1 Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah...

4
1 AbstrakTPA Batuan di Kabupaten Sumenep, Madura masih menerapkan sistem open dumping. Ada beberapa dampak negatif yang timbul karena masih menerapkan open dumping. Hal ini disebabkan mulai dari tidak terdapatnya sistem pelapis dasar, pipa pengumpul dan penyalur lindi yang dapat menyebabkan lindi yang dihasilkan oleh sampah tidak terkontrol dan dapat mencemari air tanah di sekitar TPA. Selain itu, TPA Batuan juga belum memiliki pipa penyalur gas sehingga gas yang ada di dalam tumpukan sampah tertahan di dalam sampah. Oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan yang meliputi perencanaan sistem pelapis dasar, pengumpulan dan penyaluran lindi ke instalasi pengolahan Lindi (IPL), serta fasilitas pendukung lainnya. Perencanaan ini memerlukan beberapa data, yaitu data primer dan data sekunder. Tujuan perencanaan dilakukan untuk mendapatkan gambar dan Bill of Quantity (BOQ). Perencanaan dilakukan mulai tahun 2012 sampai 2025, tetpai mulai beroperasi mulai tahun 2015. Sampah yang masuk tahun 2015 sebesar 96,63 m 3 /hari. Saat ini TPA Batuan memiliki luas lahan sebesar 3 ha dan sisa lahan yang belum digunakan sekitar 0,177 ha. Pemerintah Kabupaten Sumenep telah merencanakan pembebasan lahan seluas 5 ha untuk perluasan TPA Batuan. Direncanakan terdapat 3 sel, masing-masing sel mempunyai luas sebesar 11100 m 2 , 11250 m 2 , dan 11250 m 2 . Jumlah sampah yang masuk ke TPA Batuan sebesar Masa pakai tiap sel juga berbeda, sel 1 mempunyai masa pakai selama 2,77 tahun sedangkan sel 2 dan sel 3 mempunyai masa pakai selama 3 tahun untuk masing- masing sel, sehingga masa pakai ketiga sel tersebut 8,77 tahun. Dari ketiga sel tersebut dihasilkan lindi sebesar 1,87 l/detik dan akan diolah menggunakan Anaerobic Baffle Reactor (ABR), kolam fakultatif, serta kolam maturasi. Dihasilkan gas sebesar 371662,15 m 3 untuk sel I dan 410429,77 untuk sel II dan III. Kata Kunciopen dumping, pengelolaan lindi dan gas, sanitary landfill, TPA I. PENDAHULUAN ndonesia merupakan salah satu negara di dunia yang belum mengoptimalkan fungsi TPA dengan baik. Hampir semua TPA di Indonesia menerapkan TPA dengan cara open dumping, yaitu semua sampah yang masuk ke TPA hanya ditumpuk sampai ketinggian maksimal yang diperbolehkan. Sedangkan dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2008, semua TPA harus sudah menerapkan sanitary landfill. Indonesia merupakan negara yang komposisi sampah basahnya lebih banyak dari sampah kering, sehingga kebanyakan pengolahan sampah basah yang masuk ke TPA dijadikan kompos dan biogas, begitu juga dengan TPA Batuan. Sampah basah mempunyai kandungan air yang sangat tinggi, sehingga akan menghasilkan lindi dalam jumlah yang besar pula. Lindi yang dihasilkan dari sampah tersebut seharusnya dapat dilakukan pengelolaan terlebih dahulu karena jika tidak ada pengelolaan, maka lindi berpotensi sekali untuk mencemari lingkungan mengingat lindi merupakan salah satu air limbah yang mengandung ammonium, bahan organik, serta garam dalam konsentrasi yang tinggi (Laconi et al, 2011). TPA Batuan sebenarnya sudah mempunyai kolam pengolahan lindi, tetapi tidak berfungsi karena tidak ada lindi yang dikumpulkan kemudian dialirkan ke kolam tersebut sehingga diperlukan sumur pantau untuk memantau pergerakan lindi dan kemungkinan terjadinya pencemaran air tanah oleh lindi. Selain menghasilkan lindi, TPA juga menghasilkan gas. Gas-gas yang timbul di TPA berasal dari biodegradasi dari sampah biodegradable yang mengandung hidrogen dan karbon dioksida pada tingkatan awal, kemudian diikuti dengan gas metana dan karbon dioksida pada tingkatan selanjutnya (Williams, 2005). Oleh karena itu, gas yang diperkirakan timbul di TPA, harus dilepaskan melalui ven ataupun dikumpulkan yang kemudian akan dimanfaatkan lebih lanjut (Guyer, 2009). TPA Batuan merupakan TPA tipe canyon karena berada pada daerah bukit, sehingga perlu dipertimbangkan beberapa faktor untuk stabilitas pelapis dasar. Menurut Sabugal (2009), ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam stabilitas pelapis dasar antara lain adanya kemiringan tanah, luas tanah itu sendiri, dan muka air tanah. TPA ini merupakan TPA dengan sistem open dumping yang sudah beroperasi sejak tahun 2008. Dalam merencanakan TPA dengan sistem sanitary landfill, TPA open dumping tersebut masih dapat dimanfaatkan, karena menurut Damanhuri (2008), sampah yang sudah menjadi kompos selama 2 tahun ataupun lebih, dapat dijadikan sebagai material penutup. Selain sampah lama atau kompos, dapat digunakan reruntuhan bangunan, debu sapuan jalan, hasil pembersihan saluran sebagai pengganti tanah penutup. Menurut Dinas Kebersihan dan Pertamanan Sumenep (2012), TPA Batuan ini hanya melayani 3 kecamatan saja dari 19 kecamatan daratan yang ada di Kabupaten Sumenep. Hal ini disebabkan karena jarak kecamatan yang lain terlalu jauh untuk ditempuh menuju TPA Batuan. Berdasarkan data tersebut, jelas lahan yang dibutuhkan untuk TPA tersebut tidak Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah di Kabupaten Sumenep Nurfakhrina Ramadhani Ardedah dan Dr.Ir. Ellina S. Pandebesie, MT. Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: [email protected] I

Transcript of 1 Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah...

Page 1: 1 Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-29197-3309100089-Paper.pdf · 3 menggambarkan apa saja yang akan direncanakan, tetapi tidak

1

Abstrak—TPA Batuan di Kabupaten Sumenep, Madura masih menerapkan sistem open dumping. Ada beberapa dampak negatif yang timbul karena masih menerapkan open dumping. Hal ini disebabkan mulai dari tidak terdapatnya sistem pelapis dasar, pipa pengumpul dan penyalur lindi yang dapat menyebabkan lindi yang dihasilkan oleh sampah tidak terkontrol dan dapat mencemari air tanah di sekitar TPA. Selain itu, TPA Batuan juga belum memiliki pipa penyalur gas sehingga gas yang ada di dalam tumpukan sampah tertahan di dalam sampah. Oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan yang meliputi perencanaan sistem pelapis dasar, pengumpulan dan penyaluran lindi ke instalasi pengolahan Lindi (IPL), serta fasilitas pendukung lainnya. Perencanaan ini memerlukan beberapa data, yaitu data primer dan data sekunder. Tujuan perencanaan dilakukan untuk mendapatkan gambar dan Bill of Quantity (BOQ).

Perencanaan dilakukan mulai tahun 2012 sampai 2025, tetpai mulai beroperasi mulai tahun 2015. Sampah yang masuk tahun 2015 sebesar 96,63 m3/hari. Saat ini TPA Batuan memiliki luas lahan sebesar 3 ha dan sisa lahan yang belum digunakan sekitar 0,177 ha. Pemerintah Kabupaten Sumenep telah merencanakan pembebasan lahan seluas 5 ha untuk perluasan TPA Batuan. Direncanakan terdapat 3 sel, masing-masing sel mempunyai luas sebesar 11100 m2, 11250 m2, dan 11250 m2. Jumlah sampah yang masuk ke TPA Batuan sebesar Masa pakai tiap sel juga berbeda, sel 1 mempunyai masa pakai selama 2,77 tahun sedangkan sel 2 dan sel 3 mempunyai masa pakai selama 3 tahun untuk masing-masing sel, sehingga masa pakai ketiga sel tersebut 8,77 tahun. Dari ketiga sel tersebut dihasilkan lindi sebesar 1,87 l/detik dan akan diolah menggunakan Anaerobic Baffle Reactor (ABR), kolam fakultatif, serta kolam maturasi. Dihasilkan gas sebesar 371662,15 m3 untuk sel I dan 410429,77 untuk sel II dan III. Kata Kunci—open dumping, pengelolaan lindi dan gas, sanitary landfill, TPA

I. PENDAHULUAN ndonesia merupakan salah satu negara di dunia yang belum mengoptimalkan fungsi TPA dengan baik. Hampir semua

TPA di Indonesia menerapkan TPA dengan cara open dumping, yaitu semua sampah yang masuk ke TPA hanya ditumpuk sampai ketinggian maksimal yang diperbolehkan. Sedangkan dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2008, semua TPA harus sudah menerapkan sanitary landfill.

Indonesia merupakan negara yang komposisi sampah basahnya lebih banyak dari sampah kering, sehingga kebanyakan pengolahan sampah basah yang masuk ke TPA

dijadikan kompos dan biogas, begitu juga dengan TPA Batuan. Sampah basah mempunyai kandungan air yang sangat tinggi, sehingga akan menghasilkan lindi dalam jumlah yang besar pula. Lindi yang dihasilkan dari sampah tersebut seharusnya dapat dilakukan pengelolaan terlebih dahulu karena jika tidak ada pengelolaan, maka lindi berpotensi sekali untuk mencemari lingkungan mengingat lindi merupakan salah satu air limbah yang mengandung ammonium, bahan organik, serta garam dalam konsentrasi yang tinggi (Laconi et al, 2011). TPA Batuan sebenarnya sudah mempunyai kolam pengolahan lindi, tetapi tidak berfungsi karena tidak ada lindi yang dikumpulkan kemudian dialirkan ke kolam tersebut sehingga diperlukan sumur pantau untuk memantau pergerakan lindi dan kemungkinan terjadinya pencemaran air tanah oleh lindi.

Selain menghasilkan lindi, TPA juga menghasilkan gas. Gas-gas yang timbul di TPA berasal dari biodegradasi dari sampah biodegradable yang mengandung hidrogen dan karbon dioksida pada tingkatan awal, kemudian diikuti dengan gas metana dan karbon dioksida pada tingkatan selanjutnya (Williams, 2005). Oleh karena itu, gas yang diperkirakan timbul di TPA, harus dilepaskan melalui ven ataupun dikumpulkan yang kemudian akan dimanfaatkan lebih lanjut (Guyer, 2009).

TPA Batuan merupakan TPA tipe canyon karena berada pada daerah bukit, sehingga perlu dipertimbangkan beberapa faktor untuk stabilitas pelapis dasar. Menurut Sabugal (2009), ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam stabilitas pelapis dasar antara lain adanya kemiringan tanah, luas tanah itu sendiri, dan muka air tanah.

TPA ini merupakan TPA dengan sistem open dumping yang sudah beroperasi sejak tahun 2008. Dalam merencanakan TPA dengan sistem sanitary landfill, TPA open dumping tersebut masih dapat dimanfaatkan, karena menurut Damanhuri (2008), sampah yang sudah menjadi kompos selama 2 tahun ataupun lebih, dapat dijadikan sebagai material penutup. Selain sampah lama atau kompos, dapat digunakan reruntuhan bangunan, debu sapuan jalan, hasil pembersihan saluran sebagai pengganti tanah penutup.

Menurut Dinas Kebersihan dan Pertamanan Sumenep (2012), TPA Batuan ini hanya melayani 3 kecamatan saja dari 19 kecamatan daratan yang ada di Kabupaten Sumenep. Hal ini disebabkan karena jarak kecamatan yang lain terlalu jauh untuk ditempuh menuju TPA Batuan. Berdasarkan data tersebut, jelas lahan yang dibutuhkan untuk TPA tersebut tidak

Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah di Kabupaten Sumenep Nurfakhrina Ramadhani Ardedah dan Dr.Ir. Ellina S. Pandebesie, MT.

Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: [email protected]

I

Page 2: 1 Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-29197-3309100089-Paper.pdf · 3 menggambarkan apa saja yang akan direncanakan, tetapi tidak

2

terlalu luas karena sampah yang diterima juga tidak terlalu banyak. Hal ini dapat dilihat dari luas lahan TPA Batuan sekitar 3 hektar, tetapi lahan yang tersisa hanya 0,177 hektar. Pemerintah merencanakan pembebasan lahan sebesar 5 ha. Oleh karena itu perencanaan ini mencakup perhitungan kebutuhan lahan yang akan digunakan untuk menampung sampah mulai dari 2013 sampai 2025.

Oleh karena itu, melihat kondisi TPA yang ada sekarang ini, dapat direncanakan TPA Batuan yang berbasis sanitary landfill dengan tujuan mengurangi emisi dari gas dan lindi yang dihasilkan TPA agar tidak meninggalkan masalah lingkungan untuk generasi selanjutnya (Bilgili et al., 2006).

II. URAIAN PERENCANAAN

A. Ide Perencanaan Ide perencanaan pada tugas akhir ini adalah Perencanaan

Tempat Pemrosesan Akhir di Kecamatan Batuan, Kabupaten Sumenep, Madura. TPA ini masih menerapkan Open Dumping sehingga perlu direncanakan TPA yang berbasis Sanitary Landfill.

B. Langkah Perencanaan - Studi Literatur - Pengambilan Data - Analisis Data

C. Desain dan Pembahasan Beberapa fasilitas yang akan didesain antara lain :

- Denah TPA Batuan - Peta kontur - Cut and fill - Sel I, II, dan III beserta potongan melintang dan

memanjang - Denah pipa lindi beserta detail pipa lindi - Denah pipa gas beserta detail pipa gas - Denah IPL beserta potongan memanjang dan

melintang - Profil hidrolis IPL - Kantor TPA beserta potongan memanjang dan

melintang - Jembatan timbang - Detail sistem pelapis dasar

Dalam perencanaan ini juga diikut sertakan hasil perkiraan Bill of Quantity (BOQ).

III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Komposisi dan Densitas Sampah Dalam merencanakan suatu TPA perlu diketahui komposisi

sampah agar dapat ditentukan sampah jenis apa saja yang dapat masuk ke TPA. Komposisi sampah TPA dapat diketahui dengan mengambil sampel sebanyak 100 kg selama 8 hari berturut-turut sesuai dengan prosedur sampling pada SNI 19-3964-1995. Prosedur sampling dapat dilihat pada lampiran. Samping dilakukan mulai dari tanggal 29 Oktober 2012 sampai dengan 3 Nopember 2012. Komposisi sampah yang ada di TPA Batuan hampir sama dengan komposisi sampah yang ada dihampir semua TPA di Indonesia.

Komposisi sampah terbanyak yaitu sampah basah dan daun-daunan. Komposisi sampah yang dipisahkan menurut jenisnya antara lain sampah basah dan daun-daunan, plastik, kertas, kaca, logam, karet, pampers, kain, B3, dan lain-lain.

Tabel III.1

Komposisi Sampah di TPA Batuan

Sumber: Hasil Perhitungan Densitas sampah di TPA Batuan juga menggunakan kotak

densitas berukuran 500L. Setelah dilakukan sampling densitas, didapatkan densitas sampah di TPA Batuan sebesar 260 kg/m³.

B. Proyeksi Penduduk Dalam merencanakan suatu TPA, perencana harus

mengetahui jumlah penduduk dan fasilitas-fasilitas umum yang dilayani oleh TPA Batuan. Jumlah penduduk dan fasilitas umum akan mengalami peningkatan, oleh karena itu dilakukan pendekatan pertambahan penduduk dan fasilitas umum dengan proyeksi penduduk. Proyeksi jumlah penduduk dan fasilitas umum ini diproyeksikan selama 13 tahun mendatang. Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Sumenep, TPA Batuan hanya melayani 3 Kecamatan, yaitu Sumenep, Kalianget, dan Batuan. Proyeksi penduduk dilakukan untuk masing-masing Kecamatan tersebut. Data jumlah penduduk yang digunakan sebelumnya adalah data mulai tahun 2005 sampai 2011.

C. Proyeksi Timbulan Proyeksi timbulan sampah dilakukan untuk mengetahui

besarnya volume sampah yang masuk ke TPA. Timbulan sampah diproyeksikan selama 13 tahun. Proyeksi timbulan sampah yang dihitung juga dengan target reduksi sampah per tahunnya.

Perhitungan proyeksi timbulan sampah permukiman dilakukan dengan mengalikan jumlah orang dengan jumlah timbulan sampah per orang per harinya yaitu 2 l/detik.

Proyeksi timbulan sampah tidak hanya untuk timbulan sampah permukiman, tetapi juga untuk timbulan sampah fasilitas umum, antara lain jalan, pasar, dan sekolah.

D. Desain TPA Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Sumenep

merencanakan adanya pembebasan lahan seluas 5 ha. Dalam tugas akhir ini, perencana merencanakan TPA dengan lahan baru tanpa mengubah kondisi eksisting. Denah TPA

Kamis, 29 Okt 2012

Jumat, 30 Okt 2012

Sabtu, 31 Okt 2012

Minggu, 1 Nop 2012

Senin, 2 Nop 2012

Selasa, 3 Nop 2012

Rabu, 4 Nop 2012

Kamis, 5 Nop 2012

1 Plastik 7,5 8 11,5 4 8,5 6 9 4 7,31

2 Kertas 3 1 4 2 1 3 2 1 2,13

3 Kaca - - 3 - - - - - 0,38

4 Sisa Makanan dan Daun 84 73 71 91,5 88,5 80,5 86,5 94 83,63

5 Pampers dan Pembalut 5 14 10 - - 10 2 - 5,13

6 Kain - 1 - 1 - - - - 0,25

7 Kayu - 2 - 0,5 1,5 - - - 0,50

8 lain-lain 0,5 1 0,5 1 0,5 0,5 0,5 1 0,69

100 100 100 100 100 100 100 100 100Jumlah

Komposisi Sampah (kg)No

Hari, Tanggal

Rata-Rata

Page 3: 1 Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-29197-3309100089-Paper.pdf · 3 menggambarkan apa saja yang akan direncanakan, tetapi tidak

3

menggambarkan apa saja yang akan direncanakan, tetapi tidak semua fasilitas direncanakan ulang, karena sudah ada bebrapa fasilitas yang terdapat pada TPA Batuan.

Direncanakan terdapat 3 sel penimbunan seperti yang terlihat pada denah TPA Batuan. Masing-masing sel dikelilingi dengan saluran drainase.

Tabel III.2 Luas Masin-Masing Sel

Sel Timbunan

Luas (m²)

Panjang (m)

Lebar (m)

Sel I 11250 185 60

Sel II 11100 225 50

Sel III 11100 225 50 Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar. III.1 Pertukaran isotop oksigen gas dan oksigen dalam patatan katalis perovskit. Biasakan untuk menunjukkan signfikansi dari gambar pada judul gambar (caption).

E. Sistem Pelapis Dasar Setelah dilakukan penggalian serta pembersihan lahan,

kemudian dilakukan pelapisan dasar pada TPA Batuan. Berdasarkan data tanah di TPA Batuan yang berbatu, sistem pelapis dasar yang disarankan adalah menggunakan geotekstile non woven kemudian dilapisi lagi dengan geomembran.

F. Kapasitas dan Umur Pakai Tiap Sel Apabila sistem pelapis dasar sudah dipasang, kemudian

dilakukan rencana ketinggian penimbunan. Perencana merencanakan tinggi 12 m untuk tinggi total timbunan sel I dan 14 m untuk sel II. Masing-masing timbunan setinggi 1 m. Berdasarkan data perencanaan tersebut, dapat dihitung kapasitas masing-masing sel.

Kapasitas sel I sebesar 97.598,1 m3 dan umur pakai selama 2,77 tahun. Kapasitas sel II dan sel III tiap selnya sebesar 107.846,3 m3 dan umur pakai tiap selnya selama 3,06 tahun. Jadi, umur pakai ketiga sel tersebut selama 8,89 tahun.

G. Produksi Gas Sampah yang masuk ke TPA menghasilkan gas, terutama

gas metan. Gas metan merupakan salah satu gas yang menyebabkan global warming yang lebih besar potensinya dibandingkan dengan gas lain. Oleh karena itu, gas yang dihasilkan sampah di TPA harus diperkirakan. Perkiraan produksi gas dapat ditentukan dari komposisi sampah yang masuk ke TPA. Masing-masing komposisi sampah mempunyai nilai C, H, O, N, S, dan ash serta kadar airnya. Tipikal sampah di Indonesia merupakan sampah basah, termasuk TPA Batuan, oleh karena itu gas yang dihasilkan akan semakin besar. Jumlah gas yang dihasilkan pada sel I sebesar 371662,15 m3 sedangkan untuk sel II dan sel III sebesar 410429,77 m3.

H. Produksi Lindi Persentase sampah basah yang ada di TPA Batuan

mencapai 83,63%, sehingga perlu diestimasikan jumlah lindi yang dihasilkan dari sampah tersebut. Lindi yang dihasilkan di TPA Batuan belum dapat ditampung karena sistem pembuangan sampah tersebut masih open dumping tanpa ada sistem pengumpulan lindi menggunakan pipa menuju instalasi pengolahan lindi.

Sebelum mengetimasikan lindi yang terbentuk di TPA, hal yang harus dilakukan perencana adalah menentukan tinggi tumpukan sampah yang diinginkan tiap selnya, agar diketahui berapa jumlah lift tiap sel dan masa pakai sel tersebut sampai mencapai ketinggian tumpukan sampah yang diinginkan. Berdasarkan tinggi timbunan yang direncanakan, setiap sel mempunyai tinggi timbunan total setinggi 11 m. Berdasarkan perhitungan, produksi lindi total dari ketiga sel sebesar 1,87 l/detik.

I. Instalasi Pengolahan Lindi (IPL) dan Dimensi Pipa Lindi Persentase sampah basah yang ada di TPA Batuan

mencapai 83,63%, sehingga perlu diestimasikan jumlah lindi yang dihasilkan dari sampah tersebut. Lindi yang dihasilkan di TPA Batuan belum dapat ditampung karena sistem pembuangan sampah tersebut masih open dumping tanpa ada sistem pengumpulan lindi menggunakan pipa menuju instalasi pengolahan lindi.

Berdasarkan hasil uji laboratorium, semua parameter tidak memenuhi baku mutu, sehingga perlu dilakukan pengolahan lindi agar mencapai baku mutu efluen lindi.

Perencanaan ini menggunakan 3 macam bangunan pengolah, yaitu Anaerobic Baffle Reactor (ABR), kolam fakultatif, dan kolam maturasi. Sebelum lindi masuk ke bangunan pengolah, lindi dialirkan terlebih dahulu ke sumur pengumpul agar debit lindi stabil. Digunakan ABR sebagai alternatif pengolahan karena desainnya sederhana, pengoperasian relatif mudah dan murah, dapat mengolah air limbah yang mempunyai kandungan pencemar organik yang cukup tinggi, serta waktu tinggalnya hanya 24 jam.

Urutan bangunan pengolahan mulai dari sumur pengumpul (p=2,4m;l=1,2m;t=2,5m), kolam anaerobik mempunyai 3 kompartemen, masing-masing kompartemen berukuran 4m;4m;4,9m (l=4,6m;t=2,5m), kolam fakultatif berukuran (pa=30m;pb=28m;la=15m;lb=14m;t=2m), dan bangunan

Page 4: 1 Perencanaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-29197-3309100089-Paper.pdf · 3 menggambarkan apa saja yang akan direncanakan, tetapi tidak

4

pengolahan terakhir adalah kolam maturasi yang berukuran (pa=35m;pb=34m;la=18m;lb=17m;t=2m).

Dimensi pipa lindi yang digunakan sebesar 200mm untuk pipa sekunder sedangkan untuk pipa primer sebesar 300mm.

J. Saluran Drainase Saluran drainase di TPA merupakan saluran tersier yang

menggunakan periode ulang tahun (PUH) 2 tahun. Tabel III.3

Dimensi Saluran Drainase

Saluran Lebar (cm)

Tinggi (cm)

Hair (cm)

A-B 29 29 14

B-C 32 31 16

C-D 32 31 16

E-D 32 31 16

F-E 19 21 9

X-G 24 25 12

G-A 17 19 8

H-I 30 29 15

H-J 16 19 8

L-M 30 30 15

L-N 16 19 8

P-Q 28 28 14

P-R 17 20 9

Z-F 16 19 8

F-R 19 21 9

Sumber: Hasil Perhitungan

IV. KESIMPULAN - Masa pakai TPA jika dilakukan pembebasan lahan seluas 5

ha mencapai 8,77 tahun. - Terdapat 3 zona penimbunan, yaitu sel I, sel II, dan sel III.

Sel I mempunyai luas 11.100 m2, sel II dan sel III mempunyai luas 11.250 m2.

- Masa pakai sel I mencapai 2,77 tahun, sedangkan untuk sel II dan sel III masa pakainya mencapai 3 tahun untuk masing-masing sel.

- Produksi tertinggi lindi yang dihasilkan oleh ketiga sel tersebut adalah 1,87 l/det.

DAFTAR PUSTAKA [1] Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumenep. 2012. Kabupaten Sumenep

Dalam Angka 2011. Sumenep: Badan Pusat Statistik. [2] Bilgili, S.M., Demir, A., dan Ozkaya. 2007. Influence of Leachate

Recirculation on Aerobic and Anaerobic Decomposition of Solid Wastes. Journal of Hazardous Materials 143:177-183.

[3] British Columbia. 1993. Landfill Criteria for Municipal Solid Waste. <URL:http:www.env.gov.bc.ca/epd/mun-waste/.htm>.

[4] Damanhuri, E. 2008. Diktat Landfilling Limbah. FTSL ITB. [5] Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Sumenep. 2012.

Executive Summary. Sumenep : DKP Sumenep. [6] Environmental Protection Agency. 2000. Landfill Manuals and

Landfill Site Design. Ireland : Environmental Protection Agency. [7] Guyer, J. P. 2009. Introduction to Sanitary Landfills. Continuing

Education and Development, Inc.

[8] He, R., Shen, D., Wang, J., He, Y., dan Zhu, Y. 2005. Biological Degradation of MSW in a Methanogenic Reactor Using Treated Leachate Recirculation. Process Biocemistry 40:3660-3666.

[9] Laconi, C. D., Rossetti, S., Lopez, A., Ried, A. 2011. Effective Treatment of Stabilized Municipal Landfill Leachates. Chemical Engineering Journal 168: 1085-1092.

[10] Leao, S., Bishop, I. dan Evans, D. 2004. Spatial-Temporal model for demand and allocation of waste landfills in growing urban region. Computers, Environment and Urban Systems 28: 353-385.

[11] McBean, E.A., Rovers, F.A., Farquhar, G.J. 1995. Solid Waste Landfill Engineering and Design. New Jersey : Prentice-Hall, Inc.

[12] Ramke, H.G. 2001. Appropriate Design and Operation of Sanitary Landfills. Germany: University of Applied Sciences Hoexter

[13] Sabugal, F. M. dan Purdy, S. D. 2009. Siting and Design of a Modern Sanitary Landfill. Philippines: Vector Engineering, Inc.

[14] SNI 19-3964-1995 [15] Tchobanoglous, G., Theissen, H., Vigil, S. 2002. Handbook of Solid

Waste Management. Second Edition. McGraw-Hill, Inc. [16] Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008. Pengelolaan Sampah. [17] Wardhana, I. W. 2007. Studi Pengembangan Teknis TPA Jeruk Legi

Kota Cilacap Jawa Tengah dengan Sistem Sanitary Landfill. Semarang: Teknik Lingkungan UNDIP.

[18] Williams, P. T. 2005. Waste Treatment and Disposal. Second Edition. England: John Wiley & Sons Ltd.

[19] R. J. Vidmar. (1992, August). On the use of atmospheric plasmas as electromagnetic reflectors. IEEE Trans. Plasma Sci. [Online]. 21(3). pp. 876–880. Available: http://www.halcyon.com/pub/journals/21ps03-vidmar