01. Misterius Boarding Love_Syamil.docx

download 01. Misterius Boarding Love_Syamil.docx

of 7

description

Pendidikan Sastra

Transcript of 01. Misterius Boarding Love_Syamil.docx

Mysterious Boarding LoveOleh SyamilSebut saja namaku Zayyid. Cowok agamis dengan jambul menyembul di bawah peci putih yang selalu setia di kepalaku. Meski termasuk anak rohis, aku juga dicitrakan sebagai anak yang modis di sekolahku. Gaya blak-blakan dan kesan tak acuh menjadi trend mark yang terbentuk di sekolahku.Berbiacra tentang akhwat. Jangan masukkan aku ke dalam daftar unggulan. Aku termasuk yang terbelakang urusan kenal mengenal dengan lawan jenis. Satu-satunya yang dapat aku andalkan adalah kelihaianku pada sesi curi-curi pandang aja saat di kelas dan di ruang makan pada saat jam istirahat, selebihnya nol besar.Kisah cintaku berawal ketika aku duduk di bangku SMP kelas 7. Saat itu aku mengikuti masa orientasi siswa sebagai syarat untuk lolos mengikuti awal tahun ajaran baru. Kami para siswa dan siswi baru dikumpulkan oleh kakak-kakak panitia di aula sekolah untuk diberikan pembekalan materi tentang tata tertib dan aturan sekolah. Tidak ketinggalan , segala bentuk tata tertib keasramaan juga diberikan dalam pelaksanaan 3 hari acara waktu itu.Saat itu aku belum punya banyak teman. Jangan bilang teman akrab, kakak panitia pun aku tak tau satu pun namanya. Akhirnya aku memutuskan untuk berkenalan dengan seorang siswa berkulit putih berbadan atletis yang wajahnya lumayan. Iya, lumayan urban, persis anak-anak Mall, namanya Rahman.Meski bermuka tampan, Rahman adalah siswa yang baik dan tidak sombong. Dia juga sudah banyak kenal siswa dan siswi dan mulai akrab dengan sebagian kakak panitia. Baru beberapa jam aku berteman dengannya, tetapi aku merasa hubungan kami sudah semakin dekat.Saat acara outbond, Rahman memberiku kode dan ia mulai berjalan mendekat ke arah kerumunan siswi. Dengan percaya diri ia memanggil salah seorang diantara gadis-gadis kecil berjilbab putih. Tak lama kuperhatikan seorang gadis manis berlesung pipi keluar dari kerumunan dan menghampirinya. Ia kemudian mengajaknya ke bawah pohon yang rindang tak jauh dari lokasi siswa dan siswi terkonsentrasi. Dari kejauhan Rahman memberiku isyarat untuk turut bergabung ke sana.Jantungku jadi berdegup kencang. Jangan-jangan Ia mau mengenalkan aku pada gadis berlesung pipi itu. jantungku jadi semakin berdebar-debar. Dengan muka polos Aku akhirnya menghampiri mereka.Syifa, ini teman aku, namanya Zayyid. Dia berasal dari Makassar, baru kemarin kembali dari Jakarta. Gaya Rahman sudah seperti sales promotion memperkenalkan produknya.Hai,, salam kenal yach. Ujarnya manis sambil menelungkupkan kedua tangannya di dada.Oh, ia, hai juga. Salam kenal. Aku Zayyid. Balasku salah tingkah.Ya Rabb,, gadis ini manis sekali. Gumamku dalam hati.Siswi baru juga kan? Tanyaku berbasa-basi.Iya, sama kan sama kamu?Oh, iya. Sepertinya anak-anak sudah bersiap kembali ke aula. Kabarnya sebentar lagi pembagian kelas dan kamar asrama deh, yuk ke sana! Ajak Rahman memecah kebekuan suasana setelah sempat hening beberapa saat.Seketika sejuknya ruangan menyergap tubuhku saat kami memasuki aula. Teriknya mentari di luar ruangan tak menghalangi hawa sejuk yang merayap keluar dari mesin pendingin ruangan yang tersebar di setiap sisi ruang berbentuk balok dengan ornament simetris di dindingnya. Melintas di benakku. Berharap Allah menakdirkanku sekelas dengan Syifa.Ternyata Allah berkehendak lain. Aku ditempatkan di kelas VII C, sedangkan Syifa akan belajar di kelas VII E. Aku cuma bisa melenguh kecewa. Tanpa aku sadari tiba-tiba Rahman menepuk pundakku.Eh, kita sama kelas lho. Ujarnya memecah lamunanku.Hah. Iya ya? kutatap Rahman dengan pandangan kosong. Masih ada rasa kecewa tidak bisa sekelas dengan Syifa.Kenapa bro? linglung gitu? Ada masalah? selidik Rahman.Engg.. enggak kok, Bro.Hmm.. kecewa ga satu kelas sama Syifa ya..? Senyumnya menyeringai sambil alis mata kanannya terangkat sedikit hendak mengolok-olok ku.Ah,, nggak kok. Baru juga tadi kenalannya. Masa gitu aja dah berharap banyak. Tandasku mengelak.Jujur aku kecewa. Tapi mau gimana lagi semua sudah kehendak Allah.Hari demi hari, bulan demi bulan berlalu. Saat ini aku sudah duduk di bangku kelas VIII. Penampilanku tentunya mengalami sedikit perubahan. Gaya baru, penampilan baru, pokoknya semuanya harus baru dan positif. Kecuali satu yang menurutku tidak pernah berubah. Rasa kagum dan suka pada Syifaa. Dia semakin mengkilap saja. Yang terbaru adalah, dia menyabet peringkat satu di kelasnya. Sudah genap setahun aku memendam rasa suka ini. Semuanya aku biarkan berjalan begitu saja. Masih dengan metode lamaku, masih dengan curi-curi pandang di depan kelasnya dan di ruang makan selepas sholat dhuhur berjamaah. Biar aku simpan sendiri rasa itu, jauh di lubuk hatiku yang paling dalam.suatu ketika saat aku mencarinya untuk membicarakan persiapan acara Maulid Nabi Muhammad saw yang akan dilaksanakan di sekolah, kebetulan aku diberi amanat untuk menjadi ketua pantia dan Syifa terpilih menjadi sekretarisku. Saat aku memasuki kelasnya, pemandangan pertama yang aku lihat membuatku seolah tak percaya. Langkahku terhenti, tercekat aku pandangi. Syifa ngobrol akrab dengan Rahman. Akrab, akrab sekali aku lihat. Rinai tawanya begitu lepas. Aku seperti merasakan getaran rasa simpati yang amat sangat dari tatapan Rahman pada Syifa.Aku memutuskan untuk mundur perlahan dan mengurungkan niatku untuk menemuinya. Akhirnya aku meminta salah seorang adik kelas untuk memanggil Syifa agar datang ke rapat panitia. Kuurungkan niatku untuk menemuinya secara persona.Entah mengapa sejak kejadian itu perasaan yang aku pendam tatkala luruh digerus rasa cemburu. Rasa yang sebenarnya masih terlalu dini aku rasakan. Tetapi kata Kak Raihan cinta memang seperti itu. jangan pernah mencoba merasakannya kalau tidak mau menelan rasa pahit dan sakitnya. Mau tidak mau aku harus terima rasa sakit dan pahitnya karena aku terlanjur bersedia merasakannya, meskipun hanya sepihak. Hanya aku tanpa dia tahu apa yang juga kurasakan. Aku merasa seperti monyet yang sendiri. Monyet yang merasakan cintanya sendiri.Sejak peristiwa itu juga, persahabatanku dengan Rahman menjadi renggang. Walaupun aku tidak tahu seperti apa kedekatan mereka sebenarnya. Rasa kagum dan simpatiku pada Syifa pun seketika memudar.Papan pengumuman begitu bangga berdiri di depan perpustakaan sekolah. Menampilkan nama-nama siswa yang berhak menyandang predikat lulus ujian nasional. Aku merasa lega bisa melewati ujian yang konon kabarnya menguras fisik dan mental siswa seantero negeri. Sebuah ujian yang sama sekali tidak mewakili pemetaan kemampuan siswa di seluruh nusantara. Sebuah kelulusan ditentukan oleh pemerintah tanpa mereka tahu bagaimana guru-guru kami mengajar dan tempat kami belajar. Sekolah berstandar internasional soalnya sama dengan sekolah satu atap yang minim dana operasional. Sebuah ironi pendidikan. Untungnya sekolahku adalah salah satu sekolah dengan penyandang dana yang berhati mulia. Sekolah swasta yang benar-benar memerhatikan kualitas dan masa depan generasi bangsa. Bisa dibayangkan aku dan sekitar 80 persen siswa di sekolah menuntut ilmu dengan gratis selama tiga tahum itu pun masih ditambah uang saku dan biaya hidup yang ditanggung oleh yayasan sekolahku bernaung.Kami diasramakan, diberikan pakaian, buku-buku, bahkan dipilihkan guru-guru terbaik yang ada di Sulawesi selatan. Aku tak bisa membayangkan betapa melimpah rahmat dan berkah yang diterima oleh pemilik yayasan ini. Anak-anak yang berasal dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi sepertiku tentu hanya dapat membalasnya dengan doa tulus agar senantiasa Allah membalas apa yang telah mereka lakukan dan berikan untuk kami para penerus bangsa.Saat ini aku sudah resmi memakai seragam putih abu-abu. Wajahku semakin tegas guratan-guratan menuju ke fisik dewasa. Suaraku yang semakin berat dan jakunku yang sudah terlihat naik turun. Aku masih bersekolah di tempat yang sama sebuah sekolah islam boarding yang mengisi hari-hariku dengan ilmu dan pembelajaran hidup yang akan menjadi bekalku mengarungi kehidupanku nanti. Sekolahku memang terdiri atas tingkat SMP dan SMA. Gedungnya hanya dipisahkan oleh sebuah taman besar yang ditengah-tengahnya berdiri megah sebuah gedung berkubah berlantai dua. Perpustakaan umum di lantai dasar dan mesjid yang dapat menampung 1000 orang jamaah di lantai duanya.Sebulan lagi aku akan menempuh ujian nasional SMA. Tidak terasa sebentar lagi aku akan meninggalkan sekolahku tercinta. My Boarding School, My Boarding Life, My Boarding Love. Tempat dimana au belajar menyukai lawan jenis dan merasakan cinta meski itu hanya sebelah tangan yang menepuknya. Ya Allah, aku teringat lagi padanya. Pada gadis berlesung pipi yang meluruhkan hatiku pada saat pertama kali bertemu lima tahun yang lalu. Rasa kangen itu hadir.Aku hanya dapat melihatnya dari jauh, sesekali. Syifa belakangan ini sering ke luar kota mengikuti lomba. Dari tingkat daerah, propinsi sampai tingkat nasional. Dia memang siswi berprestasi. Siswi idaman, tapi mungkin bukan untukku yang bukan cowok idaman. Sejauh ini aku sering melihat Rahman menemaninya ikut lomba. Tidak heran dan mungkin saja teradi karena Rahman termasuk anak dari orang berpengaruh di Bone sehingga dia bisa membantu dan menemani Syifa dengan biayanya sendiri hingga ke lomba tingkat nasional sekalipun. Pasti hal itu menambah kedekatan mereka. Sekali lagi aku pupus dibuatnya.Farah, tunggu Farah!! panggilku pada Farah yang melintas sekelebat di depanku yang sedari tadi melongo memandangi kelas Syifa dari kejauhan.Eh, iya ada apa Id? Balasnya sedikit kaget karena kupanggil tiba-tiba. Untung senyum manisnya segera memperbaiki ekspresi kaget yang tadi dia tunjukkan padaku.Huf,, huf.. Farah, boleh nanya gak? Tanyaku dengan nafas tersengal-sengal setelah berlari kecil mengejarnya yang hampir saja hilang dari pandanganku.Iya, silahkan. Mau nanya apa?Farah hari ini masuk sekolah ga? Tanyaku lirih.Farah??? Dia kan sedang ke Bandung mengikuti National Mathmatic Exhibition. Kayaknya besok deh baru dia pulang.Oh, iya ya.. Oiya. Rahman ikut juga ya??Iya, IdMaaf Farah, kok bisa ya, emang Rahman juga termasuk peserta lomba ya?.Zayyid, masa kamu nggak tau sih,, Rahman itu kan tipe cowok sejati. Kemana juga pasti akan dia bela-belain buat nemenin si Syifa. Jawab Farah sedikit heran mendengar pertanyaanku.Cowok??? Pekikku pelan pura-pura tidak mengerti.Mereka bahkan udah tunangan kali, Orang tua mereka kan udah sepakat akan menjodohkan Syifa dan Rahman setelah selesai kuliah nanti. Gitu yang aku dengar Id. Emang ada apaan sih? Tanyanya penuh selidik.Oh,, eh,, nggak kok. Masalahnya aku mau nyampein undangan rapat aja kok buat Rahman juga. Udah ya, makasih atas waktunya.Aku berlari kecil, kembali menuju asrama putra. Farah masih melihatku dari jauh. Dia tampak terheran-heran melihat tingkahku.Enam tahun berselang sejak aku menyelesaikan studiku di sekolah islam boarding yang banyak memberikan aku bekal hidup. Aku kini menjabat sebagai salah satu pimpinan divisi marketing di sebuah perusahaan penjualan mobil ternama di Jakarta setelah tiga tahun setengah aku habiskan di jurusan teknik otomotif di ITB Bandung, sekolah impianku. Istriku sendiri menangani bisnis restoran halal kami yang kini punya cabang di 20 kota besar di Indonesia termasuk di kota kelahiranku Maros, dan kota yang memberikan aku banyak ilmu hidup dan kehidupan, Bone.Jilbab merah jambunya yang menjuntai, dipadu dengan gamis motif garis yang harmoni. Membuatnya tampak cantik, anggun. Wakil bidadari surga yang turun ke bumi untukku. Keanggunannya berbahasa membuatku terpana dan menjadikanku semakin cinta. Kelembutannya benar-benar meluruhkan semua rasaku pada segenap akhwat di Kampusku. Ia yang terlewat dari radarku saat SMU menjelma menjadi sosok yang benar-benar menggoda iman dan menuntut hatiku agar menyuntingnya segera saat aku telah akan menyelesaikan studiku di ITB. Aku yang hanya terfokus pada teman sekelasnya saat SMU, kini malah menjadi pendamping hidupku. Teman sebangku Syifa yang dikenal agak tomboy, tapi supel itu kini menjelma menjadi sosok wanita lembut dan bersahaja, lebih menjaga pandangan dan hijabnya dari lawan jenis yang mendekatinya. Sosok yang memenangkan hatiku pada akhirnya. Seorang istri yang sangat keibuan dan perhatian padaku. Meski Ia tak secantik Assyifa, tetapi aku bersyukur bisa memenangkan hatinya. Farah Faradhilla Zayyid. Kini namaku resmi tersemat di belakang namamu. Telah resmi kau kusunnting sebagai bidadari surgaku.Berdua kami berjuang mewujudkan keluarga yang mawaddah, sakinah dan warohmah. Merajut cinta yang dilandasi rasa cinta tertinggi kepada Rabb sekalian alam. Cinta sejati yang akan kami bawa mati dan akhirnya dipertemukan kembali di surgaNya yang indah nanti. Amin.