yang dikonsumsi dalam intensitas sering dan jumlah yang banyak, pasien
juga diajarkan cara menyikat gigi yang benar dan teratur serta pentingnya memberitahu
kepada pasien mengenai kunjungan ke dokter gigi setiap 6 bulan.
30
BAB V
KESIMPULAN
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Daliemunthe SH. Etiologi penyakit gingiva dan periodontal. Dalam: Daliemunthe SH. Eds
Revisi Periodonsia. Medan: Bagian Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
SumateraUtara, 2008: 138-9.
2. Daliemunthe SH. Hubungan timbal balik antara periodontitis dengan diabates melitus.
DentikaJ Dent 2003; 8(2): 120-5.
3. George Laskaris. Color Atlas of Oral Diseases in Children and Adolescents. New York :
Thieme. 2000. P. 128
4. Herianty. Patogenese Kandidiasis Oral Pada Penderita Diabetes Mellitus. Universitas
Sumatera Utara. Medan. 2007
5. Martin S. Greenberg, Michael Glick, Jonathan A. Ship. Burket’s Oral Medicine. 11th Ed.
Ontario : BC Decker Inc. 2008. P. 79, 82
6. Penyakit gigi dan mulut, bursa buku senat mahasiswa fakultas kedokteran UNDIP,
Semarang, 2007
7. Prosedur tetap pelayanan medis penyakit gigi dan mulut, RS.DR.Kariadi/ Fakultas
kedokteran UNDIP, Semarang, 1993
8. Walton and Torabinajed. 1996. Prinsip dan Praktik Endodonsi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC.
32