123881761 Blok Syaraf Perifer Tugas Bacaku Rtf
-
Upload
melian-anita -
Category
Documents
-
view
84 -
download
7
Transcript of 123881761 Blok Syaraf Perifer Tugas Bacaku Rtf
BLOK – BLOK SYARAF
Teknik-teknik blokade saraf periferal dikembangkan awal-awal sejarah anestesia (lihat
Bab 1). Ahli bedah Amerika Halsted dan Hall1, 2 menjelaskan injeksi kokain pada daerah
periferal, termasuk saraf ulnar, musculocutaneous, supratrochlear, dan infraorbital, untuk
prosedur bedah minor pada 1880-an. James Leonard Corning3 menyarankan penggunaan
pembalut Esmarch pada 1885 untuk menahan sirkulasi lokal, memperpanjang blok
induce-kokain dan mengurangi pengaruh anestetik lokal itu dari jaringan. Konsep ini
dilanjutkan oleh Heinrich F.W. Braun,4 yang mengganti epinephrine, suatu “tourniquet
kimia”, pada 1903. Braun5 juga memperkenalkan istilah anestesi konduksi pada buku teks
tahun 1905 tentang anestesi lokal, yang menjelaskan teknik-teknik pada setiap bagian
tubuh. Pada 1920, ahli bedah Perancis, Gaston Labat, diundang oleh Charles Mayo untuk
mengajarkan metode inovatif anestesi regional di Klinik Mayo. Selama penunjukannya di
sana, Labat mengarang Anestesi Regional: Teknik dan Aplikasinya.6 Buku ini dianggap
teks definitif tentang anestesi regional untuk selama 30 tahun setelah penerbitannya. Buku
teks Labat memfokuskan pada manajemen intraoperatif pasien-pasien yang menjalani
prosedur intra-abdominal, kepala dan leher, dan ekstremiti menggunakan blokade
infiltrasi, periferal, pleksus, dan splanchnic; teknik-teknik neuraksial tidak diaplikasikan
secara luas pada waktu itu.
Blokade periferal tetap menjadi komponen yang diterima dengan baik tentang
perawatan anestetik komprehensif. Penggunaannya telah meluas dari kelengkapan
operasi ke arena manajemen rasa sakit pasca-operatif dan kronik (lihat Bab 72 dan 73).
Dengan pemilihan dan sedasi yang tepat, teknik-teknik ini dapat digunakan pada setiap
kelompok umur. Penggunaan secara ahli blokade saraf periferal memperlebar daerah
pilihan ahli anestesi dalam memberikan perawatan anestetik yang optimal.
TEKNIK-TEKNIK UNTUK MENEMUKAN STRUKTUR-STRUKTUR SARAF
Beberapa metode dalam menempatkan jarum telah dijelaskan, termasuk “pops” fasial,
elisitasi satu atau lebih paresthesias, injeksi perivaskular atau transarterial, stimulasi listrik,
dan infiltrasi medan. Baru-baru ini, pencitraan secara langsung telah dipakai
menggunakan ultrasonografi, fluoroskopi, computed tomografi (CT), dan pencitraan
resonansi magnetik (magnetic resonance imaging, MRI). Walaupun tidak terdapat studi
definitif yang menjelaskan metode terbaik dalam menempatkan jarum, generalisasi dapat
dimungkinkan. Sebagai contoh, elisitasi suatu paresthesia tampaknya sama dengan
stimulasi listrik. Tingkat kesuksesan dan waktu onset paresthesia dan teknik stimulasi
saraf dikembangkan lebih lanjut jika dilakukan injeksi multiple. Injeksi transarterial sukses
secara berubah-ubah; teknik transarterial dua-injeksi dapat dibandingkan dengan
pendekatan paresthesia injeksi-tunggal atau stimulator saraf. Tingkat kesuksesan dengan
pop atau klik fasial berubah-ubah dan dapat lebih diandalkan pada pasien pediatri
daripada dewasa.7
BLOK-BLOK EKSTREMITI ATAS
Anestesia regional dari ekstremiti atas yang sukses memerlukan pengetahuan tentang
anatomi pleksus brakhialis dari asalnya, dimana saraf-saraf muncul dari foramina
intervertebral, sampai ujungnya di saraf-saraf periferal. Pengetahuan mendetail tentang
anatomi memungkinkan ahli anestesi untuk memilih teknik yang tepat pada prosedur
bedah yang diinginkan dan untuk menyelamatkan blok-blok yang tidak memadai dengan
penambahan anestetik lokal. Tanpa penguasaan anatomi, keberuntungan daripada
keahlian menjadi penentu utama dari blokade saraf yang sukses. Yang juga penting
adalah pemahaman efek-efek samping dan komplikasi-komplikasi dari teknik-teknik
regional ekstremiti atas, juga aplikasi klinis dari anestetik lokal yang ada selama blok-blok
ini. Penggunaan penenang yang tepat selama penempatan blok dan selama prosedur
bedah harus tidak diremehkan. Banyak teknik anestetik regional “sempurna” yang telah
dibatalkan oleh manajemen penenang yang tidak memadai.
Anatomi
Pleksus brakhialis diturunkan dari rami primary anterior saraf servikal ke-lima, ke-enam,
ke-tujuh, dan ke-delapan dan saraf thoracic pertama, dengan kontribusi yang beragam
dari saraf ke-empat servikal dan ke-dua thoracic. Setelah meninggalkan foramina
intervertebralnya, saraf-saraf ini mengarah secara anterolateral dan inferior membentang
antara otot-otot scalene anterior dan tengah, yang timbul dari tubercle anterior dan
posterior vertebra servikal, secara berurutan. Otot scalene anterior melewati caudad dan
secara lateral memasuki tubercle scalene dari rusuk pertama; otot scalene tengah masuk
pada posterior rusuk pertama menuju arteri subclavian, yang melewati antara kedua otot
scalene ini sepanjang alur subclavian. Fasia prevertebral mengangkat otot-otot scalene
anterior dan tengah, berpadu secara lateral untuk mengelilingi pleksus brakhialis pada
selongsong fasial.
Antara otot-otot scalene, akar-akar saraf ini bergabung membentuk tiga badan,
yang muncul dari ruang interscalene membentangkan cephaloposterior pada arteri
subclavian yang mengarah sepanjang permukaan atas dari rusuk pertama. Badan
superior (C5 dan C6), tengah (C7), dan inferior (C8 dan T1) diatur menurut keadaan dan
tidak dalam formasi horizontal yang ketat, sebagaimana yang sering digambarkan. Pada
sisi lateral rusuk pertama, setiap badan membentuk divisi anterior dan posterior yang
melewati posterior porsi-tengah clavicle untuk memasuki aksila. Di dalam aksila, divisi-
divisi ini membentuk urat-urat lateral, posterior, dan medial, dinamakan sesuai dengan
hubungannya dengan bagian kedua arteri aksilari. Divisi-divisi superior dari badan
superior dan tengah membentuk urat lateral, divisi-divisi inferior dari ketiga badan
membentuk urat posterior, dan divisi anterior badan inferior berlanjut sebagai urat medial.
Pada batas lateral minor pectoralis, ketiga urat terbagi menjadi saraf-saraf periferal
ekstremiti atas. Urat-urat lateral memberikan kenaikan kepala lateral saraf median dan
saraf musculocutaneous; urat medial memberikan kenaikan kepala medial saraf median,
sebagaimana juga saraf ulnar, antebrakhialis, dan cutaneous brakhialis medial; dan urat
posterior membagi menjadi saraf-saraf aksilari dan radial (Gbr. 44-1).
Disamping cabang-cabang urat yang membentuk saraf periferal sebagaimana yang
dijelaskan, beberapa cabang timbul dari akar-akar pleksus brakhialis yang menyediakan
innervasi motor pada otot-otot rhomboid (C5), otot-otot subclavian (C5 dan C6), dan otot
anterior serratus (C5, C6, dan C7). Saraf suprascapular timbul dari C5 dan C6 dan
menyuplai otot-otot aspek dorsal scapula dan membuat sumbangan yang penting untuk
suplai sensori sendi bahu.
Cabang-cabang yang timbul dari akar-akar servikal biasanya diblok hanya oleh
pendekatan interscalene pada pleksus brakhialis. Distribusi-distribusi sensori akar-akar
servikal dan saraf-saraf periferal ditunjukkan pada Gambar 44-2.
Blok Interscalene
Aplikasi Klinis
Indikasi umum untuk blok interscalene adalah bedah pada bahu. Blokade terjadi pada
level badan atas dan tengah. Walaupun pendekatan ini dapat digunakan pada bedah
pangkal lengan dan tangan, blokade badan inferior (C8 sampai T1) seringkali tidak
lengkap dan memerlukan tambahan pada saraf ulnar untuk anestesi bedah yang memadai
pada distribusi tersebut.8
Teknik
Pleksus brakhialis berhubungan erat secara fisik dengan beberapa struktur yang
berfungsi sebagai tanda penting pada unjuk kerja blok interscalene. Pada arahnya antara
otot-otot scalene anterior dan tengah, pleksus adalah superior dan posterior dari bagian
ke-dua dan ke-tiga arteri subclavian. Kubah pleura membentang anteromedial dari badan
inferior.
Teknik ini dapat dilakukan dengan tangan pasien pada posisi apapun dan
sederhana secara teknis karena mudah mengidentifikasi tanda-tanda penting.9 Pasien
harus berada pada kondisi terlentang (supine), dengan kepala dipalingkan dari sisi yang
akan diblok. Batas posterior otot sternocleidomastoid sudah siap dipalpat dengan cara
pasien mengangkat kepalanya sebentar. Alur interscalene dapat dipalpat dengan
menggulung jari-jari secara posterolateral dari sisi ini di atas perut otot scalene anterior
menuju alurnya. Sebuah garis dipanjangkan secara lateral dari cartilage cricoid membagi
alur interscalene, menunjukkan tingkat proses transverse C6.
Walaupun pembuluh jugular eksternal seringkali berada pada titik persimpangan ini,
hal ini bukanlah tanda yang konstan atau dapat diandalkan.
Disarankan penggunaan suatu stimulator saraf atau elisitasi paresthesias
dengan teknik ini untuk menempatkan solusi anestesi lokal dengan tepat. Setelah
persiapan sterilisasi biasa dan suntikan pada kulit, jarum 4-cm, 22- sampai 25-gauge,
dimasukkan tegak lurus terhadap kulit dengan 45-derajat caudad dan agak menyudut
posterior (Gbr. 44-3). Jarumnya dimasukkan sampai diperoleh paresthesia (biasanya
dermatoma C5 dan C6) atau respon stimulator saraf. Hal ini biasanya terjadi pada
bagian paling atas. Paresthesia atau respon motor tangan atau bahu biasanya sama
berhasil.10 Jika sisi miring jarum yang tumpul digunakan, bunyi “klik” dapat dirasakan
ketika jarumnya melewati fascia prevertebral. Jika ditemui tulang dalam jarak 2 cm dari
kulit, biasanya merupakan proses transversal, dan jarum bisa “dijalankan” melewati
struktur ini untuk menemukan lokasi saraf. Hal yang sama, kontraksi diafragma
mengindikasikan stimulasi saraf phrenik dan penempatan jarum anterior; jarum harus
diarahkan secara posterior untuk menemukan lokasi pleksus brakhialis.
Setelah diperoleh paresthesia atau respon motor yang tepat, jarumnya
distabilkan. Penggunaan tabung ekstensi fleksibel menjaga posisi jarum ketika aspirasi
dan penyuntikan. Setelah aspirasi negatif, larutan 0 sampai 40 mL disuntikkan secara
bertahap, tergantung perpanjangan blokade yang diinginkan. Studi radiografi
menunjukkan hubungan volume-pada-anestesi, dengan larutan 40 mL dihubungkan
dengan servikal lengkap dan blok pleksus brakhialis.9 Walaupun demikian, studi
klinis menunjukkan variabel blokade pada tubuh bagian bawah (cth, saraf ulnar)
walaupun dengan volume larutan yang banyak.8 Tekanan digital diatas daerah suntikan
dan pijatan ke arah bawah sepanjang posisi head-up 45-derajat dapat memberikan
penyebaran caudad dan blokade dari tubuh bagian bawah.
Efek Samping dan Komplikasi
Blok saraf phrenic ipsilateral yang menghasilkan paresis diafragmatik terjadi
pada 100% pasien yang menjalani blokade interscalene,11 walaupun dengan larutan
yang diberi anestesi lokal, dan dihubungkan dengan pengurangan 25% dalam fungsi
pulmonary.12, 13 Efek ini kemungkinan merupakan akibat dari penyebaran awal larutan
pada otot scalene depan dan dapat mengakibatkan gejala dyspnea. Walaupun jarang
terjadi, perubahan pernafasan dapat terjadi pada pasien dengan penyakit pernafasan
yang parah. Keterkaitan vagus, laryngeal kambuh, dan saraf sympathetic servikal
jarang terlihat jelas, tetapi pasien yang mengalami simptom berhubungan dengan efek
samping ini perlu diperiksa lebih lanjut. Resiko pneumothorax adalah rendah ketika
jarum telah diletakkan pada C5 atau C6 secara benar karena terdapat jarak dari kubah
pleura.
Hipotensi dan bradycardia parah (cth, refleks Bezold-Jarisch) telah dilaporkan
ada, dialami oleh pasien yang menjalani operasi bahu pada blok interscalene.
Penyebabnya diyakini oleh stimulasi mechanoreceptor intracardiac dengan penurunan
pembuluh balik, penyebab pembalikan mendadak sympathetic tone dan peningkatan
keluaran parasympathetic. Efek ini berakibat pada bradycardia, hipotensi, dan syncope.
Frekwensinya menurun ketika diberikan prophylactic pemblok-.14
Kerusakan saraf atau neuritis dapat terjadi di pinggiran blok saraf, tapi hal ini
tidak begitu umum dan biasanya terbatas. Beberapa pendekatan bedah pada bahu,
seperti arthroplasty bahu total, dihubungkan dengan resiko neurologi pada pleksus
brakhialis.15 Dalam kasus tertentu, suatu blok interscalene seharusnya dilakukan pasca-
operasi untuk pengurang rasa sakit setelah pembedahan, untuk dipastikan dan dicatat
bahwa tidak terdapat kerusakan neurologi. Suntikan epidural dan intrathecal telah
dilaporkan dengan blok ini, suatu temuan yang menekankan pada pentingnya
memasukkan jarum di arah caudad. Kedekatan struktur neurovaskular penting dapat
meningkatkan resiko komplikasi neurologi serius ketika blok interscalene dilaksanakan
pada pasien yang ditenangkan atau dianestesi sepenuhnya.16
Beberapa struktur vaskular berada dekat dengan posisi jarum yang tepat.
Toksisitas anestesi lokal sebagai akibat dari suntikan intravaskular harus diwaspadai
dengan aspirasi dan penyuntikan bertahap yang hati-hati. Menghindar dari komplikasi
ini, secara khusus, tidak diinginkan setelah pembedahan balon (cuff) rotator, karena
perbaikannya dapat dilakukan dengan aktivitas otot yang berhubungan.
Blok Supraclavicular
Aplikasi Klinis
Indikasi untuk blok supraclavicular adalah operasi pada siku, pangkal lengan, dan
tangan. Blokade terjadi pada jarak distal dekat-badan tingkat divisi. Pada bagian ini,
pleksus brakhialis padat dan jumlah kecil larutan menghasilkan blokade pleksus
brakhialis yang dapat diandalkan dengan cepat. Keuntungan tambahan yaitu blok juga
dapat dilakukan pada tangan pasien dalam posisi apapun.
Blokade supraclavicular yang dapat diandalkan memerlukan elisitasi dari
paresthesia atau respon motor. Blok cara klasik bisa jadi agak sulit untuk dijelaskan dan
diajarkan. Pengamatan terhadap ahli anesthesi yang berpengalaman mungkin cara
terbaik utuk mempelajari tekniknya. Modifikasi teknik yang diajukan, yang disebut
pendekatan plumb-bob, dapat mengurangi tingkat kerumitan dan memudahkan konsep
blok ini.17
Teknik
Beberapa titik anatomik penting dalam pelaksanaan dari pendekatan supraclavicular.
Ketiga badan (trunk) dikelompokkan secara vertikal di atas rusuk pertama
cephaloposterior ke arteri subclavian, dimana dapat di-palpat pada pasien yang kurus,
tenang. Ikatan neurovaskular membentang inferior dari clavicle pada sekitar titik
tengahnya. Rusuk pertama bertindak sebagai penyekat medial dari jarum mencapai
kubah pleural dan bentuknya pendek, lebar, dan datar, dengan orientasi anteroposterior
pada daerah pleksus.
Pasien diposisikan terlentang (supine), dengan kepala dipalingkan dari sisi yang
akan diblok. Lengan yang akan dianestesi harus disampingkan, dan tangan harus
direntangkan di samping sepanjang lutut ipsilateral sejauh mungkin. Pada teknik klasik,
titik tengah clavicula harus diidentifikasi dan ditandai. Batas posterior
sternocleidomastoid dapat dengan mudah di-palpat ketika pasien agak mengangkat
kepalanya. Jari yang di-palpat dapat diletakkan di atas perut otot scalene anterior ke
dalam alur interscalene, dimana tandanya harus dibuat sekitar 1.5 sampai 2.0 cm
posterior terhadap titik tengah clavicle. Palpasi dari arteri subclavian pada daerah ini
memperjelas tandanya.
Setelah persiapan yang tepat dan suntikan pada kulit, ahli anesthesi berdiri di
samping pasien menghadap ke kepala pasien. Sebuah jarum 22-gauge, 4-cm
diarahkan dalam caudad, agak medial, dan mengarah posterior sampai diperoleh
paresthesia atau respon motor atau ditemukan rusuk pertama. Jika syringe
ditempelkan, kedudukannya menyebabkan poros jarum dan suntikan terletak hampir
paralel garis yang menghubungkan masukan kulit dan telinga pasien. Jika rusuk
pertama ditemui tanpa perolehan paresthesia, jarum dapat diarahkan sistematis secara
anterior dan posterior sepanjang rusuk sampai ditemukan pleksus atau arteri subclavian
(Gbr. 44-4; lihat ilustrasi 3 di bagian berwarna buku ini). Lokasi arteri menunjukkan
tanda yang berguna; jarum dapat dicabut dan dimasukkan kembali dengan lebih ke
arah posterolateral yang biasanya menghasilkan paresthesia atau respon motor. Pada
pencarian pleksus brakhialis, aspirasi untuk darah harusnya dilakukan sebelum
penambahan suntikan dengan total volume larutan 20 sampai 30 mL.
Rusuk biasanya bersentuhan dengan jarum pada kedalaman 3 sampai 4 cm;
akan tetapi, pada pasien obesitas atau adanya kerusakan jaringan sebagai akibat dari
hematoma atau suntikan larutan, kedalamannya bisa melebihi panjang jarum.
Walaupun demikian, sebelum jarum dimasukkan lebih dalam, harus dilakukan
pemeriksaan sederhana di arah anterior dan posterior pada kedalaman 2- sampai 3-cm
jika paresthesia tidak diperoleh. Beberapa suntikan dapat meningkatkan kualitas atau
mengurangi awal blokade.
Pendekatan yang telah dimodifikasi, pendekatan plumb-bob menggunakan posisi
pasien yang sama, walaupun daerah tempat masuk jarum berada pada titik dimana
batas lateral otot sternocleidomastoid masuk ke dalam clavicle. Setelah persiapan dan
suntikan pada kulit, jarum 22-gauge, 4-cm, dimasukkan sambil meniru cara plumb-bob
digantung pada tempat masuknya jarum (Gbr. 44-5). Seringkali, suatu paresthesia atau
respon motor diperoleh sebelum kontak dengan rusuk pertama atau arteri. Jika tidak
diperoleh paresthesia atau respon motor, jarum dimasukkan kembali sambil
mengarahkan ujung jarum cephalad dan lalu caudad pelan-pelan sampai rusuk pertama
ditemui.
Efek Samping dan Komplikasi
Kejadian pneumothorax setelah blok supraclavicular adalah 0.5% sampai 6%
dan semakin berkurang dengan bertambahnya pengalaman. Awal simptom biasanya
tertunda dan berlangsung selama 24 jam. Tidak dibenarkan radiografi dada secara rutin
setelah pemblokan. Pendekatan supraclavicular sebaiknya dihindari jika pasien tidak
kooperatif atau tidak dapat mentoleransi respirator tingkat apapun dikarenakan penyakit
yang dideritanya. Komplikasi lain termasuk blok saraf phrenic yang sering (40% sampai
60%), sindrom Horner, dan neuropathy. Adanya phrenic atau blok saraf sympathetic
servikal hanya perlu untuk diperiksa kembali.
Walaupun dapat terjadi kerusakan saraf, hal ini jarang dan biasanya terbatas.
Blok Infraclavicular
Aplikasi Klinis
Blok infraclavicular memberikan anestesi pada lengan dan tangan. Blokade terjadi pada
level urat-urat dan memberikan keuntungan teoritis dengan menghindarkan
pneumothorax ketika menopang blok dari musculocutaneous dan saraf aksilari. Tidak
diperlukan posisi lengan tertentu. Diperlukan stimulator saraf karena tidak terdapat
tanda-tanda vaskular palpable yang dapat membantu mengarahkan jarum.
Teknik
Jarum dimasukkan 2 cm ke bawah pada titik tengah batas clavicular inferior dan
dimajukan secara lateral, menggunakan stimulator saraf untuk mengidentifikasi
pleksus.18 Menandai garis antara tubercle C6 dan arteri aksilari, dengan lengan
diangkat, berguna dalam memvisualisasikan arah pleksus. Suntikan secara bertahap
larutan 20 sampai 30 mL dirasa cukup setelah jarum diposisikan secara benar. Teknik
coracoid, dengan pemasukan jarum 2 cm medial dan 2 cm caudal terhadap proses
coracoid, juga telah dideskripsikan.19 Walaupun demikian, daerah suntikan yang lebih
lateral dapat menyebabkan ketidakadaan blokade saraf musculocutaneous,
menghilangkan keuntungan paling besar dari pendekatan ini dibandingkan dengan blok
aksilari sederhana.
Efek Samping dan Komplikasi
Dikarenakan perlunya pendekatan buta menuju pleksus, resiko injeksi intravaskular
dapat meningkat. Arah jarum medial yang berlebihan dapat mengakibatkan
pneumothorax. Komplikasi jarang lainnya seperti infeksi dan hematoma, secara teoritis,
juga dimungkinkan.
Blok Aksilari
Aplikasi Klinis
Pendekatan aksilari menuju pleksus brakhialis sangat terkenal karena kemudahannya,
kehandalannya, dan keamanan.20 Blokade terjadi pada level saraf terminal. Walaupun
blokade saraf musculocutaneous tidaklah selalu diperoleh dengan pendekatan ini,
dapat ditambahkan pada level aksila atau pada siku. Indikasi adanya blok aksilari
termasuk bedah pada pangkal lengan dan tangan. Prosedur siku juga sukses dilakukan
menggunakan pendekatan aksilari.21 Blok ini idealnya untuk pasien rawat jalan dan
dengan mudah diadaptasikan pada populasi pediatri.22, 23 Walaupun demikian, blok
aksilari tidak cocok pada prosedur bedah pada lengan atas atau bahu, dan pasien
harus dapat mengangkat lengannya untuk dilakukan blok.
Teknik
Konsep anatomi yang harus dipertimbangkan sebelum blok aksilari termasuk berikut ini:
1. Bundel neurovaskular adalah multikompartemen (Gbr. 44-6).24
2. Arteri aksilari adalah tanda yang sangat penting; saraf menjaga orientasi yang
dapat ditebak pada arteri.
3. Saraf median ditemukan superior terhadap arteri, saraf ulnar terletak inferior, dan
saraf radial terletak posterior dan agak lateral (Gbr. 44-7; lihat ilustrasi 5 di
bagian berwarna buku ini).
4. Pada level ini, saraf musculocutaneous telah meninggalkan selongsongnya dan
terletak pada substansi otot coracobrachialis.
5. Saraf intercostobrachial, cabang dari saraf intercostal T2, biasanya diblok dekat
permukaan kulit diatas arteri; walaupun demikian, anestesi yang cukup untuk
tourniquet dapat diyakinkan dengan menambahkan wheal 1 sampai 2 cm caudad
dan cephalad.
Pasien harus diposisikan terlentang (supine) dengan lengan yang akan diblok
ditempatkan di sudut atas badan dan siku ditekuk 90 derajat. Dorsum tangan
dibaringkan pada kasur atau bantal; hiperabduksi lengan dengan penempatan tangan
dibawah kepala pasien tidaklah disarankan karena posisi ini seringkali menutup denyut.
Arteri aksilari dipalpat, dan sebuah garis digambar menapak jalurnya dari aksila
bawah proksimal sejauh mungkin. Kemudian arteri dimantapkan terhadap humerus
pasien dengan telunjuk dan jari tengah tangan kiri, dan kulit dinaikkan tepat di atas
arteri pada titik aksila kira-kira di batas kulit. Penempatan jarum proksimal dan
mempertahankan tekanan distal menyediakan penyebaran proksimal larutan.
Metode Penempatan Jarum
Beberapa metode yang mengidentifikasi selongsong aksilari telah dijelaskan, semuanya
dilaporkan dengan hasil yang bagus. Secara paresthesias tidak diperlukan. Walaupun
demikian, injeksi multiple dapat mempersingkat waktu awal dan dapat meningkatkan
kehandalan blokade.
1. Paresthesias dapat dicari dengan sebuah jarum 25-gauge, 2-cm, dimulai dengan
dalam (cth. saraf radial) atau dengan saraf di sekitar daerah pembedahan. Jarum
yang lebih panjang dari 2 cm jarang diperlukan untuk mencapai bundel
neurovaskular; sisi miring jarum yang lebih kecil dan pendek dapat dihubungkan
dengan resiko yang lebih kecil dari kerusakan saraf.22, 25 Setiap paresthesia
diinjeksikan dengan 10 mL anestesi lokal.
2. Sebuah stimulator saraf dapat digunakan dengan jarum yang diinsulasi untuk
mencari sarafnya. Teknik ini menghilangkan kebutuhan untuk paresthesias, dan
walaupun tidak terbukti, dapat merendahkan resiko kerusakan saraf.26
3. Sebuah jarum pendek-miring dapat dimasukkan sampai selongsong aksilari
ditemukan, dibuktikan dengan bunyi klik fasial, lalu larutan 40 sampai 50 mL
diinjeksikan setelah aspirasi negatif.20, 27
4. Teknik transarterial dapat digunakan, oleh apa jarum melubangi arteri dan
larutan 40 sampai 50 mL diinjeksikan anterior terhadap arteri; alternatifnya;
setengah larutan diinjeksikan posterior dan setengahnya lagi diinjeksikan anterior
terhadap arteri. Perawatan harus lebih diperhatikan untuk menghindari injeksi
intravaskular dengan teknik ini, khususnya karena tekanan dari injeksi di dalam
kompartemen selongsong aksilari dapat menggerakkan struktur anatomi,
hubungannya dengan jarum yang tidak bergerak. Beberapa praktisi menghindari
lubang arterial yang disengaja karena percaya bahwa itu merupakan trauma
yang tidak diperlukan.
5. Blok bidang pleksus brakhialis dengan injeksi fanlike larutan anestesi lokal 10
sampai 15 mL pada setiap sisi arteri adalah variasi dari teknik selongsong
(sheath). Paresthesias, walaupun tidak untuk dicari, seringkali ditemui dengan
teknik ini, dan ini menunjukkan penempatan yang sudah benar.
Ketika injeksi telah selesai, lengan harus dikembalikan ke samping pasien. Hal
ini mencegah kepala humeral menghalangi aliran larutan secara proksimal; tekanan
distal dan pijatan dapat membantu. Vester-Andersen dan kolega28 tidak dapat memblok
saraf musculocutaneus secara konsisten dengan volume sampai 80 mL. Jika saraf
musculocutaneous tidak diblok oleh pendekatan aksilari, dapat diblok dengan injeksi di
dalam badan otot coracobrachialis atau pada siku bagian permukaannya pada aspek
lateral antecubital fossa tepat di atas garis interepicondylar.
Tingkat Kesuksesan dengan Teknik Blok Aksilari
Tingkat kesuksesan untuk blok aksilari tergantung pada definisi blok yang sukses (cth,
anestesi bedah versus blokade semua saraf terminal keempat-empatnya bagian
ekstremiti atas), teknik yang digunakan untuk menemukan pleksus brakhialis, dan
sejumlah injeksi. Tingkat kesuksesan dengan sekali-injeksi dapat bermacam-macam.29.
30 Thompson dan Rorie24 menyimpulkan bahwa kehadiran multiple kompartemen
membatasi difusi larutan (dan kesuksesan teknik sekali-suntik). Walaupun Partridge
dan partner31 memastikan keberadaan kompartemen-kompartemen ini, mereka
menyimpulkan bahwa “septa” yang membaginya tidaklah komplit dengan dasar injeksi
methylene biru dan larutan latex pada mayat. Kontroversi antar teknik injeksi-single dan
multiple tetap tidak terpecahkan.
Elisitasi paresthesia sama manjurnya dengan stimulasi saraf periferal (dengan
respon motor 0.5 sampai 0.8 mA). Kebanyakan studi menyarankan teknik transarterial
dua-injeksi sama dengan single-paresthesia atau pendekatan stimulasi saraf-single.
Umumnya, keberhasilan paresthesia dan teknik stimulator saraf periferal meningkat
ketika digunakan injeksi multiple. Sebaliknya, tingkat kesuksesan dengan perivaskular
atau pendekatan klik fasial dapat diandalkan secara berbeda.7 Kefamiliaran dengan
bermacam-macam teknik pada blok aksilari dari pleksus brakhialis menjadikan ahli
anestesi fleksibel secara maksimal untuk melakukan pendekatan anestesi sesuai
situasi klinis.
Efek Samping dan Komplikasi
Cedera saraf dan toksisitas sistemik adalah komplikasi yang paling signifikan
dihubungkan dengan pendekatan aksilari. Pernyataan bahwa neuropathy lebih familier
dengan teknik paresthesia dapat dibenarkan, tapi tidak didukung oleh data yang
tersedia. Walaupun ketika tidak mencari paresthesia, seringkali terjadi secara tidak
sengaja.32 Injeksi volum besar anestesi lokal, khususnya dengan pendekatan
transarterial, meningkatkan resiko injeksi intravaskular dan toksisitas sistemik anestesi
lokal. Hematoma dan infeksi adalah komplikasi yang jarang. Blokade neural sentral dan
pneumothorax bukanlah komplikasi, sebagaimana pendekatan lain pada pleksus
brakhialis.
Blok Periferal pada Level Midhumeral, Siku, dan Pergelangan
Aplikasi Klinis
Sebagaimana teknik untuk blokade pleksus brakhialis mencapai kepopuleran, indikasi
untuk blokade saraf periferal pada pergelangan dan siku telah berkurang. Walaupun
demikian, teknik-teknik ini dapat berguna ketika diperlukan anestesi terbatas, ketika ada
kontra indikasi pada blok pleksus brakhialis (cth, infeksi, bedah bilateral, abnormal
koagulasi, diathesis pendarahan, anatomi sulit), atau ketika blokade pleksus brakhialis
tidak komplit. Hanya pendekatan midhumeral yang menyediakan anestesi untuk
penggunaan tourniquet. Kebanyakan pasien toleransi terhadap tourniquet yang
menggembung hanya untuk waktu singkat.
Blok Midhumeral
Pendekatan midhumeral pada pleksus brakhialis telah dijelaskan. Pendekatan baru ini
melibatkan bloking setiap ke-empat saraf pleksus brakhialis secara terpisah dalam
kanal humeral pada level proksimal sepertiga dan distal dua pertiga dari humerus. Pada
level ini, saraf median dan ulnar berlokasi, secara berurutan, di aspek lateral dan medial
arteri brakhial. Saraf musculocutaneous diidentifikasi di dalam badan otot bisep, dan
saraf radial berada berdampingan dengan humerus. Volume anestesi lokal 8 sampai 10
mL diinjeksi setelah lokalisasi setiap saraf dengan stimulator saraf. Blok midhumeral
telah dilaporkan mempunyai tingkat kesuksesan lebih tinggi dibanding blok pleksus
brakhialis aksilari tradisional (didefinisikan sebagai stimulasi kedua saraf).33 Dalam studi
ini, waktu yang diperlukan untuk melengkapi blok tidak berbeda antar kedua teknik;
walaupun demikian, waktu mulai blok sensori komplit lebih pendek pada pendekatan
aksilari, padahal tingkat kesuksesan blokade semua keempat saraf utama, lebih tinggi
dalam grup midhumeral. Teknik ini dapat diaplikasikan ketika kesulitan anatomik yang
tidak memungkinkan pendekatan tradisional atau ketika prosedur pembedahan
memerlukan blok yang pada keempat saraf utama. Keamanan dan kepraktisan klinis
pendekatan midhumeral tetap akan dibuktikan.
Blok Saraf Median
Blok saraf median memberikan anestesi pada aspek palmar jari kaki dan telunjuk, jari
tengah dan setengah radial jari manis, dan kuku di jari yang sama. Blok motor termasuk
otot-otot thenar eminence, otot lumbrikal jari pertama dan kedua, dan dalam hal blok
siku, otot flexor pergelangan innervasi-median dari pangkal lengan.
Teknik pada Siku
Dengan lengan pasien diletakkan pada posisi anatomik (cth, telapak tangan ke atas),
sebuah garis digambar menghubungkan epicondyle medial dan lateral dari humerus.
Tanda besar untuk teknik ini adalah arteri brakhial, yang ditemukan medial ke tendon
bisep pada garis intercondylar. Saraf median melintang medial pada arteri (Gbr. 44-8)
dan dapat diblok dengan larutan 3 sampai 5 mL setelah elisitasi paresthesia. Jika tidak
diperoleh paresthesia, larutan dapat diinjeksi dalam pola fanlike medial pada arteri
palpated.
Teknik pada Pergelangan
Saraf median berlokasi antara flexor carpi radialis dan palmaris longus tendon dan
dapat diblok pada titik 2 sampai 3 cm proksimal pada lipatan pergelangan (Gbr. 44-9).
(Palmaris longus tendon secara bawaan atau absen pascabedah dari beberapa
pasien.) Hilangnya tahanan dirasakan ketika jarum melewati flexor retinaculum, titik
dimana larutan 2 sampai 4 mL seharusnya diinjeksikan. Cabang palmar permukaan
memberikan persediaan bagi kulit thenar eminence dapat diblok dengan
menginjeksikan larutan 0.5 sampai 1 mL subcutaneous diatas retinaculum.
Paresthesias seharusnya tidak dicari karena penyekatan saraf ini di dalam saluran
carpal.
Blok Saraf Radial
Blok dari saraf radial memberikan anestesi pada aspek lateral dorsum tangan (cth. sisi
jari kaki) dan porsi proksimal dari jari kaki, telunjuk, tengah dan setengah lateral jari
manis.
Teknik pada Siku
Saraf radial dapat diblok pada siku karena melewati aspek anterior dari lateral
epicondyle. Garis intercondylar dan tepi lateral dari tendon bisep ditandai. Sebuah
jarum 22-gauge, 3- sampai 4-cm dimasukkan pada titik 2 cm lateral terhadap tendon
bisep dan dimajukan sampai ditemui tulang (lihat Gbr. 44-8). Injeksi fanlike dilakukan
menggunakan larutan 3 sampai 5 mL.
Teknik pada Pergelangan
Blok saraf radial pada pergelangan adalah blok bidang dari cabang periferal-multiple
menurun sepanjang dorsum dan sisi radial pergelangan. Extensor pollicis longus
tendon dapat diidentifikasi ketika pasien merentangkan jari kakinya. Pemasukan jarum
di atas tendon ini pada dasar metacarpal pertama; injeksinya di bagian permukaan
tendon. Volume lokal anestesi 2 mL diinjeksikan proksimal sepanjang tendon, dan
tambahan 1 mL diinjeksikan begitu jarum melewati sudut kanan melintasi snuffbox
anatomik (Gbr. 44-10).
Blok Saraf Ulnar
Blokade dari saraf ulnar memberikan anestesi sisi ulnar tangan, jari kelingking, dan jari
manis dan semua otot-otot kecil tangan, kecuali bagian thenar eminence dan otot
lumbrical pertama dan kedua.
Teknik pada Siku
Walaupun saraf ulnar dapat dengan mudah dimasukkan pada posisi subcutaneous-nya
posterior terhadap medial epicondyle, blokade pada daerah ini dihubungkan dengan
sering adanya neuritis. Sarafnya pada titik ini dikelilingi jaringan berserat, diperlukan
injeksi intraneural agar berhasil. Penggunaan jarum yang sangat baik dengan volum
kecil larutan (1 mL) mengurangi resikonya; walaupun demikian, saraf dapat diblok
dengan larutan 5 sampai 10 mL pada daerah 3 sampai 5 cm proksimal terhadap siku
secara memuaskan. Anestesi lokal seharusnya diinjeksikan dengan cara fanlike tanpa
elisitasi paresthesia.
Teknik pada Pergelangan
Pada pergelangan, saraf ulnar berada di bawah flexor carpi ulnaris tendon antara arteri
ulnar dan tulang pisiform. Pada titik ini, telah dihasilkan palmar cutaneous dan cabang
dorsal. Saraf dapat didekati dengan mengarahkan jarum secara medial dari sisi radial
tendon atau, alternatifnya, dengan mengarahkan jarum secara radial dari sisi ulnar
tendon (lihat Gbr. 44-9). Setelah elisitasi paresthesia, larutan anestetik 3 sampai 5 mL
diinjeksikan atau disebarkan dengan cara fanlike.
Blok Saraf Musculocutaneous
Saraf musculocutaneous berakhir sebagai saraf cutaneous lateral pangkal lengan.Saraf
ini memberikan innervasi sensori pada kulit pada sisi radial pangkal lengan sampai
sendi radiocarpal. Blok ini biasanya dilakukan untuk menambahkan pendekatan aksilari
pada anestesi pleksus brakhialis.
Teknik pada Siku
Saraf cutaneous lateral pangkal lengan dapat diblok 1 cm proksimal pada garis
intercondylar dengan segeral lateral pada tendon bisep. Infiltrasi fanlike larutan 3
sampai 5 mL subcutaneous di daerah ini memberikan anestesi yang sangat baik pada
saraf ini.
Blokade Periferal pada Siku Versus Pergelangan
Saraf cutaneous pangkal lengan timbul di lengan atas dan tidak mengalami anestesi
oleh blok saraf periferal pada siku. Tidak terdapat keuntungan dari blok saraf periferal
ekstremiti atas ketika membandingkan teknik siku dengan pergelangan; keduanya
memberikan anestesi sensori tangan.
Efek Samping dan Komplikasi
Umumnya, blok periferal distal dihubungkan dengan komplikasi resiko rendah.
Walaupun demikian, injeksi intravaskular dapat terjadi, dan disarankan bersikap hati-
hati seperti biasa terhadap injeksi bertahap setelah aspirasi. Resiko cedera saraf
diteorikan meningkat ketika dilakukan lebih banyak blok periferal distal, kemungkinan
dikarenakan penempatan saraf permukaan antara struktur tulang dan ligamentous, oleh
karena itu memberikan akses setiap saat memeriksa titik jarum.
Blok Regional Intravenous
Blok regional intravenous dijelaskan pertama kalinya oleh seorang ahli bedah Jerman,
August Bier, pada 1908.34 Metode awal melibatkan dua tourniquet dan anestetik lokal
sintetik pertama, procaine. Teknik ini kehilangan popularitasnya ketika metode bloking
pleksus brakhialis, yang dapat diandalkan, dikembangkan.
Aplikasi Klinis
Blok Bier mempunyai keuntungan banyak, termasuk kemudahan pemberian, kecepatan
recover, cepat mulai (onset), relaksasi muscular, perpanjangan anestesi yang dapat
dikontrol. Ini teknik yang sangat baik untuk prosedur bedah terbuka pendek (<90 menit)
dan untuk reduksi tertutup fraktur tulang.
Teknik
Intravenous cannula diletakkan di ekstremiti atas akan diblok se-distal mungkin; pasien
juga harus mempunyai intravenous cannula di ekstremiti atas non-operatif untuk
pemberian fluida dan obat-obat lainnya. Secara tradisional, dobel tourniquet diletakkan
pada sisi operatif; kedua balon (cuff) dikembungkan sampai kira-kira 150 mmHg lebih
dari tekanan sistolik, dan kehadiran pulsa radial menunjukkan tekanan tourniquet yang
cukup. Total dosis untuk anestesi lokal didasarkan pada bobot pasien, dan diinjeksikan
perlahan (3 mg/kg dari 0.5% prilocaine atau lidocaine, tanpa epinephrine). Waktu mulai
(onset) anestesi biasanya dalam 5 menit. Ketika pasien mengeluhkan sakit tourniquet,
distal tourniquet, yang berada sepanjang kulit teranestesi, dikembungkan, dan
proksimal tourniquet dilepaskan. Data menunjukkan bahwa penggunaan balon (cuff)
lebar single membolehkan penggunaan tekanan inflasi lebih rendah selama anestesi
regional intravenous. Keuntungan dasar adalah tekanan yang lebih rendah akan
mengurangi adanya komplikasi neurologi hubungannya dengan tekanan inflasi tinggi
dengan balon (cuff) sempit dobel.35 Tourniquet dapat dengan aman dilepaskan setelah
25 menit, tapi pasien harus diamati lebih baik terhadap toksisitas anestetik lokal selama
beberapa menit setelah pelepasan tourniquet. Injeksi perlahan larutan anestetik lokal
pada daerah distal telah ditunjukkan membuat rendah resiko toksisitas.
Efek Samping dan Komplikasi
Problem teknis dengan blok ini termasuk ketidaknyamanan tourniquet, kecepatan pulih
yang mengarah pada rasa sakit pasca-operasi, kesulitan dalam mencari daerah tanpa
darah (bloodless field), dan kebutuhan eksanguinasi jika terjadi cedera yang
menyakitkan. Pengempisan tourniquet tiba-tiba atau lebih awal atau penggunaan dosis
anestetik lokal yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi toksik. Injeksi obat se-distal
mungkin pada tingkat kecepatan rendah telah ditunjukkan mengurangi level darah dan
secara teoritis meningkatkan keamanan.36 Penggunaan bupivacaine untuk anestesi
regional intravenous telah dihubungkan dengan toksisitas anestetik lokal dan
kematian37 dan tidak direkomendasikan. Pengempisan siklik dari tourniquet pada
interval 10-detik telah ditunjukkan meningkatkan waktu mencapai puncak level lidocaine
arterial, yang dapat mengurangi potensi toksisitas.38 Komplikasi jarang lainnya
dihubungkan dengan teknik ini meliputi phlebitis (dengan 2-chloroprocaine),
perkembangan sindrom kompartemen, dan hilangnya limb.
BLOK EKSTREMITI BAWAH
Pengetahuan tentang anatomi pleksus lumbosakral dan nervus periferal dari ekstremiti
bawah membuat ahli anestesi dapat memberikan perawatan anestetik yang mencakup
banyak hal. Blok-blok ini aman dan mempunyai keuntungan tertentu, seperti bebas rasa
sakit pasca-operasi dan kurangnya sympathetictomy komplit, yang membuatnya ideal
pada pasien tertentu.
Blok ekstremiti bawah kurang terkenal dibanding prosedur pembedahan
ekstremiti atas yang secara rutin digunakan. Sebagian karena penerimaan oleh
sebagian besar orang dan keamanan spinal dan anestesi epidural. Tidak seperti
pleksus brakhialis, saraf yang disediakan ekstremiti bawah tidaklah dikelompokkan
secara anatimik yang dapat dengan mudah diblok dengan injeksi anestesi lokal agak di
permukaan. Karena pertimbangan anatomik, blok ekstremiti bawah secara teknis lebih
sulit dan perlu latihan dan praktek lebih banyak sebelum menjadi ahli. Banyak dari blok
ini dilakukan secara klasik menggunakan paresthesia, hilangnya ketahanan, atau teknik
blok medan, dan tingkat kesuksesan yang bervariasi. Kemajuan pada teknologi jarum,
kateter, dan stimulator saraf telah memfasilitasi penempatan struktur saraf dan
meningkatkan tingkat kesuksesan. Aplikasi terbaru memfokuskan pada analgesi
pascaoperasi yang diperpanjang untuk membantu dalam rehabilitasi dan penghentian
perawatan.
Anatomi
Suplai saraf pada bagian ekstremiti bawah diturunkan dari pleksus lumbar dan sakral.
Pleksus lumbar dibentuk oleh anterior rami dari keempat pertama saraf lumbar,
seringkali termasuk cabang dari T12 dan kadang dari L5 (Gbr. 44.11; lihat ilustrasi 11 di
bagian berwarna buku ini). Pleksus berada antara psoas mayor dan otot lumborum
quadratus di dalam yang disebut dengan kompartemen psoas.
Komponen yang lebih rendah dari pleksus, L2, L3, dan L4 utamanya innervasi
pada paha anterior dan medial. Divisi anterior dari L2, L3, dan L4 membentuk saraf
obturator; divisi posterior pada komponen yang sama membentuk saraf femoral; dan
saraf cutaneous femoral lateral membentuk dari divisi posterior L2 dan L3.
Saraf cutaneous posterior dari paha dan saraf sciatic diturunkan dari saraf sacral
pertama, kedua, dan ketiga ditambah cangan dari anterior rami dari L4 dan L5 secara
berurutan. Saraf-saraf ini sama-sama melewati pelvis dan foramen sciatic yang lebih
besar dan diblok oleh teknik yang sama. Saraf sciatic adalah kombinasi dari dua saraf
badan mayor, tibial (cth, cabang ventral dari anterior rami L4, L5, S1, S2, dan S3) dan
peroneal umum (cth, cabang dorsal dari anterior rami L4, L5, S1, S2, dan S3), yang
membentuk saraf sciatic. Pada atau di atas fossa popliteal, mereka berpisah, dengan
saraf tibial lewat secara medial dan peronal umum secara lateral. Distribusi cutaneous
dari lumbosakral dan saraf periferal ditunjukkan pada Gambar 44-12.
Blok Kompartemen Psoas
Blok kompartemen psoas menggunakan suatu teknik dimana sebuah jarum
ditempatkan pada ruang antara psoas mayor dan otot lumborum quadratus. Volum
besar dari larutan yang diinjeksi menganestesi pinggul dan paha anterolateral.39
Aplikasi Klinis
Blok kompartemen psoas menawarkan injeksi single daripada tiga pemasukan jarum
terpisah pada anestesi pleksus lumbar. Teknik harus digabungkan dengan blok sciatic
untuk anestesi pada seluruh ekstremiti bawah. Blok kompartemen psoas sering
digunakan untuk menyediakan analgesia pascaoperasi pada pasian yang mengalami
bedah mayor lutut dan pinggul.
Teknik: Pendekatan Posterior
Pasien diposisikan pada posisi lateral, dengan pinggul ditekuk dan operatif ekstremiti
atas. Sebuah garis digambar menghubungkan iliac crest (cth, garis interkristal),
mengidentifikasi spine lumbar keempat. Setelah persiapan pada kulit, kulit dinaikkan 3
cm caudad dan 5 cm lateral terhadap garis tengah pada sisi yang akan diblok. Jarum
stimulasi 21-gauge, 10-cm dimasukkan tegak lurus terhadap daerah masuk kulit sampai
kontak dengan proses transversal lumbar kelima. Jarum diarahkan kembali ke cephalad
sampai melalui proses transversal. Pleksus lumbar diidentifikasi oleh elisitasi sebuah
respon motor quadrisep. Ketika jarum pada tempatnya, larutan 30 mL diinjeksikan.
Berdasar pada studi gambar anatomik, Capdevila dan rekan40 memodifikasi
teknik psoas klasik. Daerah pemasukan jarum adalah persimpangan antara lateral
ketiga dan medial dua pertiga pada garis antara proses spinus L4 dan sebuah garis
paralel pada kolom spinal melewati spine iliac superior posterior. (Proses spinus dari L4
diperkirakan sekitar 1 cm cephalad sisi atas iliac crest.) Jarum dimasukkan tegak lurus
kulit sampai kontak dengan proses transverse L4 ditemukan dan dimasukkan lewat
proses transverse sampai sentakan otot femoris quadrisep terelisitasi. Walaupun
perbedaan antara pria dan wanita pada kedalaman pleksus lumbar (nilai tengah, 8.5
dan 7.0 cm, secara berurutan), jarak dari proses transverse L4 ke pleksus lumbar dapat
dibandingkan (nilai tengah, 2 cm) di kedua jenis kelamin. Penyelidik menekankan pada
pentingnya perolehan kontak dengan proses transverse L4 untuk memantapkan
kedalaman dan posisi jarum yang tepat.
Teknik: Pendekatan Perivaskular
Pendekatan perivaskular (cth, blok 3-in-1) pada kompartemen psoas didasarkan pada
pernyataan bahwa injeksi volum besar anestesi lokal di dalam kanal femoral sambil
menjaga tekanan distal akan menghasilkan penyebaran larutan yang proksimal ke
dalam kompartemen psoas dan berkonsekuensi pada blok pleksus lumbar.41 Kunci
asumsi anatomiknya adalah selongsong fasial mengelilingi akar lumbar merentang ke
kanal femoral dan bertindak sebagai penutup dari penyebaran larutan anestetik lokal.
Pasien tidur pada posisi terlentang (supine). Inguinal ligamennya ditandai sebagai
sebuah garis menghubungkan pubic tubercle dan anterior superior iliac spine. Arteri
femoral ditandai. Jarum 22-gauge, 5-cm dimasukkan lateral arteri dalam arah cephalad
sampai diperoleh paresthesia atau respon stimulator saraf. Jarum dipertahankan tidak
bergerak sambil diaplikasikan tekanan distal pada selongsong femoral. Total larutan 20
sampai 40 mL diinjeksikan secara bertahap setelah aspirasi negatif. Anestesi yang
dapat diandalkan dari femoral dan saraf cutaneous femoral lateral dapat diperkirakan
dengan 20 mL. Meskipun demikian, blok saraf obturator dapat terjadi walau dengan
volum lebih besar dari 30 mL.
Efek Samping dan Komplikasi
Penempatan jarum dalam dengan pendekatan posterior (kompartemen psoas)
meningkatkan resiko kemungkinan epidural, subarachnoid, atau suntikan intravaskular.
Kerusakan saraf periferal juga berpotensi terjadi dengan teknik ini. Efek samping dari
pendekatan paravertebral pada pleksus lumbar adalah munculnya blok sympathetic dari
extravakasi anestesi lokal. Sympathectomy unilateral biasanya ada konsekwensi kecil.
Karena salah satu alasan pemilihan blok ekstremiti bawah terhadap blokade spinal atau
epidural adalah untuk menghindari sympathectomy, keuntungan dari blok kompartemen
psoas berkurang jika efek ini terjadi.
Blok Saraf Femoral
Saraf femoral dibentuk oeh otot mayor psoas dengan pembagian posterior dari saraf
lumbar kedua, ketiga, dan keempat. Muncul dari batas lateral otot psoas menurun pada
alur antara otot psoas dan iliacus dan memasuki paha dengan melewati lateral ligamen
inguinal ke arteri femoral. Pada titik ini, saraf membagi jadi banyak cabang terminal,
yang telah diklasifikasikan sebagai anterior dan posterior. Cabang anterior primernya
adalah cutaneous, dan cabang-cabang dalam utamanya adalah motor.
Saraf femoral menyediakan otot kompartemen anterior paha (cth, quadrisep,
sartorius) dan kulit paha anterior dari ligamen linguinal ke lutut. Cabang terminalnya
adalah saraf saphenous, yang menyediakan daerah terdiri dari kulit sepanjang sisi
medial kaki dari lutut ke jari kaki kaki.
Aplikasi Klinis
Blok femoral utamanya digunakan bersamaan dengan blok periferal lainnya. Walaupun
demikian, ini dapat digunakan sendiri untuk biopsi otot dari otot quadrisep atau
prosedur bedah lainnya terbatas pada paha anterior, dan telah dilaporkan efektif untuk
manajemen anestetik arthroskopi lutut dan perbaikan bedah pada fraktur poros
midfemoral.42, 43
Teknik
Pasien diposisikan pada posisi terlentang (supine). Sebuah garis digambar antara spine
iliac superior anterior dan pubic tubercle, mengidentifikasikan ligamen inguinal. Arteri
femoral ditandai. Jarum, 22-gauge, 4-cm, dimasukkan lateral pada garis ini (Gbr. 44-
13A; lihat ilustrasi 12 pada bagian berwarna buku ini). Ketika jarum mencapai
kedalaman arteri, denyut hub terlihat. Elisitasi paresthesia atau respon motor
memverifikasi penempatan jarum sudah benar. Biasanya, cabang anterior saraf femoral
diidentifikasikan pertama kali. Stimulasi cabang ini mengarah pada kontradiksi otot
sartorius pada aspek medial paha dan tidak seharusnya diterima. Jarum harus kembali
diarahkan agak ke arah lateral dan ke arah yang lebih dalam untuk mengenai cabang
posterior dari saraf femoral. Stimulasi cabang ini diidentifikasi penurunan patellar ketika
kontraksi quadrisep. Anestesi lokal (20 mL) diinjeksi pada daerah tersebut.
Efek Samping dan Komplikasi
Injeksi intravaskular dan hematoma mungkin terjadi karena proksimitas arteri femoral.
Secara anatomis, saraf dan arteri berada pada selongsong yang terpisah sejauh sekitar
1 cm. Kebanyakan pasien dengan anatomi normal, arteri femoral dapat dengan mudah
dipalpat, masuk dengan dengan benar, memposisikan jarum dengan aman ke denyut.
Keberadaan cangkokak vaskular femoral merupakan kontra indikasi dengan blok ini.
Kerusakan saraf jarang terjadi dengan teknik ini.
Blok Saraf Cutaneous Femoral Lateral
Saraf cutaneous femoral lateral (L2 dan L3) segera muncul pada batas lateral dari otot
psoas caudad pada saraf ilioinguinal. Ini menurun di bawah iliac fascia memasuki paha
ke dalam sampai ligamen inguinal medial 1 sampai 2 cm menuju punggung iliac
superior anterior. Sarafnya muncul dari lata fasia dibawah punggung 7 sampai 10 cm
dan membagi menjadi cabang anterior dan posterior. Kulit porsi lateral paha dari
pinggul ke paha tengah disediakan oleh cabang posterior; cabang anterior
menyediakan paha anterolateral sampai ke lutut.
Aplikasi Klinis
Blok ini berguna untuk pengambilan cangkok kulit dan dapat digunakan bersama blok
saraf periferal lainnya untuk anestesi komplit di ekstremiti bawah.
Teknik
Sebuah titik ditandai medial 2 cm dan caudad 2 cm ke punggung iliac superior anterior.
Jarum 22-gauge, 4-cm dimasukkan tegak lurus daerah entri kulit sampai penarikan
secara tiba-tiba mengindikasikan jalur melalu lata fasia. Ketika jarum dipindahkan
dengan pola fanlike secara lateral dan medial, larutan 10 sampai 15 mL diinjeksikan,
menempatkan anestesi lokal di atas dan di bawah fasia (lihat Gbr. 44-13A; lihat ilustrasi
12 di bagian berwarna buku ini).
Saraf juga dapat diblok medial dan posterior dari punggung iliac superior anterior
dengan larutan anestesi 10 mL. Menggabungkan kedua teknik (cth, metode sabuk-dan-
suspender) meninggikan tingkat kesuksesan, tetapi total volum larutan yang digunakan
bisa memberi batasan. Karena ini adalah saraf sensori murni, stimulator saraf tidak
berguna dalam menjalankan blok ini.
Efek Samping dan Komplikasi
Perpanjangan anestesi agak terbatas dengan blok ini, tapi terdapat resiko yang rendah
terhadap komplikasi. Neuritis saraf ini disebabkan oleh trauma jarum atau toksisitas
obat adalah sebuah potensi tapi bukan merupakan komplikasi. Tidak terdapat
pembuluh darah besar di lingkungan saraf ini, dan kemungkinan terjadi secara cepat
atau injeksi intravaskular sangat kecil.
Blok Saraf Obturator
Saraf obturator utamanya diturunkandari saraf lumbar ketiga dan keempat dengan
kontribusi minor sesekali dari L2. Saraf terbentang dalam di kanal obturator, menurun
dari batas medial otot psoas. Ketika saraf meninggalkan kanal obturator, ini membagi
ke dalam cabang anterior dan posterior. Cabang anterior menyediakan cabang anterior
ke pinggul dan otot aduktor anterior dan cabang cutaneous yang bervariasi ke arah
paha medial bawah. Cabang posterior inervasi otot aduktor dalam dan dapat mengirim
cabang artikular ke lutut.
Aplikasi Klinis
Saraf obturator biasanya diblok sebagai bagian anestesi regional untuk pembedahan
lutut. Utamanya adalah saraf motor, jarangkali diblok secara mandiri; walau begitu, blok
saraf obturator dapat berguna dalam merawat atau mendiagnosa perpanjangan spasm
aduktor pada pasien dengan palsy cerebral dan penyakit otot atau neurologi lainnya
mempengaruhi ekstremiti bawah sebelum intervensi bedah (cth, tenotomi aduktor)
Teknik
Pasien diposisikan pada posisi terlentang (supine), dan dibuat sebuah tanda lateral 1
sampai 2 cm dan caudad 1 sampai 2 cm ke pubic tubercle. Kulit diangkat, dan jarum
22-gauge, 8- sampai 10-cm dimasukkan tegak lurus daerah entri kulit dengan arah
agak medial. Pubic ramus inferior ditemui pada kedalaman 2 sampai 4 cm, dan jarum
dijalankan ke arah lateral dan caudad, sampai melewati kanal obturator. Saraf obturator
berlokasi lewat 2 sampai 3 cm dari titik permulaan kontak dengan pubic ramus (lihat
Gbr. 44-13; lihat ilustrasi 12 pada gambar berwarna buku ini). Setelah aspirasi negatif,
anestesi lokal 10 sampai 15 mL diinjeksikan. Stimulator saraf berguna dalam
menemukan saraf obturator, dan penempatan jarum yang tepat dibuktikan dengan
kontraksi otot aduktor paha medial.
Pendekatan klasik blok saraf obturator melibatkan kontak periosteal yang
menyakitkan dan pengarahan jarum multiple. Pendekatan interaduktor alternatif
dijelaskan oleh Wasseff.44 Pada teknik ini, jarum dimasukkan di belakang tendon
aduktor, dekat masukan pubicnya, dan diarahkan lateral menuju tanda pada kulit medial
1 sampai 2 cm pada arteri femoral dan di bawah ligamen inguinal mewakili kanal
obturator. Sarafnya diidentifikasi oleh respon motor pada stimulasi saraf periferal di otot
aduktor.
Efek Samping dan Komplikasi
Komplikasi jarang terjadi, tapi blok ini secara teknis lebih sulit dibandingkan blok
ekstremiti bawah lainnya. Kanal obturator mengandung struktur vaskular dan neural,
dan secara teoritis terdapat resiko injeksi intravaskular, hematoma, dan kerusakan
saraf. Ketiadaan anestesi pada distribusi saraf obturator dapat menunjukkan blok
ekstremiti bawah sempurna tidak cocok untuk prosedur bedah pada lutut.
Blok Saraf Sciatic
Saraf sciatic (L4 dan L5, S1 sampai S3) adalah yang terbesar dari empat saraf periferal
dari ekstremiti bawah, dengan lebar 2 cm ketika meninggalkan pelvis dengan saraf
cutaneous posterior dari paha. Saraf sciatic terdiri dari dua saraf terikat oleh selongsong
umum yang menghubungkan jaringan; komponen tibial adalah medial dan anterior, dan
komponen peroneal umum pada lateral dan agak posterior. Setelah melewati foramen
sacrosciatic dibawah otot piriformis, terbentang antara mochanter yang lebih besar dari
femur dan tuberositas ischial. Saraf menjadi agak di permukaan pada batas bawah otot
maximus gluteus, dimana ini mulai menurun aspek posterior pada paha ke fossa
popliteal. Ini menyediakan innervasi cutaneous pada paha posterior dan semua betis
dan kaki di bawah lutut, kecuali cabikan medial tipis yang disediakan oleh saraf
saphenous.
Aplikasi Klinis
Karena distribusi sensorinya yang lebar, blok saraf sciatic dapat dilakukan, bersama
dengan blok saraf saphenous atau femoral, untuk prosedur bedah apapun dibawah
lutut yang tidak memerlukan tourniquet paha. Ini dapat juga digabungkan dengan blok
saraf periferal lainnya memberikan anestesi untuk prosedur bedah yang melibatkan
paha dan lutut. Bentuk anestesi ini menghindarkan sympathectomy dihubungkan
dengan blok neuroaksial dan oleh karena itu dapat memberi keuntungan ketika ada
perubahan apapun pada hemodinamik bisa jadi merupakan deleterious, seperti pasien
dengan stenosis aortic yang signifikan.
Teknik: Pendekatan Klasik (Posterior) Labat
Untuk pendekatan klasik (posterior) Labat, pasien diposisikan secara lateral, dengan
betis yang akan diblok diangkat ke atas menuju lutut tertekuk dengan tumit terletak
pada lutut yang bebas (non-operatif) (Gbr. 44-14; lihat ilustrasi 13A pada gambar
berwarna buku ini).6 Sebuah garis digambar menghubungkan punggung iliac superior
posterior menuju trochanter femur yang lebih besar. Garis tegak lurus digambar
membagi dua garis ini dan memanjang caudad 5 cm. Garis kedua digambar dari
trochanter besar menuju hiatus sakral. Persimpangan garis ini dengan garus tegak
lurus menunjukkan titik entri jarum dan jatuh 3 sampai 5 cm sepanjang garis. Jarum 22-
gauge, 10- sampai 12-cm dimasukkan sampai terelisitasi paresthesia atau respon
stimulator saraf atau tulang terkontak (Gbr. 44-15: lihat ilustrasi 13B pada gambar
berwarna buku ini). Jika ditemui tulang, jarum diarahkan kembali secara sistematis
pada arah lateral atau medial. Setelah jarum ditempatkan secara benar, diinjeksikan
total larutan 20 sampai 30 mL.
Teknik: Pendekatan Anterior
Pendekatan anterior berguna ketika pasien tidak dapat diposisikan untuk pendekatan
posterior klasik karena rasa sakit atau kurang kooperatif.45 Blokade inisial saraf femoral
mengurangi rasa sakit berhubungan dengan pendekatan ini.
Dengan pasien pada posisi terlentang (supine), sebuah garis digambar
sepanjang ligamen inguinal dari anterior superior iliac crest menuju pubic tubercle
dibagi tiga. Garis kedua paralel ligamen inguinal digambar, mulai dari tuberositas
trochanter besar. Jarum 22-gauge, 10.5- sampai 12-cm dimasukkan tegak lurus dengan
sudut agak lateral pada bagian dimana garis melintasi garis kedua, menggambarkan
titik tengah dan medial ketiga. Jarum dimasukkan sampai kontak dengan tulang, lesser
trochanter dari femur (Gbr. 44-16). Jarum diarahkan kembali secara medial melewati
femur, dan dicari paresthesia atau respon stimulator saraf pada kedalaman sekitar 5 cm
melewati tulang. Total larutan 20 sampai 25 mL diinjeksikan secara bertahap setelah
aspirasi yang hati-hati.
Teknik: Pendekatan Lain
Saraf sciatic juga dapat diblok dengan pasien pada posisi lateral46 dan lithotomy47,
walaupun ini jarang dilaksanakan secara klinis.
Teknik untuk Menaikkan Tingkat Kesuksesan
Beberapa metode telah diuji coba untuk meningkatkan kesuksesan dengan blokade
saraf sciatic. Usaha untuk menempatkan jarum di tengah saraf sciatic dengan
mengidentifikasi titik akhir motor tertentu (cth, inversi kaki) dapat meningkatkan tingkat
kesuksesan. Metode lain adalah konsep injeksi multiple. Dua komponen mayor saraf
sciatic diidentifikasi dan diblok secara terpisah. Beberapa ahli menyarankan blok saraf
sciatic dimulai sebelum waktu bedah terjadwal untuk memperpanjang waktu tinggal dan
memberi persiapan yang lama.
Efek Samping dan Komplikasi
Blok ini secara teknis sulit dilakukan dan bisa jadi sangat menyakitkan. Formasi
hematoma bisa dimungkinkan. Resiko kerusakan saraf juga dilaporkan, walaupun
paresthesia yang persisten biasanya terbatas. Tingkat minimal vasodilasi dapat terjadi
denga blok saraf sciatic.
Blok Fossa Popliteal
Otot posterior paha adalah femoris bisep, semimembranosus, semitendinosus, dan
porsi posterior dari magnus aduktor. Sebagaimana otot-otot ini dilacak secara distal dari
asal mereka pada tuberositas ischial, mereka berpisah menjadi meidal
(semimembranosus, semitendinosus) dan muskulatur lateral (bisep), dan membentuk
batas atas fossa popliteal. Batas bawah fossa popliteal didefinisikan oleh dua kepala
gastrocnemius. Pada bagian atas fossa popliteal, saraf sciatic terbentang posterolateral
pada pembuluh popliteal. Pembuluh medial berada medial terhadap saraf, dan arteri
popliteal berada paling anterior, terbentang pada permukaan popliteal dari femur. Dekat
batas atas fossa popliteal, kedua komponen saraf sciatic berpisah. Saraf peroneal
menyebar secara lateral, dan cabang tibial besar menurun hampir melalui fossa. Saraf
tibial dan pembuluh popliteal lalu menghilang ke penyatuan kepala oto gastrocnemius.
Aplikasi Klinis
Blok ini terutama digunakan untuk bedah kaki dan mata kaki. Blok juga telah digunakan
pada populasi pediatri dengan sukses. Blok fossa popliteal lebih disukai untuk blok
mata kaki pada prosedur bedah yang memerlukan penggunaan calf tourniquet.
Komponen-komponen saraf sciatic dapat diblok pada tingkat fossa popliteal melalui
pendekatan posterior atau lateral. Blok tambahan saraf saphenous diperlukan untuk
prosedur bedah pada aspek medial betis, atau ketika digunakan calf tourniquet atau
perban Esmarch.
Teknik: Pendekatan Posterior
Pendekatan klasik pada fossa popliteal adalah dengan cara posterior, dengan pasien
posisi tengkurap (prone). Walaupun demikian, jalan masuk dapat terjadi dengan pasien
pada posisi lateral (cth, sisi operatif nondependen) atau posisi terlentang (supine, cth,
dengan betis ditekuk pada pinggul dan lutut).
Batas fossa popliteal diidentifikasi oleh tekukan sendi lutut. Dibangun segitiga,
dengan dasar terdiri dari lipatan kulit di belakang lutut, dan dua sisi terdiri dari
semimembranosus (secara medial) dan bisep (secara lateral). Garis yang membagi dua
digambar dari apex menuju dasar segitiga, dan sebuah jarum 5-cm dimasukkan pada
daerah 5 sampai 10 cm di atas kulit terlipat dan lateral 0.5 sampai 1 cm sampai garis
yang membagi dua (Gbr. 44-17A; lihat ilustrasi 14A pada gambar berwarna buku ini).
Secara klasik, jarak 5-cm telah dijelaskan.48 Walaupun begitu, pada usaha memblok
saraf sciatic sebelum pembagiannya, telah direkomendasikan jarak 7- sampai 10-cm.49
Jarum dimajukan pada sudut 45-derajat sampai terelisitasi paresthesia atau respon
stimulator saraf. Dengan teknik stimulator saraf, inversi adalah respon motor yang
memperkirakan dengan baik blok neural komplit.50 Injeksi larutan anestetik sekitar 30
mL sudah cukup.
Tingkat kesuksesan biasanya 90% sampai 95%.48, 50 Tidak dilakukan
perbandingan formal antara teknik paresthesia dan stimulator saraf untuk
memperkirakan kemanjuran dan komplikasinya. Dipercaya bahwa blok tak-komplit
adalah hasil dari diffusi yang buruk (karena ukuran saraf sciatic), cakupan fasial
terpisah saraf tibial dan peroneal, atau blokade hanya satu komponen saraf sciatic.
Identifikasi komponen tibial dan peroneal menurunkan waktu mulai dan menaikkan
tingkat kesuksesan.51
Teknik: Pendekatan Lateral
Telah dijelaskan pendekatan lateral untuk blokade saraf sciatic pada fossa popliteal.52
Walaupun waktu blok agak lebih lama, onset dan kualitas blok sama dengan
pendekatan posterior.53 Pendekatan lateral membuat pasien diposisikan terlentang
(supine) dan tidak perlu diposisikan kembali. Betis pasien direntangkan, dengan kaki
membentuk sudut 90-derajat pada meja. Daerah penyuntikan adalah persimpangan
garis vertikal yang digaris dari sisi atas patella dan alur antara batas lateral bisep
femoris dan vastus lateralis. Jarum 10-cm dimasukkan pada sudut 30-derajat posterior
terhadap bidang horizontal (lihat Gbr. 44-17B; lihat ilustrasi 14B pada gambar berwarna
buku ini). Karena saraf peroneal umum terletak lateral dari saraf tibial, jarum stimulasi
pertama memasuki saraf peroneal umum dengan pendekatan lateral. Sebagaimana
dengan pendekatan posterior klasik, dicari respon inversi yang terelisitasi.50 Jika respon
dihubungkan dengan stimulasi saraf peroneal umum (cth, eversi) terelisitasi, jarum
diarahkan lebih posterior.
Efek Samping dan Komplikasi
Sebagaimana dengan blok saraf periferal lainnya, neuropathy adalah komplikasi yang
paling umum. Injeksi intravaskular dapat terjadi sebagai akibat dari keberadaan struktur
vaskular di dalam fossa popliteal. Unjuk kerja blok fossa popliteal pada pasien dengan
arthroplasty lutut-total sebelumnya atau bypass vaskular (femoral-popliteal) harus
dilakukan dengan hati-hati. Walaupun demikian, pada pasien-pasien ini tidak terdapat
kasus dengan kegagalan pencangkokan atau infeksi sendi yang berhubungan dengan
penempatan jarum.
Blok Saraf pada Mata Kaki
Empat dari lima saraf yang dapat diblok pada mata kaki memberikan anestesi pada kaki
adalah cabang terminal saraf sciatic: tibial posterior, sural, peroneal superficial, dan
cabang peroneal dalam. Saraf sciatic terbagi pada atau di atas apex fossa popliteal
untuk membentuk saraf peroneal umum dan tibial. Saraf peroneal umum menurun
secara lateral sekitar kepala fibula, dimana itu membagi menjadi saraf peroneal
superficial dan dalam.
Saraf tibial terbagi ke dalam saraf tibial posterior dan sural pada betis bawah.
Saraf tibial posterior menjadi superficial pada batas medial tendon Achilles dekat arteri
dengan nama yang sama, dan saraf sural muncul lateral terhadap tendon Achilles.
Aplikasi Klinis
Blok mata kaki simpel untuk dilakukan dan memberikan anestesi yang cukup untuk
prosedur operasi kaki, tidak memerlukan tourniquet di atas mata kaki.
Teknik: Saraf Tibial Posterior
Saraf tibial posterior dapat diblok dengan pasien baik pada posisi tengkurap (prone)
maupun terlentang (supine). Arteri tibial posterior dipalpat, dan jarum 25-gauge, 3-cm
dimasukkan posterolateral pada arteri di level medial malleolus (Gbr. 44-18A dan B;
lihat ilustrasi 15 pada gambar berwarna buku ini). Paresthesia seringkali terelisitasi;
walaupun demikian, tidak diperlukan untuk sebuah blok yang sukses. Jika diperoleh
paresthesia, anestesi lokal 3 sampai 5 mL harus diinjeksikan. Jika tidak, larutan 7
sampai 10 mL harus diinjeksikan dengan jarumnya perlahan-lahan ditarik dari aspek
posterior tibia. Blokade saraf tibial posterior memberikan anestesi pada tumit, porsi
plantar pada jari kaki, dan telapak kaki sebagaimana juga beberapa cabang motor di
area yang sama.
Teknik: Nervus Sural
Saraf sural terletak agak di permukaan antara malleolus lateral dan tendon Achilles.
Jarum 25-gauge, 3-cm dimasukkan lateral tendon dan diarahkan menuju malleolus
sambil diinjeksikan larutan 5 sampai 10 mL subcateneous (lihat Gbr. 44-18A dan C;
lihat ilustrasi 15 pada bagian berwarna buku ini). Blok ini menyediakan anestesi pada
kaki lateral dan aspek lateral telapak kaki proksimal. membuat sulit papasi tanda. Injeksi
intravaskular dimungkinkan tapi tidak memungkinkan jika aspirasi untuk darah negatif.
Volume anestesi lokal yang digunakan kecil, karena itu mengurangi resiko toksisitas
anestesi lokal.
BLOK KEPALA DAN LEHER
Anestesi regional kepala dan leher menjadi kurang populer ketika metode yang lebih
aman untuk anestesi umum telah dikembangkan. Walaupun demikian, aplikasi untuk
teknik-teknik ini tetap ada, terutama pada pasca-operatif dan sakit-kronis. Anestesi
airway seringkali diperlukan untuk memfasilitasi intubasi endotrakeal.
Innervasi cutaneous kepala dan kaki disediakan oleh serat sensori dari saraf
trigeminal dan pleksus servikal. Innervasi dari airway datang dari vagus dan saraf
glossopharyngeal. Blokade sympathetic pada wajah dan ekstremiti atas didapatkan
dengan menganestesi stelasi ganglion.
Blok Saraf Trigeminal
Saraf trigeminal terbagi menjadi tiga cabang utama di fossa cranial tengah. Pembagian
ini—ophthalmic, maxillary, dan saraf mandibular—memberikan sensasi pada mata dan
dahi, midface dan rahang atas, dan rahang bawah, secara berurutan (Gbr. 44-20A).
Dengan pengecualian serat motor otot mastication, dibawa oleh saraf mandibular,
saraf-saraf ini semuanya sensori.
Blok ganglion gasserian, didekati secara klasik melalui ovale foramen, tidak
sering digunakan dalam anestesi bedah. Dahulu, utamanya digunakan untuk diagnosis
dan perawatan neuralgia trigeminal; walaupun demikian, popularitasnya yang
meningkat dan keamanan terhadap termokoagulasi untuk ablasi ganglion telah
menunjukkan blok neurolitik sudah usang.
Aplikasi Klinis
Blokade divisi kedua dan ketiga dari saraf trigeminal, sebagaimana blokade cabang
periferal, sesekali berguna dalam mendiagnosis dan memanajemen sindrom rasa sakit
dan prosedur bedah diskrit pada pasien tertentu (lihat Gbr. 44-20B).
Teknik: Nervus Mandibular dan Maksilari
Saraf mandibular dan maksilari, dua divisi saraf trigeminal, dapat diblok melalui satu
daerah entri jarum (lihat Gbr. 44-20B). Saraf maksilari (pada bagian kedua) diblok
ketika keluar dari tengkorak melalui rotundum foramen dan melintasi pterygopalatine
atau fossa infratemporal antara tengkorak dan rahang atas. Saraf berakhir
sebagaimana saraf infraorbital ketika keluar melalui foramen infraorbital, dimana ini juga
dapat dianestesi.
Takik koronoid dari mandible ditemukan, dan dengan mulut pasien tertutup,
jarum 22-gauge, 8-cm dimasukkan pada sisi inferior takik koronoid tegak lurus terhadap
daerah entri kulit. Jarum kontak dengan pelat pterygold lateral pada kedalaman sekitar
5 cm. Ini lalu ditarik dan diarahkan kembali secara anterior dan superior untuk
menjalankan pelat dan dimajukan sekitar 0.5 cm ke dalam fossa pterygopalatine (lihat
Gbr. 44-20C). Anestesi lokal antara 3 dan 5 mL menghasilkan anestesi pada rahang
atas dan kulit pada kelopak mata bawah, pipi, dan bibir atas.
Saraf mandibular (pada bagian ketiga) meninggalkan cranium melalui ovale
foramen dan innervasi kulit rahang bawah dan kulit anterior dan superior terhadap
telinga oleh divisi posteriornya. Cabang sensori periferal dari saraf cranial V3 termasuk
saraf buccal, auriculotemporal, lingual, dan alveolar inferior (berakhir pada saraf
mental). Divisi anterior menyediakan innervasi motor menuju otot mastication.
Saraf mandibular diblok melalui daerah entri yang sama seperti saraf maksilari.
Jarum dimajukan sepanjang margin inferior dari takik coronoid sampai kontak dengan
tulang pelat pterygold lateral (sekitar 5 cm). Jarum ditarik dan diarahkan kembali untuk
menjalankan batas posterior dari pelat pterygold, dan ini dimajukan untuk
mengusahakan mengelisitasi paresthesia. Jarum seharusnya tidak dimasukkan lebih
jauh dari 0.5 cm melewati pelat (lihat Gbr. 44-20D). Injeksi larutan anestesi 3 sampai 5
mL pada daerah ini cukup.
Efek Samping dan Komplikasi
Blok dari saraf maksilari dapat dihubungkan dengan formasi hematoma dan dengan
penyebaran larutan anestesi lokal pada saraf optik, menyebabkan kebutaan sementara.
Blok saraf mandibular tidak dihubungkan dengan komplikasi besar. Jika jarum
dimajukan melewati pelat pterygold lebih dari yang direkomendasikan 0.5 cm, dapat
masuk pharynx, meningkatkan resiko mempengaruhi fossa infratemporal. Agak jarang
terjadi, penyebaran subarachnoid dari anestesi lokal menyebabkan anestesi brain-
stem.54
Cabang Sensori Terminal dari Saraf Trigeminal
Aplikasi Klinis
Blokade dari cabang terminal dari tiga divisi saraf trigeminal utamanya digunakan untuk
diagnosis neuralgia trigeminal. Blok saraf individual dapat juga digunakan untuk
prosedur bedah minor.
Teknik: Saraf Supraorbital dan Supratrochlear
Saraf supraorbital dan supratrochlear, cabang dari saraf ophthalmic (cth, saraf cranial
V1), diturunkan dari saraf frontal, yang mensuplai kulit dari kelopak mata atas medial
dan dahi. Takik supraorbital dapat dengan mudah dipalpat. Tanda ini terbentang pada
garis vertikal dengan pupil (ketika mata melihat secara langsung ke depan), foramen
infraorbital, dan foramen mental (Gbr. 44-21; lihat ilustrasi 1 dan 2 pada gambar
berwarna buku ini).
Jarum 25-gauge, 2-cm dimasukkan segera superior terhadap takik supraorbital,
dan diinjeksikan larutan anestesi lokal 2 sampai 4 mL. Paresthesia kadang terelisitasi,
tapi tidak penting. Saraf supratrochlear dapat diblok dengan menambahkan daerah
injeksi supraorbital secara medial dengan tambahan larutan 2 sampai 4 mL.
Teknik: Saraf Infraorbital
Saraf ini dapat diblok untuk memberikan anestesi pada bibir atas dan kulit pipi. Takik
infraorbital terbentang pada garis yang menghubungkan supraorbital dan foramina
mental dan pupil mata. Saraf dapat diblok dengan memajukan jarum 25-gauge, 3-cm
secara lateral dan cephalad menuju foramen dari titik inferior 1 cm. Paresthesia
seringkali terelisitasi. Ketika ujung jarum berada pada region foramen, larutan 3 sampai
4 mL diinjeksikan. Tidaklah perlu jarum memasuki foramen (lihat Gbr. 44-21)
Teknik: Saraf Mental
Blokade saraf mental ketika keluar foramen mental memberikan anestesi pada bibir
bawah dan dagu. Foramen mental membentang pada garis vertikal yang
menghubungkan pupil mata dengan foramina dari saraf periferal V1, V2, dan V3.
Foramen dipalpat pada mandible, dan jarum 25-gauge, 3-cm dimasukkan. Infiltrasi
larutan 2 sampai 4 mL setelah elisitasi paresthesia atau pada region foramen
menghasilkan anestesi pada saraf mental (lihat Gbr. 44-21).
Efek Samping dan Komplikasi
Injeksi secara langsung pada saraf periferal di dalam tulang foramina dapat
menyebabkan kerusakan saraf.
Blokade Pleksus Servikal
Pleksus servikal diturunkan dari saraf spinal C1, C2, C3, dan C4 dan mensuplai cabang
otot prevertebral, mengikat otot leher, dan saraf phrenic. Pleksus servikal dalam
mensuplai muskulatur leher secara segmen dan sensasi cutaneous pada kulit antara
wajah terinnervasi trigeminal dan dermatoma T2 badan. Blokade pleksus servikal
superficial memberikan anestesi hanya pada saraf cutaneous.
Aplikasi Klinis
Blok-blok pleksus servikal mudah untuk dilakukan dan memberikan anestesi untuk
prosedur bedah pada distribusi C2 sampai C4, termasuk diseksi benjolan lymph,
perbaikan plastik, dan endarterectomy carotid. Kemampuan memantau bangunnya
status neurologi pasien secara terus-menerus adalah keuntungan teknik anestesi untuk
prosedur yang akhir ini dan memberikan kemajuan dalam popularitas teknik ini.55, 56 Blok
bilateral dapat digunakan untuk tracheostomy dan thyroidectomy.
Teknik: Pleksus Servikal Superficial
Pleksus servikal superficial diblok pada titik pertengahan batas posterior otot
sternocleidomastoid. Kulit disuntik pada titik ini, dan jarum 22-gauge, 4-cm dimajukan.
Injeksi larutan 5 mL sepanjang batas posterior dan permukaan medial otot
sternocleidomastoid (Gbr. 44-22). Mungkin saja memblok saraf pelengkap dengan
injeksi ini, menghasilkan paralisis otot trapezius ipsilateral sementara.
Teknik: Pleksus Servikal Dalam
Blok pleksus servikal dalam adalah suatu blok paravertebral saraf spinal C2 sampai C4
begitu mereka muncul dari foramina pada servikal vertebrae (Gbr. 44-23; lihat ilustrasi 4
pada gambar berwarna buku ini). Pendekatan tradisional menggunakan tiga injeksi
terpisah pada C2, C3,
Teknik: Peroneal Dalam, Peroneal Superficial, dan Saraf Saphenous
Peroneal dalam, peroneal superficial, dan saraf saphenous dapat diblok melalui satu
daerah entri jarum (Gbr. 44-19; lihat ilustrasi 16 pada gambar berwarna buku ini).
Sebuah garis digambar melewati dorsum kaki menghubungkan malleoli. Tendon longus
hallucis extensor diidentifikasi dengan mempunyai pasien dorsiflex jempol kaki. Arteri
tibial anterior membentang antara struktur ini dan tendon dari otot longus digitorum
extensor dan dapat di palpat pada tingkat ini. Kulit diangkat tepat lateral denyut antara
kedua tendon pada garis intermalleolar. Jarum 25-gauge, 3-cm dimajukan tegak lurus
daerah entri kulit, dan anestesi lokal 3 sampai 5 mL diinjeksikan dalam ke retinaculum
extensor untuk memblok saraf peroneal dalam. Teknik ini menganestesi kulit antara jari
kaki pertama dan kedua dan extensor pendek jari kaki.
Jarum diarahkan lateral melalui kulit yang sama sambil menginjeksikan larutan 3
sampai 5 mL subcateneous, memblok saraf peroneal superficial dan menghasilkan
anestesia dorsum kaki, tidak termasuk celah interdigital pertama. Gerakan yang sama
dapat dilakukan pada arah medial, oleh karena menganestesi saraf saphenous, cabang
terminal dari saraf femoral yang menyediakan strip sepanjang aspek medial kaki.
Efek Samping dan Komplikasi
Injeksi multiple diperlukan pada beberapa teknik, menghasilkan rasa tidak nyaman
pada pasien. Paresthesia yang persisten dapat terjadi, tapi terbatas. Adanya edema
atau indurasi pada area blok mata kaki dapat dan C4. Pasien posisi terlentang (supine)
dengan leher agak direntangkan dan kepala berpaling dari sisi yang akan diblok.
Sebuah garis digambar menghubungkan ujung proses mastoid dan tubercle
Chassaignac (cth, proses transverse C6); garis kedua digambar posterior 1 cm dari
garis pertama. Proses transverse C2 terbentang caudad 1 sampai 2 cm pada proses
mastoid, dimana biasanya dapat dipalpat. Proses transverse C3 dan C4 terbentang
pada interval 1.5-cm sepanjang garis kedua. Setelah kulit dinaikkan selama proses
transverse C2, C3, dan C4, tiga jarum 22-gauge, 5-cm dimajukan tegak lurus daerah
entri kulit dengan agak menyudut caudad. Proses transverse dikontak pada kedalaman
1.5 sampai 3 cm. Jika diperoleh paresthesia, larutan 3 sampai 4 mL diinjeksikan setelah
aspirasi yang hati-hati untuk darah dan cairan cerebrospinal. Jika awalnya paresthesia
tidak terelisitasi, jarum dijalankan sepanjang proses transverse pada bidang
anteroposterior sampai diperoleh paresthesia.
Blok ini dapat juga dilakukan dengan injeksi tunggal 10 sampai 12 mL pada
proses transverse.57 Penyebaran cephalad pada anestesi lokal biasanya menganestesi
saraf C2 dan C3. Anestesi pleksus servikal juga dapat diamati setelah injeksi pada level
interscalene untuk blokade pleksus brakhialis. Perawatan tekanan distal dan horizontal
atau posisi kepala agak menunduk dapat memfasilitasi onset blokade pleksus servikal
menggunakan teknik interscalene.
Efek Samping dan Komplikasi
Walaupun blok-blok ini secara teknis sederhana, penempatan jarum untuk blok servikal
dalam memungkinkan injeksi anestetik lokal dekat dengan banyak struktur neural dan
vaskular. Komplikasi yang dilaporkan dan efek sampingnya termasuk injeksi
intravaskular, blokade phrenik dan saraf laryngeal superior, dan penyebaran larutan
anestetik lokal ke dalam ruang epidural dan subarachnoid.
Blok Saraf Pelengkap
Saraf pelengkap (cth, saraf cranial XI) sesekali diblok untuk menambah pendekatan
pleksus brakhialis interscalene pada prosedur bahu. Blokade saraf pelengkap
menghasilkan paralisis motor otot trapezius, membuat yakin tidak adanya gerakan
pasien selama prosedur bedah. Saraf melewati segitiga posterior leher (dibatasi oleh
batas posterior otot sternocleidomastoid, clavicle tengah ketiga, dan batas anterior otot
trapezius) pada posisi sangat permukaan setelah muncul dari substansi otot
sternocleidomastoid pada persimpangan superior dan tengah ketiga batas posterior
otot. Dapat dengan mudah diblok pada daerah tersebut oleh injeksi anestesi lokal 6
sampai 10 mL. Saraf ini sering tanpa disengaja teranestesi ketika dilakukan blok
pleksus servikal superficial.
Anestesi Lokal Jalan Napas (Airway)
Aplikasi Klinis
Anestesi pada airway dapat digunakan untuk memfasilitasi diagnostik laryngoscopy dan
brochoscopy dan memungkinkan penempatan yang nyaman tuba tracheal pada pasien
yang anatominya menyatakan intubasi endotrakeal bangun. Blok saraf laryngeal
superior secara bilateral, sepanjang injeksi translaryngeal anestesi lokal, menyediakan
anestesi airway dari area infraglottic ke epiglottis. Aplikasi topik tambahan anestesi lokal
pada oral dan mukosa nasal, selama penenangnya tepat, memberikan analgesi yang
memuaskan untuk prosedur endoskopik.
Teknik: Saraf Laryngeal Superior
Pasien diposisikan terlentang (supine) dengan leher direntangkan. Tulang hyoid
dipindahkan secara lateral menujuk sisi yang akan diblok, dan jarum 25-gauge, 2.5-cm
dijalankan cornu besar tulang hyoid secara inferior dan dimajukan 2 sampai 3 mm (Gbr.
44-24). Ketika jarum melewati membran thyrohyoid, dirasakan hilangnya ketahanan,
dan larutan anestesi lokal 3 mL diinjeksikan pada struktur ini superficial dan dalam.
Blok kemudian diulang pada sisi sebaliknya. Teknik ini menghasilkan anestesi dari
aspek inferior epiglottis urat-urat vokal.
Teknik: Blok Translaryngeal
Blok translaryngeal simpel untuk dilakukan dan menghasilkan anestesi trakea di bawah
urat-urat vokal. Walaupun demikian, injeksi anestetik lokal biasanya menstimulasi
refleks batuk, dan blok ini harus dihindari pada pasien yang tidak diinginkan batuk.
Dengan pasien posisi terlentang (supine), membran cricothyroid ditemukan, dan
plastik kateter 20-gauge atau yang lebih kecil, 3- sampai 5-cm, pada jarum dimasukkan
pada garis tengah (midline, Gbr. 44-25). Cannula besi dalam ditarik dengan kateter
plastik dipegang mantap di tempatnya; aspirasi udara mengukuhkan penempatan
kateter yang benar. Larutan lidocaine antara 3 dan 5 mL diinjeksikan cepat, biasanya
mengakibatkan batuk kuat, yang membantu penyebaran larutan dalam trakea.
Teknik: Pendekatan Intraoral pada Blok Saraf Glossopharyngeal
Saraf glossopharyngeal (cth, saraf cranial IX) memberikan indera perasa pada posterior
sepertiga lidah, pharynx, dan permukaan superior epiglottis. Dapat diblok secara
intraoral dengan injeksi anestetik lokal 5 mL ke pangkal setiap pillar tonsillar posterior.
Jarum 22-gauge, 9-cm bersudut, yang dapat dilakukan dengan membengkokkan distal
1 cm jarum spinal dengan menyingkirkan styletnya, digunakan pada blok ini. Visualisasi
pillar posterior difasilitasi dengan penggunaan yang lembut pisau laryngoscope
Macintosh no.3 setelah anestetik topikal diaplikasikan pada lidah. Aspirasi yang hati-
hati sebelum injeksi dilakukan karena proksimitas arteri carotid.
Efek Samping dan Komplikasi
Mucosa airway atas diperfuse dengan baik, menghasilkan uptake cepat anestesi lokal
yang diinjeksikan atau yang diaplikasikan topikal pada daerah ini. Perlu diperhatikan
dosis obat keseluruhan, pengamatan yang baik pada pasien, dan aspirasi kompulsif
sebelum injeksi mengurangi resiko toksisitas anestetik lokal. Masalah dan komplikasi
lainnya jarang terjadi; walaupun demikian, sikap hati-hati harus diberikan pada pasien
dengan perut kenyang, karena blok-blok ini menghilangkan refleks airway.
Blok Retrobulbar dan Peribulbar
Aplikasi Klinis
Blok retrobulbar (lihat Bab 65) dan peribulbar menyediakan anestesi untuk prosedur
corneal, ruang anterior, dan lensa ketika digabungkan dengan blok otot oculi orbicularis.
Blok-blok ini seringkali dilakukan oleh ahli bedah daripada oleh ahli anestesi, dan ini
mendapat popularitas yang meningkat pada bedah katarak di populasi pasien berumur.
Blok retrobulbar dan peribulbar menyediakan akinesi dan anestesi yang ekivalen.58
Keamanan teknik anestetik regional ini didokumentasikan oleh Backer dan partner,59
yang mendemonstrasikan tidak adanya reinfarction atau kematian pada 288 pasien
dengan catatan infarction myocardial yang dialami anestesi lokal atau blok retrobulbar,
atau keduanya, untuk prosedur ophthalmologi.
Teknik
Blok retrobulbar dilakukan dengan pasien terlentang (supine) dan melihat ke depan.
Jarum tumpul 25-gauge, 3-cm dimasukkan pada batas inferolateral orbit tulang dan
diarahkan menuju apex dari orbit. Biasanya dirasakan letupan ketika ujung jarum
memasuki kerucut otot orbital, dan larutan 2 sampai 4 mL diinjeksikan. Dengan
pendekatan peribulbar, jarum dimasukkan pada rim orbital inferior dalam kwadran
inferolateral dan dimajukan sepanjang dasar globe pada kedalaman sekitar 2.5 cm, dan
anestesi lokal 5 mL diinjeksikan. Banyak pasien memerlukan injeksi kedua untuk
mengembangkan akinesi dan anestesi komplit. Untuk injeksi medial, jarum dimasukkan
melalui konjungtiva di sisi nasal dan diarahkan kembali 2.5 cm, paralel terhadap dinding
orbital. Tambahan anestesi lokal diinjeksikan. Dengan kedua teknik memblokade serat
saraf fasial yang menginnervasi otot oculi orbicularis juga dilakukan untuk melengkapi
anestesi.
Efek Samping dan Komplikasi
Blok retrobulbar dan peribulbar dihubungkan dengan beberapa komplikasi yang
mungkin, termasuk perforasi globe, formasi hematoma, toksisitas anestesi lokal,, dan
perkembangan refleks oculocardiac, dan anestesi spinal yang mungkin via selongsong
saraf optik.60 Resiko perforasi globe teorinya berkurang dengan pendekatan peribulbar.
Karena kedua blok ini tidak nyaman untuk pasien, dosis kecil sedatif aksi-pendek,
seperti propofol, tepat sebelum injeksi mencegah rasa sakit dan gerakan pasien.
Blok Stelasi Ganglion
Aplikasi Klinis
Blokade stelasi ganglion umumnya digunakan pada perawatan dystrophy sympathetic
ekstremiti atas dan untuk peningkatan aliran darah area ini (lihat Bab 73).
Teknik
Pasien terlentang (supine), dengan leher agak direntangkan. Proses transverse servikal
yang paling terkenal—tubercle Chassaignac (C6)--dipalpasi antara otot
sternocleidomastoid dan trakea. Tubercle C6 dipalpasi antara jari telunjuk dan tengah,
mendorong arteri carotid lateral. Kulit diangkat antara jari, di atas tubercle, dan jarum
sisi miring-pendek 22-gauge, 4-cm dengan dilengkapi syringe 12-mL dimasukkan pada
arah tegak lurus sampai ujungnya kontak dengan proses transverse C6 (Gbr. 44-26).
Jarum lalu ditarik 3 mm dan dimantapkan. Setelah aspirasi yang hati-hati, larutan
anestesi lokal 8 sampai 12 mL diinjeksikan. Tanda-tanda blok stelasi ganglion yang
berhasil termasuk sindrom Horner, anhidrosis, injeksi konjungtiva, nasal stuffiness,
vasodilasi, dan peningkatan suhu kulit.
Efek Samping dan Komplikasi
Karena proksimitas beberapa saraf mayor dan struktur vaskular pada daerah
pemasukan jarum, dapat terjadi efek samping dan komplikasi. Termasuk blok pleksus
brakhialis dan saraf laryngeal berulang, formasi hematoma, injeksi intravaskular
menghasilkan kejang-kejang, dan injeksi epidural dan subarachnoid.61
BLOK THORAX DAN ABDOMEN
Blok Saraf Intercostal dan Penempatan Kateter Interpleural
Aplikasi Klinis
Beberapa prosedur bedah dapat dilakukan dengan hanya blok intercostal, dan aplikasi
blok-blok ini dikombinasikan dengan teknik lain ditempatkan oleh blokade epidural.
Walaupun demikian, pasien dengan kontra indikasi blokade neuroaksial, teknik-teknik
ini dapat digunakan sendiri atau digabung dengan blok pleksus cellac dan anestesi
umum ringan memberikan kondisi bedah yang baik untuk prosedur intra-abdominal.
Dengan cara yang sama, bedah intrathoracic dapat dicapai menggunakan blok
intercostal dan stelasi ganglion dengan sedasi endotrakeal.
Penempatan kateter interpleural untuk manajemen rasa sakit pasca-operatif
pertama dijelaskan oleh Relestad dan Stromskag pada 1986.62 Rasa entusiasme untuk
teknik ini membesar dan mengecil. Mekanisme aksinya dimengerti dengan jelek, dan
laporan kemanjurannya bervariasi. Secara keseluruhan, hasil dengan cholecystectomy
yang paling disukai.63, 64 Keuntungan analgesi interpleural lebih sulit dibuktikan pada
pasien yang mengalami thoracotomy, mungkin karena problem teknis yang
berhubungan dengan darah di ruang pleural, dan sistem saluran tube dada, dan
penyakit pleural.65-67
Anatomi dan Teknik
Saraf intercostal adalah rami utama T1 melalui T11. T12 teknisnya merupakan saraf
subcostal dan menyuplai cabang pada saraf ilioinguinal dan iliohypogastrik. Serat dari
T1 memberi kontribusi pada pleksus brakhialis; T2 dan T3 menyediakan sedikit serat
untuk formasi saraf intercostobrachial, yang menyuplai kulit aspek medial lengan atas.
Setiap saraf intercostal mempunyai empat cabang: komunikans ramus abu-abu, yang
melewati secara anterior ke ganglion sympathetic; cabang cutanous posterior,
menyuplai kulit dan otot di area paravertebral; cabang cutaneous lateral, menaik tepat
anterior garis mid-aksilari dan mengirim cabang subcutaneous secara anterior dan
posterior; dan cabang cutaneous anterior, yang merupakan akhir saraf (Gbr. 44-27C).
Medial dari sudut posterior rusuk, saraf intercostal terbentang antara pleura dan
fasia intercostal internal. Pada sudut posterior rusuk, saraf terbentang di alur costal
diiringi oleh pembuluh costal dan arteri.
Saraf intercostal dapat siap diblok pada bagian rusuk tepat lateral dari grup otot
sacrospinalis. Pasien diposisikan tengkurap (prone) dengan bantal ditempatkan
dibawah abdomen untuk mengurangi kurva lumbar (lihat Gbr. 44-27A). Sebuah garis
digambar sepanjang punggung vertebral posterior. Garis hampir paralel digambar
sepanjang sudut posterior rusuk, yang dapat dipalpat 6 sampai 8 cm dari garis tengah.
Garis-garis ini menyudut medial pada level atas untuk mencegah penyebaran scapula.
Sisi inferior dari setiap rusuk dipalpasi dan ditandai pada garis persimpangan sudut
posterior rusuk. Setelah persiapan kulit yang cukup, kulit diinjeksi pada setiap titik ini.
Jarum 22-gauge, sisi miring-pendek, 4-cm dilengkapi syringe 10-mL. Dimulai dari rusuk
bagian paling bawah, jari telunjuk tangan kiri menggantikan kulit di atas sepanjang
rusuk pasien. Jarum dimasukkan dibantu ujung jari sampai mengenai rusuk. Jari-jari
tangan kiri diubah untuk menggapai hub dengan mantap. Tangan kiri lalu menjalankan
jarum 3 sampai 5 mm keluar sisi rusuk bawah, dimana anestesi lokal 3 sampai 5 mL
diiinjeksikan (lihat Gbr. 44-27B). Proses ini diulang pada setiap rusuk. Sedasi
intravenous yang tepat memberikan analgesi dan pada batasan tertentu amnesia
diinginkan untuk kenyamanan pasien.
Alternatifnya, blok intercostal dapat dilakukan pada pasien posisi terlentang
(supine) di garis mid-aksilari. Teoritisnya, saraf cabang cutaneous lateral dapat
dilewatkan, tapi studi CT menunjukkan bahwa larutan yang diinjeksikan menyebar
beberapa centimeter sepanjang alur costal.68 Injeksi larutan 1 sampai 2 mL lebih lanjut
ketika jarum ditarik memblok cabang subcutaneous.
Teknik untuk penempatan kateter interpleural cukup mudah dan dapat dilakukan
dengan pasien di posisi lateral (dan agak miring) atau duduk. Ruang intercostal keenam
atau ketujuh diidentifikasi. Pemasukan jarum dilakukan sekitar 10 cm lateral dari midline
posterior, dan ujung jarum epidural dimajukan sampai terletak pada sisi cephalad rusuk
di bawah ruang intercostal yang akan muncul. Gelas syringe diisi dengan saline atau
udara lalu dihubungkan dengan jarum, dan unit ini dimajukan perlahan pada sisi
superior rusuk. Ketika ujung jarum memasuki pleura parietal, larutan di dalam syringe
ditarik ke dalam cavity dada karena tekanan negatif intrathoracic. Efek ini dapat diamati
pada pasien yang memasuki udara secara mekanis dan secara spontan, tapi ini
ditekankan pada grup selanjutnya.
Kateter lalu dimasukkan sekitar 5 sampai 8 cm ke dalam ruang interpleural dan
diamankan di dinding dada. Selama peletakan jarum dan penempatan kateter, harus
dilakukan hati-hati untuk meminimalisir pemaksaan udara melalui jarum. Kerusakan
paru parenchymal dapat terjadi dengan teknik kehilangan resistansi atau pemasukan
panjang kateter berlebihan.
Efek Samping dan Komplikasi
Komplikasi mayor yang ditakutkan dari blokade intercostal adalah pneumothorax.
Kejadian sebenarnya, walaupun demikian, serendah 0.07% di seri besar yang
dilakukan oleh ahli anestesi pada semua tingkat latihan. Radiografi dada pasca-operatif
rutin menunjukkan adanya pneumothorax nonsymptomatic 0.42%.69 Jika komplikasi
yang tidak biasanya ini terjadi, perawatan biasanya terbatas pada observasi, pemberian
oksigen, atau aspirasi jarum. Jarang, sistem saluran tube dada diperlukan ketika
perawatan-perawatan ini tidak berhasil.
Resiko toksisitas anestetik lokal sistemik hadir dengan blok intercostal multiple
karena larutan dengan volum yang besar dan penyerapan cepat. Penggunaan
epinephrine telah ditunjukkan mengurangi level darah. Pasien harus dipantau dan
diobservasi dengan hati-hati selama blok dan untuk selama 20 sampai 30 menit
setelahnya. Blok interpleural harus tidak dilakukan pada pasien dengan fibrosis pleural
atau inflamasi, effusi pleural, penyakit paru parenchymal yang dihubungkan dengan
penyakit pleural, atau pendarahan diathesis. Penyakit pleural dapat menyebabkan pada
penyebaran buruk larutan anestesi lokal atau uptake cepat dalam kasus inflamasi.
Pasien dengan penyakit pulmonari parah yang mengandalkan otot intercostalnya dapat
membuktikan decompensasi respiratori setelah blokade intercostal bilateral.70
Blok Pleksus Celiac
Aplikasi Klinis
Blok pleksus celiac dapat dikombinasikan dengan blok intercostal untuk menyediakan
anestesi bedah intra-abdominal (lhat Bab 73). Karena ini menghasilkan blokade sistem
nervus autonomik, blok ini dapat membantu mengurangi tekanan dan respon endokrin
pada pembedahan.
Anatomi dan Teknik
Pleksus celiac mengandung visceral serat afferent dan efferent diturunkan dari T5
sampai T12 menggunakan saraf splanchnic lebih banyak, lebih kecil, dan paling sedikit.
Pleksus tidak mempunyai serat-serat somatik dan terdiri dari sejumlah serat ganglia
dan saraf. Ini menginnervasi sebagian besar viscera abdominal. Pengetahuan tentang
struktur di sekelilingnya penting untuk penempatan jarum yang benar. Pleksus
membentang dekat hubungannya dengan vertebra L1. Vena cava membentang anterior
ke kanan, dan pada anterior kiri adalah aorta. Ginjal membentang lateral, dengan
pankreas anterior. Sejumlah ganglia bervariasi dari satu ke lima, dan setiap ganglion
berdiameter 0.5 sampai 4.5 cm. Sisi kiri ganglia biasanya lebih rendah daripada yang
kanan.
Tanda-tanda permukaan banyak tulang dapat diandalkan untuk digunakan
penempatan jarum. Dengan pasien di posisi tengkurap (prone) dan bantal di bawah
abdomen, garis-garis digambar menghubungkan punggung T12 dengan titik 7 sampai 8
cm lateral pada sisi bawah rusuk ke-12. Garis-garis ini membentuk segitiga isosceles
yang rata, sisi yang sama menjadikan sebagai petunjuk arah untuk jarum (Gbr. 44-
28B). Jarum 20-gauge, 10- sampai 15-cm dimasukkan pada sisi kiri melalui kulit pada
sudut 45-derajat menuju badan T12 atau L1. Kontak pada tulang harus dibuat pada
kedalaman rerata 7 sampai 9 cm. Jarum kemudian ditarik dan dimasukkan kembali
untuk memungkinkan ujungnya melalui badan vertebral secara anterolateral. Jarum
dimajukan 1.5 sampai 2 cm melewati titik ini; denyut aortic dapat dirasakan karena
dikirimkan sepanjang jarum ketika diletakkan dengan benar (lihat Gbr. 44-28). Setelah
kedalamannya dipastikan, jarum sisi kanan dimasukkan dengan cara yang sama pada
kedalaman 1.0 sampai 1.5 cm lebih jauh (lihat Gbr. 44-28A). Ketika jarum pada
posisinya, pengamatan untuk kebocoran darah, urine, atau cairan cerebrospinal
dilakukan sebelum aspirasi yang hati-hati. Dosis tes anestesi lokal 3- sampai 5-mL
diberikan sebelum injeksi larutan 20 sampai 25 mL pada setiap jarum.
Efek Samping dan Komplikasi
Efek samping hubungannya dengan blok pleksus celiac termasuk hipotensi; injeksi
spinal, epidural, atau intravaskular; pneumothorax; lubang viscera (cth, ginjal, ureter);
dan hematoma retroperitoneal.
Blok Paravertebral
Aplikasi Klinis
Blok ini dapat ditambahkan pada blok intercostal multiple atau pleksus celiac bilateral
menyediakan anestesi untuk bedah thoracic, abdominal, pelvic, dan betis atas. Aplikasi
bilateral dan berkelanjutan juga telah dijelaskan. Blok paravertebral dapat berguna
dalam mendiagnosa dan merawat gangguan sakit kronis tertentu, termasuk sakit
postthoracotomy dan postmastectomy.
Teknik: Blok Paravertebral Thoracic
Blokade paravertebral thoracic terjadi ketika saraf spinal muncul dari foramina vertebral.
Ini menghasilkan blok somatik dan sympathetic dari dermatoma thoracic berdampingan
multiple di atas dan di bawah daerah injeksi. Blok paravertebral thoracic dapat
dilakukan dengan pasien posisi duduk, lateral, atau tengkurap (prone); posisi duduk
memungkinkan identifikasi tanda yang mudah. Proses spinous thoracic
diidentifikasikan, dan jarum dimasukkan lateral 2.5 sampai 3 cm pada aspek paling
cephalad proses spinous dan maju tegak lurus kulit di semua bidang untuk kontak
proses transverse vertebra bawah, khususnya pada kedalaman 2 sampai cm. Setelah
proses transverse telah diidentifikasi, jarum diarahkan cephalad dan berangsur-angsur
maju sampai dirasakan hilangnya resistansi 1 sampai 1.5 cm melewati sisi superior.
Walaupun penyebaran anestesi lokal bervariasi, injeksi tunggal 15 mL menghasilkan
blokade somatic unilateral selama dermatoma empat atau lima; terdapat tendensi
penyebaran caudal (dibandingkan dengan cephalad).71 Alternatifnya, anestesi lokal 3
sampai 4 mL dapat diinjeksikan pada setiap segmen.
Teknik: Blok Paravertebral Lumbar
Saraf lumbar keluar vertebral foramina inferior menuju sisi caudad proses transverse.
Setiap saraf membagi menjadi cabang anterior dan posterior; cabang anterior dari L1
melalui L4 (dengan kontribusi dari T12) membentuk pleksus lumbar.
Pasien ditempatkan posisi tengkurap (prone) sebagaimana dijelaskan untuk
blokade intercostal. Garis-garis digambarkan melewati sisi cephalad dari proses
spinous vertebral lumbar. Garis-garis ini membentang berlawanan sisi-sisi caudad dari
proses transverse homologous (Gbr. 44-29A; lihat ilustrasi 10A pada gambar berwarna
buku ini). Kulit dinaikkan 3 cm lateral pada midline, dan jarum 20-gauge, 8-cm
dimajukan tegak lurus sampai kontak proses transverse pada kedalaman 3 sampai 5
cm. Lalu jarum diarahkan kembali untuk melewati sisi caudad dari proses transverse.
Pada 1 sampai 2 cm (kedalaman proses transverse) melampaui titik ini, anestetik lokal
6 sampai 10 mL diinjeksikan (lihat Gbr 44-29B; lihat ilustrasi 10B pada gambar
berwarna buku ini). Elisitasi paresthesia atau penggunaan stimulator saraf berguna
untuk memastikan penempatan jarum yang benar.
Efek Samping dan Komplikasi
Karena proksimitas dari neuroaksi, epidural atau subarachnoid, injeksi dari anestetik
lokal beresiko. Injeksi intravaskular melalui pembuluh lumbar, vena cava, atau aorta
memungkinkan. Lubang pleural dan pneumothorax telah terjadi dengan frekwensi 1.15
dan 0.5%, secara berurutan.
TEKNIK KATETER LANJUTAN
Keuntungan yang timbul dari blokade saraf lanjutan termasuk perpanjangan anestesia
bedah, mengurangi resiko toksisitas karena dosis penambahan yang rendah, dan
pelega rasa sakit pascaoperatif dan sympathectomy. Penempatan kateter
menggunakan metode over-needle dan through-needle telah dijelaskan. Kemajuan
dalam teknologi peralatan, termasuk perkembangan pada jarum stimulasi dan kateter
dan pompa portabel memungkinkan infusi anestesi lokal setelah selesai perawatan,
telah meningkatkan tingkat kesuksesan dan popularitas blokade periferal lanjutan (Gbr.
44-30).72, 73 Dan perawatannya masih ada, penggunaan kateter stimulasi dan konfirmasi
dari radiografi, lebih lanjut, dapat meningkatkan fungsionalitasnya.40, 74 Resiko infeksi,
anestesi atau analgesi yang tidak memadai dan akumulasi anestetik lokal (cth,
toksisitas sistemik) adalah kekurangan paling besar. Imigrasi kateter, kateter kinking
atau coiling, dan kerusakan saraf boleh jadi jarang terjadi.75, 76
Metode yang menyediakan anestesi pleksus brakhialis lanjutan telah dijelaskan
sejak paling tidak tahun 1940-an77 dan seringkali memberikan solusi cerdas untuk
penempatan dan pengamanan jarum atau kateter. Kateter yang lebih panjang dapat
dengan mudah untuk diamankan dan menyediakan blokade superior jika ujungnya
dibentangkan lebih proksimal pada pleksus.78 Teknik ini khususnya dapat diaplikasikan
pada pasien dengan ekstremiti atas atau penanaman kembali digit, arthroplasty siku-
total, atau dystrophies sympathetic refleks, yang mana pelega rasa sakit yang
diperpanjang dan sympathectomy menguntungkan.79 Walaupun penggunaan teknik ini
mengalami peningkatan, beberapa studi telah menganalisis dengan kritis keuntungan
dan hasil kateter pleksus brakhialis untuk injeksi-tunggal atau metode konvensional
analgesi pasca-operatif.
Teknik ekstremiti bawah lanjutan telah dijelaskan beberapa dekade lalu tapi
tetap tidak dipergunakan dibandingkan dengan ekstremiti atas lanjutan dan pendekatan
neuraksial. Sebagai contoh, Brands dan Callanan80 menempatkan kateter kompartemen
psoas untuk menyediakan analgesi pada fraktur leher femoral di tahun 1978. Bisa
dipercaya, tingkat kesuksesan yang meningkat dan resiko spinal hematoma setelah
teknik neuraksial membawa ahli klinis untuk menimbangkan kembali blok ekstremiti
bawah lanjutan. Aplikasi kontemporer pada blokade kompartemen psoas lanjutan,
sciatic, femoral, dan fossa popliteal telah dilaporkan.40, 73, 81 Dibandingkan dengan
metode sistemik konvensional dan analgesik neuraksial, blok ekstremiti bawah lanjutan
menyediakan analgesi yang lebih baik dengan lebih sedikit efek samping, hasil
perioperatif yang meningkat, dan mempercepat selesai perawatan setelah penggantian
sendi mayor.81-83
PILIHAN ANESTETIK LOKAL
Pilihan anestetik lokal untuk blok saraf periferal tentu saja tergantung beberapa hal
pada durasi prosedur bedah, walaupun faktor lain juga penting (lihat Bab 14). Blokade
yang diperpanjang sampai 24 jam sering dilakukan dengan zat aksi-lama seperti
bupivacaine atau ropivacaine. Walaupun ciri khas ini menghasilkan pelega rasa sakit
pasca-operatif yang hebat untuk inpasien, ini tidak diinginkan pada pasien ambulatori
karena kemungkinan resiko cedera saraf dan jaringan pada tubuh yang diblok
sebagian. Zat aksi-pendek atau medium, seperti lidocaine atau mepivacaine, boleh jadi
lebih layak pada kelompok outpasien. Obat apapun yang dipilih, dosisnya harus
dihitung untuk setiap pasien dan harus dijaga tetap di bawah batas aman yang dapat
diterima (lihat Bab 14).
Konsentrasi paling tinggi dari obat anestetik lokal tidak tepat untuk blokade
neural periferal; oleh karena itu, bupivacaine atau ropivacaine 0.75%, lidocaine 2%,
mepivacaine 2%, dan 2-chloroprocaine 3% tidak direkomendasikan. Konsentrasi paling
rendah dari zat yang sama (cth, bupivacaine atau ropivacaine 0.25% dan mepivacaine
atau lidocaine 0.5%) boleh jadi tidak memberikan blokade motor komplit.
Vasoconstrictor, biasanya epinephrine, dapat ditambahkan pada pilihan anestetik
lokal untuk meningkatkan onset aksi, untuk mengurangi uptake obat, dan untuk
memperpanjang aksi. Konsentrasi epinephrine 1:200,000 biasanya direkomendasikan.
Idealnya, epinephrine harus ditambahkan pada anestetik lokal pada waktu blok akan
dilaksanakan. Lautan yang dipersiapkan secara komersil dengan epinephrine
mempunyai pH yang lebih rendah dibandingkan dengan yang baru saja ditambahkan,
menghasilkan persentase yang lebih tinggi dari molekul obat terionisasi. Molekul yang
terionisasi ini tidak siap melewati membran neural, menunda onset aksi obat setelah
injeksi. Epinephrine seharusnya tidak ditambahkan pada anestetik lokal untuk blok digit
atau penis karena dapat terjadi tissue ischemia. Bermacam zat aditif lainnya, termasuk
clonidine, opioids, dan ketamine, telah dilaporkan meningkatkan atau memperpanjang
blokade saraf periferal anestetik lokal.7
KOMPLIKASI NEUROLOGI
Cedera saraf dikenal sebagai komplikasi teknik regional periferal. Dalam seri yang
melibatkan lebih 100,000 dari ahli anestesi, frekwensi komplikasi neurologi setelah
blokade periferal kurang dari yang dihubungkan dengan teknik neuraksial dan
dihubungkan dengan rasa sakit pada penempatan jarum atau injeksi anestetik lokal.84
Faktor-faktor resiko penyebab defisit neurologi setelah anestesi regional termasuk
neural ischemia, cedera traumatic pada saraf selama penempatan jarum atau kateter,
infeksi, dan pemilihan larutan anestetik lokal. Walaupun demikian, cedera neurologi
pasca-operatif dikarenakan tekanan dari posisi pasien yang tidak tepat, pakaian bedah
atau cetakan yang dipasang terlalu ketat, dan trauma bedah seringkali disebabkan oleh
anestetik regional. Faktor-faktor dari pasien seperti habitus badan atau dysfungsi
neurologi yang ada sebelumnya juga dapat menjadi sebabnya.
Walaupun gauge jarum, tipe (cth, sisi miring pendek versus panjang), dan
konfigurasi sisi miring dapat mempengaruhi tingkat cedera saraf setelah blok saraf
periferal, penemuannya saling bertentangan, dan tidak terdapat pembenaran dari studi
manusia. Teoritisnya, lokalisasi struktur saraf dengan stimulator saraf akan
memungkinkan tingkat kesuksesan yang tinggi tanpa meningkatkan resiko komplikasi
neurologi, tapi hal ini belum dibuktikan. Cedera neurologi serius telah dilaporkan setelah
blok pleksus brakhialis yang tidak menarik, menggunakan sebuah teknik stimulator
saraf.16 Hal yang sama, paparan yang diperpanjang, dosis-tinggi, atau konsentrasi
tinggi larutan anestetik lokal dapat mengakibatkan defisit neurologi permanen. Pada
model laboratorium, penambahan epinephrine meningkatkan neurotoksisitas larutan
anestetik lokal dan mengurangi aliran darah saraf. Walaupun demikian, relevansi klinis
dari penemuan ini pada manusa tetaplah tidak jelas. Kerusakan saraf disebabkan oleh
penempatan jarum traumatik, neurotoksisitas anestetik lokal, dan neural ischemia
selama perlakuan anestetik regional dapat memperparah hasil neurologi dengan
adanya tambahan faktor pasien atau cedera pembedahan.7
Pencegahan komplikasi neurologi mulai dari selama kunjungan pra-operatif
dengan evaluasi yang cermat terhadap sejarah medis pasien dan diskusi pra-operatif
yang tepat tentang resiko dan keuntungan teknik anestesi yang ada. Sangat disarankan
bahwa semua defisit neurologi pra-operatif didokumentasikan untuk memungkinkan
diagnosa awal disfungsi neurologi baru atau lebih parah pasca-operatif. Defisit sensori
atau motor pasca-operatif juga harus dibedakan terhadap efek anestetik lokal residual
(diperpanjang). Teknik pencitraan, seperti CT dan MRI, berguna dalam mengidentifikasi
proses penularan dan penyebaran hematoma. Walaupun kebanyakan masalah
komplikasi neurologi dipecahkan secara keseluruhan dalam waktu beberapa hari atau
minggu, cedera neural yang signifikan memerlukan konsultasi neurologi untuk
mendokumentasikan tingkat keterlibatan dan untuk mengkoordinasikan kemajuan lebih
lanjut. Test neurofisiologi, seperti studi konduksi saraf, kebangkitan potensial, dan
elektromiografi, seringkali berguna dalam memantapkan diagnosa dan prognosa.
RINGKASAN
Mungkin saja untuk melakukan semua prosedur bedah ketika pasien berada dalam
keadaan anestesi umum, tapi tambahan teknik blok saraf periferal kepada
armamentarium anestesiologi menambahkan fleksibilitas dan keahlian yang
menguntungkan pasien secara intra-operatif dan pasca-operatif. Sukses menguasai
teknik-teknik ini dan menerapkannya pada situasi klinis yang tepat memberi pilihan
yang berguna pada perawatan anestetik. Untuk anestesiologis, pengetahuan tentang
anestesi regional penting untuk diagnosa dan perawatan sindrom sakit akut dan kronis
(lihat Bab 72 dan 73).
POIN-POIN UTAMA
1. Dalam melakukan blok saraf periferal, elisitasi paresthesia ekivalen dengan
stimulasi listrik. Tingkat kesuksesan dan waktu onset lebih jauh ditingkatkan jika
dilakukan stimulasi multiple.
2. Elisitasi paresthesia atau respon motor pada lengan dan bahu sama manjur
ketika melakukan blok interscalene.
3. Paresis diafragmatik terjadi pada 100% pasien menjalani blok interscalene,
walaupun dengan larutan anestetik lokal yang dicairkan.
4. Blok saraf femoral lanjutan meningkatkan hasil dan rehabilitasi setelah
penggantian lutut-total dan lebih baik dibandingkan analgesi epidural.
5. Saraf sciatic membagi menjadi komponen tibial dan peronealnya 7 sampai 10 cm
di atas lutut, dan sebuah blok fossa popliteal harus dilakukan pada level ini.
6. Dosis anestetik lokal total harus ditentukan dan dijaga agar tetap di bawah batas
yang diterima. Akumulasi dengan waktu dapat terjadi dengan teknik lanjutan.
7. Frekwensi komplikasi neurologi setelah blokade periferal kurang dari yang
dihubungkan dengan teknik-teknik neuraksial. Neurotoksisitas dan trauma jarum
langsung adalah penyebab utama komplikasi neurologi.