116888875-MOTIVASI
-
Upload
ahmad-ali-fatha -
Category
Documents
-
view
31 -
download
1
description
Transcript of 116888875-MOTIVASI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini karyawan dipandang sebagai salah satu aset perusahaan yang
penting dan perlu dikelola serta dikembangkan untuk mendukung kelangsungan
hidup perusahaan. Perusahaan juga dihadapkan pada tantangan besar untuk
memenangkan persaingan, sehingga dibutuhkan taktik dan strategi yang akurat.
Dalam pemilihan taktik dan strategi, perusahaan tidak saja memerlukan analisis
perubahan lingkungan eksternal seperti demografi, sosial budaya, politik,
teknologi, dan persaingan, tetapi juga perlu menganalisis faktor internal
perusahaan. Faktor-faktor internal yang dimaksud adalah kekuatan dan kelemahan
perusahaan dalam usaha mendukung dan meraih sasaran yang ditetapkan.
Ditinjau dari pemberdayaan dan pengelolaan sumber daya manusia,
perusahaan perlu menciptakan lingkungan yang kondusif, imbalan yang layak dan
adil, beban kerja yang sesuai dengan keahlian karyawan, sikap dan perilaku dari
manajer untuk membentuk kepuasan karyawan. Kepuasan karyawan menjadi
penting karena merupakan salah satu kunci pendorong moral dan disiplin serta
kinerja karyawan yang akan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan dalam
upaya mewujudkan sasaran perusahaan.
Pelayanan adalah cara melayani, membantu, menyiapkan, atau mengurus
keperluan seseorang atau sekelompok orang. Pelayanan umum adalah segala
bentuk kegiatan publik yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah di pusat atau
2
di daerah dan di lingkungan Badan Usaha Negara/Daerah dalam bentuk barang
dan jasa, baik dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat yang sesuai dengan
harapan mereka maupun ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pelayanan
prima atau service excellence adalah pelayanan terbaik melebihi, melampaui,
mengungguli pelayanan yang diberikan pihak lain atau daripada pelayanan pada
waktu yang lalu (Adnyana, 2005).
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan karyawan pihak
manajemen harus senantiasa memperhatikan faktor-faktor yang mendorong
karyawan bekerja dengan produktif, salah satunya yaitu memperhatikan kepuasan
kerja karyawan. Dengan memperhatikan faktor kepuasan kerja karyawan maka
karyawan dalam bekerja akan senantiasa disertai dengan perasaan senang dan
tidak terpaksa serta mempunyai semangat kerja yang tinggi.
Beberapa hasil penelitian yang menyimpulkan terdapat pengaruh yang
positif dan signifikan antara kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan yang
diberikan karyawan diantaranya Andy H (2006), Anggraeni (2008), Bellou
(2006), Melia (2006). Dalam penelitian Andy H (2006) yang berjudul “Measuring
Job Satisfaction in Residential Aged Care, School of Public Health” menemukan
bahwa kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh staf dipengaruhi oleh
tingkat kepuasan staf dan persepsi mereka terhadap lingkungan kerja fisik
(penghargaan organisasi, rekan sekerja, dan pekerjaan mereka). Penelitian oleh
Anggraeni (2008) tesis Magister Manajemen Universitas Udayana yang berjudul
“Pengaruh Pengembangan Organisasi dan Penempatan Terhadap Kepuasan Kerja
dan Kinerja Karyawan PT. BPR Sri Artha Lestari Denpasar, dengan analisis path
3
penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan secara langsung
antara kepuasan kerja terhadap kinerja (kualitas pelayanan) karyawan. Penelitian
lain oleh Bellou (2006) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh identifikasi
organisasional dan organizational based self esteem (OBSE) terhadap kualitas
pelayanan Rumah Sakit di Yunani. Bellou menemukan bahwa karyawan akan
berusaha berkontribusi setinggi mungkin apabila mereka mempunyai rasa
memiliki pada perusahaan.
Kepuasan kerja karyawan berkaitan dengan aspek keadilan dan kelayakan
akan balas jasa yang diterima karyawan atas kinerjanya yang disumbangkan untuk
perusahaan. Apabila aspek keadilan dan kelayakan bagi karyawan dapat
dirumuskan dengan baik, maka karyawan akan merasa puas, mempunyai
semangat kerja yang tinggi yang nantinya dapat meningkatkan pelayanan prima
kepada pelanggan. Apabila rasa keadilan dan kelayakan ini tidak terpenuhi maka
akan menimbulkan perasaan tidak puas para karyawan, perasaan tidak puas ini
justru akan menyebabkan terjadinya kemerosotan semangat kerja karyawan yang
pada akhirnya akan menyebabkan turunnya kualitas pelayanan yang akan
diberikan karyawan kepada para pelanggan.
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaanya.
Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan
atau tidak dimana para karyawan memandang pekerjaan mereka (Handoko,2001).
Karyawan yang mendapatkan kepuasaan kerja akan melaksanakan pekerjaan
dengan lebih baik, karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan
pernah mencapai kematangan psikologi yang akan menyebabkan frustasi.
4
Karyawan seperti ini akan sering melamun, semangat kerja yang rendah, cepat
bosan dan lelah, emosi tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang
tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan (Hasibuan,2007).
Kepuasan yang tinggi akan mengarahkan pada tingkat turn over dan absensi yang
rendah karena individu yang puas terdorong untuk bekerja lebih baik karena
kebutuhan pentingnya terpuaskan. Ketika seorang karyawan merasakan kepuasan
dalam bekerja maka seorang karyawan akan berupaya semaksimal mungkin
menyelesaikan pekerjaannya, yang akhirnya akan menghasilkan kualitas
pelayanan yang tinggi dan pencapaian tujuan perusahaan.
Kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kerja yang
menantang, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja
yang mendukung, kesesuaian pribadi dengan pekerjaan (Robbins,2006).
Berdasarkan pendapat diatas, peningkatan kepuasan kerja pada suatu organisasi
dapat dicapai dengan motivasi. Dalam teori motivasi Two Factor dari Frederick
Herzberg mengemukakan bahwa ada dua faktor yang dapat memberikan kepuasan
dalam bekerja yaitu faktor dissatisfiers (gaji, kebijakan perusahaan, status, relasi
antar personal) dan faktor satisfiers (prestasi, penghargaan, promosi, lingkungan
kerja, pekerjaan itu sendiri).
Herszberg juga menyatakan kepuasan kerja karyawan yang tergolong
pimpinan dan staff berbeda. Karyawan staff yang memperoleh penghasilan rendah
cenderung lebih mudah terpuaskan dengan hal-hal yang bersifat hygiene seperti
insentif, dan kondisi kerja yang nyaman, sedangkan karyawan yang tergolong
pimpinan cenderung akan terpuaskan dengan hal-hal yang bersifat motivator yang
5
langsung berhubungan dengan pekerjaan seperti membina hubungan yang baik
dengan rekan kerja, lebih mengutamakan penghargaan dan aktualisasi diri.
Motivasi yang menjadi dasar utama bagi seseorang memasuki suatu
organisasi adalah dalam rangka usaha orang yang bersangkutan memuaskan
berbagai kebutuhannya. Oleh karena itu kunci keberhasilan seorang
manajer/pimpinan dalam menggerakkan bawahannya terletak pada
kemampuannya memahami teori motivasi sehingga menjadi daya pendorong yang
efektif dalam upaya peningkatan kepuasan kerja dalam suatu perusahaan.
Motivasi adalah kekuatan yang dihasilkan dari keinginan seseorang untuk
memuaskan dan memenuhi kebutuhannya, Handoko (2001) mendefinisikan
motivasi sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan
individu untuk melakukan kegiatan – kegiatan tertentu guna mencapai tujuan
organisasi, sementara Hasibuan (2007), mengartikan motivasi adalah pemberian
daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau
bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk
mencapai kepuasan.
Beberapa hasil penelitian sebelumnya yang meneliti tentang motivasi
antara lain penelitian yang dilakukan Bodur (2002) yang menemukan bahwa
tingkat kepuasan seluruh staff pusat kesehatan masyarakat di Turki tergolong
rendah disebabkan oleh kondisi kerja yang tidak nyaman, kecilnya peluang
mengembangkan karir dan gaji yang terlalu rendah. Matthews (2006) menemukan
bahwa tingkat kepuasan dipengaruhi oleh motivasi (lingkungan kerja fisik/tempat
kerja yang baik, system penggajian yang adil, pengharapan, peluang
6
pengembangan karir, pekerjaan yang pantas). Sedangkan Borzaga (2006)
menenukan bahwa faktor intrinsik dan sikap terhadap hubungan kerja yang paling
berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
Berdasarkan beberapa pengertian motivasi tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa motivasi adalah sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dari dalam
diri karyawan yang berpengaruh, membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara
prilaku seseorang berkaitan dengan lingkungan kerja. Jadi motivasi adalah
dorongan dari dalam diri karyawan untuk memenuhi kebutuhan yang stimulasi
berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas, kemudian
diimplementasikan kepada orang lain untuk memberikan pelayanan yang baik
kepada pelanggan. Adapun pemberian motivasi yang diberikan PT. PLN (Persero)
Distribusi Bali kepada karyawannya dalam bentuk insentif pada Tabel 1.1 berikut.
Tabel 1.1 Jenis-jenis Insentif PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
No. Jenis Insentif Frekuensi Insentif
1 Tunjangan daerah 1 bulan sekali 2 Tunjangan Jabatan 1 bulan sekali 3 Tunjangan cuti tahunan 1 tahun sekali 4 Tunjangan Pensiun Akhir masa kerja 5 Tunjangan Transportasi 1 bulan sekali 6 Tunjangan Hari Raya 1 tahun sekali 7 Bonus 1 tahun sekali 8 Tunjangan kesehatan -
Sumber : PT. PLN (Persero) Distribusi Bali, 2009
Dari Tabel 1.1 diatas disebutkan bahwa insentif yang diberikan berjumlah
delapan macam dan frekuensinya berbeda-beda sesuai dengan jenis serta
kebutuhan karyawan. Berdasarkan jenis insentif tersebut diharapkan mampu
memberikan rangsangan atau motivasi terhadap semangat kerja karyawan yang
7
akan berdampak kepada kepuasan kerja dan kualitas pelayanan karyawan PT.
PLN (Persero) Distribusi Bali. Oleh karena itu motivasi mempunyai peran yang
penting dalam mencapai kepuasan kerja pada karyawan dan dalam meningkatkan
kualitas pelayanan yang diberikan karyawan kepada pelanggan. Penelitian
sebelumnya diantaranya Melia (2006) menemukan bahwa kepemimpinan,
pengembangan karir dan kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kualitas
pelayanan karyawan di Kantor Peti Kemas, Rahayu (2008) menemukan bahwa
kemampuan, penempatan dan motivasi kerja secara parsial dan simultan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas pelayanan nasabah PT. Bank
BPD Bali, serta Li (2004) menemukan bahwa idealized influence leaders dan
budaya organisasi akan menghasilkan karyawan yang lebih berkomitmen dan
mencapai kepuasan kerja yang diinginkan.
Perusahaan Listrik Negara (yang selanjutnya disingkat PLN) merupakan
satu-satunya perusahaan yang ditugaskan pemerintah untuk menyediakan listrik
secara nasional kepada masyarakat Indonesia. Sebagai satu-satunya perusahaan
yang diserahkan tanggung jawab atas kelistrikan nasional, PLN terus berusaha
untuk tidak mengabaikan para pelanggan, melainkan tetap berupaya
memperhatikan peningkatan kualitas pelayanan kepada para pelanggan. Satu bukti
nyata bahwa PLN dan jajarannya terus berusaha melakukan perbaikan pelayanan
adalah mewujudkan pelayanan setara kualitas dunia atau World Class Services
(WCS). PLN Pusat telah menunjuk PLN Distribusi Bali sebagai percontohan
layanan kelas dunia atau World Class Services (Adnyana dan Sukrislismono,
2005). Penunjukan itu selain Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia juga
8
berdasarkan pertimbangan bahwa PLN (Persero) Distribusi Bali memiliki
kesiapan infrastruktur untuk menunjang pelaksanaan layanan kelas dunia tersebut.
Pencapaian tujuan ke arah itu memerlukan karyawan yang memiliki tingkat
kepuasan untuk mendukung misi World Class Services, karena dalam perspektif
Hescket Model dinyatakan bahwa kualitas pelayanan kepada pelanggan (external
quality services) dipengaruhi oleh tingkat kepuasan karyawan (employee
satisfaction), peningkatan kepuasan kerja karyawan dapat dicapai dengan
memotivasi karyawan.
Dari hasil observasi awal ternyata kualitas pelayanan yang diberikan PT.
PLN (Persero) Distribusi Bali masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan hal ini
dapat dilihat dari keluhan-keluhan dari pelanggan. Rata-rata jumlah komplain
perhari 5-8 keluhan terutama di bagian berhubungan dengan pelanggan. Berikut
beberapa keluhan/complain pelayanan dari pelanggan
1) Pelayanan yang diberikan karyawan belum memuaskan hal ini dirasakan oleh
beberapa pelanggan yang mengeluhkan sikap dan kemampuan dari karyawan
dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, bahkan sampai dimuat
disalah satu media di Bali. (Balipost, Jumat Pahing, 15 Oktober 2009)
2) Pelayanan di bagian customer service, lebih sering bahkan setiap hari
dikeluhkan oleh pelanggan karena sebagian besar karyawan dibagian ini
kurang menguasai tugas dan pekerjaannya.
Selain masih banyaknya keluhan dari pelanggan, belum optimalnya
kualitas pelayanan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dapat dilihat dari
perbandingan pencapaian standar kualitas pelayanan setara perusahaan listrik
dunia, dapat dilihat dari Tabel 1.2
9
Tabel 1.2 Perbedaan antara Kualitas Layanan Listrik di Bali dengan Kualitas Layanan Perusahaan Setara Kelas Dunia (Hongkong Electrik,Co.)
Sampai Tahun 2009
Indikator Satuan Standar WCS
Realisasi PLN Bali
2008
Realisasi PLN Bali
2009 SAIDI Menit/plnggn/thn 100 448,19 162,57 SAIFI Kali/plnggn/thn 3 12,98 7,47 Teg dbwh standar % < 1 5 2 Koreksi Rekening Hari 1 1 1 Koreksi Cater % 0,05 0,13 0,08 Kecepatan Layanan Teknis
Menit 30 46 37,44
Sumber: PT. PLN (Persero) Distribusi Bali, 2009
Keterangan SAIDI : System Average Interrupt Duration Index, yaitu lamanya
gangguan pasokan listrik yang dialami oleh pelanggan (dihitung secara rata-rata)
SAIFI : System Average Interrupt Frequency Index, yaitu jumlah gangguan pasokan listrik yang dialami oleh pelanggan (dihitung secara rata-rata)
Teg Standar : tegangan tinggi 150Kv, menengah 20 Kv, rendah 220 V Koreksi Rekening : koreksi akibat kesalahan tagihan pemakaian tenaga listrik
yang ditagihkan kepada pelanggan (plus atapun minus) Koreksi Cater : koreksi akibat kesalahan baca meter, Layanan Teknis : lamanya pelayanan akibat gangguan pasokan tenaga listrik
Dari Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa belum tercapainya standar World Class
Service atau standar kualitas pelayanan perusahaan kelas dunia. Salah satu
contohnya, dalam kecepatan layanan teknis standar World Class Service 30
(menit), sedangkan realisasi untuk tahun 2008 dan 2009 masing-masing 46 dan
37,44 (menit) masih lebih lama dari standar World Class Service walaupun sudah
mendekati. Untuk itu PLN Distribusi Bali dituntut untuk segera dapat
10
memperbaiki diri agar kualitas pelayanan setara dunia dapat tercapai seperti apa
yang telah menjadi tujuan dari perusahaan yaitu PLN menuju World Class
Service. Pelanggan akan merasa puas apabila mereka mendapat kualitas
pelayanan yang baik dalam bertransaksi seperti kemudahan, kecepatan,
kesopanan, dan faktor pelayanan lainnya.
Menurut Dessler (2004) program kualitas sangat tergantung pada
karyawan yang terlatih baik dan berkomitmen tinggi sehingga sulit memisahkan
keduanya. Untuk menciptakan karyawan yang terlatih baik dan berkomitmen
tinggi sehingga menghasilkan pekerjaan yang berkualitas dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Dari hasil obervasi dan wawancara dapat diketahui faktor yang
mempengaruhi kualitas pelayanan yang dihasilkan oleh karyawan PT. PLN
(Persero) Distribusi Bali berkaitan dengan faktor kepuasaan kerja karyawan. Hal
yang menunjukkan ketidakpuasan karyawan yaitu tidak berada pada station
masing-masing pada saat jam kerja, bekerja lambat, sering meninggalkan
pekerjaannya, dan sering terlambat. Tidak mematuhi aturan khususnya dalam hal
tanggung jawab mengerjakan tugas yang diberikan, dan bekerja cenderung
lamban merupakan indikator adanya ketidakpuasan karyawan. Dari hasil
observasi dan wawancara diperkirakan bahwa ketidakpuasan karyawan yang
terjadi dipengaruhi oleh beberapa hal berikut.
1) Kurangnya motivasi dari atasan/pimpinan
Pimpinan kurang memberikan bimbingan, perhatian dan motivasi kepada
karyawan. Pimpinan sering sering tidak berada ditempat menyebabkan
kurangnya komunikasi dalam memberikan petunjuk, arahan, dan motivasi
11
kepada karyawan sehingga karyawan kurang mempunyai rasa tanggung
jawab dalam melaksanakan tugasnya, sering tidak berada ditempat pada saat
jam kerja dan cenderung lamban dalam bekerja. Pentingnya arahan dan
motivasi ini akan mempengaruhi karyawan agar bersedia melaksanakan
tugasnya dengan benar.
2) Insentif
Dimana insentif yang diberikan belum dirasa memuaskan, dimana belum
adanya hadiah (imbalan) bagi mereka yang berprestasi apabila berhasil dalam
mencapai target atau pelayanan sesuai dengan target yang ditetapkan,
sehingga semangat dalam berprestasi dan memberikan pelayanan masih
rendah.
3) Observasi secara mendalam yang dilakukan di beberapa unit sering terjadi
kurangnya komunikasi dan koordinasi antar individu/karyawan sering tidak
saling mendukung dan membantu dalam penyelesaian tugas terutama yang
saling berhubungan sehingga pekerjaan yang semestinya cepat terselesaikan
menjadi terlambat penyelesaiannya padahal pekerjaan itu semestinya
pekerjaan itu dapat dselesaikan tepat waktu, apalagi tugas yang berhubungan
langsung dengan pelayanan pelanggan. Misalnya unit bagian niaga, distribusi
dan keuangan, karena ketatnya bagian keuangan maka pemenuhan kebutuhan
di bagian niaga dan distribusi menjadi terhambat contohnya apabila ada
permintaan pasang baru akan lama prosesnya karena biaya produksi yang
sangat tinggi.
12
Berdasarkan uraian tersebut, motivasi mempunyai pengaruh terhadap
kepuasaan karyawan yang berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan.
Dengan diberikannya motivasi kepada karyawan diantaranya dengan pemberian
imbalan yang sesuai, adanya penghargaan atas prestasi dari pimpinan, lingkungan
kerja yang memadai maka harapan dan kebutuhan karyawan akan tercapai,
dengan demikian diharapkan dapat memberikan kepuasan kerja kepada karyawan
sehingga karyawan lebih bersemangat dalam bekerja untuk meningkatkan kualitas
pelayanan yang diberikan kepada pelanggan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1) Apakah motivasi berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kepuasan
kerja karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali?
2) Apakah motivasi berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kualitas
pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali?
3) Apakah kepuasan kerja karyawan berpengaruh signifikan secara langsung
terhadap kualitas pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut
1) Untuk mengetahui pengaruh signifikan secara langsung motivasi terhadap
kepuasan kerja karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.
13
2) Untuk mengetahui pengaruh signifikan secara langsung motivasi terhadap
kualitas pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.
3) Untuk mengetahui pengaruh signifikan secara langsung kepuasan kerja
karyawan terhadap kualitas pelayan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi
Bali.
1.4 Manfaat Penelitian
1) Manfaat secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empiris pada penelitian di masa
yang akan datang khususnya menyangkut hubungan antara motivasi,
kepuasan kerja dan kualitas pelayanan karyawan.
2) Manfaat secara praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
bagi pihak manajemen dalam merumuskan kebijakan pada PT. PLN (Persero)
Distribusi Bali terutama tentang motivasi, kepuasan kerja karyawan dan
kualitas pelayanan.
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kualitas Pelayanan
2.1.1 Pengertian Kualitas
Menurut Dessler (2004) kualitas adalah totalitas tampilan dan
karakteristik sebuah produk atau pelayanan yang berhubungan dengan
kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang dicari. Menurut Goetsch dan
Davis (2003) kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan. Menurut Schuler (1997) kualitas atau mutu berarti memberikan
produk dan pelayanan yang konsisten mengikuti seluruh dimensi kualitas dalam
satu usaha tunggal.
Beraneka ragam definisi mengenai kualitas ini dikarenakan perbedaan
perspektif atau pandangan yang digunakan. Parasuraman (2003) mengidentifikasi
ada lima alternatif kualitas yaitu sebagai berikut.
1) Transcendental approach
Kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit
didefinisikan dan dioperasikan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam
seni musik, tari dan seni rupa. Perusahaan dapat mempromosikan produknya
dengan pernyataan-pernyataan seperti tempat belanja yang menyenangkan
(supermarket), elegan (mobil), kecantikan wajah (kosmetik), kelembutan dan
kehalusan kulit (sabun mandi). Dengan demikian fungsi fungsi perencanaan,
15
produksi dan pelayanan suatu perusahaan sulit sekali menggunakan definisi
seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas.
2) Product-base approach
Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang
dapat dikualifikasikan dan dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas
mencerminkan perbedaan dalam jumlah berapa unsur atau atribut yang
dimiliki produk. karena pandangan ini sangat objektif, maka tidak dapat
menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan dan preferensi individual.
3) User-based approach
Pendekatan didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang
yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi
seseorang merupakan produk yang berkualitas tinggi. Perspektif yang
subjektif ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda memiliki
kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang
adalah sama dengan kepuasan maksimal yang dirasakannya.
4) Manufacturing-based approach
Persepektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktik-
praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas
sebagai sama dengan persyaratannya. Dalam sektor jasa, dapat dikatakan
bahwa kualitas bersifat operation-driven. Pendekatan ini berfokus pada
penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal, yang seringkali
didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan penekanan biaya. Jadi
16
yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan,
bukan konsumen yang mengunakannya.
5) Value-based approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas dalam
persepektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling
tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling
bernilai adalah produk atau jasa yang paling tepat dibeli.
Jadi secara umum kualitas merupakan suatu kondisi dinamis dari totalitas
tampilan atau karakteristik sebuah produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan
yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memenuhi atau melebihi
harapan yang dicari.
2.1.2 Dimensi Kualitas
Keunggulan suatu produk atau pelayanan tergantung pada kelebihan dari
kualitas yang diperlihatkan. Menurut Parasuraman (2003) dimensi kualitas untuk
produk manufaktur adalah sebagai berikut.
1) Kinerja (performance) yaitu karakteristik operasi pokok dari produk inti.
Contohnya kemampuan suatu mobil untuk menambah kecepatan dan kejelasan
gambar televisi.
2) Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features) yaitu karakteristik sekunder
atau pelengkap. Seperti one-touch-power windows untuk mobil.
3) Kehandalan (realibility) yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan
atau gagal pakai.
17
4) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance) yaitu sejauh mana karakteristik
desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan
sebelumnya.
5) Daya tahan (durability) yaitu berapa lama produk tersebut dapat terus
digunakan.
6) Tingkat pelayanan (service ability) yaitu meliputi kecepatan, kompetensi,
kenyamanan, mudah direparasi, dan penanganan keluhan yang memuaskan.
7) Estetika yaitu daya tarik produk terhadap panca indra.
8) Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality) yaitu citra dan reputasi
produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
Untuk perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa, dimensi kualitas jasa
menurut Schuler (1997) meliputi beberapa hal sebagai berikut.
1) Berwujud
Berwujud yang dimakasud yaitu setting fisik dari jasa tersebut, misalnya
lokasi, karyawan, materi komunikasi dan peralatan.
2) Keandalan
Keandalan yaitu kemampuan untuk melakukan jasa yang dijanjikan secara
handal dan akurat.
3) Kecepat tanggapan
Kecepat tanggapan yaitu sejauh mana karyawan menolong konsumen dan
menyediakan jasa yang cepat dan tepat.
18
4) Jaminan
Jaminan yang dimaksud meliputi pengetahuan, kesopanan dan kemampuan
karyawan untuk menjaga kepercayaan dan keyakinan.
5) Empati
Empati yaitu perhatian dan kepedulian terhadap konsumen secara individual.
Dimensi untuk kualitas jasa menurut Parasuraman (2003) meliputi lima
hal sebagai berikut.
1) Bukti langsung (tangibles) yaitu segala sesuatu yang berwujud dan dapat
dilihat meliputi beberapa hal sebagai berikut : fasilitas fisik, perlengkapan,
pegawai dan sarana komunikasi.
2) Kehandalan (reliability) yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan segera dan memuaskan.
3) Daya tanggap (responsivensess) yaitu keinginan para staff untuk membantu
para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
4) Jaminan (assurance) yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki para staff, bebas dari bahaya, resiko, atau keragu-
raguan.
5) Empati yaitu rasa memahami dan kepedulian meliputi kemudahan dalam
melakukan hubungan komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan para
pelanggan.
19
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas
Kualitas yang dihasilkan oleh perusahaan dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor, oleh karena itu pihak perusahaan atau organisasi harus memperhatikan
semua elemen-elemen yang penting dalam penerapan atau pencapaian kualitas.
Menurut Ariani (2003) pencapaian total kualitas memerlukan delapan elemen
sebagai berikut.
1) Fokus pada pelanggan yaitu dengan memberikan kepuasan kepada pelanggan
sesuai dengan harapan.
2) Komitmen jangka panjang, agar seluruh karyawan juga mau melaksanakan hal
yang sama dengan terlibat secara penuh dalam seluruh proses yang ada.
3) Kepemimpinan dan dukungan manajemen puncak, dengan memberikan
dukungan tenaga, pikiran, perencanaan strategik, gaya serta perbaikan secara
berkesinambungan.
4) Pemberdayaan seluruh personil dan kerja tim, yaitu dengan mendorong
partisipasi seluruh karyawan untuk mencapai sasaran kualitas, termasuk
perbaikan pelayanan dan penyelesaian masalah.
5) Komunikasi efektif yaitu dengan mengadakan hubungan komunikasi baik
secara formal maupun informal dan komunikasi vertikal maupun horizontal.
6) Kepercayaan dan analisis proses secara statistik, yang memungkinkan
organisasi melakukan tindakan perbaikan, menetapkan prioritas dan
mengevaluasi kemajuan yang dicapai.
7) Komitmen terhadap perbaikan yaitu dengan membangun kesadaran untuk
mengadakan perbaikan melalui pendidikan dan pelatihan karyawan.
20
8) Mendukung pemberian penghargaan yaitu penghargaan yang bukan hanya
berupa upah atau gaji, melainkan penghargaan yang berupa pujian, dukungan
saran, maupun kritik membangun.
Menurut Ariani (2003) manajemen harus menyediakan sumber daya yang
cukup dan tepat untuk menerapkan sistem kualitas. Untuk memacu motivasi,
pengembangan, komunikasi dan performansi personil, manajer harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1) Memilih personil berdasarkan kemampuan untuk memenuhi spesifikasi
jabatan.
2) Memberikan lingkungan kerja yang mendukung kesempurnaan dalam
hubungan kerja baik.
3) Merealisasikan kemampuan setiap anggota organisasi secara konsisten,
metode kerja yang kreatif, dan kesempatan untuk berpartisipasi seluas
mungkin.
4) Menjamin bahwa tugas-tugas dapat terlaksana dengan baik, tujuan dapat
dimengerti termasuk bagaimana mereka mempengaruhi kualitas.
5) Melibatkan semua personil dan menciptakan kualitas jasa bagi pelanggan.
6) Menyusun kegiatan terencana untuk memperbaiki kualitas personil.
7) Mengidentifikasikan faktor-faktor yang memotivasi personil untuk
menyediakan kualitas jasa (service).
8) Menerapkan perencanaan karir dan pengembangan personil.
21
2.1.4 Model Kualitas Jasa
Parasuraman (2003) merumuskan model kualitas jasa yang menyoroti
pernyataan-pernyataan utama untuk memberikan kualitas jasa yang diharapkan.
Model ini mengidentifikasi lima gap yang menyebabkan kegagalan delivery jasa
seperti Gambar 2.1.
Sumber : Parasuraman, (2003)
Gambar 2.1 Model Kualitas Jasa
Kebutuhan personal
Pengalaman yang lalu
Komunikasi dari mulut ke mulut
Jasa yang diharapkan
Jasa yang dirasakan
Penyampaian jasa
Spesifikasi kualitas jasa
Persepsi manajemen
Komunikasi eksternal GAP 4
GAP 2
GAP 3
GAP 5
MANAJEMEN
GAP 1
22
Dari Gambar 2.1 dapat kita lihat kelima GAP tersebut adalah sebagai berikut.
1) GAP 1
GAP 1 yaitu gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. GAP Ini
terjadi karena manajemen tidak selalu dapat merasakan apa yang diinginkan
para pelanggan secara tepat.
2) GAP 2
GAP 2 yaitu gap antara persepsi manajemen dengan spefisikasi kualitas jasa.
Dalam hal ini manajemen mungkin mampu merasakan secara tepat apa yang
diinginkan oleh pelanggan, tetapi pihak manajemen tersebut tidak menyusun
suatu standar kinerja tertentu.
3) GAP 3
GAP 3 yaitu antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Gap ini
dapat terjadi karena karyawan perusahaan mungkin kurang dilatih atau bekerja
melampaui batas dan tidak dapat atau tidak mau untuk memenuhi standar.
4) GAP 4
GAP 4 yaitu antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Harapan
konsumen dipengaruhi oleh pernyataan-pernyataan yang dibuat oleh wakil dan
iklan perusahaan.
5) GAP 5
GAP 5 yaitu antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Gap ini
terjadi bila konsumen mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara
yang berlainan dan salah dalam mempersepsikan kualitas jasa tersebut.
23
2.2 Kepuasan Kerja
2.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Luthan (2006) memberikan definisi komprehensif dari kepuasan kerja
yang meliputi reaksi atau sikap lognitif, efektif, evaluatif dan menyatakan bahwa
kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal
dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang. Sedangkan menurut
Umar (2005) dapat dijelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian atau
cerminan dari perusahaan pekerja terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam
sikap positif pekerja terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi
dilingkungan kerjanya. Dampak kepuasan kerja perlu dipantau dengan
mengaitkan pada output yang dihasilkan.
Asa’ad (2001) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan sifat
umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor
pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu diluar kerja. Sedangkan
menurut Handoko (2001) kepuasan kerja adalah keadaan yang menyenangkan
atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan
mereka.
Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa
baik hasil pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting (Luthan, 2006).
Menurut Luthan (2006) terdapat tiga dimensi yang diterima secara umum dalam
kepuasan kerja yaitu sebagai berikut.
1) Kepuasan kerja merupakan respon emosional terhadap situasi kerja, dengan
demikian kepuasan kerja dapat dilihat dan diduga;
24
2) Kepuasan kerja sering ditentukan menurut seberapa baik hasil yang dicapai
memenuhi atau melampaui harapan;
3) Kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang berhubungan.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat dinyatakan bahwa kepuasan kerja
merupakan sikap positif atau negatif terhadap pekerjaannya yang terkait dengan
kondisi kerja dan lingkungan kerja.
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merujuk kepada sikap dan prilaku seseorang terhadap
pekerjaannya, seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi akan menunjukkan
sikap yang positif terhadap pekerjannya, namun sebaliknya jika kepuasan kerja
seseorang rendah akan menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaannya
dan komitmen orang tersebut terhadap organisasinya rendah sehingga dapat
menyebabkan orang tersebut mangkir dari perusahaannya. Departemen SDM
hendaknya senantiasa memantau kepuasan kerja para karyawan karena hal
tersebut besar pengaruhnya terhadap kinerja karyawan.
Faktor-faktor utama yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja menurut
Luthan (2006) yaitu sebagai berikut.
1) Pekerjaan itu sendiri
Dalam hal ini dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik,
kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab.
25
2) Gaji
Upah dan gaji dikenal menjadi signifikan tapi kompeks kognitif dan
merupakan faktor multidimensi dalam kepuasan kerja.
3) Promosi
Kesempatan promosi sepertinya memiliki pengaruh yang berbeda pada
kepuasan kerja, hal ini dikarenakan promosi memiliki sejumlah bentuk yang
berbeda dan memiliki berbagai penghargaan.
4) Pengawasan
Pengawasan (supervisi) merupakan sumber penting lain dari kepuasan kerja,
ada dua dimensi gaya pengawasan yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu
berpusat pada karyawan dan partisipasi atau pengaruh kemampuan penyelia
untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan prilaku.
5) Kelompok kerja
Rekan kerja atau anggota tim yang kooperatif merupakan sumber kepuasan
kerja yang paling sederhana pada karyawan secara individu bertindak sebagai
sumber dukungan, kenyamanan, nasihat dan bantuan pada anggota individu.
6) Kondisi kerja
Kondisi kerja memiliki kecil pengaruhnya terhadap kepuasan kerja, jika
kondisi kerja bagus (bersih, lingkungan menarik) individu akan lebih mudah
menyelesaikan pekerjaan mereka sebaliknya jika kondisi kerja buruk individu
akan lebih sulit menyelesaikan pekerjannya. Jika segalanya berjalan baik
tidak ada masalah kepuasan kerja, jika segalanya berjalan buruk masalah
ktidakpuasan kerja muncul.
26
Menurut As’ad (2001) ada 10 faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja,
yaitu.
1) Kesempatan untuk maju
Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan
peningkatan kemampuan selama kerja.
2) Keamanan kerja
Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi
karyawan pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi
perasaan karyawan selama bekerja.
3) Gaji
Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang
mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang
diperolehnya.
4) Perusahaan dan manajemen
Perusahaan dan manajemen yang baik adalah faktor yang mampu
memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini yang
menentukan kepuasan kerja karyawan.
5) Pengawasan (supervisi)
Bagi karyawan, supervisi dianggap sebagai figur ayah sekaligus atasan.
Supervisi yang buruk berakibat absensi dan turn over.
27
6) Faktor intrinsic dari pekerjaan
Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan ketrampilan tertentu. Sukar
dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas, akan dapat meningkatkan atau
mengurangi kepuasan.
7) Kondisi kerja
Termasuk disini adalah kondisi tempat kerja, ventilasi, penyinaran, kantin dan
tempat parkir.
8) Aspek sosial
Dalam pekerjaan merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi
dipandang sebagai faktor yang menunjang kepuasan atau ketidakpuasan
dalam pekerjaan.
9) Komunikasi
Komunikasi yang lancar antara karyawan dengan pihak manajemen banyak
dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan
pihak atasan untuk mau mendengar, memahami, dan mengakui pendapat
ataupun prestasi karyawan.
10) Fasilitas
Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan standar
suatu jabatan dan apabila dapat memenuhi akan menimbulkan rasa puas.
Sehubungan dengan terbatasnya waktu dan tenaga, maka tidak
memungkinkan untuk memakai semua faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasaan kerja yang akan dijadikan indikator dalam penelitian ini, untuk itu
dalam penelitian ini hanya digunakan faktor yang diidentifikasi memberikan
28
kontribusi terhadap kepuasan kerja karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.
Adapun faktor tersebut adalah kompensasi, komunikasi dan kondisi kerja.
2.3 Motivasi Kerja
2.3.1 Pengertian Motivasi
Motivasi kerja sering dipakai untuk menyebutkan motivasi dalam
lingkungan kerja. Dalam manajemen sering dipakai untuk menerangkan motivasi
yang ada kaitannya dengan pekerjaan. Batasan motivasi menurut Yukl (2005)
mengartikan sebagai proses dimana prilaku digerakkan dan diarahkan. Batasan
tersebut bisa diartikan bahwa motivasi adalah pemberian atau penimbulan motif.
Dapat pula diartikan sebagai keadaan menjadi motif. Batasan ini menyebabkan
motivasi kerja yang dalam psikologi karya biasa disebut pendorong semangat
kerja.
Pengertian diatas dapat menerangkan mengapa seorang karyawan
bersedia melakukan suatu pekerjaan pada suatu lembaga. Kesediaan ini tentu
karena ada dorongan, motif atau perangsang dalam diri seorang karyawan. Lebih
konkrit lagi, bahwa dorongan atau motif itu berupa kebutuhan yang timbul dalam
diri seorang karyawan yang dipenuhi dengan cara bekerja. Menurut Handoko
(2001) pandangan sistem mengenai motivasi dalam organisasi bahwa motivasi
kerja seorang karyawan sebagai suatu sistem yang terdiri dari elemen-elemen
yang berhubungan dan bergantung antara yang satu dengan yang lainnya, tetapi
bila berbagai elemen tersebut berinteraksi maka akan membentuk suatu kesatuan
yang menyeluruh. Pandangan sistem mengenai motivasi ini memberikan manajer
29
suatu cara dalam memandang motivasi para karyawan sebagai suatu keseluruhan
dan sebagian bagian dari pengarahan dan pengembangan organisasi.
Menurut Hasibuan (2007) proses motivasi dapat digambarkan sebagai
berikut.
Gambar 2.2
Proses Motivasi
Motif adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak
kemauan bekerja seseorang. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin
dicapai. Motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri karyawan yang
perlu dipenuhi agar karyawan tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya.
1. Kebutuhan yang tidak dipenuhi
2. Mencari jalan untuk memenuhi kebutuhan (motif)
3. Prilaku yang berorientasi pada tujuan (harapan)
4. Hasil karya (evaluasi diri) tujuan yang tercapai
5. Imbalan atau hukuman
6. Kebutuhan yang tidak dipenuhi dinilai kembali oleh pegawai
PEGAWAI
30
Sedarmayanti (2007) mendefinisikan, “motivasi sebagai keseluruhan
proses pemberian motif kerja kepada para bawahan, sehingga mereka mau bekerja
dengan ikhlas demi untuk tercapainya tujuan organisasi dengan efektif dan
efisien”. Terry (1991) mengemukakan bahwa “motivasi adalah keinginan yang
terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan
tindakan-tindakan”. Sementara Hasibuan (2007) mengartikan motivasi adalah
pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar
mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya
upayanya untuk mencapai kepuasan”.
Berdasarkan beberapa pengertian motivasi tersebut diatas, maka dapat
dikatakan motivasi adalah sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam
diri karyawan yang berpengaruh, membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara
prilaku seseorang berkaitan dengan lingkungan kerja. Jadi motivasi adalah
dorongan dari dalam diri karyawan untuk memenuhi kebutuhan yang stimulasi
berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas, kemudian
diimplementasikan kepada orang lain untuk memberikan pelayanan yang baik
kepada masyarakat. Pelaksanaan motivasi memerlukan penerapan prinsip-prinsip
motivasi, yang menurut Hasibuan (2007) dibedakan sebagai berikut.
1) Prinsip mengikut sertakan bawahan
Diberi kesempatan dalam memberikan ide-ide, gagasan-gagasan, pembuatan
keputusan-keputusan, para pegawai mereka ikut bertanggung jawab dan
disiplin kerja meningkat.
31
2) Prinsip komunikasi
Komunikasi merupakan hal yang penting dalam organisasi. Melalui
komunikasi yang baik, maka motivasi untuk mencapai hasil-hasil mempunyai
kecenderungan kerja meningkat.
3) Prinsip pengakuan
Pemimpin yang mengakui hasil pekerjaan karyawan dan memberi
penghargaan atas sumbangan terhadap hasil yang dicapai, maka semangat
kerja akan meningkat.
4) Prinsip wewenang yang didelegasikan
Pemberian tugas pekerjaan dan wewenang pertanda kepercayaan pemimpin
terhadap karyawan yang bersangkutan. Dengan kepercayaan ini motivasi
karyawan akan meningkat dan akan tercapai hasil kerja yang baik.
5) Prinsip timbal balik
Perhatian timbal balik dari pimpinan bisa merupakan pengembangan karier,
pemberian insentif atau pemberian fasilitas dapat memotivasi karyawan untuk
berprestasi.
Pelaksanaan prinsip-prinsip motivasi ini merupakan upaya untuk
membantu menggerakkan karyawan supaya dapat menjalankan organisasi dengan
menggunakan tenaga karyawan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Motivasi tidak terlepas dari kebutuhan, dan kebutuhan dapat didefinisikan sebagai
suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami antara suatu kenyataan dengan
dorongan yang ada dalam diri. Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari
prilaku karyawan. Sebagai pimpinan tidak mungkin memahami prilaku karyawan
32
tanpa mengerti kebutuhannya. Riduwan (2007) mengemukakan bahwa hirarki
kebutuhan manusia adalah sebagai berikut.
1) Kebutuhan fisiologis (physiological needs), yaitu kebutuhan untuk makan,
minum, perlindungan fisik, bernafas, seksual (biologis). Kebutuhan ini
merupakan kebutuhan tingkat terendah (kebutuhan paling dasar).
2) Kebutuhan rasa aman (safety and security needs), yaitu kebutuhan akan
perlindungan dari ancaman, bahaya, pertentangan dan lingkungan hidup.
3) Kebutuhan untuk merasa memiliki (belongingnees needs), yaitu kebutuhan
untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi, dan kebutuhan untuk mencintai
dan dicintai.
4) Kebutuhan akan harga diri (estem needs), yaitu kebutuhan untuk dihormati
dan dihargai oleh orang lain.
5) Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri (self actualization needs),
kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, keterampilan dan potensi.
Kebutuhan untuk berpendapat dengan menggunakan ide-ide, memberikan
penilaian dan kritik terhadap sesuatu.
Hirarki kebutuhan dari Maslow ditunjukkan dalam bentuk piramida
seperti Gambar 2.3.
33
Gambar 2.3
Hirarki Kebutuhan dari Maslow
Maslow mengemukakan bahwa orang dewasa secara normal memuaskan
kira-kira 85 persen kebutuhan fisiologis, 70 persen kebutuhan rasa aman, 50
persen kebutuhan untuk memiliki dan mencintai, 40 persen kebutuhan harga diri
dan hanya 10 persen kebutuhan aktualisasi diri. Dalam studi motivasi lainnya,
Riduwan (2007) mengemukakan adanya tiga jenis kebutuhan yaitu sebagai
berikut.
1) Need for achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan
refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk memecahkan masalah.
Seorang karyawan yang mempunyai kebutuhan akan berpartisipasi tinggi
cenderung untuk berani mengambil resiko. Kebutuhan untuk berprestasi
adalah kebutuhan untuk melakukan pekerjaan lebih baik daripada sebelumnya,
selalu berkeinginan untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi.
2) Need for affilitation, yaitu kebutuhan untuk berhubungan sosial, yang
merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain atau berada
bersama dengan orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan
orang lain.
Self Actualization Need (10%)
Esteem Need (40%) Belongingness Need (50%)
Safety and Security Need (70%)
Physiological Need (85%)
34
3) Need for power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi
dari dorongan untuk mencapai otoritas dan untuk mempengaruhi orang lain.
Sesuai dengan teori dan pendapat para ahli yang telah dikemukakan,
maka dalam penulisan tesis ini hanya akan diambil beberapa teori motivasi yang
dianggap relevan dengan penelitian yaitu teori motivasi dari Mc. Clelland. Teori
ini menyatakan bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial.
Bagaimana energi dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan
motivasi seseorang dan situasi kerja serta peluang yang tersedia. Energi akan
dimanfaatkan oleh karyawan karena didorong oleh motif, harapan dan insentif.
Untuk lebih jelasnya dapat dijabarkan sebagai berikut.
1) Motif (motif), adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak
kemauan bekerja seseorang. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang
ingin dicapai.
2) Harapan (expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena
prilaku untuk tercapainya tujuan.
3) Insentif (incentive), adalah memotivasi (merangsang) bawahan dengan
memberikan hadiah (imbalan) kepada mereka yang berprestasi diatas prestasi
standar. Sehingga semangat kerja bawahan akan meningkat, (Hasibuan, 2000).
2.3.2 Motif
Motif adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan
bekerja seseorang. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai.
35
Dorongan untuk melakukan sesuatu perubahan tertentu dapat disebabkan oleh
hasil pemikiran dari dalam diri karyawan maupun yang berasal dari luar dirinya.
Alasan-alasan yang mendorong manusia untuk melakukan sesuatu
disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Hasibuan (2007)
membagi kebutuhan manusia menjadi tiga kebutuhan yaitu (1) kebutuhan akan
prestasi (need for achievement), (2) kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation),
dan kebutuhan akan kekuatan (need for power).
1) Kebutuhan akan prestasi (need for achievement) merupakan daya penggerak
yang memotivasi semangat kerja seseorang. Oleh karena itu kebutuhan akan
berprestasi akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan
menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi
mencapai prestasi kerja yang maksimal, karyawan akan antusias untuk
berprestasi tinggi asalkan diberi kesempatan. Seseorang menyadari bahwa
dengan mecapai prestasi kerja yang tinggi akan memperoleh pendapatan yang
besar. Dengan pendapatan yang besar pada akhirnya akan memiliki serta
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2) Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation), menjadi daya penggerak yang
akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Oleh karena itu kebutuhan akan
afiliasi ini akan merangsang gairah bekerja karyawan karena setiap orang
menginginkan hal-hal sebagai berikut.
(1) Kebutuhan akan perasaann diterima oleh orang lain di lingkungan bekerja
(sence of belonging),
36
(2) Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya
penting (sence of importance),
(3) Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sence of achievement),
(4) Kebutuhan akan perasaan ikut serta (sence of participation).
3) Kebutuhan akan kekuatan (need for power), merupakan daya penggerak yang
memotivasi semangat kerja karyawan. Kebutuhan kekuatan akan merangsang
dan memotivasi gairah kerja karyawan serta menggerakkan semua
kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik.
Persaingan itu ditumbuhkan secara sehat oleh pimpinan dalam memotivasi
bawahannya supaya mereka termotivasi untuk bekerja lebih giat. (Hasibuan,
2007).
Dalam memotivasi karyawan, pimpinan hendaknya menciptakan suasana
pekerjaan yang baik dan memberikan kesempatan untuk berpromosi. Dengan
demikian memungkinkan karyawan meningkatkan semangat kerjanya untuk
mencapai kebutuhan akan prestasi, afiliasi dan kekuatan yang diinginkannya.
Menurut Hasibuan (2007), mengemukakan bahwa seseorang mempunyai
kebutuhan yang berhubungan dengan tempat dan suasana di lingkungan kerja,
dapat diukur dengan indikator-indikator, yaitu sebagai berikut : (1) upah yang adil
dan layak, (2) kesempatan untuk maju, (3) pengakuan sebagai individu,
(4) keamanan bekerja, (5) tempat kerja yang nyaman, (6) diterima oleh kelompok,
(7) perlakuan yang wajar dan (8) pengakuan atas prestasi.
37
2.3.3 Harapan
Harapan adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku
untuk tercapainya tujuan. Secara umum harapan dapat diartikan sebagai sesuatu
keyakinan sementara pada diri seseorang bahwa suatu tindakan tertentu akan
diikuti oleh hasil atau tindakan berikutnya. Secara sederhana teori ini menyatakan
bahwa motivasi seseorang dalam organisasi bergantung pada harapannya.
Seseorang akan mempunyai motivasi tinggi untuk berprestasi dalam organisasi,
jika berkeyakinan bahwa dari prestasi tersebut dapat mengharapkan imbalan yang
lebih besar. Sebaliknya seseorang yang tidak mempunyai harapan bahwa
prestasinya akan dihargai lebih tinggi tidak akan pula berusaha meningkatkan
prestasinya.
Berkaitan dengan teori harapan tersebut, Riduwan (2007) mengemukakan
indikator-indikator tentang harapan (Hal-hal yang diinginkan) karyawan yaitu (1)
kondisi kerja yang baik, (2) perasaan ikut terlibat, (3) pendisiplinan yang
bijaksana, (4) penghargaan penuh atas penyelesaian pekerjaan, (5) loyalitas
pimpinan terhadap karyawan, (6) jaminan pekerjaan.
Jadi teori harapan berkenaan dengan harapan seseorang dan pengaruhnya
terhadap prilaku (tindakan). Salah satu nilai teori ini adalah dapat menyediakan
pimpinan dengan suatu sarana untuk menunjukkan dengan tepat perolehan yang
diharapkan atau tidak diharapkan yang dihubungkan dengan prestasi tugas
pelayanan kepada pelanggan.
38
2.3.4 Insentif
Insentif adalah sesuatu untuk memotivasi bahwa dengan memberikan
hadiah (imbalan) kepada mereka yang berprestasi diatas prestasi standar akan
meningkatkan semangat kerja bawahan. Perangsang atau daya tarik yang sengaja
diberikan kepada karyawan dengan tujuan untuk ikut membangun, memeliharta
dan memperkuat harapan-harapan karyawan agar dalam diri karyawan timbul
semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi perusahaan.
Imbalan intrinsik adalah imbalan yang dinilai dari diri sendiri yang
berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan. Sedangkan imbalan ekstrinsik adalah
berasal dari pekerjaan. Ada beberapa kriteria ukuran (indikator) tentang imbalan
intrinsik dan ekstrinsik yang dikemukakan oleh Riduwan (2007) yaitu sebagai
berikut.
1) Intrinsik : penyelesaian, dan pencapaian/prestasi
2) Ekstrinsik : (1) finansial; gaji dan upah serta tunjangan, (2) antar pribadi,
(3) promosi.
Proses pemberian imbalan tertentu harus dibahas jika ingin mencapai
sasaran yaitu harus ada imbalan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar,
dimana karyawan akan membandingkan antara imbalan yang mereka terima
dengan imbalan yang diterima oleh orang lain. Para pimpinan mempunyai banyak
sarana untuk mengelola imbalan intrinsik dan ekstrinsik untuk meningkatkan
motivasi kerja karyawan.
39
2.3.5 Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan dan Kualitas Pelayanan Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dalam menjalankan tugas
dan fungsinya di bidang penyediaan listrik secara nasional, harus dilandasi oleh
kesadaran akan tugas, tanggung jawab, dan timbang rasa yang tinggi agar tugas
dalam memberikan pelayanan penyediaan listrik bagi masyarakat sebagai
pelanggan dapat terselenggara dengan baik dan memuaskan. Oleh karena itu
setiap pimpinan hendaknya memperhatikan kebutuhan staf sebagaimana yang
telah diuraikan dalam teori motivasi.
Kebutuhan utama para karyawan harus diperhatikan yang meliputi
kebutuhan fisik dan kebutuhan jaminan bekerja. Pemenuhan kebutuhan fisik yang
wajar dapat diharapkan karyawan akan melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan
baik dan sungguh-sungguh. Sebagai pimpinan hendaknya senantiasa
memperhatikan kebutuhan karyawan akan ketenangan bekerja atas faktor-faktor
sebagai berikut : (a) status kepegawaian yang jelas dan pasti, (b) kesehatan dan
keselamatan kerja, (c) adanya jaminan terhadap karier tanpa rasa khawatir akan
ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam pelaksanannya, (d) mengerti akan akhir
masa karier sebagai karyawan dengan hak-haknya yang jelas, (e) bebas dari
ancaman dan tekanan.
Jika teori dipahami dan dilaksanakan oleh pimpinan PT. PLN (Persero)
Distribusi Bali maka karyawan akan merasa puas sehingga menimbulkan gairah
kerja dan semangat kerja karyawan berupa produktivitas kerja yang tinggi dan
pada akhirnya akan berpengaruh pula terhadap kualitas pelayanan yang akan
diberikan kepada pelanggan. Artinya karyawan yang mempunyai motivasi kerja
40
yang tinggi cenderung memiliki prestasi kerja yang tinggi, karena mereka puas
akan hasil kerja yang didapat dengan demikian mereka akan dengan senang hati
memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan.
41
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Pemikiran
PLN merupakan satu – satunya perusahaan yang ditugaskan pemerintah
untuk menyediakan listrik secara nasional kepada masyarakat Indonesia. Sebagai
satu-satunya perusahaan yang diserahkan tanggung jawab atas kelistrikan
nasional, PLN terus berusaha untuk tidak mengabaikan para pelanggan,
melainkan tetap berupaya memperhatikan peningkatan kualitas pelayanan kepada
para pelanggan, walaupun dalam situasi kondisi keuangan PLN yang masih sangat
terbatas.
Satu bukti nyata bahwa PLN dan jajarannya terus berusaha melakukan
perbaikan pelayanan adalah mewujudkan pelayanan setara kualitas dunia atau
World Class Services. PLN Pusat telah menunjuk PLN Distribusi Bali sebagai
percontohan layanan kelas dunia atau World Class Services. Penunjukan itu selain
Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia juga berdasarkan pertimbangan
bahwa PLN Distribusi Bali memiliki kesiapan infrastruktur untuk menunjang
pelaksanaan layanan kelas dunia tersebut.
Seperti yang telah disampaikan oleh General Manager PLN Distribusi Bali
pada kesempatan terdahulu, upaya perwujudan Layanan Kelas Dunia di PLN
Distribusi Bali didasarkan kepada Surat Keputusan Direksi
No.119.K/010/DIS/2004 tentang “PLN Distribusi Bali Sebagai Percontohan
Layanan Kelas Dunia”. Surat Keputusan Direksi ini, merupakan pemberian
42
kepercayaan sekaligus penugasan pada PLN Distribusi Bali untuk dapat
mewujudkan layanan setara kelas dunia pada tingkat unit PLN. Surat Keputusan
ini menjadi sangat istimewa karena merupakan yang pertama dan satu-satunya
hingga saat ini, serta diberikan khusus kepada PLN Distribusi Bali. Sehingga
tidak heran jika seluruh mata insan PLN tertuju dan menanti-nantikan sukses PLN
Distribusi Bali dalam mewujudkan cita-citanya untuk dapat memberikan layanan
kepada seluruh pelanggannya dengan layanan yang setara dengan layanan yang
dapat diberikan oleh perusahaan-perusahaan kelas dunia
Berdasarkan kajian pustaka dan observasi awal dapat diketahui ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan khususnya yang
dihasilkan oleh karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Faktor yang
terpenting adalah kepuasan karyawan dan motivasi karyawan. Dalam upaya
meningkatkan kualitas pelayanan karyawan terlebih dahulu karyawan harus dapat
merasa puas akan pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan kunci pendorong
moral, disiplin, dan kinerja karyawan dalam mendukung terwujudnya tujuan
perusahaan. Kepuasan yang tinggi akan mengarahkan pada tingkat turn over dan
absensi yang rendah karena individu yang puas terdorong untuk bekerja lebih baik
karena kebutuhan pentingnya terpuaskan.
Kenyataannya masih banyak karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
yang sering meninggalkan tugasnya dan berada pada station yang lain yang bukan
merupakan tugasnya, kurang bertanggung jawab atas pekerjaan, kurang disiplin
dan lamban dalam menyelesaikan pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya
43
rasa ketidakpuasan pada karyawan yang berdampak pada rendahnya kualitas
pelayanan yang diberikan.
Kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: kerja yang
menantang, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja
yang mendukung, kesesuaian pribadi dengan pekerjaan (Robbins, 2006).
Berdasarkan pendapat diatas menyatakan bahwa peningkatan kepuasan kerja pada
suatu organisasi dapat dicapai dengan motivasi. Herszberg juga menyatakan
kepuasan kerja karyawan yang tergolong pimpinan dan staff berbeda. Karyawan
staff yang memperoleh penghasilan rendah cenderung lebih mudah terpuaskan
dengan hal-hal yang bersifat hygiene seperti insentif, dan kondisi kerja yang
nyaman, sedangkan karyawan yang tergolong pimpinan cenderung akan
terpuaskan dengan hal-hal yang bersifat motivator yang langsung berhubungan
dengan pekerjaan seperti membina hubungan yang baik dengan rekan kerja, lebih
mengutamakan penghargaan dan aktualisasi diri.
Motivasi yang menjadi dasar utama bagi seseorang memasuki suatu
organisasi adalah dalam rangka usaha orang yang bersangkutan memuaskan
berbagai kebutuhannya. Oleh karena itu kunci keberhasilan seorang
manajer/pimpinan dalam menggerakkan bawahannya terletak pada
kemampuannya memahami teori motivasi sehingga menjadi daya pendorong yang
efektif.
Faktor motivasi juga memberikan pengaruh dalam rangka menghasilkan
kualitas pelayanan yang diharapkan. Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
dalam menjalankan tugas dan fungsinya di bidang pelayanan harus dilandasi oleh
44
kesadaran akan tugas, tanggung jawab, dan timbang rasa yang tinggi agar tugas
pelayanan kepada pelanggan dapat terselenggara dengan baik dan memuaskan.
Oleh karena itu setiap pimpinan hendaknya memperhatikan kebutuhan
staff/karyawan sebagaimana diuraikan dalam teori motivasi.
Kebutuhan utama karyawan harus diperhatikan yang meliputi antara lain,
kebutahan fisik dan kebutuhan kepastian/jaminan kerja. Jika teori motivasi ini
dipahami dan diterapkan oleh pimpinan, maka akan menimbulkan kegairahan dan
semangat kerja karyawan berupa produktivitas yang tinggi yang pada gilirannya
akan berpengaruh pula terhadap kualitas pelayanan kepada pelanggan. Artinya
karyawan yang mempunyai motivasi tinggi cenderung memiliki prestasi kerja
yang tinggi pula sehingga akan memberikan pelayanan yang terbaik kepada
pelanggan.
Berdasarkan latar belakang, permasalahan dan landasan teoritis yang telah
diuraikan, maka dapat dikemukakan kerangka pikir sebagai berikut, yang
disajikan pada Gambar 3.1
45
Keterangan : pengaruh langsung
Gambar 3.1
Model Kerangka Pemikiran pada Penelitian Pengaruh Motivasi terhadap Kepuasan Kerja dan Kualitas Pelayanan Karyawan
PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
3.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pokok masalah, kajian teoritis dan kajian empiris yang
relevan maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut.
1) Motivasi berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kepuasan kerja
karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.
2) Motivasi berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kualitas pelayanan
karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.
3) Kepuasan kerja karyawan berpengaruh signifikan secara langsung terhadap
kualitas pelayanan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.
(Y1) Kepuasan Kerja
Karyawan - Kompensasi - Komunikasi - Kondisi Kerja
(X1) Motivasi
- Motif - Harapan - Insentif
(Y2) Kualitas Pelayanan
Karyawan - Bukti Langsung - Kehandalan - Daya Tanggap - Jaminan - Empati
H1
H2
H3
46
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian menurut Umar (2007) adalah suatu rencana kerja
yang terstruktur dan komprehensif mengenai hubungan-hubungan antar variabel
variabel yang disusun sedemikian rupa agar hasil risetnya dapat memberikan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan riset. Penelitian ini bersifat hubungan causal
explonary dalam bentuk survey yang bertujuan mengetahui pola hubungan kausal
antara variabel motivasi, kepuasan kerja dan kualitas pelayanan karyawan.
Pendekatan rancangan dengan penelitian survey yaitu penelitian yang mengambil
sampel dari suatu populasi dan menggunakan instrumen sebagai alat
mengumpulkan data.
Penelitian Causal Explonatory ini dapat dikatakan sebagai penelitian
pengujian hipotesa yang menguji hubungan sebab akibat diantara variabel yang
diteliti. Metode penelitian penjelasan ini juga bertujuan untuk memberikan suatu
gambaran / deskripsi dalam uraiannya untuk menghasilkan construk atau suatu
fenomena yang didasarkan atas model-model hubungan yang diturunkan dari
model teoritik. Untuk mengetahui hubungan antara beberapa variabel bebas dan
variabel terikat maka setelah melakukan pengujian hipotesis kemudian dilanjutkan
dengan pengujian model hubungan.
47
4.2 Proses Penelitian
Proses penelitian (desain penelitian) merupakan rencana dan struktur
penyelidikan yang dibuat sedemikian rupa agar diperoleh jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan penelitian. Rencana ini merupakan rencana menyeluruh
dari penelitian mencakup hal-hal yang akan dilakukan peneliti mulai dari
membuat hipotesis dan implikasinya secara operasional sampai kepada analisis
akhir data. Suatu desain penelitian menyatakan baik struktur masalah penelitian
maupun rencana penyelidikan yang akan dipakai untuk memperoleh bukti empiris
mengenai hubungan-hubungan dalam masalah (Umar, 2007).
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah mulai dari
hipotesis sampai pada simpulan dan saran. Dari hipotesis yang diajukan dapat
ditentukan variabel penelitian. Variabel penelitian dalam penelitian ini yaitu
variabel eksogenus dan variabel endogenus. Variabel eksogenus adalah yang
termasuk variabel terikat yaitu motivasi. Sedangkan variabel endogenus temasuk
variabel-variabel perantara dan variabel bebas adalah kepuasan kerja dan kualitas
pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Dari variabel penelitian
tersebut dapat ditentukan indikator, instrumen penelitian dan desain sampel yang
digunakan.
Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data, baik melalui observasi,
wawancara dan kuisioner. Data yang terkumpul kemudian diuji terlebih dahulu
dengan uji validitas dan reabilitas. Teknik analisis kuantitatif yang digunakan
adalah teknik analisis jalur (path analysis). Hasil analisa data selanjutnya
disajikan serta dinterpretasikan dan langkah terakhir diberi kesimpulan dan saran.
Untuk lebih jelasnya rancangan penelitian yang dijabarkan diatas dapat
digambarkan dalam suatu desain rancangan penelitian seperti Gambar 4.1.
48
Masalah Penelitian
Hipotesis
1) Motivasi berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kepuasan kerja karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.
2) Motivasi berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kualitas pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.
3) Kepuasan kerja karyawan berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kualitas pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.
Variabel Penelitian : 1. Variabel Eksogenus : Motivasi 2. Variabel Endogenus : Kepuasan kerja dan kualitas pelayanan karyawan
Penentuan Responden: Populasi dan Responden seluruh
Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali)
Instrumen Penelitian Kuisioner yang telah diuji Validitas
dan Reliabilitas
Pengumpulan data : 1. Observasi 2. Wawancara 3. Kuisioner
Simpulan dan Saran Pembahasan dan Interpretasi Hasil Penelitian
Analisis data : Analisis CFA, Analisis Jalur
(Path Analysis)
Gambar 4.1. Rancangan Penelitian Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kualitas Pelayanan Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
49
3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada PT. PLN (Persero) Distribusi Bali yang
berlokasi di Jalan Letda Tantular No. 1 Renon Denpasar. Penelitian dilakukan
pada tahun 2009. Pemilihan lokasi penelitian ini dilandasi pertimbangan PT. PLN
(Persero) Distribusi Bali sebagai percontohan layanan kelas dunia atau World
Class Services dan perusahaan juga sedang melakukan evaluasi terhadap motivasi
kerja yang telah diberikan dan kepuasan kerja karyawan apakah sudah sesuai
memenuhi kriteria perusahaan.
3.3 Identifikasi Variabel
Variabel merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek,
atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang ditetapkan dalam penelitian
untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Berdasarkan pokok
masalah dan hipotesis yang diajukan, variabel-variabel dalam analisis ini dapat
diidentifikasi sebagai berikut.
1) Variabel eksogen yaitu semua variabel yang tidak ada penyebab-penyebab
eskplisitnya atau dalam diagram tidak ada anak-anak panah yang menuju ke
arahnya, selain pada bagian kesalahan pengukuran. Yang termasuk variabel
eksogen yaitu motivasi (X) yang indikator-indikatornya terdiri atas : motif,
harapan, dan insentif.
2) Variabel endogen yaitu variabel yang mempunyai anak panah-anak panah
yang menuju pada variabel tersebut. Variabel yang termasuk di dalamnya
termasuk semua variabel perantara dan tergantung. Variabel perantara
50
endogenus mempunyai anak panah yang menuju ke arahnya dan dari arah
variabel tersebut dalam model diagram jalur. Adapun variabel tergantung
hanya mempunyai anak panah yang menuju ke arahnya. Dalam penelitian ini
yang menjadi variabel endogen yaitu.
(1) Kepuasan kerja (Y1) sebagai variabel perantara yang indikator-
indikatornya terdiri atas : kompensasi, komunikasi dan kondisi kerja.
(2) Kualitas Pelayanan karyawan (Y2) yang indikator-indikatornya terdiri
atas : bukti langsung (tangible), kehandalan (reliability), daya tangkap
(responsiveness), jaminan (assurance) dan empati.
4.5 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel yang akan dilakukan sehubungan dengan upaya
untuk mengidentifikasi variabel-variabel yang akan dikumpulkan. Definisi
operasional variabel berisikan indikator-indikator dari suatu variabel yang
relevan dengan variabel tersebut. Dalam penelitian ini definisi operasional
variabel adalah sebagai berikut.
1) Kualitas Pelayanan (Y2)
Kualitas pelayanan adalah totalitas tampilan/karakteristik dalam hal
pelayanan yang mampu dihasilkan oleh para karyawan dalam rangka
memenuhi harapan pelanggan. Adapun karakteristik pelayanan yang dinilai
adalah sebagai berikut.
51
(1) Bukti langsung (tangible) (Y2.1)
Bukti langsung yaitu segala sesuatu yang berwujud dan dapat dilihat
meliputi fasilitas fisik PT. PLN (Persero) Distribusi Bali atau
perlengkapan, serta penampilan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi
Bali dalam melakukan tugasnya memberikan pelayanan kepada
pelanggan.
Indikator ini diukur dari jawaban responden terhadap.
a) Y (2.1.1) : kondisi fasilitas fisik/peralatan kantor.
b) Y (2.1.2) : kerapian penampilan karyawan PT. PLN (Persero)
Distribusi Bali dalam melayani pelanggan.
(2) Kehandalan (reliability) (Y2.2)
Kehandalan yaitu kemampuan dari karyawan PLN dalam memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan.
Indikator ini diukur dari jawaban responden terhadap.
a) Y (2.2.1) : kemampuannya dalam memberikan pelayanan terbaik
kepada pelanggan.
b) Y (2.2.2) : kemampuannya memberikan pelayanan yang sama
kepada semua pelanggan.
c) Y (2.2.3) : senantiasa memperhatikan kecepatan proses pelayanan.
(3) Daya tanggap (responsiveness) (Y2.3)
Daya tanggap yaitu keinginan para staff/karyawan PT. PLN (Persero)
Distribusi Bali untuk membantu para pelanggan dan memberikan
52
pelayanan dengan tanggap. Indikator ini diukur dari jawaban responden
terhadap.
a) Y (2.3.1) : kesiapannya melayani pelanggan
b) Y (2.3.2) : kesadaran akan tugas untuk tanggap terhadap masalah
pelanggan
c) Y (2.3.3) : kemampuan menguasai tugas untuk memberikan
bantuan kepada pelanggan.
(4) Jaminan (assurance) (Y2.4)
Jaminan mencakup kemampuan, kesopanan, dan pengetahuan untuk
memberikan rasa kepercayaan dan keyakinan kepada pelanggan.
Indikator ini diukur dari jawaban responden mengenai.
a) Y (2.4.1) : kemampuan karyawan memberikan jawaban atas
keluhan pelanggan.
b) Y (2.4.2) : kemampuan karyawan memberikan keyakinan kepada
pelanggan.
(5) Empati Y(2.5)
Empati meliputi menjalin hubungan baik kepada pelanggan. Indikator ini
diukur dari jawaban responden terhadap.
Y (2.5.1) : menjalin relationship kepada pelanggan.
2) Kepuasan kerja karyawan (Y1)
Kepuasan kerja karyawan merupakan sikap positif atau negatif terhadap
pekerjaannya yang terkait dengan kondisi kerja dan lingkungan kerja
karyawan.
53
Variabel kepuasan kerja karyawan diukur dengan indikator berikut.
(1) Kompensasi (Y1.1)
Kompensasi merupakan pemberian imbalan terhadap hasil kerja
karyawan. Indikator kompensasi dalam penelitian ini diukur dari
pendapat responden berikut ini.
a) Y(1.1.1) : kecukupan gaji yang diterima setiap bulan untuk
memenuhi kebutuhan hidup
b) Y(1.1.2) : pendapat responden tentang keteraturan kenaikan gaji
berkala yang dilakukan
c) Y(1.1.3) : pendapat responden tentang kecukupan tunjangan yang
diberikan sesuai dengan kebutuhan
d) Y(1.1.4) : pendapat responden tentang kesesuaian bonus yang
diterima dengan prestasi kerja
(2) Komunikasi (Y1.2)
Komunikasi merupakan sarana pemberian informasi baik dari pihak
manajemen kepada karyawan serta sebaliknya, dengan adanya
komunikasi yang lancar antara karyawan dengan pihak manajemen akan
mendukung keharmonisan dalam organisasi. Indikator komunikasi dalam
penelitian diukur penilaian responden berikut ini.
a) Y(1.2.1) : adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar
permasalahan yang dihadapi oleh karyawan dalam
pekerjaanya
b) Y(1.2.2) : kejelasan penyampaian tujuan organisasi
54
(3) Kondisi Kerja (Y1.3)
Kondisi kerja merupakan pendukung terciptanya kerja yang efisien bagi
para karyawan. Indikator kondisi kerja dalam penelitian ini diukur
penilaian responden berikut ini.
a) Y(1.3.1) : kenyamanan tata letak ruang kerja sehingga karyawan
dapat bisa bekerja optimal.
b) Y(1.3.2) : keakraban hubungan antar rekan kerja.
c) Y(1.3.3) : peralatan yang tersedia dapat menunjang pekerjaan.
3) Motivasi (X)
Motivasi kerja merupakan suatu kondisi yang berpegaruh membangkitkan
dorongan dari dalam diri karyawan yang berhubungan dengan lingkungan
kerja.
Variabel motivasi diukur dengan indikator sebagai berikut.
(1) Motif (X1.1)
Motif adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan
bekerja seseorang. Indikator motif diukur dengan pendapat responden
terhadap.
a) X(1.1.1) : kebutuhan ekonomi
b) X(1.1.2) : rasa aman dalam melaksanakan pekerjaan
c) X(1.1.3) : mengembangkan karier
d) X(1.1.4) : melaksanakan pekerjaan secara bersama
55
(2) Harapan (X1.2)
Harapan adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku
untuk tercapainya tujuan. Indikator harapan diukur dengan pendapat
tentang.
a) X(1.2.1) : adanya penghargaan
b) X(1.2.2) : disiplin dalam bekerja
c) X(1.2.3) : suasana kerja yang yang baik
d) X(1.2.4) : promosi
(3) Insentif (X1.3)
Insentif adalah suatu perangsang dengan memberikan hadiah dan
imbalan. Indikator insentif diukur dengan pendapat responden terhadap.
a) X(1.3.1) : Insentif yang pantas
b) X(1.3.2) : Jaminan kesehatan
c) X(1.3.3) : Jaminan hari tua
Untuk pengukuran data variabel-variabel dalam penelitian ini, operasional
variabel yang telah diidentifikasi di atas akan dirumuskan dan dijabarkan dalam
bentuk pertanyaan dan pernyataan-pernyataan yang akan dinilai oleh karyawan
PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dalam instrumen penelitian (kuesioner).
Variabel-variabel tersebut diukur dengan menggunakan Skala Likert dengan lima
alternatif jawaban (Sugiyono, 2008) dengan rentang penilaian: Sangat Setuju (1),
Setuju (2), Cukup Setuju (3), Tidak Setuju (4) dan Sangat Tidak Setuju (5).
56
4.6 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008).
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
yang berjumlah 186 orang. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008). Untuk menentukan jumlah
sampel yang akan dipergunakan dalam penelitian digunakan rumus Slovin (Umar,
2000) sebagai berikut.
n = )(1 2eN
N+
.................................................................................. (1)
Dimana :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
e = Nilai kritis dengan batas tinggi kesalahan yang diinginkan adalah sebesar 5
persen karena sifat populasinya heterogen dan karakteristiknya tidak
diketahui secara pasti.
Jumlah anggota populasi yang diteliti berjumlah 186 orang periode 2009
yang akan dijadikan penentuan sampel, maka perhitungan jumlah sampel yang
diteliti dilakukan sebagai berikut.
n = 2)05,0(1861186
+
n = 47,01
186+
57
n = 126,5 dibulatkan menjadi 127
Jadi sampel yang diambil adalah sebanyak 127 orang
Formula dasar dalam menentukan teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini dengan proportionate stratified random sampling, teknik ini
digunakan karena populasi yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional,
yaitu dengan pengambilan sampel dari sebuah populasi dengan cara membagi
terlebih dahulu anggota populasinya menjadi kelompok yang lebih kecil secara
proporsional dan berstrata. Jumlah anggota sampel atau besarnya sampel
ditetapkan 127 responden dengan pertimbangan, sesuai pendapat Sarwono (2007)
menyatakan bahwa untuk memperoleh hasil analisis jalur yang maksimal dengan
menggunakan SPSS, sebaiknya digunakan sampel di atas 100.
Pendistribusian jumlah sampel untuk setiap unit/bidang pada PT. PLN
(Persero) Distribusi Bali diambil berdasarkan perhitungan : jumlah populasi pada
masing-masing unit dibagi dengan total populasi, kemudian hasilnya dikalikan
dengan jumlah sampel yang diinginkan. Untuk lebih jelasnya, pendistribusian
jumlah sampel responden untuk masing-masing unit dan jenjang jabatan dapat
dilihat pada Tabel 4.1
58
Tabel 4.1 Komposisi Sampel Responden Karyawan
PT. PLN (Persero) Distribusi Bali Tahun 2009
No Unit Populasi (Orang)
Sampel (Orang)
Total Sampel(Orang)
Jabatan
Manager Deputi Manager Staf
1 Ahli 7 7/186 x 127 5 5 - - 2 Auditor 8 8/186 x 127 5 1 4 - 3 Bidang Niaga 23 23/186 x 127 16 1 3 12 4 Bidang Keuangan 20 20/186 x 127 14 1 4 9 5 Bidang Distribusi 36 36/186 x 127 25 1 3 21 6 Bidang Perencanaan 27 27/186 x 127 18 1 3 14 7 Bidang Sumber
Daya manusia 20 20/186 x 127 14 1 2 11
8 Bidang komunikasi 30 30/186 x 127 20 1 2 17 9 Proyek Listrik
Perdesaan 15 15/186 x 127 10 - 1 9
Total 186 127 12 22 93 Sumber : PT. PLN (Persero) Distribusi Bali 2009
4.7 Jenis dan Sumber Data
4.7.1 Jenis data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Data kuantitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka yang
dapat dihitung. Dalam penelitian ini yang termasuk dalam data kuantitatif
adalah data jumlah karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.
2) Data kualitatif, yaitu data yang tidak dinyatakan dalam bentuk angka-angka.
Dalam penelitian ini yang termasuk data kualitatif adalah lokasi penelitian,
struktur organisasi dan gambaran umum perusahaan serta sejarah PT. PLN
(Persero) Distribusi Bali.
59
4.7.2 Sumber data
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1) Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diamati dari sumbernya serta
memerlukan pengolahan lebih lanjut terhadap data tersebut. Data primer
dalam penelitian ini data yang diperoleh dari responden (karyawan PT. PLN
(Persero) Distribusi Bali).
2) Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui pihak perusahaan dan
buku-buku yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Data ini meliputi
struktur organisasi dan gambaran umum PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.
4.8 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1) Observasi
Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan
pengamatan secara langsung serta mencatat fenomena yang terjadi di lokasi
penelitian. Data yang diperolah antara lain, cara kerja, cara melayani dan
tingkah laku karyawannya.
2) Wawancara
Wawancara, yaitu suatu cara pengumpulan data melalui wawancara langsung
dengan responden dengan menyiapkan daftar pertanyaan terstruktur yang
digunakan untuk memperoleh informasi mengenai penilaian responden
60
tentang motivasi, kepuasaan kerja dan kualitas pelayanan karyawan.
Pengumpulan data dengan metode wawancara dilakukan kepada manajer,
deputi manajer dan staf PT. PLN (Persero) Distribusi.
3) Kuesioner
Metode kuesioner dipakai sebagai metode utama dalam penelitian ini.
Kuesioner sering disebut angket yang merupakan daftar pertanyaan yang
disodorkan/dikirimkan kepada responden untuk dijawab. Dari bentuk
pertanyaan yang diajukan, dalam penelitian ini yang digunakan adalah jenis
pertanyaan tertutup, karena disediakan daftar jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan sehingga responden cukup memilih salah satu dari
jawaban-jawaban itu. Penilaian terhadap variabel motivasi dalam kaitannya
dengan kepuasan kerja dan kualitas pelayanan karyawan PT. PLN (Persero)
Distribusi Bali menggunakan skala Likert dengan rentang penilaian 1 sampai
dengan 5 (Sugiyono, 2008) dimana nilai 1 dikategorikan ukuran pernyataan
sangat tidak setuju (STS), 2 menunjukkan ukuran pernyataan tidak setuju
(TS), 3 menunjukkan ukuran pernyataan cukup setuju (CS), 4 menunjukkan
ukuran setuju (S), 5 menunjukkan ukuran sangat setuju (SS).
61
4.9 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Mengingat pengumpulan data dilakukan melalui penggunaan kuisioner,
maka faktor kesungguhan responden dalam menjawab kuisioner merupakan hal
yang sangat penting, oleh sebab itu sebelumnya perlu dilaksanakan pengujian
validitas dan reliabilitas untuk memastikan bahwa alat ukur yang digunakan
dalam penelitian ini valid dan realiabel.
4.9.1 Validitas
Uji validitas ini dimaksudkan untuk menguji seberapa baik instrumen
penelitian mengukur konsep yang seharusnya diukur. Untuk mengetahui apakah
item-item pertanyaan yang tersaji dalam kuesionar benar-benar mempu
mengungkapkan dengan pasti tentang apa yang akan diteliti. Caranya yaitu
dengan analisis item dimana setiap nilai yang ada pada setiap butir pertanyaan
dikorelasikan dengan nilai total seluruh butir pertanyaan. Menurut Sugiyono
(2008) pengujian validitas dapat dilakukan dengan menggunakan korelasi
Pearson Product Moment.
Sugiyono (2008) butir yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium
(skor total) serta korelasinya tinggi, menunjukkan bahwa butir tersebut
mempunyai validitas yang tinggi pula. Syarat minimum untuk dianggap
memenuhi syarat adalah nilai r = 0,3; jika nilai r < 0,3 maka dinyatakan tidak
valid.
62
Ketentuan penilaian validitas dengan kriteria sebagai berikut.
0.800 < rxy < 1000 validitas sangat tinggi
0.600 < rxy < 0.799 validitas tinggi
0.400 < rxy < 0.599 validitas cukup
0.200 < rxy < 0.399 validitas rendah
0.000 < rxy <0.199 validitas sangat rendah
rxy < 0.000 tidak valid
4.9.2 Reliabilitas
Uji reliabilitas ini merupakan bentuk uji kualitas data (kehandalan) yang
menunjukkan stabilitas dan konsistensi dari instrumen untuk mengukur konstruk
(variabel), Sugiyono (2008). Suatu kuisioner dikatakan reliabel jika didapatkan
jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil apabila
digunakan berulang kali pada waktu yang berbeda, atau dari waktu ke waktu.
Untuk mengetahui apakah alat ukur reliabel atau tidak, maka akan diuji dengan
menggunakan metode Alpha Cronbach. Sebagai pedoman umum untuk
menentukan reliabilitas butir pertanyaan maka suatu instrumen dikatakan reliabel
jika alfa cronbach ≥ 0,6. Jika nilai alfa cronbach < 0,6 maka instrumen dianggap
tidak reliabel.
4.10 Teknik Analisis Data
1) Statistik deskriptif
Teknik analisis statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui karakteristik responden dan untuk mengetahui
63
kriteria deskripsi dari masing-masing variabel yang diteliti. Karakteristik
responden yang digunakan meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan,
jabatan dan masa kerja. Sedangkan untuk menilai kriteria dari distribusi data
dari masing-masing variabel menggunakan rentang kriteria (Umar, 2005).
Skala penelitian tiap-tiap kriteria.
1,00 - 1,80 = sangat tidak baik
1,81 - 2,61 = tidak baik
2,62 - 3,42 = cukup baik
3,43 - 4,23 = baik
4,24 - 5,00 = sangat baik
2) Analisis Statistik Inferensial
Analisis Statistik Inferensial yaitu suatu analisis yang dilakukan untuk
menguji hipotesis penelitian yang telah di buat di mana pada penelitian ini
digunakan metode analisis jalur (path analysis) yang sebelumnya dilakukan
model pengukuran ditujukan untuk mengkonfirmasi sebuah dimensi atau
faktor berdasarkan indikator-indikatornya melalui teknik confirmatory factor
analysis (CFA).
a) Teknik confirmatory factor analysis (CFA) ditujukan untuk mengestimasi
measurement model, menguji unidimensionalitas dari konstruk-konstruk
eksogen dan endogen. Metode statistik yang digunakan untuk menguji
validitas konstruk dari analisis faktor adalah dengan melihat korelasi KMO
(Kaiser-Meyer-Olkin) atau Bartlett’s test. Besarnya KMO minimal 0,5 dan
jika nilai KMO dibawah 0,5 maka analisis faktor tidak bisa digunakan.
64
Disamping itu, faktor yang dipertimbangkan bermakna bilamana eigen
value lebih besar dari satu (1) dan varian kumulatifnya minimal 60 persen
untuk penelitian – penelitian ilmu sosial (Hair, 1995) seperti terlihat pada
Tabel 4.2
Tabel 4.2 Nilai Validitas Konstruk
Nilai Validtas Cut-off Value KMO (Kaiser Mayer Olkin) > 0,50
X2 Diharapkan besar Significance Probability < 0,05
Eigen value > 1,00 Varians Kumulatif > 60 persen
Anti Image > 0,50 Sumber : Hair, 1995 (diringkas)
b) Analisis jalur (path analysis) yang secara definitif menurut Sarwono
(2007) adalah merupakan sebuah metode yang digunakan untuk melihat
akibat (effects) langsung dan tidak langsung dari suatu variabel yang
dihipotesiskan sebagai penyebab (causes) terhadap variabel yang
diperlakukan sebagai akibat. Variabel dalam analisis jalur ini dibedakan
menjadi dua yaitu exogenous variable (variabel eksogen) yang merupakan
variabel penyebab dan endogenous variable (variabel endogen) sebagai
variabel akibat. Analisis jalur ini dilakukan untuk menemukan penjelasan-
penjelasan mengenai pola-pola hubungan langsung dan tidak langsung
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan teoritis serta pengetahuan dari
peneliti yang ditampilkan dalam bentuk gambar (path diagram/diagram
jalur) yang berfungsi untuk membantu dalam melakukan konseptualisasi
65
masalah yang kompleks dan mengenali implikasi empirik dari teori yang
sedang diuji.
(1) Beberapa asumsi yang mendasari analisis jalur (Path Analysis) menurut
Sarwono (2007) adalah sebagai berikut.
a) Adanya linieritas (Linierity). Hubungan antar variabel adalah bersifat
linier.
b) Adanya aditivitas (Additivity). Tidak ada efek-efek interaksi.
c) Adanya normalitas data.
d) Data berskala interval. Semua variabel yang diobservasi mempunyai
data berskala interval (scaled values).
e) Adanya rekursivitas. Semua anak panah mempunyai satu arah, tidak
boleh terjadi pemutaran kembali (looping).
f) Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar
berdasarkan teori-teori dan konsep-konsep yang relevan artinya
model teori yang dikaji atau diuji dibangun berdasarkan kerangka
teoritis tertentu yang mampu menjelaskan hubungan kausalitas antar
variabel yang diteliti.
(2) Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis jalur adalah, sebagai
berikut (Riduwan, 2007).
a) Merancang model berdasarkan konsep dan teori, (model tersebut
juga dinyatakan dalam bentuk persamaan). Dalam penelitian ini
mengacu pada kajian teoritis dan hasil penelitian sebelumnya
66
dikembangkan model teoritis sebagai berikut : Pengaruh motivasi
terhadap kepuasan kerja dan kualitas pelayanan karyawan, jika
dirumuskan ke dalam persamaan structural serta gambar model path
analysis.
Substruktur 1.
Y1 = α + β1 X + e1 .......................................... (2)
Substruktur 2.
Y2 = α + β2 X + β3 Y1 + e2 .......................................... (3)
Gambar 4.2
Model Path Analysis
b) Pemeriksaan terhadap asumsi yang melandasi analisis jalur yaitu (1)
hubungan antar variabel adalah linear dan aditif, (2) model yang
digunakan adalah recursive, yaitu aliran kausal satu arah. Dan
recursive model dipergunakan, apabila memenuhi asumsi-asumsi
e1
Kepuasan Kerja (Y1)
Motivasi (X)
Kualitas Pelayanan (Y2)
e2
p1 p3
p4
p2
67
yaitu, (1) antar variabel eksogenus saling bebas, (2) pengaruh
kausalitas dari variabel endogenus adalah searah, (3) variabel
endogenus berskala interval dan ratio dan (4) didasarkan dari data
yang valid dan reliable.
c) Penghitungan koefisien jalur dengan menggunakan software SPSS
(Statistical Product and Service Solution) versi 15.0 melalui analisis
regresi secara parsial dimana koefisien jalurnya adalah merupakan
koefisien regresi yang distandardisasi (standardized coefficients
beta) untuk pengaruh langsungnya, sedangkan pengaruh tidak
langsung adalah perkalian antara koefisien jalur dari jalur yang
dilalui setiap persamaan dan pengaruh total adalah penjumlahan dari
pengaruh langsung dengan seluruh pengaruh tidak langsung.
d) Pemeriksaan validitas model Baik tidaknya suatu hasil analisis
tergantung dari terpenuhi atau tidaknya asumsi yang melandasinya.
Terdapat dua indikator validitas model di dalam analisis jalur, yaitu
koefisien determinasi total dan theory triming.
(1) Koefisien Determinasi Total merupakan total keragaman data.
Ada indikator validitas model yaitu Koefesien Determinasi Total
(R2m) yang interpretasinya sama dengan interpretasi koefisien
determinasi (R2) pada analisis regresi. Untuk menghitung (R2m)
berdasarkan.
R2m =1- (Pei1)² (Pei2)² ........................................... (4)
Pei atau pengaruh eror didapat dari rumus sebagai berikut.
68
Pengaruh error (Pei) = 21 R− ............................ (5)
(2) Theory Triming
Uji validasi lain adalah uji validasi koefesien jalur β sama
dengan pada uji regresi yaitu melihat tingkat signifikasi dari uji t
Uji validasi koefisien path pada setiap jalur untuk pengaruh
langsung adalah sama dengan pada regresi, menggunakan nilai ρ
dari uji t, yaitu pengujian koefisien regresi variabel dibakukan
secara parsiil. Berdasarkan theory triming, maka jalur-jalur yang
nonsignifikan dibuang, sehingga diperoleh model yang
didukung oleh data empirik.
e) Interpretasi Analisis
Kesimpulan menggunakan analisis jalur dalam kajian ini adalah
karena ada kesesuaian model baik secara teoritik maupun empirik,
sehingga model teoritik akan teruji kebenarannya. Tetapi bila tidak
sesuai dengan model teoritik maka menjadi alternatif yang dapat
merevisi model teoritik.
69
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Perusahaan
5.1.1 Sejarah singkat PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
Perusahaan listrik di Denpasar dibangun oleh Belanda ada tahun 1927 dan
mulai beroperasi pada tahun 1928 dengan nama “N.V. EBALON (N.V. Electrical
Bali-Lombok)” yang berkedudukan di Denpasar dengan lokasi kerja terletak di
Banjar Gemeh (Perusahaan Umum Listrik Negara Cabang Denpasar, Jalan
Diponegoro sampai sekarang di bawah pimpinan L. De Young).
Pada Masa Proklamasi Kemerdekaan Republik tanggal 17 Agustus 1945,
perusahaan masih diurus oleh PU, namun pada tanggal 13 Desember 1945 mesin
listrik dipadamkan dan sejak saat itu perusahaan listrik dikuasai lagi oleh Jepang,
dijaga oleh tentara Jepang yang sementara dipimpin oleh Kawaguci. Setelah
kurang lebih dua minggu, mesin listrik dihidupkan kembali. Hingga keadaan agak
normal, Jepang meninggalkan/pergi dari perusahaan listrik yang selanjutnya
diurus kembali oleh PU. Tanggal 2 April 1946 Tentara Sekutu masuk ke Bali,
perusahaan listrik pun dikuasai lagi oleh Belanda dan kembali menjadi N.V.
EBALOM Denpasar, dipimpin oleh L. De Yong yang datang dari Australia
sekitar tahun 1956/1957. Kemudian N.V EBALOM Denpasar dinasionalisir
dengan nama Perusahaan Listrik Negara di bawah pengawasan/pembinaan Kantor
Besar Surabaya, yang kemudian Kantor Besar Surabaya PLN Surabaya berganti
sebutan menjadi Kantor PLN Exploitasi IX – Surabaya. Perusahaan Umum Listrik
69
70
Negara Denpasar berubah nama menjadi Perusahaan Umum Listrik Exploitasi IX
Denpasar, yang masih tetap berlokasi di Banjar Gemeh Jalan Diponogoro
Denpasar. Selain PLN Cabang Denpasar, tanggal 4 Mei 1965 di Denpasar berdiri
Kantor Exploitasi VIII membawahi unit/cabang di Nusa Tenggara dan Bali yang
berlokasi di Sanglah. Pada tahun 1974 sebutan PLN menjadi PLN Wilayah XI.
Pada tanggal 29 Desember 1992 PLN Wilayah XI menempati gedung baru di
Jalan Letda Tantular No.1 (Renon) Denpasar. Seiring dengan meningkatnya
animo serta kebutuhan masyarakat dalam penyediaan tenaga listrik maka PLN
yang pada awalnya berbentuk perusahaan umum (PERUM), pada tnggal 16 Juni
1994 berdasarkan Nomor : 23 tahun 1994 dialihkan menjadi Perusahaan
Perseroan (Persero) sehingga dengan sendirinya PLN Wilayah menjadi PT. PLN
(Persero) Wilayah XI Denpasar.
Pada tanggal 20 Februari 2001, PT. PLN (Persero) XI dirubah menjadi PT.
PLN (Persero) Unit Bisnis Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
yaitu dengan adanya Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor :
32.K/010/DIR/2001 tentang Organisasi PT. PLN (Persero) Unit Bisnis Bali, Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Namun kemudian pada tanggal 2 Juli
2002 berdasarkan Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor :
089.K/010/DIR/2002 tentang Perubahan Pengorganisasian Unit Bisnis Bali, Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dirubah menjadi PT. PLN (Persero)
Wilayah Bali.
Pembagian Kerja dan Tanggung jawab UPP (Unit Pelayanan Pelanggan)
Denpasar Kota, Unit Pelanggan Jaringan (UPJ) Denpasar dengan PT. PLN
71
(Persero) Distribusi Bali. Dalam rangka persiapan PLN Bali dalam melayani unit
bisnis yang strategi serta dalam rangka peningkatan respon dan keaktifan PLN
Bali dalam melayani permintaan pelanggan di Bali maka dibentuklah persaingan
kerja dan tanggung jawab antara UPP (Unit Pelayanan Pelanggan), UPJ (Unit
Pelanggan Jaringan). Pada tanggal 2 juni 2000, dimana masing-masing unit
tersebut diatas akan memiliki tugas serta wewenang tersendiri.
5.1.2 Visi, Misi, dan Tata Nilai
Visi PLN : diakui sebagai perusahaan kedua yang bertumbuh kembang
unggul dan terpercaya dengan bertumpu pada potensi insani. Dari visi tersebut
terlihat bahwa cita-cita PLN adalah menjadi perusahaan kelas dunia. Pengertian
kelas dunia yang dimaksud, PLN harus mampu menunjukkan kinerja melebihi
ekspektasi pihak yang berkepentingan, memberikan layanan mudah, terpadu, dan
tuntas dalam berbagai masalah kelistrikkan serta dapat bekerja dengan pola pikir
prima. Selain itu pengertian “diakui” pada visi tersebut mencerminkan cita-cita
untuk meraih pengakuan dari pihak luar. Untuk memperoleh pengakuan tersebut
PLN harus dapat menjalin hubungan kemitraan yang akrab dan setara dengan
pelanggan maupun mitra usaha baik nasional maupun internasional serta diakui
pelanggan dan mitra kerja sebagai perusahaan yang mampu memenuhi standar
mutakhir dan paling baik.
Hal menarik dari visi tersebut adalah potensi insani bahwa keberhasilan
PLN lebih ditentukan oleh kesadaran anggota perusahaan untuk memunculkan
masing-masing potensi diri yang dimiliki. Potensi diri tersebut dapat terwujud
wawasan aspiratif dan etika, rasa kompeten, motivasi kerja, semangat belajar,
72
inovasi, dan semangat bekerja sama. Potensi insani dapat menjadi daya dorong
yang dahsyat apabila diperkaya dengan kompetensi yang terbentuk dari
pengetahuan substansial, pengetahuan kontekstual, keterampilan, kemampuan
pengalaman, dan jejaring kerjasama.
PLN sebagai perusahaan yang melayani kepentingan publik memiliki misi:
menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang usaha lain yang terkait, berorientasi
kepada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan, dan pemegang saham,
menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat, mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan
ekonomi, menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan. Intinya,
PLN sebagai perusahaan harus menjalankan kaidah bisnis yang benar guna
mempertahankan pelayanan yang diharapkan dapat memberikan arti bagi
kesejahteraan masyarakat. Rangkuman dari misi tersebut jelas terlihat pada motto
PLN : Listrik untuk kehidupan yang lebih baik. Untuk mewujudkan wawasan
bersama PLN selalu menjunjung dan menerapkan nilai-nilai : Saling percaya
(mutual trust), Integritas (integrity), Peduli (care), Pembelajar (learner).
5.1.3 Struktur Organisasi PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
Struktur organisasi timbul karena adanya suatu proses pengorganisasian dan
sebagai kerangka acuan dalam pelaksanaan tugas-tugas, perintah dan tanggung
jawab. Oleh karena itu struktur organisasi dalam suatu perusahaan mutlak
diperlukan agar tidak terjadi penyimpangan wewenang dan tanggung jawab, dan
karyawan pun dapat bekerja sesuai dengan fungsinya sehingga perusahaan dapat
73
berjalan secara efektif dan efisien. Struktur organisasi lebih lengkap dari PT. PLN
(Persero) Distribusi Bali, terlampir pada Lampiran 2.
Dari uraian stuktur organisasi diatas, dapat diuraikan tugas masing-masing
bagian adalah.
1 Bidang Perencanaan
1) Menyusun Rencana Umum Pengembangan Tenaga Listrik (RUPTL),
Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJP), dan Rencana Kerja Anggaran
Perusahaan (RKAP);
2) Menyusun rencana pengembangan sistem ketenagalistrikan, sistem
manajemen kinerja unit-unit kerja dan metode evaluasi kelayakan investasi
serta melakukan penilaian finansialnya;
3) Mengembangkan hubungan kerja sama dengan pihak lain dan penyandang
dana, baik secara bilateral maupun multilateral;
4) Menyusun rencana pengembangan sistem teknologi informasi dan rencana
pengembangan aplikasi sistem informasi;
5) Mengendalikan aplikasi-aplikasi teknologi informasi;
6) Menyiapkan SOP pengelolaan aplikasi sistem informasi;
7) Menyusun laporan manajemen dan rencana pengembangan usaha baru serta
penetapan pengaturannya.
2 Bidang Distribusi
1) Menyusun rencana pengembangan, strategi pengoperasian dan
pemeliharaan jaringan distribusi serta membina penerapannya;
74
2) Menyusun SOP untuk peneraan, pengujian, pemeliharaan jaringan
distribusi serta disain standard konstruksi dan peralatan kerjanya serta
membina penerapannya
3) Mengevaluasi susut energi listrik dan gangguan pada sarana
pendistribusian tenaga listrik serta saran perbaikannya;
4) Menyusun metoda kegiatan konstruksi dan administrasi pekerjaan,
kebijakan manajemen mengenai jaringan dan perbekalan distribusi serta
membina penerapannya;
5) Menyusun pengembangan sarana komunikasi, otomatisasi operasi jaringan
distribusi serta regulasi untuk penyempurnaan data induk jaringan (DIJ);
6) Memantau dan mengevaluasi data induk jaringan;
7) Mengkoordinasikan dengan Bidang Niaga masalah gangguan yang
dilaporkan melalui Call Center 123 serta menyusun laporan manajemen
dibidangnya.
3 Bidang Niaga
1) Menyusun ketentuan, strategi pemasaran dan rencana penjualan energi dan
rencana pendapatan;
2) Mengevaluasi harga jual energi listrik;
3) Menghitung biaya penyediaan tenaga listrik;
4) Menyusun strategi dan pengembangan pelayanan pelanggan serta standard
dan produk pelayanan, ketentuan data induk pelanggan (DIL) dan data
induk saldo (DIS) serta kontrak jual beli tenaga listrik;
75
5) Mengkaji pengelolaan pencatatan meter dan menyusun rencana
penyempurnaannya;
6) Mengkoordinasikan pelaksanaan penagihan kepada pelanggan tertentu,
antara lain TNI/POLRI dan Instansi vertikal;
7) Melakukan pengendalian DIS dan opname saldo piutang;
8) Menyusun konsep kebijakan sistem informasi pelayanan pelanggan, dan
mekanisme interaksi antar unit pelaksana;
9) Mengkoordinasikan pelaksanaan pelayanan informasi TUL dan laporan
gangguan kepada masyarakat pelanggan melalui Call Center 123 serta
menyusun laporan manajemen dibidangnya.
4 Bidang Keuangan
1) Mengendalikan aliran kas pendapatan dan membuat laporan rekonsiliasi
keuangan, mengendalikan anggaran investasi dan operasi serta rencana
aliran kas pembiayaan;
2) Melakukan analisis dan evaluasi laporan keuangan unit-unit serta
menyusun laporan keuangan konsolidasi;
3) Menyusun dan menganalisa kebijakan resiko dan penghapusan asset,
melakukan pengelolaan keuangan serta menyusun laporan manajemen
dibidangnya.
5 Bidang Sumber Daya Manusia dan Organisasi
1) Menyusun kebijakan pengembangan organisasi, kebijakan menajemen dan
pengembangan sumberdaya manusia serta mengelola pelaksanaannya;
76
2) Mengkaji usulan pengembangan organisasi dan pengembangan
sumberdaya manusia serta menyusun laporan manajemen dibidangnya.
6 Bidang Komunikasi, Hukum dan Administrasi
1) Menyusun kebijakan dan mengelola komunikasi kemasyarakatan dan
pelanggan baik internal maupun eksternal;
2) Menyusun kebijakan dan mengelola fasilitas kerja, sistem pengamanan
dan manajemen kantor, kebijakan K3, lingkungan dan community
development;
3) Menyusun kebijakan administrasi, mengkaji produk-produk hukum dan
peraturan-peraturan perusahaan;
4) Memberikan advokasi dalam bisnis energi listrik dan ketenagakerjaan
serta menyusun standard fasilitas kantor;
5) Mengelola asset tanah, bangunan dan sarana kerja, kesekretariatan serta
rumah tangga kantor induk dan menyusun laporan manajemen
dibidangnya.
7 Audit Internal
1) Menyusun program kerja pemeriksaan tahunan, sesuai program kerja
perusahaan;
a. Melaksanakan audit internal, meliputi keuangan, teknik, manajemen dan
sumberdaya manusia;
b. Memberikan masukan dan rekomendasi yang menyangkut proses
manajemen dan operasional;
77
c. Memonitor tindak lanjut temuan hasil audit internal dan menyusun
laporan manajemen dibidangnya.
5.2 Hasil Penelitian
5.2.1 Hasil Uji Validitas Instrumen
Pengujian validitas setiap butir digunakan analisis item, yang
mengkorelasikan skor setiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah skor
butir. Menurut (Sugiyono, 2008) bahwa suatu intrumen dikatakan valid apabila
koefisien korelasi antar butir/item tersebut positif dan besarnya 0,3 ke atas dengan
tingkat kesalahan (alpha) 0,05. Berikut dapat ditampilkan pada Tabel 5.1, hasil uji
validitas dari tiap-tiap butir pada masing-masing variabel dalam kuesioner.
Tabel 5.1
Hasil Uji Validitas
No Variabel Nama Variabel No Indikator Koefisien Korelasi Keterangan
1 X Motivasi
X1.1 0,892 Valid X1.2 0,887 Valid X1.3 0,728 Valid X1.4 0,679 Valid X2.1 0,676 Valid X2.2 0,878 Valid X2.3 0,726 Valid X2.4 0,690 Valid X3.1 0,736 Valid X3.2 0,887 Valid X3.3 0,906 Valid
2
Y1 Kepuasan kerja
Y1.11 0,820 Valid Y1.12 0,790 Valid Y1.13 0,790 Valid Y1.14 0,794 Valid Y1.21 0,909 Valid
Dilanjutkan….
78
No Variabel Nama Variabel No Indikator Koefisien Korelasi Keterangan
Y1.22 0,907 Valid Y1.31 0,890 Valid Y1.32 0,875 Valid Y1.33 0,844 Valid
3 Y2 Kualitas pelayanan
Y2.11 0,948 Valid Y2.12 0,821 Valid Y2.21 0,786 Valid Y2.22 0,805 Valid Y2.23 0,775 Valid Y2.31 0,683 Valid Y2.32 0,872 Valid Y2.33 0,827 Valid Y2.41 0,794 Valid Y2.42 0,921 Valid
Sumber : Lampiran 5, 2011
Berdasarkan Tabel 5.1 di atas, seluruh koefisien korelasi butir/item pada
masing-masing variabel yang diteliti telah berada di atas 0,3 sehingga butir/item
yang digunakan dalam penelitian ini dikatakan valid dan layak digunakan untuk
seluruh responden yang telah ditargetkan.
5.2.2 Hasil uji reliabilitas instrumen
Uji reliabilitas ini digunakan untuk mengukur konsistensi internal dari
indikator-indikator suatu construct yang menunjukkan derajat masing-masing
indikator itu mengindikasikan suatu construct yang umum. Dengan kata lain,
bagaimana hal-hal yang spesifik saling membantu dalam menjelaskan suatu
fenomena yang umum (Sugiyono, 2008).
Dalam pengujian ini dilakukan dengan cara one shot atau pengukuran
sekali saja. Suatu variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai Cronbach
Lanjutan Tabel 5.1
79
Alpha (α) > 0,6 (Umar, 2007). Paparan hasil uji reliabilitas pada masing-masing
variabel yang di gunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Hasil Uji Reliabilitas pada Masing-Masing Variabel
yang Digunakan dalam Penelitian
No Variabel Nama Variabel
No Indikator Koefisien Korelasi
Koefisien Cronbach
Alpha Keterangan
1 X Motivasi X1 motif 0,809 Reliable X2 harapan 0,725 Reliable X3 insentif 0,777 Reliable
2 Y1 Kepuasan kerja
Y1.1 kompensasi 0,795 Reliable Y1.2 komunikasi 0,786 Reliable Y1.3 kondisi krja 0,824 Reliable
3 Y2 Kualitas pelayanan
Y2.1 tangibels 0,674 Reliable Y2.2 reliability 0,682 ReliableY2.3 responsives 0,712 Reliable Y2.4 assurance 0,619 Reliable
Sumber : Lampiran 6, 2011
Tabel 5.2 di atas, menunjukkan bahwa seluruh variabel yang digunakan
dalam penelitian memiliki koefisien korelasi cronbach alpha di atas 0,6. Hal ini
berarti semua variabel dalam penelitian ini dinyatakan reliabel, dan instrumen
dapat dilanjutkan untuk digunakan pada seluruh responden yang telah ditargetkan.
5.2.3 Karakteristik Responden
Data karakterisitik responden dalam penelitian ini diperoleh melalui
kuisioner yang disebarkan kepada 127 orang responden. Responden dalam
penelitian ini adalah karyawan yang ada di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.
Karakteristik responden yang dibahas dalam penelitian ini meliputi : jenis
80
kelamin, pendidikan terakhir, jabatan, lama bekerja, dan umur. Berikut ini
disajikan karakteristik responden penelitian dengan berbagai kriteria tersebut
1) Karakteristik responden menurut jenis kelamin
Responden dalam penelitian ini terdiri dari responden dengan jenis
kelamin laki-laki dan responden dengan jenis kelamin perempuan. Responden
yang berjumlah 127 orang terdiri atas 102 orang responden dengan jenis kelamin
laki-laki dan 25 orang responden dengan jenis kelamin perempuan. Sebagian
besar responden adalah karyawan yang berjenis kelamin laki-laki karena pada
perusahaan ini pekerjaan fisik banyak dibutuhkan sehingga jumlah karyawan yang
berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari jumlah karyawan berjenis kelamin
perempuan.
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dan kualitas pelayanan
dipaparkan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3
Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin dan Kualitas Pelayanan Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
Jenis Kelamin Kualitas Pelayanan Rendah Tinggi Total
Laki-laki Jumlah 61 41 102 Prosentase 59,8 40,2 100
Perempuan Jumlah 10 15 25 Prosentase 40,0 60,0 100 Total Jumlah 71 56 127 Prosentase 55,9 44,1 100 Sumber: Lampiran 4, 2011
81
Tabel 5.3 menunjukkan hubungan jenis kelamin dengan kualitas pelayanan di PT.
PLN (Persero) Distribusi Bali. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagian
besar responden laki-laki cenderung memiliki kualitas pelayanan lebih rendah
dibandingkan dengan perempuan. Dalam hal pelayanan perempuan lebih
responsive dan relationship.
2) Karakteristik responden menurut tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan karyawan di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu karyawan dengan tingkat pendidikan
SMU/SMK/ Diploma, karyawan dengan tingkat pendidikan Sarjana (S1), dan
karyawan dengan tingkat pendidikan Pasca Sarjana (S2). Dari 127 orang
responden untuk penelitian ini, 38 orang responden merupakan karyawan dengan
tingkat pendidikan SMU/SMK/Diploma, 78 orang responden merupakan
karyawan dengan tingkat pendidikan sarjana (S1), dan 11 orang responden
merupakan karyawan dengan tingkat pendidikan pasca sarjana (S2). Sebagian
besar responden merupakan karyawan dengan tingkat pendidikan sarjana (S1).
Distribusi responden menurut tingkat pendidikan karyawan di PT. PLN (Persero)
Distribusi Bali dapat di lihat pada Tabel 5.4.
82
Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan Kualitas
Pelayanan Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
Tingkat Pendidikan Kualitas Pelayanan Rendah Tinggi Total SMU/Diploma Jumlah 20 18 38 Prosentase 52,6 47,4 100 Sarjana (S1) Jumlah 44 34 78 Prosentase 56,4 43,6 100 Sarjana (S2) Jumlah 7 4 11 Prosentase 63,9 36,4 100 Total Jumlah 71 56 127 Prosentase 55,9 44,1 100 Sumber: Lampiran 4, 2011
Tabel 5.4 menunjukkan hubungan tingkat pendidikan dengan kualitas
pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Dari tabel tersebut dapat
diketahui bahwa sebagian besar responden dari semua tingkat pendidikan
memberi penilaian rendah terhadap kualitas pelayanan yang mereka berikan.
Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan kualitas pelayanan dengan pendidikan
SMU/Diploma lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan S1 dan S2.
3) Karakteristik responden menurut jabatan
Jabatan karyawan di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dapat dibedakan
menjadi tiga kelompok, yaitu karyawan dengan tingkat staff, karyawan dengan
tingkat jabatan deputi manager, dan karyawan dengan tingkat jabatan manager
bidang. Dari 127 orang responden untuk penelitian ini, 93 orang responden
merupakan karyawan tingkat staff, 22 orang responden merupakan karyawan
dengan jabatan deputi manager, dan 12 orang responden merupakan karyawan
dengan jabatan manager bidang. Sebagian besar responden merupakan karyawan
83
dengan tingkat staff. Distribusi responden menurut jabatan karyawan di PT. PLN
(Persero) Distribusi Bali dapat di lihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5
Distribusi Responden Menurut Jabatan dan Kualitas Pelayanan Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
Jabatan Kualitas Pelayanan Rendah Tinggi Total Staff Jumlah 54 39 93 Prosentase 58,1 41,9 100 Deputi Manajer Jumlah 12 10 22 Prosentase 54,5 45,5 100 Manajer Bidang Jumlah 5 7 12 Prosentase 41,7 58,3 100 Total Jumlah 71 56 127 Prosentase 55,9 44,1 100 Sumber: Lampiran 4, 2011
Tabel 5.5 menunjukkan hubungan jabatan dengan kualitas pelayanan
karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Dari tabel tersebut dapat diketahui
bahwa sebagian besar responden dari semua tingkat jabatan memberi penilaian
rendah terhadap kualitas pelayanan yang mereka berikan. Namun demikian dilihat
dari tingkat jabatan kualitas pelayanan yang diberikan oleh manajer bidang relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan deputi manajer dan staff. Dalam hal ini manajer
bidang merasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar sehingga pelayanan
yang diberikan lebih baik.
4) Karakteristik responden menurut lama bekerja
Karyawan di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali berdasarkan lama
kerjanya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu karyawan dengan lama kerja 1-10
tahun, 11-20 tahun, dan diatas 21 tahun. Dari 127 orang responden, 32 orang
84
diantaranya merupakan karyawan dengan lama kerja antara 1-10 tahun, 58 orang
merupakan karyawan dengan lama bekerja antara 11-20 tahun, dan 37 orang
karyawan dengan lama kerja diatas 21 tahun. Sebagian besar responden dalam
penelitian ini berasal dari karyawan dengan lama bekerja antara 11-20 tahun.
Distribusi responden menurut lama bekerja karyawan di di PT. PLN
(Persero) Distribusi Bali dapat di lihat pada Tabel 5.6 dibawah ini.
Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Lama Bekerja dan Kualitas
Pelayanan Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
Lama Bekerja Kualitas Pelayanan
( Tahun ) Rendah Tinggi Total 1 – 10 Jumlah 19 13 32 Prosentase 59,4 40,6 100 11 - 20 Jumlah 36 22 58 Prosentase 62,1 37,9 100 ≥ 21 Jumlah 16 21 37 Prosentase 43,2 56,8 100 Total Jumlah 71 56 127 Prosentase 55,9 44,1 100 Sumber: Lampiran 4, 2011
Tabel 5.6 menunjukkan hubungan lama bekerja dengan kualitas pelayanan
karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Dari tabel tersebut dapat diketahui
bahwa sebagian besar responden menurut lama bekerja memberi penilaian rendah
terhadap kualitas pelayanan yang mereka berikan. Namun demikian dilihat dari
lama bekerja karyawan dengan lama bekerja ≥ 21 tahun kualitas pelayanannya
lebih tinggi dibandingkan lama bekerja 1-10 tahun dan 11-20 tahun. Dalam hal ini
85
karyawan yang bekerja ≥ 21tahun lebih loyal kepada perusahaan sehingga
pelayanannya lebih baik.
5) Karakteristik responden usia
Menurut kelompok usianya responden dalam penelitian ini dibagi menjadi
tiga kelompok usia, yaitu terdiri dari responden dengan kelompok usia 20-30
tahun, 31-40 tahun, diatas 41tahun. Dari responden yang berjumlah 127 orang
terdiri atas 7 orang responden yang berusia 20-30 tahun, 32 orang responden
yang berusia 31-40 tahun, 88 orang responden yang berusia diatas 41 tahun.
Sebagian besar responden dalam penelitian ini berasal dari karyawan dengan usia
diatas 41 tahun. Distribusi responden menurut usia karyawan di PT. PLN
(Persero) Distribusi Bali dapat di lihat pada Tabel 5.7 dibawah ini.
Tabel 5.7
Distribusi Responden Menurut Usia dan Kualitas Pelayanan Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
Usia Kualitas Pelayanan (Tahun) Rendah Tinggi Total 20 - 30 Jumlah 3 4 7 Prosentase 42,9 57,1 100 31 - 40 Jumlah 21 11 32 Prosentase 65,6 34,4 100 ≥ 41 Jumlah 47 41 88 Prosentase 53,4 46,6 100 Total Jumlah 71 56 127 Prosentase 55,9 44,1 100 Sumber: Lampiran 4, 2011
Tabel 5.7 menunjukkan hubungan usia dengan kualitas pelayanan
karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Dari tabel tersebut dapat diketahui
bahwa sebagian besar responden dari berbagai usia memberi penilaian rendah
86
terhadap kualitas pelayanan yang mereka berikan. Karyawan pada usia 20-30
tahun sebagian besar memiliki kualitas pelayanan tinggi (57,1 persen)
dibandingkan dengan karyawan usia lebih tua.
5.2.4 Deskripsi Variabel Penelitian
Sebelum data yang diperoleh untuk penelitian ini diolah lebih lanjut, ada
baiknya dijabarkan terlebih dahulu untuk memperoleh gambaran mengenai
penilaian karyawan di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali mengenai variabel-
variabel yang terdapat dalam penelitian ini. Penjabaran data dilakukan dengan
memberikan skor kepada data mentah yang diperoleh melalui penyebaran
kuesioner. Melalui pemberian skor tersebut akan diperoleh angka-angka yang
dapat membantu dalam memberikan gambaran apakah penilaian karyawan baik
atau tidak terhadap variabel-variabel yang diteliti. Untuk mengetahui penilaian
karyawan baik atau tidak digunakan rata-rata skor menurut Umar (2005) yang di
bagi menjadi lima klasifikasi dengan kriteria sebagai berikut.
1,00 - 1,80 = sangat tidak baik
1,81 - 2,61 = tidak baik
2,62 - 3,42 = cukup baik
3,43 - 4,23 = baik
4,24 - 5,00 = sangat baik
1 Deskripsi variabel kualitas pelayanan (Y2)
Kualitas pelayanan adalah totalitas tampilan/karakteristik dalam hal
pelayanan yang mampu dihasilkan oleh para karyawan dalam rangka memenuhi
87
harapan pelanggan. Variabel kualitas pelayanan dalam penelitian ini diukur
dengan 11 butir pernyataan yaitu yang berhubungan dengan tangibels, reliability,
responsives, assurance, dan empati berdasarkan jawaban kuisioner dari 127 orang
responden karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Deskripsi variabel
kualitas pelayanan di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dapat dilihat pada Tabel
5.8 berikut ini.
Tabel 5.8 Deskripsi variabel kualitas pelayanan di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
No Pernyataan No. Indk
Frekuansi jawaban responden TotalResp
Persentase jawaban responden Total
skor Rata2 skor Kriteria
5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 1 Perlengkapan perkantoran
memadai untuk menunjang pelayanan.
Y2.11 21 56 29 21 127 16,5 44,1 22,8 16,5 458 3.61 Baik
2 Saya selalu berpenampilan rapi dalam melayani pelanggan
Y2.12 50 68 9 127 39,4 53,5 7,1 549 4.32 Sangat Baik
3 Saya memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan
Y2.21 51 68 4 4 127 40,2 53,5 3,1 3,1 547 4.31 Sangat Baik
4 Saya memberikan pelayanan yang sama kepada semua pelanggan.
Y2.22 42 63 22 127 33,1 49,6 17,3 528 4.16 Baik
5 Waktu melayani pelanggan saya senantiasa memperhatikan kecepatan proses pelayanan.
Y2.23 21 67 32 7 127 16,5 52,8 25,2 5,5 483 3.80 Baik
6 Saya selalu siap melayani pelanggan Y2.31 55 60 8 4 127 43,3 47,2 6,3 3,1 547 4.31 Sangat
Baik 7 Saya senantiasa tanggap
terhadap keluhan pelanggan.
Y2.32 45 62 20 127 35,4 48,8 15,7 533 4.20 Baik
8 Saya menguasai tugas untuk memberikan bantuan/pelayanan kepada pelanggan.
Y2.33 51 52 21 3 127 40,2 40,9 16,5 2,4 532 4.19 Baik
9 Saya mempunyai pengetahuan yang memadai untuk menjawab keluhan pelanggan.
Y2.41 20 60 35 12 127 15,7 47,2 27,6 9,4 469 3.69 Baik
10 Saya dapat memberikan keyakinan kepada pelanggan.
Y2.42 48 54 21 3 1 127 37,8 42,5 16,5 2,4 0,8 526 4.14 Baik
11 Saya menjalin relationship dengan pelanggan. Y2.51 38 47 35 7 127 29,9 37,0 27,6 5,5 497 3.91 Baik
Jumlah 5669 4.06 Kesimpulan Baik
Sumber : Lampiran 4, 2011
88
Berdasarkan informasi pada Tabel 5.8 dapat diketahui bahwa penilaian
karyawan terhadap kualitas pelayanan pada PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
adalah baik, dapat dilihat dari nilai rata-rata sebesar 4,06. Walaupun secara
keseluruhan penilaian karyawan terhadap kualitas pelayanan baik namun terdapat
nilai terendah pada item pernyataan perlengkapan penunjang pelayanan dengan
nilai rata-rata 3,61 sehingga untuk meningkatkan lebih baik lagi kualitas
pelayanan yang diberikan karyawan hendaknya lebih memperhatikan kelengkapan
sarana penunjang dalam memberikan pelayanan.
2 Deskripsi variabel kepuasan kerja (Y1)
Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan
hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan kerja muncul
ketika harapan seseorang tidak terpenuhi. Variabel kepuasan kerja dalam
penelitian ini diukur dengan 9 butir pernyataan yaitu yang berhubungan dengan
sistem kompensasi, komunikasi, dan kondisi kerja berdasarkan jawaban kuisioner
dari 127 orang responden karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Deskripsi
variabel kepuasan kerja karyawan di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali dapat
dilihat pada Tabel 5.9.
89
Tabel 5.9 Deskripsi variabel kepuasan kerja karyawan di PT. PLN (Persero)
Distribusi Bali
No Pernyataan No Indk
Frekuensi Jawaban Responden Total Resp
Persentase Jawaban Responden Total
Skor Rata2Skor Kriteria
5 4 3 2 1 5 4 3 2 1
1 Gaji yang diberikan setiap bulan cukup memenuhi kebutuhan hidup.
Y1.11 21 52 39 14 1 127 16,5 40,9 30,7 11,0 0,8 459 3.61 Baik
2 Saya menerima kenaikan gaji berkala secara teratur Y1.12 20 56 37 14 127 15,7 44,1 29,1 11,0 463 3.65 Baik
3 Tunjangan – tunjangan yang saya dapatkan sesuai dengan kebutuhan.
Y1.13 30 40 35 20 2 127 23,6 31,5 27,6 15,7 1,6 457 3.60 Baik
4 Bonus yang saya terima sesuai dengan prestasi kerja saya. Y1.14 20 48 26 26 7 127 15,7 37,8 20,5 20,5 5,5 429 3.38 Cukup
Baik
5 Atasan selalu mendengarkan permasalahan yang saya hadapi dalam menyelesaikan pekerjaan saya
Y1.21 18 45 30 18 16 127 14,2 35,4 23,6 14,2 12,6 412 3.24 Cukup Baik
6 Manajemen mampu menyampaikan dengan jelas tujuan organisasi
Y1.22 30 37 36 19 5 127 23,6 29,1 28,3 15,0 3,9 449 3.54 Baik
7 Tata letak ruang kerja saya nyaman sehingga saya bisa bekerja dengan optimal
Y1.31 24 57 40 6 127 18,9 44,9 31,5 4,7 480 3.78 Baik
8 Hubungan saya dengan teman sekerja terjalin akrab Y1.32 22 55 28 22 127 17,3 43,3 22,0 17,3 458 3.61 Baik
9 Peralatan kerja yang tersedia dapat menunjang pekerjaan saya
Y1.33 32 52 30 8 5 127 25,2 40,9 23,6 6,3 3,9 479 3.77 Baik
Jumlah 4086 3.57
Kesimpulan Baik
Sumber : Lampiran 4, 2011
Berdasarkan informasi pada Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa penilaian
karyawan terhadap kepuasan kerja pada PT. PLN (Persero) Distribusi Bali adalah
baik, dapat dilihat dari nilai rata-rata sebesar 3,57. Walaupun secara keseluruhan
penilaian karyawan terhadap kepuasan kerja baik namun terdapat nilai terendah
pada item pernyataan kepedulian atasan dan kesesuaian bonus dengan nilai rata-
rata 3,24 dan 3,38 sehingga untuk meningkatkan lagi kepuasan karyawan
hendaknya lebih memperhatikan kesesuaian bonus berdasarkan kinerja karyawan
90
serta perhatian atasan terhadap permasalahan karyawan dalam menyelesaikan
pekerjaan.
3 Deskripsi Variabel Motivasi (X)
Motivasi kerja merupakan suatu kondisi yang berpengaruh dan
membangkitkan dorongan dari dalam diri karyawan dan diluar yang berhubungan
dengan lingkungan kerja. Variabel motivasi dalam penelitian ini diukur dengan 11
butir pernyataan yaitu yang berhubungan dengan motif, harapan, dan insentif
berdasarkan jawaban kuisioner dari 127 orang responden karyawan PT. PLN
(Persero) Distribusi Bali. Deskripsi variabel motivasi di PT. PLN (Persero)
Distribusi Bali dapat dilihat pada Tabel 5.10 berikut.
Tabel 5.10
Deskripsi Variabel Motivasi di PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
No Pernyataan No Indk
Frekuensi Jawaban Responden TotalResp Persentase Jawaban Responden Total
Skor Rata2 Skor Kriteria
5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 1 Untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi saya bekerja dengan maksimal.
X1.1 63 45 15 4 127 49,6 35,4 11,8 3,1 548 4.31 Sangat Baik
2 Didalam melaksanakan tugas saya merasa aman X1.2 32 59 22 14 127 25,2 46,5 17,3 11,0 490 3.86 Baik
3 Untuk mengembangkan karier saya diberikan kesempatan. X1.3 34 53 25 13 2 127 26,8 41,7 19,7 10,2 1,6 485 3.82 Baik
4 Didalam melaksanakan tugas, saya bekerja secara bersama X1.4 54 54 15 4 127 42,5 42,5 11,8 3,1 539 4.24 Sangat
Baik 5 Dengan saya berprestasi, atasan
memberikan penghargaan X2.1 33 45 31 15 3 127 26,0 35,4 24,4 11,8 2,4 471 3.71 Baik
6 Dalam melaksanakan tugas saya bertindak disiplin X2.2 33 48 29 16 1 127 26,o 37,8 22,8 12,6 0,8 477 3.76 Baik
7 Suasana kerja saya baik X2.3 39 44 25 17 2 127 30,7 34,6 19,7 13,4 1,6 482 3.80 Baik 8 Dengan kinerja yang baik saya
dipromosikan oleh atasan untuk jabatan tertentu.
X2.4 25 51 22 27 2 127 19,7 40,2 17,3 21,3 1,6 451 3.55 Baik
9 Insentif yang saya terima cukup pantas X3.1 22 70 28 7 127 17,3 55,1 22,0 5,5 488 3.84 Baik
10 Jaminan kesehatan yang diberikan sangat berarti bagi saya X3.2 50 54 12 11 127 39,4 42,5 9,4 8,7 524 4.13 Baik
11 Jaminan hari tua yang diberikan membuat saya merasa aman. X3.3 37 59 26 5 127 29,1 46,5 20,5 3,9 509 4.01 Baik
Jumlah 5464 3.91 Kesimpulan Baik
Sumber : Lampiran 4, 2011
91
Berdasarkan informasi pada Tabel 5.10 dapat diketahui bahwa karyawan
menilai motivasi pada PT. PLN (Persero) Distribusi Bali adalah baik, dapat dilihat
dari nilai rata-rata sebesar 3,91. Walaupun secara keseluruhan penilaian karyawan
terhadap pemberian motivasi baik namun terdapat nilai terendah pada item
pernyataan promosi jabatan dengan nilai rata-rata 3,55 sehingga untuk
meningkatkan motivasi karyawan hendaknya lebih memperhatikan karyawan
yang sudah bekerja maksimal dengan memberikan reward dan punishment salah
satunya berupa promosi jabatan.
5.2.5 Hasil Uji Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam residual dari model
regresi yang dibuat berdistribusi normal atau tidak, menurut Ghozali (2002)
model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi normal atau mendekati
normal. Adapun metode yang digunakan adalah dengan statistik Kolgomorov –
Smirnov. Kriteria yang digunakan dalam tes ini adalah dengan membandingkan
antara tingkat signifikansi yang didapat dengan tingkat alpha yang digunakan,
sehungga data dikatakan berdistribusi normal bila nilai signifikansi > alpha. Hasil
pengujian normalitas dengan menggunakan bantuan SPSS adalah sebagai berikut.
92
Tabel 5.11 Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
127.0000000
.36276545.064.044
-.064.722.674
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
Residual
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Sumber : Lampiran 10, 2011
Dari Tabel 5.11 menunjukkan nilai signifikansi uji kolmogorov-smirnov sebesar
0,674 yang lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan data berdistribusi
normal.
2) Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas, menurut Ghozali (2002). Model
regresi yang baik adalah bebas dari gejala multikolinieritas. Untuk mendeteksi ada
tidaknya korelasi antar sesama variabel bebas dapat dilihat dari nilai tolerance dan
variance inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance tidak lebih dari 10 persen atau
VIF kurang dari 10, maka dikatakan tidak ada multikolinieritas.
Tabel 5.12 Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel Tolerance VIF Keterangan
X 0,325 3,080 tidak ada multikolinieritas Y1 0,325 3,080 tidak ada multikolinieritas
Sumber : Lampiran 9, 2011
93
Berdasarkan Tabel 5.12 dapat diketahui bahwa koefisien tolerance tidak lebih dari
10 persen dan VIF-nya lebih kecil dari 10. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat
gejala multikolinieritas dari model regresi yang dibuat, sehingga model tersebut
layak digunakan untuk memprediksi.
3) Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain, menurut Ghozali (2002) model regresi yang baik adalah yang tidak
mengandung gejala heteroskedastisitas atau mempunyai varian yang homogen.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas digunakan model gletjser.
Model ini dilakukan dengan nilai meregresikan nilai absolute ei dengan varian
bebas. Jika tidak ada satupun variabel bebas yag berpengaruh signifikan terhadap
variabel terikat (nilai absolut ei), maka tidak ada heteroskedastisitas. Hasil
pengijuan hetroskedastisitas dengan menggunakan program SPSS yang dapat
dilihat pada Tabel 5.13
Tabel 5.13 Uji Heteroskedastisitas
Variabel t hitung Sig. t Ket X -295 0,769 tidak heteroskedastis Y1 -1586 0,115 tidak heteroskedastis
Sumber : Lampiran 9, 2011
Berdasarkan Tabel 5.13 terlihat bahwa tidak ada pengaruh variael bebas (X dan
Y) terhadap absolut residual, baik secara serempak maupun parsial. Dengan
demikian model yang dibuat tidak mengandung gejala heteroskedastisitas,
sehingga layak digunakan untuk memprediksi.
94
5.2.6 Hasil Analisis Faktor Konfirmatori
Metode statistik yang digunakan untuk menguji validitas konstruk dari
analisis faktor adalah dengan melihat korelasi KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) atau
Bartlett’s test. Besarnya KMO minimal 0,5 dan jika nilai KMO dibawah 0,5 maka
analisis faktor tidk bisa digunakan. Disamping itu, faktor yang dipertimbangkan
bermakna bilamana eigen value lebih besar dari satu (λ > 1) dan varian
kumulatifnya minimal 60 persen untuk penelitian – penelitian ilmu sosial (Hair,
1995) seperti terlihat pada Tabel 5.14
Tabel 5.14 Nilai Validitas Konstruk
Nilai Validtas Cut-off Value KMO (Kaiser Mayer Olkin) > 0,50
X2 (Chi Square) Diharapkan besar Significance Probability < 0,05
Eigen value >1,00Varians Kumulatif > 60 persen
Anti Image > 0,50 Sumber : Hair, 1995 (diringkas)
Berdasarkan hasil analisis faktor konfirmatori yang disajikan pada
lampiran 7 dapat dijelaskan seperti berikut.
1) Motivasi
a. Motif
KMO (Kaise-Mayer-Olkin) = 0,634
X2 (Chi-Square) = 189,074
Significance Probability = 0,000
Eigen Value = 2,526
Varians Kumulatif = 63,138 persen
95
Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa KMO sebesar 0,634 lebih
besar dari 0,5 dengan chi square 189,074 dan signifikan probability 0,000 < 0,05
maka analisis faktor ini bisa digunakan. Disamping itu, faktor Motif bermakna
dari eigen value sebesar 2,526 > 1,00 dan varian kumulatif lebih besar dari 60
persen yaitu sebesar 63,138 persen.
Tabel 5.15
Anti Image Faktor Motif
Variabel MSA Keterangan X1.1 0,617 ValidX1.2 0,634 Valid X1.3 0,678 Valid X1.4 0,622 Valid
Sumber : Lampiran 7, 2011
Berdasarkan Tabel 5.15 menunjukkan bahwa MSA seluruh variabel faktor
motif memiliki nilai lebih besar dari 0,50 dan semua syarat terpenuhi maka dapat
disimpulkan bahwa keempat indikator variabel tersebut valid membentuk motif.
b. Harapan
KMO (Kaise-Mayer-Olkin) = 0,755
X2 (Chi-Square) = 168,171
Significance Probability = 0,000
Eigen Value = 2,550
Varians Kumulatif = 63,753 persen
Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa KMO sebesar 0,755 lebih
besar dari 0,5 dengan chi square 168,171 dan signifikan probability 0,000 < 0,05
maka analisis faktor ini bisa digunakan. Disamping itu, faktor harapan bermakna
96
dari eigen value sebesar 2,550 > 1,00 dan varian kumulatif lebih besar dari 60
persen yaitu sebesar 63,753 persen.
Tabel 5.16
Anti Image Faktor Harapan
Variabel MSA Keterangan X2.1 0,827 Valid X2.2 0,711 Valid X2.3 0,785 Valid X2.4 0,731 Valid
Sumber : Lampiran 7, 2011
Berdasarkan Tabel 5.16 menunjukkan bahwa MSA seluruh variabel faktor
harapan memiliki nilai lebuh besar dari 0,50 dan semua syarat terpenuhi maka
dapat disimpulkan bahwa keempat indikator variabel tersebut valid membentuk
harapan.
c. Insentif
KMO (Kaise-Mayer-Olkin) = 0,645
X2 (Chi-Square) = 112,340
Significance Probability = 0,000
Eigen Value = 2,069
Varians Kumulatif = 68,951 persen
Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa KMO sebesar 0,645 lebih
besar dari 0,5 dengan chi square 112,340 dan signifikan probability 0,000 < 0,05
maka analisis faktor ini bisa digunakan. Disamping itu, faktor insentif bermakna
dari eigen value sebesar 2,069 > 1,00 dan varian kumulatif lebih besar dari 60
persen yaitu sebesar 68,951 persen.
97
Tabel 5.17 Anti Image Faktor Insentif
Variabel MSA Keterangan X3.1 0,737 Valid X3.2 0,642 Valid X3.3 0,600 Valid
Sumber : Lampiran 7, 2011
Berdasarkan Tabel 5.17 menunjukkan bahwa MSA seluruh variabel faktor
insentif memiliki nilai lebuh besar dari 0,50 dan semua syarat terpenuhi maka
dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator variabel tersebut valid membentuk
insentif.
2). Kepuasan
a. Kompensasi
KMO (Kaise-Mayer-Olkin) = 0,754
X2 (Chi-Square) = 142,952
Significance Probability = 0,000
Eigen Value = 2,441
Varians Kumulatif = 61,016 persen
Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa KMO sebesar 0,754 lebih
besar dari 0,5 dengan chi square 142,952 dan signifikan probability 0,000 < 0,05
maka analisis faktor ini bisa digunakan. Disamping itu, factor kompensasi
bermakna dari eigen value sebesar 2,441 > 1,00 dan varian kumulatif lebih besar
dari 60 persen yaitu sebesar 61,016 persen.
98
Tabel 5.18 Anti Image Faktor Kompensasi
Variabel MSA Keterangan Y1.11 0,758 Valid Y1.12 0,706 Valid Y1.13 0,825 Valid Y1.14 0,757 Valid
Sumber : Lampiran 7, 2011
Berdasarkan Tabel 5.18 menunjukkan bahwa MSA seluruh variabel faktor
kompensasi memiliki nilai lebuh besar dari 0,50 dan semua syarat terpenuhi maka
dapat disimpulkan bahwa keempat indikator variabel tersebut valid membentuk
kompensasi.
b. Komunikasi
KMO (Kaise-Mayer-Olkin) = 0,500
X2 (Chi-Square) = 53,626
Significance Probability = 0,000
Eigen Value = 1,592
Varians Kumulatif = 79,579 persen
Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa KMO sebesar 0,500 lebih
besar dari 0,5 dengan chi square 53,626 dan signifikan probability 0,000 < 0,05
maka analisis faktor ini bisa digunakan. Disamping itu, faktor komunikasi
bermakna dari eigen value sebesar 1,592 > 1,00 dan varian kumulatif lebih besar
dari 60 persen yaitu sebesar 79,579 persen.
99
Tabel 5.19 Anti Image Faktor Komunikasi
Variabel MSA Keterangan Y1.21 0,500 Valid Y1.22 0,500 Valid
Sumber : Lampiran 7, 2011
Berdasarkan Tabel 5.19 menunjukkan bahwa MSA seluruh variabel faktor
komunikasi memiliki nilai lebih besar dari 0,50 dan semua syarat terpenuhi maka
dapat disimpulkan bahwa kedua indikator variabel tersebut valid membentuk
komunikasi.
c. Kondisi Kerja
KMO (Kaise-Mayer-Olkin) = 0,647
X2 (Chi-Square) = 100,949
Significance Probability = 0,000
Eigen Value = 2,031
Varians Kumulatif = 67,691 persen
Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa KMO sebesar 0,647 lebih
besar dari 0,5 dengan chi square 100,949 dan signifikan probability 0,000 < 0,05
maka analisis faktor ini bisa digunakan. Disamping itu, faktor kondisi kerja
bermakna dari eigen value sebesar 2,031 > 1,00 dan varian kumulatif lebih besar
dari 60 persen yaitu sebesar 67,691 persen.
Tabel 5.20 Anti Image Faktor Kondisi Kerja
Variabel MSA Keterangan Y1.31 0,603 Valid Y1.32 0,695 Valid Y1.33 0,669 Valid
Sumber : Lampiran 7, 2011
100
Berdasarkan Tabel 5.20 menunjukkan bahwa MSA seluruh variabel faktor
kondisi kerja memiliki nilai lebih besar dari 0,50 dan semua syarat terpenuhi
maka dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator variabel tersebut valid
membentuk kondisi kerja.
3) Kualitas pelayanan
a. Tangibles
KMO (Kaise-Mayer-Olkin) = 0,500
X2 (Chi-Square) = 14,706
Significance Probability = 0,000
Eigen Value = 1,334
Varians Kumulatif = 66,689 persen
Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa KMO sebesar 0,500 lebih
besar dari 0,5 dengan chi square 14,706 dan signifikan probability 0,000 < 0,05
maka analisis faktor ini bisa digunakan. Disamping itu, faktor berwujud
(tangibles) bermakna dari eigen value sebesar 1,334 > 1,00 dan varian kumulatif
lebih besar dari 60 persen yaitu sebesar 66,689 persen.
Tabel 5.21 Anti Image Faktor Tangible
Variabel MSA Keterangan Y2.11 0,500 Valid Y2.12 0,500 Valid
Sumber : Lampiran 7, 2011
Berdasarkan Tabel 5.21 menunjukkan bahwa MSA seluruh variabel faktor
tangibles memiliki nilai lebih besar dari 0,50 dan semua syarat terpenuhi maka
101
dapat disimpulkan bahwa kedua indikator variabel tersebut valid membentuk
tangible.
b. Reliability
KMO (Kaise-Mayer-Olkin) = 0,632
X2 (Chi-Square) = 57,842
Significance Probability = 0,000
Eigen Value = 1,802
Varians Kumulatif = 60,067 persen
Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa KMO sebesar 0,632 lebih
besar dari 0,5 dengan chi square 57,842 dan signifikan probability 0,000 < 0,05
maka analisis faktor ini bisa digunakan. Disamping itu, faktor reliability
bermakna dari eigen value sebesar 1,802 > 1,00 dan varian kumulatif lebih besar
dari 60 persen yaitu sebesar 60,067 persen.
Tabel 5.22 Anti Image Faktor Reliability
Variabel MSA Keterangan Y2.21 0,676 Valid Y2.22 0,597 Valid Y2.23 0,644 Valid
Sumber : Lampiran 7, 2011
Berdasarkan Tabel 5.22 menunjukkan bahwa MSA seluruh variabel faktor
reliability memiliki nilai lebih besar dari 0,50 dan semua syarat terpenuhi maka
dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator variabel tersebut valid membentuk
reliability.
102
c. Responsives
KMO (Kaise-Mayer-Olkin) = 0,622
X2 (Chi-Square) = 80,737
Significance Probability = 0,000
Eigen Value = 1,916
Varians Kumulatif = 63,873 persen
Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa KMO sebesar 0,622 lebih
besar dari 0,5 dengan chi square 80,737 dan signifikan probability 0,000 < 0,05
maka analisis faktor ini bisa digunakan. Disamping itu, faktor responsive
bermakna dari eigen value sebesar 1,916 > 1,00 dan varian kumulatif lebih besar
dari 60 persen yaitu sebesar 63,873 persen.
Tabel 5.23 Anti Image Faktor Responsives
Variabel MSA Keterangan Y2.31 0,692 Valid Y2.32 0,626 Valid Y2.33 0,584 Valid
Sumber : Lampiran 7, 2011
Berdasarkan Tabel 5.23 menunjukkan bahwa MSA seluruh variabel faktor
responsives memiliki nilai lebih besar dari 0,50 dan semua syarat terpenuhi maka
dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator variabel tersebut valid membentuk
responsive.
d. Asssurance
KMO (Kaise-Mayer-Olkin) = 0,500
X2 (Chi-Square) = 8,974
Significance Probability = 0,003
103
Eigen Value = 1,264
Varians Kumulatif = 63,186 persen
Berdasarkan hasil diatas menunjukkan bahwa KMO sebesar 0,500 lebih
besar dari 0,5 dengan chi square 8,974 dan signifikan probability 0,003 < 0,05
maka analisis faktor ini bisa digunakan. Disamping itu, faktor assurance
bermakna dari eigen value sebesar 1,264 > 1,00 dan varian komulatif lebih besar
dari 60 persen yaitu sebesar 63,186 persen
Tabel 5.24 Anti Image Faktor Assurance
Variabel MSA Keterangan Y2.41 0,500 Valid Y2.42 0,500 Valid
Sumber : Lampiran 7, 2011
Berdasarkan Tabel 5.24 menunjukkan bahwa MSA seluruh variabel faktor
assurance memiliki nilai lebih besar dari 0,50 dan semua syarat terpenuhi maka
dapat disimpulkan bahwa kedua indikator variabel tersebut valid membentuk
assurance.
5.2.7 Pengujian Model (Path Analysis)
Pengujian data dilakukan dengan analisis jalur (path analysis), yaitu
menguji pola hubungan yang mengungkap pengaruh variabel dengan atau
seperangkat veriabel terhadap variabel lainnya, baik pengaruh langsung maupun
pengaruh tidak langsung. Analisis ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut.
104
1 Langkah Pertama
Langkah pertama dalam analisis jalur adalah merancang model
berdasarkan konsep dan teori, secara teoritis.
1) Variabel motivasi (X) berpengaruh signifikan secara langsung terhadap
kepuasan kerja karyawan (Y1) PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.
2) Variabel motivasi (X) berpengaruh signifikan secara langsung terhadap
kualitas pelayanan karyawan (Y2) PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.
3) Variabel kepuasan kerja (Y1) berpengaruh signifikan secara langsung
terhadap kualitas pelayanan karyawan (Y2) PT. PLN (Persero) Distribusi
Bali.
Gambar 5.1 Model Analisis Jalur
Model tersebut juga dapat dinyatakan dalam bentuk persamaaan
struktural sehingga membentuk sistem persamaan pada rumus (2) dan (3) di
bab sebelumnya.
p1 P3
P2
e1
Kepuasan Kerja (Y1)
Motivasi (X)
Kualitas Pelayanan (Y2)
e2
105
2 Langkah Kedua
Melakukan pemeriksaan terhadap asumsi yang melandasi analisis jalur,
yaitu hubungan antar variabel adalah linier dan aditif. Model yang digunakan
rekrusif yaitu sistem aliran kausal satu arah, sedangkan model resiprokal atau
aliran kausal yang dua arah (bolak-balik) tidak dapat dianalisis. Penilaian
terhadap asumsi tersebut dapat digambarkan seperti terlihat pada diagram path
berikut.
Gambar 5.2 Penggambaran Asumsi Analisis Jalur
Berdasarkan gambar maka hubungan antar variabel adalah linier, yaitu sistem
aliran ke satu arah, tidak ada variabel endogen yang mempunyai pengaruh
bolak balik.
3 Langkah Ketiga
Langkah ketiga didalam analisis jalur adalah pendugaan parameter atau
perhitungan koefisien path. Untuk pendugaan parameter dilakukan dengan
p1 p3
p4
p2
e1
Kepuasan Kerja (Y1)
Motivasi (X)
Kualitas Pelayanan (Y2)
e2
p1
p2
p3
106
analisis regresi melalui software SPSS 15.0 for windows. Hasil dari analisis
substruktur persamaan disjikan pada lampiran dan dilaporkan sebagai berikut.
Summary dan Koefisien Jalur 1
Substruktur 1
Y1 = α + β1 X + e1
Y1 = 0,472 + 0,765 X
Std Error = 0,171 0,047
Thitung = 2, 756 16,125
Beta = 0,822
Fhitung = 260,003
Sig. Fhitung = 0,000
R2 = 0,675
Error Term (e1) = 21 R−
= 0,675 - 1
= 0,325
= 0,570
Summary dan Koefisien Jalur 2
Substruktur 2
Y2 = α + β2 X + β3 Y1 + e2
Y2 = 0,572 + 0,631 X + 0,105 Y1
Std error = 0,174 0,082 0,088
Thitung = 3,282 7,658 2,092
Beta = 0,673 0,184
107
Fhitung = 137,596
Sig. Fhitung = 0,000
R2 = 0,689
Error Term (e2) = 21 R−
= 0,689 - 1
= 0,311
= 0,558
Berdasarkan Summary dan Koefisein jalur 1 dan 2 maka dapat diketahui
besarnya pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh total
antar variabel. Perhitungan pengaruh antar variabel adalah sebagai berikut.
1 Pengaruh Langsung
a) Pengaruh langsung variabel motivasi terhadap variabel kepuasan
kerja dapat dilihat dari nilai beta atau standardized coefficient
adalah
X Y1 = p1 = 0,822
b) Pengaruh langsung variabel motivasi terhadap variabel kualitas
pelayanan dapat dilihat dari nilai beta atau standardized coefficient
adalah
X Y2 = p2 = 0,673
c) Pengaruh langsung variabel kepuasan kerja terhadap variabel
kualitas pelayanan dapat dilihat dari nilai beta atau standardized
coefficient adalah
Y1 Y2 = p3 = 0,184
108
2 Pengaruh Tidak Langsung
Pengaruh variabel motivasi terhadap variabel kualitas pelayanan
melalui variabel kepuasan kerja PT. PLN (Persero) Distribusi Bali
dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
X Y1 Y2 = (p1 x p3)
= (0,822 x 0,184)
= 0,151
Nilai sebesar 0,151 memiliki arti bahwa pengaruh tidak langsung
motivasi terhadap kualitas pelayanan melalui variabel kepuasan kerja
karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali adalah sebesar 0,151 atau
15,1 persen.
3 Pengaruh Total
Pengaruh total diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan
rumus berikut.
Total Effect = pengaruh langsung + pengaruh tidak langsung
= p2 + (p1 x p3)
= 0,673 + (0,822 x 0, 184)
= 0,673 + 0,151
= 0,824
Pengaruh total motivasi terhadap kepuasan kerja dan kualitas
pelayanan karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Bali adalah sebesar
0,824 atau 82,4 persen.
109
4 Langkah keempat
Langkah keempat dalam analisis jalur adalah melakukan pemeriksaan
terhadap validitas model. Terdapat dua indikator untuk melakukan
pemeriksaan validitas model yaitu koefisien determinasi total dan theory
trimming yang hasilnya dapat disajikan sebagai berikut.
1) Hasil Koefisien Detereminasi total
R2m = 1 – (e1)2 (e2)2
R2m = 1 – (0,570)2 (0,558)2
R2m = 0,899
Berdasarkan hasil perhitungan rumus koefisien determinasi total maka
diperoleh bahwa keragaman data yang didapat dijelaskan oleh model
adalah sebessar 89,9 persen atau dengan kata lain informasi yang
terkandung dalam data sebesar 89,9 persen dapat dijelaskan oleh model,
sedangkan sisanya yaitu 10,1 persen dijelaskan oleh variabel lain (tidak
terdapat dalam model) dan error.
2) Theory Trimimng
Pendekatan ini dilkukan dengan membuang jalur – jalur yang non
signifikan agar memperoleh model yang benar – benar didukung oleh
data empiris. Uji validasi untuk setiap pengaruh langsung adalah sama
dengan regresi, menggunakan level of significant (sig). Sebuah model
menghasilkan bentuk hubungan yang valid dengan nilai level of
significant (sig) < 0,05. Level of significant (sig) masing-masing variabel
adalah.
110
Substruktur 1
X = 0,000 < 0,05
Subtruktur 2
X = 0,000 < 0,05
Y1 = 0,039 < 0,05
Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa seluruh jalur yang
dibangun dalam model konstruk sebelumnya dinyatakan valid dan sahih.
Gambar 5.3
Validasi Model Gambar Jalur Akhir
Sumber : Data diolah, 2011 5 Langkah kelima
Langkah kelima dalam analisis jalur adalah melakukan interpretasi
terhadap hasil penelitian.
e 1 = 0,570
Kepuasan Kerja (Y1)
Motivasi (X)
Kualitas Pelayanan (Y2)
p1 = 0,822 p3 = 0,184
p4 = 0,151
P2 = 0,673
e 2 = 0,558
111
1) Pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja
Hipotesis
H0 : Tidak ada pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja
H1 : Terdapat pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja
Kriteria uji
Jika sig penelitian (t) < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima
Jika sig penelitian (t) > 0,05 maka H1 ditolak dan H0 diterima
Hasil perhitungan pada lampiran 8 menunjukkan taraf signifikansi
sebesar 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti
terdapat pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja. Besar pengaruh
yang diperoleh adalah 0,822. Angka ini menunjukkan bahwa motivasi
memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan sebsar 82,2 persen,
sedangkan sisanya 17,8 persen dipengaruhi oleh faktor diluar model.
Berpengaruh signifikan dapat diartikan bahwa apabila motivasi diberikan
dengan lebih baik maka karyawan akan merasa puas dalam bekerja pada
PT. PLN (Persero) Distribusi Bali.
2) Pengaruh motivasi terhadap kualitas pelayanan
Hipotesis
H0 : Tidak ada pengaruh motivasi terhadap kualitas pelayanan
H1 : Terdapat pengaruh motivasi terhadap kualitas pelayanan
Kriteria uji
Jika sig penelitian (t) < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima
Jika sig penelitian (t) > 0,05 maka H1 ditolak dan H0 diterima
112
Hasil perhitungan pada lampiran 8 menunjukkan taraf signifikansi
sebesar 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini
berartiterdapat pengaruh motivasi terhadap kualitas pelayanan. Besar
pengaruh yang diperoleh adalah 0,673. Angka ini menunjukkan bahwa
motivasi memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan
sebsar 67,3 persen, sedangkan sisanya 32,7 persen dipengaruhi oleh
faktor diluar model. Berpengaruh signifikan dapat diartikan bahwa
apabila motivasi diberikan dengan baik maka karyawan akan
meningkatkan kualitas pelayanan dalam bekerja pada PT. PLN (Persero)
Distribusi Bali.
3) Pengaruh kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan
Hipotesis
H0 : Tidak ada pengaruh kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan
H1 : Terdapat pengaruh kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan
Kriteria uji
Jika sig penelitian (t) < 0,05 maka H0 ditolak dan H1diterima
Jika sig penelitian (t) > 0,05 maka H1 ditolak dan H0 diterima
Hasil perhitungan pada lampiran 8 menunjukkan taraf signifikansi
sebesar 0,039 < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti
terdapat pengaruh kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan karyawan
pada PT. PLN (Persero) Distribusi Bali. Besar pengaruh yang diperoleh
adalah 0,184. Angka ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja memiliki
pengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan karyawan sebesar 18,4
113
persen, sedangkan sisanya 81,6 persen dipengaruhi oleh faktor diluar
model. Berpengaruh signifikan dapat diartikan bahwa apabila karyawan
merasa puas maka kualitas pelayanannya pun akan meningkat.
5.3 Pembahasan
5.3.1 Pengaruh Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
Variabel motivasi dibentuk oleh tiga indikator yaitu motif, harapan, dan
insentif menunjukkan telah dikelola dengan baik sehingga memberikan kontribusi
yang bermakna terhadap kepuasan kerja karyawan, namun untuk lebih
meningkatkan kepuasaan yang lebih baik lagi menurut penilaian karyawan perlu
mendapat perhatian dalam hal pengembangan karir, keamanan dalam bekerja,
suasana kerja, kebijakan promosi oleh pimpinan.
Hasil analisis data secara statistik membuktikan bahwa terdapat pengaruh
signifikan secara langsung antara motivasi terhadap kepuasan kerja yang
ditunjukkan dengan nilai standardized direct effect sebesar 0,822. Penelitian ini
menemukan pengaruh signifikan secara langsung antara motivasi terhadap
kepuasan kerja karyawan. Ini berarti bahwa semakin baik pemberian motivasi
maka semakin tinggi pula kepuasan kerja karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi
Bali. Demikian sebaliknya, apabila pemberian motivasi tidak dilakukan, maka
akan menimbulkan ketidakpuasan karyawan.
Hal ini relevan dengan pendapat (Hasibuan, 2007), mengartikan motivasi
adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang
agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala
daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Dalam teori motivasi Two Factor dari
114
Frederick Herzberg mengemukakan bahwa ada dua faktor yang dapat
memberikan kepuasan dalam bekerja yaitu faktor dissatisfiers (gaji, kebijakan
perusahaan, status, relasi antar personal) dan faktor satisfiers (prestasi,
penghargaan, promosi, lingkungan kerja, pekerjaan itu sendiri). Kepuasan kerja
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : kerja yang menantang, ganjaran yang
pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung, kesesuaian
pribadi dengan pekerjaan (Robbins, 2006). Menurut Luthan (2006) beberapa
faktor utama yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja diantaranya pekerjaan itu
sendiri, gaji, promosi, kondisi kerja yang kesemuanya itu ada di dalam pemberian
motivasi. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Bodur (2002),
Matthews (2006), Borzaga (2006) bahwa motivasi berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan kerja.
5.3.2 Pengaruh Motivasi terhadap Kualitas Pelayanan Karyawan
Hasil analisis data secara statistik membuktikan bahwa terdapat pengaruh
signifikan secara langsung motivasi terhadap kualitas pelayanan karyawan yang
ditunjukkan dengan nilai standardized direct effect sebesar 0,673. Penelitian ini
menemukan pengaruh signifikan secara langsung antara motivasi terhadap
kualitas pelayanan karyawan. Ini berarti bahwa semakin baik motivasi karyawan
maka peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan karyawan PT. PLN (Persero)
Distribusi Bali menjadi lebih baik pula. Demikian sebaliknya, apabila motivasi
karyawan rendah, maka kualitas pelayanan yang dihasilkan akan rendah pula.
Selain itu untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan karyawan
115
perlu mendapat perhatian dalam hal kesamaan dalam berkarir, promosi, dan
suasana kerja yang baik.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Ariani (2003) pencapaian total kualitas
memerlukan delapan elemen diantaranya terdapat faktor kepemimpinan dan
manajer puncak dalam memberikan dukungan, komunikasi yang efektif,
pemberian reward and punisment yang kesemuanya itu terdapat dalam pemberian
motivasi. Sedangkan (Sedarmayanti, 2001) mendefinisikan, “motivasi sebagai
keseluruhan proses pemberian motif kerja kepada para bawahan, sehingga mereka
mau bekerja dengan ikhlas demi untuk tercapainya tujuan organisasi dengan
efektif dan efisien”. Dalam hal ini tujuan organisasi atau perusahaan adalah
tercapainya program WCS (World Class Service). Oleh karena itu motivasi
mempunyai peran penting dalam tercapainya dan meningkatkan kualitas
pelayanan yang diberikan karyawan kepada pelanggan. Hal ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya oleh Melia (2006), Rahayu (2008), Li (2004) bahwa
motivasi berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan karyawan.
5.3.3 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kualitas Pelayanan Karyawan
Variabel kepuasan kerja dibentuk oleh tiga indikator yaitu kompensasi,
komunikasi, dan kondisi kerja menunjukkan telah dikelola dengan baik sehingga
memberikan kontribusi yang bermakna terhadap kualitas pelayanan yang
diberikan karyawan, namun untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan yang
lebih baik lagi menurut penilaian karyawan perlu mendapat perhatian dalam hal
kesesuaian tunjangan dan bonus serta hubungan yang harmonis dengan rekan
sekerja.
116
Hasil analisis data secara statistik membuktikan bahwa terdapat pengaruh
signifikan secara langsung antara kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan
karyawan yang ditunjukkan dengan nilai standardized direct effect sebesar 0,184.
Penelitian ini menemukan pengaruh signifikan secara lagsung antara kepuasan
kerja karyawan terhadap kualitas pelayanan keryawan. Ini berarti bahwa semakin
tinggi kepuasan kerja seorang karyawan, maka akan semakin baik pula kualitas
pelayanan yang diberikannya.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan karyawan pihak
manajemen harus senantiasa memperhatikan faktor yang mendorong karyawan
bekerja dengan produktif, salah satunya yaitu memperhatikan kepuasan kerja
karyawan. Dengan memperhatikan faktor kepuasan kerja karyawan maka
karyawan dalam bekerja akan senantiasa disertai dengan perasaan senang dan
tidak terpaksa serta mempunyai semangat kerja yang tinggi. Hal ini relevan
dengan pendapat Handoko (2001) kepuasan kerja mencerminkan perasaan
seseorang terhadap pekerjaanya. Hasibuan (2007) karyawan yang mendapatkan
kepuasaan kerja akan melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik. Ketika seorang
karyawan merasakan kepuasan dalam bekerja maka seorang karyawan akan
berupaya semaksimal mungkin menyelesaikan pekerjaannya, yang akhirnya akan
menghasilkan kualitas pelayanan yang tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian
sebelumnya oleh Andy H (2006), Anggraeni (2008), Bellou (2006), Melia (2006),
bahwa kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan
karyawan.
117
5.3.4 Pengaruh tidak langsung Motivasi Kerja terhadap Kualitas Pelayanan melalui Kepuasan Kerja Karyawan Hasil analisis data secara statistik membuktikan bahwa terdapat pengaruh
signifikan secara tidak langsung antara motivasi terhadap kualitas pelayanan
melalui kepuasan kerja yang ditunjukkan dengan nilai standardized indirect effect
sebesar 0,151. Penelitian ini menemukan pengaruh signifikan secara tidak
langsung antara motivasi terhadap kualitas pelayanan melalui kepuasan kerja
karyawan. Pengaruh dalam bentuk tidak langsung dapat dikatakan sebagai
pengaruh variabel motivasi terhadap kualitas pelayanan karyawan melalui
kepuasan kerja Ini berarti pemberian motivasi akan memberikan kepuasan kerja
sehingga meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan karyawan PT. PLN
(Persero) Distribusi Bali kepada pelanggan.
Hal ini relevan dengan pendapat dari Handoko (2001) dan Hasibuan
(2007), jadi motivasi adalah dorongan dari dalam diri karyawan untuk memenuhi
kebutuhan yang stimulasi berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai
rasa puas, kemudian diimplementasikan kepada orang lain untuk memberikan
pelayanan yang baik kepada pelanggan. Oleh karena itu motivasi mempunyai
peran yang penting dalam mencapai kepuasan kerja pada karyawan dan dalam
meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan karyawan kepada pelanggan.
118
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat dirumuskan
beberapa simpulan sebagai berikut.
1) Motivasi berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kepuasan kerja.
2) Motivasi berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kualitas
pelayanan karyawan.
3) Kepuasan kerja berpengaruh signifikan secara langsung terhadap kualitas
pelayanan karyawan.
6.2 Saran
Berdasarkan temuan penelitian, maka dapat dikemukakan beberapa saran
dalam rangka meningkatkan kepuasan kerja yang mengarah pada peningkatan
kualitas pelayanan yang diberikan karyawan.
1) Motivasi ditingkatkan dengan cara mengefektifkan peran pimpinan dalam
memberikan arahan, bimbingan, petunjuk serta evaluasi berkenaan
pelaksanaan tugas dan pekerjaan, sehingga dapat diwujudkan kondusivitas
di tempat kerja. Pada sisi lainnya, ganjaran (reward and punisment) yang
didasarkan pada hasil kerja karyawan maupun pengembangan karier perlu
diperhatikan dengan baik oleh manajamen, sehingga nantinya karyawan
118
119
dapat terpuaskan akan hasil kerjanya dan mengarah pada peningkatan
kualitas pelayanan yang dihasilkan.
2) Kepuasan kerja karyawan lebih ditingkatkan dengan pemberian bonus
antara pimpinan dan bawahan tidak terlalu jauh kesenjangannya serta
kondisi kerja yang nyaman maupun komunikasi yang terjalin antara atasan
dan bawahan serta antar sesama karyawan.
3) Untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan kelengkapan sarana dan
prasana penunjang perlu diperhatikan seperti perlengkapan keamanan
(safety work) agar karyawan merasa aman dan nyaman dalam bekerja.
120
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, Ngurah, dan Yohanes Sukrislismono. 2005. To Be Word Class Service (Proses Metamorfosis PLN Distribusi Bali). Denpasar: Penerbit Jala.
Arawati Agus 2007. Exploratory Study of Service Quality in The Malaysian Public Service Sector. Faculty of Economics and Business by National University of Malaysia from:http://proquest.umi.com/pqdweb.
Ariani, Dorothea Wahyu. 2003. Manajemen Kualitas Pendidikan Sisi Kualitatif. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Arianto. 2004. Pengaruh Promosi, Tindakan Supervisi, Upah Dan Tipe Personalitas Terhadap Kinerja dan Keinginan Berpindah Kerja Staf Auditor Melalui Kepuasan Kerja: Studi Pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya. Tesis. Magister Manajemen Universitas Airlangga Surabaya.
As'ad, M. 2001. Psikologi Industri: Seri Sumber Daya Manusia. Edisi Keempat. Cetakan Keenam. Yogyakarta: Liberty.
Bellou, Victoria. 2006. Enhancing Service Quality in a Hospital Setting. Macedona of University. ProQuest. 2007.
Borzago, Tortia. 2006. Worker Motivations, Job Satisfaction, and Loyality in Public and Nonprofit Social Services. Pro Quest ABI/INFROM 9R) Research.
Curral. S.C. 2005. Pay Satisfaction and Outcome Organization. Psychologi Journal. Vol. 58; pp. 613-640.
Dessler, Gary. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi kesembilan. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia.
Dierdorff, Erich;Robert S.Rubin. 2007. Carelessness and Discriminality In Work Role Requirment Judgements : Influences of Role Ambiguity and Cognitive Complexity. ProQuest Psychology Journal. Chigago : De Paul University.
Ghozali, Imam. 2002. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Edisi Kedua. Semarang: Bagian Penerbit Universitas Diponogoro.
_______. 2004. Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi dengan AMOS Ver.5.0. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
120
121
Gieter et al. 2006. Dimensionality Of The Pay Satisfaction Questionnaire : A Validation Study In Belgium. Psychological Report. Belgium : Vrijee Universiteit Brussel.
Gorda, I Gusti Ngurah. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Ketiga. Denpasar : Astabrata Bali.
Hair, J.F., Anderson, RE., Tatham, R.L, Black, W.C. 1995. Multivariate Data Analysis (fourth ed.). New Jersey : Prentice-Hall.
Handoko, T,H. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : BPFE Press.
Hasibuan,SP,M. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Cetakan Kesepuluh. Jakarta: Bumi Aksara.
Irmin, Soejitno. 2004. Hand out Untuk Mengelola SDM. Cetakan Pertama. Yayasan : Seyma Media.
Istijanto. 2006. Riset Sumber Daya Manusia. edisi kedua. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka.
Kyoon Yoo, Dong. 2007. Perceived Service Quality: Analyzing Relationship Among Employees, Customer, and Financial Perfomance. Jeong Ah Park The International Journal of Quality & Reliability Manajemen. from:http://proquest.umi.com/pqdweb.
Lagas. 2005. Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kerja Perawat terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan pada Rumah Sakit Santo Borromeus Bandung. (Thesis) Program Magister Manajemen Universitas Wijaya Putra Surabaya.
Lee, Andy H. 2006. Meansuring Job Satisfaction in Residential Aged Care. Australia; School of Public Health, Curtin University (Online), (August 10,2007),
Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi Edisi 10. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2006. Evaluasi Kinerja SDM. Cetakan Kedua. Bandung : PT. Refika Aditama.
Martoyo, Susilo.2000.Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Keempat. Yogyakarta : BPFE
Maslow, A.H. 1970. Motivation and Personality. Harper and Row. New York.
122
Nawawi, Hadari.2001. Manajemen Sumber Daya Manusia (Untuk Bisnis yang Kompetitif). Yogyakarta. Penerbit Gadjah Mada University Press.
Prasetyo, Edhi; M. Wahyuddin. 2007. Pengaruh Kepuasan dan Motivasi Kerja terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Riyadi Selamet Palace di Surakarta. Publikasi Ilmiah. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Riduwan dan Engkos A. Kuncoro. 2007. Analisis Jalur (Path Analysis). Bandung : Penerbit Alfabeta.
_______. 2007. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung : Penerbit Alfabeta.
Rivai, Veithzal, dan Ahmad Fawzi Mohd. Basri. 2005. Perfomance Appraisal (Sistem yang Tepat untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
_______. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan dari Teori ke Praktek. Cetakan Pertama. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Robbins S,P. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Klaten : PT. Intan Sejati Klaten.
_______. 2003. Organizational Behavior. 9th edition. New Jersey: Prentice Hall.
Safari,Triantoro. 2004. Kepemimpinan. Cetakan pertama. Surabaya : CV. Graha Ilmu.
Santoso, Singgih. 2004. Buku Latihan SPSS Statistik Multivariate, Cetakan Ketiga, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.
Sarwono, Jonathan. 2007. Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS. Edisi pertama. Yogyakarta : CV. Andi Offset.
Schuler, Randall S. dan Jackson, Susan E, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Keenam. Jakarta Erlangga.
Sedarmayanti. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia : Reformasi Birokrasi
_______. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung. Penerbit Ilham Jaya.
Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business a Skilling-Building Approach Fourth Edition. New York: Jhon Wiley and Sons. Inc.
Siagian, P.Sondang. 2007. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara.
123
_______. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan ke-15. Jakarta : Bumi Aksara.
Simamora, Henry. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Kedua. Yogyakarta : STIE YKPN.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kesebelas. Bandung : CV. Alfabeta.
Suwandi. 2004. Pengaruh Kejelasan Peran dan Motivasi Kerja Terhadap Efektifitas Pelaksanaan Tugas Jabatan. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya.
Sweins, Christina; P. Kalmi. 2008. Pay Knowledge, pay Satisfaction and Employee Commitment: Evidence from Finnish Profit-Sharing Scheme. Human Resource Management Journal, Vol 18, No 4. Oxford, USA.
Syahrial, Hery. 2004. Analisis Korelasi Imbalan Finansial dengan Prestasi Kerja Karyawan PT. X Medan. Publikasi ilmiah.Universitas Sumatra Utara.
Taroreh, J. Johny. 2007. Kebijakan Manajemen Pelayanan Kesehatan yang berjudul Sistem Kompensasi dan Kepuasan Kerja Karyawan Strukturan di Politeknik Kesehatan Jayapura. Tesis. Universitas Sumatra Utara.
Terry, George. 1991. Prinsip – Prinsip Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.
Thoha, Miftah. 2006. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta : PT. Raja Grafindo Perkasa.
Tohardi, A. 2002. Pemahamam Praktis Sumber Daya Manusia. Bandung : Mandar Maju.
Umar, Husein. 2005. Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Cetakan Ketiga. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
_______. 2007. Metode Penelitian untun Skripsi dan Tesis Bisnis. Edisi Baru, 8. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Yoshie. 2008. Effect of Work Environment on Care Manager’s Role Ambiguity : An Exploratory Study in Japan. Care Management Journal Vol. 9 No 3; pp. 1-21. University of Tokyo, Japan
Yukl, Gary. 2005. Kepemimpinan dalam Organisasi. Edisi Kelima. Jakarta: Prenhallindo.
Zethaml, Valerie A. Parasuraman A. dan Leonard L. Berry. 2003. Delivering Quality Service. Balancing Customer Perceptions and Expection. The Free Press. New York