04. PEMIJAHAN ABALON

16
PEMIJAHAN INDUK ABALON (Haliotis asinina ) MELALUI TEKNIK MANIPULASI SUHU OLEH : HAMKA MUTMAINNA DIAH SILVIA KUSUMAWATI ABD. KADIR AMANSYAH

Transcript of 04. PEMIJAHAN ABALON

PROPOSAL

PEMIJAHAN INDUK ABALON (Haliotis asinina ) MELALUI TEKNIK MANIPULASI SUHU

OLEH :

HAMKA

MUTMAINNA

DIAH SILVIA KUSUMAWATIABD. KADIRAMANSYAHDEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN

DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA

BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU TAKALAR

2007I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sala satu jenis moluska yang memiliki nilai ekonomis penting yaitu abalon (Haliotis sp.) (Dahuri, 2003). Abalon merupakan kelompok moluska laut, di Indonesia dikenal dengan nama kerang mata tujuh atau siput lapar kenyang dimana beberapa jenis merupakan komoditi yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Hal ini merupakan sumber pendapatan yang sangat menguntungkan bagi nelayan di Indonesia. Jenis kerang ini sangat digemari negara-negara di dunia seperti Amerika Serikat, Jepang, australia, Colombia, negara-negara Eropa, Kanada dan lain-lain. Abalon secara komersial dieksploitasi karena daging dan cangkang mereka berharga, eksploitasi yang berkepanjangan terhadap spesies ini mengakibatkan penurunan stok alami dibeberapa wilayah.Permintaan pasar yang tinggi dan harga yang semakin meningkat mengakibatkan tereksploitasinya abalon di alam secara berlebihan. Saat ini telah diketahui secara umum di banyak negara di Asia Tenggara khususnya Indonesia, Philippines, Thailand dan Malaysia bahwa ekploitasi abalon di alam sudah pada tingkat yang kritis, hal ini ditandai dengan tidak ditemukannnya abalon pada daerah tangkapannya. Komoditas ini mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi untuk ekspor, dan mudah dibudidayakan, sintasan yang sangat tinggi selama masa budidaya (90 100%) dan teknologi pembenihannya telah dikuasai. Selain hal tersebut alasan dipilihnya komoditas ini karena eksploitasi abalon di alam saat ini telah menimbulkan dua masalah yang sangat memprihatinkan. Pertama populasinya yang terancam punah dan kedua habitat daerah karang tempat hidupnya mengalami kerusakan yang akan berdampak negatif juga terhadap lingkungan dan organisme lain di sekitarnya. Selama ini mayoritas industri abalon masih didominasi oleh produk alam, hanya sebagian kecil dari produksi berasal dari industri budidaya. Namun demikian peningkatan kebutuhan dunia akan komoditi ini dalam dua dasawarsa terakhir telah memicu perkembangan budidaya abalon dimana-mana. Jepang, Taiwan, Amerika Serikat dan Australia adalah negara-negara yang telah mengembangkan budidaya abalon dalam skala besar untuk tujuan konsumsi dalam negerinya ataupun untuk ekspor. Pada saat ini, usaha budidsaya abalon ditujukan untuk memenuhi kebutuhan restoran dengan rata-rata ukuran coctail (Litaay, 2005).Sehubungan dengan hal tersebut maka di BBAP Takalar untuk tahun anggaran 2007 akan mengkaji aspek pembenihannya melalui pemijahan induk abalon melalui teknik manipulasi suhu. Hal lain yang terpenting untuk diketahui adalah jenis abalon di Indonesia yaitu Haliotis asinina mencapai ukuran untuk dipasarkan (berat 50 gr dan panjang cangkang 6 cm) hanya dalam waktu 1 tahun lebih cepat dibandingkan jenis-jenis abalon yang ada di perairan dingin yang membutuhkan waktu 3-5 tahun untuk mencapai ukuran yang sama. 1.2. Tujuan dan Sasaran

1.2.1. Tujuan

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk melihat tingkat efektifitas pemijahan induk abalon dengan teknik manipulasi suhu.1.2.2. Saran

Sasaran dari kegiatan ini adalah untuk memberikan informasi dalam kegiatan pemijahan induk abalon untuk menunjang keberhasilan dalam kegiatann pembenihan abalon.II. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Biologi AbalonMata Tujuh (abalon) tergolong kerang univalves yang hanya mempunyai satu genus yaitu Haliotis. Klasifikasi abalon adalah sebagi berikut:

Phylum : Mollusca Linnaeus, 1758Class: Gastropoda (Cuvier, 1797)Subclass: Prosobranchia (H.M. Edwards, 1848)Order

: Archeogastropoda (Thielle, 1929)Superfamily: Pleurotomarioidea (Swainson, 1840)Family : Haliotidae (Rafinesques, 1815)Genus : Haliotis

Species : Haliotis asinina LinnaeusDasar untuk membedakan spesies abalon pada dasarnya adalah: ukurannya, bentuk shell, warna dan penampakan dan warna dari epithelium (epipodium) dan tentakel disekitar kaki-kaki. Spesies-spesies abalon juga dibedakan berdasarkan geografik, kedalaman, dan temperature yang sesuai untuk hidup, bereproduksi dan tumbuh secara optimal dan warna serta rasa dari dagingnya.

Gambar 1. Abalon (H. asinina)2.2. Sistem ReproduksiAbalon bernafas dengan insang yang terletak di rongga mantel, di bawah rangkaian lubang pada cangkang. Air masuk melalui rongga mantel, oksigen diikat sedangkan zat sisa bersama air akan dikeluarkan melalui lubang pada cangkang.

Usus tersembunyi di balik kaki. Usus bergulung-gulung di sekitar kaki. Terdapat semacam selaput tipis di permukaan dalam cangkang yang berfungsi untuk menutup rongga mantel dan melindunginya dari lingkungan luar. Kelenjar reproduksi atau gonad membungkus usus dan bersama-sama membentuk suatu kerucut besar di antara cangkang dan kaki.

Darah abalon mengandung pigmen haemosianin yang akan berwarna biru ketika mengandung oksigen dan pucat ketika oksigen berkurang. Jantung abalon akan memompa darah yang mengandung oksigen ke arah tabung yang lebih kecil, dari sini darah akan menyusup ke dalam rongga yang lebih besar di kaki (Fallu, 1991).

Gambar 2: Struktur anatomi abalon 2.3. Sistem Reproduksi

Abalon adalah dioecious dimana setiap individu mempunyai jenis kelamin. Tapi kadang hewan ini ditemukan hermaprhodit. Gonad pada jantan dan betina terletak pada posisi yang sama yaitu berkembang disekitar daerah pencernaan dan berkembang seperti bentuk tanduk disepanjang sisi kiri cangkang abalon. Menjelang dan saat pemijahan gonadnya menutupi sebagian dari hepatopankreas.Jantan dan betina abalon dapat dibedakan berdasarkan warna gonadnya; gonad jantan berwarna krem, sedang yang gonad betina berwarna hijau. Tingkat kematangan gonad abalon dapat dibedakan berdasarkan tingkat penutupannya terhadap hepatopankreas. Induk abalon ukuran 6 10 cm dalam sekali pemijahan menghasilkan 150.000 700.000 butir telur.

2.4. Makan dan Cara MakanAbalon adalah mollusca yang herbivor, makanan berubah seiring dengan fase perkembangan mereka. Pada fase hidup mereka, larva ablon merupakan pemakan plankton, hal ini wajar karena mereka tidak memiliki alat untuk makan seperti yang dimiliki oleh organisme dewasa.

Ketika mereka telah siap, larva abalon akan mengedap (settle) ke dasar laut dan berubah menjadi spat. Spat mengunakan radula mereka untuk memarut alga dan lumpur dari permukan batu, lumpur tersebut bersal dari campuran antara mikro alga dan bakteri.Ketika abalon mendekati usia dewasa, makanan mereka berubah ke alaga yang lebih besar. Pada dasarnya abalon memakan semua jenis alga, tetapi mereka juga memiliki food prefrence (pilihan makanan), mereka lebih menyukai alga merah, sedikit toleran pada alga coklat dan memakan hanya sedikit jenis alga hjau (Fallu, 1991).2.5. Spawning Abalon mengalami proses spawning ketika mereka melepaskan telur dan spermanya ke dalam kolom air. Abalon yang dibudidayakan mengalami spawning hanya bila mereka memperoleh pemicu yang tepat, beberapa perlakuan kimia dan perlakuan lainnya dapat dignakan untuk memicu spawning abalon, diantaranya adalah penyinaran ultraviolet, penambahan Hydrogen Peroksida, Perubahan Temperatur, spawning abalon lain serta perubahan pH (Fallu, 1991).

Di Quennsland telah ditemukan bahwa waktu spawning uat Haliotis asinina berhubungan dengan waktu pasang tertinggi pada malam hari, individu jantan dan betina abalon tropis melepaskan telur mereka pada malam yang sama dengan durasi masing-masing 90 menit (Counihan, 1999).

2.6. Larva AbalonLarva abalon bersifat pelagik dan lecithotropicc (ino, 1952; Mottet, 1978). Lecithotropic tidak umum di antara bentos invertebrata laut (Mileikovsky, 1971). Larva lecithotropic dapat mengambil nutrisi dari lingkungan sekitarnya (Jaekle dan Manahan, 1989).

Di perairan, perilaku abalon dewasa dari spesies yang berbeda sangat berbeda antara satu dengan spesies lainnya, tapi perilaku larva abalon pada semua spesies sama (Yano dan Ogawa, 1977). Tingkat perkembangan larva dan nutrisi dari kehidupan larva tersebut terutama dikontrol oleh temperatur dan bervariasi dari 2 sampai 15 hari tergantung dari spesiesnya (Ino, 1952; Capinpin, 1995).

Karena fertilisasi abalon terjadi secra eksternal, maka telur dan sperma abalon harus bertemu dan melebur di kolom air. Ketika gamet melebur, telur yang telah dibuahi membelah dengan cepat dan membentuk larva. Secara umum, larva adalah bentuk belum dewasa seekor binatang yang mengalami metamorfosis untuk mencapai kedewasaan. Abalon larva pada awalnya sangat kecil dan tidak mempunyai cangkang (Fallu, 1991).

III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Kegiatan ini dilakukan pada tahun anggaran 2007 (Agustus Oktober) bertempat di Unit Pembenihan Abalon Balai Budidaya Air Payau Takalar, Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Selatan Kabupaten Takalar.

3.2 . Alat dan Bahan

Alat

1. Bak pemeliharaan induk (bak beton) volume 3 ton

2. Peralatan lapangan

3. Sistem distribusi air

4. Filter bag

5. Sistem aerasi

6. Kolektor telur (trocophore) 50 mikron

7. Ember volume 50 L (wadah pemijahan)

8. Bak fiber (250 L)9. Ultraviolet

10. Termometer

11. Filter bagBahan

1. Induk abalon (panjang cangkang 5 6 cm)2. Gracillaria sp.3. Nitzchia sp.4. Potongan seng plastik

3.3.Prosedur Kerja

Menyiapkan sebanyak 4 buah ember berwarna hitam (volume 50 L) sebagai wadah untuk pemijahan dengan perlakuan sebagai berikut :Wadah A (manipulasi suhu)

Wadah B (tanpa manipulasi suhu)

Wadah di desinfektan dengan kaporit (60%) 100 ppm dan dibiarkan 1 2 hari, setelah itu dicuci dengan air tawar dan detergen kemudian dibiarkan sampai kering.

Semua peralatan yang akan digunakan dicuci dengan air tawar dan detergen kemudian dikeringkan.

Menyiapkan sistem aerasi pada masing-masing wadah pemijahan.

Mengisi wadah pemijahan dengan air laut yang telah melalui sistem filtrasi dan Ultraviolet. Melakukan penebaran induk yang telah matang gonad ke dalam masing-masing wadah pemijahan dengan perbandingan betina dengan jantan yaitu 3 : 1. Untuk wadah A setelah induk dimasukkan kemudiaan ditutup tanpa ada perlakuan (kontrol). Untuk wadah B, C dan D setelah induk dimasukkan kemudian dilakukan manipulasi suhu yaitu dengan menaik-turunkan suhu air dalam wadah tersebut sekitar 2 3 oC, hal ini dilakukan sebanyak sebanyak 1 - 2 kali setelah itu wadah tersebut ditutup dan didiamkan. Melakukan pengamatan yang meliputi :

1. Tingkat keberhasilan pemijahan pada masing-masing wadah pemijahan.2. Kualitas air media pemijahan.3.4. Pengukuran Peubah

Peubah yang diamati dalam kegiatan ini adalah tingkat keberhasilan pemijahan dari setiap wadah pemeliharaaan yang meliputi jumlah induk yang memijah dan jumlah trochopore yang dihasilkan. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengelolaan IndukAbalon adalah dioecious dimana setiap individu mempunyai jenis kelamin. Tapi kadang hewan ini ditemukan hermaphodit. Gonad pada jantan dan betina terletak pada posisi yang sama yaitu berkembang disekitar daerah pencernaan dan berkembang seperti bentuk tanduk disepanjang sisi kiri cangkang abalon. Menjelang dan saat pemijahan gonadnya menutupi sebagian dari hepatopankreas.Jantan dan betina abalon dapat dibedakan berdasarkan warna gonadnya; gonad jantan berwarna krem, sedang yang gonad betina berwarna hijau. Tingkat kematangan gonad abalon dapat dibedakan berdasarkan tingkat penutupannya terhadap hepatopankreas. Induk abalon yang baik dapat dilihat dari performancenya yaitu otot kaki/daging terlihat segar dengan warna gelap dan tidak lembek/lemas, melekat kuat pada subtrat, dapat membalikkan tubuhnya segera bila diletakkan dalam air dengan posisi terbalik, sehat/organ tubuh tidak luka dan utuh; ukuran panjang cangkang 5 cm dan merayap/berjalan bila dilepaskan dari genggaman.

Wadah pemeliharaan induk terbuat dari bak beton volume 3 ton. Induk jantan dan betina ditempatkan pada bak yang terpisah. Disediakan pula bak lain untuk memelihara abalon yang sakit (bak karantina) atau aklimatisasi saat datang induk yang baru .

Untuk memudahkan seleksi induk dan mencegah abalon merayap keluar permukaan air, maka di dalam bak induk ditempatkan beberapa potongan-potongan pipa yang sudah dibelah sebagai tempat berlindung (shelter) dari induk abalon tersebut.

4.2. Pemijahan Abalon

Dalam kegiatan pemijahan abalon hal yang pertama yang harus dilakukan adalah seleksi induk. Seleksi induk dimaksudkan untuk mendapatkan induk yang siap dipijahkan. Seleksi dilakukan menjelang bulan gelap atau bulan terang setiap bulannya. Induk yang siap dipijahkan memiliki kandungan gonad >60% (secara volumetrik), dimana gonad dengan kondisi penuh (menggembung) dianggap 100%. Induk hasil seleksi ditempatkan di bak pemijahan dengan perbandingan betina dan jantan adalah 3 : 1. Adapun hasil pemijahan dengan manipulasi lingkungan (menaik-turunkan suhu air media pemijahan) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pemijahan Induk Abalon dengan Teknik Manipulasi Suhu.PemijahanJumlah Trochopor yg Dihasilkan

(ekor)

Bak ABak B

I

II

III

IV

320.000

635.000

570.000

445.000-

165.000-

-

Pada Tabel 1 terlihat bahwa dari 4 kali kegiatan pemijahan maka pada bak A (manipulasi suhu) terjadi pemijahan sebanyak 4 kali juga, sedangkan pada bak B (tanpa manipulasi suhu) hanya terjadi satu kali terjadi pemijahan. Terjadinya pemijahan pada setiap kali kegiatan pemijahan pada bak A menunjukkan bahwa adanya perubahan suhu sangat berpengaruh terhadap kegiatan pemijahan abalon. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fallu (1991) bahwa beberapa jenis perlakuan yang dapat diberikan untuk memicu spawning di hatchery salah satu diantaranya adalah adanya perubahan suhu , yaitu adanya perubahan mendadak dari temperatur dapat menyebabkan spawning. Tekhnik ini dilakukan dengan cara pengurangan atau peningkatan temperatur sekitar 5 oC tiap setengah jam atau lebih. Teknik ini lebih mudah dan murah dibandingkan penggunaan cara lainnya.Pada bak B terlihat dari 4 kali pemijahan hanya satu kali terjadi pemijahan, dimana jumlah trochopore yang dihasilkan juga jauh lebih sedikit dibandingkan dengan bak A. Kenyataan ini menunjukkan bahwa tanpa adanya perlakuan khusus induk abalon tidak dapat memijah meskipun telah matang gonad, hal ini sesuai pernyataan Fallu (1991) bahwa matangnya gonad tidaklah cukup mempengaruhi suatu pelepasan gamet, abalon memerlukan kondisi-kondisi tertentu sebagai pemicu terjadinya spawning.

Sebagai data penunjang maka dilakukan pengukuran kualitas air. Berdasarkan hasil pengamatan kualitas yang dilakukan selama masa perlakuan maka didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Pengukuran Beberapa Parameter Kualitas Air Selama Pemeliharaan.

Parameter Kualitas AirPerlakuan

Bak ABak B

Oksigen Terlarut (ppm)

Suhu (oC)

Salinitas (ppt)

PH

NO2

NH35,65 7

28 30

32 35

7,32 8,0

ttd

ttd5,67 7

28 30

32 35

7,55 8,0

ttd

ttd

Hasil pengukuran kualitas air selama pemeliharaan pada semua bak menunjukkan kisaran yang normal untuk suatu kegiatan pemijahan. Selain itu juga dilakukan pengukuran populasi bakteri Vibrio sp dalam masing-masing bak pemijahan yang mana jumlah populasi bakterinya