06112 kms-baru-sugeng
-
Upload
sri-hartati -
Category
Documents
-
view
162 -
download
0
Transcript of 06112 kms-baru-sugeng
1
Pengetahuan Kader Posyandu Tentang Kartu Menuju Sehat (Kms) Baru
Oleh : Sugeng Mashudi*, Maya Dewi Rossita**
*Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhamamdiyah Ponorogo
** Puskesmas Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo
ABSTRAK
Kader merupakan ujung tombak pertama di masyarakat yang berperan salah
satunya deteksi dini kasus gizi buruk. Penilaian dengan KMS sebagai alat untuk
deteksi dini. Adanya peluncuran KMS baru tanggal 28 Desember Tahun 2009,
merupakan masalah baru bagi kader. Karena mereka belum mengenal tentang
KMS baru tersebut. Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui pengetahuan kader
Posyandu tentang KMS baru di Desa Purworejo Kecamatan Balong Kabupaten
Ponorogo.
Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan populasi kader
posyandu di Desa Purworejo Kec. Balong, Ponorogo. Teknik samplingnya adalah
total sampling berjumlah 16 responden. Pengumpulan data dengan menggunakan
kwesioner pengetahuan, kemudian dikategorikan dalam pengetahuan baik, cukup
dan kurang dengan rumus skor T dan dianalisis dengan prosentase.
Hasil penelitian menunjukkan 68,75 % pengetahuannya kurang, 25 %
cukup dan 6,25 % baik. Hal ini desebabkan karena factor pendidikan, status
pelatihan dan pengalaman (lamanya menjadi kader). Dengan pengetahuan yang
baik maka kader akan dapat melakukan deteksi dini gizi buruk. Karena itu perlu
dilakukan pelatihan tentang KMS baru kepada semua kader oleh bidan.
Kata kunci : Pengetahuan , Kader, KMS baru
A. PENDAHULUAN
Keberadaan Kader di Posyandu sebagai salah satu sistem penyelenggara
pelayanan kebutuhan kesehatan dasar sangat dibutuhkan. Kader Posyandu
sebaiknya mampu mengelola Posyandu, karena merekalah yang paling memahami
kondisi kebutuhan masyarakat. Namun sejalan dengan berjalannya waktu, muncul
permasalahan yang dapat menghambat jalannya penyelenggaraan Posyandu. Salah
satunya adalah pengetahuan dan ketrampilan Kader Posyandu yang kurang,
bahkan ada yang belum memahami hal-hal baru yang berkaitan dengan kegiatan
Posyandu (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2006). Menteri Kesehatan RI Endang
Rahayu Sedyaningsih, mulai tanggal 28 Desember Tahun 2009 telah
mencanangkan KMS terbaru. Oleh karena itu Kader perlu memiliki pengetahuan
tentang cara mengisi dan menafsirkan KMS baru tersebut. Pengetahuan kader
dalam mengisi KMS baru akan membantu kader dalam mendeteksi secara dini
adanya balita dengan kurang gizi. Sampai saat ini belum ada penelitian tentang
pengetahuan kader posyandu dalam mengisi KMS baru.
Jawa Timur tercatat jumlah Kader Posyandu 200.034 orang,
diantaranya ± 73,5% adalah Kader Aktif dan kader terlatih ± 38,8% dari Kader
aktif (Yuni Siswanti, 2008). Data dari Dinas Kesehatan Ponorogo Jumlah Kader
Posyandu pada tahun 2010 mencapai 4962 orang dan jumlah kader aktif sebanyak
4483 sisanya 479 orang adalah kader tidak aktif. Di Kecamatan Balong tercatat
2
jumlah Kader Posyandu 252 orang, merupakan urutan ke 15 jumlah kader di
Ponorogo dan 67 orang merupakan kader yang telah terlatih dan 185 orang
merupakan kader yang belum terlatih. Desa Purworejo sendiri merupakan urutan
ke 5 terbanyak jumlah kadernya di Kecamatan Balong. Dari hasil studi
pendahuluan yang dilakukan di Desa Purworejo Kecamatan Balong, terdapat 16
orang Kader dan semuanya merupakan kader aktif. Jumlah Kader yang telah
terlatih hanya 4 orang. Kemudian dilakukan study pendahuluan pada 8 orang
kader 37,5 % atau 3 orang mampu mengisi dan membaca hasil KMS lama dengan
baik dan 62,5 % atau 5 orang kemampuannya masih kurang. Kebanyakan dari
mereka hanya mampu menimbang dan mengisi di KMS, tetapi untuk membaca
dan menilai hasil KMS masih belum mampu). Jika pengetahuan dan kemampuan
Kader Posyandu dalam menafsirkan KMS kurang maka akan berakibat terjadinya
kesalahan penafsiran pertumbuhan sehingga tidak diketahui penyimpangan. Gizi
buruk yang seharusnya terdeteksi secara dini tak dapat dilakukan pada akhirnya
terjadilah keterlambatan dalam intervensi dan penatalaksanaanya (Lenocoly,S,
2008). Sebaliknya jika keder mampu mengisi dan manafsirkan KMS dengan baik
maka keadaan kurang gizi akan cepat terdeteksi dan cepat tertangani sehingga
status gizi balita menjadi baik.
Peran Kader Posyandu sendiri sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan 5
meja Posyandu. Mulai kegiatan pendaftaran, penimbangan dan pencatatan hasil di
KMS sampai dengan menjelaskan data KMS berdasarkan kenaikan Berat Badan
yang digambarkan grafik KMS kepada ibu kemudian memberikan nasehat kepada
setiap ibu dengan mengacu pada data KMS serta melakukan rujukan ke
Puskesmas pada bayi/anak yang BGM, berat badan tidak naik 2 kali berturut-turut
dan kelihatan sakit (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2006). Seorang kader
diharapkan dapat jeli menemukan masalah dan melakukan penilaian terhadap
masalah tersebut. Yaitu menentukan masalah yang paling mendesak untuk
ditangani dan menentukan kegiatan untuk menangani masalah tersebut (Dinas
Kesehatan Jawa Timur, 2005). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Yuni Siswanti tentang Kemampuan Kader Posyandu Dalam Menilai Pertumbuhan
Balita berdasarkan KMS di Puskesmas Ngrandu Kecamatan Kauman didapatkan
hasil dari 43 responden 18,6 % mampu dan 81,4 % tidak mampu.
Kemampuan kader dalam menjalankan tugasnya di Posyandu harus
dimaksimalkan. Terutama dalam menilai pertumbuhan balita berdasarkan KMS
baru, dengan jalan memberikan pelatihan bagi kader-kader baru yang belum
dilatih dan penyegaran kembali bagi kader yang sudah dilatih. Dengan pemberian
pelatihan yang sifatnya lebih intensif dibanding dengan metode lain diharapkan
mampu meningkatkan keberdayaan kader (Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2009).
B. METODE
Penelitian ini dilakukan di Desa Purworejo Kecamatan Balong Kabupaten
Ponorogo, mulai bulan Februari sampai Oktober 2011. Populasi Penelitian semua
kader Posyandu di Desa Purworejo Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo
berjumlah 16 orang. Teknik sampling menggunakan total sampling. Desain
penelitian deskriptif. Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan kader
Posyandu tentang KMS baru di Desa Purworejo, Kecamatan Balong, Kabupaten
3
Ponorogo. Data dikumpulkan menggunakan koesioner, data yang terkumpul
dianalisis menggunakan statistik deskriptif.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. HASIL PENELITIAN
a. Tingkat pengetahuan kader
Gambar 1. Tingkat Pengetahuan Kader Posyandu tentang KMS Baru
Dari gambar 1. menunjukkan 68,75 % responden pengetahuannya tentang KMS
baru masih kurang, sedangkan hanya 6,25 % saja yang pengetahuannya baik.
b. Tabulasi silang Pengetahuan Kader tentang KMS Baru dengan Tingkat
pendidikan kader
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Kader
Posyandu tentang KMS Baru dan tingkat pendidikan kader
No Pengetahuan
Kader
SD SLTP SLTA
1 Baik 0 0 0 0 1 14,28 %
2 Cukup 0 0 1 14,28 % 3 42,85 %
3 Kurang 2 100 % 6 85,72 % 3 42,85 %
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa dari 2 orang yang berpendidikan SD
100 % pengetahuannya kurang, sedangkan dari 7 orang yang berpendidikan SLTP
14,28 % pengetahuannya cukup dan 85,72 % pengetahuannya kurang, sedangkan
yang berpendidikan SLTA dari 7 orang 14,28 % berpengetahuan baik, 42,85 %
cukup dan 42,85 % kurang.
c. Data tabulasi silang Pengetahuan Kader tentang KMS Baru dengan Lama
menjadi Kader (Pengalaman).
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Kader
Posyandu tentang KMS Baru dan Lama menjadi Kader (Pengalaman)
No Pengetahuan
Kader
1 – 5 tahun 6 – 10 tahun Lebih dari 10
tahun
1 Baik 0 0 1 33,3 % 0 0
2 Cukup 3 30 % 0 0 1 33,3 %
3 Kurang 7 70 % 2 66,7 % 2 66,6 %
4
Dari data di atas di dapatkan bahwa dari 10 orang yang lamanya menjadi kader 1
– 5 tahun 30 % pengetahuannya cukup, dan 70 % pengetahuannya kurang, dari 3
orang yang lama menjadi kadernya 6 – 10 tahun 33,3 % pengetahuannya baik dan
66,7 % kurang, dan dari 3 orang yang pengalamannya lebih dari 10 tahun 33,3 %
pengetahuannya cukup dan 66,7 % pengetahuannya kurang.
C. Tabulasi silang Pengetahuan Kader tentang KMS Baru dengan pelatihan KMS.
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Kader
Posyandu tentang Kartu Menuju Sehat (KMS) Baru dan Pelatihan KMS di Desa
Purworejo Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo tahun 2011
No Pengetahuan
Kader
Sudah pelatihan KMS Belum pelatihan KMS
1 Baik 0 0 1 6,25 %
2 Cukup 0 0 4 25 %
3 Kurang 0 0 11 68,75 %
Dari data diatas diperoleh data bahwa semua kader belum pernah mengikuti
pelatihan tentang KMS dan diperoleh 68,75 % pengetahuannya kurang sedangkan
yang baik hanya 6,25 %.
d. Data tabulasi silang Pengetahuan Kader tentang KMS Baru dengan Status
Pelatihan Kader.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Kader
Posyandu tentang Kartu Menuju Sehat (KMS) Baru dan Status Pelatihan Kader di
Desa Purworejo Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo tahun 2011
No Pengetahuan
Kader
Terlatih Belum terlatih
1 Baik 1 25 % 0 0
2 Cukup 1 25 % 3 25 %
3 Kurang 2 50 % 9 75 %
Dari data diatas diperoleh bahwa dari 4 orang kader yang terlatih 25 %
pengetahuannya baik, 25 % cukup dan 50 % kurang, sedangkan dari 12 orang
kader yang belum terlatih 25 % pengetahuannya cukup dan 75 % pengetahuannya
kurang.
2. PEMBAHASAN
a. Pengetahuan Baik Kader Posyandu Tentang KMS baru
Pada penelitian ini dari diagram 1. diperoleh hasil ada 6,25 % mempunyai
pengetahuan yang baik. Pengetahuan yang baik ini kemungkinan dipengaruhi oleh
beberapa faktor salah satunya adalah faktor tingkat pendidikan. Pada tabel 4.1
responden yang mempunyai pengetahuan yang baik 100 % berpendidikan SLTA.
Dengan pendidikan yang lebih tinggi diharapkan akan banyak pengetahuan yang
dapat diperoleh oleh seseorang.
Teori mengatakan bahwa pada umumnya semakin tinggi pendidikan akan
semakin baik pula tingkat pengetahuannya. Pengetahuan itu sendiri merupakan
kemampuan seseorang untuk mengingat fakta, simbol, prosedur tehnik dan teori
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seorang akan
5
pola hidup terutama dalam memotivasi untuk bersikap dan berperan serta dalam
pembangunan kesehatan (Notoatmojo, 1997).
Kader yang berpendidikan tinggi akan lebih mengetahui dan memahami
perannya sedangkan kader dengan tingkat pendidikan yang rendah akan
mengalami kesulitan dalam melaksanakan perannya.Dengan pengetahuan yang
baik diharapkan kader akan dapat menilai, menganalisa serta melakukan tindakan
pada kasus gizi buruk. Dengan terdeteksinya kasus gizi buruk maka akan dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian balita akibat gizi buruk.
b. Pengetahuan Cukup Kader Posyandu KMS baru
Berdasarkan diagram 1. didapatkan 25 % responden berpengetahuan yang
cukup. Pengetahuan yang cukup belum tentu akan memberikan dampak prilaku
yang sesuai harapan, karena pengetahuan cukup yang mereka miliki hanya sebatas
mengetahui saja tentang suatu konsep belum bisa diterapkan sampai pada tahap
aplikasi, sintesis maupun evaluasi. Sementara untuk menjadi kader yang baik
harus mampu melakukan penilaian sampai dengan mengevaluasi suatu tindakan.
Seperti yang diungkapkan dalam teorinya Notoadmojo (2003) bahwa tahu
diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan
dan sebagainya.
Kader dengan tingkat pengetahuan yang cukup tentunya juga tidak akan
menjalankan perannya sebagai kader secara optimal dalam hal ini untuk
menjaring adanya kasus gizi buruk. Sehingga belum dapat memberikan kontribusi
yang maksimal untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat gizi
buruk.
c. Pengetahuan Kurang Kader Posyandu Tentang KMS baru
Berdasarkan data pada diagram 1. didapatkan 68,75 % pengetahuan kader
posyandu tentang KMS baru adalah kurang. Pengetahuan yang kurang tersebut
kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah faktor status
pelatihan KMS oleh kader posyandu. Dari hasil tabulasi silang pada tabell 4.4
seluruhnya (100 %) kader posyandu belum pernah mendapatkan pelatihan tentang
KMS. Dan dari tabel 3 didapatkan bahwa 75 % merupakan kader yang belum
terlatih (mendapatkan pelatihan resmi tentang kader posyandu), dan dari 75 %
yang belum terlatih tersebut yaitu 12 kader, 75% pengetahuannya kurang.
Dengan rendahnya status pelatihan yang didapatkan kader posyandu
tentunya akan berdampak pada keterbatasan pengetahuan kader dan juga
keterbatasan dalam kemampuan kader untuk melakukan deteksi dini gizi buruk.
Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa melalui pendidikan tambahan
kader akan memiliki wawasan yang lebih luas dibanding yang belum memiliki
pendidikan tambahan utamanya yang berkaitan dengan tugasnya. Kader yang
pernah mendapatkan pendidikan tambahan perbendaharaan pengetahuan akan
lebih tinggi yang merupakan dasar terbentuknya sikap selanjutnya diaplikasikan
6
dalam peran serta. Sebaliknya kader yang tidak / belum pernah mendapat
pendidikan tambahan memiliki keterlambatan wawasan sehingga karena
keterbatasan tersebut peran serta kader tidak optimal (Siswanto ,2002).
Selain dari faktor status pelatihan yang pernah dilaksanakan oleh kader
posyandu, faktor yang menyebabkan kurangnya pengetahuan kader adalah factor
pengalaman (lamanya menjadi kader). Dari tabel 4 di dapatkan bahwa 62,5 %
lamanya menjadi kader 1-5 tahun, itupun jika dilihat dari tabulasi yang diperoleh
di lembar tabulasi sebagian besar baru berkerja menjadi kader 1 tahun. Tabel 4.9
menjelaskan dari 10 responden yang pengalamannya 1 – 5 tahun 70 %
pengetahuannya kurang.
Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pengalaman merupakan
guru yang terbaik. Perjalanan waktu yang telah ditempuh oleh kader mempunyai
kelebihan khusus dibandingkan dengan kader pemula. Makin lama menjadi kader
pengalaman yang dimiliki semakin banyak sehingga dapat digunakan sebagai
dasar untuk bertindak / mengambil keputusan. Sebaliknya kader pemula belum
memiliki banyak pengalaman serta asing dan ragu-ragu. Kondisi ini akan
menghambat peran sertanya dalam suatu kegiatan. (Widagdo dan Husodo, 2009).
Selain itu dari tabel 4.9 dari 3 responden yang pengalaman kerja menjadi
kader diatas 10 tahun 66,6 % pengetahuannya kurang. Hal ini sesuai dengan teori
yang mengatakan dengan masa kerja yang lama umur kader juga semakin tua.
Pada usia tua terjadi proses degeneratif yang berdampak pada kemampuan dan
peran sertanya sebagai kader. Perasaan bosan dengan pekerjaan yang telah lama
dilakukan juga memungkinkan menurunnya produktivitas dan peran serta kader
(Widagdo dan Husodo, 2009).
D. SIMPULAN DAN SARAN
Pengetahuan kader tentang KMS baru di Desa Purworejo Kecamatan
Balong 68,75 % berpengetahuan kurang. Pengetahuan yang kurang dipengaruhi
oleh faktor rendahnya status pelatihan yang dimiliki oleh kader posyandu, selain
itu juga pengalaman (lamanya menjadi kader) ternyata sebagian besar pengalaman
menjadi kader 1 – 5 tahun. Pengetahuan kader tentang KMS baru di Desa
Purworejo Kecamatan Balong 25 % berpengetahuan cukup, hal ini di sebabkan
karena factor status pelatihan dan lamanya pengalaman menjadi seorang kader.
Pengetahuan kader tentang KMS baru di Desa Purworejo Kecamatan Balong 6,25
% responden berpengetahuan baik. Sementara pengetahuan yang baik dipengaruhi
oleh faktor tingkat pendidikan kader.
Pengetahuan kader tentang KMS Baru perlu ditingkatkan dengan cara
dilakukan pelatihan kepada semua kader posyandu terutama tentang KMS baru.
Perlu dilakukan pendampingan kepada para kader dalam menggunakan KMS baru
sampai kader mempunyai kemampuan untuk mandiri menggunakan KMS baru.
KEPUSTAKAAN
Arikunto,S. (2003). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta,
Rineka Cipta
Dinas Kesehatan Jawa Timur. (2006). Pedoman Pelatihan Kader Posyandu,
Surabaya
7
Dinas Kesehatan Jawa Timur. (2006). Pegangan Kader Posyandu, Surabaya
Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI. (2009). Penanggulangan KMS
Balita dalam Pemantauan Pertumbuhan Balita (Internet) bersumber dari
http://www.sharedppt.com/penggunaan-KMS-Balita-dalam-Pemantauan
(diakses tanggal 17 Appril 2011)
Hidayat, A.A (2003). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Edisi I,
Jakarta, Salemba Medika
Lenocoly, Steve. (2008). Gaji Kader Posyandu Minim Jadi Pemicu Gizi Buruk.
(Internet) bersumber dari http;//Surabaya
detik.com/read/2008/02/21/145710/897801/466 (diakses 21 Februari
2008)
Keperawatan Komunitas (2010). Kensep Kader (Internet) bersumber dari
http;//keperawatankomunitas.blogspot.com/2010/04/konsep-
kader.html(diakses 10 April 2010)
Notoadmojo, S (2003). Promosi Kesehatan dan Aplikasinya. Jakarta, PT Rineka
Cipta
Nursalam dan Pariani. (2001). Pendekatan Praktek Metodologi Riset
Keperawatan. Jakarta, CV. Info Medika
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta, Salemba Medika
Sugiyono. (2002). Statistik Untuk Penelitian. Bandung, Alfabeta
Yunisiswanti. (2008). Pengetahuan Kader dalam Menilai Tumbuh kembang
Balita, Tidak dipublikasikan.