193256402-RENCANA-PENELITIAN
-
Upload
rubi-sandy -
Category
Documents
-
view
64 -
download
3
description
Transcript of 193256402-RENCANA-PENELITIAN
BAB I
PENDAHULUAN
Demam tipoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah,
cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada
daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam
tipoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier.
Demam tipoid juga dikenali dengan nama lain yaitu Typhus Abdominalis,Tipoid fever
atau Enteric fever (Anonim, 2008)
Gejala demam tipoid sangat bervariasi, dari yang ringan, sehingga tidak
terdiagnosa, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi, bahkan
menyebabkan kematian. Tapi pada umumnya keluhan dan gejala penyakit ini adalah
demam, biasanya lebih dari 1 minggu dan dapat mencapai 39–40◦C, di malam hari,
demam lebih tinggi dibanding malam hari. Kemudian pada pemeriksaan laboratorium
mungkin terjadi penurunan leukosit (sel darah putih), dan kemudian pada tes Widal,
akan terjadi peningkatan titer antibodi terhadap kuman Salmonella thyposa. Biasanya
leukosit yang normal itu antara 5000 – 10,000/ul. Sedangkan titer antibodi, dikatakan
positif jika antibodi tipe O, mencapai 1/320.
Dalam menentukan penyakit atau diagnosis, membantu diagnosis,
mengendalikan penyakit dan memonitor pengobatan atau memantau jalannya penyakit,
maka dokter memerlukan suatu pemeriksaan laboratorium sebagai penunjangnya yang
sampelnya diambil dari penderita atau pasien dan diperiksa dilaboratorium (Hardjoeno,
2003).
Fungsi utama sel lekosit adalah sebagai sistem imun tubuh terhadap eksogen
atau endogen yang dikenali oleh tubuh sebagai antigen. Fungsi utama granulosit netrofil
segmen sebagai sel fagosit terhadap bakteri dalam jaringan radang sistem vaskuler.
Eosinofil untuk pertahanan terhadap parasit atau cacing yang dapat menimbulkan efek
sitotoksik langsung, dan sebagai regulasi dalam pengendalian reaksi anafilaksis
pengendali kerja basofil. Basofil dan sel mast berhubungan erat dengan pelepasan
senyawa pengatur sirkulasi (histamin, serotinin dan heparin) meningkatkan
1
1
permiabilitas vaskuler pada tempat aktivitas antigen lokal, sehingga mengatur aliran
masuk sel-sel radang (Baratawidjaja K, 2004., Kresno BS,2001).
Pada berbagai keadaan klinik, dapat terjadi kelainan jumlah pada masing-masing
jumlah dan jenis lekosit, baik berupa peninggian atau penurunan dari nilai normal
lekosit. Peninggian jumlah jenis lekosit dapat disertai atau tanpa peninggian jumlah
lekosit keseluruhan. Peninggian relatif lekosit adalah apabila peninggian jumlah suatu
jenis lekosit secara keseluruhan, sedang absolut diikuti peninggian total lekosit
(Anonim, 2005).
Rujukan untuk jumlah total lekosit adalah 4.500 sampai 10.500/mm3. Nilai
normal jenis lekosit, eosinofil 1% sampai 3%, basofil 0 samapi 1%, netrofil batang 2%
sampai 6%, netrofil segmen 50% sampai 70%, dan limfosit 20% sampai 40%, serta
monosit 2% sampai 8%. (Hamurwono, 2003).
Berdasarkan uraian tersebut diatas, permasalahan yang timbul adalah
bagaimana penurunan jumlah lekosit pada penderita demam Tipoid pasca pemberian
antibiotik yang berobat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kolaka. Maksud dari
penelitian ini untuk mengetahui jumlah lekosit pada penderita demam Tipoid pasca
pemberian antibiotik.
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan jumlah
lekosit pada pasien penderita demam tipoid pasca pemberian antibiotik di rumah sakit
umum Daerah Kabupaten Kolaka.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Demam Tipoid
1. Definisi
Demam tipoid dan demam paratipoid adalah penyakit infeksi akut usus
halus. Demam paratipoid biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi
klinis yang sama atau menyebabkan enteritis akut.
2. Etiologi
Etiologi demam tipoid dan demam paratipoid adalah Salmonella typhi,
Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C.
3. Epidemiologi
Demam tipoid dan demam paratipoid endemik di Indonesia. Penyakit ini
termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6
tahun 1962. tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan
penyakit-penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang,
sehingga dapat menimbulkan wabah.
Di Indonesia demam tipoid jarang dijumpai secara epidemik, tetapi lebih
sering bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang
menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Penyebab
demam tipoid adalah Salmonella typhi dengan dua cara penularan, yaitu dari
pasien dengan demam tipoid dan yang carrier. Penderita demam tipoid
mengekskresikan 109 sampai 1011 bakteri per gram tinja. Di daerah endemik
transmisi terjadi melalui air yang tercemar.
Makanan yang tercemaroleh carrier merupakan sumber penularan yang
paling sering di daerah nonendemik. Carrier adalah orang yang sembuh dari
demam tipoid dan masih terus mengekskresikan Salmonella typhi dalam tinja
dan air kemih selama lebih dari satu tahun. Disfungsi kandung empedu
merupakan predisposisi untuk terjadinya carrier. Bakteri Salmonella typhi
3
4
berada di dalam batu empedu atau dalam dinding kantung empedu yang
mengandung jaringan ikat, akibat radang menahun.
4. Patogenesis dan Patofisiologi
Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut
dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh
asam lambung, sedangkan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai
jaringan limfoid plaque Peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi.
Ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi.
Bakteri Salmonella typhi kemudian menembus lamina propia, masuk aliran
limfe, dan mencapai kelenjar limfe mesenterial yang juga mengalami
hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini, bakteri masuk ke aliran
darah melalui ductus thoracicus. Bakteri Salmonella typhi lain mencapai hati
melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typhi bersarang di plaque Peyeri.,
limpa, hati, dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada demamtipoid
disebabkan oleh endotoksemia. Akan tetapi kemudian berdasarkan penelitian
eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab
utama deman dan gejala-gejala toksemia pada demam tipoid. Endotoksin
Salmonella typhi berperan pada patogenesis demam tipoid karena membantu
terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat bakteri ini berkembang
biak. Demam tipoid disebabkan karena Salmonella typhi dan endotoksinnya
merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang
meradang.
5. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi demam tipoid berlangsung antara 10 sampai 14 hari.
Gejala-gejala yang timbul amat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara
berbagai belahan dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu.
Selain itu, gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak
terdiagnosis, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan
kematian. Hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah sangat
4
berpengalaman pun dapat mengalami kesulitan untuk membuat diagnosis klinis
demam tipoid.
Pada minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan gejala infeksi
akut pada umumnya, yaitu demam, nyari kepala, pusing, nyeri otot, anorteksia,
mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan
epistaksis. Pada pemeriksaan fisis hanya didapatkan suhu badan meningkat.
Pada minggu kedua, gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam
bradikardia relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan ujung merah dan
tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa
somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.
6. Biakan Darah
Biakan darah positif memastikan demam tipoid, tetapi biakan darah
negatif tidak menyingkirkan demam tipoid. Hal ini disebabkan karena hasil
biakan darah tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
a. Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan yang lain,
terkadang hasil satu laboratorium bisa berbeda dari waktu ke waktu. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan.
Karena jumlah bakteri yang berada dalam darah hanya sedikit, yaitu kurang
dari 10 kuman/mL darah, maka untuk keperluan pembiakan, pada pasien
dewasa diambil 5-10 mL darah dan pada anak-anak 2-5 mL. Bila darah yang
dibiakan terlalu sedikit, hasil biakan bisa negatif, terutama pada orang yang
sudah mendapat pengobatan spesifik. Selain itu, darah tersebut harus
langsung ditanam pada media biakan sewaktu berada di sisi pasien dan
langsung dikirim ke laboratorium. Waktu pengambilan darah paing baik
adalah saat demam tinggi pada waktu bakteriemia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Pada demam tipoid, biakan darah terhadap Salmonella typhi positif
pada minggu pertama penyakit dan berkurang pada minggu-minggu
berikutnya. Pada waktu kambuh biakan bisa positif.
5
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam tipoid di masa lampau menimbulkan
antibodi dalam darah pasien. Antibodi ini dapat menekan bakteriemia,
sehingga biakan darah kemungkinan negatif.
d. Pengobatan dengan antimikroba
Bila pasien sebelum pembiakan darah sudah mendapat obat
antimikroba, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin akan negatif.
7. Penyebab
Demam tipoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan
Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan.
Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan
mikroorganisme penyebab penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang
dalam masa penyembuhan. Pada masa penyembuhan, penderita pada masih
mengandung Salmonella sp didalam kandung empedu atau di dalam ginjal.
Sebanyak 5% penderita demam tipoid kelak akan menjadi karier
sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang menahun.Sebagian
besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang
yang lain termasuk urinary type. Kekambuhan yang yang ringan pada karier
demam tipoid,terutama pada karier jenis intestinal,sukar diketahui karena
gejala dan keluhannya tidak jelas.
B. Tinjauan Umum Salmonella
1. Pengertian
Salmonella adalah kuman pathogen bagi manusia yang masuk melalui
mulut bersama makanan atau minuman yang telah terkontaminasi. Sebagai port
d’ entry adalah kelenjar getah dari usus halus terjadi ulcus sehingga dapat
terjadi perforasi dan pendarahan usus (Noegroho, 1989).
6
Salmonella juga merupakan penyebab demam typhoid, bakteremia dan
entrekolitis karena keracunan makanan. (Chatim Aidilfiet, 1991).
2. Klasifikasi
Salmonella diklasifikasi dalam 3 spesies yang merupakan genus dan
enterobaktericeae yaitu Salmonella choleraesuis, Salmonella typhi, Salmonella
entretidis. (Haidil, 2006).
3. Morfologi dan Sifat-sifat Salmonella
Kuman berbentuk batang pendek dengan diameter 0,5-0,8 mikron dan
panjang 1-3 mikron. Tidak berspora pada pewarnaan gram bersifat negatif
gram. Bergerak karena memiliki flagella peritrika tidak berselubung (Noegroho,
1989).
Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu
370C dan tumbuh pada media dengan pH 6-8. Memiliki sifat-sifat : gerak
positif, reaksi fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif. Semua spesies
Salmonella tidak merugikan laktosa dan sukrosa. Pada media cair membentuk
kekeruhan yang merata (Noegroho, 1989).
4. Struktur Antigen
a. Antigen O
Disebut juga Ag Somatik, berasal dari bagian dinding sel terdiri dari
lipopolisakarida, bersifat termostabil (1000C), tahan asam alkhohol. Bersifat
endotoksin dan mempunyai efek menimbulkan panas, toksis, dan antibody
spesifik IgM.
b. Antigen H
Disebut juga Ag flagel, bersifat termolabil (> 600C), tidak tahan asam,
alcohol dan fenol, antibody yang dibentuk bersifat endotoksin dan
mempunyai efek menimbulkan panas, toksis dan antibody spesifik IgM.
c. Antigen Vi
Disebut juga Ag kapsul, berasal dari lapisan pembungkus kuman,
protektif melindungi kuman terhadap fagositosis dan efek zat anti dari
7
komplemen. Bersifat termolabil (600C, 1 jam), tidak tahan asam dan fenol
serta cenderung lebih virulen (Mursalim A, 2002).
5. Resistensi
Kuman mati pada pemanasan 60 0C selama 20 menit, juga dengan
desinfektan. Dalam air bisa bertahan selama 4 minggu. Hidup subur pada
medium yang mengandung garam empedu, tahan terhadap zat warna hijau
brilian dan senyawa Natrium tetrationat serta Natrium deoksikholat (Noegroho,
1989).
6. Patogenesis
Keganasan bakteri typus didasarkan atas kemampuan kuman untuk
bertahan hidup dan berkembangbiak terus menerus secara intraseluler, adanya
endotoksin, ditemukannya mikrokapsul pada badan bakteri terhadap lisis dari
gen yang dimiliki (MursalimA, 2002). Kuman Salmonellosis yang disebabkan
yaitu demam enteric, bakteremia, dan enterokolitis(Chatim, 1991).
a. Demam Enterik (Demam typhoid)
Adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh kuman S. typhoid,
serta S. eteridis bioserotip paratyphi A dan Salmonella. Seseorang bisa
menjadi sakit bila menelan organisme ini sebanyak 107 kuman, dosis
dibawah 105 tidak menimbulkan penyakit. Organism yang tertelan masuk
kedalam lambung untuk mencapai usus halus bagian proksimal, melakukan
penetrasi kedalam lapisan epitel mukosa, bila S, typhi sampai dikelenjar
getah bening regional akan terjadi bakteremia kemudian kuman sampai di
hati, limfa, juga sumsum tulang dan ginjal.
Setelah periode multiplikasi intraseluler, organisasi dilepaskan lagi
kealiran darah, dan dapat menimbulkan reaksi radang atau nekrosis
jaringan yang secara klinis ditandai dengan kholestitis nekrotikan dan
pendarahan usus.
8
Masa inkubasi demam typhoid umumnya 1-2 minggu, gejala klasik
penyakit ini adalah demam tinggi, anoreksia, nyeri otot, sakit kepala,
pembesaran hati dan limpa, serta bintik rose pada sekitar umbilicus.
b. Bakteremia
Dapat ditemukan pada demam typhoid dan infeksi Salmonella non –
typhi lainnya. Gejala yang menonjol adalah panas dan bakteremia
intermiten. Adanya Salmonella sp didalam darah merupakan resiko tinggi
terjadinya infeksi atau abses metastatic. Penyebab tersering adalah S.
typhimurium, selain S. enteridis dan S. Cholevaesuis.
c. Enterokolitis
Penyebab Enterokolitis yang paling sering adalah S. enteridis dan S.
typhimurium. Kuman penyebab dapat diisolasi dari tinja penderita dalam
beberapa minggu. Masa inkubasi berkisar antara 12-48 jam atau lebih.
Gejala yang timbul pertama kali adalah mual dan muntah diikuti nyeri
abdomen, pada kasus yang berat terjadi diare yang bercampur darah.
Penderita seringkali sembuh dengan sendirinya tetapi kadang-kadang
menjadi berat bila terjadi gangguan keseimbangan elektrolit dan dehidrasi
(Mursalim A, 2002).
7. Epidemiologi
Demam typhoid terjadi disemua bagian dunia tapi jarang terjangkit di
tempat-tempat yang sanitasinya baik, yaitu bila pembuangan sampah
biologisnya dan pemurnian air dilakukan dengan baik. Namun sumber utama
infeksi oleh Salmonella typhi ialah penderita penyakit atau pembawa organism
tersebut (penular) karena demam typhoid secara khusus merupakan penyakit
manusia. Air atau makanan yang tercemari tinja manusia baik secara langsung
maupun tidak langsung merupakan sumber infeksi. Salmonella dapat bertahan
selama berminggu-minggu didalam air, debu, es dan bahkan limbah yang sudah
dikeringkan dan bila organism masuk kedalam lingkungan yang cocok akan
berkembangbiak mencapai dosis infektif (Pelczar dkk, 1988).
9
8. Identifikasi Salmonella
Diagnosis yang pasti bagi penyakit ini bergantung pada terisolasinya
bakteri dari tinja. Penggunaan media yang selektif atau differensial merupakan
prosedur rutin. Identifikasi mikrobanya kemudian dilakukan dengan metode-
metode biokimia dan serology (Pelczar dkk, 1988).
a. Media Pemupuk
Sampel ditanam pada media selenite broth dan tetrathionate broth,
dimana keduanya menghambat pertumbuhan bakteri saluran usus normal
tetapi mempercepat pertumbuhan Salmonella. Sesudah inkubasi 18-24 jam,
bakteri ditanam pada media differensial dan madia selektif.
b. Media differensial
Media differensial adalah media yang dipakai untuk indentifikasi
bakteri menurut sifat-sifat biokimia bakteri yang bersangkutan. Media yang
dipakai dalam pembenihan bakteri adalah Mac Concey, media ini
mengandung laktosa dan merah netral sebagai indikator, sehingga bakteri
yang meragikan laktosa tumbuh dengan koloni berwarna merah dan dapat
dibedakan dengan bakteri yang tidak meragikan laktosa karena tumbuh
sebagai koloni yang tidak berwarna. Salmonella akan tumbuh dengan
koloni yang tidak berwarna, cembung, tepi rata, permukaan rata dengan
diameter < 2 mm, waktu inkubasi 18-24 jam.
c. Media Selektif
Media selektif adalah media yang ditumbuhi bakteri tertentu karena
mengandung penghambat pertumbuhan lain. Media selektif untuk isolasi
salmonella adalah Shigella Agar, yang hanya menumbuhkan Salmonella
dan Shigella. Media ini mengandung garam empedu dan Brilliant green
sebagai bahan penghambat bakteri gram positif dan menekan pertumbuhan
basil patogen non enteric. Koloni spesies menghasilkan warna hitam
10
dibagian tengahnya, bentuk koloni cembung, tepi rata dengan diameter < 2
mm, waktu inkubasi 18-24 jam.
d. Identifikasi Akhir
Koloni yang diduga dari perbenihan padat diidentifikasi dengan tes
biokimia. Diantara tes biokimia yaitu :
1) Peragian karbonat (Glukosa, Lactose, Sucrose, Maltose)
Sejumlah kuman dapat meragikan gula-gula (karbohidrat)
dengan atau tanpa pembentukan gas, dan ada yang tidak meragikan
glukosa sama sekali. Hasil peragian ini sebagian besar berupa asam
organik yang dapat ditunjukkan dengan indikator pH, seperti ungu
brom kresol (Chatim Aidilfet, 1991).
2) Tes KIA (Kliger’s Iron Agar)
Digunakan untuk mengetahui pertumbuhan jenis kuman
tertentu, dengan melihat kemampuan bakteri memfermentasi glucose,
lactose serta terbentuknya gas H2S. Salmonella pada medium ini akan
membentuk reaksi alkali (merah) pada permukaan agar, reaksi asam
(kuning) pada dasar dan mungkin terbentuk gas pada bagian bawah
tabung, serta mungkin tebentuk H2S yang ditandai timbulnya warna
hitam. Reaksi alkali pada permukaan menunjukkan bahwa lactose
tidak difermentasi dan Salmonella, reaksi asam pada dasar tabung
menunjukkan terjadinya fermentasi glucose (Supardi dkk, 1999; Gani
A, 2003).
3) Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
Media ini mengandung 3 jenis karbohidrat yaitu : Glukosa,
Laktosa dan Sukrosa dan ferrisulfat untuk mendeteksi H2S, protein dan
indikator fenol red. Salmonella bersifat alkali acid, alkali terbentuk
karena adanya proses oksidasi dekarboksilasi protein membentuk
amina yang bersifat alkali, dengan adanya fenol red. Maka terbentuk
11
warna merah. Adanya warna kuning disebabkan karena Salmonella
memfermentasi glukosa yang bersifat asam (Jawet, 2001).
4) Sulfur Indol Motility (SIM)
Media ini merupakan perbenihan semisolid yang digunakan
untuk mengetahui Motility (gerakan), Indol dengan penambahan
reagens kovac dan pembentukan H2S. Salmonella tidak membentuk
Indol dan Motility positif. Semua jenis Salmonella menghasilkan H2S
kecuali Salmonella paratyphi A, dan menghasilkan gas, kecuali
Salmonella typhi.
5) Citrat
Pada media ini bakteri akan menghasilkan natrium karbonat
yang bersifat alkali yang berwarna biru dengan adanya indikator Brom
thymol blue. Media ini digunakan sebagai sumber karbon bagi bakteri.
Namun, Salmonella tidak memanfaatkan citrate sehingga pada
penanaman media ini hasilnya negative.
6) Urea
Pada media ini bakteri yang dapat menghidrolisis urea dan
menghasilkan amoniak ditandai dengan terbentuknya warna merah
karena adanya indikator Fenol red. Salmonella pada media ini
memberikan hasil negatif.
7) Methyl Red
Media ini digunakan untuk mengetahui bakteri yang mampu
memproduksi asam kuat sebagai hasil fermentasi glukosa dalam media
ini, yang dapat ditunjukkan dengan penambahan larutan methyl red.
Salmonella pada penambahan methyil red membentuk warna merah.
8) Vogas Proskauer
Bakteri tertentu dapat menghasilkan acetyl methyl carbinol
dari fermentasi glukosa yang dapat diketahui dengan penambahan
larutan Voges Proskauer dan Kalium Hidroksida (KOH) 40%. Pada
media ini Salmonella memberikan hasil negatif.
12
9. Pencegahan
Pada taraf masyarakat luas, pencegahan terbaik terhadap demam typhoid
ialah sanitasi yang baik. Mencegah kontaminasi makanan dan minuman dari
kuman Salmonella. Penularan harus dikenali dan dicegah agar tidak mencemari
pengolahan dan penanganan pangan. Bagi perorangan, vaksin typhoid efektif
untuk menurunkan kemungkinan timbulnya penyakit. (Pelczar dkk, 1988).
C. Pengobatan demam tipoid
Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan dalam pengobatan demam
tipoid adalah:
1. Kloramfenikol
Di Indonesia, kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk
demam tipoid. Belum ada obat antimikroba lain yang dapat menurunkan demam
lebih cepat dibandingkan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 4 kali 500
mg sehari oral atau intravena sampai 7 hari setelah bebas demam. Penyuntikan
kloramfenikol suksinat intramuskular tidak dianjurkan karena hidrolisis ester ini
tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dengan penggunaan
kloramfenikol, demam pada demam tipoid turun rata-rata setelah 5 hari.
2. Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tipoid sama dengan
kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih
jarang daripada kloramfenikol. Dengan penggunaan tiamfenikol , demam pada
demam tipoid turun rata- rata setelah 5-6 hari.
3. Kotrimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol)
Efektivitas kotrimoksazol kurang lebih sama dengan kloramfenikol.
Dosis untuk orang dewasa, 2 kali 2 tablet sehari, digunakan sampai 7 hari setelah
bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg
sulfametoksazol). Dengan kotrimoksazol, demam pada demam tipoid turun rata-
rata setelah 5-6 hari.
13
4. Ampisilin dan Amoksisilin
Dalam hal kemampuannya untuk menurunkan demam, efektivitas
ampisilin dan amoksisislin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol.
Indikasi mutlak penggunaannya adalah pasien demam tipoid dengan leukopenia.
Dosis yang dianjurkan. Dosis yang dianjurkan berlisar antara 75-150 mg/Kg
berat badan sehari, digunakan sampai 7 hari setelah bebas demam. Dengan
ampisilin atau amoksisilin demam pada demam tipoid turun rata-rata setelah 7-9
hari.
5. Sefalosporin Generasi Ketiga
Beberapa ui klinis menunjukkan bahwa sefalosporin generasi ketiga
antara lain sefoperazon, seftriakson, dan sefotaksim efektif untuk demam tipoid,
tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.
6. Fluorokinolon
Fluorokinolon efektif untuk demam tipoid, tetapi dosis dan lama
pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti .
D. Tinjauan Umum Lekosit
Lekosit yang diproduksi dalam sumsum tulang akan masuk ke pembuluh
darah dan meninggalkan sirkulasi masuk kejaringan. Sel lekosit adalah kelompok
sel-sel berinti, terdiri atas granulosit, limfosit dan monosit.
Terdapat tiga (3) jenis granulosit yaitu: Netrofil, Eosinofil, dan Basophil.
Dalam keadaan normal, granulosit hanya berasal dari sumsum tulang, sejumlah
kecil limfosit dibentuk disumsum tulang, sebagian besar berasal dari jaringan limfe
dan thymus. Monosit dari retikuloendhotelial system, khususnya di limfa. Jumlah
normal lekosit yang beredar dalam darah, jauh lebih sedikit dari eritrosit. Pada
orang dewasa sehat, terdapat 4.000 – 10.000 lekosit per mm3 darah. Lekosit masa
hidupnya lebih pendek dibandingkan eritrosit, granulosit,hidup sekitar 3-5 hari
(Hamurwono GB, 2003).
Ada beberapa jenis sel darah putih (lekosit)
14
Tipe Gambar Diagram
% dalam
tubuh
manusia
Keterangan
Neutrofil 65%
Neutrofil berhubungan dengan pertahanan
tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses
peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga
yang memberikan tanggapan pertama terhadap
infeksi bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil
dalam jumlah yang banyak menyebabkan
adanya nanah.
Eosinofil 4%
Eosinofil terutama berhubungan dengan infeksi
parasit, dengan demikian meningkatnya
eosinofil menandakan banyaknya parasit.
Basofil <1%
Basofil terutama bertanggung jawab untuk
memberi reaksi alergi dan antigen dengan jalan
mengeluarkan histamin kimia yang
menyebabkan peradangan.
Limfosit 25%
Limfosit lebih umum dalam sistem limfa.
Darah mempunyai tiga jenis limfosit: Sel B,
Sel T, Sel natural killer:
Monosit 6% Monosit membagi fungsi "pembersih vakum"
(fagositosis) dari neutrofil, tetapi lebih jauh dia
hidup dengan tugas tambahan: memberikan
potongan patogen kepada sel T sehingga
patogen tersebut dapat dihafal dan dibunuh,
15
atau dapat membuat tanggapan antibodi untuk
menjaga.
Makrofag(lihat di
atas)
Monosit dikenal juga sebagai makrofag setelah
dia meninggalkan aliran darah serta masuk ke
dalam jaringan.
1. Fungsi Lekosit
Fungsi utama sel lekosit adalah sebagai sistem imun tubuh terhadap
eksogen atau endogen yang dikenali oleh tubuh sebagai antigen. Fungsi utama
garanulosit netrofil segmen sebagai sel fagosit terhadap bakteri dalam jaringan
radang sistem vaskuler. Eosinofil untuk pertahanan terhadap parasit atau
cacing yang dapat menimbulkan efek sitotoksik langsung, dan sebagai regulasi
dalam pengendalian reaksi anafilaksis pengendali kerja basofil. Basofil dan sel
mast berhubungan erat dengan pelepasan senyawa pengatur sirkulasi
(histamin, serotinin dan heparin) meningkatkan permiabilitas vaskuler pada
tempat aktivitas antigen lokal, sehingga mengatur aliran masuk sel-sel radang.
Fungsi utama sel agranulosit monosit melawan bakteri fagositosis, dan
pembersih sisa sel yang tua. Limfosit berperan sebagai kunci terhadap aktifitas
imunologik dengan sub-set dari limfosit yaitu imfosit-T, limfosit-B
(Baratawidjaja K, 2004., Kresno BS,2001).
2. Kelainan Jumlah dan Jenis Lekosit
Pada berbagai keadaan klinik, dapat terjadi kelainan jumlah pada masing-
masing jumlah dan jenis lekosit, baik berupa peninggian atau penurunan dari
nilai normal lekosit. Peninggian jumlah jenis lekosit dapat disertai atau tanpa
peninggian jumlah lekosit keseluruhan. Peninggian relatif lekosit adalah apabila
peninggian jumlah suatu jenis lekosit secara keseluruhan, sedang absolut diikuti
peninggian total lekosit (Anonim, 2005).
16
Rujukan untuk jumlah total lekosit adalah 4.500 sampai 10.500 mm3. Nilai
normal jenis lekosit, eosinofil 1% sampai 3%, basofil 0 samapi 1%, netrofil
batang / stab 2% sampai 6%, netrofil segmen 50% sampai 70%, dan limfosit
20% sampai 40%, serta monosit 2% sampai 8%.
3. Hitung Jumlah Lekosit
Terdapat dua cara untuk menghitung leukosit dalam darah tepi Yaitu :
a. Cara pertama adalah cara manual dengan memakai pipet leukosit, kamar
hitung dan mikroskop.
b. Cara kedua adalah cara semi automatik dengan memakai alat elektronik. Cara
kedua ini lebih unggul dari cara pertama karena tekniknya lebih mudah,
waktu yang diperlukan lebih singkat dan kesalahannya lebih kecil yaitu ± 2%,
sedang pada cara pertama kesalahannya sampai ± 10%. Keburukan cara
kedua adalah harga alat mahal dan sulit untuk memperoleh reagen karena
belum banyak laboratorium di Indonesia yang memakai alat ini.
Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal
dan lain-lain.
Pada bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar 10.000 - 30.000/µl.
Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu antara 13.000 -
38.000 /µl. Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap dan pada umur
21 tahun jumlah leukosit berkisar antara 4500 - 11.000/µl. Pada keadaan
basal jumlah leukosit pada orang dewasa berkisar antara 5000 - 10.0004/µ1.
Jumlah leukosit meningkat setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang,
tetapi jarang lebih dari 11.000/µl.
Bila jumlah leukosit lebih dari nilai rujukan, maka keadaan tersebut
disebut leukositosis. Leukositosis dapat terjadi secara fisiologik maupun
patologik. Leukositosis yang fisiologik dijumpai pada kerja fisik yang berat,
gangguan emosi, kejang, takhikardi paroksismal, partus dan haid.
Leukositosis yang terjadi sebagai akibat peningkatan yang seimbang dari
masing-masing jenis sel, disebut balanced leokocytosis. Keadaan ini jarang
terjadi dan dapat dijumpai pada hemokonsentrasi. Yang lebih sering dijumpai
17
adalah leukositosis yang disebabkan peningkatan dari salah satu jenis leukosit
sehingga timbul istilah neutrophilic leukocytosis atau netrofilia, lymphocytic
leukocytosis atau limfositosis, eosinofilia dan basofilia. Leukositosis yang
patologik selalu diikuti oleh peningkatan absolut dari salah satu atau lebih
jenis leukosit.
Leukopenia adalah keadaan dimana jumlah leukosit kurang dari 5000/0
darah. Karena pada hitung jenis leukosit, netrofil adalah sel yang paling tinggi
persentasinya hampir selalu leukopenia disebabkan oleh netropenia.
18
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriftif analitik, yakni untuk mengetahui
seberapa besar jumlah lekosit pada penderita Demam tipoid yang dirawat di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kolaka.
B. Populasi, Sampel, dan Besar Sampel.
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah penderita demam tipoid yang
telah melakukan tes jumlah lekosit di laboratorium Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Kolaka.
2. Sampel
Data hasil hitung jumlah lekosit pasien penderita demam tipoid.
3. Besar Sampel
Dalam penelitian ini akan diambil 10 sampel data laboratorium dari
penderita demam tipoid yang telah melakukan hitung jumlah lekosit.
C. Definisi Operasional
Hitung Jumlah Lekosit adalah cara menghitung jumlah lekosit yang
diencerkan dalam tabung reaksi dan dilanjutkan perhitungan jumlah dalam kamar
hitung.
Penderita demam tipoid adalah individu yang mengalami karakteritik
demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih kurang 3
minggu yang juga disertai gejala-gejala perut pembesaran limpa dan erupsi kulit.
D. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kolaka
khususnya bagian laboratorium pada bulan Januari 2009.
E. Hasil Penelitian
19
27
Data diperoleh dari hasil pengamatan hasil perhitungan jumlah lekosit
penderita demam tipoid yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Kolaka.
F. Analisa Data
Data hasil hitung jumlah lekosit sebelum dan sesudah pengobatan yang
diperoleh disajikan dalam bentuk tabel, kemudian dilakukan analisis data dengan
uji t’ (uji dua pihak) untuk menentukan perbedaan nilai lekosit pada penderita
Demam Tipoid. Dengan kriteria pemeriksaan atau penolakan itu adalah sebagai
berikut :
X1 - X2
t’ =
√(S 21 / n1) + (S 2
2 / n2)
Keterangan :
X1 = Rata-rata hasil nilai lekosit pada penderita Demam tipoid sebelum
pengobatan.
X2 = Rata-rata hasil nilai lekosit pada penderita Demam tipoid setelah
pengobatan.
S1 = Standar deviasi nilai lekosit pada penderita Demam tipoid sebelum
pengobatan.
S2 = Standar deviasi nilai lekosit pada penderita Demam tipoid setelah
pengobatan.
n1 = Jumlah sampel Demam tipoid sebelum pengobatan
n2 = Jumlah sampel demam tipoid setelah pengobatan.
.
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian
Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium hitung jumlah lekosit pada penderita
demam tipoid sebelum dan sesudah pengobatan di Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Kolaka.
Kode sampel Diagnosa Jumlah lekosit sebelum
pengobatan
Jumlah lekosit
setelah pengobatan
1 + 3500/mm3 8500/mm3
2 + 3560/mm3 8560/mm3
3 + 3200/mm3 7500/mm3
4 + 3300/mm3 6500/mm3
5 + 3510/mm3 8230/mm3
6 + 3350/mm3 7550/mm3
7 + 3160/mm3 6500/mm3
8 + 3740/mm3 6400/mm3
9 + 3500/mm3 7450/mm3
10 + 3460/mm3 8100/mm3
11 + 3460/mm3 8210/mm3
12 + 3500/mm3 7500/mm3
13 + 3350/mm3 7650/mm3
14 + 3780/mm3 6750/mm3
15 + 3800/mm3 6800/mm3
16 + 3760/mm3 7600/mm3
17 + 3100/mm3 7500/mm3
18 + 3700/mm3 8500/mm3
19 + 3300/mm3 8800/mm3
20 + 3600/mm3 8900/mm3
∑ 69630 153500
21
X 3481,5 7675
Sumber : Data sekunder 2009
Keterangan : Nilai rujukan normal lekosit 4000 – 10500/mm3
B. Pembahasan
Demam tipoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella
yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Sumber utama yang
terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab
penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan. Pada
masa penyembuhan, penderita pada masih mengandung Salmonella sp didalam
kandung empedu atau di dalam ginjal.
Gejala demam tipoid sangat bervariasi, dari yang ringan, sehingga tidak
terdiagnosa, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi, bahkan
menyebabkan kematian. Tapi pada umumnya keluhan dan gejala penyakit ini
adalah demam, biasanya lebih dari 1 minggu dan dapat mencapai 39–40◦C, di
malam hari, demam lebih tinggi dibanding malam hari. Kemudian pada
pemeriksaan laboratorium mungkin terjadi penurunan leukosit (sel darah putih),
dan kemudian pada tes Widal, akan terjadi peningkatan titer antibody terhadap
kuman salmonella thyposa. Biasanya leukosit yang normal itu antara 5000 –
10,000/ul
Fungsi utama sel lekosit adalah sebagai sistem imun tubuh terhadap
eksogen atau endogen yang dikenali oleh tubuh sebagai antigen. Pada berbagai
keadaan klinik, dapat terjadi kelainan jumlah pada masing-masing jumlah dan
jenis lekosit, baik berupa peninggian atau penurunan dari nilai normal lekosit.
Peninggian jumlah jenis lekosit dapat disertai atau tanpa peninggian jumlah lekosit
keseluruhan. Peninggian relatif lekosit adalah apabila peninggian jumlah suatu
jenis lekosit secara keseluruhan, sedang absolut diikuti peninggian total lekosit
(Anonim, 2005).
22
Rujukan untuk jumlah total lekosit adalah 4.500 sampai 10.500 mm3. Nilai
normal jenis lekosit, eosinofil 1% sampai 3%, basofil 0 samapi 1%, netrofil
batang / stab 2% sampai 6%, netrofil segmen 50% sampai 70%, dan limfosit 20%
sampai 40%, serta monosit 2% sampai 8%.
Setelah penulis melakukan penelitian terhadap studi jumlah lekosit pada
penderita demam tipoid yang dirawat dan berobat di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Kolaka. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 20 sampel yang
terdiagnosa demam tipoid dan melakukan uji laboratorium setelah melakukan
pengobatan menunjukkan jumlah lekosit mengalami peningkatan dan masih
dalam batas normal dimana jumlah hitung lekosit berkisar antara 4.000 sampai
10.000 / mm3.
Hasil perhitungan statistic menunjukkan bahwa pada taraf kemaknaan
0,05 dan daftar kepercayaan (DK) 18 (n1 + n2 - 2), (1-α/2) pada jumlah lekosit di
dapat thitung = 3,1078 > ttabel =2,23, artinya Ha diterima. Hal ini berarti bahwa ada
perbedaan bermakna antara hasil jumlah lekosit sebelum dan sesudah pengobatan
pada penderita Demam Tipoid yang berobat di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Kolaka.
Sedangkan obat-obat yang sering diberikan kepada penderita antara lain
Chloramex, parasetamol Klorampenikol, Cefotaxine, inbost force. Pemberian
kloramfenikol dan tyampenicol masih merupakan obat pilihan utama untuk
demam tipoid. Belum ada obat antimikroba lain yang dapat menurunkan demam
lebih cepat dibandingkan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 4 kali 500 mg
sehari oral atau intravena sampai 7 hari setelah bebas demam. Dengan
penggunaan kloramfenikol, demam pada demam tipoid turun rata-rata setelah 5
hari.
BAB V
PENUTUP
23
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 20 pasien penderita
demam tipoid yang mendapat pemeriksaan laboratorium di Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Kolaka.dapat disimpulkan yaitu :
1. Hasil penelitian menunjukkan jumlah lekosit mengalami peningkatan setelah
menjalani pengobatan.
2. Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa pada taraf kemaknaan 0,05
dan daftar kepercayaan (DK) 18 (n1 + n2 - 2), (1-α/2) pada jumlah lekosit di
dapat thitung = 3,1078 > ttabel =2,23, artinya Ha diterima. Hal ini berarti bahwa
ada perbedaan bermakna antara hasil jumlah lekosit sebelum dan sesudah
pengobatan pada penderita Demam Tipoid yang berobat di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Kolaka.
3. Obat-obat yang sering diberikan kepada penderita demam tipoid antara lain
Chloramex, parasetamol Klorampenikol, Cefotaxine, inbost force.
DAFTAR PUSTAKA
24
Anonim, 2008, http://manglufti.wordpress.com/2008/03/05/demam-Tipoid/, diakses
tanggal 1 Januari 2009
Anonim, 2008, http://www.jevuska.com/2008/05/10/demam-tipoid-typhoid-fever/.
Diakses tanggal 1 Januari 2009
Anonim, 2008, http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid. Diakses tanggal 29
Desember 2008
Anonim, 1994, “Petunjuk Pemeriksaan Hematologi, Departemen Kesehatan RI Pusat
Laboratorium Kesehatan
Gandasubrata R, 2004, Penuntun Laboratorium Klinik, Jakarta, Dian Rakyat.
Hardjoeno, 2000, Interpretasi Hasil Test Laboratorium Diagnostik, Edisi Khusus
2000, Makassar, UNHAS Press
Hardjoeno, 2003, Interpretasi Hasil Test Laboratorium Diagnostik, Edisi 3, Makassar,
LPI UNHAS.
Hamurwono. GB.H, 2003, Pelbagai Komponen dan Fungsi Darah Dalam Buku
Pedoman Pelayanan Transfusi Darah, Serologi Golongan Darah, Jakarta,
WHO, JBIC, Dep.Kes.
Hoffbrand A.V. Pettit J.E, Moss.P.A.H, 2005, Kapita Selekta Hematologi, Edisi 4,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Juliani. S, Aprianti. S, Arif Mansyur, 2003 Hematopoiesis, Dalam Makalah Kulia Bag.
Patologi Klinik, FK- UNHAS/RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar
Sacher Ronal A, McPherson Richard A, 2004, Metode Hematologi, Dalam Tinjauan
Klinik Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Edisi II.
Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson. 1995, „Patofisiologi“, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta hal 753-763
Wirawan R, 1988, Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Sederhana, Jakarta, FK UI
– RSCM
25