132423245-Demam-Tifoid-Blok-12

19
Demam Tifoid Risma Lestari Siregar 102012426 D2 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 [email protected] Pendahuluan Demam tifoid merupakan penyakit yang dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia dan negara- negara berkembang lainnya. Demam tifoid adalah penyakit yang mudah menular dari penderita atau karier ke orang lain melalui kebersihan dan sanitasi yang kurang. Penyebab utama penyakit demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi yang dapat ditularkan melalui fecal-oral. Transmisi yang paling sering terjadi adalah melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi dengan bakteri tersebut. Oleh sebab itu demam tifoid menjadi endemik di daerah- daerah yang status ekonomi kurang baik, daerah yang sanitasi lingkungannya kurang bersih, tempat dimana air bersih susah didapat, dan pengetahuan setiap individu yang kurang atas pentingnya kebersihan perorangan terutama dalam mengelola makanan dan minuman. Anamnesis

description

3

Transcript of 132423245-Demam-Tifoid-Blok-12

Page 1: 132423245-Demam-Tifoid-Blok-12

Demam Tifoid

Risma Lestari Siregar

102012426

D2

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

[email protected]

Pendahuluan

Demam tifoid merupakan penyakit yang dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia dan

negara- negara berkembang lainnya. Demam tifoid adalah penyakit yang mudah menular dari penderita

atau karier ke orang lain melalui kebersihan dan sanitasi yang kurang. Penyebab utama penyakit

demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi yang dapat ditularkan melalui fecal-oral. Transmisi yang

paling sering terjadi adalah melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi dengan bakteri

tersebut. Oleh sebab itu demam tifoid menjadi endemik di daerah-daerah yang status ekonomi kurang

baik, daerah yang sanitasi lingkungannya kurang bersih, tempat dimana air bersih susah didapat, dan

pengetahuan setiap individu yang kurang atas pentingnya kebersihan perorangan terutama dalam

mengelola makanan dan minuman.

Anamnesis

Anamnesis merupakan suatu komunikasi antara dokter dengan pasien atau orang yang terdekat

dengan kehidupan pasien tersebut sehari-hari. Tujuan dari anamnesis ini adalah untuk mengetahui

keluhan utama dari pasien serta informasi mengenai riwayat penyakit pasien. Pada pasien ini diketahui:

Panas naik turun terus menerus selama 7 hari terutama sore hari.

Menggigil dan kadang mengigau.

Konstipasi selama 5 hari.

Page 2: 132423245-Demam-Tifoid-Blok-12

Gejala klinis lainnya yang dapat ditemukan pada penderita demam tifoid minggu pertama

adalah: nyeri kepala, vertigo, myalgia, nyeri abdomen, batuk, diare, mual, muntah, anoreksia.1-3

Pemeriksaan Fisik

Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengetahui adanya perubahan patologis secara

inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada pasien ini didapatkan:

PF: compoc mentis

Tekanan darah: 110/80mmHg.

Suhu 38,6oC

Denyut nadi 80x/menit.

RR 20x/menit

Abdomen : nyeri tekan pada region epigastrium

Gejala klinis lainnya terdapat: bradikardia, lidah berselaput dengan kotor ditengah, gangguan

mental berupa koma, delirium, atau stupor dan Rose Spots. 1-3

Pemeriksaan Laboratorium

Tujuan dari pemeriksaan laboratorium atau penunjang ini adalah untuk mengetahui lebih pasti

ada atau tidaknya penyakit tertentu secara mikroskopis atau laboratorium.

Pemeriksaan Rutin: Pada pemeriksaan darah perifer bisa didapati leucopenia, leukosit normal,

atau leukositosis walaupun tidak terdapat infeksi sekunder. Anemia ringan dan trombositopenia juga

dapat ditemukan. Pada pemeriksaan hitung jenis didapatkan aenosinofilia maupun limfopenia dan LED

meningkat. Pada SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) dan SGPT(Serum Glutamic

Pyruvic Transaminase) sering kali meningkat. 1-3

Kultur Darah: Merupakan tes untuk mengetahui adanya infeksi bakteri atau yeast dengan

membiakan darah pasien. Hasil biakan yang positif terhadap demam tifoid memastikan adanya bakteri

Page 3: 132423245-Demam-Tifoid-Blok-12

atau yeast, akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid karena mungkin disebabkan

beberapa hal sebagai berikut: 1-3

1) Telah mendapat terapi antibiotik yang mengakibatkan biakan terhambat.

2) Volume darah yang kurang (minimal 5cc).

3) Riwayat vaksinasi karena antibodu dapat menekan bakteremia.

4) Pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat.

Uji Widal: Tes untuk mendeteksi antibodi terhadap kuman tertentu. Pada uji ini, akan terjadi

suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S. typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen

yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di

laboratorium. Tujuan dari ujian Widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serium

penderita demam tifoid: Aglutinin O (dari tubuh kuman), H (dari flagella kuman), Vi (simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid.

Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara

cepat dan mencapai puncat pada minggu ke empat dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Setelah

sembuh, orang itu masih didapatkan aglutinin O selama 4-6 bulan dan H selama 9-12 bulan. Faktor

yang mempengaruhi uji Widal: 1-3

1) Pengobatan dini dengan antibiotik.

2) Gangguan pembentukan antibodi dan pemberian kortikosteroid.

3) Waktu pengambilan darah

4) Daerah endemic atau non-endemik

5) Riwayat vaksinasi.

6) Reaksi anamnestik, atau peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam tifoid

akibat infeksi demam tifoid masa lalu.

7) Teknik pemeriksaan antar laboratorium.

Page 4: 132423245-Demam-Tifoid-Blok-12

Uji TUBEX merupakan uji semi-kuantitatif yang cepat untuk mendeteksi antibodi anti-S.typhi

O9 pada serum pasien dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada

partikel latex yang berwarna dengan lipopolisakarida. Hasil positif uji TUBEX ini menunjukkan

terdapat infeksi Salmonella serogroup D walau tidak secara spesifik menunjuk pada S. tyhpi. Infeksi

pada S.paratyphi akan memberikan hasil negatif. 1-3

Uji Typhidot merupakan uji untuk mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada

protein membran luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji ini didapatkan 2-3 hari setelah infeksi

dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibody IgM dan IgG terhadap antigen S.typhi.

Uji IgM Dipstick merupakan uji khusus untuk mendeteksi antibody IgM spesifik terhadapt S.

typhi pada spesimen serum atau whole bood. Uji ini menggunakan strip yang mengantdung antigen

LPS S. typhi dan anti IgM (sebagai kontrol). Akurasi hasil ini didapatkan bila pemeriksaan dilakukan 1

minggu setelah timbulnya gejala. 1-3

Working Diagnosis

Demam tifoid sebagai diagnosa kerja karena gejala yang dialami pasien ini menyerupai gejala

yang didapati pada penderita demam tifoid antara lain demam yang terus menerus dan meningkat sore

hari, bradikardia, konstipasi, splenomegali, dan hepatomegali. Selain dari gejala klinis tersebut, ujis

laboratorium dibutuhkan untuk memastikan bahwa pasien ini menderita demam tifoid. Walaupun

gejala-gejala klinis yang didapati pada pasien ini dapat terjadi pada penderita infeksi lainnya, namun

gejala-gejala tersebut lebih mengarah kepada demam tifoid. Penatalaksanaan dan pencegahan harus

dilakukan dengan tepat dan baik untuk memperbaiki keadaan pasien dan orang disekitarnya supaya

tidak tertular. 1-3

Differential Diagnosis

Demam Dengue: Demam ini disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam genus

Flavivirus. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 yang semuanya

dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Penularan infeksi virus

demam dengue terjadi melalui vector genus Aedes terutama Aedes Aegypti dan A. albopictus.

Gejala klinis demam ini menyerupai gejala klinis infeksi lainnya disertai dengan ruam kulit,

Page 5: 132423245-Demam-Tifoid-Blok-12

manifestasi perdarahan seperti petekie, leucopenia. Penderita demam ini biasanya sering

mengalami epistaksis atau perdarahan pada gusi.1-3

Demam Berdarah Dengue : Penderita demam ini sama dengan penderita demam dengue kecuali

pada DBD, didapati kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia. Pada

keadaan berat dapat terjadi SSD atau sindrom syok dengue yang disertai dengan kegagalan

sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin, dan gelisah. 1-3

Demam Tifoid : Penderita penyakit ini disebabkan oleh genus Rickettsiae yang merupakan

bakteri gam negatif dan obligat intraseluler. Transmisi bakteri ini melalui kutu, tick, atau vector

kecil lainnya yang menghisap darah tidak termasuk nyamuk. Terdapat 12 macam typhus yang

berbeda transmisi dan gejala klinisnya. Gejala klinis awal meliputi demam, nyeri kepala,

myalgia, muntah, dan batuk. Tahap selanjutnya meliputi macular, makulopapular, atau vesikels,

pneumonitis. 1-3

Malaria : Penderita penyakit ini disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium dan memiliki 4

species: P. vivax, P.ovale, P.malariae, P. falciporum. Dari keempat tersebut, yang dapat

menyebabkan kematian paling sering adalah P.falciporum. Manusia dapat terinfeksi oleh

parasit ini melalui saliva ketika nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi menggigit dan

memiliki fase sporozoit yang merupakan stadium infeksi pada parasit ini. Gejala klinis

penderita ini sama seperti penderita infeksi lainnya meliputi sakit kepala, lelah, nyeri abdomen

dan demam. Walaupun nyeri kepala pada malaria cukup parah, tetapi tidak ada kekakuan leher

atau photophobia dan nyeri otot tidak separah pada penderita demam dengue. Orthostatic

hypotension sering didapati. Yang khas tentang malaria adalah demam tinggi, menggigil, dan

kekakuan badan. Pada P.falciporum mungkin demamnya tidak pernah reguler, suhu mencapai

diatas 40oC dengan takikardi dan delirium. Hepatomegali, splenomegali, dan jaundice yang

ringan sering didapati pada penderita ini. Rash tidak didapati pada penderita ini kecuali pada

penderita berat P. falciparum. 1-3

Leptospirosis : Penderita Leptospirosis disebabkan oleh Leptospirosis interrogans.

Mikroorganisme ini dapat hidup di tubulus renalis untuk beberapa tahun tertuama pada rodents

atau tikus. Transmisi bakteri ini pada manusia biasanya melalui kontak langsung dengan urin,

darah, atau jaringan dari binatang atau hewan yang telah terinfeksi atau kepaparang terhadap

lingkungan yang terkontaminasi. Transmisi antara manusia ke manusia jarang. Karena

Page 6: 132423245-Demam-Tifoid-Blok-12

Leptospirosis interrogans ini dikeluarkan melalui urin dan dapat hidup dalam air selama

beberapa bulan, air merupakan transportasi bagi transmisi bakteri ini seperti pada banjir dimana

urin dari hewan yang terkontaminasi bergabung. Gejala-gejala yang didapati penderita ini

hampir sama dengan gejala klinis infeksi yang lain meliputi demam, menggigil, sakit kepala di

bagian frontal dan retroorbital, mual, muntah, dan nyeri otot. Yang khas pada penderita ini

adalah nyeri otot terutama di bagian betis, belakang, dan perut. Sering juga didapat conjunctival

suffusion. Rash, limfadenopati, splenomegali, hepatomegali jarang ditemukan. Pada penderita

berat ditemukan Weil’s syndrome yang dikarakteristikan dengan jaundice, gangguan renal, dan

hemmorhagic diathesis. 1-3

Etiologi

Penyebab dari demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi yang merupakankan suatu

penyakit menular melalui transmisi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri tersebut.

Bakteri dengan genus Salmonella beradaptasi dengan baik di dalam manusia dan binatang yang

menyebabkan banyaknya penyakit. Bakteri Salmonella typhi dan S. paratyhpi adalah 2 serotypes dari

Genus Salmonella yang hanya menganggap manusia sebagai host. S. typhi termasuk family

Enterobacteriaceae, gram (-), tidak berspora, dan anaerobic fakultatif yang berukuran 2-3 x 0.4-0.6 m.

Seperti Enterobacteriacea lainnya, S. typhi memproduksi asam pada fermentasi glukosa, menurunkan

nitrat, dan tidak memproduksi sitokrom oksidase. S. typhi juga mempunyai flagel yang peritrikh untuk

bergerak, memproduksi gas H2S pada fermentasi gula.1-4

Epidemiologi

Transmisi yang menyebabkan kenaikan insiden demam tifoid adalah melalui makanan atau

minuman yang telah terkontaminasi oleh orang yang sakit atau seorang demam tifoid karier yang

terdapat sebanya (2-5%). Pada tahun 2002, di seluruh dia telah terestimasi sebanya 22 juta kasus

dengan 200,000 meninggal. Insiden tertinggi (>100/ 100,000) di south-central dan Southeast Asia;

medium (10-100/100,000) di Asia lain, Afrika, Amerika Latin, Australia, dan New Zealand; rendah

pada bagian dunia lain. Insiden yang tinggi disebabkan oleh santasi yang buruk dan kurangnya akses

kepada air minum yang bersih. 1-4

Page 7: 132423245-Demam-Tifoid-Blok-12

Menurut Departemen kesehatan RI, kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990

sebesar 9,2/100,000 dan pada tahun 1994 terjadi peningakata menjadi 15,4/100,000 penduduk. Dari

survei rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981-1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita

sekitar 35,8%. Insiden demam tifoid bervariasi setiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi

lingkungan. Di daerah rurual Jawa Barat terdapat 157/100,000 penduduk namun pada daerah urban

terdapat 760-810/100,000 penduduk. Perbedaan ini disebabkan oleh penyediaan air bersih,yang belum

memada serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat

kesehatan lingkungan. Case Fatality Rate (CFR) demam tifoid pada tahun 1996 sebesar 1,08% dari

seluruh kematian di Indonesia namun tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tinggi. 1-4

Patogenesis

Masuknya kuman Salmonella typhi (S. typhi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan

yang terkontaminasi kuman. Sallmonella yang termakan mencapai usus halus dan masuk ke saluran

getah bening lalu ke aliran darah. Kemudian bakteri dibawa oleh darah menuju berbagai organ,

termasuk usus. Organisme ini berkembang biak dalam jaringan limfoid dan dieksresi dalam tinja.

Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya

berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan

menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman

berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan

berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague Peyeri ileum distal dan

kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang

terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama

yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di

organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau

ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang

kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik. 1-4

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan

empedu diekskresikan secara ”intermittent” ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan

melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama

Page 8: 132423245-Demam-Tifoid-Blok-12

terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman

Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala

reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas

vaskular, gangguan mental, dan koagulasi. 1-4

Di dalam plague Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan (S. typhi

intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis

organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague Peyeri yang

sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus.

Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat

mengakibatkan perforasi. 1-4

Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi

seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ lainnya. 1-4

Penatalaksanaan atau Terapi

Non-Medica Mentosa: 1-4

1) Istirahat dan perawatan: Dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat

penyembuhan. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat sperti makan,

minum, mandi, buang air kecil, buang air besar, akan membantu dan mempercepat masa

penyembuhan. Kebersihan tempat tidur, pakaian, perlengkapan yang dipakai, serta

hygiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

2) Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif): Dengan tujuan mengembalikan

rasa nyaman dan keseatan pasien secara optimal. Diet merupakan hal yang cukup

penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid karena makanan yang

kurang akan menunrunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan

proses penyembuhan akan menjadi lama. Pemeberian bubur saring ditujukan untuk

menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Kemudian

ditingkatkan ke bubur kasar dan nasi.

Page 9: 132423245-Demam-Tifoid-Blok-12

Medica Mentosa:1-6

1) Kloramfenikol: Obat pilihan utama di Indonesia dengan efektifitas membunuh 90%

kuman. Dosis 4 x500 mg/hari (PO or IV) sampai dengan 7 hari bebas panas.

2) Tiamfenikol: Dosis sama dengan kloramfenikol akan tetapi komplikasi hematologi

seperti anemia apalastik kemungkinan lebih rendah dibandingkan dengan

kloramfenikol.

3) Kotrimoksazol: Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol.

Dosis untuk orang dewasa: 2x2 tablet (1 mengandung sulfametoksazol 400mg dan 80

mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.

4) Ampisilin dan Amoksisilin: kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih

rendah dibanging kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan berkisar 50-150 mg/kbBB dan

digunakan selama 2 minggu.

5) Sefalosporin Generasi Ketiga: Yang terbukti efektif untuk demam tifoid: seftriakson.

Dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4 g dalam dekstrosa 100cc diberikan ½ jam

perinfus sekali sehari selama 3 hingga 5 hari.

6) Golongan Fluorokuinolon:

a. Norfloksasin: 2x400mg/hari selama 14 hari.

b. Siprofloksasin: 2x500mg/hari selama 6 hari.

c. Ofloksasin: 2x400 mg/hari selama 7 hari.

d. Pefloksasin: 400mg/hari selama 7 hari.

e. Fleroksasin 400mg/hari selama 7 hari.

7) Azitromisin: Dosis 2x500mg menunjukkan bahwa penggunaan obat ini dibanding

dengan fluorokuinolon, secara signifikan mengurangi kegagalan klinis dan durasi rawat

inap terutama jika penelitian mengikutsertakan pula strain Multi Drug Resistance

Page 10: 132423245-Demam-Tifoid-Blok-12

maupun Nalidixic Acid Resistant S. typhi. Dibandingkan dengan ceftriakson, azitromisin

mampu mengurangi angka relaps. Antibiotika ini terkonsentrasi dalam sel sehingga

antiibiotika ini menjadi ideal untuk digunakan dalam pengibatan infeksi S. typi yang

merupakan kuman intraseluler. Bisa PO atau IV.

8) Kortikosteroid: Hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang

mengalami syok septic dengan dosis 3x5mg.

Pada wanita hamil, kloramfenikol tidak dianjurkan karena dikhawatirkan dapat terjadi partus

premature, kematian fetus intrauterine, dan grey syndrome pada neonatus. Tiamfenikol tidak

dianjurkan karena kemungkinan efek teratogenik terhadap fetus pada manusia belum dapat

disingkirkan. Pada kehamilan lanjut dari trimester pertama, dapat diberikan. Fluorokuinolon dan

kotrimaksazol tidak boleh digunakan untuk mengobati demam tifoid. Obat yang dianjurkan adalah

ampisilin, amoksilin, dan seftriakson. 1-6

Komplikasi

Karena demam tifoid merupakan penyakit sistemik, makan hampir semua organ tubuh dapat

diserang dan berbagai komplikasi dapat terjadi. 1-6

1) Komplikasi intestinal: Perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik, pankreatitis.

2) Komplikasi ekstra-intestinal:

a. Kardiovaskular: gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis.

b. Darah: anemia hemolitik, trombositopenia, KID.

c. Paru: Pneumonia, empiema, pleuritis.

d. Hepatobilier: hepatitis, kolesistitis.

e. Ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.

f. Tulang: osteomielitis, periostitis, arthritis.

Page 11: 132423245-Demam-Tifoid-Blok-12

g. Neuropsikiatrik.

Prognosis

Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah

dan virulensi salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan. Biasanya bila terobati dini dan tidak ada

komplikasi berat: 1-6

Ad vitam: Bonam

Ad Functionam: Bonam

Preventif1-6

1) Identifikasi dan eradikasi S. typhi pada pasien tifoid asimtomatik, karier, dan akut: Terutama

pengelola makanan-minuman, pelayan masyarakat.

2) Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi S.typhi akut maupun karier.

3) Proteksi pada orang yang beresiko tinggi tertular dan terinfeksi:

a. Vaksinasi: Terutama bagi yang hendak mengunjungi daerah endemic, orang yang

terpapar dengan penderita karier tifoid, dan petugas laboratorium/mikrobiologi

kesehatan. Jenis vaksinasi oral: -Ty21a (vivotif Berna) atau parenteral: -ViCPS, vaksin

kapsul polisakarida.

4) Tindakan preventif beradasarkan likasi daerah yaitu:

a. Daerah non-endemik: Sanitasi air dan kebersihan lingkungan, penyaringan pengelola

pembuatan/distributor/penjualan makanan-minuman, pencarian dan pengobatan kasus

tifoid karier.

i. Bila ada kejadian epidemi tifoid: Pencarian dan eliminasi sumber penularan.

Pemeriksaan air minum dan mandi, penyuluhan hygiene dan sanitasi pada

populasi umum daerah tersebut.

Page 12: 132423245-Demam-Tifoid-Blok-12

b. Daerah endemik: memasyaratkan pengelolaan bahan makanan dan minuman yang

memenuhi standara prosedur kesehatan, pengunjung ke daerah ini harus minum air yang

telah melalui pendidihan, menjauhi makanan segar, vaksinasi secara menyeluruh pada

masyarakat setempat maupun pengunjung.

Kesimpulan

Demam tifoid dapat dibedakan dengan typhus atau penyakit demam lainnya berdasaran

beberapa ciri khas dari gejala demam tifoid. Namun untuk memastikan suatu diagnosa, tes

laboratorium perlu dilakukan. Penatalaksanaan demam tifoid juga dapat dilakukan secara medica

mentosa atau non-medica mentosa. Pemberian obat dan dosis harus tepat dan teratur untuk mengurangi

terjadinya komplikasi dan penyembuhan yang lebih cepat. Demam tifoid dapat dicegah dengan

pemberian vaksin namun lebih baik lagi kalau kemungkinan transmisi tersebut dikurangi atau

ditiadakan.

Page 13: 132423245-Demam-Tifoid-Blok-12

Daftar Pustaka

1. Widoyono. Penyakit tropis. Demam Tifoid. Jakarta: Erlangga ; 2008. h.34-6.

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Edisi ke-5. Jilid III. Jakarta: InternaPublishing; 2009.

3. Harrison. Editor: Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. Principles of

internal medicine. 17th Edition. USA: The McGraw-Hill Companies Inc; 2008.

4. Kayser FH, Bienz KA, Eckert J, Zinkernagel RM. Medical microbiology. USA: Thieme; 2005

5. Goodman, Gillman. Editor: Brunton LL. The pharmacological bass of therapeutics. 11 th Edition.

USA: The McGraw-Hill Companies Inc;

6. Istiantoro YH, Gan VHS. Farmakologi dan terapi.Penisilin, sefalosporin, antibiotik betalaktan

lainnya. Edisi ke-5.2007. Jakarta:Balai Penerbit FKUI