06112 kms-baru-sugeng

7
1 Pengetahuan Kader Posyandu Tentang Kartu Menuju Sehat (Kms) Baru Oleh : Sugeng Mashudi*, Maya Dewi Rossita** *Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhamamdiyah Ponorogo ** Puskesmas Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo ABSTRAK Kader merupakan ujung tombak pertama di masyarakat yang berperan salah satunya deteksi dini kasus gizi buruk. Penilaian dengan KMS sebagai alat untuk deteksi dini. Adanya peluncuran KMS baru tanggal 28 Desember Tahun 2009, merupakan masalah baru bagi kader. Karena mereka belum mengenal tentang KMS baru tersebut. Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui pengetahuan kader Posyandu tentang KMS baru di Desa Purworejo Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan populasi kader posyandu di Desa Purworejo Kec. Balong, Ponorogo. Teknik samplingnya adalah total sampling berjumlah 16 responden. Pengumpulan data dengan menggunakan kwesioner pengetahuan, kemudian dikategorikan dalam pengetahuan baik, cukup dan kurang dengan rumus skor T dan dianalisis dengan prosentase. Hasil penelitian menunjukkan 68,75 % pengetahuannya kurang, 25 % cukup dan 6,25 % baik. Hal ini desebabkan karena factor pendidikan, status pelatihan dan pengalaman (lamanya menjadi kader). Dengan pengetahuan yang baik maka kader akan dapat melakukan deteksi dini gizi buruk. Karena itu perlu dilakukan pelatihan tentang KMS baru kepada semua kader oleh bidan. Kata kunci : Pengetahuan , Kader, KMS baru A. PENDAHULUAN Keberadaan Kader di Posyandu sebagai salah satu sistem penyelenggara pelayanan kebutuhan kesehatan dasar sangat dibutuhkan. Kader Posyandu sebaiknya mampu mengelola Posyandu, karena merekalah yang paling memahami kondisi kebutuhan masyarakat. Namun sejalan dengan berjalannya waktu, muncul permasalahan yang dapat menghambat jalannya penyelenggaraan Posyandu. Salah satunya adalah pengetahuan dan ketrampilan Kader Posyandu yang kurang, bahkan ada yang belum memahami hal-hal baru yang berkaitan dengan kegiatan Posyandu (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2006). Menteri Kesehatan RI Endang Rahayu Sedyaningsih, mulai tanggal 28 Desember Tahun 2009 telah mencanangkan KMS terbaru. Oleh karena itu Kader perlu memiliki pengetahuan tentang cara mengisi dan menafsirkan KMS baru tersebut. Pengetahuan kader dalam mengisi KMS baru akan membantu kader dalam mendeteksi secara dini adanya balita dengan kurang gizi. Sampai saat ini belum ada penelitian tentang pengetahuan kader posyandu dalam mengisi KMS baru. Jawa Timur tercatat jumlah Kader Posyandu 200.034 orang, diantaranya ± 73,5% adalah Kader Aktif dan kader terlatih ± 38,8% dari Kader aktif (Yuni Siswanti, 2008). Data dari Dinas Kesehatan Ponorogo Jumlah Kader Posyandu pada tahun 2010 mencapai 4962 orang dan jumlah kader aktif sebanyak 4483 sisanya 479 orang adalah kader tidak aktif. Di Kecamatan Balong tercatat

Transcript of 06112 kms-baru-sugeng

1

Pengetahuan Kader Posyandu Tentang Kartu Menuju Sehat (Kms) Baru

Oleh : Sugeng Mashudi*, Maya Dewi Rossita**

*Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhamamdiyah Ponorogo

** Puskesmas Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo

ABSTRAK

Kader merupakan ujung tombak pertama di masyarakat yang berperan salah

satunya deteksi dini kasus gizi buruk. Penilaian dengan KMS sebagai alat untuk

deteksi dini. Adanya peluncuran KMS baru tanggal 28 Desember Tahun 2009,

merupakan masalah baru bagi kader. Karena mereka belum mengenal tentang

KMS baru tersebut. Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui pengetahuan kader

Posyandu tentang KMS baru di Desa Purworejo Kecamatan Balong Kabupaten

Ponorogo.

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan populasi kader

posyandu di Desa Purworejo Kec. Balong, Ponorogo. Teknik samplingnya adalah

total sampling berjumlah 16 responden. Pengumpulan data dengan menggunakan

kwesioner pengetahuan, kemudian dikategorikan dalam pengetahuan baik, cukup

dan kurang dengan rumus skor T dan dianalisis dengan prosentase.

Hasil penelitian menunjukkan 68,75 % pengetahuannya kurang, 25 %

cukup dan 6,25 % baik. Hal ini desebabkan karena factor pendidikan, status

pelatihan dan pengalaman (lamanya menjadi kader). Dengan pengetahuan yang

baik maka kader akan dapat melakukan deteksi dini gizi buruk. Karena itu perlu

dilakukan pelatihan tentang KMS baru kepada semua kader oleh bidan.

Kata kunci : Pengetahuan , Kader, KMS baru

A. PENDAHULUAN

Keberadaan Kader di Posyandu sebagai salah satu sistem penyelenggara

pelayanan kebutuhan kesehatan dasar sangat dibutuhkan. Kader Posyandu

sebaiknya mampu mengelola Posyandu, karena merekalah yang paling memahami

kondisi kebutuhan masyarakat. Namun sejalan dengan berjalannya waktu, muncul

permasalahan yang dapat menghambat jalannya penyelenggaraan Posyandu. Salah

satunya adalah pengetahuan dan ketrampilan Kader Posyandu yang kurang,

bahkan ada yang belum memahami hal-hal baru yang berkaitan dengan kegiatan

Posyandu (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2006). Menteri Kesehatan RI Endang

Rahayu Sedyaningsih, mulai tanggal 28 Desember Tahun 2009 telah

mencanangkan KMS terbaru. Oleh karena itu Kader perlu memiliki pengetahuan

tentang cara mengisi dan menafsirkan KMS baru tersebut. Pengetahuan kader

dalam mengisi KMS baru akan membantu kader dalam mendeteksi secara dini

adanya balita dengan kurang gizi. Sampai saat ini belum ada penelitian tentang

pengetahuan kader posyandu dalam mengisi KMS baru.

Jawa Timur tercatat jumlah Kader Posyandu 200.034 orang,

diantaranya ± 73,5% adalah Kader Aktif dan kader terlatih ± 38,8% dari Kader

aktif (Yuni Siswanti, 2008). Data dari Dinas Kesehatan Ponorogo Jumlah Kader

Posyandu pada tahun 2010 mencapai 4962 orang dan jumlah kader aktif sebanyak

4483 sisanya 479 orang adalah kader tidak aktif. Di Kecamatan Balong tercatat

2

jumlah Kader Posyandu 252 orang, merupakan urutan ke 15 jumlah kader di

Ponorogo dan 67 orang merupakan kader yang telah terlatih dan 185 orang

merupakan kader yang belum terlatih. Desa Purworejo sendiri merupakan urutan

ke 5 terbanyak jumlah kadernya di Kecamatan Balong. Dari hasil studi

pendahuluan yang dilakukan di Desa Purworejo Kecamatan Balong, terdapat 16

orang Kader dan semuanya merupakan kader aktif. Jumlah Kader yang telah

terlatih hanya 4 orang. Kemudian dilakukan study pendahuluan pada 8 orang

kader 37,5 % atau 3 orang mampu mengisi dan membaca hasil KMS lama dengan

baik dan 62,5 % atau 5 orang kemampuannya masih kurang. Kebanyakan dari

mereka hanya mampu menimbang dan mengisi di KMS, tetapi untuk membaca

dan menilai hasil KMS masih belum mampu). Jika pengetahuan dan kemampuan

Kader Posyandu dalam menafsirkan KMS kurang maka akan berakibat terjadinya

kesalahan penafsiran pertumbuhan sehingga tidak diketahui penyimpangan. Gizi

buruk yang seharusnya terdeteksi secara dini tak dapat dilakukan pada akhirnya

terjadilah keterlambatan dalam intervensi dan penatalaksanaanya (Lenocoly,S,

2008). Sebaliknya jika keder mampu mengisi dan manafsirkan KMS dengan baik

maka keadaan kurang gizi akan cepat terdeteksi dan cepat tertangani sehingga

status gizi balita menjadi baik.

Peran Kader Posyandu sendiri sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan 5

meja Posyandu. Mulai kegiatan pendaftaran, penimbangan dan pencatatan hasil di

KMS sampai dengan menjelaskan data KMS berdasarkan kenaikan Berat Badan

yang digambarkan grafik KMS kepada ibu kemudian memberikan nasehat kepada

setiap ibu dengan mengacu pada data KMS serta melakukan rujukan ke

Puskesmas pada bayi/anak yang BGM, berat badan tidak naik 2 kali berturut-turut

dan kelihatan sakit (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2006). Seorang kader

diharapkan dapat jeli menemukan masalah dan melakukan penilaian terhadap

masalah tersebut. Yaitu menentukan masalah yang paling mendesak untuk

ditangani dan menentukan kegiatan untuk menangani masalah tersebut (Dinas

Kesehatan Jawa Timur, 2005). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Yuni Siswanti tentang Kemampuan Kader Posyandu Dalam Menilai Pertumbuhan

Balita berdasarkan KMS di Puskesmas Ngrandu Kecamatan Kauman didapatkan

hasil dari 43 responden 18,6 % mampu dan 81,4 % tidak mampu.

Kemampuan kader dalam menjalankan tugasnya di Posyandu harus

dimaksimalkan. Terutama dalam menilai pertumbuhan balita berdasarkan KMS

baru, dengan jalan memberikan pelatihan bagi kader-kader baru yang belum

dilatih dan penyegaran kembali bagi kader yang sudah dilatih. Dengan pemberian

pelatihan yang sifatnya lebih intensif dibanding dengan metode lain diharapkan

mampu meningkatkan keberdayaan kader (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2009).

B. METODE

Penelitian ini dilakukan di Desa Purworejo Kecamatan Balong Kabupaten

Ponorogo, mulai bulan Februari sampai Oktober 2011. Populasi Penelitian semua

kader Posyandu di Desa Purworejo Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo

berjumlah 16 orang. Teknik sampling menggunakan total sampling. Desain

penelitian deskriptif. Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan kader

Posyandu tentang KMS baru di Desa Purworejo, Kecamatan Balong, Kabupaten

3

Ponorogo. Data dikumpulkan menggunakan koesioner, data yang terkumpul

dianalisis menggunakan statistik deskriptif.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. HASIL PENELITIAN

a. Tingkat pengetahuan kader

Gambar 1. Tingkat Pengetahuan Kader Posyandu tentang KMS Baru

Dari gambar 1. menunjukkan 68,75 % responden pengetahuannya tentang KMS

baru masih kurang, sedangkan hanya 6,25 % saja yang pengetahuannya baik.

b. Tabulasi silang Pengetahuan Kader tentang KMS Baru dengan Tingkat

pendidikan kader

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Kader

Posyandu tentang KMS Baru dan tingkat pendidikan kader

No Pengetahuan

Kader

SD SLTP SLTA

1 Baik 0 0 0 0 1 14,28 %

2 Cukup 0 0 1 14,28 % 3 42,85 %

3 Kurang 2 100 % 6 85,72 % 3 42,85 %

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa dari 2 orang yang berpendidikan SD

100 % pengetahuannya kurang, sedangkan dari 7 orang yang berpendidikan SLTP

14,28 % pengetahuannya cukup dan 85,72 % pengetahuannya kurang, sedangkan

yang berpendidikan SLTA dari 7 orang 14,28 % berpengetahuan baik, 42,85 %

cukup dan 42,85 % kurang.

c. Data tabulasi silang Pengetahuan Kader tentang KMS Baru dengan Lama

menjadi Kader (Pengalaman).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Kader

Posyandu tentang KMS Baru dan Lama menjadi Kader (Pengalaman)

No Pengetahuan

Kader

1 – 5 tahun 6 – 10 tahun Lebih dari 10

tahun

1 Baik 0 0 1 33,3 % 0 0

2 Cukup 3 30 % 0 0 1 33,3 %

3 Kurang 7 70 % 2 66,7 % 2 66,6 %

4

Dari data di atas di dapatkan bahwa dari 10 orang yang lamanya menjadi kader 1

– 5 tahun 30 % pengetahuannya cukup, dan 70 % pengetahuannya kurang, dari 3

orang yang lama menjadi kadernya 6 – 10 tahun 33,3 % pengetahuannya baik dan

66,7 % kurang, dan dari 3 orang yang pengalamannya lebih dari 10 tahun 33,3 %

pengetahuannya cukup dan 66,7 % pengetahuannya kurang.

C. Tabulasi silang Pengetahuan Kader tentang KMS Baru dengan pelatihan KMS.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Kader

Posyandu tentang Kartu Menuju Sehat (KMS) Baru dan Pelatihan KMS di Desa

Purworejo Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo tahun 2011

No Pengetahuan

Kader

Sudah pelatihan KMS Belum pelatihan KMS

1 Baik 0 0 1 6,25 %

2 Cukup 0 0 4 25 %

3 Kurang 0 0 11 68,75 %

Dari data diatas diperoleh data bahwa semua kader belum pernah mengikuti

pelatihan tentang KMS dan diperoleh 68,75 % pengetahuannya kurang sedangkan

yang baik hanya 6,25 %.

d. Data tabulasi silang Pengetahuan Kader tentang KMS Baru dengan Status

Pelatihan Kader.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Kader

Posyandu tentang Kartu Menuju Sehat (KMS) Baru dan Status Pelatihan Kader di

Desa Purworejo Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo tahun 2011

No Pengetahuan

Kader

Terlatih Belum terlatih

1 Baik 1 25 % 0 0

2 Cukup 1 25 % 3 25 %

3 Kurang 2 50 % 9 75 %

Dari data diatas diperoleh bahwa dari 4 orang kader yang terlatih 25 %

pengetahuannya baik, 25 % cukup dan 50 % kurang, sedangkan dari 12 orang

kader yang belum terlatih 25 % pengetahuannya cukup dan 75 % pengetahuannya

kurang.

2. PEMBAHASAN

a. Pengetahuan Baik Kader Posyandu Tentang KMS baru

Pada penelitian ini dari diagram 1. diperoleh hasil ada 6,25 % mempunyai

pengetahuan yang baik. Pengetahuan yang baik ini kemungkinan dipengaruhi oleh

beberapa faktor salah satunya adalah faktor tingkat pendidikan. Pada tabel 4.1

responden yang mempunyai pengetahuan yang baik 100 % berpendidikan SLTA.

Dengan pendidikan yang lebih tinggi diharapkan akan banyak pengetahuan yang

dapat diperoleh oleh seseorang.

Teori mengatakan bahwa pada umumnya semakin tinggi pendidikan akan

semakin baik pula tingkat pengetahuannya. Pengetahuan itu sendiri merupakan

kemampuan seseorang untuk mengingat fakta, simbol, prosedur tehnik dan teori

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seorang akan

5

pola hidup terutama dalam memotivasi untuk bersikap dan berperan serta dalam

pembangunan kesehatan (Notoatmojo, 1997).

Kader yang berpendidikan tinggi akan lebih mengetahui dan memahami

perannya sedangkan kader dengan tingkat pendidikan yang rendah akan

mengalami kesulitan dalam melaksanakan perannya.Dengan pengetahuan yang

baik diharapkan kader akan dapat menilai, menganalisa serta melakukan tindakan

pada kasus gizi buruk. Dengan terdeteksinya kasus gizi buruk maka akan dapat

menurunkan angka kesakitan dan kematian balita akibat gizi buruk.

b. Pengetahuan Cukup Kader Posyandu KMS baru

Berdasarkan diagram 1. didapatkan 25 % responden berpengetahuan yang

cukup. Pengetahuan yang cukup belum tentu akan memberikan dampak prilaku

yang sesuai harapan, karena pengetahuan cukup yang mereka miliki hanya sebatas

mengetahui saja tentang suatu konsep belum bisa diterapkan sampai pada tahap

aplikasi, sintesis maupun evaluasi. Sementara untuk menjadi kader yang baik

harus mampu melakukan penilaian sampai dengan mengevaluasi suatu tindakan.

Seperti yang diungkapkan dalam teorinya Notoadmojo (2003) bahwa tahu

diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan

dan sebagainya.

Kader dengan tingkat pengetahuan yang cukup tentunya juga tidak akan

menjalankan perannya sebagai kader secara optimal dalam hal ini untuk

menjaring adanya kasus gizi buruk. Sehingga belum dapat memberikan kontribusi

yang maksimal untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat gizi

buruk.

c. Pengetahuan Kurang Kader Posyandu Tentang KMS baru

Berdasarkan data pada diagram 1. didapatkan 68,75 % pengetahuan kader

posyandu tentang KMS baru adalah kurang. Pengetahuan yang kurang tersebut

kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah faktor status

pelatihan KMS oleh kader posyandu. Dari hasil tabulasi silang pada tabell 4.4

seluruhnya (100 %) kader posyandu belum pernah mendapatkan pelatihan tentang

KMS. Dan dari tabel 3 didapatkan bahwa 75 % merupakan kader yang belum

terlatih (mendapatkan pelatihan resmi tentang kader posyandu), dan dari 75 %

yang belum terlatih tersebut yaitu 12 kader, 75% pengetahuannya kurang.

Dengan rendahnya status pelatihan yang didapatkan kader posyandu

tentunya akan berdampak pada keterbatasan pengetahuan kader dan juga

keterbatasan dalam kemampuan kader untuk melakukan deteksi dini gizi buruk.

Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa melalui pendidikan tambahan

kader akan memiliki wawasan yang lebih luas dibanding yang belum memiliki

pendidikan tambahan utamanya yang berkaitan dengan tugasnya. Kader yang

pernah mendapatkan pendidikan tambahan perbendaharaan pengetahuan akan

lebih tinggi yang merupakan dasar terbentuknya sikap selanjutnya diaplikasikan

6

dalam peran serta. Sebaliknya kader yang tidak / belum pernah mendapat

pendidikan tambahan memiliki keterlambatan wawasan sehingga karena

keterbatasan tersebut peran serta kader tidak optimal (Siswanto ,2002).

Selain dari faktor status pelatihan yang pernah dilaksanakan oleh kader

posyandu, faktor yang menyebabkan kurangnya pengetahuan kader adalah factor

pengalaman (lamanya menjadi kader). Dari tabel 4 di dapatkan bahwa 62,5 %

lamanya menjadi kader 1-5 tahun, itupun jika dilihat dari tabulasi yang diperoleh

di lembar tabulasi sebagian besar baru berkerja menjadi kader 1 tahun. Tabel 4.9

menjelaskan dari 10 responden yang pengalamannya 1 – 5 tahun 70 %

pengetahuannya kurang.

Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pengalaman merupakan

guru yang terbaik. Perjalanan waktu yang telah ditempuh oleh kader mempunyai

kelebihan khusus dibandingkan dengan kader pemula. Makin lama menjadi kader

pengalaman yang dimiliki semakin banyak sehingga dapat digunakan sebagai

dasar untuk bertindak / mengambil keputusan. Sebaliknya kader pemula belum

memiliki banyak pengalaman serta asing dan ragu-ragu. Kondisi ini akan

menghambat peran sertanya dalam suatu kegiatan. (Widagdo dan Husodo, 2009).

Selain itu dari tabel 4.9 dari 3 responden yang pengalaman kerja menjadi

kader diatas 10 tahun 66,6 % pengetahuannya kurang. Hal ini sesuai dengan teori

yang mengatakan dengan masa kerja yang lama umur kader juga semakin tua.

Pada usia tua terjadi proses degeneratif yang berdampak pada kemampuan dan

peran sertanya sebagai kader. Perasaan bosan dengan pekerjaan yang telah lama

dilakukan juga memungkinkan menurunnya produktivitas dan peran serta kader

(Widagdo dan Husodo, 2009).

D. SIMPULAN DAN SARAN

Pengetahuan kader tentang KMS baru di Desa Purworejo Kecamatan

Balong 68,75 % berpengetahuan kurang. Pengetahuan yang kurang dipengaruhi

oleh faktor rendahnya status pelatihan yang dimiliki oleh kader posyandu, selain

itu juga pengalaman (lamanya menjadi kader) ternyata sebagian besar pengalaman

menjadi kader 1 – 5 tahun. Pengetahuan kader tentang KMS baru di Desa

Purworejo Kecamatan Balong 25 % berpengetahuan cukup, hal ini di sebabkan

karena factor status pelatihan dan lamanya pengalaman menjadi seorang kader.

Pengetahuan kader tentang KMS baru di Desa Purworejo Kecamatan Balong 6,25

% responden berpengetahuan baik. Sementara pengetahuan yang baik dipengaruhi

oleh faktor tingkat pendidikan kader.

Pengetahuan kader tentang KMS Baru perlu ditingkatkan dengan cara

dilakukan pelatihan kepada semua kader posyandu terutama tentang KMS baru.

Perlu dilakukan pendampingan kepada para kader dalam menggunakan KMS baru

sampai kader mempunyai kemampuan untuk mandiri menggunakan KMS baru.

KEPUSTAKAAN

Arikunto,S. (2003). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta,

Rineka Cipta

Dinas Kesehatan Jawa Timur. (2006). Pedoman Pelatihan Kader Posyandu,

Surabaya

7

Dinas Kesehatan Jawa Timur. (2006). Pegangan Kader Posyandu, Surabaya

Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI. (2009). Penanggulangan KMS

Balita dalam Pemantauan Pertumbuhan Balita (Internet) bersumber dari

http://www.sharedppt.com/penggunaan-KMS-Balita-dalam-Pemantauan

(diakses tanggal 17 Appril 2011)

Hidayat, A.A (2003). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Edisi I,

Jakarta, Salemba Medika

Lenocoly, Steve. (2008). Gaji Kader Posyandu Minim Jadi Pemicu Gizi Buruk.

(Internet) bersumber dari http;//Surabaya

detik.com/read/2008/02/21/145710/897801/466 (diakses 21 Februari

2008)

Keperawatan Komunitas (2010). Kensep Kader (Internet) bersumber dari

http;//keperawatankomunitas.blogspot.com/2010/04/konsep-

kader.html(diakses 10 April 2010)

Notoadmojo, S (2003). Promosi Kesehatan dan Aplikasinya. Jakarta, PT Rineka

Cipta

Nursalam dan Pariani. (2001). Pendekatan Praktek Metodologi Riset

Keperawatan. Jakarta, CV. Info Medika

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta, Salemba Medika

Sugiyono. (2002). Statistik Untuk Penelitian. Bandung, Alfabeta

Yunisiswanti. (2008). Pengetahuan Kader dalam Menilai Tumbuh kembang

Balita, Tidak dipublikasikan.