108547896 makalah-biokimia-hasil-perikanan

13
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Senyawa nitrogen merupakan senyawa organik yang memiliki peran penting dalam tubuh makhluk hidup. Kita ambil contoh asam amino, selain berperan dalam pembangunan sel sel tubuh yang sudah rusak, asam amino juga merupakan salah satu nutrien yang diperlukan dalam metabolisme. Senyawa nitrogen (asam amino) yang sudah diproses didalam tubuh, akan dikeluarkan dalam bentuk amonia dan urea. Begitulah skema sederhana tentang pentingnya peran senyawa organik di dalam tubuh kita. Seyawa nitrogen bisa dijumpai dalam bentuk protein (asam amino) dan senyawa non protein nitrogen. Yang masing-masingnya memiliki komponen ekstraktif yang berbeda. Begitu pula faktor-faktor yang mempengaruhi keduanya. Ikan dan shellfish adalah makhluk hidup yang memiliki nilai gizi protein yang tinggi, dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa ikan mengandung senyawa nitrogen yang banyak. Disamping itu ikan dan shellfish yang memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga serat-serat dagingnya tidak terlalu padat. Lumrahnya, semakin banyaknya kandungan protein dan air didalam tubuh akan menyebabkan cepatnya proses pembusukan beberapa saat setelah mati. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang mempengaruhi dari senyawa nitrogen dan adanya distribusi komponen nitrogen tersebut. Dan pada makalah ini, penulis bermaksud membahas beberapa hal tentang senyawa nitrogen tersebut. 1.2.Tujuan dan Manfaat Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Biokimia Hasil Perikanan. Dan adapun mengenai manfaatnya adalah agar mahasiswa mengerti dan memahami materi tentang karakteristik ekstraktif komponen non protein nitrogen ikan dan shell fish.

description

 

Transcript of 108547896 makalah-biokimia-hasil-perikanan

Page 1: 108547896 makalah-biokimia-hasil-perikanan

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Senyawa nitrogen merupakan senyawa organik yang memiliki peran penting

dalam tubuh makhluk hidup. Kita ambil contoh asam amino, selain berperan dalam

pembangunan sel sel tubuh yang sudah rusak, asam amino juga merupakan salah satu

nutrien yang diperlukan dalam metabolisme. Senyawa nitrogen (asam amino) yang

sudah diproses didalam tubuh, akan dikeluarkan dalam bentuk amonia dan urea.

Begitulah skema sederhana tentang pentingnya peran senyawa organik di dalam tubuh

kita.

Seyawa nitrogen bisa dijumpai dalam bentuk protein (asam amino) dan

senyawa non protein nitrogen. Yang masing-masingnya memiliki komponen ekstraktif

yang berbeda. Begitu pula faktor-faktor yang mempengaruhi keduanya.

Ikan dan shellfish adalah makhluk hidup yang memiliki nilai gizi protein yang

tinggi, dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa ikan mengandung senyawa nitrogen

yang banyak. Disamping itu ikan dan shellfish yang memiliki kandungan air yang cukup

tinggi sehingga serat-serat dagingnya tidak terlalu padat.

Lumrahnya, semakin banyaknya kandungan protein dan air didalam tubuh akan

menyebabkan cepatnya proses pembusukan beberapa saat setelah mati. Hal ini

disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang mempengaruhi dari senyawa nitrogen dan

adanya distribusi komponen nitrogen tersebut.

Dan pada makalah ini, penulis bermaksud membahas beberapa hal tentang

senyawa nitrogen tersebut.

1.2.Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok mata

kuliah Biokimia Hasil Perikanan. Dan adapun mengenai manfaatnya adalah agar

mahasiswa mengerti dan memahami materi tentang karakteristik ekstraktif komponen

non protein nitrogen ikan dan shell fish.

Page 2: 108547896 makalah-biokimia-hasil-perikanan

2

II. ISI DAN PEMBAHASAN

2.1. Karkteristik Komponen Ekstraktif Non Protein Nitrogen Pada Ikan dan Shellfish

Komponen eksraktif pada ikan dan shellfish menurut Konusu dan Yamaguchi

(1982) dan dibagi menjadi 2 yaitu : senyawa nitrogen, asam amino bebas, dan senyawa

non nitrogen,asam amino bebas, asam amino bebas, peptida dengan berat molekul

rendah, nukleotida, basa organik, dan senyawa nitrogen, asam organik, gula, dan

kontituen anorganik. Pada beberapa kasus anorganik komponen tidak termasuk

komponen ekstraktif nitrogen tetapi termasuk ekstraktif nonnitrogen.

Pada tubuh makhluk hidup, senyawa nitrogen dapat dijumpai dalam bentuk

protein dan juga non protein. Senyawa nonprotein nitrogen dalam tubuh makhluk hidup

dapat dijumpai berupa urea, amonia, asam urat, urea, dan kreatinin (Burhanuddin,

2012).

2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komponen Non Protein Nitrogen

Mutu produk perikanan dipengaruhi oleh faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik.

Seperti spesies, ukuran, jenis kelamin, komposisi, penanganan telur, keberadaan parasit,

racun, kontaminasi polutan, dan kondisi pembudidayaan merupakan faktor-faktor yang

mempengaruhi perubahan mutu intrinsik. Sifat-sifat biokimia daging ikan, seperti

rendahnya kadar kolagen, relatif tingginya kadar lemak tak jenuh serta komposisi

nitrogen terurai yang mempengaruhi otolisis, perkembangbiakan mikroba yang sangat

cepat, dan pembusukan. Ikan berlemak seperti sarden dan haring membusuk lebih cepat

dibandingkan ikan yang tidak berlemak. Ikan-ikan kecil yang diberi pakan terlalu banyak

sebelum penangkapan dapat mengalami pelunakan jaringan daging dan dapat menjadi

mudah rusak setelah ikan mati akibat otolisis. Ikan-ikan berukuran lebih besar memiliki

daya jual dan nilai yang lebih tinggi karena memiliki lebih banyak bagian yang dapat

dimakan dan tahan lebih lama.

Faktor-faktor ekstrinsik yang mempengaruhi mutu ikan tangkapan antara lain,

lokasi tangkapan, musim, metode penangkapan (jaring insang, tali tangan (handline), tali

panjang (longline)), atau perangkap, dan lain sebagainya. Penanganan ikan di atas kapal,

Page 3: 108547896 makalah-biokimia-hasil-perikanan

3

kondisi kebersihan kapal penangkap ikan, pemrosesan, dan kondisi penyimpanan.

Pengembangan produk perikanan bermutu tinggi dimulai dengan pertimbangan kondisi

hewan tersebut di dalam air, dampak stres lingkungan, kekurangan nutrisi, atau

perubahan-perubahan iklim pada mutu intrinsik dan pengaruh metode penangkapan

dalam keadaan yang alamiah.

Suhu dapat mempunyai dua pengaruh yang saling berlawanan terhadap aktivitas

enzim dan juga sebaliknya mendenaturasi protein enzim. Denaturasi protein enzim

dapat menyebabkan hilangnya aktivitas katalik dalam enzim. Hamper semua enzim

mempunyai aktivitas optimum pada suhu 30-400 C dan mulai terjadi denaturasi pada

suhu 50C. Sedangkan pada suhu antara 5-650C merupakan suhu kritis bagi enzim

(Suwetja, 2011).

Nurjanah et al (2004) dalam jurnalnya yang berjudul “Kemunduran Mutu Ikan

Nila Merah (Oreochromis Sp.) Selama Penyimpanan pada Suhu Ruang” menyatakan

bahwa Pada ikan mati, ATP akan cepat berubah menjadi ADP oleh enzim ATP-ase,

kemudian berubah menjadi AMP oleh enzim miokinase. Perubahan AMP menjadi IMP

dipengaruhi oleh enzim deaminase dan dari IMP menjadi inosin dipengaruhi oleh enzim

fosfatase. IMP (asam inosinat) dikenal sebagai penyambung rasa manis pada daging ikan.

Cita rasa yang ditimbulkan oleh asam inosinat (IMP) merupakan pengaruh kombinasi

dengan asam glutamat.

Menurut Rizal (2011), setelah ikan mati, ATP akan terdegradasi oleh enzim

endogenous yang menyebabkan pembentukan berturut-turut adenosin-5'-difosfat (ADP),

adenosin-5'-monophosphate (AMP), inosin-5'-monophosphate (IMP), inosin (Ino atau

HxR) dan hipoksantin (Hx) yang degradasi ke xanthine (X) dan uric acid (U). Degradasi

ATP sampai IMP sangat cepat, tetapi degradasi IMP relatif lambat,

Menurut Suwetja (2011), ATP setelah ikan tersebut mati yaitu sampai tingkat IMP

berlangsung dalam reaksi yang cepat, sedangkan penguraian IMP menjadi inosin dan

inosin menjadi hipoksantin kecepatan reaksinya berbeda menurut jenis ikan.

Berdasarkan kecepatan reaksinya tersebut, telah dibedakan ikan ke dalam tiga tipe,

yaitu:

Page 4: 108547896 makalah-biokimia-hasil-perikanan

4

1. Golongan ikan dengan hasil penguraian ATP yang terakumulasi pada tingkat

inosin.

2. Golongan ikan dengan hasil penguraian ATP yang terakumulasi pada tingkat

hipoksantin.

3. Golongan ikan antara tipe 1 dan tipe 2.

Tipe ini diberi istilah lain oleh peneliti jepang, Uchiyama pada tahun 1978. Ia

mengatakan bahwa jenis ikan pembentuk inosin, jenis ikan pembentuk hipoksantin. Jenis

ikan pembentuk inosin artinya penguraian ATP pada ikan tersebut hampir seluruhnya

terhenti pada tingkat inosin dalam jangka waktu yang relatif lama. Jenis ikan pembentuk

hipoksantin artinya penguraian ATP pada jenis ikan ini hampir seleruhnya berlangsung

sampai pada tingkat hipoksantin. Sedangkan jenis-jenis ikan pembentuk inosin dan

hipoksantin adalah jenis ikan di mana penguraian ATPnya sebagian terhenti pada inosin

dan sebagian lagi reaksinya berjalan terus sampai ke tingkat hipoksantin. Selanjutnya

mengatakan bahwa jenis ikan yang termasuk tipe pembentuk inosin, antara lain tuna,

cakalang, marlin, kembung, selar, ekor kuning, dan lain-lain. Kemudian jenis ikan yang

termasuk pembentuk hipoksantin antara lain salmon, halibut, buntek, dan lain-lain.

Menurut Suptijah et al (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Daya Hambat

Khitosan Terhadap Kemunduran Mutu Fillet Ikan Patin (Pangsius hypopthalmus) Pada

Penyimpanan Suhu Ruang” menyatakan bahwa, Pengujian organoleptik merupakan

metode pengujian yang menggunakan panca indera sebagai alat utama untuk menilai

mutu produk. Pengujian ini mempunyai peranan yang penting sebagai pendeteksian

awal dalam menilai mutu untuk mengetahui penyimpangan dan perubahan pada

produk. Penilaian secara organoleptik terhadap fillet ikan patin ini meliputi parameter

penampakan daging, tekstur, bau dan lendir di permukaan kulit fillet.

Pada ikan yang telah mati terdapat lima fase perubahan biokimiawi dalam

tubuhnya yaitu fase pre-rigor, rigor mortis, post-rigor, autolisis dan kerusakan. Dua fase

pertama dipengaruhi lamanya dan suhu penanganan ikan, sementara tiga fase terakhir

dipengaruhi terutama aktivitas enzim proteolitik yang menyebabkan kerusakan.

Kombinasi perubahan mekanis, autolisis, kimia dan bakteriologis menyebabkan

perubahan permanen menuju perubahan kualitas ikan yang tidak diinginkan. Kualitas

ikan merupakan konsep kompleks yang melibatkan berbagai macam faktor bagi

Page 5: 108547896 makalah-biokimia-hasil-perikanan

5

konsumen misalnya keamanan, kualitas gizi, ketersediaan, kenyamanan dan keutuhan

serta kesegaran. Teknik penanganan, pengolahan dan penyimpanan, termasuk waktu

dan suhu dapat mempengaruhi kesegaran dan kualitas produk. Selain itu, musim, kondisi

dan metode penangkapan juga mempengaruhi kualitas secara keseluruhan. Ini

merupakan karakteristik unik ikan sebagai komoditi yang sangat mudah rusak. Kesegaran

dan kualitas produk akhir, tergantung pada faktor-faktor biologis dan pengolahan yang

berbeda yang mempengaruhi berbagai tingkatan fisik, biokimia, mikrobiologi, kimia dan

perubahan post mortem pada ikan. Secara umum metode untuk menilai pembusukan

ikan diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama: metode sensori dan metode

instrumentasi (mikrobiologi, biokimia dan fisik). Namun pada praktiknya metode

pengujian kesegaran dibagi menjadi metode sensori, metode kimiawi dan metode

mikrobiologi. Kesegaran menjadi parameter kualitas yang paling sering ditemukan di

pasaran. Kesegaran ikan ini dapat dinilai dengan berbagai metode tetapi umumnya

berbiaya mahal, memakan waktu dan tidak mudah digunakan.

Temuan banyak peneliti mengungkapkan bahwa ada hubungan luar biasa antara

pH dan kesegaran ikan. Ini menunjukkan bahwa karakteristik fisik ini dapat digunakan

sebagai alat yang cocok untuk analisis dan evaluasi kesegaran ikan daripada metode

evaluasi sensori dengan ketidakpastian pengukurannya.

Keadaan segar dapat digambarkan dengan berbagai sifat melalui berbagai

indikator. Dengan demikian kesegaran dan kualitas produk akhir, tergantung pada

faktor-faktor biologis dan pengolahan yang berbeda mempengaruhi berbagai tingkatan

fisik, biokimia, mikrobiologi, kimia dan perubahan post mortem pada ikan. Pembusukan

Ikan dan Indikatornya Komposisi biokimia makanan (faktor intrinsik) dan hubungannya

dengan faktor ekstrinsik selama penyimpanan, memberikan sumbangsih yang signifikan

terhadap kesegaran dan sebagian kualitas karena kedua faktor tersebut menentukan

dan meningkatkan pertumbuhan awal mikroba. Berkaitan dengan ikan, karakteristik

yang melekat pada keberadaan komponen nitrogen non-protein, seperti trimetilamina-

oksida (TMAO), kreatin, metionin, asam amino bebas, cystine, histamin, carnosine, basa

nitrogen yang mudah menguap seperti urea terutama dalam tulang rawan ikan

mendukung pertumbuhan mikroba dan menghasilkan metabolit yang bertanggung

jawab untuk pembusukan ikan selama penyimpanan. Pembusukan ikan merupakan

Page 6: 108547896 makalah-biokimia-hasil-perikanan

6

fenomena berurutan yang dimulai segera setelah ikan ditangkap dandimatikan.

Kombinasi perubahan mekanis, autolisis, kimia dan bakteriologis menyebabkan

perubahan permanen, perubahan kualitas ikan yang tidak diinginkan.

Bremner (2002) mendefinisikan pembusukan ikan sebagai perubahan yang

memburuk dalam karakteristik sensor produk seperti penampilan, bau, aroma dan

tekstur, yang juga dapat digunakan untuk menunjukkan nilai gizi dan keamanan. Ketika

ikan dimatikan terhenti sirkulasi darah dan akibatnya pasokan oksigen untuk

memfasilitasi energi molekul ATP diperlukan untuk mengaktifkan kontraksi otot dan

relaksasi dihambat. Dengan cara ini glikogen dipecah untuk memungkinkan produksi

energi dalam otot ikan dan sebagaimana tingkat glikogen menurun jumlah ATP yang

dihasilkan juga menurun. Karena interaksi antara aktin dan myosin dipicu oleh myosin

ATPase dan ion kalsium selama kontraksi otot membutuhkan ATP untuk bahan bakar

reaksi yang jumlahnya sudah terhambat setelah pemotongan ikan, ion kalsium bocor ke

otot-otot yang mengakibatkan kontraksi (kaku), sebuah proses yang disebut sebagai

rigor mortis. Kaku terus selama beberapa jam sebelum lemas karena tidak ada ATP yang

memungkinkan otot-otot untuk rileks lagi dan beroperasi sebagai diperlukan.

Permulaan dan akhir rigor mortis ditentukan oleh suhu selama penanganan

(mechanical stress), ukuran dan spesies ikan. Jenis ikan berukuran kecil, misalnya sarden

dan mackerel mengalami rigor mortis lebih awal dan lebih cepat daripada jenis ikan

besar (Huss 1995). Proses rigor mortis dapat mengakibatkan cacat mutu dalam daging

ikan seperti kerusakan otot/ menganga, noda darah, kehilangan kandungan air dan

pelunakan daging ikan (Bremner 2002). Pencapaian akhir dari rigor mortis bertepatan

dengan autolisis dan perubahan pembusukan berikutnya yang termasuk perubahan

pembusukan bakteri dan kimia yang akhirnya merontokkan mutu ikan, memberikan rasa

tidak enak atau tidak aman untuk dikonsumsi. Pembusukan autolisis Pada saat ikan

dipotong, enzim di usus dan daging, sebelumnya terlibat dalam metabolisme menjadi

katalisator autolisis (self digestion). Perubahan autolisis menyebabkan dekomposisi

protein dan senyawa penting lainnya yang pada akhirnya mengakibatkan pelunakan

daging ikan dan melumerkan substansi dalam rongga usus. Bakteri pembusuk ikan

Aktivitas bakteri merupakan penyebab utama kerusakan ikan terutama bakteri

pembusuk spesifik specific spoilage bacteria (SSB). Dalam ikan yang masih hidup dan

Page 7: 108547896 makalah-biokimia-hasil-perikanan

7

sehat, bakteri terdapat pada insang dan usus tetapi tidak dapat menyebabkan

pembusukan karena adanya mekanisme pertahanan alami pada ikan. Pada perubahan

autolisis bakteri mudah masuk ke daging dimana nutrisi didapatkan untuk pertumbuhan

dengan menguraikan berbagai komponen ikan seperti trimetilamina oksida (TMAO) dan

molekul protein non-nitrogen lainnya,lipid, asam amino dan sebagainya menghasilkan

bau yang tidak diinginkan.

Pembusukan kimiawi Hidrolisis dan oksidasi lipid merupakan faktor utama

penurunan mutu tergantung pada komposisi kimiawi ikan. Menurut Huss et al. (1992),

tahap utama dari oksidasi lipid menyebabkan produksi hydro peroksida dihubungkan

dengan rasa hambar dan kecoklatan, perubahan warna kekuningan pada jaringan ikan;

degradasi lebih lanjut hasil hydro peroksida menghasilkan senyawa volatil; aldehid,

keton dan alkohol menghasilkan aroma tengik yang kuat. Aroma tengik berhubungan

dengan penyimpanan ikan dalam keadaan beku atau kering yang biasanya agak lambat

dalam proses pembusukan. Bagaimanapun, perubahan post mortem pada ikan adalah

permanen. Ringkasan perubahan ini ditunjukkan pada Tabel 1. Daya simpan ikan segar

pasca panen tergantung pada pertumbuhan bakteri, suhu penyimpanan, penanganan

dan kondisi fisiologis ikan. Kualitas ikan dapat diperkirakan dengan tes sensorik, metode

mikrobiologi, pengukuran senyawa volatil dan oksidasi lipid, perubahan otot,

pemecahanATP dan perubahan fisik (termasuk sifat-sifat listrik dari kulit) pada ikan.

Parameter kualitas fisik seperti konsistensi, kadar air atau warna, atau perubahan

biokimia seperti perubahan lipid, protein atau enzim. Kesegaran membuat kontribusi

besar terhadap kualitas produk ikan dan perikanan. Untuk semua jenis produk,

kesegaran sangat penting untuk kualitas produk akhir. Gambar 1 menggambarkan

hubungan antara kualitas dan kesegaran, dengan fokus pada berbagai

karakteristikkesegaran. Kesegaran dapat dijelaskan sampai batas tertentu oleh beberapa

parameter sensori, kimia, biokimia, mikrobiologi dan parameter fisik dan karena itu

dapat didefinisikan sebagai atribut objektif yang harus menunjukkan bau normal, rasa,

penampilan dan karakteristik tekstur dari spesies yang akan digunakanuntuk sampel.

Indra manusia memainkan peranan penting dalam penilaian ini yang disebut evaluasi

sensori (M. Al Alawi Panggabean, 2012).

Page 8: 108547896 makalah-biokimia-hasil-perikanan

8

2.3. Distribusi Komponen Non Protein Nitrogen Dalam Tubuh Ikan

Hayashi et al dalam Mirna Ilza (1979, 2012), sudah melakukan studi kepiting,

mendapatkan sedikit komponen nonnitrogen yaitu mineral, gul dan asam organik.

Berdasarkan berat kering didapatkan 70% komponen nitrogen, 20% materi anirganik,

sedikit gula dan asam organik.

Selanjutnya Hayashi et al (1978,1981) menyatakan bahwa flavor secara simultan

menentukan rasa. Tes rasa gliserin, asam glutamat, arginin, AMP, GMP, Na+, Cl-,

memberikan karakteristik flavor kepiting rebus dan essen dari flavor bekerjasama

dengan alanin, betain glisin, K+, dan PO43-, dan kemungkinan CMP. Ditekankan bahwa Na+

dan Cl- sangat penting memberikan konstribusi flavor. Berdasarkan hal tersebut

diketahui bahwa tes rasa organoleptik berkorelasi sexara linear dengan flavor.

Urea terdapat pada teleostei dengan kandungan di bawah 50mg. Pada

elasmobranchi terkandung komponen nitrogen sekitar 1400-2000 mg yang mengatur

detoksifikasi ammonia.

Page 9: 108547896 makalah-biokimia-hasil-perikanan

9

III. KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

Komponen ekstraktif Non Protein Nitrogen pada tubuh ikan dan shellfish sangat

berpengaruh pada mutu dari ikan dan shellfish tersebut. Banyaknya kandungan

nonprotein nitrogen pada ikan akan mengakibatkan cepatnya penurunan mutu ikan

setelah mati.

Adapun faktor yang mempengaruhi komponen ekstraktif nitrogen alami adalah

pertumbuhan, variasi musim, pengaruh salinitas, perbedaan ikan kultur dan liar,

perbedaan oleh bagian dan jaringan, dan kesegaran.

Distribusi komponen nitrogen dalam tubuh ikan dan shellfish bervariasi pada

masing-masing spesiesnya. Pada spesies kepiting komponen nitrogennya lebih tinggi

daripada ikan. Dibandingkan spesies ikan yang terdapat di air tawar, ikan air laut lebih

banyak mengandung komponen nonprotein nitrogen sebab keadaan lingkungannya yang

hipertonis terhadap cairan tubhnya, mengakibatkan ikan air laut banyak mengeksikan

urea untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh dan kan kandungan garan dalam

tubuhnya.

3.2. Saran

Besarnya peranan komponen ektraktif nitrogen pada ikan dan shellfish dalam

mutu , sebaiknya dapat menjadi perhatian dalam upaya mempertahankan mutu ikan

sesudah mati. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi

komponen nitrogen tersebut, penanganan hasil perikanan akan dapat dilaksanakan

dengan baik sehingga mutu yang terdapat ikan akan dapat dipertahankan.

Page 10: 108547896 makalah-biokimia-hasil-perikanan

10

DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin. 2012. Jurnal Metabolisme Protein dan NPN. www.google.com

Bremner dalam P, M, Alawi. 2012. Jurnal NPN dan degradasi Protein. www.google.com

Hayashi et al. 1979. Dalam Ilza Mirna.2012. Biokimper Hasil Perikanan. Universitas Riau.

Pekanbaru

Huss. 1995. Dalam P, M, Alawi. 2012. Jurnal NPN dan Degradasi Protein.

www.google.com

Huss et al dalam P, M, Alawi. 2012. Jurnal NPN dan degradasi Protein. www.google.com

Konusu, S., and K. Yamaguchi, 1982. The flavour Component In Fish and Shelfish and

Shellfish. In Chemistry and Biochemistry of Marine Food Products. Ed.

Martin R.E.,G.j.Flick, C.E.Hebard, and D. R Ward. The Avi Publishing

Company, Inc. Westport, Connecticut. Dalam Mirna Ilza. 2012. Biokimia

Hasil Perikanan. Univeritas Riau. Pekanbaru.

Nurjanah et al. 2004. Kemunduran Mutu Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp.) Selama

Penyimpanan Pada Suhu Ruang. Buletin Teknologi Hasil Perikanan

Suptijah et al. 2008. Kajian Efek Daya Hambat Khitosan Terhadap Kemunduran Mutu

Fillet Ikan Patin (Pangsius hypopthalmus) Pada Penyimpanan Suhu Ruang.

Bogor : Institut Pertanian Bogor

Suwetja. 2011. Biokimia Hasil Perikanan. Jakarta : Media Prima Aksara hal

Rizal, Ahmad. 2011. Analisis dan Desain Sistem Informasi Untuk Penerapan Dokumentasi

Program Treaceability Pada Rantai Distribusi Produk Tuna Loin Beku.

Bogor.Institut Pertanian Bogor

Page 11: 108547896 makalah-biokimia-hasil-perikanan

11

Tugas Kelompok Biokimia Hasil Perikanan

KARAKTERISTIK EKSTRAKTIF KOMPONEN NITROGEN IKAN DAN

SHELLFISH NON PROTEIN NITROGEN

OLEH KELOMPOK 9

M.ZAID ABRAR (1004114305) VIKI BUANA SATRIA (1004114342) MAYA ERVIN PUTRI (1004114371) RAFIKA APRIANY (1004114390) SEPTIA MURNI (1004114477) TONGAM S. (1004114431) ALFIAN ARBY (1004114497)

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU 2012

Page 12: 108547896 makalah-biokimia-hasil-perikanan

12

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis senantiasa ucapkan kehadirat Allah SWT, karena

dengan berkat rahmat dan hidayah yang berikan-Nya penulis dapat menyelesaikan

artikel artikel ini dengan baik dan tepat waktunya. Adapun judul dari artikel ini

“Karakteristik Ekstraktif Komponen Nitrogen Ikan dan Shellfish Non Protein Nitrogen”

Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam mengoreksi sehingga penulis dapat menyelesaikan artikel ini. Untuk

kesalahan dan kekurangan pada laporan ini penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun dari pengoreksi demi kesempurnaan dalam penulisan untuk masa akan

datang. Semoga laporan ini bermanfaat dan berguna.

Pekanbaru, Juni 2012

Penulis

Page 13: 108547896 makalah-biokimia-hasil-perikanan

13

DAFTAR ISI

Isi Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................................ ii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... .. iii

I. PENDAHULUAN....................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang........................................................................... ......... .. 1 1.2. Tujuan dan Manfaat ............................................................................ .. 1

II. ISI DAN PEMBAHASAN........................................................................ . .. 2

2.1. Karakteristik ekstraktif komponen non protein nitrogen...................... 2 2.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi komponen nonprotein notrogen... 2 2.3. Distribusi komponen non protein nitrogen dalam tubuh ikan ........... ... 8

III. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... .. 9 3.1. Kesimpulan..................................................................................... .... .. 9

3.1 Saran.......................................................... .......................................... .. 9

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN