1. Pendahuluan.doc
-
Upload
dwi-joko-winarno -
Category
Documents
-
view
27 -
download
0
Transcript of 1. Pendahuluan.doc
BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Perencanaan Program Pembangunan Provinsi Lampung yang telah tersinkronisasi
dengan program Pembangunan Nasional sampai dengan tahun 2020 diantaranya pada
sektor perhubungan adalah “Terwujudnya pelayanan perhubungan yang semakin
efisien dan efektif dan memberikan nilai tambah”.
Pelayanan perhubungan yang efisien dan diindikasikan oleh penyelengaraan
perhubungan yang semakin pendek dari sisi jarak dan waktu disertai dengan pola
operasi yang aman (security), selamat (safety), tepat waktu (punctuality), terpelihara,
mencukupi kebutuhan, menjangkau seluruh kabupaten serta mampu mendukung
pembangunan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pelayanan perhubungan yang mampu mendorong pertumbuhan produksi dan
ekonomi wilayah melalui iklim usaha yang kondusif bagi berkembangnya peran serta
masyarakat. Melalui kelancaran mobilitas orang dan distribusi barang ke seluruh
wilayah provinsi yang terdiri dari 15 kabupaten/kota, serta pergerakan arus barang ke
wilayah provinsi yang saling berbatasan/berdekatan dapat dicapai melalui konsep
multi-gate dengan pembagian kewilayahan timur – barat dan penerapan konsep yang
menghubungkan seluruh titik-titik kota/kabupaten dan kecamatan di provinsi yang
memiliki potensi pengembangan pelabuhan laut; pelayaran rakyat; maupun angkutan
sungai, danau dan penyeberangan yang dapat dikembangakan untuk trayek angkutan
laut perintis.
Dalam sistem transportasi, pelabuhan merupakan suatu simpul dari mata rantai
kelancaran angkutan laut dan darat, yang selanjutnya berfungsi sebagai kegiatan
peralihan antar moda transportasi. Pentingnya peran pelabuhan dalam suatu
sistem transportasi, mengharuskan setiap pelabuhan memiliki kerangka dasar rencana
pengembangan dan pembangunan pelabuhan. Kerangka dasar tersebut tertuang
dalam suatu rencana pengembangan tata ruang yang kemudian dijabarkan dalam
suatu tahapan pelaksanaan pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang. Hal
ini diperlukan untuk menjamin kepastian usaha dan pelaksanaan pembangunan
pelabuhan yang terencana, terpadu, tepat guna, efisien dan berkesinambungan.
1 - 1
Dengan latar belakang tersebut, Dinas Perhubungan Provinsi Lampung pada Tahun
Anggaran 2015 ini mengadakan kegiatan "Studi Pola Jaringan Trayek Angkutan Laut
Perintis Provinsi Lampung".
1.2. MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN KEGIATAN
1.2.1. Maksud Kegiatan
Maksud kegiatan ini diharapkan keberadaan pelabuhan yang ada dapat difungsikan
secara optimal dan yang utama untuk menata jaringan transportasi laut khususnya
angkutan penumpang dan barang melalui pelabuhan antar pulau yang ada dalam
wilayah Provinsi Lampung dan sekitar pelabuhan terdekat di sekitar perbatasan luar
provinsi.
1.2.2. Tujuan Kegiatan
Tujuan dari penyusunan Studi Pola Jaringan Trayek Angkutan Laut Perintis Provinsi
Lampung adalah:
a. Melakukan survey dan menyusun rencana teknis pola pelayaran pada pelabuhan
eksisting
b. Memberikan informasi tentang kondisi hinterland pelabuhan
c. Memberikan informasi pergerakan lalu lintas kapal antar pulau dalam wilayah
Provinsi Lampung
d. Melaksanakan investigasi untuk mendapatkan identifikasi karakteristik dan
kondisi kesesuaian kapal yang akan dipergunakan dalam pelayaran angkutan laut
perintis dalam kaitannya dengan keselamatan pelayaran
1.2.3. Sasaran Kegiatan
Tersusunnya dokumen Studi Pola Jaringan Trayek Angkutan Laut Perintis di
Wilayah Provinsi Lampung.
1 - 2
1.3. RUANG LINGKUP
1.3.1. Ruang Lingkup Wilayah
Lokasi pekerjaan dilaksanakan pada pelabuhan eksisting yang meliputi dan tidak
terbatas pada:
a. Pelabuhan di Mesuji – Pelabuhan OKI - Pelabuhan Bangka Belitung
b. Pelabuhan di Mesuji - Jakarta
1.3.2. Ruang Lingkup Kegiatan
Lingkup Pekerjaan yang harus dilaksanakan dalam pekerjaan ini meliputi
perencanaan pola pelayaran di wilayah Provinsi Lampung:
1) Mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan pekerjaan ini seperti studi
terdahulu, data hidrologi, data hidro-oceanografi dan sosial ekonomi wilayah
2) Menyusun metode pelaksanaan pekerjaan dan persiapan pelaksanaan survey
lapangan
3) Melaksanakan survey yang meliputi:
- Survey permintaan dan penawaran kebutuhan ruang kapal asal dan tujuan;
- Survey kelayakan fasilitas pelabuhan asal dan tujuan;
- Analisa kebutuhan biaya operasional kapal untuk angkutan barang dan
penumpang/mil laut;
- Survey mobilitas penduduk;
- Survey komoditas unggulan.
4) Sistem rute pelayaran, pergerakan lalu lintas kapal, perkembangan dimensi
kapal, jenis kapal dan sarana bantu navigasi pelayaran
Kegiatan tersebut dilakukan secara bertahap dengan tahapan sebagai berikut:
1) Pekerjaan Persiapan
Pada tahap ini, kegiatan yang harus dilakukan adalah menelaah tata letak
pelabuhan pada lokasi serta melakukan observasi singkat
2) Tahap identifikasi dan pengumpulan data
a. Proses pengumpulan data dalam rangka untuk mengidentifikasi karakteristik
kegiatan pada pelabuhan eksisting yang meliputi: kebutuhan sarana dan
prasarana pelabuhan, mobilisasi barang dan penumpang/asal dan tujuan
pada setiap daerah dan daerah bangkitan yag akan dilalui
1 - 3
b. Kondisi alur pelayaran; kepadatan lalu lintas, ukuran dan sarat (draft) kapal;
arus dan pasang surut; kondisi cuaca dan ship’s routeing system.
c. Sistem rute pelayaran daerah lalu lintas pedalaman (inshore-traffic zones);
bila pelabuhan tersebut masuk dalam jaringan trayek pelayaran
3) Tahap estimasi volume dan biaya
Secara teknis kegiatan angkutan khususnya dalam angkutan perintis beberapa
komponen biaya menjadi perhitungan pokok untuk itu komponen-komponen
harus dirumuskan dan disusun sesuai dengan pola yang berlaku pada angkutan
laut perintis.
4) Tahap analisa
Pada tahap ini, dari hasil inventarisasi fasilitas pelabuhan dan pengumpulan data
diolah untuk menjadi masukkan (input) yang diperhitungkan dari beberapa aspek
politik, sosial, ekonomi dan budaya; sehingga proses analisa Studi Pola Jaringan
Trayek Angkutan Laut Perintis ini dapat dipertanggung jawabkan.
5) Keluaran
a. Laporan Pendahuluan berisikan kegiatan persiapan/rencana pelaksanaan
pekerjaan; metodologi; jadwal waktu pelaksanaan dan gambaran umum
pekerjaan.
b. Laporan Antara berupa hasil survey lapangan berupa data primer.
c. Laporan Akhir Sementara yang memuat hasil survey lapangan, data primer
dan hasil analisa survey.
d. Laporan Akhir yang merupakan hasil revisi dan masukkan dari hasil
ekspose/diskusi dengan seluruh stakeholder terkait yang diserahkan hasil
survey lapangan, data primer dan hasil analisa survey.
1.4. DATA PENUNJANG
1.4.1 Data Dasar
1. Rencana Induk Pelabuhan Panjang
2. Pelabuhan laut di Provinsi Lampung
3. Kondisi geografis
4. Seluruh peraturan teknis yang terkait dengan pelaksanaan pekerjaan ini
5. Studi – studi terdahulu dan seluruh data penunjang yang pernah dilaksanakan
1 - 4
1.4.2. Referensi Peraturan
1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan hidup;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Pedoman Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan
Maritim;
9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 Tentang
Penyelenggaraan Pelabuhan Laut;
10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 31 Tahun 2006 tentang Pedoman
dan Proses Perencanaan di Lingkungan Departemen Perhubungan;
11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan;
12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 62 Tahun 2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kantor Unit Penyelenggaraan Pelabuhan sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 44 Tahun 2011;
13. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 63 Tahun 2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kantor Otoritas Pelabuhan;
14. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 5 Tahun 2011 tentang Sarana Bantu
Navigasi Pelayaran (SBNP);
15. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 68 Tahun 2011 tentang Alur
pelayaran di Laut;
16. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 52 Tahun 2012 Tentang Tentang
Pelayaran Sungai dan Danau
17. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 34 Tahun 2012 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kantor Kesyahbandaran Utama;
18. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun 2012 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan;
1 - 5
19. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 52 Tahun 2011 tentang
Pengerukan dan Reklamasi;
20. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 53 Tahun 2011 tentang
Pemanduan;
21. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 58 Tahun 2013 tentang
Penanggulangan Pencemaran di Perairan dan Pelabuhan;
22. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun 2011 tentang
Telekomunikasi – Pelayaran;
23. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP. 414 Tahun 2013 tentang Penetapan
Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
24. Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Lampung;
25. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 2 Tahun 2014
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Tahun 2014-2034;
26. Peraturan Daerah Kabupaten Mesuji Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Mesuji Tahun 2011 – 2031;
27. Peraturan Daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir Nomor 9 Tahun 2013 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir Tahun 2013 –
2033;
28. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2030.
1.4.3. Tinjauan Kebijakan
1.4.3.1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional dan perwujudan Wawasan
Nusantara, perlu disusun sistem transportasi nasional yang efektif dan efisien, dalam
menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan
mobilitas manusia, barang, dan jasa, membantu terciptanya pola distribusi nasional
yang mantap dan dinamis, serta mendukung pengembangan wilayah dan lebih
memantapkan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
turut mendukung pertahanan dan keamanan, serta peningkatan hubungan
internasional.
1 - 6
Transportasi merupakan sarana untuk memperlancar roda perekonomian,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, dalam rangka memantapkan
perwujudan Wawasan Nusantara, meningkatkan serta mendukung pertahanan dan
keamanan negara, yang selanjutnya dapat mempererat hubungan antarbangsa.
Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada penyelenggaraannya yang
mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara serta semakin
meningkatnya kebutuhan jasa angkutan bagi mobilitas orang dan barang dalam
negeri serta ke dan dari luar negeri. Di samping itu, transportasi juga berperan
sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang
memiliki potensi sumber daya alam yang besar tetapi belum berkembang, dalam
upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil- hasilnya.
Menyadari pentingnya peran transportasi tersebut, angkutan laut sebagai salah satu
moda transportasi harus ditata dalam satu kesatuan sistem transportasi nasional yang
terpadu dan mampu mewujudkan penyediaan jasa transportasi yang seimbang sesuai
dengan tingkat kebutuhan dan tersedianya pelayanan angkutan yang selamat,
aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah
dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, polusi rendah, dan
efisien.
Angkutan laut yang mempunyai karakteristik pengangkutan secara nasional dan
menjangkau seluruh wilayah melalui perairan perlu dikembangkan potensi dan
ditingkatkan peranannya sebagai penghubung antarwilayah, baik nasional maupun
internasional termasuk lintas batas, karena digunakan sebagai sarana untuk
menunjang, mendorong, dan menggerakkan pembangunan nasional dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menjadi perekat Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Mengingat penting dan strategisnya peranan angkutan laut yang
menguasai hajat hidup orang banyak maka keberadaannya dikuasai oleh negara yang
pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah.
Undang-Undang tentang Pelayaran yang memuat empat unsur utama yakni angkutan
di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran, serta
perlindungan lingkungan maritim dapat diuraikan sebagai berikut:
a. pengaturan untuk bidang angkutan di perairan memuat prinsip pelaksanaan asas
cabotage dengan cara pemberdayaan angkutan laut nasional yang memberikan
iklim kondusif guna memajukan industri angkutan di perairan, antara lain
adanya kemudahan di bidang perpajakan, dan permodalan dalam pengadaan
kapal serta adanya kontrak jangka panjang untuk angkutan; Dalam rangka
1 - 7
pemberdayaan industri angkutan laut nasional, dalam Undang Undang ini diatur
pula mengenai hipotek kapal. Pengaturan ini merupakan salah satu upaya untuk
meyakinkan kreditor bahwa kapal Indonesia dapat dijadikan agunan berdasarkan
peraturan perundang-undangan, sehingga diharapkan perusahaan angkutan laut
nasional akan mudah memperoleh dana untuk pengembangan armadanya;
b. pengaturan untuk bidang kepelabuhanan memuat ketentuan mengenai
penghapusan monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara
fungsi regulator dan operator serta memberikan peran serta pemerintah daerah
dan swasta secara proposional di dalam penyelenggaraan kepelabuhanan;
c. pengaturan untuk bidang keselamatan dan keamanan pelayaran memuat
ketentuan yang mengantisipasi kemajuan teknologi dengan mengacu pada
konvensi internasional yang cenderung menggunakan peralatan mutakhir pada
sarana dan prasarana keselamatan pelayaran, di samping mengakomodasi
ketentuan mengenai sistem keamanan pelayaran yang termuat dalam
“International Ship and Port Facility Security Code”; dan
d. pengaturan untuk bidang perlindungan lingkungan maritim memuat ketentuan
mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan laut yang
bersumber dari pengoperasian kapal dan sarana sejenisnya dengan
mengakomodasikan ketentuan internasional terkait seperti “International
Convention for the Prevention of Pollution from Ships”.
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan pelayaran adalah satu kesatuan
sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan
keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim.
Pelayaran yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan
keamanan pelayaran, dan perlindungan lingkungan maritim, merupakan bagian dari
sistem transportasi nasional yang harus dikembangkan potensi dan peranannya untuk
mewujudkan sistem transportasi yang efektif dan efisien, serta membantu terciptanya
pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis. Pelayaran diselenggarakan dengan
tujuan:
a. memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui perairan dengan
mengutamakan dan melindungi angkutan di perairan dalam rangka
memperlancar kegiatan perekonomian nasional;
b. membina jiwa kebaharian;
c. menjunjung kedaulatan negara;
d. menciptakan daya saing dengan mengembangkan industri angkutan perairan
nasional;
1 - 8
e. menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan
nasional;
f. memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan
Wawasan Nusantara; dan
g. meningkatkan ketahanan nasional.
Kegiatan angkutan laut dalam negeri disusun dan dilaksanakan secara terpadu, baik
intra-maupun antarmoda yang merupakan satu kesatuan sistem transportasi nasional.
Kegiatan angkutan laut dalam negeri dilaksanakan dengan trayek tetap dan teratur
(liner) serta dapat dilengkapi dengan trayek tidak tetap dan tidak teratur (tramper).
Kegiatan angkutan laut dalam negeri yang melayani trayek tetap dan teratur
dilakukan dalam jaringan trayek. Jaringan trayek tetap dan teratur angkutan laut
dalam negeri disusun dengan memperhatikan:
a. pengembangan pusat industri, perdagangan, dan pariwisata;
b. pengembangan wilayah dan/atau daerah;
c. rencana umum tata ruang;
d. keterpaduan intra-dan antarmoda transportasi; dan
e. perwujudan Wawasan Nusantara.
Penyusunan jaringan trayek tetap dan teratur dilakukan bersama oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan asosiasi perusahaan angkutan laut nasional dengan
memperhatikan masukan asosiasi pengguna jasa angkutan laut. Jaringan trayek tetap
dan teratur ditetapkan oleh Menteri.
1.4.3.2. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan
Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki
peranan yang sangat penting dan strategis sehingga penyelenggaraannya dikuasasi
oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka menunjang,
menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan nasional, dan memperkukuh
ketahanan nasional.
Pembinaan pelabuhan yang dilakukan oleh Pemerintah meliputi aspek pengaturan,
pengendalian, dan pengawasan. Aspek pengaturan mencakup perumusan dan
penentuan kebijakan umum maupun teknis operasional. Aspek pengendalian
mencakup pemberian pengarahan bimbingan dalam pembangunan dan pengoperasian
pelabuhan. Sedangkan aspek pengawasan dilakukan terhadap penyelenggaraan
kepelabuhanan.
1 - 9
Pembinaan kepelabuhanan dilakukan dalam satu kesatuan Tatanan Kepelabuhanan
Nasional yang ditujukan untuk mewujudkan kelancaran, ketertiban, keamanan dan
keselamatan pelayaran dalam pelayanan jasa kepelabuhanan, menjamin kepastian
hukum dan kepastian usaha, mendorong profesionalisme pelaku ekonomi di
pelabuhan, mengakomodasi teknologi angkutan, serta meningkatkan mutu pelayanan
dan daya saing dengan tetap mengutamakan pelayanan kepentingan umum.
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,
pengaturan untuk bidang kepelabuhanan memuat ketentuan mengenai penghapusan
monopoli dalam penyelenggaran pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan
operator serta memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta secara
proporsional di dalam penyelenggaraan kepelabuhanan.
Untuk kepentingan tersebut di atas maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur
mengenai Rencana Induk Pelabuhan Nasional, penetapan lokasi, rencana induk
pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan
pelabuhan, penyelenggaran kegiatan di pelabuhan, perizinan pembangunan dan
pengoperasian pelabuhan atau terminal, terminal khusus dan terminal untuk
kepentingan sendiri, penarifan, pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi
perdagangan luar negeri dan sistem informasi pelabuhan.
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan pelabuhan adalah tempat
yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat
kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat
kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa
terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan
keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat
perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. Sedangkan kepelabuhanan adalah
segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk
menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang
dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan intra-
dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan
tetap memperhatikan tata ruang wilayah.
Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai Tatanan Kepelabuhanan Nasional,
Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan pelabuhan, penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan, pembangunan dan
1 - 10
pengoperasian pelabuhan, terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri,
penarifan, pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar
negeri, dan sistem informasi pelabuhan.
Tatanan Kepelabuhanan Nasional diwujudkan dalam rangka penyelenggaraan
pelabuhan yang andal dan berkemampuan tinggi, menjamin efisiensi, dan
mempunyai daya saing global untuk menunjang pembangunan nasional dan daerah
yang ber-Wawasan Nusantara. Tatanan Kepelabuhanan Nasional merupakan sistem
kepelabuhanan secara nasional yang menggambarkan perencanaan kepelabuhanan
berdasarkan kawasan ekonomi, geografi, dan keunggulan komparatif wilayah, serta
kondisi alam. Tatanan Kepelabuhanan Nasional memuat:
a. peran, fungsi, jenis, dan hierarki pelabuhan;
b. Rencana Induk Pelabuhan Nasional; dan
c. lokasi pelabuhan.
Pelabuhan memiliki peran sebagai:
a. simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya;
b. pintu gerbang kegiatan perekonomian;
c. tempat kegiatan alih moda transportasi;
d. penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan;
e. tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang; dan
f. mewujudkan Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara.
Rencana Induk Pelabuhan Nasional yang merupakan perwujudan dari Tatanan
Kepelabuhanan Nasional digunakan sebagai pedoman dalam penetapan lokasi,
pembangunan, pengoperasian, pengembangan pelabuhan, dan penyusunan Rencana
Induk Pelabuhan. Rencana Induk Pelabuhan Nasional merupakan kebijakan
pengembangan pelabuhan secara nasional untuk jangka panjang. Rencana Induk
Pelabuhan Nasional memuat:
a. kebijakan pelabuhan nasional; dan
b. rencana lokasi dan hierarki pelabuhan.
Menteri menetapkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional untuk jangka waktu 20 (dua
puluh) tahun. Rencana Induk Pelabuhan Nasional dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali
dalam 5 (lima) tahun.
1 - 11
1.4.3.3. Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran juga mengamanatkan
bahwa Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) disusun sebagai kerangka
kebijakan untuk memfasilitasi tercapainya visi tersebut. RIPN akan menjadi acuan
bagi pembangunan bidang kepelabuhanan di Indonesia. Di dalam RIPN juga terdapat
prediksi lalu-lintas pelabuhan, kebutuhan pengembangan fisik pelabuhan, kebutuhan
investasi dan strategi pendanaan, program modernisasi pelabuhan dan integrasinya
dengan pembangunan ekonomi dalam kerangka sistem transportasi nasional.
Berdasarkan amanat pasal 8 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009
tentang Kepelabuhanan, maka dikeluarkan Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor KP 414 Tahun 2013 tentang Penetapan Rencana Induk Pelabuhan
Nasional. RIPN disusun dengan mengintegrasikan rencana lintas sektor, mencakup
keterkaitan antara sistem transportasi nasional dan rencana pengembangan koridor
ekonomi serta sistem logistik nasional, rencana investasi dan implementasi
kebijakan, peran serta pemerintah dan swasta, serta pembagian wewenang
pemerintah pusat dan daerah. Integrasi tersebut menjadi landasan utama untuk
perencanaan dan investasi jangka panjang dimana bentuknya tidak hanya berupa
pembangunan fisik namun juga menyangkut peningkatan efisiensi dan upaya
memaksimalkan pemanfaatan kapasitas pelabuhan yang ada serta berbagai langkah
terkait dengan aspek pengaturan, kelembagaan, dan operasional pelabuhan.
Kebijakan pelabuhan nasional merupakan bagian dalam proses integrasi multimoda
dan lintas sektoral. Peran pelabuhan tidak dapat dipisahkan dari sistem transportasi
nasional dan strategi pembangunan ekonomi. Oleh karena itu kebijakan tersebut
lebih menekankan pada perencanaan jangka panjang dalam kemitraan antar lembaga
pemerintah dan antar sektor publik dan swasta. Munculnya rantai pasok global
(supply chain management) sebagai model bisnis yang diunggulkan, merupakan
faktor kunci dalam perubahan ekonomi global. Perkembangan teknologi informasi
komunikasi dan transportasi mempengaruhi strategi bisnis yang terintegrasi antara
produksi, pemasaran, transportasi, distribusi dan klaster industri dalam koridor
ekonomi.
Kebijakan pelabuhan nasional akan merefleksikan perkembangan sektor
kepelabuhanan menjadi industri jasa kepelabuhanan kelas dunia yang kompetitif dan
sistem operasi pelabuhan sesuai dengan standar internasional baik dalam bidang
keselamatan pelayaran maupun perlindungan lingkungan maritim. Tujuannya adalah
1 - 12
untuk memastikan sektor pelabuhan dapat meningkatkan daya saing, mendukung
perdagangan, terintegrasi dengan sistem multi-moda transportasi dan sistem logistik
nasional. Kerangka hukum dan peraturan akan diarahkan dalam upaya menjamin
kepastian usaha, mutu pelayanan yang lancar dan cepat, kapasitas mencukupi, tertib,
selamat, aman, tepat waktu,tarif terjangkau, kompetitif, aksesibilitas tinggi dan tata
kelola yang baik. Kebijakan tersebut akan terus dibangun dan dikembangkan
berdasarkan konsensus dan komitmen dari para pemangku kepentingan.
Penyusunan rencana kebutuhan pengembangan pelabuhan didasarkan pada
pendekatan penilaian kapasitas pelabuhan dan memperhatikan skema pembangunan
untuk masing-masing pelabuhan. Selain kebijakan pemerintah, juga telah
diperhatikan program pembangunan pelabuhan strategis di Indonesia. Kebijakan
pemerintah yang menjadi dasar utama bagi pengembangan pelabuhan meliputi:
(a) prioritas pengembangan konektivitas dan prasarana pelabuhan untuk mendukung
program koridor perekonomian Indonesia tahun 2025;
(b) Cetak Biru Transportasi Multimoda/Antarmoda untuk mendukung Sistem
Logistik Nasional; dan
(c) Rencana Strategis Sektor Perhubungan.
Sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan, pelabuhan laut di Indonesia dapat dikelompokkan berdasarkan
hierarki yang terdiri atas:
1. Pelabuhan Utama (yang berfungsi sebagai Pelabuhan Internasional dan
Pelabuhan Hub Internasional);
2. Pelabuhan Pengumpul; dan
3. Pelabuhan Pengumpan, yang terdiri atas:
a. Pelabuhan Pengumpan Regional;
b. Pelabuhan Pengumpan Lokal.
Hierarki pelabuhan sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan memperhatikan
kriteria teknis sebagai berikut:
1. Pelabuhan Utama:
a. kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar internasional;
b. berada dekat dengan jalur pelayaran internasional ± 500 mil dan jalur
pelayaran nasional ± 50 mil;
c. memiliki jarak dengan pelabuhan utama lainnya minimal 200 mil;
d. memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang
e. kedalaman kolam pelabuhan minimal –9 m - LWS;
1 - 13
f. berperan sebagai tempat alih muat peti kemas/curah/general
cargo/penumpang internasional;
g. melayani angkutan peti kemas sekitar 300.000 TEUs/tahun atau angkutan
lain yang setara;
h. memiliki dermaga peti kemas/curah/general cargo minimal 1 (satu)
tambatan, peralatan bongkar muat peti kemas/curah/general cargo serta
lapangan penumpukan/gudang penyimpanan yang memadai;
i. berperan sebagai pusat distribusi peti kemas/curah/general
cargo/penumpang di tingkat nasional dan pelayanan angkutan peti kemas
internasional;
2. Pelabuhan Pengumpul:
a. kebijakan Pemerintah yang meliputi pemerataan pembangunan nasional dan
meningkatkan pertumbuhan wilayah;
b. memiliki jarak dengan pelabuhan pengumpul lainnya setidaknya 50 mil;
c. berada dekat dengan jalur pelayaran nasional ± 50 mil;
d. memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;
e. berdekatan dengan pusat pertumbuhan wilayah ibukota provinsi dan
kawasan pertumbuhan nasional;
f. kedalaman minimal pelabuhan –7 m-LWS;
g. memiliki dermaga multipurpose minimal 1 tambatan dan peralatan bongkar
muat;
h. berperan sebagai pengumpul angkutan peti kemas/curah/general
cargo/penumpang nasional;
i. berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang umum nasional.
3. Pelabuhan Pengumpan Regional:
a. berpedoman pada tata ruang wilayah provinsi dan pemerataan pembangunan
antarprovinsi;
b. berpedoman pada tata ruang wilayah kabupaten/kota serta pemerataan dan
peningkatan pembangunan kabupaten/kota;
c. berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi wilayah provinsi;
d. berperan sebagai pengumpan terhadap Pelabuhan Pengumpul dan Pelabuhan
Utama;
e. berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang dari/ke
Pelabuhan Pengumpul dan/atau Pelabuhan Pengumpan lainnya;
f. berperan melayani angkutan laut antar kabupaten/kota dalam propinsi;
g. memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;
1 - 14
h. melayani penumpang dan barang antar kabupaten/kota dan/atau antar
kecamatan dalam 1 (satu) provinsi;
i. berada dekat dengan jalur pelayaran antar pulau ± 25 mil;
j. kedalaman maksimal pelabuhan –7 m-LWS;
k. memiliki dermaga dengan panjang maksimal 120 m;
l. memiliki jarak dengan Pelabuhan Pengumpan Regional lainnya 20 – 50 mil.
4. Pelabuhan Pengumpan Lokal:
a. Berpedoman pada tata ruang wilayah kabupaten/kota dan pemerataan serta
peningkatan pembangunan kabupaten/kota;
b. Berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota;
c. Memiliki luas daratan dan perairan tertentu dan terlindung dari gelombang;
d. Melayani penumpang dan barang antar kabupaten/kota dan/atau antar
kecamatan dalam 1 (satu) kabupaten/kota;
e. berperan sebagai pengumpan terhadap Pelabuhan Utama, Pelabuhan
Pengumpul, dan/atau Pelabuhan Pengumpan Regional;
f. berperan sebagai tempat pelayanan penumpang di daerah terpencil,
terisolasi, perbatasan, daerah terbatas yang hanya didukung oleh moda
transportasi laut;
g. berperan sebagai tempat pelayanan moda transportasi laut untuk mendukung
kehidupan masyarakat dan berfungsi sebagai tempat multifungsi selain
sebagai terminal untuk penumpang juga untuk melayani bongkar muat
kebutuhan hidup masyarakat disekitarnya;
h. berada pada lokasi yang tidak dilalui jalur transportasi laut reguler kecuali
keperintisan;
i. kedalaman maksimal pelabuhan –4 m-LWS;
j. memiliki fasilitas tambat atau dermaga dengan panjang maksimal 70 m;
k. memiliki jarak dengan Pelabuhan Pengumpan Lokal lainnya 5 – 20 mil.
1.4.3.4. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Lampung
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung telah disahkan sebagai peraturan
daerah yang tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun
2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung Tahun 2009
sampai dengan 2029.
Sistem Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan terdiri atas sistem jaringan
transportasi sungai, sistem jaringan transportasi danau, dan sistem jaringan
1 - 15
transportasi penyeberangan. Perencanaan sistem transportasi sungai, danau, dan
penyeberangan terdiri dari:
a. pelabuhan penyeberangan Bakauheni dan Ketapang yang berfungsi sebagai
pelabuhan penyeberangan antar Pulau Sumatera – Pulau Jawa;
b. pelabuhan Srengsem, pelabuhan Ketapang dan pelabuhan Batu Balai akan
dipersiapkan untuk mengantisipasi peningkatan arus penyeberangan pada
pelabuhan Bakauheni;
c. pelabuhan penyeberangan lokal yang berfungsi sebagai penghubung antara
daratan dengan pulau-pulau terluar, meliputi Canti – Pulau Sebesi – Pulau
Sebuku; Telukbetung – Ketapang – Pulau Pahawang – Pulau Legundi; Krui
– Pulau Pisang; Mesuji Atas – Wiralaga; Sungai Sidang – Pulau Jawa; dan
Kota Agung – Tabuan;
d. transportasi sungai yang meliputi Kuala Teladas, Way Sekampung Hilir,
Way Tulang Bawang Hilir, dan Way Seputih;
e. transportasi danau di obyek wisata Lumbok Kabupaten Lampung Barat;
f. pengembangan pelabuhan penyeberangan lainnya yang berfungsi untuk
menunjang perkembangan aktivitas ekonomi wilayah regional dengan
pelayanan mobilitas orang dan barang serta kebutuhan perikanan dan
pariwisata;
g. pembangunan jembatan penyeberangan yang menghubungkan Pulau Sumatera
dan Pulau Jawa yang melintasi Selat Sunda.
Sistem Jaringan Transportasi Laut:
Peningkatan fungsi pelabuhan pelabuhan laut meliputi pelabuhan internasional,
pelabuhan nasional, pelabuhan regional, dan pelabuhan lokal. Rencana
peningkatan fungsi pelabuhan-pelabuhan laut, melalui:
a. penetapan pelabuhan utama di pelabuhan Panjang yang selama ini berfungsi
sebagai pelabuhan barang untuk kegiatan ekspor impor;
b. penetapan pelabuhan Pengumpul di pelabuhan Kota Agung;
c. penetapan pelabuhan Pengumpan di pelabuhan Mesuji, Batu Balai, Telukbetung,
Ketapang, Legundi, Sebesi, Kuala Penet, Labuhan Maringgai, Way
Sekampung, Tabuan, Teladas, Menggala, Bengkunat dan Kelumbayan, Krui,
Kalianda, Way Seputih dan Sungai Burung;
d. pengembangan beberapa pelabuhan khusus di beberapa titik pengembangan di
pesisir pantai barat, pesisir pantai timur dan pesisir pantai selatan.
1 - 16
1.4.3.5. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Mesuji
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Mesuji telah disahkan sebagai peraturan
daerah yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Mesuji Nomor 6 Tahun
2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Mesuji Tahun 2011 – 2031.
Sistem Jaringan Prasarana Utama berupa sistem jaringan transportasi meliputi: (a).
sistem jaringan transportasi darat; dan (b). sistem jaringan perkeretaapian.
Rencana sistem jaringan transportasi darat meliputi:
a. jaringan jalan;
b. jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan;
c. jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan; dan
d. jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan (ASDP).
Sistem jaringan perkerataapian berupa rencana sistem jaringan rel Kereta Api
fider Simpang Pematang – Terbanggi Besar.
Rencana jaringan jalan meliputi:
a. jaringan jalan nasional;
b. jaringan jalan provinsi;
c. jaringan jalan kabupaten; dan
d. jembatan.
Rencana jaringan jalan nasional meliputi:
a. Pemantapan jaringan arteri primer pada jaringan jalan Lintas Timur Pulau
Sumatera melalui ruas Pematang Panggang – Mesuji – Simpang Unit VII –
Simpang Bujung Tenuk; dan
b. jalan arteri primer berupa jalan yang menghubungkan Bandar Lampung
dengan Palembang melalui ruas Pematang Panggang -Simpang Pematang –
Simpang Bujung Tenuk.
Rencana jaringan jalan provinsi yang berfungsi sebagai jalan kolektor primer
2, berupa pengembangan ruas jalan Simpang Pematang – Wiralaga.
Rencana jaringan jalan kabupaten meliputi:
1 - 17
a. jalan lokal primer yang merupakan penghubung antar ibu kota kecamatan
meliputi:
1. ruas jalan Simpang Pematang - Pancajaya - Mesuji;
2. ruas jalan Simpang Pematang – Way Serdang; dan
3. ruas jalan Tanjung Raya – Mesuji Timur – Rawajitu Utara.
b. jalan lokal primer yang menghubungkan ke pusat pemerintahan meliputi:
1. perkotaan Mesuji – Mesuji Timur – Rawajitu Utara; dan
2. perkotaan Mesuji – Tanjung Raya – Panca Jaya – Simpang Pematang
– Way Serdang.
c. jalan lokal primer yang menghubungkan ke pusat pertanian (agropolitan)
meliputi:
1. perkotaan Mesuji –Mesuji Timur – Rawajitu Utara; dan
2. perkotaan Mesuji – Simpang Pematang – Pancajaya - Way Serdang.
Rencana jembatan meliputi:
a. jembatan yang menghubungkan Kecamatan Rawajitu Utara – Mesuji Timur;
b. jembatan yang menghubungkan Kecamatan Mesuji Timur – Kecamatan
Mesuji.
Rencana jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan meliputi:
a. mengembangkan jaringan trayek angkutan orang pada trayek utama, cabang,
dan ranting yang saling menghubungkan antar pusat-pusat kegiatan Mesuji
(Wiralaga) – Simpang Pematang -Bandar Lampung;
b. membuka jaringan trayek baru angkutan orang yang menghubungkan antara
simpang pematang dengan wiralaga, Mesuji Atas – simpang Pematang,
Mesuji – Palembang, Mesuji – Bandar Lampung, Mesuji atas Bandar
Lampung.
c. mengembangkan moda transportasi jalan melalui penyelenggaraan angkutan
umum yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau dengan penyediaan
angkutan masal berbasis jalan terutama untuk trayek utama dan trayek
cabang; dan
d. mengembangkan jaringan lintas angkutan barang antar wilayah
kabupaten/kota, wilayah kecamatan dan wilayah perdesaan.
Rencana prasarana lalu lintas dan angkutan jalan meliputi:
a. pembangunan terminal tipe C di Kecamatan Simpang Pematang;
1 - 18
b. pembangunan terminal tipe C di Kecamatan Mesuji;
c. pembangunan terminal tipe C di Kecamatan Mesuji Timur; dan
d. peningkatan infrastruktur pendukung dan pelayanan terminal yang memadai.
Rencana jaringan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (ASDP)
meliputi:
a. Alur pelayaran sungai meliputi:
1. Kecamatan Mesuji;
2. Kecamatan Tanjung Raya;
3. Kecamatan Mesuji Timur;
4. Kecamatan Pancajaya;
5. Kecamatan Way Serdang; dan
6. Kecamatan Rawajitu Utara.
b. Lintas Penyeberangan yaitu Kecamatan Mesuji – Kabupaten Ogan
Komering Ilir.
c. Dermaga sungai meliputi:
1. Meningkatkan pelayanan dermaga Wiralaga di Kecamatan Mesuji;
2. Pembangunan dermaga Angkutan Barang Sungai KTM di Kecamatan
Mesuji Timur; dan
3. Pembangunan dermaga minapolitan di Kecamatan Rawa Jitu Utara.
1.4.3.6. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bangka Belitung
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bangka Belitung telah disahkan sebagai
peraturan daerah yang tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2014 – 2034.
Sistem transportasi laut terdiri dari alur pelayaran dan pelabuhan.Wilayah perairan
laut di Provinsi Bangka Belitung dilintasi oleh alur pelayaran internasional dan alur
pelayaran nasional. Alur pelayaran internasional berfungsi untuk melayani jaringan
pelayaran internasional yang menghubungkan antar pelabuhan internasional baik
didalam satu Negara maupun antar Negara. Alur pelayaran internasional yang
melintasi Provinsi Bangka Belitung melayani jaringan pelayaran internasional yang
berasal dari/ke Amerika, Australia, Singapore, Cina, dan Timur Tengah. Alur
pelayaran nasional berfungsi melayani jaringan pelayaran yang menghubungkan
pelabuhan nasional dengan internasional, antar pelabuhan nasional, pelabuhan
1 - 19
nasional dengan pelabuhan pengumpan regional, dan antar pelabuhan pengumpan
regional.
Pelabuhan nasional mempunyai hirarki utama, pengumpul dan pengumpan, dimana
Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan
angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri
dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang
dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan
antarprovinsi.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mempunyai posisi yang strategis karena berada
dalam lintasan jalur pelayaran nasional dan regional. Pelabuhan di Provinsi Bangka
Belitung diarahkan sebagai prasarana penunjang fungsi pelayanan pusat-pusat
kegiatan dan sebagai simpul pendukung pemasaran produk kawasan andalan ke pasar
nasional, regional dan lokal. Berdasarkan RTRWN di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung telah ditetapkan pelabuhan Tanjung Pandan sebagai pelabuhan nasional.
Namun berdasarkan program dan realita lapangan yang akan menjadi pelabuhan
nasional adalah pelabuhan Tanjung Batu yang berada di selatan pelabuhan Tanjung
Pandan.
Dengan demikian sistem pelabuhan laut di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,
sesuai dengan RTRWN dan kewenangan Pemerintah Provinsi adalah sebagai berikut:
1. Pelabuhan pengumpul (nasional) adalah Pelabuhan Tanjung Batu di Kabupaten
Belitung
2. Pelabuhan pengumpan (regional) meliputi :
a. Pelabuhan Muntok (Kab. Bangka Barat)
b. Pelabuhan Pangkal Balam (Kota Pangkal Pinang)
c. Pelabuhan Tanjung Berikat (Kab. Bangka Tengah)
d. Pelabuhan Manggar (Kab. Belitung Timur)
e. Pelabuhan Tanjung Pandan (Kab. Belitung)
3. Pelabuhan pengumpan (lokal) meliputi :
a. Pelabuhan Belinyu (Kab. Bangka)
b. Pelabuhan Sadai (Kab. Bangka Selatan)
Adapun angkutan penyeberangan meliputi simpul dan jalur sebagai berikut:
1. Pelabuhan penyeberangan Tanjung Kalian (Kab. Bangka Barat) – Tanjung Api-
api (Provinsi Sumatera Selatan)
1 - 20
2. Pelabuhan penyeberangan Tanjung Ru (Kab. Bangka Barat) – Pelabuhan
Belinyu (Kab. Bangka)
3. Pelabuhan penyeberangan Pangkal Balam (Kota Pangkal Pinang) – Tanjung
Pandan (Kab. Belitung)
4. Pelabuhan penyeberangan Sadai (Kab. Bangka Selatan)-Tanjung Pandan (Kab.
Belitung) & Tanjung Api-api (Provinsi Sumatera Selatan)
Jalur pelayaran yang melintas dan menghubungkan pelabuhan-pelabuhan di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung adalah:
1. Lintas penyeberangan antar pulau yaitu Pelabuhan Tanjung Pandan – Pelabuhan
Laut Pontianak (Kalimantan Barat)
2. Lintas penyeberangan sabuk tengah yang menghubungkan pelabuhan :
a. Tanjung Api –api (Sumatera Selatan) – Tanjung Kalian (Bangka Barat)
b. Pangkal Balam (Pangkal Pinang – Tanjung Pandan (Belitung)
c. Pelabuhan Manggar (Belitung Timur) – Ketapang (Kalimantan Barat)
3. Lintas penyeberangan penghubung sabuk yaitu ;
a. Pelabuhan Pangkal Balam – Tanjung Priok (DKI Jakarta)
b. Pelabuhan Pangkal Balam – Tanjung Pandan
c. Tanjung Pandan - Pelabuhan Laut Pontianak (Kalimantan Barat)
Sistem transportasi laut terdiri dari alur pelayaran dan pelabuhan.Wilayah perairan
laut di Provinsi Bangka Belitung dilintasi oleh alur pelayaran internasional dan alur
pelayaran nasional. Alur pelayaran internasional berfungsi untuk melayani jaringan
pelayaran internasional yang menghubungkan antar pelabuhan internasional baik
didalam satu Negara maupun antar Negara. Alur pelayaran internasional yang
melintasi Provinsi Bangka Belitung melayani jaringan pelayaran internasional yang
berasal dari/ke Amerika, Australia, Singapore, Cina, dan Timur Tengah. Alur
pelayaran nasional berfungsi melayani jaringan pelayaran yang menghubungkan
pelabuhan nasional dengan internasional, antar pelabuhan nasional, pelabuhan
nasional dengan pelabuhan pengumpan regional, dan antar pelabuhan pengumpan
regional.
Pelabuhan nasional mempunyai hirarki utama, pengumpul dan pengumpan, dimana
Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan
angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri
dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang
dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan
antarprovinsi.
1 - 21
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mempunyai posisi yang strategis karena berada
dalam lintasan jalur pelayaran nasional dan regional. Pelabuhan di Provinsi Bangka
Belitung diarahkan sebagai prasarana penunjang fungsi pelayanan pusat-pusat
kegiatan dan sebagai simpul pendukung pemasaran produk kawasan andalan ke pasar
nasional, regional dan lokal. Berdasarkan RTRWN di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung telah ditetapkan pelabuhan Tanjung Pandan sebagai pelabuhan nasional.
Namun berdasarkan program dan realita lapangan yang akan menjadi pelabuhan
nasional adalah pelabuhan Tanjung Batu yang berada di selatan pelabuhan Tanjung
Pandan.
Dengan demikian sistem pelabuhan laut di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,
sesuai dengan RTRWN dan kewenangan Pemerintah Provinsi adalah sebagai berikut:
1. Pelabuhan pengumpul (nasional) adalah Pelabuhan Tanjung Batu di Kabupaten
Belitung
2. Pelabuhan pengumpan (regional) meliputi :
a. Pelabuhan Muntok (Kab. Bangka Barat)
b. Pelabuhan Pangkal Balam (Kota Pangkal Pinang)
c. Pelabuhan Tanjung Berikat (Kab. Bangka Tengah)
d. Pelabuhan Manggar (Kab. Belitung Timur)
e. Pelabuhan Tanjung Pandan (Kab. Belitung)
3. Pelabuhan pengumpan (lokal) meliputi :
a. Pelabuhan Belinyu (Kab. Bangka)
b. Pelabuhan Sadai (Kab. Bangka Selatan)
Adapun angkutan penyeberangan meliputi simpul dan jalur sebagai berikut:
1. Pelabuhan penyeberangan Tanjung Kalian (Kab. Bangka Barat) – Tanjung Api-
api (Provinsi Sumatera Selatan)
2. Pelabuhan penyeberangan Tanjung Ru (Kab. Bangka Barat) – Pelabuhan
Belinyu (Kab. Bangka)
3. Pelabuhan penyeberangan Pangkal Balam (Kota Pangkal Pinang)– Tanjung
Pandan (Kab. Belitung)
4. Pelabuhan penyeberangan Sadai (Kab. Bangka Selatan)-Tanjung Pandan (Kab.
Belitung) & Tanjung Api-api (Provinsi Sumatera Selatan)
Jalur pelayaran yang melintas dan menghubungkan pelabuhan-pelabuhan di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung adalah :
1 - 22
1. Lintas penyeberangan antar pulau yaitu Pelabuhan Tanjung Pandan – Pelabuhan
Laut Pontianak (Kalimantan Barat)
2. Lintas penyeberangan sabuk tengah yang menghubungkan pelabuhan :
a. Tanjung Api –api (Sumatera Selatan) – Tanjung Kalian (Bangka Barat)
b. Pangkal Balam (Pangkal Pinang – Tanjung Pandan (Belitung)
c. Pelabuhan Manggar (Belitung Timur) – Ketapang (Kalimantan Barat)
3. Lintas penyeberangan penghubung sabuk yaitu ;
a. Pelabuhan Pangkal Balam – Tanjung Priok (DKI Jakarta)
b. Pelabuhan Pangkal Balam – Tanjung Pandan
c. Tanjung Pandan - Pelabuhan Laut Pontianak (Kalimantan Barat)
1.4.3.7. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bangka Selatan
Rencana Jaringan Transportasi Laut:
Tantangan transportasi laut ke depan di Kabupaten Bangka Selatan adalah
bagaimana meningkatkan keterhubungan antara kawasan daratan dengan pulau-pulau
kecil dan antarpulau-pulau kecil, sehingga dapat memudahkan pergerakan penduduk,
mempercepat distribusi kebutuhan barang konsumsi, hasil-hasil produksi,
pemantauan keamanan, dan sebagainya. Tantangan lainnya juga berkaitan dengan
peningkatan kualitas prasarana transportasi laut seperti pelabuhan dan alur pelayaran
dalam rangka mengantisipasi kedatangan kapal-kapal kargo besar dan juga dalam
rangka mengurangi kecepatan proses pendangkalan alur yang tersedia dari tahun ke
tahun.
Untuk itu, pengembangan transportasi laut di Kabupaten Bangka Selatan diarahkan
untuk: 1) meningkatkan aksesibilitas penduduk di pulau-pulau kecil, 2)
meningkatkan kemudahan distribusi barang produksi dan konsumsi, 3) meningkatkan
daya tampung prasarana pelabuhan, dan 4) meningkatkan kenyamanan penumpang
sejalan dengan pertumbuhan permintaan pergerakan melalui laut. Sasaran dari
pengembangan transportasi laut di Kabupaten Bangka Selatan secara umum meliputi:
1. Terciptanya pelayanan transportasi laut yang mudah, efisien dan efektif;
2. Terciptanya transportasi laut sebagai moda utama bagi kegiatan ekspor, impor,
pengangkutan barang, dan pengangkutan penumpang skala nasional, regional,
dan lokal;
3. Tersedianya prasarana angkutan laut yang efektif dan efisien.
4. Pengembangan transportasi laut meliputi pengembangan pelabuhan dan alur
pelayaran menuju pelabuhan.
1 - 23
Rencana sistem jaringan transportasi laut di Kabupaten Bangka Selatan terdiri dari
tatanan kepelabuhanan, dan penataan alur pelayaran.
A. Tatanan kepelabuhanan di Kabupaten Bangka Selatan adalah :
1) Pelabuhan utama yaitu pelabuhan Sadai di Kecamatan Tukak Sadai, dan
Pelabuhan Bangka Kota di Kecamatan Simpang Rimba;
2) Pelabuhan pengumpan yaitu pelabuhan Rakyat Sadai; dan
3) Pelabuhan pengumpul yaitu pelabuhan Pelabuhan Rakyat Penutuk,
Pelabuhan Rakyat Tj. Labu, Pelabuhan Rakyat Tj. Sangkar, Pelabuhan
Rakyat Pongok, Pelabuhan Rakyat Pulau Tinggi, Pelabuhan Rakyat Tj.
Gading, Pelabuhan Rakyat Kepoh, Pelabuhan Rakyat Gusung, Pelabuhan
Rakyat Batu Betumpang, Pelabuhan Rakyat Permis
B. Pengembangan alur pelayaran
Rencana pengembangan alur pelayaran diarahkan untuk meningkatkan
kemudahan pergerakan kapal masuk dan keluar pelabuhan. Pengembangan alur
pelayaran meliputi:
1) lintas penyeberangan sabuk tengah yang menghubungkan pelabuhan :
Sadai – Tanjung Roe (Kabupaten Belitung);
Sadai – Batu Betumpang;
Sadai – Tanjung Gading;
Sadai – Pangkal Balam; dan
Sadai – Jakarta
2) Lintas koneksitas yaitu :
Sadai – Pongok (P. Liat), via Tj. Labu/ Tj. Sangkar ke Belitung;
Pongok (P. Liat) – Mendanau (Kabupaten Belitung) koneksitas via
Belitung dan Belitung Timur;
Pulau Besar – Selapan (Oki – Sumsel); koneksitas ke Sumatera;
Sadai – Tanjung Pandan (Belitung), koneksitas Jakarta; dan
Bangka Kota – Selapan (Oki – Sumsel)
1.4.3.8. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Ogan Komering Ilir
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir telah disahkan sebagai
peraturan daerah yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Ogan Komering
Ilir Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ogan
Komering Ilir Tahun 2013 – 2033
Jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan meliputi:
1 - 24
a. rencana pembangunan, peningkatan dan pemeliharaan alur pelayaran dan
penyeberangan untuk angkutan sungai, danau dan penyeberangan
b. rencana pembangunan dan/atau pengembangan dermaga dan/atau tambatan
perahu di Desa Kertamukti (Air Sugihan) Muara Batun (Jejawi), Pampangan,
Kota Kayuagung, Tulung Selapan, Lebong Hitam (Tulung Selapan), Simpang
Tiga Makmur (Tulung Selapan), Simpang Tiga Abadi (Tulung Selapan), Cengal,
Sungai Lumpur (Cengal), Kuala Sungai Jeruju (Cengal), Kuala Sungai Pasir
(Cengal), Sungai Somor (Cengal), Sungai Menang, Pinang Indah (Sungai
Menang), Sungai Sibur (Sungai Menang), Pematang Panggang (Mesuji), Bukit
Batu (Air Sugihan), Sukamulya (Air Sugihan), Sungai Batang (Air Sugihan),
Sungai Jeruju (Cegal), Sungai Pasir (Cengal), Sungai Ketupak (Cengal), Sungai
Ceper (Sungai Menang), Gajah Mati (Sungai Menang), Bumi Pratama Mandira
(Sungai Menang), Sungai Tepuk (Mesuji), Pagar Dewa (Mesuji), Sungai Sodong
(Mesuji), Transmigrasi Gajah Mati Sungai Mesuji (Sungai Menang).
1.4.3.9. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DKI Jakarta
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta telah disahkan sebagai peraturan
daerah yang tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun
2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2030.
Sistem dan Jaringan Transportasi Laut:
Pengembangan sistem dan jaringan transportasi laut terdiri atas: tatanan
kepelabuhanan; dan alur pelayaran.
Pengembangan tatanan kepelabuhanan berupa pelabuhan laut sesuai dengan
fungsinya, berlokasi di: pelabuhan Tanjung Priok; pelabuhan Marunda; pelabuhan
Sunda Kelapa; pelabuhan Muara Baru; pelabuhan Muara Angke; pelabuhan
Kepulauan Seribu; dan pelabuhan Kalibaru.
Pengembangan pelabuhan laut merupakan bagian integral dari penataan ruang
wilayah dengan mempertimbangkan kapasitas prasarana penunjangnya. Tatanan
kepelabuhanan harus menjaga fungsi pertahanan dan keamanan negara, dengan
tidak menutup akses pelabuhan dan fasilitas pemeliharaan dan perbaikan kapal
TNI AL. Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pengembangan dan
pengelolaan pelabuhan laut dan dermaga diatur sesuai peraturan perundang-
undangan.
1 - 25
Alur pelayaran yaitu alur pelayaran antar pulau, yang merupakan alur pelayaran
Jakarta. Pemanfaatan alur pelayaran antar pulau dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
1.5. NAMA DAN ORGANISASI PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN
Nama Pejabat Pembuat Komitmen : Kepala Dinas Perhubungan Provinsi
Lampung
Satuan Kerja : Dinas Perhubungan Provinsi Lampung
1 - 26