1036-1125-1-PB

7

Click here to load reader

Transcript of 1036-1125-1-PB

Page 1: 1036-1125-1-PB

Artikel Penelitian

J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 8, Agustus 2011

Perbandingan Nilai DiagnostikTrombosit, Leukosit, Antigen NS1

dan Antibodi IgM Antidengue

Agus Suwandono,* Nurhayati,** Ida Parwati,*** Panji Irani Fianza Rudiman,****

Rudi Wisaksana,** Herman Kosasih,** Bachti Alisjahbana**

*Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

**UPK Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung

***UPF/Departemen Patologi Klinik RSUP Dr. Hasan Sadikin-Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung

****Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran,

Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung

Abstrak: Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis infeksi virus dengue sangat beragam,

namun tidak semua dapat dilakukan di laboratorium diagnostik. Hingga saat ini pemeriksaan

hematologi sederhana (trombosit dan leukosit) banyak digunakan untuk membantu penegakkan

diagnosis dengue karena dapat dilakukan di berbagai laboratorium, bahkan di puskesmas.

Penelitian ini mengevaluasi penggunaan hasil pemeriksaan trombosit dan leukosit yang relatif

lebih murah dan mudah dibandingkan dengan antigen NS1 dan antibodi IgM dengue serta

pemeriksaan laboratorium yang sesuai dengan lamanya demam untuk diagnosis dengue.

Penelitian ini menggunakan spesimen pada fase akut dari seluruh kasus dengue dan bukan

dengue yang telah dikonfirmasi dengan berbagai pemeriksaan diagnostik untuk dengue.

Spesimen dikumpulkan dari beberapa studi yang telah dilakukan oleh US-NAMRU2 bekerjasama

dengan RSUP Dr. Hasan Sadikin/Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI dalam kurun waktu 2000

sampai 2009. Didapatkan bahwa trombositopenia dan leukopenia merupakan parameter akurat

untuk diagnosis infeksi dengue sesudah hari ke-3 demam. Penggunaan NS1 akan sangat

membantu terutama pada hari pertama dan ke-2 demam sedangkan penggunaan antibodi IgM

dianjurkan mulai hari ke-5. J Indon Med Assoc. 2011;61:326-32.

Kata kunci: dengue, trombositopenia, leukopenia, antigen NS1, antibodi dengue IgM

326

Page 2: 1036-1125-1-PB

J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 8, Agustus 2011 327

Comparison of Diagnostic Value of Platelet, Leucocyte, NS1 Antigen,

and Antidengue IgM Antibody

Agus Suwandono,* Nurhayati,** Ida Parwati,*** Panji Irani Fianza Rudiman,****

Rudi Wisaksana,** Herman Kosasih,** Bachti Alisjahbana**

*Center of Biomedic and Basic Technology of Health, National Institute of Health Research

and Development (NIHRD), Indonesia Ministry of Health

**Health Research Unit, Faculty of Medicine, Universitas Pajajaran,

Hasan Sadikin Central Hospital, Bandung

***Department of Clinical Pathology, Hasan Sadikin Central Hospital,

Faculty of Medicine, Universitas Pajajaran, Bandung

****Departmen of Internal Medicine, Faculty of Medicine,

Universitas Padjadjaran - Hasan Sadikin Central Hospital, Bandung

Abstract: There are various laboratory tests used to diagnose dengue viral infections. However,

not all diagnostic laboratories have those capabilities. Routine hematology tests such as platelet

and leukocyte counts are still used by clinicians as supportive tests to diagnose dengue infections

because they are available in most primary health centers or small laboratories. This study

evaluated the diagnostic use of platelet and leukocyte counts, which are easier and cheaper than

dengue NS1 antigen and IgM antibodies, and the appropriate laboratory tests in regard to day(s)

of fever. This study used acute specimens from all dengue and non-dengue cases that had been

confirmed by a series of dengue diagnostic tests. All the specimens were collected from several

studies conducted by US-NAMRU-2, Dr. Hasan Sadikin Hospital/Medical Faculty, Padjadjaran

University, and National Institute of Health Research and Development (NIHRD) from 2000 to

2009. This study revealed either thrombocytopenia or leucopenia is an accurate parameter to

determine dengue infections starting from day 4 of illness. NS1 test was helpful for diagnosis

especially in first and second day of fever whereas IgM antibody is recommended to be used

starting from day 5 of fever. J Indon Med Assoc. 2011;61:326-32.

Keywords: dengue, thrombocytopenia, leucopenia, NS1 antigen, dengue IgM antibody

Pendahuluan

Saat ini virus dengue merupakan salah satu penyebab

masalah kesehatan di Indonesia. Pertama kali kasus demam

dengue dilaporkan adalah tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta.

Selanjutnya kasus dengue terus menyebar ke berbagai daerah

dan menjadi endemik di Indonesia. Pada tahun 1998 kasus

demam dengue dilaporkan sudah menyebar di 27 provinsi

baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Meskipun angka

kematian terus menurun dari 41,3% pada tahun 1968 menjadi

di bawah 3% pada tahun 2007, namun insidens dengue terus

meningkat.1

Demam dengue disebabkan oleh infeksi virus dengue

yang ditularkan oleh nyamuk Aedes sebagai vektor. Virus

dengue mempunyai 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3

dan DEN-4. Masa inkubasi berlangsung antara 5-7 hari.

Infeksi oleh virus dengue dapat bersifat asimptomatik (tidak

menimbulkan gejala), ringan (Demam Dengue - DD) hingga

berat (Demam Berdarah Dengue - DBD). Manifestasi klinis

pada DD adalah demam selama 2-7 hari yang disertai dengan

sakit kepala, nyeri di belakang rongga mata, mialgia/artralgia,

ruam, mual, muntah, trombositopenia dan leukopenia,

sedangkan pada DBD manifestasi klinis yang sama pada DD

disertai dengan kebocoran plasma dan perdarahan.2 Pada

infeksi dengue, trombosit akan mulai turun pada hari ke-3

sampai hari ke-8 demam, sedangkan leukopenia ringan hingga

leukositosis sedang dapat terjadi pada hari 1-3 demam.2,3

Pada umumnya diagnosis penyakit dengue sulit

ditegakkan pada beberapa hari pertama sakit karena gejala

yang muncul tidak spesifik dan sulit dibedakan dengan

penyakit infeksi lainnya. Oleh karena itu, dalam penegakkan

diagnosis penyakit dengue selain penilaian secara klinis dan

hematologi rutin juga diperlukan pemeriksaan laboratorium.2

Saat ini pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis virus

dengue telah berkembang pesat sehingga sensitivitas dan

spesifisitas menjadi lebih baik dengan waktu pemeriksaan

yang lebih cepat. Pemeriksaan laboratorium tersebut antara

lain adalah pemeriksaan virologi seperti isolasi virus, Reverse

Transcription-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), anti-

gen NS1, pemeriksaan serologi antibodi IgM, IgG, hema-

glutinasi inhibisi (HI), dan netralisasi.4 Pemeriksaan isolasi

Perbandingan Nilai Diagnostik Trombosit, Leukosit, Antigen NS1 dan Antibodi IgM Antidengue

Page 3: 1036-1125-1-PB

Perbandingan Nilai Diagnostik Trombosit, Leukosit, Antigen NS1 dan Antibodi IgM Antidengue

J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 8, Agustus 2011328

virus, RT-PCR, HI, dan netralisasi memerlukan laboratorium

dan keahlian khusus yang belum rutin tersedia di semua

laboratorium diagnostik. Pemeriksaan antibodi IgM, IgG, dan

antigen NS1 tidak tersedia di semua institusi kesehatan

karena biayanya cukup mahal dan memerlukan petugas

terlatih. Pemeriksaan penunjang hematologi rutin hingga saat

ini masih merupakan pemeriksaan yang banyak digunakan

oleh dokter karena biaya yang relatif murah dan dapat

dilakukan di banyak institusi kesehatan, bahkan di tingkat

Puskesmas sekalipun.

Penelitian ini mengevaluasi penggunaan hasil peme-

riksaan trombosit dan leukosit yang relatif lebih murah dan

mudah dibandingkan dengan antigen NS1 dan antibodi IgM

serta mengevaluasi pemeriksaan laboratorium yang paling

tepat dilakukan oleh dokter sesuai dengan lamanya demam.

Metode

Bahan Penelitian

Pada studi ini spesimen yang digunakan merupakan

spesimen yang diambil pada fase akut dari seluruh kasus

dengue dan bukan dengue yang telah dikonfirmasi dengan

pemeriksaan RT-PCR, isolasi, HI, dan serologi antibodi IgM.

Spesimen dikumpulkan dari beberapa studi yang telah

dilakukan oleh NAMRU-2 bekerjasama dengan RSUP Dr.

Hasan Sadikin, Bandung dan Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, dan

telah disetujui oleh komisi etik ketiga institusi tersebut. Studi-

studi tersebut adalah:

1. Studi kohort pada orang dewasa: dilakukan tahun 2000-

2004 dan 2006-2009 yang dilakukan pada 2 pabrik di

Bandung.5

2. Studi penyebab demam pada pasien rawat inap:

dilakukan tahun 2004 -2005 di 2 rumah sakit di Bandung.6

3. Studi kluster pada komunitas: dilakukan pada tahun 2005-

2009 di Bandung. Hasil lengkap penelitian ini belum

dipublikasikan.

Pada keadaan penyakit akut darah pasien diambil

sebanyak 10 cc untuk dilakukan pemeriksaan hematologi

(darah rutin), serum untuk pemeriksaan virologi (RT-PCR,

isolasi dan antigen NS1), dan imunologi (antibodi IgM, IgG

dan HI). Bagi spesimen yang dikumpulkan setelah tahun

2007, seluruh pemeriksaan laboratorium dilakukan langsung

setelah spesimen diambil, kecuali pemeriksaan antigen NS1.

Untuk spesimen yang dikumpulkan sampai dengan tahun

2006, pemeriksaan ini dilakukan pada spesimen arsip.

Total spesimen yang digunakan dalam studi ini adalah

260 spesimen, terdiri dari 144 kasus dengue dan 116 kasus

bukan dengue. Kasus dengue ditentukan dengan gejala

demam disertai gejala yang tidak khas seperti: sakit kepala,

nyeri di belakang rongga mata, mialgia, artralgia, ruam, mual,

muntah dan pada pemeriksaan laboratorium ditemukan positif

untuk RT-PCR atau isolasi virus dengue. Selain itu terdapat

pula kenaikan titer terhadap antibodi IgM dan kenaikan 4

kali titer HI pada fase akut dan konvalesens. Kasus bukan

dengue ditentukan dengan demam disertai gejala tidak khas

seperti yang telah disebutkan dan hasil negatif pada semua

pemeriksaan laboratorium untuk dengue. Dari 144 kasus den-

gue yang digunakan dalam analisis ini, semua ditemukan vi-

rus atau genom dengue dan hasil pemeriksaan serologi

positif. Pada kasus bukan dengue dilakukan pemeriksaan

terhadap infeksi chikungunya (deteksi virus dan antibodi

IgM) dan tifoid (antibodi). Rerata usia sampel adalah 34,6 (5-

54), rasio laki-laki dan perempuan adalah 2,3:1. Rerata hari

awitan semua spesimen saat infeksi akut ini adalah 3,5 hari

dengan rentang 1-7 hari.

Pemeriksaan hematologi yang dilakukan adalah

pemeriksaan darah rutin (hitung hemoglobin, hematokrit,

trombosit, dan leukosit) yang dilakukan di laboratorium RSUP

Dr. Hasan Sadikin, Bandung.

Untuk pemeriksaan RT-PCR virus RNA disiapkan dari

140 µl serum dengan menggunakan QIAamp viral RNA Mini

kit. Cara pengerjaan sesuai dengan petunjuk dari produsen.

(Qiagen Inc,. Valencia, CA). Nested RT-PCR dilakukan sesuai

dengan petunjuk dari Lanciotti.7

Pemeriksaan serologi terhadap antibodi IgM ini meng-

gunakan kit ELISA. Produksi Focus Diagnostic (Cypress,

CA). Cara pengerjaan sesuai dengan petunjuk dari produsen.8

Hasil dari pemeriksaan ELISA berupa angka indeks yang

didapatkan dari hasil pembagian antara Optical Density (OD)

dari spesimen dengan nilai potong OD kontrol. Spesimen

dengan indeks <1 menunjukkan adanya antibodi IgM

terhadap dengue virus.

PlateliaTM dengue NS1 antigen assay (produksi Bio-Rad

Laboratories) digunakan untuk pemeriksaan antigen NS1.

Cara pengerjaan PlateliaTM dengue NS1 antigen assay ini

dilakukan sesuai dengan petunjuk dari produsen dan telah

dijelaskan pada publikasi lainnya.10 Hasil indeks PlateliaTM

dengue NS1 antigen assay dapat dikatakan positif bila nilai

indeks >1, equivocal antara 0.5-1 dan negatif bila <0.5.

Analisis Data

Diagnosis dengue dan bukan dengue berdasarkan hasil

laboratorium diagnostik dengue (RT-PCR, isolasi dan

serologi), digunakan dalam menghitung sensitivitas,

spesifisitas, nilai duga positif (positive predictive value; PPV)

dan nilai duga negatif (negative predictive value; NPV) dari

semua parameter yang digunakan: trombositopenia, leuko-

penia, antigen NS1 dan antibodi IgM. Kami juga menganalisis

sensitivitas, spesifisitas, PPV dan NPV kom-binasi dari pa-

rameter-parameter tersebut seperti: untuk 2 parameter kami

menganalisis kegunaan trombositopenia atau leukopenia, NS1

atau IgM; untuk 3 parameter: trombositopenia atau NS1 atau

IgM; dan untuk 4 parameter: trombositopenia atau leukope-

nia atau NS1 atau IgM. Perbandingan dua rerata antara rerata

nilai trombosit dan leukosit pada kasus dengue dan kasus

bukan dengue menggunakan uji t tidak berpasangan. Semua

perhitungan statistik menggunakan Stata 9.0 (Stata Corp.,Tx).

Page 4: 1036-1125-1-PB

Perbandingan Nilai Diagnostik Trombosit, Leukosit, Antigen NS1 dan Antibodi IgM Antidengue

J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 8, Agustus 2011 329

250 bp

250 bp

Hasil

Nilai rerata jumlah trombosit dan leukosit saat penderita

datang ke klinik atau rumah sakit (fase akut) lebih rendah

secara signifikan pada kasus dengue (132 611/mm3 dan

4 412/mm3) dibandingkan bukan dengue (236 776/mm3 dan

7 473/mm3) (p=0,00).

Pada kasus dengue, rerata jumlah trombosit di bawah

200 000/mm3 ditemukan pada hari ke-3 panas dan di bawah

100 000/mm3 di bawah hari ke-4, dan mulai beranjak naik pada

hari ke-7, meskipun masih di bawah 100 000/mm3. Rerata

jumlah leukosit pada kelompok kasus dengue semakin rendah

dengan bertambahnya hari panas. Rerata jumlah leukosit di

bawah normal (<4 000/mm3) ditemukan pada spesimen hari

ke-4 sampai dengan hari ke-7. Pada kasus bukan dengue,

rerata trombosit dan leukosit mulai dari hari pertama sama

dengan hari ke-7 panas tidak pernah turun hingga ke bawah

batas normal.

Sejak hari pertama panas sensitivitas leukopenia dan

trombositopenia naik bersama-sama. Pada hari ke 5-7

sensitivitas trombositopenia lebih tinggi dibandingkan

dengan leukopenia dan mencapai sensitivitas 100% pada

hari ke-6 dan 7. Spesifisitas trombositopenia sejak hari

pertama selalu tinggi (>85%) dan pada hari ke-5 mencapai

100% sampai dengan hari ke-7. Sementara itu spesifisitas

leukopenia juga umumnya tinggi, di atas 80% kecuali untuk

spesimen hari ke-6.

Antigen NS1 mulai terdeteksi sejak hari pertama panas.

Meskipun sensitivasnya tidak terlalu tinggi, NS1 lebih baik

dibandingkan dengan sensitivitas IgM. Antibodi IgM mulai

terdeteksi pada hari ke-3 panas dan sensitivitasnya naik

hingga mencapai 100% pada spesimen hari ke-6 dan 7.

Sementara itu, sensitivitas antigen NS1 tidak pernah

mencapai 70%. Spesifisitas NS1 dan IgM sejak hari pertama

awitan sama-sama tinggi yaitu mencapai 100%.

Penggunaan parameter gabungan trombositopenia atau

leukopenia menunjukkan sensitivitas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan sensitivitas masing-masing. Sensi-

tivitas ini terus meningkat dan mencapai 100% pada hari ke-

5 sampai ke-7 panas. Sensitivitas gabungan parameter NS1

atau IgM pada hari-hari awal berkisar antara 40%-50%.

Sensitivitas ini lebih tinggi dibandingkan dengan sensitivitas

parameter masing-masing terutama mulai hari ke-3 panas.

Seperti pada gabungan parameter trombositopenia atau leu-

kopenia, sensitivitas mencapai 100% pada hari ke 5-7 panas.

Spesifisitas kombinasi trombositopenia atau leukopenia

umumnya cukup tinggi (>80%), bahkan pada spesimen hari

ke-5 dan ke-7 mencapai 100%. Spesifisitas NS1 dan IgM sejak

hari pertama awitan mencapai 100% sampai hari ke-7.

Penggunaan kombinasi tiga parameter (trombositopenia,

antibodi IgM atau antigen NS1) atau empat kriteria dengan

penambahan leukopenia, menunjukkan sensitivitas yang

lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan satu atau

dua parameter saja terutama pada hari 1-3 panas (sekitar 50%).

Pada hari ke-4, lebih baik dibandingkan penggunaan dua

parameter NS1/IgM atau parameter individual. Pada hari ke

5-7, sensitivitasnya hanya lebih baik dibandingkan dengan

leukopenia atau NS1 saja. Penggunaan empat parameter

menunjukkan sensitivitas yang lebih baik pada hari ke-3 dan

4 saja. Spesifisitas penggunaan tiga atau empat parameter

pada hari 1-4 panas cukup baik (>75%) hanya berada di bawah

spesifisitas penggunaan NS1 atau IgM. Pada hari ke 5-7,

spesifisitas pada penggunaan empat parameter hanya sebesar

57,1%. Hasil sensitivitas dan spesifisitas dari ke empat pa-

rameter tersebut setiap hari dapat dilihat secara lengkap pada

tabel 1.

Diskusi

Hitung trombosit dapat digunakan sebagai alat bantu

untuk diagnosis dengue karena menunjukkan sensitivitas

dan PPV yang tinggi mulai dari hari ke-4 panas (67,7% dan

87,5%), bahkan pada hari ke-5 sampai ke-7 menunjukkan

angka 100%. Spesifisitas yang sangat tinggi pada peng-

gunaan trombositopenia sebagai parameter disebabkan

karena jarangnya penyakit infeksi yang disertai dengan

penurunan hitung trombosit sampai di bawah 150 000/mm3.

Bahkan jika digunakan kriteria trombosit di bawah 100 000/

mm3, spesifisitas hampir mencapai 100% sejak hari pertama,

namun mengurangi sensitivitas antara 10-20%. Dengan

demikian pemeriksaan trombosit harian akan sangat mem-

bantu diagnosis dengue karena meningkatkan sensitivitas

dan spesifisitasnya. Akurasi trombositopenia yang baik di-

sebabkan oleh tidak banyak penyakit dengan manifestasi

klinis demam dan trombositopenia. Selain pada infeksi den-

gue, kedua gejala klinis ini umumnya ditemukan pada Idio-

pathic Thrombocytopenia Purpurae (ITP), tifoid, chi-

kungunya dan flu burung.10-13 Pada penelitian ini tidak

ditemukan pasien dengan ITP. Pada 10 kasus dengan

chikungunya, terlihat sedikit penurunan jumlah trombosit,

namun hanya 1 yang di bawah 150 000/mm3, sedangkan pada

2 kasus dengan tifoid tidak terlihat adanya penurunan

trombosit. Diagnosis untuk 104 kasus demam lainnya tidak

diketahui, namun terdapat 9 kasus dengan trombosit <150

000/mm3 dan 2 di antaranya <100 000/mm3. Ditemukan bahwa

rerata leukosit pada kasus dengue lebih rendah dibandingkan

bukan dengue, khu-susnya pada hari ke 4-7. Sensitivitas leu-

kopenia pada spesimen awal sakit hampir sama dengan

trombositopenia, namun mulai hari ke 5-7 lebih rendah.

Spesifisitas dan PPV leukopenia tidak berbeda secara

signifikan dibandingkan dengan trombositopenia. Untuk

membantu menegakkan diagnosis dengue, penggunaan pa-

rameter leukopenia atau trombositopenia akan meningkatkan

sensitivitas dan PPV sejak hari pertama tanpa mengurangi

spesifisitas yang bermakna.

Untuk diagnosis dini sejak hari pertama sampai ketiga

panas, NS1 menunjukkan sensitivitas yang terbaik (30-50%)

dengan spesifisitas 100%. Tidak seperti pemeriksaan yang

lain, yaitu peningkatan sensitivitas pada spesimen yang

diambil pada hari-hari selanjutnya, sensitivitas NS1 hanya

Page 5: 1036-1125-1-PB

J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 8, Agustus 2011330

Page 6: 1036-1125-1-PB

Perbandingan Nilai Diagnostik Trombosit, Leukosit, Antigen NS1 dan Antibodi IgM Antidengue

J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 8, Agustus 2011 331

mencapai 50-60%. Rendahnya angka sensitivitas NS1,

meskipun spesifisitasnya 100% disebabkan oleh tingginya

angka infeksi dengue sekunder atau bahkan tersier di daerah

hiperendemik seperti di Indonesia, yaitu kompleks imun yang

terjadi akan mengurangi sensitivitas.

Kegunaan antibodi IgM pada awal sakit (1-4 hari)

sangatlah rendah (0-35%), namun pada hari ke 5-7 menun-

jukkan sensitivitas yang sangat tinggi (93-100%) dengan

spesifisitas dari awal sebesar 100%. Penggunaan uji NS1

dan antibodi IgM seperti yang banyak diusulkan menun-

jukkan sensitivitas yang sama dengan penggunaan NS1 di

hari pertama dan kedua. Selanjutnya pada hari ke-3 dan ke-4

terjadi peningkatan yang cukup tajam dibandingkan dengan

penggunaan NS1 atau antibodi IgM saja. Karena sensitivitas

IgM untuk hari ke 5-7 sudah sangat tinggi (93%-100%),

penggunaan NS1 tidak memberikan kontribusi yang berarti.

Karena sensitivitas dan spesifisitas leukopenia, trom-

bositopenia dan antibodi IgM sangat tinggi pada hari ke 5-7

panas, penggunaan parameter gabungan ketiganya ditambah

dengan NS1 hanya akan bermanfaat pada awal-awal sakit

(hari ke 1-4 panas). Selain itu, analisis tidak dapat dilakukan

dengan akurat karena spesimen yang mempunyai hasil

keempat parameter terbatas. Dengan menggunakan ga-

bungan dari tiga atau empat parameter, sensitivitas pada hari

1-4 tersebut berkisar antara 50-90%. Sensitivitas yang cukup

tinggi untuk awal sakit (hari 1-2) dipengaruhi oleh peng-

gunaan parameter NS1, sementara itu sensitivitas yang tinggi

di hari ke-3 dan 4 dipengaruhi oleh parameter trombositopenia

dan leukopenia. Penggunaan keempat parameter akan

mengurangi spesifisitas meskipun kecil.

Meskipun tidak dapat menggantikan standar baku di-

agnosis infeksi dengue (ditemukannya virus dengue pada

biakan, terdeteksinya virus dengan pemeriksaan RT-PCR,

peningkatan titer HI pada serum konvalesens setidaknya

empat kali lipat dibandingkan dengan serum pada fase akut),

hasil evaluasi ini menunjukkan pemeriksaan trombosit, lekosit,

antigen NS1 dan antibodi IgM mempunyai nilai diagnostik

yang tinggi dan sangat membantu klinisi untuk manajemen

kasus selanjutnya. Sampai saat ini tidak ada satupun labo-

ratorium di Indonesia yang melakukan salah satu pemeriksaan

standar baku tersebut untuk diagnosis infeksi dengue rutin,

karena secara teknis sulit dan mahal. Interpretasi hasil keempat

parameter ini harus dilakukan dengan hati-hati dengan

mempertimbangkan lama demam. Pemeriksaan antigen NS1

sebenarnya diharapkan dapat menggantikan pemeriksaan RT-

PCR untuk diagnosis pada hari-hari pertama demam, karena

tersedia dalam bentuk uji cepat (rapid test) dan lebih murah.

Sayang sekali, saat ini sensitivitas NSI untuk kasus infeksi

sekunder yang justru merupakan kasus yang dominan di

Indonesia, kurang baik14. Diharapkan, dengan penelitian lebih

lanjut sensitivitas NSI dapat diperbaiki sehingga nilai

diagnostiknya meningkat.

Pada penelitian ini infeksi silang yang mungkin dapat

menyertai infeksi dengue tidak diperiksa pada sebagian besar

kasus. Pada 13 kasus infeksi dengue juga diperiksa

Chikungunya dan semuanya negatif. Sementara pada 131

kasus dengue lainnya, tidak disertai artralgia dan bengkak,

merah atau panas di daerah sendi seperti yang umumnya

ditemukan pada infeksi chikungunya. Pada seluruh kasus

tidak ditemukan gangguan ginjal seperti pada infeksi

hantavirus. Infeksi silang antara dengue dan chikungunya

telah dilaporkan di beberapa tempat seperti Malaysia dan

Gabon.15,16 Pada kedua negara kasus infeksi silang itu terjadi

saat wabah chikungunya di daerah hiperendemik dengue,

atau terjadi wabah infeksi chikungunya dan dengue secara

bersama-sama. Tidak dilaporkan adanya wabah chikungunya

di daerah tempat studi ini berlangsung. Demikian pula, tidak

ditemukan adanya kasus infeksi silang oleh chikungunya

dari kasus infeksi dengue yang ditemukan di puskesmas-

puskesmas di Jakarta pada tahun 2005-2006.18 Hasil penca-

rian di Pubmed menunjukkan bahwa infeksi silang antara

dengue dan hantavirus tidak pernah dilaporkan. Hal itu sesuai

dengan hasil penelitian kami yaitu dari 200 kasus dengue,

tidak ditemukan adanya infeksi hantavirus, dan satu-satunya

infeksi hantavirus, tidak disertai dengan infeksi dengue.

Infeksi silang dengue dengan tifoid dilaporkan oleh Sudjana18

namun infeksi tifoid ini terjadi pada fase konvalesens dari

penderita panas badan yang telah didiagnosis dengue. Tidak

ditemukan literatur lain yang membahas infeksi silang antara

kedua penyakit itu. Dengan demikian, kemungkinan infeksi

lain pada kasus dengue pada evaluasi ini adalah kecil dan

dengan demikian dapat diabaikan.

Kesimpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemeriksaan

trombosit atau leukosit dapat digunakan untuk membantu

diagnosis infeksi dengue karena mulai hari ke-4 panas

menunjukkan sensitivitas, spesifisitas dan PPV yang cukup

baik. Penggunaan NS1 akan sangat membantu terutama pada

hari pertama dan kedua panas karena pada saat tersebut pa-

rameter lain sensitivitasnya sangat rendah. Namun demikian

sensitivitas NS1 tidak terlalu tinggi (50%), sehingga pada

hasil negatif dan gejala klinis diduga dengue, pemeriksaan

parameter lain pada hari selanjutnya harus dilakukan. Sen-

sitivitas gabungan trombositopenia atau leukopenia lebih

baik daripada NS1 atau IgM, meskipun spesifisitas sedikit

berkurang. Pemeriksaan antigen NS1 atau antibodi IgM

dengan gejala klinis dan gambaran hematologi akan me-

ningkatkan akurasi diagnosis dengue.

Daftar Pustaka

1. Direktur Jendral PPMPL Departemen Kesehatan RI. Kebijak-

sanaan program P2-DBD dan situasi terkini DBD di Indonesia.

Indonesia: Depkes; 2004.

2. World Health Organization. Dengue hemorrhagic fever, diagno-

sis: treatment, prevention and control. 2nd edition. Geneva: WHO;

1997.

3. Hadinegoro SR, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tata laksana

demam berdarah dengue di Indonesia. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI; 1998.

Page 7: 1036-1125-1-PB

Perbandingan Nilai Diagnostik Trombosit, Leukosit, Antigen NS1 dan Antibodi IgM Antidengue

J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 8, Agustus 2011332

4. Shu PY, Huang JH. Current advances in dengue diagnosis. Clin

Diagn Lab Immunol. 2004;11(4):642-50.

5. Porter KR, Beckett CG, Kosasih H, Tan RI, Alisjahbana B, Rudiman

P, et al. Epidemiology of dengue hemarrhagic fever in a cohort

of adults living in Bandung, West Java, Indonesia. Am J Trop

Med Hyg. 2005;72(1):60-6.

6. Kosasih H, Ibrahim IM, Wicaksana R, Alisjahbana B, Hoo Y, Yo

LH, et al. Evidence of human antavirus infection and zoonotic

investigation of Hantavirus prevalence in rodents in Western

Java, Indonesia. Vector-Borne Zoonotic Dis. 2011;11:1-5.

7. Lanciotti RS, Calisher CH, Gubler DJ, Chang GJ, Vorndam AV.

Rapid detection and typing of dengue viruses from clinical samples

by using reverse transcriptase-polymerase chain reaction. J Clin

Microbiol. 1992;30:545-51.

8. Porter KR, Widjaja S, Lohita HD, Hadiwijaya SH, Maroef CN,

Suharyono W, et al. Evaluation of a commercially available im-

munoglobulin M capture enzyme-linked immunosorbent assay

kit for diagnosing acute dengue infections. Clin Diagn Lab

Immunol. 1999;6:741-4.

9. Koraka P, Chantal P, Falconar A, Setiati TE, Djamiatun K, Groen

J, et al. Detection of immune-complex-dissociated nonstructural-

1 antigen in patients with acute dengue virus infections. J Clin

Microbiol. 2003;41:4154-9.

10. Aziz M, Nazar N, Ahmad R, Mazari N, Farooq H, Khan SW, et al.

Clinicohematologic features of immune thrombocytopenic pur-

pura and its association with autoimmune disorders. Biomedica.

2009;25:14-8.

11. Pohan HT. Clinical and laboratory manifestations of typhoid

fever at Persahabatan Hospital Jakarta. Acta Med Indones-Indones

J Intern Med. 2004;36:78-83.

12. Borgherini G, Poubeau P, Staikowsky F, Lory M, Moullec NL,

Becquart JP, et al. Outbreak of chikungunya on reunion island:

early clinical and laboratory features in 157 adult patients. Clin

Infect Dis. 2007;44:1401-7.

13. Kandun IN, Wibisono H, Sedyaningsih ER, Yusharmen, Hadi-

soedarsuno W, Purba W, et al. Three Indonesian clusters of H5N1

virus infection in 2005. N Engl J Med. 2006;355:2186-94.

14. Osorio L, Ramirez M, Bonelo A, Villar LA, Parra B. Comparison

of the diagnostic accuracy of commercial NS1-based diagnostic

tests for early dengue infection. Virol J. 2010;7:361.

15. Nayar SK, Noriah O, Paranthaman V, Ranjit K, Norizah I, Chem

YK, et al. Co-infection of dengue virus and chikungunya virus in

two patients with acute febrile illness. Med J Malaysia. 2007;

62(4):335-6.

16. Leroy EM, Nkoghe D, Ollomo B, Nze-Nkogue C, Becquart P,

Grard G, et al. Concurrent chikungunya and dengue virus infec-

tions during simultaneous outbreaks, Gabon, 2007. EID Journal.

2009;4(15):591-3.

17. Suwandono A, Kosasih H, Widjaja S, Nurhayati, Antonjaya U,

Blair PJ, et al. Surveillance of arboviruses at five primary health

centers in Jakarta, Indonesia (2005-2006). ASTMH 59th Annual

Meeting; 2010 Nov 3-7; Atlanta, Georgia USA; 2010.

18. Sudjana P, Jusuf H. Concurrent dengue hemorrhagic fever and

typhoid fever infection in adult: case report. Southeast Asian J

Trop Med Public Health. 1998;29(2):370-2.

IAM