17o 18 19 Jan 0Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt...

2
KOMPAS o Senin Selasa 0 ,~abu 0 Kamis 0 Jumat 0 Sabtu 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 17 18 19 _.:2=0_~2:...1 __ 2:;;2=-_2--:3::::-__2_4-;::::;:-_2_5-;:::::----:-26_~2-=-7_----;;:2:;-8-::-;-:---;A-:-;--;~ o Jan 0 Peb 0 Mar 0 Apr 0 Mei 0 Jun 0 Jul 0 Ags 0 Sep 0 Okt Bencana Merapi dan Adaptasi Warga P ada 26 Oktober sore Gunung Merapi di wilayah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta meletus. Demi keselamatan, sebagian besar penduduk yang ber- tempat tinggal di sekitar gunung diungsikan ke temp at yang lebih aman. Gunung Merapi dikenal kerap me- letus. Karena itu, tak mengherankan bila gunung ter- sebut dikenal sebagai salah satu gunung api paling aktif di dunia. Letusannya kadang-kadang dahsyat dan ada- kalanya ringan. Berdasarkan sejarah, Gunung Merapi tercatat meletus pertama kali pada 1006 dan mengubur Candi Brobudur. Lantas, sejak 1548 hingga 1968 tercatat ra- ta-rata 7,5 tahun sekali terjadi letusan Merapi. Tahun 1672 le- tusannya menyebabkan 3.000 korban jiwa. Pada 1930 letusan Merapi menyebabkan 1.367 jiwa meninggal, 2.140 ternak mati, 13 desa musnah, serta 29 desa rusak sebagian. Selain itu, pada 1954 letusan Merapi menyebabkan 64 orang meninggal dan 57Iuka-Iuka. Ke- mudian, tahun 1961 letusannya menyebabkan 5 orang mening- gal, 19 ternak mati, dan sekitar 109 rumah hancur. Sementara itu, korban jiwa akibat letusan Merapi tahun 2004 melebihi ke- jadian tahun 1930. Setiap kali terjadi bencana le- tusan Gunung Merapi, biasanya berbagai upaya dilakukan peme- rintah, seperti program trans- migrasi. Contohnya, pada 1961 tercatat 4.517 penduduk dari ka- wasan yang terkena bencana di- transmigrasikan ke Sumatera, Lantas, pada bencana letusan Merapi tahun 1994 pemerintah bermaksud pula memindahkan penduduk korban gunung api tersebut. Namun, mayoritas pen- duduk yang bermukim di lereng Merapi menolaknya (Dove 2007:253). Adaptasi risiko Pada umumnya hampir setiap letusan Gunung Merapi menim- bulkan bahaya pada penduduk. Ketika gunung tersebut meletus, selain keluar magma, biasa pula keluar awan panas yang oleh penduduk disebut wedhus gembel atau ampa-ampa. w'edhus gembel biasanya meluncur ke bawah le- reng gunung dengan kecepatan 200-300 kilometer per jam dan temperatur 200-300 derajat eel- sius. Awan panas itu lebih meng- ancam penduduk dibandingkan dengan muntahan lava yang mengalir agak lambat. Jadi, pen- O/eh JOHAN ISKANDAR duduk yang bermukim di lereng Gunung Merapi umumnya me- nyatakan bahwa sesungguhnya hanya ada dua bahaya Merapi, yaitu awan panas serta campuran abu dan air (lahar dingin) yang mengalir ke bawah lereng dengan cepat serta merusak harta benda danjiwa. Contohnya, tahun 1994 letus- an Gunung Merapi mengeluar- kan awan panas yang bergerak cepat sejauh 6 km ke bawah, ke bagian selatan lereng Merapi, mengikuti palung Sungai Boyong dan 4 km ke bawah tenggara lereng, mehgikuti palung Sungai Krasak. Penduduk yang bermu- kim di puluhan desa di selatan dan tenggara lereng melarikan diri ke bawah lembah gunung. Bencana tersebut menyebabkan 46 orang meninggal di lapangan ataupun sesudahnya serta 4.452 orang diungsikan ke pengungsian . (Dove 2007: 241). Meskipun letusan Gunung Merapi sangat membahayakan, penduduk di lereng gunung ter- sebut, seperti penduduk Desa Turgo, Kecamatan Pakem, pada ketinggian 600 meter diatas per- mukaan laut, sekitar 8 km dari puncak Merapi (2.962 mdpl), bertahan secara turun-temurun. .Mereka hidup berdampingan dan beradaptasi dengan gunung api yang sangat aktif tersebut. Mengapa demikian? Faktor penyebabnya, penduduklekat se- cara budaya dengan Merapi di- landasi mistik. Akan tetapi, pen- duduk lokal juga telah meng- 'analisis secara saksama risiko dan manfaat lingkungannya se- lain risiko yang bakal dihadapi di kawasan transmigrasi. Mereka menyadari adanya peluang di- timpa bencana Merapi dengan berbagai konsekuensinya, terma- suk korban jiwa dan harta. Na- mun, pada waktu yang sama, me- reka juga telah memperoleh manfaat nyata, yaitu berbagai ke- untungan sosial, konomi, dan budaya dalam pe gelolaan dan adaptasi dengan lingkungan Merapi secara turun-temurun. Kliping Humas Unpad 2010

Transcript of 17o 18 19 Jan 0Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt...

Page 1: 17o 18 19 Jan 0Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/11/kompas-20101116... · manfaat nyata,yaituberbagai ke-untungan sosial, konomi,

KOMPASo Senin • Selasa 0 ,~abu 0 Kamis 0 Jumat 0 Sabtu

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1317 18 19 _.:2=0_~2:...1 __ 2:;;2=-_2--:3::::-__2_4-;::::;:-_2_5-;:::::----:-26_~2-=-7_----;;:2:;-8-::-;-:---;A-:-;--;~o Jan 0 Peb 0 Mar 0Apr 0Mei 0 Jun 0 Jul 0 Ags 0 Sep 0 Okt

Bencana Merapi danAdaptasi Warga

P ada 26 Oktober sore Gunung Merapi di wilayahJawa Tengah dan DI Yogyakarta meletus. Demikeselamatan, sebagian besar penduduk yang ber-

tempat tinggal di sekitar gunung diungsikan ke temp atyang lebih aman. Gunung Merapi dikenal kerap me-letus. Karena itu, tak mengherankan bila gunung ter-sebut dikenal sebagai salah satu gunung api paling aktifdi dunia. Letusannya kadang-kadang dahsyat dan ada-kalanya ringan.

Berdasarkan sejarah, GunungMerapi tercatat meletus pertamakali pada 1006 dan menguburCandi Brobudur. Lantas, sejak1548 hingga 1968 tercatat ra-ta-rata 7,5 tahun sekali terjadiletusan Merapi. Tahun 1672 le-tusannya menyebabkan 3.000korban jiwa. Pada 1930 letusanMerapi menyebabkan 1.367 jiwameninggal, 2.140 ternak mati, 13desa musnah, serta 29 desa rusaksebagian.Selain itu, pada 1954 letusan

Merapi menyebabkan 64 orangmeninggal dan 57Iuka-Iuka. Ke-mudian, tahun 1961 letusannyamenyebabkan 5 orang mening-gal, 19 ternak mati, dan sekitar109 rumah hancur. Sementaraitu, korban jiwa akibat letusanMerapi tahun 2004 melebihi ke-jadian tahun 1930.Setiap kali terjadi bencana le-

tusan Gunung Merapi, biasanyaberbagai upaya dilakukan peme-rintah, seperti program trans-migrasi. Contohnya, pada 1961tercatat 4.517 penduduk dari ka-

wasan yang terkena bencana di-transmigrasikan ke Sumatera,Lantas, pada bencana letusanMerapi tahun 1994 pemerintahbermaksud pula memindahkanpenduduk korban gunung apitersebut. Namun, mayoritas pen-duduk yang bermukim di lerengMerapi menolaknya (Dove2007:253).

Adaptasi risikoPada umumnya hampir setiap

letusan Gunung Merapi menim-bulkan bahaya pada penduduk.Ketika gunung tersebut meletus,selain keluar magma, biasa pulakeluar awan panas yang olehpenduduk disebut wedhus gembelatau ampa-ampa. w'edhus gembelbiasanya meluncur ke bawah le-reng gunung dengan kecepatan200-300 kilometer per jam dantemperatur 200-300 derajat eel-sius.Awan panas itu lebih meng-

ancam penduduk dibandingkandengan muntahan lava yangmengalir agak lambat. Jadi, pen-

O/eh JOHAN ISKANDAR

duduk yang bermukim di lerengGunung Merapi umumnya me-nyatakan bahwa sesungguhnyahanya ada dua bahaya Merapi,yaitu awan panas serta campuranabu dan air (lahar dingin) yangmengalir ke bawah lereng dengancepat serta merusak harta bendadanjiwa.Contohnya, tahun 1994 letus-

an Gunung Merapi mengeluar-kan awan panas yang bergerakcepat sejauh 6 km ke bawah, kebagian selatan lereng Merapi,mengikuti palung Sungai Boyongdan 4 km ke bawah tenggaralereng, mehgikuti palung SungaiKrasak. Penduduk yang bermu-kim di puluhan desa di selatandan tenggara lereng melarikandiri ke bawah lembah gunung.Bencana tersebut menyebabkan46 orang meninggal di lapanganataupun sesudahnya serta 4.452orang diungsikan ke pengungsian

. (Dove 2007: 241).Meskipun letusan Gunung

Merapi sangat membahayakan,penduduk di lereng gunung ter-

sebut, seperti penduduk DesaTurgo, Kecamatan Pakem, padaketinggian 600 meter diatas per-mukaan laut, sekitar 8 km daripuncak Merapi (2.962 mdpl),bertahan secara turun-temurun..Mereka hidup berdampingan danberadaptasi dengan gunung apiyang sangat aktif tersebut.Mengapa demikian? Faktor

penyebabnya, penduduklekat se-cara budaya dengan Merapi di-landasi mistik. Akan tetapi, pen-duduk lokal juga telah meng-'analisis secara saksama risikodan manfaat lingkungannya se-lain risiko yang bakal dihadapi dikawasan transmigrasi. Merekamenyadari adanya peluang di-timpa bencana Merapi denganberbagai konsekuensinya, terma-suk korban jiwa dan harta. Na-mun, pada waktu yang sama, me-reka juga telah memperolehmanfaat nyata, yaitu berbagai ke-untungan sosial, konomi, danbudaya dalam pe gelolaan danadaptasi dengan lingkunganMerapi secara turun-temurun.

Kliping Humas Unpad 2010

Page 2: 17o 18 19 Jan 0Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt ...pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/11/kompas-20101116... · manfaat nyata,yaituberbagai ke-untungan sosial, konomi,

Berdasarkan sejarah ekologi,sebelum abad ke-20 hampir se-mua penduduk pegunungan Ja-wa, tak terkecuali penduduk le-reng Gunung Merapi, bertani de-ngan sistem ladang berotasi. Me-reka rnenggarap lahan hutan (wo-no) secara berpindah-pindah pe-tak hutan. Hal itu dimaksudkanuntuk mengistirahatkan (mem-berakan) lahan agar kesuburan-nya pulih tanpa harus membe-rikan pupuk anorganik. Merekajuga biasa menggembalakan ter-nak secara bebas di desa.

Makin sulitNamun, sejalan dengan kebi-

jakan pemerintah kolonial Be-landa, lereng Merapi tidak sajadilihat dari bahaya letusan, tetapijuga digunakan untuk kepenting-an konservasi hutan dan per-lindungan tanah dari bahaya ero-si. Konsekuensinya, pendudukharus mengubah sistem perta-nian ladang di kawasan hutandengan sistem tegalan menetap.

Dengan sistem pertanian barutersebut, petani harus memeli-hara ternak sapi di kandang danmenyabit rumput alang-alang da-ri Jingkungan sekitamya, Ketikamusim hujan, biasanya pendu-'duk cukup menyabit rumput dilahan-lahan sekitar desanya. Na-mun, pada musim kemarau me-reka harus naik ke lereng sisiGunung Merapi yang suburkarena kelembabannya

Untuk menyabit rumput, pen-

duduk perlu kerja intensif. Sebab,untuk menuju tempat menyabitrumput, pendudukperlu berjalankaki 60-90 menit. Sementara un-tuk, menyabit 55-60 kg rumputbutuh waktu sekitar satu jam.Populasi ternak sapi telah men-jadi komponen ekonorni utamabagi penduduk di lereng Merapi,utamanya sebagai penghasil susudan laku dipasarkan. Adapun ko-torannya sangat berguna untukpupuk organik di lahan pertanianataupun padang rumput. Jadi,dalam kondisi letusan berkalaGunung Merapi yang ringan, ke-hadiran wedhus gem bel dapatmenguntungkan penduduk.

Karena wedhus gembel secararutin membakar rumputalang-alang, ketifa musim hujantiba, rumput alang-alang tersebutakan tumbuh kian subur. ltu sa-ngat penting bagi sumber pakanternak. Sayang, kini adaptasi pen-duduk untuk harmonis dengandinamika Merapi yang seringmeletus makin sulit diupayakan.

Letusan gunung secara dah-syat, misalnya, kian sulitdiprediksi. Sebab, kini berbagaiindikator di alam, seperti migrasibinatang liar yang biasa turundari hutan ke dusun-dusun men-jelang meletusnya Merapi, kianlangka ditemukan. Binatang itutelah punah atau langka di alam.

JOHAN ISKANDARDosen Etnobiologi FM/PA

dan Peneliti PPSDAL-LPPMUnpad