130679380-Lapsus-Uveitis(2)

32
LAPORAN KASUS UVEITIS ANTERIOR AKUT Pembimbing: dr. W G Jayanegara, Sp.M Mahasiswa: I Made Rika Ermawan I.B. Ketut Wisnu Cokorda Agung Arbi Maranggi DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RSUP SANGLAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DESEMBER 2012

Transcript of 130679380-Lapsus-Uveitis(2)

  • LAPORAN KASUS

    UVEITIS ANTERIOR AKUT

    Pembimbing:dr. W G Jayanegara, Sp.M

    Mahasiswa:I Made Rika Ermawan

    I.B. Ketut WisnuCokorda Agung Arbi Maranggi

    DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYADI BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RSUP SANGLAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

    DESEMBER 2012

  • BAB IPENDAHULUAN

    Bola mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata, dimana dinding bola

    mata terdiri atas sclera dan kornea sedangkan isi bola mata terdiri atas lensa, uvea,

    badan kaca dan retina. Uvea merupakan lapisan dinding kedua dari bola mata

    setelah sklera dan tenon. Uvea merupakan jaringan lunak, terdiri dari iris, badan

    siliar, dan koroid.7

    Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan koroid)

    dengan berbagai penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea

    yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan

    pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang

    disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis

    disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan

    bentuk uveitis tersering, dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior

    atau koroiditis.1,2

    Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia

    pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan yang

    kabur, mata merah tanpa sekret mata purulen dan pupil kecil atau ireguler.

    Berdasarkan reaksi radang, uveitis anterior dibedakan tipe granulomatosa dan non

    granulomatosa. Penyebab uveitis anterior dapat bersifat eksogen dan endogen.

    Penyebab uveitis anterior meliputi infeksi, proses autoimun, yang berhubungan

    dengan penyakit sistemik, neoplastik dan idiopatik.1

    Pola penyebab uveitis anterior terus berkembang sesuai dengan

    perkembangan teknik pemeriksaan laboratorium sebagai sarana penunjang

    diagnostik. Lebih dari 75% uveitis endogen tidak diketahui penyebabnya, namun

    37% kasus di antaranya ternyata merupakan reaksi imunologik yang berkaitan

    dengan penyakit sistemik. Penyakit sistemik yang berhubungan dengan uveitis

    anterior meliputi spondilitis ankilosa, sindroma Reiter, artritis psoriatika, penyakit

    Crohn, kolitis ulserativa, dan penyakit Whipple. Keterkaitan antara uveitis

    1

  • anterior dengan spondilitis ankilosa pada pasiendengan predisposisi genetik HLA-

    B27 positif pertama kali dilaporkan oleh Brewerton et al.1,2

    Insidensi uveitis sekitar 15 per 100.000 orang. Sekitar 75% merupakan

    uveitis anterior. Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik

    terkait. Di Amerika Serikat, uveitis merupakan penyebab kebutaan nomor tiga

    setelah retinopati diabetik dan degenerasi makular. Umur penderita biasanya

    bervariasi antara usia prepubertas sampai 50 tahun.1,3

    Variasi gejala sering dijumpai, hal ini berhubungan dengan faktor

    penyebabnya dan dimana kelainan itu terjadi, biasanya pasien datang mengeluh

    nyeri okular, fotofobia, penglihatan kabur, dan mata merah. Pada pemeriksaan

    didapatkan tajam penglihatan menurun, terdapat injeksi siliar, keratik presipitat

    (KP), flare, hipopion, sinekia posterior, tekanan intraokuler bisa meningkat hingga

    sampai edema makular.1,2,3

    2

  • BAB IITINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Anatomi Fisiologi

    Uvea terdiri dari iris, badan siliaris (corpus siliaria), dan koroid. Bagian ini adalah

    lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini

    juga ikut memasok darah ke retina. Iris dan badan siliaris disebut juga uvea

    anterior, sedangkan koroid disebut uvea posterior.6,7

    Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke anterior dan merupakan diafragma

    yang membagi bola mata menjadi dua segmen, yaitu segmen anterior dan segmen

    posterior, di tengah-tengahnya berlubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik

    mata depan (camera oculi anterior/COA) dan bilik mata posterior (camera oculi

    posterior/COP). Iris mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya

    sinar ke dalam bola mata.5,6

    Secara histologis, iris terdiri dari stroma yang jarang diantaranya terdapat

    lekukan-lekukan di permukaan anterior yang berjalan radier yang dinamakan

    kripta. Di dalam stroma terdapat sel-sel pigmen yang bercabang, banyak

    pembuluh darah dan saraf. Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel

    plasma dapat membentuk KP, yaitu sel-sel radang yang menempel pada

    permukaan endotel kornea. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi

    pupil disebut nodul Koeppe, bila di permukaan iris disebut nodul Busacca, yang

    bisa ditemukan juga pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan. Pada

    iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak sehingga

    menimbulkan hipopion.2,8

    Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan

    miosis dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi

    seklusio maupun oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli posterior

    tidak dapat mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan dalam kamera okuli

    posterior lebih besar dari tekanan dalam kamera okuli anterior sehingga iris

    tampak menggelembung ke depan yang disebut iris bombe (Bombans).2,8

    3

  • Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar

    menyebabkan tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel

    radang dapat berkumpul di sudut kamera okuli anterior sehingga terjadi penutupan

    kanal schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder. Pada fase akut terjadi

    glukoma sekunder karena gumpalan-gumpalan pada sudut bilik depan, sedangkan

    pada fase lanjut glukoma sekunder terjadi karena adanya seklusio pupil. Naik

    turunnya bola mata disebutkan pula sebagai peran asetilkolin dan prostaglandin.2,8

    Gambar 2.1 Anatomi Mata

    2.2 Definisi

    Uveitis anterior merupakan radang iris dan badan siliar bagian depan atau pars

    plikata, yang disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain, yang secara

    hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul karena reaksi alergi mata.

    2.3 Etiologi

    Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat berjalan

    akut maupun kronis. Penyebab dari iritis tidak dapat diketahui dengan melihat

    gambaran klinisnya saja. Iritis dan iridisiklitis dapat merupakan suatu manifestasi

    klinik reaksi imunologik terlambat, dini atau sel mediasi terhadap jaringan uvea

    anterior. Uveitis anterior dapat disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain,

    yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul reaksi alergi mata.5

    4

  • Penyebab uveitis anterior di antaranya yaitu idiopatik, penyakit sistemik

    yang berhubungan dengan HLA-B27 seperti, ankylosing spondilitis, sindrom

    Reiter, penyakit Crohn, psoriasis, herpes zoster atau herpes simpleks, sifilis,

    penyakit lyme, inflammatory bowel disease, juvenile idiopathic arthritis,

    sarkoidosis, trauma, dan infeksi.1,3,4,5,6

    2.4 Klasifikasi Uveitis Anterior

    Berdasarkan patologi, uveitis anterior dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

    granulomatosa dan non-granulomatosa. Pada jenis non-granulomatosa, umumnya

    tidak dapat ditemukan organisme patogen dan karena berespon baik terhadap

    terapi kortikosteroid diduga peradangan ini semacam fenomena hipersensitivitas.

    Uveitis ini timbul terutama di bagian anterior traktus, yakni iris dan korpus

    siliaris. Terdapat reaksi radang dengan terlihatnya infiltrasi sel-sel limfosit dan sel

    plasma dalam jumlah cukup banyak dan sedikit sel mononuklear. Pada kasus

    berat, dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di dalam kamera okuli

    anterior.

    Pada uveitis granulomatosa, umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke

    jaringan oleh organisme penyebab (Mycobacterium tuberculosis atau Toxoplasma

    gondii). Meskipun begitu, patogen ini jarang ditemukan dan diagnosis etiologi

    pasti jarang ditegakkan. Uveitis granulomatosa dapat mengenai traktus uvealis

    bagian manapun, namun lebih sering pada uvea posterior. Terdapat kelompok

    nodular sel-sel epitelial dan sel-sel raksasa yang dikelilingi limfosit di daerah

    yang terkena. Deposit radang pada permukaan posterior kornea terutama terdiri

    atas makrofag dan sel epiteloid. Diagnosis etiologi spesifik dapat ditegakkan

    secara histologik pada mata yang dikeluarkan dengan menemukan kista

    toksoplasma, basil tahan asam tuberkulosis, spirocheta pada sifilis, tampilan

    granuloma khas pada sarkoidosis atau oftalmia simpatika dan beberapa penyebab

    spesifik lainnya.

    5

  • Tabel 2.1 Perbedaan uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa

    Non granulomatosa GranulomatosaOnset Akut TersembunyiSakit Nyata Tidak ada atau ringanFotofobia Nyata RinganPenglihatan kabur Sedang NyataMerah sirkumkorneal Nyata RinganPerisipitat keratik Putih halus Kelabu besarPupil Kecil dan tak teratur Kecil dan tak teraturSynechia posterior Kadang-kadang Kadang-kadangNodul iris Kadang-kadang Kadang-kadangTempat Uvea anterior Uvea anterior dan posteriorPerjalanan Akut MenahunRekurens Sering Kadang-kadang

    Berdasarkan waktu, uveitis anterior dikatakan akut jika terjadi kurang dari

    6 minggu, jika inflamasi kambuh diikuti dengan serangan inisial disebut rekuren

    akut dan dikatakan sebagai kronik jika lebih dari 6 minggu. Beberapa keadaan

    yang menyebabkan tanda dan gejala yang berhubungan dengan uveitis anterior

    akut, yaitu:

    1. Uveitis anterior traumatik

    Trauma merupakan salah satu penyebab uveitis anterior, biasanya terdapat

    riwayat trauma tumpul mata atau adneksa mata. Luka lain seperti luka bakar

    pada mata, benda asing, atau abrasi kornea dapat menyebabkan terjadinya

    uveitis anterior. Tajam penglihatan dan tekanan intraokular mungkin

    terpengaruh, dan mungkin juga terdapat darah pada bilik anterior.9

    2. Uveitis anterior idiopatik

    Istilah idiopatik dipergunakan pada uveitis anterior dengan etiologi yang

    tidak diketahui apakah merupakan kelainan sistemik atau traumatik. Diagnosis

    ini ditegakkan sesudah menyingkirkan penyebab lain dengan anamnesis dan

    pemeriksaan.9

    3. Uveitis berhubungan dengan HLA-B27

    HLA-B27 mengacu pada genotipe atau kromosom spesifik. Mekanisme

    pencetus untuk uveitis anterior pada pasien dengan genotipe seperti ini tidak

    6

  • diketahui. Ada hubungan yang kuat dengan ankylosing spondylitis, sindrom

    Reiter, inflamatory bowel disease, psoariasis, arthritis, dan uveitis anterior

    yang berulang.9

    4. Behcets diseases/syndrome

    Sebagian besar menyerang laki-laki dewasa muda dari bangsa mediterania atau

    Jepang. Terdapat trias penyakit Behcet, yaitu uveitis anterior akut dan ulkus

    pada mulut dan genital. Penyakit Behcet yang menyebabkan uveitis anterior

    akut masih sangat langka.9

    5. Uveitis anterior berhubungan dengan lensa

    Ada beberapa keadaan yang ditemukan pada peradangan bilik anterior dan

    penyebab yang disebabkan oleh keadaan lensa, yaitu phaco-anaphylactic

    endophthalmitis dan phacogenic (fakotoksik) uveitis, phacolytic glaukoma, dan

    UGH syndrome (uveitis, glukoma dan hifema).9

    6. Masquerade syndrome

    Merupakan keadaan yang mengancam, seperti limfoma, leukemia,

    retinoblastoma, dan melanoma maligna dari koroid, dapat menimbulkan uveitis

    anterior.9

    Beberapa keadaan yang dapat menghasilkan tanda dan gejala yang

    terdapat pada diagnosis uveitis anterior kronik adalah:

    1. Juvenile Rheumatoid Arthritis

    Uveitis anterior terjadi pada penderita JRA yang mengenai beberapa

    persendian. Karena kebanyakan dari pasien JRA adalah positif dengan tes anti

    nuclear antibody (ANA), yang merupakan pemeriksaan adjuvan. JRA lebih

    banyak mengenai anak perempuan dibanding anak laki-laki. Merupakan suatu

    anjuran pada semua anak yang menderita JRA untuk diperiksa kemungkinan

    terdapatnya uveitis anterior.9

    2. Uveitis anterior berhubungan dengan uveitis posterior primer

    7

  • Penyakit sistemik seperti sarkoidosis, toksoplamosis, sifilis, tuberkulosis,

    herpes zoster, sitomegalovirus, dan AIDS mungkin saja terlibat dalam uveitis

    anterior, baik primer ataupun sekunder dari uveitis posterior.9

    3. Fuchs Heterochromatic Iridocyclitis

    Merupakan suatu penyakit kronik, biasanya asimptomatik, terdapat 2% pada

    pasien uveitis anterior.9

    2.5 Patofisiologi

    Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu

    infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti

    suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai

    reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi

    jaringan tubuh diluar mata.

    Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi

    hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari

    dalam (antigen endogen). Dalam banyak hal, antigen luar berasal dari mikroba

    yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini, peradangan uvea terjadi lama setelah

    proses infeksinya, yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas.

    Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya blood-aqueous

    barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam

    humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp), hal ini tampak sebagai

    flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).

    8

  • Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, dan sel plasma dapat

    membentuk keratik presipitat, yaitu sel-sel radang yang menempel pada

    permukaan endotel kornea. Apabila presipitat keratik ini besar disebut mutton fat.

    Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-

    sel radang di dalam bilik mata depan (BMD) yang disebut hipopion, ataupun

    migrasi eritrosit ke dalam BMD, dikenal dengan hifema. Akumulasi sel-sel radang

    dapat juga terjadi pada perifer pupil yang disebut nodul Koeppe, bila di

    permukaan iris disebut nodul Busacca.

    Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara

    iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun

    antara iris dengan endotel kornea yang disebut dengan sinekia anterior. Dapat pula

    terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil yang disebut seklusio pupil, atau seluruh

    pupil tertutup oleh sel-sel radang disebut oklusio pupil. Perlekatan-perlekatan

    tersebut ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan

    menghambat aliran humor akuos dari bilik mata belakang ke bilik mata depan

    sehingga humor akuos tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris

    ke depan yang tampak sebagai iris bombe. Selanjutnya tekanan dalam bola mata

    semakin meningkat dan akhirnya terjadi glukoma sekunder. Pada fase akut terjadi

    glukoma sekunder karena gumpalan-gumpalan pada sudut bilik mata depan,

    sedangkan pada fase lanjut glukoma terjadi karena adanya seklusio pupil.

    Pada kasus yang berlangsung kronis dapat terjadi gangguan produksi

    humor akuos yang menyebabkan penurunan tekanan bola mata sebagai akibat

    hipofungsi badan siliar.

    2.6 Gejala Klinis

    Gejala subyektif

    1. Nyeri

    - Uveitis anterior akut

    9

  • Nyeri disebabkan oleh iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan penekanan

    saraf siliar bila melihat dekat. Sifat nyeri menetap atau hilang timbul.

    Lokalisasi nyeri bola mata, daerah orbita, dan kraniofasial. Nyeri ini disebut

    juga nyeri trigeminal. Intensitas nyeri tergantung hiperemi iridosiliar dan

    peradangan uvea serta ambang nyeri pada penderita, sehingga sulit

    menentukan derajat nyeri.

    - Uveitis anterior kronik

    Nyeri jarang dirasakan oleh penderita, kecuali telah terbentuk keratopati

    bulosa akibat glukoma sekunder.

    2. Fotofobia dan lakrimasi

    - Uveitis anterior akut

    Fotofobia disebabkan spasmus siliar, bukan karena sensitif terhadap cahaya.

    Lakrimasi disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea dan siliar, jadi

    berhubungan erat dengan fotofobia.

    - Uveitis anterior kronik

    Gejala subjektif ini hampir tidak ada atau hanya ringan.

    3. Penglihatan kabur

    Derajat kekaburan bervariasi mulai dari ringan-sedang, berat atau hilang

    timbul, tergantung penyebab.

    - Uveitis anterior akut

    Disebabkan oleh pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan akuos dan

    badan kaca depan karena eksudasi sel radang dan fibrin.

    - Uveitis anterior kronik

    Disebabkan oleh karena kekeruhan lensa, badan kaca, dan kalsifikasi

    kornea.

    10

  • Gejala objektif

    Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah, oftalmoskopik direk dan indirek, bila

    diperlukan angiografi fluoresen atau ultrasonografi.

    1. Injeksi silier

    Gambaran merupakan hiperemi pembuluh darah siliar sekitar limbus, berwarna

    keunguan.

    - Uveitis anterior akut

    Merupakan tanda patognomonik dan gejala dini. Bila hebat, hiperemi dapat

    meluas sampai pembuluh darah konjungtiva.

    - Uveitis anterior hiperakut

    Selain dari hiperemi dapat disertai gambaran skleritis dan keratitis

    marginalis. Hiperemi sekitar kornea disebabkan oleh peradangan pada

    pembuluh darah siliar depan dengan refleks aksonal dapat difusi ke

    pembuluh darah badan siliar.

    2. Perubahan kornea

    11

  • - Keratik presipitat

    Terjadi karena pengendapan sel radang dalam BMD pada endotel kornea

    akibat aliran konveksi humor akuos, gaya berat, dan perbedaan potensial

    listrik endotel kornea. Lokalisasi dapat di bagian tengah dan bawah dan juga

    difus. Keratik presipitat dapat dibedakan menjadi:

    a. Baru dan lama: Jika baru berbentuk bundar dan berwarna putih. Lama

    akan mengkerut, berpigmen dan lebih jernih.

    b. Jenis sel: Leukosit berinti banyak kemampuan aglutinasi rendah, halus

    keabuan. Limfosit kemampuan beraglutinasi sedang dan membentuk

    kelompok kecil bulat batas tegas dan putih. Makrofag kemampuan

    aglutinasi tinggi tambahan lagi sifat fagositosis membentuk kelompok

    lebih besar dikenal sebagai mutton fat.

    c. Ukuran dan jumlah sel: Halus dan banyak terdapat pada iritis dan

    iridosiklitis akut, retinitis atau koroiditis, dan uveitis intermedia.

    Mutton fat berwarna keabuan dan agak basah. Terdapat pada uveitis

    granulomatosa yang disebabkan oleh tuberkulosis, sifilis, lepra, vogt-

    koyanagi-harada dan simpatik oftalmia. Juga ditemui pada uveitis non-

    granulomatosa akut dan kronik yang berat. Mutton fat dibentuk oleh

    makrofag yang bengkak oleh bahan fagositosis dan sel epiteloid

    berkelompok atau bersatu membentuk kelompok besar. Pada permulaan

    hanya beberapa dengan ukuran cukup besar dengan hidratasi dan tiga

    dimensi, lonjong batas tidak teratur, bertambah lama membesar dan menipis

    serta berpigmen akibat fagositosis pigmen uvea, dengan membentuk daerah

    jernih pada endotel kornea. Pengendapan mutton fat sulit mengecil dan

    sering menimbulkan perubahan endotel kornea.

    12

  • 3. Kelainan kornea

    - Uveitis anterior akut

    Keratitis dapat terjadi bersamaan dengan uveitis dengan etiologi

    tuberkulosis, sifilis, lepra, herpes simpleks, herpes zoster atau reaksi uvea

    sekunder terhadap kelainan kornea.

    - Uveitis anterior kronik

    Edema kornea disebabkan oleh perubahan endotel dan membran Descement

    dan neovaskularisasi kornea. Gambaran edema kornea berupa lipatan

    Descement dan vesikel pada epitel kornea.

    4. Bilik mata

    Kekeruhan dalam bilik mata depan mata disebabkan oleh meningkatnya kadar

    protein, sel dan fibrin.

    a. Efek Tyndall

    Menunjukan adanya peradangan dalam bola mata. Pengukuran paling tepat

    dilakukan dengan tyndalometri.

    - Uveitis anterior akut

    13

  • Kenaikan jumlah sel dalam bilik mata depan sebanding dengan derajat

    peradangan dan penurunan jumlah sel sesuai dengan penyembuhan pada

    pengobatan uveitis anterior.

    - Uveitis anterior kronik

    Terdapat efek Tyndall menetap dengan beberapa sel menunjukan telah

    terjadi perubahan dalam permeabilitas pembuluh darah iris. Bila terjadi

    peningkatan efek Tyndall disertai dengan eksudasi sel menunjukkan

    adanya eksaserbasi peradangan.

    b. Sel

    Sel berasal dari iris dan badan siliar. Pengamatan sel akan terganggu bila

    efek Tyndall hebat. Pemeriksaan dilakukan dengan lampu celah dalam

    ruangan gelap dengan celah 1 mm dan tinggi celah 3 mm dengan sudut 45.

    Dapat dibedakan sel yang terdapat dalam bilik mata depan. Jenis sel limfosit

    dan sel plasma bulat, mengkilap putih keabuan. Makrofag lebih besar,

    warna tergantung bahan yang difagositosis. Sel darah berwarna merah.

    c. Fibrin

    Dalam humor akuos berupa gelatin dengan sel, berbentuk benang atau

    bercabang, warna kuning muda, jarang mengendap pada kornea.

    d. Hipopion

    Merupakan pengendapan sel radang pada sudut bilik mata depan bawah.

    Hipopion dapat ditemui pada uveitis anterior hiperakut dengan sebukan sel

    leukosit berinti banyak.

    14

  • 5. Iris

    a. Hiperemi iris

    Gambaran bendungan dan pelebaran pembuluh darah iris kadang-kadang

    tidak terlihat karena ditutupi oleh eksudasi sel. Gambaran hiperemi ini harus

    dibedakan dari rubeosis iridis dengan gambaran hiperemi radial tanpa

    percabangan abnormal.

    b. Pupil

    Pupil mengecil karena edema dan pembengkakan stroma iris karena iritasi

    akibat peradangan langsung pada sfingter pupil. Reaksi pupil terhadap

    cahaya lambat disertai nyeri.

    c. Nodul Koeppe

    Lokalisasi pinggir pupil, banyak, menimbul, bundar, ukuran kecil, jernih,

    warna putih keabuan. Proses lama nodul Koeppe mengalami pigmentasi

    baik pada permukaan atau lebih dalam.

    d. Nodul Busacca

    Merupakan agregasi sel yang terjadi pada stroma iris, terlihat sebagai

    benjolan putih pada permukaan depan iris. Juga dapat ditemui bentuk

    15

  • kelompok dalam liang setelah mengalami organisasi dan hialinisasi. Nodul

    Busacca merupakan tanda uveitis anterior granulomatosa.

    e. Granuloma iris

    Lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan nodul iris. Granuloma iris

    merupakan kelainan spesifik pada peradangan granulomatosa seperti

    tuberkulosis, lepra, dan lain-lain. Ukuran lebih besar dari kelainan pada iris

    lain. Terdapat hanya tunggal, tebal padat, menimbul, warna merah kabur,

    dengan vaskularisasi dan menetap. Bila glukoma hilang akan meninggalkan

    parut karena proses hialinisasi dan atrofi jaringan.

    f. Sinekia iris

    Merupakan perlengketan iris dengan struktur yang berdekatan pada uveitis

    anterior karena eksudasi fibrin dan pigmen, kemudian mengalami proses

    organisasi sel radang dan fibrosis iris. Sinekia posterior merupakan

    perlengketan iris dengan kapsul depan lensa. Perlengketan dapat berbentuk

    benang atau dengan dasar luas dan tebal. Bila luas menutupi pupil, dengan

    pemberian midriatika akan berbentuk bunga. Eksudasi fibrin membentuk

    sinekia seperti cincin, sedangkan seklusio sempurna akan memblokade pupil

    (iris bombe). Kelainan ini dapat dijumpai pada uveitis granulomatosa atau

    non-granulomatosa, lebih sering bentuk akut dan subakut, dengan fibrin

    cukup banyak. Ditemui juga pada bentuk residif bila efek Tyndall berat.

    Sinekia anterior merupakan perlengketan iris dengan sudut irido-kornea,

    jelas terlihat dengan gonioskopi. Sinekia anterior timbul karena pada

    permukaan blok pupil sehingga akar iris maju ke depan menghalangi

    pengeluaran akuos, edema dan pembengkakan pada dasar iris, sehingga

    setelah terjadi organisasi dan eksudasi pada sudut iridokornea menarik iris

    ke arah sudut. Sinekia anterior bukan merupakan gambaran dini dan

    determinan uveitis anterior, tetapi merupakan penyulit peradangan kronik

    dalam bilik mata depan.

    16

  • g. Oklusi pupil

    Ditandai dengan adanya blok pupil oleh seklusio dengan sel-sel radang pada

    pinggir pupil.

    h. Atrofi iris

    Merupakan degenerasi tingkat stroma dan epitel pigmen belakang. Atrofi

    iris dapat difus, bintik atau sektoral. Atrofi iris sektoral terdapat pada

    iridosiklitis akut disebabkan oleh virus, terutama herpetik.

    6. Perubahan pada lensa

    a. Pengendapan sel radang.

    Akibat eksudasi ke dalam akuos di atas kapsul lensa terjadi pengendapan

    pada kapsul lensa. Pada pemeriksaan lampu celah ditemui kekeruhan kecil

    putih keabuan, bulat, menimbul, tersendiri atau berkelompok pada

    permukaan lensa.

    b. Pengendapan pigmen

    Bila terdapat kelompok pigmen yang besar pada permukaan kapsul depan

    lensa menunjukkan bekas sinekia posterior yang telah lepas. Sinekia

    posterior yang menyerupai lubang pupil disebut cincin dari Vossius.

    17

  • c. Perubahan kejernihan lensa

    Kekeruhan lensa disebabkan oleh toksik metabolik akibat peradangan uvea

    dan proses degenerasi-proliferatif karena pembentukan sinekia posterior.

    Luas kekeruhan tergantung pada tingkat perlengketan lensa-iris, berat dan

    lamanya penyakit.

    7. Perubahan dalam badan kaca

    Kekeruhan badan kaca timbul karena pengelompokan sel, eksudat fibrin dan

    sisa kolagen, di depan atau belakang, difus, berbentuk debu, benang, menetap

    atau bergerak. Agregasi terutama oleh sel limfosit, plasma, dan makrofag.

    8. Perubahan tekanan bola mata

    Tekanan bola mata pada uveitis dapat hipotoni, normal atau hipertoni. Hipotoni

    timbul karena sekresi badan siliar berkurang akibat peradangan. Normotensi

    menunjukkan berkurangnya peradangan pada bilik mata depan. Hipertoni dini

    ditemui pada uveitis hipertensif akibat blok pupil dan sudut iridokornea oleh

    sel radang dan fibrin yang menyumbat saluran Schlemm dan trabekula.

    2.7 Diagnosa Banding

    1. Konjungtivitis

    Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, terdapat

    sekret dan umumnya tidak disertai rasa sakit, fotofobia atau injeksi silier.

    18

  • 2. Keratitis/ keratokonjungtivitis

    Penglihatan dapat kabur pada keratitis, ada rasa sakit serta fotofobia.

    3. Glukoma akut

    Terdapat pupil yang melebar, tidak ada sinekia posterior dan korneanya

    beruap/ keruh.

    4. Neoplasma

    Large-cell lymphoma, retinoblastoma, leukemia dan melanoma maligna

    bisa terdiagnosa sebagai uveitis.

    2.8 Pemeriksaan Penunjang

    1. Flouresence Angiografi (FA)

    FA merupakan pencitraan yang penting dalam mengevaluasi penyakit

    korioretinal dan komplikasi intraokular dari uveitis posterior. FA sangat

    berguna baik untuk intraokular maupun untuk pemantauan hasil terapi

    pada pasien. Pada FA, yang dapat dinilai adalah edema intraokular,

    vaskulitis retina, neovaskularisasi sekunder pada koroid atau retina,

    nervous optikus dan radang pada koroid.

    2. USG

    Pemeriksaan ini dapat menunjukkan kejernihan vitreous, penebalan retina,

    dan pelepasan retina

    3. Biopsi korioretinal

    Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan dari

    gejala dan pemeriksaan laboratorium lainnya.

    Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya apalagi kalau jenisnya non-

    granulomatosa atau jelas berespon dengan terapi non-spesifik. Pada uveitis

    anterior yang tetap tidak responsif harus diusahakan untuk menemukan diagnosis

    etiologinya.

    2.9 Komplikasi

    19

  • Pada uveitis anterior dapat terjadi komplikasi berupa katarak, retinitis proliferans,

    ablasi retina, glukoma sekunder yang dapat terjadi pada stadium dini dan stadium

    lanjut, pada uveitis anterior dengan visus yang sangat turun, sangat mungkin

    disertai penyulit edema makula kistoid.7,8

    2.10 Penatalaksanaan

    Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung pada keparahannnya dan

    bagian organ yang terkena. Baik pengobatan topikal atau oral bertujuan

    untuk mengurangi peradangan.12 Tujuan dari pengobatan uveitis anterior adalah

    memperbaiki tajam penglihatan, meredakan nyeri pada okular, menghilangkan

    inflamasi okular atau mengetahui asal dari peradangannya, mencegah terjadinya

    sinekia, dan mengatur tekanan intraokular.13

    Pengobatan uveitis anterior tidak spesifik, pada umumnya menggunakan

    kortikosteroid topikal dan cycloplegics agent. Antiinflamasi steroid atau

    antiinflamasi non-steroid oral kadang digunakan, namun obat-obatan steroid dan

    imunosupresan lainnya mempunyai efek samping yang serius, seperti gagal ginjal,

    peningkatan kadar gula darah, hipertensi, osteoporosis, dan glukoma, khususnya

    pada steroid dalam bentuk pil.13

    Kortikosteroid topikal

    Kortikosteroid topikal adalah terapi awal dan diberikan secepatnya.8 Tujuan

    penggunaan kortikosteroid sebagai pengobatan uveitis anterior adalah mengurangi

    peradangan, yaitu mengurangi produksi eksudat, menstabilkan membran sel,

    menghambat pelepasan lisosim oleh granulosit, dan menekan sirkulasi limfosit.9

    Efek terapeutik kortikosteroid topikal pada mata dipengaruhi oleh sifat kornea

    sebagai sawar terhadap penetrasi obat topikal ke dalam mata, sehingga daya

    tembus obat topikal akan tergantung pada konsentrasi dan frekuensi pemberian,

    jenis kortikosteroid, jenis pelarut yang dipakai, serta bentuk larutan.15

    Semakin tinggi konsentrasi obat dan semakin sering frekuensi

    pemakaiannya, maka semakin tinggi pula efek antiinflamasinya. Peradangan pada

    kornea bagian dalam dan uveitis diberikan preparat deksametason, betametason

    dan prednisolon karena penetrasi intra okular baik, sedangkan preparat medrison,

    20

  • fluorometolon dan hidrokortison hanya dipakai pada peradangan pada palpebra,

    konjungtiva, dan kornea superfisial.15

    Kornea terdiri dari tiga lapisan yang berperan pada penetrasi obat topikal

    mata, yaitu epitel yang terdiri dari 5 lapis sel, stroma, dan endotel yang terdiri dari

    selapis sel. Lapisan epitel dan endotel lebih mudah ditembus oleh obat yang

    mudah larut dalam lemak sedangkan stroma akan lebih mudah ditembus oleh obat

    yang larut dalam air, maka secara ideal obat dengan daya tembus kornea yang

    baik harus dapat larut dalam lemak maupun air (bifasik). Obat-obat kortikosteroid

    topikal dalam larutan alkohol dan asetat bersifat bifasik.15

    Kortikosteroid tetes mata dapat berbentuk solutio dan suspensi.

    Keuntungan bentuk suspensi adalah penetrasi intra okular lebih baik daripada

    bentuk solutio karena bersifat bifasik, tapi kerugiannya bentuk suspensi ini

    memerlukan pengocokan terlebih dahulu sebelum dipakai. Pemakaian steroid tetes

    mata akan mengakibatkan komplikasi seperti glukoma, katarak, penebalan kornea,

    aktivasi infeksi, midriasis pupil, dan pseudoptosis.15

    Beberapa kortikosteroid topikal yang tersedia adalah prednisolone acetate

    0,125% dan 1%, prednisolone sodium phospate 0,125%, 0,5%, dan 1%,

    deksamentason alkohol 0,1%, dexamethasone sodium phospate 0,1%,

    fluoromethasone 0,1% dan 0,25%, serta medrysone 1%.12

    Cycloplegics dan mydriatics

    Semua agen cycloplegic adalah cholinergic antagonist yang bekerja memblokade

    neurotransmitter pada bagian reseptor dari sfingter iris dan otot siliaris.

    Cycloplegic mempunyai tiga tujuan dalam pengobatan uveitis anterior, yaitu

    untuk mengurangi nyeri dengan memobilisasi iris, mencegah terjadinya

    perlengketan iris dengan lensa anterior (sinekia posterior) yang akan mengarahkan

    terjadinya iris bombe dan peningkatan tekanan intraokular, menstabilkan blood-

    aqueous barrier, dan mencegah terjadinya protein leakage (flare) yang lebih jauh.

    Agen cycloplegics yang biasa digunakan adalah atropine 0,5%, 1%, 2%,

    homatropine 2%, 5%, scopolamine 0,25%, dan cyclopentolate 0,5%, 1%, dan

    2%.9

    21

  • Antiinflamasi oral steroid (SAID) dan non-steroid (NSAID)

    Prednison oral digunakan pada uveitis anterior dimana dengan penggunaan steroid

    topikal hanya berespon sedikit. Penghambat prostaglandin, NSAID (biasanya

    aspirin dan ibuprofen) dapat mengurangi peradangan yang terjadi. Sebagai

    catatan, NSAID digunakan untuk mengurangi peradangan yang dihubungkan

    dengan cystoids macular edema yang menyertai uveitis anterior.9

    Pengobatan kortikosteroid bertujuan mengurangi cacat akibat peradangan

    dan perpanjangan periode remisi. Banyak dipakai preparat prednison dengan dosis

    awal antara 12 mg/kg BB/hari, yang selanjutnya diturunkan perlahan selang sehari

    (alternating single dose). Dosis prednison diturunkan sebesar 20% dosis awal

    selama dua minggu pengobatan, sedangkan preparat prednison dan dosis

    deksametason diturunkan tiap 1 mg dari dosis awal selama dua minggu.9

    Indikasi pemberian kortikosteroid sistemik adalah uveitis posterior, uveitis

    bilateral, edema makula, uveitis anterior kronik (JRA, Reiter). Pemakaian

    kortikosteroid dalam jangka waktu lama akan terjadi efek samping yang tidak

    diinginkan seperti sindrom Cushing, hipertensi, diabetes mellitus, osteoporosis,

    tukak lambung, infeksi, hambatan pertumbuhan anak, hirsutisme, dan lain-lain.9

    Pengobatan lainnya

    Jika pasien tidak kooperatif atau iritis tidak berespon banyak dengan penggunaan

    steroid topikal, steroid injeksi subkonjungtival (celestone) akan berguna. Steroid

    seharusnya dihindari pada kasus uveitis sekunder, seperti yang diakibatkan oleh

    herpes atau toksoplasmosis karena dapat memperparah penyakitnya. 8

    Injeksi periokular dapat diberikan dalam bentuk long-acting berupa depo

    maupun bentuk short-acting berupa solutio. Keuntungan injeksi periokular adalah

    dicapainya efek antiperadangan secara maksimal di mata dengan efek samping

    sistemik yang minimal.

    Indikasi injeksi periokular adalah bila pasien tidak responsif terhadap

    pengobatan tetes mata, maka injeksi periokular dapat dianjurkan pada uveitis

    unilateral, preoperasi pada pasien yang akan dilakukan operasi mata, anak-anak,

    22

  • dan komplikasi edema sistoid makula pada pars planitis. Penyuntikan steroid

    periokular merupakan kontraindikasi pada uveitis infeksi (toksoplasmosis) dan

    skleritis.15

    Lokasi injeksi periokular subkonjungtiva dan subtenon, serta injeksi

    subtenon posterior dan retrobulbar. Keuntungan injeksi subkonjungtiva dan

    subtenon adalah dapat mencapai dosis efektif dalam 1 kali pemberian pada

    jaringan intraokular selama 24 minggu sehingga tidak membutuhkan pemberian

    obat yang berkali-kali seperti pemberian topikal tetes mata. Untuk kasus uveitis

    anterior berat dapat dipakai deksametason 24 mg. Injeksi subtenon posterior dan

    retrobulbar, cara ini digunakan pada peradangan segmen posterior (sklera, koroid,

    retina, dan saraf optik).15

    Komplikasi injeksi periokular adalah perforasi bola mata, injeksi yang

    berulang menyebabkan proptosis, fibrosis otot ekstraokular dan katarak

    subkapsular posterior, glukoma yang persisten terhadap pengobatan, terutama

    dalam bentuk depo dimana dibutuhkan tindakan bedah untuk mengangkat steroid

    tersebut dari bola mata, atrofi lemak subdermal pada teknik injeksi via palpebra.15

    Follow-up awal pasien uveitis anterior harus terjadwal antara 1-7 hari,

    tergantung pada keparahannya. Yang dinilai pada setiap follow-up adalah tajam

    penglihatan, pengukuran tekanan intraokular, pemeriksaan dengan menggunakan

    slitlamp, asesmen flare, dan evaluasi respon terhadap terapi.9

    2.11 Prognosis

    Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara

    awal dan diberi pengobatan. Uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada

    penyebab sistemiknya, karena itu baik para klinisi dan pasien harus lebih waspada

    terhadap tanda dan mengobatinya dengan segera. Prognosis visual pada iritis

    kebanyakan akan pulih dengan baik, jika tanpa disertai adanya katarak, glukoma,

    atau posterior uveitis.

    23

  • BAB IIILAPORAN KASUS

    3.1 Identitas Pasien

    Nama : IKB

    Umur : 47 tahun

    Jenis kelamin : Laki-laki

    Suku : Bali

    Agama : Hindu

    Pendidikan : Tamat SMA

    Status perkawinan : Sudah menikah

    Pekerjaan : Karyawan swasta

    Alamat : Br. Trijata, Mambal, Badung

    Tanggal pemeriksaan : 13 Desember 2012

    3.2 Anamnesis

    Autoanamnesis pada tanggal 17 Desember 2012

    1. Keluhan utama:

    Penglihatan mata kanan kabur.

    2. Riwayat penyakit sekarang:

    Pasien datang dengan keluhan penglihatan mata kanan kabur mendadak

    sejak 3 hari yang lalu. Semakin hari penglihatan dirasa semakin kabur.

    Selain itu, pasien juga merasa mata kanannya merah, sering berair, dan

    terasa nyeri. Pasien menyangkal penglihatannya seperti ada bingkai bulat

    berwarna hitam. Pasien juga menyangkal melihat lingkaran pelangi jika

    24

  • melihat lampu. Keluhan lain seperti rasa pusing, mual, muntah disangkal

    oleh pasien.

    3. Riwayat penyakit dahulu:

    Pasien memiliki riwayat hipertensi. Riwayat diabetes mellitus disangkal.

    4. Riwayat penyakit keluarga:

    Pasien menyangkal pada keluarganya pernah menderita penyakit yang

    sama.

    3.3 Pemeriksaan Fisik

    1. Status Generalis

    Keadaan umum/kesadaran : tampak tenang/compos mentis

    Tanda vital

    Tekanan darah : 130/90 mmHg

    Nadi : 84 kali per menit

    Suhu : 36,8C

    Pernafasan : 22 kali per menit

    2. Status Oftalmologis

    OD OS6/30

    6/20

    Visus sebelum koreksi

    Pin hole

    6/6

    Normal Palpebra superior NormalNormal Palpebra inferior NormalNormal Konjungtiva tarsalis superior NormalCVI (+)

    PCVI (+)

    Konjungtiva bulbi Tenang

    Normal Konjungtiva tarsalis inferior NormalFibrin (+) Sklera Normal

    Keratik presipitat (+) Kornea JernihNormal Bilik mata depan NormalSel (+)

    Flare (+)

    Iris Bulat, reguler

    Miosis (+) Pupil RP (+)Jernih Lensa Jernih

    25

  • Jernih Vitreous humor JernihRefleks fundus (+) Funduskopi Refleks fundus (+)

    8,0 mmHg TIO 9,0 mmHg

    3.4 Diagnosis Kerja

    OD uveitis anterior akut

    3.5 Diagnosis Banding

    1. Konjungtivitis akut

    2. Keratitis akut

    3. Glukoma akut

    3.6 Usulan Pemeriksaan Penunjang

    - Darah lengkap

    3.7 Penatalaksanaan

    - Atropin 1% eye drop 3 x gtt 1 OD

    - Cendo xitrol eye drop 4 x gtt 1 OD

    - Ciprofloxacin 2 x 500 mg

    - Methyl prednisolone 1 x 48 mg

    3.8 Prognosis

    Ad vitam : bonam

    Ad functionam : dubius ad bonam

    26

  • BAB IVPEMBAHASAN

    Diagnosis pada pasien ini ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.

    Berdasarkan ananmnesis, pada pasien didapatkan mata kanan mendadak kabur

    sejak 3 hari yang sebelum ke rumah sakit. Keluhan penglihatan kabur ini bisa

    disebabkan oleh pengendapan fibrin, edema kornea, kekeruhan akuos dan badan

    kaca depan karena eksudasi sel radang dan fibrin. Pasien juga mengeluh mata

    merah, berair, dan nyeri. Mata berair ini disebabkan oleh iritasi saraf pada kornea

    dan siliar, jadi berhubungan erat dengan fotofobia. Keluhan nyeri disebabkan oleh

    iritasi saraf siliar bila melihat cahaya dan penekanan saraf siliar bila melihat dekat.

    Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan penurunan visus pada mata

    kanan pasien yaitu 6/30. Keluhan penglihatan kabur ini disebabkan eksudasi sel

    radang dan fibrin. Pada pasien ini didapatkan sel dan fibrin pada bilik mata depan.

    Hal ini juga akan menyebabkan penglihatan pasien menjadi kabur. Sel berasal dari

    iris dan badan siliar. Pengamatan sel akan terganggu bila efek Tyndall hebat.

    Fibrin dalam humor akuos berupa gelatin dengan sel, berbentuk benang atau

    bercabang, warna kuning muda, jarang mengendap pada kornea. Pada

    pemeriksaan kornea juga ditemukan keratik presipitat yang terjadi karena

    pengendapan sel radang dalam bilik mata depan pada endotel kornea akibat aliran

    konveksi humor akuos, gaya berat, dan perbedaan potensial listrik endotel kornea.

    Keluhan mata merah merupakan tanda patognomonik dan gejala dini. Bila hebat,

    hiperemi dapat meluas sampai pembuluh darah konjungtiva. Pupil yang mengecil

    disebabkan oleh edema dan pembengkakan stroma iris karena iritasi akibat

    peradangan langsung pada sfingter pupil. Reaksi pupil terhadap cahaya lambat

    disertai nyeri.

    Diagnosis uveitis anterior pada pasien ini sudah dapat ditegakkan karena

    pada pemeriksaan lain didapatkan tanda normal.

    Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan adalah pemeriksaan retinometri

    dan perimetri untuk melihat seberapa besar dan luas kerusakan yang terjadi pada

    serabut saraf nervus optikus agar dapat dinilai derajat keparahan glaukoma yang

    27

  • dialami, serta dapat diperkirakan prognosis dari fungsi penglihatan mata kiri

    pasien ini.

    Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung pada keparahannnya

    dan bagian organ yang terkena. Pengobatan topikal maupun oral bertujuan

    untuk mengurangi peradangan. Tujuan dari pengobatan uveitis anterior adalah

    memperbaiki tajam penglihatan, meredakan nyeri pada okular, menghilangkan

    inflamasi okular atau mengetahui asal dari peradangannya, mencegah terjadinya

    sinekia, dan mengatur tekanan intraokular. Terapi medikamentosa yang diberikan

    adalah steroid yaitu xitrol diberikan secara topikal dan methyl prednisolone yang

    diberikan secara oral. Penggunaan antiinflamasi steroid atau antiinflamasi non-

    steroid oral harus hati-hati karena obat-obatan tersebut mempunyai efek samping

    yang serius, seperti gagal ginjal, peningkatan kadar gula darah, hipertensi,

    osteoporosis, dan glukoma, khususnya pada steroid secara oral. Selain mengatasi

    radang, terapi medikamentosa lain yang dapat diberikan adalah midriatikum tetes

    mata yaitu atropin 1% untuk mengatasi pupil yang mengecil akibat radang pada

    iris. Antibiotik juga diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder pada

    pasien ini.

    Prognosis kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara

    awal dan diberi pengobatan. Uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada

    penyebab sistemiknya, karena itu baik para klinisi dan pasien harus lebih waspada

    terhadap tanda dan mengobatinya dengan segera. Prognosis visual pada iritis

    kebanyakan akan pulih dengan baik, jika tanpa disertai adanya katarak, glukoma,

    atau posterior uveitis.

    28

  • BAB VKESIMPULAN

    Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan koroid) dengan

    berbagai penyebab. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang

    mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Uveitis anterior

    merupakan radang iris dan badan siliar bagian depan atau pars plikata, yang

    disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain, yang secara hematogen dapat

    menjalar ke mata atau timbul karena reaksi alergi mata. Uveitis anterior dikatakan

    akut jika terjadi kurang dari 6 minggu dan dikatakan sebagai kronik jika lebih dari

    6 minggu. Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapat sedikit gambaran

    mengenai penyebab uveitis. Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung

    pada keparahannnya dan bagian organ yang terkena dan prognosis kebanyakan

    kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal.

    29

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Gondhowiardjo TD, Simanjuntak GWS. Panduan Manajemen Klinis PERDAMI. Jakarta: PP PERDAMI. 2006. 34.

    2. WebMD. Iritis and Uveitis. 2005. http://www.emedicine.com. [diakses tanggal 22 Desember 2012]

    3. Schlaegel TF, Pavan-Langston D. Uveal Tract: Iris, Ciliary Body, and Choroid In: Pavan-Langston D, editors. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. 2nd Edition, Boston: Little, Brown and Company. 1980. 143-144.

    4. Rao NA, Forster DJ. Basic Principles In: Berliner N, editors. The Uvea Uveitis and Intraocular Neoplasms Volume 2. New York: Gower Medical Publishing. 1992. 1.

    5. Roque MR. Uveitis. 2007. http://www.uveitis.com/ph.images.uveitis/jpg/files [diakses tanggal 22 Desember 2012]

    4. Riordan-Eva P. Anatomy & Embryology of the Eye In: Riordan-Eva P, Whitcher JP, editors. General Ophthalmology 17th ed. London: McGraw Hill. 2007.

    5. Sidarta I. Radang Uvea. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto. 2002.

    6. Sidarta I. Uveitis. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006.

    7. Vaughan D. Traktus Uvealis dan Sklera. Oftalmologi Umum. Wydia Medika: Jakarta. 2000.

    8. Gordon, Kilbourn. Iritis dan Uveitis. http://www.emedicine.com/emrg/byname/iritisdanuveitis.htm. [diakses tanggal 22 Desember 2012]

    9. Gregory S, Luis C, Jayne W. Clinical Approach to Uveitis. Intraocular Inflamation and Uveitis. American Academy Ophtalmology. Singapore. 2008.

    10.Hafid A. Diagnosis Etiologi Uveitis. Cermin Dunia Kedokteran No. 83. 1993.

  • 11.Gunawan S. Gambran Klinis Uveitis Anterior Akuta pada HLA-B27 Positif. Cermin Dunia Kedokteran No. 83. 2005.

    12.Sudarman S. Penatalaksanaan Uveitis. Cermin Dunia Kedokteran No. 83. 1993.

    13.Kanski JJ. Retinal Vascular Disorders in Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach 3rd Edition. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd, 1994. 152-200.