01 Cover Skripsielibrary.unisba.ac.id/files/07-2128_Fulltext.pdfGelar Sarjana Ekonomi Islam Pada...
Transcript of 01 Cover Skripsielibrary.unisba.ac.id/files/07-2128_Fulltext.pdfGelar Sarjana Ekonomi Islam Pada...
PERINGATAN !!! Bismillaahirrahmaanirraahiim
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi
2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini
3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah
4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah
Selamat membaca !!!
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
UPT PERPUSTAKAAN UNISBA
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI
AKAD WADI’AH DALAM TABUNGAN AROFAH PADA
PT BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk.
CABANG BANDAR LAMPUNG
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam Pada Fakultas Syariah
Program Studi Keuangan Perbankan Syariah
OLEH
NOVA ANDRIANI
Nomor Pokok: 10010202043
PROGRAM STUDI KEUANGAN DAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2007
i
PERSETUJUAN
Disetujui Oleh:
Pembimbing II
Titin Suprihatin, Dra., MH.
Pembimbing I
Leo Khadafi, SE. Ak.
Mengetahui:
Dekan Fakultas Syariah
H. M. Zainuddin, Drs., Lc., Dipl., MH.
Ketua Program Studi Keuangan dan Perbankan Syariah
H. M. Zainuddin, Drs., Lc., Dipl., MH.
ii
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dimunaqasyahkan oleh tim penguji skripsi pada hari Rabu,
tanggal 22 Agustus 2007 dan telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana (S1) pada Fakultas Syariah Program Studi Keuangan
dan Perbankan Syariah Universitas Islam Bandung.
Bandung, 22 Agustus 2007 M 09 Sya’ban 1428 H
PANITIA UJIAN MUNAQASYAH
Sekretaris
H. M. Zainuddin, Drs., Lc., Dipl., MH.
Ketua
H. M. Zainuddin, Drs., Lc., Dipl., MH.
TIM PENGUJI
1. H. Tamyiez Derry, Drs., M.Ag. _____________________
2. H. Asep Ramdan H. Drs., M.Si. _____________________
3. N. Eva Fauziah, Dra., M.Ag. _____________________
iii
MOTTO
Impian dan cinta akan saling memberi satu dengan yang lain, serupa dengan apa yang dilakukan matahari ketika mendekati malam dan apa yang dilakukan bulan ketika mendekati pagi.
Ku persembahkan
tuk Engkau
Kekasih Hatiku
iv
ABSTRAKSI Nova Andriani, NPM 10010202043 : “Analisis Hukum Islam Terhadap Implementasi Akad Wadi’ah Dalam Tabungan Arofah Pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung”.
Sebagai lembaga intermediasi, PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. menerima simpanan dari nasabah dan meminjamkannya lagi kepada nasabah (unit ekonomi) lain yang membutuhkan dana. Salah satu produk yang ditawarkan oleh PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. adalah tabungan khusus untuk haji yaitu Tabungan Arofah dengan Akad Wadi’ah yakni tabungan yang berbasis akad titipan murni yang harus dijaga oleh pihak bank dan dikembalikan lagi kepada nasabah sejumlah yang telah dititipkan. Akan tetapi, disamping keuntungannya yang seratus persen terjamin keamanannya dan pengembalian secara utuh, tabungan ini juga memiliki kelemahan yakni tidak adanya keuntungan laba bagi hasil/bonus atas penggunaan dana tersebut oleh bank. Sedangkan pada umumnya banyak masyarakat yang menabungkan uangnya pada lembaga keuangan seperti bank untuk memperoleh sejumlah laba atas tabungan tersebut. Selain itu penulis juga ingin meneliti apakah pengimplementasian akad wadi’ah pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. sudah sesuai dengan hukum Islam. Maka berdasarkan latar belakang di atas, penulis melakukan penelitian pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung dan mengambil judul: “Analisis Hukum Islam Terhadap Implementasi Akad Wadi’ah Dalam Tabungan Arofah Pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung”.
Metode yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah studi kasus dengan pendekatan deskriptif. Untuk skala pengukurannya, penelitian ini menggunakan skala likert yaitu menggunakan point-point yang akhirnya akan menghasilkan suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas penelitian ini. Penyusunan penelitian ini juga dilengkapi dengan operasionalisasi variabel yang berfungsi untuk menyusun daftar pertanyaan yang terlebih dahulu ditetapkan dimensi atau pembahasan, indikator, dan skala pengukurannya.
Berdasarkan dari hasil penelitian tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengimplementasian akad wadi’ah dalam tabungan arofah pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. sudah dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan hukum Islam. Walaupun baru berjalan sekitar 4 tahun dan tidak memberikan keuntungan laba bagi hasil/bonus dalam bentuk dana, tabungan Arofah dengan akad wadi’ah ini selalu meningkat peminatnya dari tahun ketahun karena keunggulannya yang dapat memberikan kepastian mendapatkan porsi haji untuk melaksanakan ibadah haji pada tahun yang bersangkutan sehingga nasabah peserta tabungan arofah dengan akad wadi’ah tidak perlu khawatir tidak dapat melaksanakan ibadah haji secepatnya di tahun yang bersangkutan. Dan hal ini telah membuktikan bahwa PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. telah berhasil meyakinkan dan memasarkan produk tersebut kepada masyarakat.
v
KATA PENGANTAR
Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan karunia-Nya berupa ilmu pengetahuan, kesehatan, dan petunjuk
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : ”Analisis Hukum
Islam Terhadap Implementasi Akad Wadi’ah Dalam Tabungan Arofah Pada
PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung”.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari sempurna. Namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya maupun bagi pembaca pada
umumnya.
Selama proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis
mengalami berbagai peristiwa baik suka maupun duka, tetapi semua itu berhasil
dilewati karena dorongan semangat dan bantuan secara moril maupun materil dari
semua pihak
Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. DR. H.E. Saefullah W., SH., LLM., selaku Rektor Universitas
Islam Bandung.
2. Bapak HM. Zainuddin, Drs., Lc., Dipl., MH., selaku Dekan Fakultas Syariah
Universitas Islam Bandung sekaligus Ketua Program Studi Keuangan dan
Perbankan Syariah.
vi
3. Bapak H. Asep Ramdan H. Drs., M.Si. selaku sekaligus Dosen Wali.
4. Bapak Leo Khadafi, SE., Ak., selaku Pembimbing I yang telah banyak
meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dan pengarahan
kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Titin Suprihatin, Dra., M.H., selaku Pembimbing II yang telah banyak
memberikan kritikan, masukan dan saran kepada penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
6. Bapak Ismail Maisaroh, Drs., MH., atas bantuannya selama ini.
7. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Syariah dan Fakultas Ekonomi Universitas
Islam Bandung.
8. Seluruh karyawan PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar
Lampung yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data
dalam penyusunan skripsi ini.
9. Pak Opik, yang selalu memberikan masukan, ide-ide dan membantu penulis
dalam mencari data-data di perpustakaan. Insyaallah setiap kebaikan akan
mendapatkan balasan dari Allah SWT.
10. Papa dan Mama tercinta, yang telah memberikan doa dan kasih sayangnya
serta dorongan moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
11. My Soulmate, Ir. Maleakhi John, CPA., yang selalu memberikan motivasi,
perhatian, cinta dan kasih sayang yang tulus yang tak akan pernah dapat
tergantikan oleh siapapun.
12. Adik-adikku tersayang, Tika dan Bagus, yang selalu memberikan inspirasi-
inspirasi tak terduga.
vii
13. Sahabat-sahabat terbaikku, Agniar, Febi, Naga, Agung, Sani, Anwar yang
selalu memberikan motivasi dan bantuannya dalam suka maupun duka dan
mudah-mudahan apa yang menjadi cita-cita kita terlaksana. Ingatlah selalu
bahwa sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
14. Teman-teman angkatan 2002 Program Studi Keuangan dan Perbankan
Syariah atas kekompakan dan dukungannya selama ini.
15. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang secara
langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Akhiirul kalaam, penulis sekali lagi mengucapkan syukur atas nikmat yang
telah diberikan-Nya. Semoga Allah Swt. membalas segala kebaikan dan
senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Amin yaa
rabbal Alamin
Wassalaamu’alaikum, Wr. Wb
Bandung, September 2007
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN .....................................................................................................i
PENGESAHAN ..................................................................................................... ii
MOTTO ................................................................................................................ iii
ABSTRAKSI .........................................................................................................iv
KATA PENGANTAR............................................................................................v
DAFTAR ISI....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................5
C. Tujuan Penelitian ..........................................................................6
D. Kegunaan Penelitian .....................................................................6
E. Kerangka Pemikiran .....................................................................7
F. Metode dan Teknik Penelitian ....................................................11
1. Metode Penelitian .................................................................11
2. Teknik Penelitian ..................................................................16
G. Sistematika Pembahasan.............................................................17
ix
BAB II KONSEP WADI’AH DALAM HUKUM ISLAM ........................20
A. Pengertian Wadi’ah.....................................................................20
B. Macam atau Jenis Wadi’ah .........................................................22
C. Dasar Hukum Wadi’ah ...............................................................23
1. Al-Quran ...............................................................................24
2. Al-Hadits...............................................................................29
D. Rukun Wadi’ah ...........................................................................31
E. Syarat Wadi’ah ...........................................................................32
F. Manfaat Dan Resiko Wadi’ah.....................................................35
G. Kewajiban Bagi Mudi’ (Pemilik Titipan) ...................................36
H. Kewajiban Bagi Wadi’ (Penerima Titipan).................................37
I. Akuntansi Syariah .......................................................................39
J. Akad Wadi’ah Berakhir ..............................................................41
BAB III OBJEK DAN PELAKSANAAN TABUNGAN AROFAH
DENGAN AKAD WADI’AH PADA PT BANK MUAMALAT
INDONESIA, Tbk. CABANG BANDAR LAMPUNG................43
A. Objek Penelitian..........................................................................43
1. Sejarah PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. ........................43
2. Struktur Organisasi PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. .....47
3. Uraian Tugas Pokok Serta Kegiatan Usaha PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. ....................................................48
B. Implementasi Akad Wadi’ah Dalam Tabungan Arofah Pada PT
Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung.......57
x
1. Ketentuan Akad Wadi’ah Dalam Tabungan Arofah.............58
2. Rukun Akad Wadi’ah Dalam Tabungan Arofah ..................60
3. Syarat Akad Wadi’ah Dalam Tabungan Arofah ...................60
4. Kewajiban Bagi Penitip (Nasabah) Dalam Tabungan Arofah .
...............................................................................................61
5. Kewajiban Bagi Penerima Titipan (Bank) Dalam Tabungan
Arofah ...................................................................................62
6. Pencatatan Tabungan Arofah Dengan Akad Wadi’ah ..........62
7. Akad Wadi’ah Berakhir ........................................................63
8. Keunggulan Tabungan Arofah Dengan Akad Wadi’ah ........65
9. Promosi Tabungan Arofah Dengan Akad Wadi’ah ..............66
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI
AKAD WADI’AH DALAM TABUNGAN AROFAH PADA PT
BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk. CABANG BANDAR
LAMPUNG ......................................................................................69
1. Ketentuan Objek Wadi’ah...........................................................70
2. Rukun Akad Wadi’ah .................................................................70
3. Syarat Akad Wadi’ah ..................................................................71
4. Kewajiban Bagi Pemilik Titipan (Mudi’) Dalam Akad Wadi’ah ..
.....................................................................................................72
5. Kewajiban Bagi Penerima Titipan (Wadi’) Dalam Akad Wadi’ah
.....................................................................................................74
6. Akad Wadi’ah Berakhir ..............................................................75
xi
7. Pengaplikasian Dalam Produk Tabungan ...................................77
8. Batas Minimum Titipan Akad Wadi’ah......................................78
9. Biaya Pemeliharaan.....................................................................78
10. Pencatatan Akuntansi Syariah.....................................................80
11. Promosi Produk Dan Sudut Pandangnya Dalam Islam...............81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................84
A. Kesimpulan .................................................................................84
B. Saran ...........................................................................................86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1 Jumlah Perkembangan Tabungan Pada PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung .......................................4
Tabel 2 Jumlah Perkembangan Tabungan Arofah (akad wadi’ah) Pada PT
Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung.............5
Tabel 3 Operasionalisasi Variabel ................................................................12
Tabel 5 Perhitungan Skor Analisis Hukum Islam Terhadap Implementasi
Akad Wadi’ah Dlam Tabungan Arofah Pada PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung ......................................82
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1 Kerangka Pemikiran.........................................................................10
Gambar 2 Struktur Organisasi PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang
Bandar Lampung..............................................................................48
Gambar 3 Diagram Hasil Penelitian .................................................................83
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Istilah bank telah menjadi istilah umum yang banyak dipakai di
masyarakat dewasa ini, salah satunya adalah bank yang biasanya kita jumpai yaitu
suatu lembaga intermediasi keuangan yang paling penting dalam sistem
perekonomian kita, yaitu suatu lembaga khusus yang menyediakan layanan
financial.
Sebagai lembaga intermediasi, bank syariah menerima simpanan dari
nasabah dan meminjamkannya lagi kepada nasabah (unit ekonomi) lain yang
membutuhkan dana. Atas simpanan nasabah tersebut bank memberi imbalan
berupa bagi hasil. Demikian pula, atas pemberian pinjaman tersebut, bank
mengenakan bagi hasil kepada para peminjam. Diakui bahwa peran bank syariah
itu telah mampu memenuhi kebutuhan manusia, dan aktivitas perbankan dapat
dipandang sebagai wahana bagi masyarakat modern untuk membawa mereka
kepada pelaksanaan kegiatan tolong-menolong dan menghindari dana-dana yang
menganggur.
Pertumbuhan setiap bank khususnya bank syariah sangat dipengaruhi oleh
perkembangan kemampuannya menghimpun dana masyarakat, baik berskala kecil
maupun besar dengan masa pengendapan yang memadai. Sebagai lembaga
keuangan, masalah bank yang paling utama adalah dana. Tanpa dana yang cukup,
bank tidak dapat berbuat apa-apa, atau dengan kata lain bank menjadi tidak
berfungsi sama sekali.
2
Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank dalam bentuk tunai, atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai. Uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank tidak hanya berasal dari para pemilik itu sendiri, tetapi juga berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau pihak lain yang sewaktu-waktu atau pada suatu saat tertentu akan ditarik kembali, baik sekaligus maupun berangsur-angsur. Dan salah satu sumber dana yang dihimpun oleh suatu bank syariah yang berasal dari masyarakat disebut tabungan. (Zainul Arifin: 2006: 47).
Tabungan adalah produk penghimpun dana (funding) terbesar pada sebuah
bank, khususnya bank syariah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. (Roslina Pragestin: 2005: 1).
“Adapun yang dimaksud dengan tabungan syariah adalah tabungan yang
dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah
Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa tabungan yang
dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan prinsip wadi’ah dan mudharabah.”
(Adiwarman A. Karim: 2004: 297).
Tabungan wadi’ah merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan akad
wadi’ah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat
sesuai dengan kehendak pemiliknya. Berkaitan dengan produk tabungan wadi’ah,
bank syariah menggunakan akad wadi’ah yad dhamanah. Dalam hal ini, nasabah
bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada bank syariah untuk
menggunakan dan memanfaatkan uang atau dana titipannya, sedangkan bank
syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi dana atau uang, disertai hak untuk
menggunakan atau memanfaatkan dana atau barang tersebut. Sebagai
konsekuensinya, bank bertanggung jawab terhadap keutuhan harta titipan tersebut
serta mengembalikannya kapan saja pemiliknya menghendakinya. Di sisi lain,
3
bank juga berhak sepenuhnya atas keuntungan dari hasil penggunaan atau
pemanfaatan dana atau uang tersebut.
Mengingat wadi’ah yad dhamanah ini mempunyai implikasi hukum yang
sama dengan qardh, maka nasabah penitip dan bank tidak boleh saling
menjanjikan untuk membagihasilkan keuntungan harta tersebut. Namun demikian,
bank diperkenankan memberikan bonus kepada pemilik harta titipan selama tidak
disyaratkan di muka. Dengan kata lain, pemberian bonus merupakan kebijakan
bank syariah semata bersifat sukarela.
Dilihat dari penjelasan di atas, tabungan dengan akad wadi’ah ini sama
sekali tidak menguntungkan nasabah/pemilik dana karena sistem pemberian bonus
yang tidak pasti jumlah penghitungannya.
PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. adalah salah satu bank yang
beroperasi secara syariah yang menjalankan fungsinya sebagai lembaga
intermediasi sama seperti bank syariah lainnya. Akan tetapi dalam
pelaksanaannya setiap bank tidak akan menerapkan cara-cara yang sama dengan
bank-bank saingannya. Ada beberapa cara penerapan yang berbeda pada tabungan
dengan akad wadi’ah ini. Di PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. dan seluruh
cabangnya di Indonesia yang salah satunya berada di kota Bandar Lampung
penerapan tabungan wadi’ah pada bank ini tidak menggunakan bonus yang
berupa uang tunai yang kemudian distorkan pada tabungan nasabah yang
bersangkutan. Akan tetapi, bonus digantikan dengan barang atau tanda mata.
Nasabah juga dikenakan kewajiban membayar biaya administrasi yang sudah
ditentukan besarnya diakhir penutupan rekening tabungan. Di PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. tabungan dengan akad wadi’ah diterapkan ke dalam tabungan haji
4
(Tabungan Arofah) sejak awal berdirinya PT Bank Muamalat Indonesia,Tbk.
Akan tetapi tabungan haji Arofah ini baru dua tahun diterapkan di PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung.
Tabel 1.1 Jumlah Perkembangan Tabungan Pada PT Bank Muamalat Indonesia,
Tbk. Cabang Bandar Lampung.
Pertumbuhan No. Periode Jumlah Nasabah
Tabungan Jumlah % 1. Tahun 2002 503 - - 2. Tahun 2003 1.101 598 11.88 3. Tahun 2004 4.637 3.536 32.11 4. Tahun 2005 8.593 3.956 8.53 5. Tahun 2006 14.582 5.989 6.96
Rerata 14.87 Sumber: Data dari PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung.
Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa jumlah nasabah tabungan pada PT Bank
Muamalat Indonesia Tbk. Cabang Bandar Lampung mengalami peningkatan yang
sangat besar. Perkembangan nasabah tabungan terbesar yaitu pada periode tahun
2004 dengan jumlah pertumbuhan sebesar 32.11%, perkembangan nasabah pada
periode Tahun 2003 dengan jumlah pertumbuhan sebesar 11.88%, akan tetapi
pada periode Tahun 2005 dan 2006 perkembangan nasabah yang tinggi tidak
didukung oleh pertumbuhan yang tinggi pula yaitu hanya sebesar 8.53% dan pada
Tahun 2006 sebesar 6.96%. Jika dilihat dari pertumbuhan per-Tahun, terlihat
bahwa periode Tahun 2005 dan Tahun 2006 mengalami pertumbuhan yang tidak
bagus.
Tabel 1.2 Jumlah Perkembangan Tabungan Arofah (akad wadi’ah) Pada
PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung.
5
Pertumbuhan No. Periode Jumlah Nasabah
Tabungan Arofah Jumlah % 1. Tahun 2005 28 - - 2. Tahun 2006 40 12 42.85
Rerata 42.85 Sumber: Data dari PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung.
Tabel 1.2 memperlihatkan bahwa jumlah nasabah tabungan Arofah (akad
wadi’ah) pada PT Bank Muamalat Indonesia mengalami perkembangan.
Walaupun tabungan arofah baik dengan akad wadi’ah maupun mudharabah baru
diperkenalkan kepada masyarakat Lampung pada tahun 2005, akan tetapi
tabungan ini cukup menarik minat masyarakat Lampung.
PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung dapat
berkembang dengan pesat dalam pengumpulan dana pihak ketiganya salah
satunya yang berasal dari tabungan wadi’ah yang memang sudah menjadi salah
satu produk andalan dari PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. padahal tabungan
dengan akad wadi’ah ini tidak menguntungkan bagi pihak penabung.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai permasalahan yang akan penulis tuangkan dalam
suatu usulan penelitian yang berjudul: ANALISIS HUKUM ISLAM
TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD WADI’AH DALAM TABUNGAN
AROFAH PADA PT BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk. CABANG
BANDAR LAMPUNG.
B. Rumusan Masalah
Mengacu kepada latar belakang di atas, maka masalah-masalah utama
yang akan dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
6
1. Bagaimana konsep Wadi’ah berdasarkan hukum Islam?
2. Bagaimana implementasi akad wadi’ah dalam tabungan arofah pada PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung?
3. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap implementasi akad Wadi’ah dalam
tabungan arofah pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar
Lampung?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dalam penelitian ini untuk menjawab tiga pertanyaan yang
diajukan dalam perumusan masalah, antara lain:
1. Mengetahui konsep Wadi’ah berdasarkan Hukum Islam.
2. Mengetahui implementasi akad wadi’ah dalam tabungan arofah pada PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung.
3. Mengetahui bagaimana analisis hukum Islam terhadap implementasi akad
wadi’ah dalam tabungan arofah pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
Cabang Bandar Lampung.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:
1. Dapat berguna bagi pengembangan pengetahuan ilmiah di bidang perbankan
Islam, khususnya pada jurusan keuangan dan perbankan syariah di Universitas
Islam Bandung.
2. Dapat bermanfaat bagi PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar
Lampung dimana penulis melakukan penelitian.
7
3. Dapat menarik minat peneliti lainnya untuk mengembangkan lebih
komprehensif lagi tentang berbagai permasalahan yang berkenaan dengan
analisis hukum Islam terhadap implementasi akad wadi’ah dalam tabungan
arofah pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung.
4. Bagi penulis pribadi dapat meningkatkan ilmu dan wawasan apa yang telah
dicapai selama ini.
E. Kerangka Pemikiran
Islam adalah suatu dien (way of life) yang praktis, mengajarkan segala
yang baik dan bermanfaat bagi manusia, dengan tidak mempermasalahkan soal
waktu, tempat atau tahap-tahap perkembangan dari zaman ke zaman. Islam
memandang bahwa hidup manusia di dunia ini hanyalah sebagian kecil dari
perjalanan kehidupan manusia, maka itu Islam mengajarkan umatnya untuk selalu
melakukan segala hal yang baik dan bermanfaat kapan saja dan dimana saja.
Islam juga mengajarkan cara ber-muamalat yang baik kepada umatnya,
salah satunya adalah cara simpan menyimpan harta. Walaupun bank-bank Islam
modern baru mulai didirikan pada tahun 1960-an, sebenarnya aktivitas perbankan
telah dimulai sejak zaman Rasulullah. Nabi Muhammad SAW sebelum diutus
menjadi Rasul telah dikenal sebagai Al Amien, artinya orang yang dipercaya.
Karena kejujurannya itulah Nabi Muhammad dipercaya untuk menyimpan segala
macam barang titipan (deposit) orang ramai. Dewasa ini, aktivitas keuangan dan
perbankan dapat dipandang sebagai wahana bagi masyarakat modern untuk
membawa mereka kepada dua macam praktek simpanan (deposit) yang diterapkan
pada masa awal Islam, yaitu wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah
8
yang mengarah kepada pelaksanaan dua ajaran Al-Quran yaitu:
a. Prinsip At Ta’awun, yaitu saling membantu dan saling bekerja sama diantara
anggota masyarakat untuk kebaikan, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran
surat Al-Maa’idah ayat 2:
. . .
Artinya:
“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS
Al-Maa’idah: 2) (Departemen Agama RI: 2006: 85).
Al-Quran telah menerangkan dengan sangat jelas dan mewajibkan umat
muslim untuk saling tolong menolong atau menjalin kerjasama dengan siapapun
selagi tujuannya untuk kebijakan dan ketakwaan di jalan Allah. Allah juga
menegaskan kepada seluruh umat muslim, barang siapa yang tidak suka dan mau
tolong menolong diantara sesamanya maka Allah akan menurunkan siksaan yang
amat pedih kepadanya. Maka, di dalam segala keadaan, umat muslim harus
senantiasa tolong menolong, baik dalam hal kehidupan sehari-hari maupun dalam
hal ber-muamalah.
b. Prinsip menghindari Al Iktinaz, yaitu menahan uang (dana) dan
membiarkannya menganggur (idle) dan tidak berputar dalam transaksi yang
bermanfaat bagi masyarakat umum, sebagaimana dinyatakan di dalam Al-
Quran surat At-Taubah ayat 34:
9
. . .
Artinya:
“…Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa
mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS At-Taubah: 34) (Departemen
Agama RI: 2006: 65).
Ayat di atas tidak mengecam semua manusia yang suka mengumpulkan
harta apalagi yang menabungkannya untuk masa depan demi kebaikan dirinya,
keluarganya, dan mengamalkannya di jalan Allah. Tetapi sebagian ulama
memahami bahwa menyimpan dana dalam jumlah yang berlebihan dengan alasan
untuk keluarga dan tidak memutarkannya dalam sebuah usaha untuk kepentingan
tolong menolong adalah haram. Sahabat Nabi SAW, Abu Dzar ra. berpendapat
demikian, sehingga utsman Ibnu Affan ra. mengasingkannya ke salah satu daerah
di pinggiran kota Mekkah agar pahamnya itu tidak mempengaruhi masyarakat.
Memang mayoritas ulama tidak sependapat dengan Abu Dzar ra. karena memang
benar barang siapa yang telah mengeluarkan zakat hartanya secara sempurna
maka dari segi hukum ia telah terbebas dari tuntutan, tetapi dari segi moral ia
tetap dapat dikecam bila ia tidak mengulurkan tangan kepada yang butuh.
Saat ini, sudah banyak lembaga yang menawarkan simpan pinjam, dan
yang paling menonjol adalah bank. PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang
Bandar Lampung telah lama mengabdi kepada masyarakat Bandar Lampung
10
untuk mengamankan dana mereka dan mengamalkannya sesuai dengan yang
diarahkan Al-Quran. Di bank ini masyarakat dapat menyimpan dana sekaligus
menolong orang lain yang membutuhkannya yang kesepakatannya diprantarai
oleh bank itu sendiri.
SKEMA KERANGKA PEMIKIRAN
Keterangan:
PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung
menawarkan produk tabungan arofah kepada nasabah yang terdiri dari dua akad
tabungan yaitu mudharabah dan wadi’ah. Untuk ketentuan yang berlaku pada
akad wadi’ah yang berarti titipan murni, saat melakukan akad pembukaan
rekening tabungan nasabah dikenakan dana minimal penyetoran awal yaitu
Nasabah
Tabungan Arofah
Biaya Administrasi Bonus Tabungan Wadi’ah
Konsep Islam ><
Pelaksanaan di BMI
Sesuai/Tdk Sesuai
Mudharabah Wadi’ah
Saldo Tabungan Wadi’ah
PT BMI, Tbk Cab
B. Lampung
11
sebesar Rp. 20.000.000,-. Dalam pelaksanaan tabungan, nasabah tidak akan
mendapatkan bonus dari penggunaan dana tabungan oleh bank akan tetapi bonus
tersebut digantikan dengan tanda mata yang berupa perlengkapan untuk haji.
Nasabah juga akan dikenakan biaya Rp. 600.000,- untuk biaya administrasi dan
tanda mata (bonus berupa perlengkapan untuk haji yang diwajibkan oleh
Departemen Agama) dan Rp. 50.000,- untuk zakat yang kemudian akan
disalurkan langsung ke rekening ZIS yang biaya keduanya akan dikenakan diakhir
penutupan rekening.
F. Metode dan Teknik Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menerapkan langkah-langkah penelitian
sebagai berikut:
1. Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah metode
studi kasus dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian tersebut untuk mengetahui apakah aplikasi atau pelaksanaan tabungan
arofah dengan akad wadi’ah pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang
Bandar Lampung sudah sesuai dengan hukum Islam.
a. Operasionalisasi Variabel
Menurut M. Nazir (2003: 126) operasionalisasi variabel adalah suatu
definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau
menspesifikasikan kegiatan atau mengukur variabel tersebut.
Sesuai dengan judul yang telah dipilih yaitu “Analisis Hukum Islam
Terhadap Implementasi Akad Wadi’ah Dalam Tabungan Arofah pada PT Bank
12
Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung”, maka dalam penelitian ini
hanya terdapat satu variabel yaitu Wadi’ah. Tetapi mempunyai dua arah yang
berbeda yaitu pertama, konsep Wadi’ah dalam Hukum Islam, dan yang kedua
yaitu implementasi tabungan arofah dengan menggunakan akad wadi’ah pada PT
Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung.
Untuk menyusun daftar pertanyaan, maka perlu ditetapkan terlebih dahulu
dimensi atau pembahasan, indikator dan skala pengukuran untuk konsep wadi’ah
dalam hukum Islam, yaitu seperti pada tabel 1.3:
Tabel 1. 3 Operasionalisasi Variabel
Variabel Sub Variabel Dimensi Indikator Skala
Pengukuran Wadi’ah
Akad Wadi’ah
Ketentuan Objek Wadi’ah
Rukun Wadi’ah Syarat Wadi’ah
Pengertian Objek wadi’ah; Barang titipan; Bisa dinilai; Dibolehkan dalam Islam; Dapat dimanfaatkan untuk usaha yang lain; Spesifikasi manfaat dinyatakan dengan jelas. Sighat (ucapan); Pihak yang berakad; Objek yang dititipkan. Telah baligh dan berakal (Mazhab Syafi’i dan Hambali); Rela melakukan perjanjian penitipan; Harus jelas dan terang mengenai objek yang diperjanjikan; Objek titipan dapat digunakan sesuai peruntukannya oleh wadi’; Objek Wadi’ah dapat diserahkan langsung; Kemanfaatan objek adalah yang dibolehkan dalam
L I K E R T
L I K E R T
13
Tentang Produk Promosi Produk
Kewajiban Bagi Mudi’ Kewajiban Bagi Wadi’ Akad Wadi’ah Berakhir Pengapli-kasian dalam produk tabungan Batas Minimum Titipan Biaya Pemeliharan Akuntansi Syariah Promosi Tabungan Wadi’ah pada PT BMI dan Sudut Pandang
agama. Mempersiapkan barang yang dititipkan; Menanggung biaya pemeliharaan atas barang yang dititipkannya. Jaminan terhadap barang titipan; Menjaga barang yang dititipkan tetap utuh. Penitip meninggal dunia; Adanya tindakan kesewenang-wenangan; Terjadi keadaan terdesak/darurat. Akad wadi’ah diaplikasikan pada produk tabungan Arofah (tabungan khusus haji). Rp. 20.000.000,- Rp. 600.000,- biaya adm dan tanda mata (sesuai keputusan Depag); Rp. 50.000,- (zakat); Keduanya dibayar di akhir akad wadi’ah atau saat penutupan rekening tabungan wadi’ah. Segala transaksi harus dicatat; Pencatatan sesuai aturan umum Standar Akuntansi Keuangan. Menggunakan media selebaran/leaflet; Penjelasan dari customer service kepada nasabah yang membutuhkannya; Diperbolehkan dalam Islam asalkan tidak berlebihan.
L I K E R T
L I K E R T
L I K E R T
L I K E R
14
Dalam Islam
T
b. Cara Pengukuran Variabel
Untuk skala pengukurannya, penelitian ini menggunakan skala likert, yaitu
menggunakan point-point yang akhirnya akan menghasilkan suatu kesimpulan
yang merupakan jawaban atas penelitian ini yaitu apakah implementasi tabungan
arofah dengan akad wadi’ah di PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang
Bandar Lampung sudah sesuai dengan hukum Islam.
c. Rancangan Analisis Data
Dalam menyusun penelitian ini, penulis hanya meneliti satu perusahaan
saja dan tidak melakukan perbandingan atau perbedaan dengan perusahaan lain.
Analisis data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan
pelaksanaan tabungan syariah dengan akad wadi’ah di PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung.
Ketentuan untuk memberi nilai adalah sebagai berikut:
“Sangat Sesuai” (SS) : Apabila indikator dalam operasional variable terpenuhi
secara sempurna.
“Sesuai” (S) : Apabila indikator dalam operasionalisasi variable
terpenuhi %50≥ .
“Kurang Sesuai” (KS) : Apabila indikator dalam operasionalisasi variabel
terpenuhi %50≤ .
“Tidak Sesuai” (TS) : Apabila indikator dalam operasionalisasi variable tidak
terpenuhi.
15
Dalam rancangan analisis data, penentuan skor untuk setiap item adalah sebagai
berikut:
1) “Sangat Sesuai” (SS) dengan skor nilai 4.
2) “Sesuai” (S) dengan skor nilai 3.
3) “Kurang Sesuai” (KS) dengan skor nilai 2.
4) “Tidak Sesuai” (TS) dengan skor nilai 1.
Berdasarkan kriteria di atas, skor tertinggi 4 dan skor terendah 1.
Untuk menilai penerapan tabungan arofah dengan akad wadi’ah di PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung, digunakan perhitungan
sebagai berikut:
Skor tertinggi : 4 x jumlah item
4 x 11 = 44
Skor terendah : 1 x jumlah item
1 x 11 = 11
Dengan Interval : (skor tertinggi – skor terendah): 4
(44 – 11) : 4 = 33 : 4 = 8
Interval Kriteria
38 – 46 Produk tabungan arofah dengan akad wadi’ah di PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung “sangat
sesuai” dengan hukum Islam.
29 – 37 Produk tabungan arofah dengan akad wadi’ah di PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung “sesuai”
dengan hukum Islam.
16
20 – 28 Produk tabungan arofah dengan akad wadi’ah di PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung “kurang
sesuai” dengan hukum Islam.
11 – 19 Produk tabungan arofah dengan akad wadi’ah di PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung “tidak sesuai”
dengan hukum Islam.
2. Teknik Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengumpulan data dengan cara:
a. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian lapangan dilakukan dengan mendatangi langsung perusahaan
untuk memperoleh data primer mengenai masalah yang diteliti, yaitu melalui
observasi, wawancara, dan dokumentasi, sebagaimana digambarkan sebagai
berikut:
1). Observasi
Yaitu untuk memperoleh data dan informasi melalui pengamatan dan
pencatatan dengan terjun langsung pada obyek yang sedang diteliti. Penulis
melakukan pengamatan terhadap obyek-obyek yang berkaitan dengan
implementasi akad wadi’ah dalam tabungan arofah pada PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung.
2). Wawancara (interview)
Yaitu untuk memperoleh data dan informasi dengan berkomunikasi secara
langsung kepada pihak-pihak yang terlibat pada obyek penelitian. Penulis
melakukan interview kepada karyawan PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
17
Cabang Bandar Lampung.
3). Dokumentasi
Yaitu untuk memperoleh data dan informasi mengenai hal-hal yang berupa
formulir dan catatan-catatan mengenai tabungan arofah dengan akad Wadi’ah
yang diterapkan pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar
Lampung.
b. Studi Kepustakaan (Literature Research)
Penelitian kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data sekunder yang
akan digunakan sebagai landasan perbandingan. Data sekunder ini dapat diperoleh
dengan cara:
1). Mempelajari buku-buku literatur dan bahan-bahan tertulis lainnya yang
menjadi landasan teori untuk mendukung penyusunan penelitian ini terutama
mengenai wadi’ah dalam perspektif hukum Islam.
2). Mempelajari dokumen dan literatur yang ada di perusahaan.
G. Sistematika Pembahasan
Pembahasan ini terdiri dari lima bab, dengan sistematika sebagai berikut
yaitu:
Bab I : Pendahuluan. Berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode dan teknik
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II : Konsep Wadi’ah dalam Hukum Islam. Mengemukakan akad wadi’ah
18
menurut hukum Islam seperti pengertian wadi’ah, macam/jenis wadi’ah, dasar
hukum wadi’ah, rukun wadi’ah, syarat wadiah, manfaat dan resiko wadi’ah,
kewajiban bagi pemberi titipan, kewajiban bagi penerima titipan, akuntansi
syariah dan akad wadi’ah berakhir.
Bab III : Objek dan Implementasi Tabungan Wadi’ah pada PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung. Menjelaskan objek penelitian seperti
sejarah PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. baik secara global dan khusus Cabang
Bandar Lampung, struktur organisasi dan kegiatan usaha perusahaan. Dilanjutkan
dengan membahas tentang implementasi akad wadi’ah dalam tabungan arofah
pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung, seperti
ketentuan objek wadi’ah, rukun akad wadi’ah, syarat akad wadi’ah, kewajiban
bagi pemberi titipan atau mudi’, kewajiban bagi penerima titipan atau wadi’,
pencatatan tabungan arofah dengan akad wadi’ah, akad wadi’ah berakhir,
keunggulan produk, dan promosi produk.
Bab IV : Analisis Hukum Islam Terhadap Implementasi Akad Wadi’ah Dalam
Tabungan Arofah pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar
Lampung. Menjelaskan tentang hasil analisis terhadap objek wadi’ah, rukun
wadi’ah, syarat wadi’ah, kewajiban bagi mudi’, kewajiban bagi wadi’, akad
wadi’ah berakhir, pengaplikasian dalam produk tabungan, batas minimum titipan
akad wadi’ah, biaya pemeliharaan, pencatatan akuntansi syariah, dan promosi
produk dan sudut pandangnya dalam Islam.
19
Bab V : Penutup. Berisi kesimpulan dan saran. Pada bab ini penulis akan
membuat suatu kesimpulan yang berisi jawaban atas persoalan yang terdapat
dalam rumusan masalah disertai dengan saran.
20
BAB II
KONSEP WADI’AH DALAM HUKUM ISLAM
A. Pengertian Wadi’ah
Wadi’ah menurut asal katanya berasal dari wada’a asy syai’ yang berarti
meninggalkan. Artinya sesuatu yang ditinggalkan seseorang pada orang lain untuk
dijaga dengan sebutan qadi’ah lantaran ia meninggalkannya pada orang yang
menerima titipan. (Sayyid Sabiq: 1981: 235).
Wadi’ah menurut bahasa adalah sesuatu yang diletakkan pada yang bukan pemiliknya untuk dijaga. Barang yang dititipkan disebut ida’, yang menitipkan disebut mudi’ dan yang menerima titipan disebut wadi’. Dengan demikian maka pengertian istilah wadi’ah adalah akad antara pemilik barang (mudi’) dengan penerima titipan (wadi’) untuk menjaga harta/modal (ida’) dari kerusakan atau kerugian dan untuk keamanan harta. (Zainul Arifin: 2006: 26).
Menurut prinsipnya pada perbankan syariah, wadi’ah (titipan) yaitu
simpanan yang dijamin keamanannya dan pengembaliannya (guaranteed deposit)
tetapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan. Dengan kata lain wadi’ah
berarti simpanan murni tanpa imbalan (non remunerated deposit). (Zainul Arifin:
2006: 48).
Menurut istilah, para ulama dan pakar ekonomi berbeda-beda
mendefinisikan Wadi’ah, antara lain sebagai berikut:
1. Wadi’ah adalah “amanah yang sunnat diterima oleh orang yang sanggup.
Amanah tersebut biasanya berupa harta benda yang dititipkan atas dasar
kepercayaan pemilik harta kepada orang lain yang menerima titipan”. (Abdul
Fatah Idris dan Abu Ahmadi: 2000: 179).
2. Mazhab Hanafi mendefinisikan wadi’ah dengan “mengikut sertakan orang
21
lain dalam memelihara harta baik dengan ungkapan yang jelas, melalui
tindakan, maupun melalui isyarat”. (Sutan Remy Sjahdeini: 2005: 75).
3. Mazhab Maliki, Syafi’i, Hambali (jumhur ulama) mendefinisikan wadi’ah
dengan “mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara
tertentu”. (Sutan Remy Sjahdeini: 2005: 75).
4. Menurut pakar ekonomi Dumairy bahwa al-wadi’ah adalah “simpanan yang
dititipkan kepada pihak lain dengan tujuan untuk menghindari kehilangan,
kemusnahan atau kecurian”. (M. Rusli Karim: 1992: 117).
5. Menurut fuqaha amshar bahwa wadi’ah adalah “amanat yang tidak harus
diganti (manakala terjadi kerusakan padanya)”. (M.A. Abdurrahman dan A.
Haris Abdullah: 1990: Juz 3: 392).
6. Menurut Yusuf Al Qardhawi bahwa wadi’ah adalah ‘suatu barang yang
diserahkan oleh pemiliknya atau wakilnya kepada orang lain dengan tujuan
agar ia menjaganya’. (A. Munir dan Sudarsono: 2001: 236).
Pernyataan di atas sama seperti yang dikemukakan oleh Abu Hurairah
(Yusuf Al Qardhawi: 1984: 209) dan sesuai menurut fiqih (Moh. Anwar: op.cit.
193).
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat dipahami bahwa wadi’ah
adalah suatu titipan murni yang diserahkan oleh pemilik titipan kepada orang
yang dipercayai untuk menjaga titipan tersebut agar terhindar dari kehilangan,
kemusnahan, dan kecurian dengan ungkapan yang jelas, melalui tindakan maupun
dengan menggunakan isyarat.
Imam Malik berpendapat bahwa menerima barang titipan tidak wajib sama
sekali. Sebagian ulama ada yang berpendapat tentang wajibnya menerima barang
22
titipan apabila orang yang akan menitipkan barang tidak menemukan orang yang
dapat dipercaya untuk menerima titipan. Ulama itupun juga berpendapat bahwa
penerima titipan barang tidak menerima upah atas pemeliharaannya. Adapun
keperluan-keperluannya seperti tempat tinggal ataupun biaya, maka itu semua
merupakan tanggungan pemiliknya. (Ibnu Rusyd: 1990: 397).
B. Macam atau Jenis Wadi’ah
Wadi’ah terbagi ke dalam dua macam praktek simpanan (deposit) yang
diterapkan pada masa awal Islam, yaitu wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad
dhamanah. Munculnya variasi ini adalah karena perkembangan wacana dari
pemanfaatan tipe simpanan tersebut yang di masa Rasulullah mempunyai konsep
awal yaitu sebagai suatu amanah, lalu bergeser menjadi konsep pinjaman
sebagaimana yang dicontohkan oleh Zubair bin Awwam. (Zainul Arifin: 2006:
26).
1. Wadi’ah Yad Amanah.
Wadi’ah yad amanah adalah akad titipan dimana penerima titipan adalah
penerima kepercayaan, artinya ia tidak diharuskan mengganti segala resiko
kehilangan atau kerusakan yang terjadi pada aset titipan, kecuali bila hal itu
terjadi karena akibat kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan atau bila
status titipan telah berubah menjadi wadi’ah yad dhamanah. (Zainul Arifin: 2006:
26).
Di bawah prinsip yad amanah ini aset titipan dari setiap pemilik harus
dipisahkan, dan aset tersebut tidak boleh dipergunakan dan penerima titipan tidak
23
berhak untuk memanfaatkan aset titipan tersebut. Status penerima titipan
berdasarkan wadi’ah yad amanah akan berubah menjadi wadi’ah yad dhamanah
apabila terjadi salah satu dari dua hal ini:
a. Harta dalam titipan telah dicampur.
b. Penerima titipan menggunakan harta titipan.
2. Wadi’ah Yad Dhamanah
Wadi’ah yad dhamanah adalah akad titipan dimana penerima titipan
adalah penerima kepercayaan yang sekaligus penjamin keamanan aset yang
dititipkan. Penerima titipan bertanggung jawab penuh atas segala kehilangan atau
kerusakan yang terjadi pada aset titipan tersebut.
Dengan prinsip ini, penerima titipan menerima simpanan harta dari
pemiliknya yang memerlukan jasa penitipan dan penyimpan mempunyai
kebebasan mutlak untuk mengambilnya kembali sewaktu-waktu. Di bawah
prinsip ini harta titipan tidak harus dipisahkan dan dapat digunakan dalam
perdagangan, dan penerima titipan berhak atas pendapatan yang diperoleh dari
pemanfaatan harta titipan dalam perdagangan.
Semua keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan harta tersebut selama
dalam status simpanan adalah menjadi hak penerima titipan. Tetapi penerima
titipan diperbolehkan memberikan bonus kepada pemilik harta atas kehendaknnya
sendiri, tanpa diikat oleh perjanjian.
C. Dasar Hukum Wadi’ah
Dasar hukum terbentuknya praktek Wadi’ah bersumber kepada Hukum
24
Islam, yang dalil-dalilnya bersumber dari Al-Quran, Al Hadits dan Ijma. Dasar
hukum Wadi’ah dengan akad Wadi’ah yad amanah dan Wadi’ah yad dhamanah
sama saja, diantaranya yaitu:
1. Al-Quran
a. Al-Quran Surat An-Nisaa ayat 5:
. . .
Artinya:
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum
sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan
Allah sebagai pokok kehidupan ...” (QS An-Nisaa: 5) (Departemen Agama RI:
2006 115).
Ayat di atas menerangkan bahwa dilarang memberikan harta kepada para pemilik yang tidak mampu mengelola hartanya dengan baik. Seperti yang tertera dalam ayat di atas dan janganlah engkau para wali, suami atau siapa saja menyerahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya baik yatim, anak kecil, orang dewasa, pria atau wanita, harta kamu atau harta mereka yang ada dalam kekuasaan atau wewenang kamu, karena harta itu dijadikan Allah untuk kamu sebagai pokok kehidupan sehingga harus dipelihara dan tidak boleh diboroskan atau digunakan bukan pada tempatnya. (M. Quraish Shihab: 2000: Vol 2: 330-331).
Berdasarkan ayat tersebut, maka orang yang tidak mampu menjaga
hartanya sendiri harus dicarikan orang yang dapat dititipi untuk menjaga hartanya
tersebut dan tidak diperbolehkan untuk menyerahkannya sebelum terlihat tanda-
tanda kedewasaan pada mereka.
b. Al-Quran Surat An-Nisaa ayat 58:
. . .
25
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya…” (QS An-Nisaa: 58) (Departemen Agama RI: 2006:
128).
Potongan ayat menjelaskan sebagaimana terbaca dalam firman-Nya di atas sesungguhnya Allah, menyuruh kamu menunaikan amanat-amanat secara sempurna dan tepat waktu kepada pemiliknya, yakni yang berhak menerimanya, baik amanat Allah kepada kamu maupun amanat manusia betapapun banyaknya yang diserahkan kepada kamu. (M. Quraish Shihab: 2000: Vol 2: 457).
Berdasarkan ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa barang titipan harus
dikembalikan kepada pemiliknya disaat pemilik harta titipan memintanya dan
penerima titipan wajib mengembalikan amanat tersebut tepat waktu sesuai dengan
kesepakan oleh keduanya. Penerima titipan juga wajib mengembalikannya secara
jujur, artinya tidak menipu dan menyembunyikan rahasia dari pemilik titipan
tersebut.
c. Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 283:
. . . . . .
Artinya:
“...maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya…” (QS
Al-Baqarah: 283) (Departemen Agama RI: 2006: 71).
Potongan ayat di atas menggambarkan apabila dalam melakukan akad
wadi’ah haruslah saling mempercayai dan berbaik sangka pada masing-masing
pihak, yaitu tidak adanya penghianatan atau mengingkari hak-hak dan kewajiban-
kewajibannya. Penerima titipan juga harus dapat menunaikan amanat yang
26
diberikan penitip harta kepadanya sebaik mungkin. Penerima titipan harus dapat
mempercayai dirinya sendiri bahwa ia sanggup menjaga harta titipan yang
diserahkan kepadanya tersebut, karena makruh hukumnya terhadap orang yang
dapat menjaganya tetapi ia tidak percaya pada dirinya sendiri bahwa ia dapat
menjaganya. Selain itu apabila seseorang tersebut tidak kuasa atau tidak sanggup
untuk menjaga harta titipan sebagaimana mestinya hukumnya haram, karena
seolah-olah ia membukakan pintu untuk kerusakan atau lenyapnya barang yang
dititipkan tersebut. (Al-Maraghi: 1993: Vol 2: 133).
d. Al-Quran Surat An-Nisaa ayat 2:
. . .
. . .
Artinya:
“... jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu
makan harta mereka bersama hartamu …” (QS An-Nisaa: 2) (Departemen
Agama RI: 2006: 71).
Potongan ayat di atas menerangkan bahwa jangan kamu dengan sengaja dan sungguh-sungguh menukar dengan mengambil harta anak yatim yang buruk yakni yang haram dan mengambil yang baik untuk harta kamu yang halal, dan jangan juga kamu makan, yakni menggunakan atau memanfaatkan secara tidak wajar harta mereka didorong oleh keinginan menggabungkannya bersama harta kamu. Sesunguhnya itu yakni semua yang dilarang di atas adalah dosa dan kebinasaan yang besar. (M. Quraish Shihab: 2000: Vol 2: 320).
Berdasarkan ayat di atas, penerima titipan dilarang menukar dengan
mengambil harta titipan untuk bersenang-senang dengan harta titipan tersebut,
27
karena pada akhirnya nanti harta tersebut harus dikembalikan kepada pemiliknya
lagi. Selain itu ayat di atas juga menerangkan bahwa tidak diperbolehkan
mencampur atau menggabungkan harta titipan dengan harta pribadi, karena kelak
akan sulit untuk membedakan diantara keduanya dan sulit untuk memisahkannya
lagi.
e. Al-Quran Surat An-Nisaa ayat 6:
. . .
Artinya:
“…barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia
menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa yang miskin,
maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut…” (QS An-Nisaa: 4)
(Departemen Agama RI: 2006: 71).
Potongan ayat di atas menerangkan bahwa apabila seseorang menerima
harta titipan hendaknya dia dapat menahan diri dalam memelihara amanat itu.
Artinya apabila orang yang dipercaya menerima titipan adalah orang yang
tergolong dalam golongan orang mampu atau berkecukupan sehingga ia tidak
membutuhkan suatu manfaat apapun dari harta titipan tersebut, maka ia harus
dapat menahan nafsunya agar tidak menggunakan titipan tersebut. Akan tetapi
apabila orang yang dipercayakan untuk menerima titipan tersebut adalah orang
yang tergolong dalam golongan miskin dan terpaksa harus menggunakan harta
titipan tersebut, maka hendaklah ia menggunakan harta titipan tersebut dengan
baik. (Al-Maraghi: 1993: Vol 4: 339).
28
f. Al-Quran Surat An-Nisaa ayat 6:
. . .
Artinya:
“…kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka
hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan
cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).” (QS An-Nisaa: 6)
(Departemen Agama RI: 2006: 115).
Imam Syafi’i dan Imam Malik juga mengemukakan pendapat yang serupa
yakni bahwa dengan persaksian kalian akan terbebas dari celaan. Persaksian dapat
melenyapkan prasangka buruk dan permusuhan. Akan tetapi pendapat ini sangat
cocok apabila orang yang menerima titipan tersebut menyerahkan titipan bukan
kepada orang yang memberikannya semula, maka penyerahan tersebut harus
dipersaksikan, seperti halnya bagi wali anak yatim atau ahli waris pemilik harta
titipan. (Ruhul Bayan: 1996: Juz 4: 435).
g. Al-Quran Surat Az-Zukhruf ayat 32:
Artinya:
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu?. Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain.
29
Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS Az-Zukhruf: 32) (Departemen Agama RI: 1995: 798).
Ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa Allah telah membagi-bagikan
rahmat dan rezeki kepada masing-masing. Ada yang kaya dan juga ada yang
miskin, ada yang pandai dan ada juga yang bodoh, ada yang maju dan ada juga
yang terbelakang, ada yang menjadi pekerja dan ada yang menjadi majikan. Jika
semua umat di dunia ini sama rata, maka akan terjadi perselisihan untuk saling
menyaingi satu sama lain, dan yang satu tidak akan mau membantu yang lain.
Maka kita diharuskan untuk saling tolong-menolong antara sesama, saling
membantu antara yang kuat dengan yang lemah. (M. Quraish Shihab: 2002: Vol
12: 561).
2. Al Hadits
a. Al Hadits Riwayat Tarmidzi:
عن أبي هريرة قال قال النبي صلى الله عليه وسلم أد الأمانة إلى من (Tarmidzi: 1937: Juz 3: 564) ائتمنك ولا تخن من خانك
Artinya:
“Dari Abu Hurairah: “Nabi SAW telah bersabda: bayarkanlah amanat itu
kepada orang yang mempercayai engkau, dan jangan sekali-sekali engkau
berkhianat meskipun terhadap orang yang telah berkhianat kepadamu.”
b. Al Hadits Riwayat Ibnu Majah:
Berdalilkan kepada hadits yang diriwayatkan dari Arar bin Syu’aib dari
bapaknya, dari kakeknya, bahwa Nabi SAW, barsabda:
وديعة فلا ضمان عليهمن أودع (Ibnu Majah: 1998: Jilid 2: 353)
30
Artinya:
“Siapa yang dititipi, ia tidak berkewajiban menjamin.”
Hadits ini menerangkan bahwa orang yang menerima titipan tidak
berkewajiban menjamin kecuali apabila ia tidak melakukan kewajiban
sebagaimana mestinya atau melakukan jinayah terhadap barang titipan.
c. Al Hadits Riwayat Al Baihaqie:
(Al Baihaqie)
Artinya:
“Tidak ada kewajiban menjamin untuk orang yang diberi amanat.”
Di dalam masalah wadi’ah ini, Abu Bakar pernah menghukum Abu Bakar
bin Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam karena barang titipan milik ‘Urwah
bin Zubair yang disimpan di dalam kemasan yang dititipkan padanya kemudian
hilang, disebabkan terjadinya kerusakan pada kemasan tersebut. Kemudian
‘Urwah bin Zubai (pemilik titipan) mengatakan kepadanya: “Tidak ada kewajiban
menjamin bagi kamu, sesungguhnya engkau hanyalah orang yang diberi amanat”.
Akan tetapi Abu Bakar bin Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam tetap
menggantikannya titipan yang hilang tersebut sebagai bukti tanggung jawabnya.
(Kamaluddin A. Marzuki: 1997: 73).
Ibnu Al Munzir mengatakan bahwa semua orang yang ilmunya kami hafal
bersepakat bahwa apabila orang yang dititipi telah menerima titipan dan kemudian
ia menyebutkan bahwa barang tersebut hilang maka ucapan yang diterima adalah
ucapannya. (Kamaluddin A. Marzuki: 1997: 73).
Jelaslah bahwa barang yang dititipkan tidak harus untuk digantikan
31
apabila terjadi kehilangan atau kerusakan (yang tidak disengaja dan bukan
dikarenakan oleh kelalaian penerima titipan). Akan tetapi penerima titipan juga
tidak dilarang apabila ia ingin mengganti barang titipan tersebut.
D. Rukun Wadi’ah
Rukun merupakan hal yang sangat penting yang harus dilaksanakan, jika
rukun tersebut tidak ada salah satu, maka akad Wadi’ah tidak akan sah. Wadi’ah
mempunyai tiga rukun yang harus dilaksanakan, yaitu:
1. Ada pihak yang berakad yaitu pihak pemilik harta dan pihak yang menerima
titipan harta.
2. Ada barang/harta yang dititipkan. Barang/harta yang dititipkan harus dalam
keadaan sah milik penitip harta.
3. Ucapan (sighat). Lafal seperti “Saya amanatkan harta ini kepadamu” dan
dijawab oleh penerima titipan ”Saya terima amanatmu atas harta ini”. Rukun
sighat ini yang terdiri dari ijab dan qabul merupakan syarat sahnya perjanjian
menitipkan harta dengan akad Wadi’ah dan tidak bisa ditiadakan. (A. Munir
dan Sudarsono: 2001: 236).
Menurut Mazhab Hanafi, hanya terdapat satu rukun Wadi’ah, yaitu:
Wadi’ah menjadi sah dengan ijab (ungkapan penitipan barang dari pemilik
barang, seperti ‘saya titipkan barang ini kepadamu’) kabul (ungkapan menerima
titipan dari orang yang menitipkan, seperti ‘saya terima titipan barang anda ini’).
Akan tetapi jumhur ulama mengatakan bahwa rukun wadi’ah ada tiga yaitu:
1. Orang yang berakad.
2. Barang titipan.
32
3. Sighat (lafal) ijab dan kabul. (Sayyid Sabiq: 1981: 73).
Rukun Wadi’ah di atas sama seperti yang di kemukakan oleh Sudarsono
dalam bukunya berjudul “Dasar-Dasar Agama Islam”. (Sudarsono: 1998: 35).
E. Syarat Wadi’ah
Sahnya perjanjian wadi’ah harus terpenuhi syarat-syarat berikut, yaitu:
a. Masing-masing pihak rela melakukan akad wadi’ah.
Maksudnya, jika di dalam akad wadi’ah atau titip-menitipkan terdapat
unsur pemaksaan, maka akad wadi’ah itu tidak sah. Ketentuan itu sejalan dengan
syariat Islam, yaitu Al-Quran surat An-Nisaa ayat 29:
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…” (QS An-Nisaa: 29),
(Departemen Agama RI: 1995: 122).
Dalam “Tafsir Al-Azhar” disebutkan bahwa ayat di atas menjelaskan arti
batil ialah menurut jalan yang salah, tidak menurut jalan yang sewajarnya.
Dengan jalan niaga maka beredarlah harta kamu, pindah dari satu tangan kepada
tangan orang lain dalam garis yang teratur. Dan pokok utamanya ialah ridha, suka
sama suka dalam garis yang halal. (Abdulmalik Abdulkarim Amrullah: 1983: 31).
b. Pemilik harta (mudi’) harus mempercayai orang yang diberikan kepercayaan
33
untuk menjaga hartanya (wadi’). Menurut fuqaha Maliki, Allah telah
memerintahkan agar penerima titipan mengembalikan amanat dan tidak
memerintahkan agar mempersaksikannya. Oleh karenanya, pengakuan orang
yang dititipi bahwa ia telah mengembalikan titipan tersebut harus dipercayai
dan disertai dengan sumpahnya manakala orang yang menitipkan harta tidak
mempercayainya. (Ibnu Rusyd: 1990: Juz 3: 392).
Artinya:
“…Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah
ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…” (QS Al-Baqarah: 283) (Departemen
Agama RI: 2006: 71).
c. Masih menurut fuqaha Maliki, apabila orang yang menitipkan harta
menyerahkan barang titipan itu dengan menggunakan saksi, maka seolah-olah
orang yang dititipi tersebut dipercayai untuk memeliharanya tetapi tidak
dipercayai untuk mengembalikannya. (Ibnu Rusyd: 1990: Juz 3: 392).
d. Apabila pemberi titipan telah meninggal dunia atau menitipkan harta kepada
wali anak yatim yang diperuntukkan bagi anak yatim tersebut maka saat
memberikan amanat tersebut, penerima titipan wajib mendatangkan saksi pada
saat penyerahan titipan. Imam Malik dan para pengikutnya berpendapat bahwa
apabila penerima titipan mengingkari telah menerima titipan tersebut, maka
pengakuan orang yang menerima titipan bahwa ia telah menyerahkan titipan
tidak dapat dibenarkan, kecuali apabila ada saksi yang membenarkannya.
(Ibnu Rusyd: 1990: Juz 3: 393).
34
e. Penerima titipan diharuskan mengganti titipan apabila hilang atau rusak yang
diakibatkan oleh kelalaian penerima titipan. (Kamaluddin A. Marzuki: 1997:
73).
f. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa penerima titipan boleh membawa
berpergian harta titipan dan menggunakan harta titipan tersebut jika memang
jalan yang dilaluinya aman, dengan atau tanpa sepengetahuan pemilik titipan
asalkan pemilik titipan tidak melarangnya. (Ibnu Rusyd: 1990: Juz 3: 396).
g. Penerima titipan tidak dilarang untuk menitipkan harta titipan kepada orang
lain selama orang tersebut dapat dipercayai atau keluarga penerima titipan.
(Ibnu Rusyd: 1990: Juz 3: 396).
Menurut para ulama Mazhab Hanafi, syarat orang yang berakad haruslah
berakal. Apabila anak kecil yang telah berakal diizinkan oleh walinya untuk
melakukan transaksi akad wadi’ah, maka menurut mereka, akad tersebut sah.
Mereka tidak mensyaratkan balig dalam persoalan wadi’ah. Akan tetapi, anak
kecil yang belum berakal atau orang dewasa yang kehilangan kecakapan bertindak
hukum, seperti orang gila atau idiot, menurut mereka, tidak sah melakukan akad
wadi’ah. (Abdul Azis Dahlan: 1997: Jilid 6: 1899).
Akan tetapi, menurut jumhur ulama (Abdul Azis Dahlan: 1997: Jilid 6:
1899), orang yang berakad wadi’ah disyaratkan:
1. Baligh, berakal, cerdas, karena akad wadi’ah, menurut mereka, merupakan
akad yang banyak mengandung resiko penipuan. Oleh sebab itu, anak kecil
sekalipun telah berakal, akan tetapi tidak dibenarkan melakukan akad
wadi’ah, baik sebagai orang yang menitipkan barang maupun sebagai orang
yang menerima titipan barang. Disamping itu, jumhur ulama juga
35
mensyaratkan orang yang berakad harus cerdas. Sekalipun telah berakal dan
baligh, tetapi kalau tidak cerdas, hukum wadi’ah-nya tidak sah.
2. Barang titipan jelas dan bisa dipegang/dikuasai. Maksudnya, barang yang
dititipkan tersebut bisa diketahui identitasnya dan bisa dikuasai untuk
dipelihara.
F. Manfaat Dan Resiko Wadi’ah
Manfaat dari akad wadi’ah adalah ‘untuk menghindari kehilangan,
kemusnahan atau kecurian’. (M. Rusli Karim: 1992: 117). Sedangkan untuk
penerima titipan, menurut Imam Maliki, al-Laits, Abu Yusuf dan sekelompok
fuqaha lainnya, harta titipan dapat digunakan untuk usaha yang keuntungannya
halal untuk dimiliki oleh penerima titipan, sekalipun diperoleh dengan cara
mengghashab (mengambil titipan secara paksa) terhadap harta tersebut, jika dia
adalah orang yang dititipi. (M.A. Abdurrahman dan A. Haris Abdullah: 1990:
397).
Menurut M.A Abdurrahman dan A. Haris Abdullah dalam buku yang
diterjemahankannya yang berjudul “Bidayatu’ I-Mujtahid Juz 3” yang dikarang
oleh Ibnu Rusyd (1990: 396-398) disebutkan bahwa resiko yang mungkin terjadi
dalam Wadi’ah adalah sebagai berikut:
1. Jika harta titipan hilang atau rusak yang diakibatkan oleh kelalaian penerima
titipan, maka penerima titipan berkewajiban untuk menggantinya. Sedangkan
apabila harta titipan tersebut hilang atau rusak yang bukan diakibatkan oleh
kelalaian penerima titipan, maka penerima titipan tidak berkewajiban untuk
mengganti harta titipan tersebut.
36
2. Harta titipan tidak boleh dititipkan kepada orang lain, kecuali apabila wakil
penerima titipan adalah keluarga yang dapat dipercaya atau orang-orang yang
berada di bawah kekuasaannya.
3. Penerima titipan harus menggembalikan harta titipan tersebut pada saat
pemilik harta titipan memintannya walaupun harta tersebut sedang
dipergunakan oleh penerima titipan.
G. Kewajiban Bagi Mudi’ (Pemilik Titipan)
Dalam melaksanakan akad wadi’ah terdapat kewajiban yang harus
dilakukan oleh masing-masing pihak. Menurut ulama fikih dalam buku
“Bidayatu’ I-Mujtahid Juz ke 3” karangan Ibnu Rusyd, kewajiban bagi pemilik
titipan antara lain yaitu:
1. Menyediakan barang yang akan dititipkan.
Penitip barang wajib menyediakan barang yang akan dititipkan yang dapat
diambil manfaatnya bagi penerima titipan, dan menyediakan barang tersebut
untuk suatu waktu tertentu atau tidak ditentukan waktunya untuk
dimanfaatkan oleh penerima barang tersebut dengan sepengetahuan dan seizin
pemilik barang.
2. Menanggung biaya pemeliharaan barang.
Jika selama periode penitipan penerima titipan memerlukan sesuatu untuk
menjaga barang titipan, maka pemilik barang boleh memberikan biaya untuk
pemeliharaan barang yang titipkan tersebut agar memperkecil resiko terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan seperti hilangnya atau rusaknya barang yang
dititipkan tersebut.
37
Sedangkan menurut Muhammad dalam bukunya berjudul “Manajemen
Pembiayaan Bank Syariah” (2005: 148) disebutkan bahwa kewajiban bagi yang
menitipkan barang yaitu:
1. Yang menitipkan barang wajib mempersiapkan barang yang dititipkan untuk
dapat digunakan secara optimal oleh penerima titipan, tentunya dengan
sepengetahuan dan seizin pemilik barang.
2. Bila terjadi kehilangan atau kerusakan pada barang tersebut, maka pemilik
barang boleh tidak mempercayakannya lagi untuk dititipkan barang lagi di lain
hari. Bila demikian keadaannya, apakah penerima titipan harus mengganti
barang yang hilang atau rusak tersebut?. Sebagian ulama berpendapat,
penerima barang tidak diharuskan menggantikan barang tersebut. Sebagian
ulama lain berpendapat penerima titipan diharuskan menggantikan barang
tersebut apabila kerusakan atau kehilangan diakibatkan oleh kelalaian
penerima titipan.
H. Kewajiban Bagi Wadi’ (Penerima Titipan)
Dalam melaksanakan akad wadi’ah terdapat kewajiban yang harus
dilakukan oleh masing-masing pihak. Menurut ulama fikih, kewajiban bagi
penerima titipan yaitu:
1. Penerima titipan harus memelihara barang tersebut dengan baik. Apabila
seseorang merusak barang tersebut dan orang yang dititipi tidak berusaha
mencegahnya, padahal ia mampu untuk melakukannya,maka ia dianggap
melakukan kesalahan, karena memelihara barang tersebut merupakan
kewajiban baginya. Maka atas kesalahan ini ia dikenakan ganti rugi.
38
2. Penerima titipan tidak menitipkan lagi barang tersebut kepada orang lain yang
bukan orang dekatnya. Apabila barang itu hilang, dalam kasus seperti ini,
maka penerima titipan dikenakan ganti rugi. Misalnya, A menitipkan barang
kepada B. Kemudian B menitipkan barang itu kepada C, dan barang itu rusak
atau hilang di tangan C. Menurut ulama Mazhab Hanafi dan Mazhab Hambali,
B dikenakan ganti rugi, karena kewajiban memelihara barang tersebut terpikul
di pundaknya. Akan tetapi, jumhur ulama, termasuk Imam Abu Yusuf dan
Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani (keduanya ahli fikih Mazhab Hanafi)
menyatakan bahwa dalam kasus seperti ini pemilik barang boleh memilih,
apakah ia akan menuntut ganti rugi kepada orang yang ia titipi barang (B),
sehingga C (orang ketiga) tidak dikenakan ganti rugi, atau ia meminta ganti
rugi kepada C, tetapi C boleh meminta ganti rugi pula kepada B. Apabila
barang itu dirusak atau digunakan secara terang-terangan oleh pihak ketiga
(C), sehingga barang tersebut rusak, maka pemilik boleh meminta ganti rugi
kepada B atau C. Jika pemilik barang meminta ganti rugi kepada C, maka C
tidak bisa meminta ganti rugi pula kepada B, karena kerusakan barang
dilakukan secara sengaja oleh C.
3. Penerima titipan berkewajiban memulangkan barang titipan apabila penitip
barang meminta barang tersebut. Apabila pemilik barang meminta kembali
barang titipannya kepada orang yang ia titipi, lalu orang yang disebut terakhir
ini mengingkarinya atau ia sembunyikan sedangkan ia mampu untuk
mengembalikannya, maka ia dikenakan ganti rugi. Syarat ini disepakati oleh
seluruh ulama fikih.
4. Penerima titipan tidak mencampurkan barang titipan dengan barang
39
pribadinya, sehingga sulit untuk dipisahkan. Jumhur ulama berpendapat
apabila barang itu sulit dipisahkan, maka pemilik berhak meminta ganti rugi
tetapi, jika barang tersebut bisa dipisahkan, maka pemilik barang mengambil
barang miliknya itu. Menurut Imam Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan
Asy-Syaibani, dalam kasus seperti ini pemilik barang boleh memilih. Apabila
ia mau, barang itu dijual semuanya dan kemudian ia mengambil uang hasil
penjualan itu senilai barang yang ia titipkan, atau ia ambil setengah dari
hartanya yang telah tercampur dengan harta orang yang dititipi tersebut.
I. Akuntansi Syariah
Akuntansi merupakan hal yang penting dalam bisnis. Karena seluruh
pengambilan keputusan bisnis didasarkan pada informasi yang diperoleh dari
akuntansi. Sebelum kepada akuntansi syariah terlebih dahulu akan dipaparkan
mengenai pengertian akuntansi. Akuntansi adalah salah satu bentuk
pertanggungjawaban penggunaan dana sesuai aturan yang ditetapkan ajaran Allah
SWT dan Rasul-Nya. (Juhaya S. Praja: 2000: 53).
Menurut Muhammad dalam bukunya yang berjudul “Prinsip-prinsip
Akuntansi dalam Al-Quran” disebutkan bahwa Akuntansi adalah usaha pencatatan
bukti/informasi untuk pelaporan dan pengambilan kesimpulan untuk penentuan
langkah selanjutnya. (Muhammad: 2000: 47).
Dalam buku karangan Juhaya S. Praja dengan judul “Tafsir Hikmah”
disebutkan bahwa:
Akuntansi Syariah adalah perpanjangan pelaksanaan prinsip-prinsip ekonomi syariah. Tujuannya ialah untuk menimbang kesehatan dan kewajaran suatu kegiatan usaha dalam rangka mencapai kualitas mabrur. Berikut ini
40
akan disebutkan beberapa prinsip-prinsip ekonomi Islam, yaitu: 1. Tijarah ‘an taradlin, yaitu melaksanakan transaksi bisnis berdasarkan
sukarela di antara masing-masing pihak. 2. Perikatan dan transaksi bisnis dilakukan secara tertulis dan transparan. 3. Amanah dalam laporan neraca. 4. Tabadul al-manafi (pertukaran manfaat) dalam kerangka al-mu’awanah
‘ala al-birr wa al-taqwa, yaitu tolong-menolong dalam kebajikan dan ketakwaan.
5. ‘Adam al-riba, ‘adam al-gharrar, ‘adam al-maisir (tidak mengandung unsur riba/free interest, tidak ada tipu daya, dan tidak mengandung unsur judi. (Juhaya S. Praja: 2000: 167).
Menurut Muhammad dalam bukunya berjudul “Prinsip-prinsip Akuntansi
dalam Al-Quran” disebutkan bahwa prinsip-prinsip umum akuntansi Islam adalah
sebagai berikut:
1. Keadilan. 2. Kebenaran. 3. Pertanggungjawaban.
Adapun prinsip-prinsip khusus akuntansi Islam (syariah) adalah sebagai
berikut: 1. Cepat pelaporannya. 2. Dibuat oleh ahlinya (akuntan). 3. Terang, jelas, tegas, dan informatif. 4. Memuat informasi yang menyeluruh. 5. Informasi ditujukan kepada semua pihak yang terlibat secara horizontal
maupun vertikal. 6. Terperinci dan teliti. 7. Tidak terjadi manipulasi. 8. Dilakukan secara kontinyu (tidak lalai). (Muhammad: 2000: 42).
Dari prinsip-prinsip tersebut, maka aplikasinya dalam kehidupan di dunia,
khususnya dalam dunia bisnis adalah bahwa apa yang dilakukan atau apa yang
diperbuat oleh seseorang harus melakukan perhitungan dan pencatatan yang teliti
serta tidak boleh terjadinya manipulasi, karena kesemuanya itu akan digunakan
sebagai bahan pertanggungjawaban. Tujuannya adalah untuk menjaga keadilan
dan kebenaran. Artinya bahwa prinsip-prinsip tersebut menekankan pada
kepentingan pertanggungjawaban agar pihak yang terlibat dalam transaksi itu
41
tidak dirugikan , tidak menimbulkan konflik, dan adil.
Menurut Meidawati yang dikutip oleh Iwan Triyuwono dan Muhammad
As’udi dalam buku “Akuntansi Syariah” disebutkan bahwa konsep Islam dan
hakikat akuntansi dalam Islam memberikan andil dalam perkembangannya, hal ini
dapat dilihat bahwa:
1. Yang dicatat akuntansi adalah transaksi (muamalah). 2. Dasar pencatatan transaksi adalah bukti (evidence) seperti faktur, cek,
kuitansi, dan lain-lain. 3. Bukti yang menjadi dasar pencatatan akan diklasifikasikan secara teratur
dengan menggunakan aturan umum yang disebut Standar Akuntansi Keuangan.
4. Untuk mencapai tingkat kepercayaan yang lebih tinggi, laporan keuangan yang dihasilkan harus diperiksa oleh pihak yang independen. (Iwan Triyuwono dan Muhammad As’udi: 2001 : 26).
Dari keempat hal tersebut dapat dipahami bahwa dari proses pencatatan
sampai tersusunnya laporan keuangan dalam akuntansi harus dilakukan dengan
benar. Ini terlihat bahwa akuntansi harus menjaga output yang dihasilkan tetap
dalam sifat keadilan, kebenaran, kejujuran dan pertanggungjawaban, sebagaimana
halnya hakikat dan keinginan dalam ajaran Islam.
J. Akad Wadi’ah Berakhir
Ulama fikih menyatakan bahwa akad wadi’ah dianggap berakhir apabila
terdapat hal-hal sebagai berikut:
1. Barang titipan diambil oleh penitip barang. 2. Penitip barang menginginkan barangnya dikembalikan. 3. Tujuan yang ingin dicapai penitip barang telah tercapai. Artinya penitip
barang sudah siap untuk menerima kembali barang yang dititipkan. 4. Salah satu pihak (pemilik barang atau yang menerima barang) meninggal
dunia. 5. Penitip barang ingin menggunakan barang yang dititipkan. 6. Hilangnya barang yang titipkan akibat kelalaian atau tanpa sepengetahuan
penerima titipan.
42
7. Barang yang dititipkan bukan lagi menjadi milik penitip barang atau telah dipindah tangankan pada orang lain.
8. Terjadinya penipuan oleh masing-masing pihak yang berakad. (Hal ini dikemukakan oleh ulama Mazhab Hanafi dan Syafi’i).
9. Munculnya tindakan kesewenang-wenangan dari masing-masing pihak terhadap barang titipan. (Hal ini dikemukakan oleh ulama Mazhab Syafi’i dan Hambali).
10. Kedua belah pihak bersepakat mengakhiri akad wadi’ah. (Abdul Azis Dahlan: 1997: 1915).
43
BAB III
OBJEK DAN PELAKSANAAN TABUNGAN AROFAH DENGAN AKAD
WADI’AH PADA PT BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk.
CABANG BANDAR LAMPUNG
A. Objek Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada perusahaan jasa yang bergerak dibidang
keuangan yaitu PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung
yang berlokasi di jalan Raden Intan no. 92D Bandar Lampung. Yang menjadi
objek penelitian adalah tabungan arofah dengan akad Wadi’ah. Untuk mengetahui
lebih jauh mengenai objek penelitian, berikut disajikan sejarah PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk., struktur organisasi dan uraian tugas pokok serta
kegiatan usaha PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
1. Sejarah PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung adalah
salah satu cabang dari PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. yang berkedudukan
dan berpusat di Jakarta, yang didirikan pada tanggal 1 November 1991 M atau 24
Rabiul Akhir 1412 H dan memulai kegiatan operasinya pada bulan Mei 1992.
Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. (BMI) diprakarsai oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI) yang didukung oleh sekelompok pengusaha dan
cendikiawan muslim.
PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. telah mendapatkan persetujuan dari
Menteri Keuangan No. 4308/KMK.013/1992 sebagai Bank Umum, yang yang
44
kemudian diubah dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan No.
131/KMK.017/1995 tentang penetapan sebagai Bank Umum yang beroperasi
secara Syariah berprinsip bagi hasil.
Modal disetor pada awal pendirian adalah sebesar Rp. 106 milyar. Pada
bulan Juni 1998 PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. melakukan penawaran umum
terbatas (right issue) dengan peningkatan modal disetor menjadi Rp. 165 milyar.
Sebagai pelopor bank syariah di Indonesia, PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
telah menetapkan misinya untuk mengambil sebagian besar katalisator dalam
pengembangan institusi keuangan syariah di Indonesia. PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. secara aktif turut memberikan masukan dalam undang-undang
No. 10/1998, yang menerapkan prinsip-prinsip syariah sebagai salah satu sistem
perbankan Indonesia.
Misi dari PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. yaitu:
1. Menjadi model bagi intitusi keuangan dunia, dengan penekanan pada jiwa
kewirausahaan keunggulan managemen, orientasi investasi yang inovatif
dalam upaya meningkatkan nilai dari para pemegang saham (profit).
2. Memberikan laba yang wajar bagi para pemegang saham (profit).
3. Mengusahakan pertumbuhan perusahaan (corporate growth) yang optimal.
4. Memberikan kontribusi yang positif kepada masyarakat Islam (social
contribution).
5. Memelihara dan meningkatkan mutu kehidupan bekerja (quality of work
life).
Visi PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. yaitu:
Menjadikan PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. sebagai suatu bank kebanggaan
45
umat, yaitu sebagai salah satu bank terbaik dikelasnya, dalam ukuran antara lain
sebagai berikut:
1. Sehat diukur dari segi hukum/peraturan Bank Indonesia maupun dari segi
syariah.
2. Profitable.
3. Sahamnya diminati masyarakat.
4. Mempunyai jaringan kerja yang luas dengan kapasitas bisnis global.
5. Sebagai tempat yang subur bagi pengembangan karir setiap karyawannya.
Kelahiran PT Bank Muamalat Indoneasia, Tbk. (BMI) di Provinsi
Lampung diawali dengan banyaknya permintaan masyarakat Lampung yang telah
sadar akan pentingnya melakukan transaksi perbankan dengan menghindari bunga
bank, karena pada saat itu belum ada satupun bank berbasis Islam yang masuk ke
provinsi Lampung. Karena melihat peluang yang sangat baik dan menguntungkan
itu, maka PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. memutuskan untuk segera
membuka cabangnya di Bandar Lampung diawali dengan membuka kantor
perwakilan pada tanggal 1 Maret 2002 sebagai kantor kas yang berlokasi di jalan
Kotaraja No. 2 Bandar Lampung. Kemudian pada tangal 11 September 2003
didirikan kantor cabang utama PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang
Bandar Lampung yang merupakan cabang ke 99 yang berlokasi di jalan Raden
Intan No. 92D Tanjung Karang, Bandar Lampung. Telpon: (0721) 242123. Pada
saat itu jumlah karyawan PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar
Lampung hanya berjumlah 16 orang. Peresmian kantor cabang tersebut
diresmikan oleh Direktur PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. yaitu Bapak
Arviyan Arifin. PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung
46
melayani transaksi tabungan, deposito, giro, dan pengajuan kredit (pembiayaan)
dengan jumlah total sebanyak 13 produk. Hingga saat ini jumlah karyawan pada
PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung bertambah menjadi
22 orang. Selain itu, PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar
Lampung telah membuka dua cabang pembantu yang disebut UPS (Unit
Pelayanan Syariah) di kota Bandar Lampung dan di kota Bandar Jaya, Lampung
Tengah. Untuk UPS yang beroprasi di Bandar Lampung, UPS berlokasi di gedung
besar Kantor Pos jalan Teuku Umar , Bandar Lampung. Sedangkan UPS yang
beroprasi di Bandar Jaya, Lampung Tengah, berlokasi di jalan Proklamator No.
138B Bandar Jaya Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah. Telpon: (0725)
527400.
Tujuan didirikannya PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar
Lampung yaitu sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia,
terutama bagi masyarakat Bandar Lampung dan sekitarnya, sehingga akan
semakin berkurangnya kesenjangan sosial ekonomi sebagai akibat dari
praktik-praktik kegiatan ekonomi yang tidak Islami.
2. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan daerah
terutama dibidang ekonomi keuangan yang selama ini partisipasi masyarakat
yang memanfaatkan lembaga keuangan perbankan masih kurang sebagai
akibat dari sikap keraguan terhadap hukum bunga bank (riba).
3. Mengembangkan lembaga bank dan sistem perbankan yang sehat berdasarkan
efisiensi dan keadilan, sehingga mampu meningkatkan partisipasi masyarakat
untuk menggalakkan ekonomi rakyat, yaitu memperluas jaringan perbankan di
47
daerah-daerah perdesaan.
4. Memberikan lapangan pekerjaan, sekaligus mendidik orang-orang yang
kurang mampu untuk mengembangkan usahanya, sehingga mampu
berwirausaha dan memiliki prospek bisnis yang cerah.
5. Mengembangkan usaha bersama dengan jalan memberikan kredit
(pembiayaan) investasi berupa barang modal dan bahan baku dengan sistem
bagi hasil murabahah.
2. Struktur Organisasi PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
Struktur organisasi PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar
Lampung senantiasa mengalami perubahan dari tahun ke tahunnya disesuikan
dengan kondisi yang ada. Untuk kejelasannya struktur organisasi PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung untuk tahun 2007 dapat
dilihat dalam bagan berikut:
48
Gambar 3.1 Struktur Organisasi PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung
Sumber: PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung 2007 3. Uraian Tugas Pokok Serta Kegiatan Usaha PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk.
Struktur organisasi PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar
Lampung terdiri dari beberapa bagian dengan tugas dan wewenang sebagai
berikut:
a. Pimpinan Cabang atau Kepala Kantor
Mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk:
1). Menjalankan kebijakan umum perusahaan, pembinaan, pengarahan, dan
peningkatan mutu bank dan pegawai.
Kepala Kantor ( Riswan CH. Syafri )
Back Office - Rubiyanto - Agung
Lasmono
Marketing Koordinator ( Fachrudin UP. )
Operational Manager ( Riswan CH. Syafri )
Customer Service - Ardian
Angga - Nurina
Tyagita
Support Pembiayaan
- Suwasti Ana Sari
Bagian Kas/Teller - Idhamsyah - Sovia Nurul
Hayati - Deri Dorandes
Djamal
Service Assistant - Seruni
Widyawati
Data Control/Ressident Auditor - Radhiah
Operation Banking - Eddy Susanto
Account Manager - Seruni Widyawati - Uzairi Uhida - Adi Pratomo - Eddy Susanto - Muhammad Ihsan - Syaskowar Yuldiansyah - Radhiah - Laila Azizah
49
2). Mempersiapkan, mengusulkan, melakukan negosiasi, merevisi RKA
dalam rangka mencapai target usaha Syariah yang telah ditetapkan.
3). Membina dan mengkoordinasikan, memfungsikan dan mengawasi unit-
unit kerja di bawahnya.
4). Melakukan pembinaan dan hubungan dengan nasabah penyimpan dan
nasabah pembiayaan Kantor Cabang Pembantu atau Unit Pelayanan
Syariah (UPS).
5). Memantau keragaan portofolio pembiayaan dan menetapkan tindak
lanjutnya agar tercapai kualitas portofolio pembiayaan yang berkembang,
sehat dan menguntungkan.
6). Melaksanakan koordinasi dengan instansi/pihak terkait atas pelaksanaan
usaha Kantor Cabang Pembantu atau Unit Pelayanan Syariah (UPS) .
7). Melakukan pembinaan secara aktif dalam meningkatkan kemampuan dan
pengetahuan pekerja di PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang
Bandar Lampung.
8). Melaksanakan waskat terhadap seluruh kegiatan di PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung.
b. Operasional Manager
Mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk:
1). Melaksanakan flag operasional (mengaktifkan atau menonaktifkan user)
bagi pekerja yang akan menjalankan operasional.
2). Memeliharakerjakan register kas dalam rangka pengelolaan kas PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung.
50
3). Melaksanakan tambahan kas awal hari atau selama jam pelayanan kas bagi
Teller dan menerima setoran kas dari Teller.
4). Mengesahkan dalam sistem dan menandatangani bukti kas atau transaksi
tunai, kliring dan pemindahbukuan yang ada dalam batas wewenangnya.
5). Memeliharakerjakan Register dan penyimpanan Surat Berharga.
6). Mengaktifkan rekening pembiayaan dan simpanan.
7). Melakukan pengesahan transfer keluar sesuai wewenangnya.
8). Memastikan kebenaran pembuatan/penerimaan dokumen/nota yang
berkaitan dengan pelayanan dana dan jasa.
9). Menindaklanjuti keluhan-keluhan nasabah dan laporan kehilangan cek dan
bilyet Giro Wadi’ah, bilyet Deposito Mudharobah/Wadi’ah, buku
Tabungan Mudharabah/Wadi’ah, untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kepada nasabah.
10). Membina dan menilai kinerja pekerja yang berada di bawahnya dalam
rangka menyediakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional.
c. Marketing Koordinator
Marketing Koordinator mempunyai tugas dan tanggungjawab yang sama
dengan semua bagian marketing yang dipimpinnya. Akan tetapi Marketing
Koordinator lebih bertanggungjawab penuh kepada pimpinan cabang dan
pimpinan pusat dengan semua resiko keputusan yang diambil oleh team marketing
yang dipimpinnya.
Bagian Marketing
1). Account Manager
51
Mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk:
a). Memproses calon debitur yang masuk.
b). Membina debitur yang masuk agar lancar pengembalian pembiayaan serta
mengurangi resiko atas pembiayaan yang diberikan.
c). Mencari dana dari pihak ketiga.
d). Menyalurkan dana dari pihak ketiga.
e). Melakukan pemeriksaan adminstratif dan lapangan terhadap pembiayaan
yang diajukan nasabah.
f). Mempersiapkan dan melaksanakan rencana atas account yang menjadi
tanggungjawabnya.
g). Memberikan pelayanan yang sebaik mungkin dan cross selling kepada
nasabah.
h). Menyampaikan masalah–masalah yang timbul pada atasannya dalam
pelayanan debitur.
i). Melakukan pembinaan dan penagihan serta pengawasan pembiayaan yang
menjadi tanggungjawabnya.
j). Melaksanakan fungsi Funding Officer (FO) untuk meningkatkan sumber
dana PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung.
k). Melaporkan situasi dan kondisi debitur yang masih lancar maupun
memburuk.
l). Melengkapi dokumen-dokumen pembiayaan yang tertunda sesuai PPND.
m). Membuat LKN atas pelaksanaan kunjungan nasabah baik dalam rangka
pelayanan proses pembiayaan maupun dalam rangka pembinaan dan
penagihan pinjaman.
52
n). Melakukan pembinaan dan penagihan serta pengawasan pembiayaan
bermasalah yang menjadi tanggungjawabnya.
o). Mengadakan koordinasi dengan Administrasi Pembiayaan (ADP) PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung dalam me-review
dokumen pembiayaan bermasalah.
p). Melaksanakan peng-administrasian yang terkait dengan pembiayaan NPF
untuk menjaga ketertiban dan keamanan data nasabah.
q). Melakukan perhitungan dan pemantauan atas pembentukan/pembukuan
penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) atas portofolio
pembiayaan bermasalah yang menjadi tanggungjawabnya untuk
memenuhi ketentuan yang berlaku.
2). Service Assistent
Mempunyai tugas dan wewenang untuk:
a). Membantu kerja pimpinan cabang (surat menyurat).
b). Memonitoring nasabah pembiayaan.
d. Bagian Back Office
Bagian Back Office terdiri dari:
1). Sundries
Mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk:
a). Melakukan pembukaan giro dan tabungan, payroll service, deposito, dan
kliring.
b). Menyimpan dan mengontrol tanda tangan dan dokumen.
c). Melakukan pembukaan jasa penerimaan pajak.
53
2). Umum
Mempunyai tugas dan wewenang untuk:
a). Menatakerjakan pemeliharaan file pekerja, ketertiban absensi pekerja, dan
peng-administrasian semua bentuk hukuman jabatan secara tertib.
b). Mengkoordinasikan pembagian kerja sopir, pramubakti, satpam secara
efektif dan efisien.
c). Mengkoordinasikan kebutuhan logistik/supplies kepada pekerja.
d). Meng-administrasikan semua Aktiva Tetap PT Bank Muamalat Indonesia,
Tbk. Cabang Bandar Lampung.
e). Menyiapkan data pembayaran gaji Pejabat/Pegawai dari PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung PC SIM-SDM.
f). Memeliharakerjakan Register: Aktiva Tetap, Penyusutan Aktiva Tetap,
Biaya-biaya, Inventaris Kantor yang dibeli dengan biaya eksploitasi, Kas
Porti dan lain-lain sesuai ketentuan.
g). Mengagendakan surat keluar dan surat masuk dengan tertib dan
mendistribusikannya kepada para pejabat yang berwenang.
h). Melayani tamu-tamu yang akan bertemu dengan Pimpinan Cabang.
i). Menyimpan SK, SE, BPO dan lain-lain yang merupakan arsip PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung.
j). Memenuhi kebutuhan bensin, penggantian suku cadang kendaraan dinas
dan kebutuhan logistik lainnya.
e. Suport Pembiayaan
Mempunyai tugas dan wewenang untuk:
54
1). Memproses calon debitur dari segi keabsahan, taksasi jaminan.
2). Mengatasi masalah debitur yang mungkin terjadi.
3). Membuat surat pengikat, membuat daftar rencana angsuran.
4). Membuat tabel rencana angsuran.
5). Menerima, meneliti dan mencatat setiap permohonan pembiayaan.
6). Menyiapkan dan mengisi Formulir Pengawasan/Koordinator ADP atas
setiap permohonan pembiayaan.
7). Mengidentifikasi dokumen pembiayaan yang harus segera dipenuhi oleh
nasabah atas Putusan Penundaan Dokumen (PPND).
8). Menyiapkan perjanjian pembiayaan di bawah tangan guna mengamankan
kepentingan Bank.
9). Membantu nasabah dalam menyiapkan tanda setoran biaya dalam rangka
realisasi pembiayaan.
10). Menyiapkan dokumen pendukung yang diperlukan untuk pembuatan
perjanjian notaris.
11). Memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen pembiayaan yang akan
dicairkan.
12). Menyiapkan Instruksi Pencairan Pembiayaan (IPP).
13). Memastikan bahwa aspek yuridis yang berkaitan dengan pembiayaan telah
diselesaikan dan memberikan perlindungan yang memadai bagi PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk.
14). Menyiapkan dokumen pembiayaan yang telah jatuh tempo (expired) untuk
segera diperbaharui/diperpanjang.
15). Memeliharakerjakan dokumentasi pembiayaan: akad pembiayaan, agunan
55
pembiayaan, asuransi pembiayaan (kerugian, asuransi jiwa yang berkaitan
dengan pembiayaan).
16). Memeliharakerjakan barkas I pembiayaan dengan tertib/aman.
17). Menyampaikan laporan-laporan pembiayaan baik kepada PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk pusat dan Bank Indonesia maupun pihak-pihak
lain yang memerlukannya.
18). Menyediakan informasi pembiayaan untuk kepentingan intern maupun
ekstern.
f. Bagian Kas dan Teller
Mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk:
1). Menerima setoran/penarikan tunai, non tunai, dan memastikan kebenaran
transaksi dan keaslian uang yang disetorkan.
2). Verifikasi slip setoran, warkat, pemeriksaan bank note.
3). Manajemen ketersediaan uang kas yang dibutuhkan.
4). Melakukan tambahan kas teller.
5). Meneliti keabsahan bukti kas yang diterima guna memastikan kebenaran
dan keamanan transaksi.
6). Mengelola dan menyetorkan fisik kas kepada Operational Manager.
7). Menerima dan meneliti keabsahan tanda setoran dan warkat kliring
penyerahan dari nasabah/customer service guna memastikan kebenaran
dan keamanan transaksi.
8). Membuku transaksi Over Booking (OB), kliring dan nota kredit/nota debet
sesuai ketentuan guna memastikan kebenaran dan keamanan transaksi.
56
9). Pembukaan/penutupan kas.
g. Customer Service
Mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk:
1). Penginformasi produk (tabungan, deposito, giro, dsb) dan jasa PT. Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. (transfer, inkaso).
2). Membantu proses pembukaan tabungan, deposito, giro, ATM, dan
pemeriksaan kelengkapan data calon nasabah.
3). Pelayanan kebutuhan nasabah (informasi saldo, complain, ganti buku
tabungan, permintaan cek/bilyet giro, blokir rekening nasabah).
4). Memberikan pelayanan terhadap nasabah mengenai produk-produk Bank,
membantu pengisian aplikasi dana maupun jasa, menerima dan meng-
inventarisir keluhan nasabah.
5). Meneliti kelengkapan persyaratan pembukaan rekening simpanan
(Tabungan, Tabungan Haji dan Deposito).
6). Menyiapkan permohonan pertanggungan asuransi nasabah simpanan
sesuai ketentuan.
7). Memeriksa kebenaran bukti pembukuan dengan dokumen sumber.
8). Menyiapkan warkat kliring keluar dan dokumen kliring penyerahan dan
membawa warkat ke/dari Lembaga Kliring.
h. Data Control/Ressident Auditor
Mempunyai tugas dan wewenang untuk:
- Memeriksa seluruh data laporan kegiatan perusahaan.
57
i. Non Banking Staff
Bagian ini terdiri dari security, driver, dan office boy.
Mempunyai tugas dan wewenang untuk:
- Membantu kelancaran kegiatan operasional perusahaan.
j. Operation Banking
Mempunyai tugas dan wewenang untuk:
- Mengkoordinasikan seluruh kegiatan Customer Service, Kas/Teller, dan
Back Office.
Selain penjelasan wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing
jabatan, PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. juga memiliki kegiatan yang selalu
dijalankan setiap harinya yaitu:
a. Menghimpun dana dari masyarakat berupa tabungan yang terbagi kepada
beberapa produk, yaitu tabungan Mudharabah (Tabungan Shar-E, Tabungan
Ummat, Tabungan Junior, Tabungan Arofah), Tabungan Arofah Wadi’ah,
deposito Mudharabah/Wadi’ah, giro Wadi’ah.
b. Menyalurkan dana kepada masyarakat berupa pinjaman kredit atau
pembiayaan yang teraplikasi dalam produk-produk pembiayaan, yaitu
Murabahah, Bai’ al-Istishna, Ijarah, Mudharabah, Musyarakah, Qardh.
c. Menyediakan jasa lainnya berupa, transfer, ATM, dan jasa lainnya.
B. Implementasi Akad Wadi’ah Dalam Tabungan Arofah Pada PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung
Secara garis besar, implementasi tabungan Arofah dengan akad wadi’ah
58
sudah tercantum dalam buku pedoman yang diperuntukan bagi karyawan PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, tidak semua yang
tercantum di buku panduan dapat dijalankan sesuai apa adanya, sehingga harus
disertai dengan wawancara langsung kepada karyawan PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. agar dapat lebih jelas maksud dan tujuan dari ketentuan-ketentuan
tersebut.
1. Ketentuan Akad Wadi’ah Dalam Tabungan Arofah
a. Pembukaan rekening tabungan arofah dengan akad wadi’ah harus disertai
dengan identitas calon penabung, misalnya KTP atau SIM.
b. Manfaat menabung dengan tabungan Arofah dengan akad wadi’ah adalah
nasabah akan mendapatkan porsi/nomor kursi haji yang langsung di-booking
oleh pihak bank atas nama nasabah tersebut langsung pada saat pembukaan
rekening.
c. Porsi/nomor kursi haji adalah manfaat yang dibolehkan oleh agama atau
syariat Islam.
d. Pihak bank dalam memenuhi manfaat (porsi/nomor kursi haji) tersebut
bersifat nyata karena terdapat bukti tertulis bahwa nasabah tersebut sudah
mendapatkan porsi/nomor kursi haji yang sudah di-booking oleh pihak bank
yaitu berupa Surat Pendaftaran Pergi Haji (SPPH) dan nasabah bisa dengan
segera berangkat haji langsung pada musim haji pada tahun tersebut.
e. Manfaat yang diperoleh dari tabungan Arofah dengan akad wadi’ah ini
dinyatakan dengan jelas oleh pihak bank kepada pihak nasabah yaitu nasabah
mendapatkan porsi/nomor kursi haji yang sudah pasti akan berangkat ke tanah
suci untuk menunaikan ibadah haji karena sudah di-booking oleh pihak bank,
59
sedangkan keberangkatannya ditentukan oleh Departemen Agama.
f. Pembayaran kekurangan biaya biasanya dilaksanakan dengan jangka waktu
yang sudah ditentukan dengan mendatangi PT Bank Muamalat Indonesia,
Tbk. dimana nasabah berdomisili dan membuka rekening tabungan Arofah
dengan akad wadi’ah. Dan untuk pelunasannya, nasabah tinggal menunggu
pemberitahuan dari Departemen Agama besarnya Ongkos Naik Haji (ONH)
untuk keberangkatan haji di tahun tersebut.
g. Saat nasabah peserta tabungan arofah dengan akad wadi’ah telah melunasi
semua kewajibannya pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. maka secara
otomatis rekening tabungan arofah dengan akad wadi’ah akan tertutup dan
nasabah penabung siap berangkat untuk menunaikan ibadah haji.
Menurut hasil wawancara didapatkan bahwa selain memberikan identitas,
nasabah juga harus benar berdomisili di provinsi dimana nasabah akan membuka
rekening tabungan arofah dengan akad wadi’ah, akan tetapi untuk awal
pembukaan bank masih memperbolehkan nasabah menggunakan identitas
provinsi lain, dengan konsekuensi nasabah bersedia tidak mendapatkan porsi haji
yang dijanjikan hingga nasabah yang bersangkutan melengkapi syarat pembukaan
rekeningnya dengan tanda pengenal domisili di provinsi tersebut.
Manfaat-manfaat yang akan diperoleh oleh pihak nasabah juga akan
diberitahu oleh pihak bank sebelumnya, karena manfaat itulah yang akan diterima
dan dirasakan oleh pihak nasabah itu sendiri, agar tidak terjadi kesalahpahaman
dan kesewenang-wenangan dari masing-masing pihak yang berakad di lain waktu.
60
2. Rukun Akad Wadi’ah Dalam Tabungan Arofah
Rukun yang berlaku pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. yaitu:
a. Terdapat pihak yang akan melakukan kontrak untuk akad wadi’ah, yaitu pihak
nasabah (pemilik titipan) yang disebut sebagai pihak pertama dengan pihak
bank (penerima titipan) yang disebut sebagai pihak kedua.
b. Untuk memulai akad wadi’ah wajib melakukan ucapan ijab qabul antara pihak
nasabah (pemilik titipan) dengan pihak bank (penerima titipan), yang dalam
pelaksanaannya dengan pengisian formulir pembukaan rekening tabungan
arofah dengan akad wadi’ah.
c. Penyetoran dana awal sudah diberitahukan di awal sebelum kontrak terjadi
dan nasabah sudah mengetahui apa manfaat dan ketentuan dari tabungan
arofah dengan akad wadi’ah tersebut yaitu nasabah akan mendapatkan porsi
haji yang sudah di booking atas nama nasabah itu sendiri.
3. Syarat Akad Wadi’ah Dalam Tabungan Arofah
Syarat yang berlaku pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. yaitu:
a. Untuk melakukan akad wadi’ah PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang
Bandar Lampung menetapkan bagi yang sudah mendapatkan penghasilan atau
yang sudah bekerja dan mampu untuk membayar cicilan pelunasan tabungan
tersebut. Otomatis orang yang sudah bekerja adalah orang yang berakal.
Untuk anak kecil yang di bawah umur 10 tahun tidak dapat menunaikan
ibadah haji, karena itu merupakan ketentuan dari Departemen Agama.
Sehingga bagi anak-anak yang berumur di bawah 10 tahun tidak dapat
melakukan akad wadi’ah, sekalipun ada walinya.
61
b. Dalam melakukan akad wadi’ah tidak ada unsur pemaksaan diantara kedua
belah pihak.
c. Sebelum melaksanakan akad wadi’ah dalam tabungan arofah pihak nasabah
sudah mengetahui apa bonus wadi’ah yang akan diterima dan masa pelunasan
biaya haji atau jangka waktunya sudah ditentukan, begitu juga dengan
besarnya pembayaran dan biaya administrasi yang harus dibayar oleh pihak
nasabah kepada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. di akhir penutupan
rekening tabungan arofah dengan akad wadi’ah.
d. Objek yang dijanjikan dalam pembiayaan haji ini adalah porsi/kursi haji. Porsi
haji adalah manfaat yang dapat dijadikan objek simpanan yang dihalalkan
menurut Syariat Islam yang diberikan oleh pihak pertama (Nasabah) untuk
disimpan dan dititipkan kepada pihak kedua (PT Bank Muamalat Indonesia,
Tbk.).
e. Pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. jika pihak nasabah sudah membayar
uang muka sebagai uang awal pembukaan tabungan arofah dengan akad
wadi’ah, maka pihak Bank akan menyerahkan objek wadi’ah yang berupa
porsi haji.
4. Kewajiban Bagi Penitip (Nasabah) Dalam Tabungan Arofah
Akad wadi’ah dalam tabungan arofah pada PT Bank Muamalat Indonesia,
Tbk. dapat dilaksanakan apabila :
a. Nasabah telah mengisi formulir pembukaan tabungan arofah dengan akad
wadi’ah yang disertai dengan surat keterangan domisili.
b. Nasabah telah menyetorkan uang muka/setoran awal pembukaan rekening
62
yang telah ditentukan oleh pihak bank minimal Rp. 20.000.000,- yang akan
diberi bukti berupa slip penyetoran tabungan dari pihak bank. Dan kemudian
nasabah wajib membayar sisa kekurangan tabungan untuk berangkat haji
selanjutnya sampai lunas.
c. Akad wadi’ah ditandatangani, dan atau dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh pihak bank serta perundang-undangan yang berlaku yang
dilaksanakan sepenuhnya dengan benar.
d. Bea materai senilai Rp. 6.000,- sejumlah satu lembar yang dibubuhkan pada
surat perjanjian yang harus dibayar dimuka oleh nasabah.
5. Kewajiban Bagi Penerima Titipan (Bank) Dalam Tabungan Arofah
Akad wadi’ah dalam tabungan arofah pada PT Bank Muamalat Indonesia,
Tbk. dapat dilaksanakan apabila:
a. Bank wajib menjaga titipan (dana yang distorkan oleh nasabah) dengan baik.
b. Bank memesankan porsi haji untuk nasabah peserta tabungan arofah dengan
akad wadi’ah kepada Departemen Agama setelah terjadinya ijab kabul akad
tersebut yaitu penandatanganan formulir pembukaan tabungan lengkap dengan
persyaratannya, dan menyerahkannya disaat nasabah telah melunasi biaya
untuk keberangkatan haji.
c. Tabungan Arofah dengan Akad Wadi’ah tidak ada resiko kehilangan/kerugian
bagi nasabah karena sifatnya yang berupa titipan murni.
6. Pencatatan Tabungan Arofah Dengan Akad Wadi’ah
Karena sifatnya yang berupa titipan murni dan PT Bank Muamalat
63
Indonesia, Tbk. tidak memberikan bonus/hadiah berupa dana yang distorkan pada
tabungan arofah dengan akad wadi’ah maka pencatatannya sebagai berikut:
No. Tanggal Kode Transaksi Saldo Petugas Teller
01 08/04/2004 038 Rp. 20.000.000 D Rp. 20.000.000 D -
02 17/05/2004 038 Rp. 5.000.000 D Rp. 25.000.000 D -
03 10/06/2004 038 Rp. 7.000.000 D Rp. 32.000.000 D -
Dari pencatatan di atas, tabungan arofah akad wadi’ah tidak terdapat
pengurangan biaya-biaya ataupun bonus bagi hasil selama proses penabungan
karena sifatnya yang berupa titipan murni. Sedangkan untuk biaya administrasi,
bank akan memotong jumlah titipan nasabah disaat penutupan rekening tabungan
arofah akad wadi’ah sebesar Rp. 50.000,- dan mengambil bagian yang telah
disepakati oleh pihak bank dan Departemen Agama dari jumlah Rp. 600.000,-
yang diserahkan nasabah diakhir penabungan sebagai uang pembelian
perlengkapan haji yang diwajibkan oleh Departemen Agama.
Pencatatan tabungan di PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. mengacu pada
perlakuan akuntansi al-wadi’ah dalam Pedoman Akutansi Perbankan Syariah
Indonesia (PAPSI).
7. Akad Wadi’ah Berakhir
Ketentuan yang berlaku di PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk., tabungan
arofah dengan akad wadi’ah akan berakhir apabila:
a. Nasabah peserta tabungan haji arofah dengan akad wadi’ah telah melunasi
seluruh biaya berangkat haji dan telah mendapatkan nomor porsi.
b. Apabila di tengah-tengah masa penitipan pemilik dari porsi haji tersebut
64
meninggal dunia dan pembayaran biaya hajinya belum lunas, maka akad
wadi’ah pada tabungan arofah di PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. akan
berakhir, dan titipan yang telah distorkan sebelumnya oleh nasabah tersebut
akan dikembalikan kepada ahli warisnya.
Menurut wawancara dengan karyawan PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
akad wadi’ah dapat tetap terus berjalan apabila ahli waris yang bersangkutan
bersedia dan sanggup untuk meneruskan tabungan arofah akad wadi’ah yang
tengah berjalan.
Menurut ketentuan yang ada pada buku panduan produk PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. tabungan arofah akad wadi’ah juga dapat berakhir
untuk sementara/ditangguhkan apabila dalam masa akad terjadi kejadian-kejadian
force majeur (keadaan terdesak/darurat) seperti:
1). Bencana alam, letusan/ledakan gunung berapi, gempa bumi, banjir, badai.
2). Perang dan kerusuhan yang dinyatakan oleh Pemerintah.
3). Pengambilalihan kegiatan usaha perorangan/badan usaha/badan hukum
oleh Pemerintah Republik Indonesia terhadap salah satu dari para pihak.
Apabila keadaan di atas mengakibatkan pihak dan/atau kantor
perwakilan/cabang pihak yang mengalami force majeur tersebut tidak dapat
menjalankan usahanya dan/atau melanjutkan kewajibannya menurut akad, baik
untuk seterusnya atau untuk sementara waktu maka pihak yang mengalami force
majeur tersebut akan segera memberitahukan secara tertulis dalam waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari kepada pihak lain dengan melampirkan
pernyataan/keterangan tertulis dari Pemerintah setempat atau Pejabat yang
berwewenang untuk dipertimbangkan salah satu pihak. Keadaan tersebut tidak
65
merupakan alasan bahwa akad tersebut menjadi batal, akan tetapi merupakan
keadaan yang bersifat sementara.
Menurut hasil wawancara kepada karyawan PT Bank Muamalat Indonesia,
Tbk. akad wadi’ah juga dapat ditangguhkan untuk sementara apabila:
a. Munculnya tindakan kesewenang-wenangan dari masing-masing pihak, yaitu
nasabah tidak melunasi kekurangan biaya untuk keberangkatan haji sampai
batas waktu yang telah ditentukan oleh Departemen Agama atau bank
mengingkari perjanjian dengan lalai mendaftarkan nasabah yang bersangkutan
pada musim keberangkatan haji pada tahun itu pada Departemen Agama.
Akan tetapi untuk masalah nasabah yang kesulitan untuk membayar
kekurangan ONH yang telah ditetapkan, bank telah mengantisipasinya dengan
mengadakan program yang diberi nama “Talangan Haji”, yaitu bank bersedia
memberikan talangan kepada nasabah dengan sistem pengembalian dicicil
dalam jangka waktu yang telah ditentukan oleh pihak bank. Program inipun
berakad wadi’ah jadi talangan ini bersifat pengembalian murni tanpa
dikenakan bagi hasil atau biaya-biaya apapun.
b. Nasabah yang bersangkutan/keluarganya meminta keberangkatannya
ditangguhkan dikarenakan yang bersangkutan sedang tertimpa musibah yang
mengakibatkan nasabah tersebut tidak sanggup untuk menjalankan ibadah haji
pada tahun bersangkutan misalnya yang bersangkutan masuk rumah sakit.
8. Keunggulan Tabungan Arofah Dengan Akad Wadi’ah
Keunggulan Tabungan Arofah dengan akad Wadi’ah ini adalah nasabah
penabung sudah dapat dipastikan berangkat pada musim haji tahun bersangkutan
66
dan nasabah tidak perlu lagi menunggu lama untuk mendapatkan porsi haji dan
menunaikan ibadah haji karena porsi haji akan segera di-booking-kan oleh pihak
bank setelah ijab kabul (penandatanganan dan penyerahan syarat-syarat akad
wadi’ah) terlaksana. Selain itu, nasabah juga tidak perlu lagi berharap-harap
cemas dan berebutan porsi haji dengan ribuan calon haji lainnya untuk dapat
menunaikan ibadah haji di tahun yang bersangkutan.
9. Promosi Tabungan Arofah Dengan Akad Wadi’ah
Tabungan Arofah dengan akad wadi’ah pada PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. memang tidak dipromosikan secara besar-besaran. Promosi hanya
dilakukan dalam perbincangan dari mulut ke mulut nasabah ataupun dengan cara
customer service yang memperkenalkan jenis tabungan ini kepada naabah yang
bertanya atau membutuhkan tabungan yang diperuntukan untuk menunaikan
ibadah haji.
Implementasi akad wadi’ah dalam tabungan Arofah secara keseluruhan
telah tercantum dalam buku panduan ketentuan yang berlaku pada PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Akan tetapi, sesuai dengan wawancara kepada
narasumber (karyawan bank) pada hari senin tanggal 25 Juni 2007, tidak menutup
kemungkinan ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan oleh pihak bank
untuk mempermudah nasabah dalam melaksanakan akad wadi’ah dalam tabungan
Arofah tersebut.
Seluruh narasumber yang diwawancarai sepakat menyatakan bahwa
implementasi akad wadi’ah yang dilaksanakan oleh pihak bank sudah sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh kantor pusat PT Bank Muamalat
67
Indonesia, Tbk. Akan tetapi pihak bank tetap memberikan program khusus untuk
membantu nasabah yang akan menggunakan produk tabungan Arofah dengan
akad wadi’ah tersebut. Pihak bank memang tidak memberikan kelonggaran waktu
dalam pembayaran ongkos naik haji (ONH) yang distorkan melalui produk ini,
akan tetapi karena nasabah tabungan Arofah dengan akad wadi’ah adalah nasabah
yang diprioritaskan untuk berangkat haji, maka bank akan mempertimbangkan
lagi kemungkinan adanya bantuan melalui program “Talangan Haji” dalam
melunasi ONH nasabah yang bersangkutan dengan syarat dan ketentuan yang
berlaku pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. yang pada saat pembayarannya
pihak nasabah tidak dikenakan biaya atau bagi hasil karena program tersebut
masih tetap menggunakan akad yang sama dengan produk tabungan haji yang
dipilih oleh nasabah tersebut.
Bank juga tidak mempermasalahkan identitas penabung yang tidak
bertempat tinggal di provinsi setempat selama identitas tersebut digunakan hanya
sebatas membuka rekening Tabungan Arofah akad wadi’ah saja. Akan tetapi,
disaat pihak bank akan mendaftarkan nasabah untuk mendapatkan porsi haji,
nasabah harus dapat menunjukkan bukti kependudukan di provinsi setempat, dan
apabila nasabah tersebut tidak dapat menunjukkannya maka pihak bank tidak akan
mendaftarkan nasabah tersebut untuk mengikuti ibadah haji melalui provinsi
tersebut.
Tabungan Arofah dengan akad wadi’ah juga dapat dipindah-tangankan
kepada ahli waris yang dicantumkan namanya oleh nasabah yang bersangkutan
dalam formulir pembukaan tabungan Arofah akad wadi’ah selama ahli waris
tersebut dapat terus melunasi ONH yang telah ditentukan. Akan tetapi, apabila
68
ahli waris tersebut tidak mampu melunasinya, maka uang tersebut dapat
diserahkan kepadanya. Selain dapat dipindah tangankan, tabungan Arofah akad
wadi’ah juga boleh dibayarkan oleh seseorang untuk orang lain, misalnya
seseorang yang membiayai keluarganya agar dapat menunaikan ibadah haji
bersama-sama.
Dari segi promosi, pihak bank memang tidak mempromosikan tabungan
Arofah dengan akad wadi’ah secara besar-besaran. Banyaknya nasabah yang
tertarik pada produk ini dikarenakan sifatnya yang berupa titipan murni sehingga
aman dan bebas dari resiko kehilangan. Pihak bank juga menarik minat calon haji
dengan memberikan beragam hadiah atau souvenir, asuransi jiwa dan memberikan
langsung porsi haji kepada nasabah atau calon haji yang telah melengkapi
persyaratan tabungan arofah akad wadi’ah pada PT Bank Muamalat Indonesia,
Tbk. dan Departemen Agama.
69
BAB IV
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD
WADI’AH DALAM TABUNGAN AROFAH PADA PT BANK
MUAMALAT INDONESIA, Tbk. CABANG BANDAR LAMPUNG
Sebagaimana kita pahami bahwa PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
merupakan suatu lembaga keuangan yang fungsi utamanya adalah menghimpun
dana masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya lagi kepada
masyarakat guna meningkatkan taraf hidup rakyat secara Islami yang bebas dari
riba. Salah satu bentuk simpanan dana tersebut adalah produk tabungan arofah
dengan akad wadi’ah yang berbentuk simpanan untuk persiapan melaksanakan
ibadah haji.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
kosep wadi’ah dalam pembahasan pada skripsi ini, baik yang bersifat observasi,
wawancara atau dokumentasi, selanjutnya pada bab ini penulis akan menganalisis
data tersebut.
Telah diuraikan pada bab II dan bab III, maka dapat dianalisi bahwa dalam
prakteknya semua kegiatan PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar
Lampung yang berhubungan dengan produk tabungan arofah dengan akad
wadi’ah tidak ada penyimpangan yang berarti antara teori dan prakteknya, yakni
mengacu pada syariat Islam (Al-Quran dan Hadits). Maka dengan ini penulis
mengemukakan analisis yang terdiri dari sebelas bahasan sesuai dengan indikator-
indikator, yaitu:
70
1. Ketentuan Objek Wadi’ah
Ketentuan objek Wadi’ah yang diterapkan pada PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk dan menurut hukum Islam sudah sesuai. Objek tersebut adalah
barang yang dapat dinilai dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang lainnya.
Barang yang dititipkan juga adalah barang yang diperbolehkan untuk dititipkan
menurut hukum Islam. Akan tetapi objek yang dititipkan menurut hukum Islam
bukan cuma uang saja yang boleh dititipkan mudi’ kepada wadi’. Hampir semua
jenis barang diperbolehkan untuk dititipkan kepada wadi’ untuk dijaga dan
dipelihara, bukan dititipkan untuk suatu tujuan tertentu dan tidak terdapat
ketentuan-ketentuan yang mengikat diantara keduanya, akad wadi’ah terlaksana
atas dasar saling percaya diantara pihak-pihak yang berakad. Akan tetapi dalam
pelaksanaannya pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. harta yang dapat
dititipkan hanyalah uang (dana) dan terikat oleh ketentuan-ketentuan yang telah
ditentukan oleh pihak bank yaitu adanya ketentuan batas waktu penitipan dan
tujuan dari penitipan tersebut.
Bila dibandingkan antara menurut hukum Islam dengan pelaksanaannya
pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk., beberapa ketentuan objek wadi’ah
sudah dapat terpenuhi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam ketentuannya,
objek wadi’ah pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. dalam tabungan arofah
akad wadi’ah dapat dikategorikan “sesuai” dengan hukum Islam. Maka untuk
objek akad wadi’ah ini nilainya adalah 3.
2. Rukun Akad Wadi’ah
Rukun adalah hal yang paling penting untuk ditaati oleh pihak yang
71
berakad, karena apabila ada satu rukun saja yang terlupakan atau sengaja
ditiadakan maka akadnya tidak sah. Dalam pelaksanaan rukun tabungan arofah
akad wadi’ah pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. sudah dijalankan dengan
sangat baik. Terlihat dari penjelasan pada bab III bahwa tidak ada kurangnya
dalam memenuhi rukun tersebut dan sudah sesuai dengan hukum Islam yaitu
adanya pihak yang berakad, barang yang dititipkan (dana setoran awal pembukaan
tabungan arofah akad wadi’ah sebesar Rp. 20.000.000,-), dan ijab kabul (sighat)
dari pihak yang berakad (nasabah dan pihak bank). Oleh karena itu maka telah
terpenuhilah rukun yang harus dilaksanakan untuk mensahkannya akad wadi’ah
tersebut dan tidak ada satupun rukun yang sengaja ditiadakan atau ditinggalkan.
Berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan, maka penulis mengambil
kesimpulan bahwa PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. telah melaksanakan rukun
akad wadi’ah dengan sempurna sesuai dengan hukum Islam sehingga dapat
dikategorikan “sangat sesuai” dengan nilai 4.
3. Syarat Akad Wadi’ah
Untuk dapat sahnya suatu akad wadi’ah maka harus terpenuhinya semua
syarat-syarat yang mengatur tentang akad wadi’ah tersebut. Oleh karena itu,
apabila salah satu ada syarat yang tidak terpenuhi, maka akad tersebut akan batal
atau tidak sah. Dalam hukum Islam ada tujuh syarat akad wadi’ah yang harus
dipenuhi dan ditaati.
Dalam melakukan akad wadi’ah terdapat syarat bagi kedua pihak untuk
saling rela melakukan akad dan saling mempercayai diantara keduanya. Dalam
pelaksanaan simpanan tabungan arofah akad wadi’ah pada PT Bank Muamalat
72
Indonesia, Tbk., kerelaan dan saling percaya ini terlihat jelas dari masing-masing
pihak. Bank rela mem-booking-kan porsi haji dan mengurus segala persiapan
berangkat haji bagi nasabah dan nasabah percaya penuh menitipkan dananya
kepada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
Berdasarkan penelitian yang didapat oleh penulis, syarat-syarat yang
berlaku dalam tabungan arofah akad wadi’ah pada PT Bank Muamalat Indonesia,
Tbk. sudah sesuai dengan syarat-syarat menurut hukum Islam. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa syarat akad wadi’ah dalam tabungan arofah pada PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung dapat dikategorikan “sangat
sesuai” dengan hukum Islam. Jadi, untuk akad wadi’ah dalam tabungan arofah
pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. nilainya 4.
4. Kewajiban Bagi Pemilik Titipan (Mudi’) Dalam Akad Wadi’ah
Dalam hukum Islam kewajiban mudi’ bukan saja hanya memiliki dan
menyediakan barang titipan dan menyerahkannya kepada wadi’ (penerima
titipan). Tetapi masih terdapat kewajiban-kewajiban lainnya yang harus
dilaksanakan oleh mudi’ misalnya menanggung resiko kehilangan barang titipan
yang bukan diakibatkan oleh penerima titipan. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya
pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. resiko kehilangan tersebut tidaklah
wajib menjadi resiko yang ditanggung oleh pemilik barang titipan karena sifatnya
yang berupa titipan murni dan jaminan dari bank dan pemerintah atas semua
simpanan yang tersimpan di lembaga keuangan yang sah menurut negara.
Kewajiban lainnya menurut hukum Islam adalah mudi’ wajib menanggung
biaya pemeliharaan untuk menjaga barang titipannya dan pemeliharaan barang
73
tersebut agar terhindar dari resiko kehilangan atau kerusakan. Akan tetapi dalam
prakteknya pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. biaya pemeliharaan tersebut
seharusnya tidak ada karena sifat dari simpanan tersebut yang bersifat titipan
murni. Lagi pula barang yang dititipkan adalah uang bukan suatu benda kasar atau
ternak yang bisa saja hilang atau rusak. Selain itu titipan tersebut juga sudah
mendapat jaminan penggantian dari negara apabila terjadi kehilangan atau
kerugian pada titipan tersebut dan bank tidak sanggup lagi untuk menggantinya,
jadi nasabah tidak sepantasnya berkewajiban untuk menanggung biaya
pemeliharaan tersebut, bahkan uang tersebut dapat dimanfaatkan oleh bank untuk
disalurkan kepada nasabah lain yang membutuhkannya.
Dalam akad wadi’ah ini kewajiban nasabah secara keseluruhan telah
terpenuhi hanya saja kewajiban tentang membayar biaya pemeliharaan dalam
hukum Islam kurang cocok diterapkan pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
karena jenis barang yang dititipkan bukanlah barang kasar atau ternak yang
mungkin saja hilang atau rusak karena hama, cuaca atau makanannya. Apalagi
sudah ada jaminan dari negara akan mengganti simpanan yang tak tergantikan
oleh bank apabila suatu saat nanti bank terlikuidasi dan tidak dapat
mengembalikan titipan tersebut sehingga tidak perlu lagi nasabah membayar
biaya pemeliharaan titipan yang berakad wadi’ah atau titipan murni. Akan tetapi
untuk pelaksanaan kewajiban mudi’ (nasabah) pada tabungan arofah akad wadi’ah
pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung penulis tetap
mengkategorikannya ”sesuai”, dengan nilai 3 karena kewajiban nasabah sudah
lebih dari 50 persen terpenuhi pada pelaksanaan tabungan ini.
74
5. Kewajiban Bagi Penerima Titipan (Wadi’) Dalam Akad Wadi’ah
Dalam hukum Islam, wadi’ berkewajiban untuk menjaga barang yang
dititipkan kepadanya dan tidak menitipkan lagi barang tersebut kepada orang yang
bukan orang terdekatnya atau orang yang dikuasai olehnya. Kewajiban yang
ditentukan itu dalam prakteknya pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. telah
dilaksanakan dan ditaati dengan baik. Bank sebagai pihak yang menerima titipan
nasabahnya telah menjalankan kewajibannya untuk menjaga barang (uang) yang
dipercayakan untuk dipegangnya. Bank juga hanya memberikan atau
menitipkannya kembali uang tersebut dalam bentuk produk pembiayaan kepada
orang yang dikuasai olehnya yaitu kepada nasabah peminjam dana yang
dipercayakan oleh pihak bank yang diikat oleh perjanjian-perjanjian pembiayaan
dan semua data lengkap seperti identitas nasabah penerima pembiayaan yang
mencakup, nama dan alamat jelas, pekerjaan, penghasilan dan tempatnya bekerja,
dan jaminan yang dipetaruhkannya. Selain itu, untuk lebih meyakinkan bahwa
nasabah peminjam telah memberikan identitas dan jaminan yang benar, maka
pihak bank melalui petugas marketing-nya akan men-survey kebenaran identitas
dan jaminan tersebut. Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa bank telah
menjalankan kewajibannya menjaga titipan nasabah produk simpanan dengan
baik, yaitu dengan teliti dalam memilih calon nasabah penerima pembiayaan
dengan cara menyeleksinya dengan sangat ketat.
Dalam ketentuan kewajiban penerima titipan (wadi’) dalam hukum Islam,
penerima titipan dilarang untuk mencampurkan harta titipan dengan harta pribadi
karena dikhawatirkan penerima titipan akan kesulitan untuk memisahkan harta
titipan dengan harta pribadinya kelak. Akan tetapi, dalam prakteknya, PT Bank
75
Muamalat Indonesia, Tbk. telah mencampurkan titipan (dana nasabah) dengan
harta milik pribadinya. Penulis menganggap pencampuran harta ini tidak perlu
dilarang atau diperbolehkan karena walaupun titipan nasabah dicampuradukkan
dengan harta pribadi milik bank, pihak bank dan nasabah tidak akan merasa
kesulitan memisahkan dan dirugikan atas bercampurnya harta-harta tersebut,
semua itu disebabkan oleh pihak bank dan nasabah yang sama-sama memiliki
catatan yang dapat dibuktikan secara nyata dan sah di mata hukum negara
Republik Indonesia.
Berdasarkan penjelasan diatas, bila dibandingkan kewajiban mudi’ (pihak
bank) dengan kewajiban mudi’ dalam hukum Islam, maka tabungan arofah akad
wadi’ah pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung
sudah dapat terpenuhi dengan sempurna, yakni bank menjaga titipan dengan
sebaik mungkin tanpa bermaksud atau dengan sengaja ingin merugikan pihak
pemilik titipan (nasabah) walaupun titipan dicampur-adukkan dengan harta
pribadinya. Sehingga untuk kewajiban penerima titipan, penulis mengategorikan
“sesuai” dengan nilai 3.
6. Akad Wadi’ah Berakhir
Menurut hukum Islam, salah satu hal yang menyebabkan akad wadi’ah
akan berakhir selain titipan diambil dan masa penitipan diakhiri oleh pemilik harta
adalah apabila pemilik harta (mudi’) meninggal dunia. Dalam hukum Islam
apabila hal ini terjadi maka barang/harta titipan yang dititipkan kepadanya harus
dikembalikan kepada ahli waris pemilik titipan atau menyimpannya/mengelolanya
apabila ahli waris yang ditinggalkan adalah anak kecil yang belum dewasa atau
76
orang yang tidak sempurna akalnya apabila orang yang dititipkan barang tersebut
telah ditunjuk pemilik harta atau keluarganya sebagai wali yang diberikan
kekuasaan sementara atas harta/barang tersebut.
Ketentuan di atas juga diterapkan pada PT Bank Muamalat Indonesia,
Tbk. Akan tetapi seiring dengan berkembangnya zaman, PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. tidak secara keseluruhan mengikuti aturan di atas. Ada ketentuan
yang dipertimbangkan oleh pihak bank apabila kejadian tersebut terjadi pada
nasabahnya. PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. telah mengantisipasi keadaan
tersebut dengan menyediakan point keterangan ahli waris yang wajib diisi oleh
seluruh calon nasabahnya, yang kegunananya untuk menentukan siapa ahli waris
yang berhak menerima dana atau meneruskan tujuan penabungan dana tersebut
menurut nasabah yang bersangkutan.
Pengalihan seperti itu dapat juga kita artikan sebagai pemberian warisan
dari pemilik dana kepada ahli warisnya walaupun caranya tidak sama dengan
ketentuan pembagian harta warisan seperti yang telah ditetapkan dalam hukum
Islam. Dalam hukum Islam, apabila pewaris membagikan harta warisannya, maka
seluruh harta yang ada dikumpulkan dan kemudian dibagikan kepada para ahli
warisnya dengan bagian sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh
hukum Islam. Sedangkan dalam meneruskan akad wadi’ah dalam tabungan
arofah, ahli waris yang ditentukan untuk menggantikan atau meneruskan nasabah
pemilik titipan ditentukan langsung oleh nasabah di awal melakukan akad dan
tidak dapat digantikan oleh orang lain walaupun yang akan menggantikannya
tersebut termasuk dari salah satu ahli waris pemilik titipan. Sehingga apabila ahli
waris yang ditentukan oleh pemilik titipan tidak sanggup untuk meneruskan atau
77
menggantikan pemilik titipan berangkat ke tanah suci, maka bank akan
mengembalikan titipan tersebut kepada ahli waris yang telah ditentukan oleh
pemilik titipan untuk menerima titipan tersebut.
Adapun ketentuan-ketentuan lainnya yang menjadikan berakhirnya akad
seperti terjadinya penipuan oleh masing-masing pihak yang berakad atau
munculnya tindakan kesewenang-wenangan diantara keduanya akan sangat jarang
atau bahkan tidak akan mungkin terjadi selagi nasabah benar menitipkan dananya
pada lembaga keuangan yang telah disahkan dan diakui oleh negara Republik
Indonesia. Nasabah juga tidak mungkin melakukan tindakan penipuan terhadap
bank karena produk yang dipilih adalah produk simpanan dan bukannya produk
pembiayaan yang syarat akan penipuan yang dilakukan oleh nasabahnya.
Berdasarkan dari pengamatan di atas, maka tidak semua ketentuan
berakhirnya akad wadi’ah menurut hukum Islam dapat dipakai dalam sistem
perbankan yang diterapkan pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Akan tetapi
karena ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan hukum Islam maka penulis
mengategorikan “sesuai” pada ketentuan tersebut dengan nilai 3.
7. Pengaplikasian Dalam Produk Tabungan
Akad wadi’ah sangat cocok diaplikasikan ke dalam produk tabungan
karena sifatnya yang berupa akad titipan. Biarpun menurut hukum Islam hampir
semua barang dan harta dapat dititipkan sedangkan pada PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. hanya memberlakukan jasa penitipan khusus untuk uang saja.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
telah menjalankan dan menempatkan akad wadi’ah dengan baik dan pas dengan
78
ketentuannya menurut hukum Islam yakni diaplikasikan kedalam salah satu
produk simpanan berupa tabungan khusus haji (Tabungan Arofah Akad Wadi’ah).
Maka penulis mengkategorikan pengaplikasian akad wadi’ah ini sudah “sangat
sesuai” dengan hukum Islam yang semestinya, nilainya 4.
8. Batas Minimum Titipan Akad Wadi’ah
Menurut hukum Islam barang/harta yang dititipkan tidak pernah
dibicarakan atau ditetapkan jumlahnya/taksiran harganya. Sedangkan dalam
prakteknya dan semakin berkembangnya zaman, PT Bank Muamalat Indonesia,
Tbk. memberikan ketetapan batas minimum setoran pembukaan rekening untuk
produk tabungan haji ini dengan alasan agar nasabah tidak terlalu kesulitan untuk
melunasi ONH di akhir pembayaran nanti karena khusus untuk tabungan ini, bank
menetapkan jangka waktu yang pendek untuk pelunasannya agar nasabah tidak
perlu menunggu lama dan tertunda keberangkatannya untuk beribadah haji di
tahun yang bersangkutan. Sehingga, dari perbandingan yang telah ditemukan,
bahwa dalam pelaksanaannya PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. tetap
memberikan batas minimum untuk pembukaan rekening walaupun ketetapan
tersebut tidak pernah dijalankan/ditetapkan oleh orang-orang terdahulu yang telah
terlebih dahulu menggunakan akad penitipan harta ini. Maka penulis
mengkategorikan “kurang sesuai” pada point ini dan nilainya adalah 2.
9. Biaya Pemeliharaan
Menurut hukum Islam memang benar mudi’ berkewajiban memberikan
biaya pemeliharaan guna menghindari kehilangan/kerusakan pada harta
79
titipannya. Akan tetapi apabila dilihat sekilas, ketentuan ini kurang cocok
diterapkan pada tabungan arofah akad wadi’ah pada PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. Alasan ini ada karena penulis melihat tidak adanya kesamaan
antara barang/harta yang dititipkan menurut hukum Islam dengan titipan yang
dititipkan pada bank. Karena pada zaman dimana ketetapan tersebut dibuat, tidak
ada keterangan yang menyebutkan menitipkan harta yang berupa uang. Biaya
pemeliharaan wajib ditanggung pemilik harta karena harta yang dititipkan
memang benar berupa barang kasar (barang dalam arti yang sesungguhnya) atau
hewan ternak. Sehingga pemilik barang wajib memberikan biaya pemeliharaan
untuk menghindari kehilangan/kerusakan harta tersebut.
Dalam dunia perbankan sudah tidak asing lagi kita mendengar akan
adanya biaya administrasi, walaupun istilahnya diganti dengan istilah lainnya,
tetap saja nasabah tahu persis kemana pada akhirnya biaya itu berakhir, yakni
berakhir pada pemasukan kas untuk bank tersebut. Akan tetapi menurut hasil
pembicaraan penulis dengan karyawan PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
Cabang Bandar Lampung, biaya tersebut tidak sepenuhnya mengalir kepada kas
bank, akan tetapi biaya tersebut sebagian disalurkan untuk membiayai seluruh
fasilitas yang khusus diperuntukan untuk keamanan dan kemudahan nasabah
dalam bertransaksi.
Disebabkan adanya perbedaan anggapan bahwa apakah uang dapat
dikategorikan sama dengan barang pada masa ditetapkannya akad wadi’ah
tersebut sehingga penulis sepakat apabila pemerintah mengambil keputusan untuk
memusyawarahkan lagi dengan kalangan ulama akan ketentuan apakah uang juga
termasuk barang yang harus dibiayai atas pemeliharaannya karena pada dasarnya
80
uang bukanlah suatu benda yang pantas untuk dipelihara fisiknya atau dipelihara
layaknya hewan ternak. Sehingga dari penjelasan di atas penulis tetap
mengkategorikan praktek pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. “kurang
sesuai” dengan hukum Islam yang berlaku dan nilainya adalah 2.
10. Pencatatan Akuntansi Syariah
Menurut hukum Islam dalam setiap transaksi muamalah maka harus
dicatat. Pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. setiap transaksi pembiayaan
atau simpanan akan dicatat sesuai dengan transaksi/informasi yang dilakukan.
Setiap transaksi dicacat dalam buku tabungan yang kemudian diserahkan untuk
disimpan oleh nasabah sebagai tanda bukti yang sah bahwa nasabah tersebut
sedang telibat pembiayaan atau penyimpanan dana pada PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. Pencatatan ini mengacu pada perlakuan akuntansi dalam
Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) dan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Untuk pencatatan akuntansi pada PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. yang berdasarkan PSAK tersebut sudah sesuai dengan
hukum Islam yang ketetuannya adalah bukti yang menjadi dasar pencatatan harus
diklarifikasikan secara teratur dengan menggunakan aturan umum yang disebut
Standar Akuntansi Keuangan.
Pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk., pencatatan akuntansi untuk
tabungan arofah akad wadi’ah tersebut semua ketentuan dalam akuntansi syariah
sudah dapat terpenuhi secara sempurna. Dan dapat disimpulkan bahwa pencatatan
akuntansi untuk tabungan arofah akad wadi’ah pada PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. dapat dikategorikan “sangat sesuai” dan tidak bertentangan
81
dengan hukum Islam. Sehingga dalam pencatatan akuntansi syariah untuk
tabungan ini nilainya adalah 4.
11. Promosi Produk Dan Sudut Pandangnya Dalam Islam
Dalam hukum Islam, Islam melarang umatnya untuk melakukan promosi
atau pemberitaan atas barang dan hartanya secara berlebihan. Islam mengajarkan
kepada umatnya untuk ber-muamalah secara jujur dan tidak melebih-lebihkan
bentuk dan kegunaan barang tersebut. Begitu juga dengan PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. Bank yang berdiri murni berdasarkan hukum Islam ini tidak
melakukan promosi secara besar-besaran baik melalui media televisi ataupun
media cetak. Melalui hasil pengamatan, penulis tidak melihat adanya indikasi
kearah ketidakmampuan PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. untuk membayar
berbagai media tersebut karena pendapatannya yang selalu meningkat setiap
tahunnya. Sehingga dalam hal ini penulis setuju dan menarik kesimpulan bahwa
PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk telah sesuai dengan hukum Islam dalam
menjalankan kegiatan mempromosikan produknya dan mengkategorikan point
terakhir ini “sangat sesuai” dan tidak bertentangan dengan hukum Islam sehingga
penulis memberikan nilai 4 untuk point terakhir ini.
82
Tabel 4.
PERHITUNGAN SKOR
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD
WADI’AH DALAM TABUNGAN AROFAH PADA PT BANK
MUAMALAT INDONESIA, Tbk. CABANG BANDAR LAMPUNG
NO. PEMBAHASAN KRITERIA NILAI
1. Ketentuan Objek Wadi’ah Sesuai 3
2. Rukun Akad Wadi’ah Sangat Sesuai 4
3. Syarat Akad Wadi’ah Sangat Sesuai 4
4. Kewajiban Mudi’ Sesuai 3
5. Kewajiban Wadi’ Sesuai 3
6. Akad Wadi’ah Berakhir Sesuai 3
7. Pengaplikasian Dalam Tabungan Sangat Sesuai 4
8. Batas Minimum Titipan Kurang Sesuai 2
9. Biaya Pemeliharaan Kurang Sesuai 2
10. Pencatatan Akuntansi Sangat Sesuai 4
11. Promosi Produk Sangat Sesuai 4
Total 36
Sumber: Hasil Analisis
Berdasarkan pembahasan secara deskriptif alanalitis yang didasarkan
kepada indikator-indikator yang ada dan didukung oleh perhitungan skor analisis
tabungan arofah dengan akad wadi’ah pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
Cabang Bandar Lampung adalah sebesar 36. Prosentase skor yang diperoleh
83
adalah sebesar (36: (11 X 4)) X 100% = 81.82%, yaitu menunjukan pelaksanaan
pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. sudah baik dengan skor 36. Hal ini dapat
diartikan bahwa akad wadi’ah dalam tabungan arofah pada PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung masuk ke dalam kategori “sesuai”
dengan hukum Islam. Di bawah ini penulis menggambarkan diagram dari hasil
analisis akad wadi’ah dalam tabungan arofah pada PT Bank Muamalat Indonesia,
Tbk. dalam kesesuaiannya terhadap hukum Islam.
Diagram Hasil Penelitian
Nilai Skor
50
Batas Maksimum (46)
40
Hasil Penelitian (36)
30
Nilai Tengah (23)
20
10 Batas Minimum (11)
84
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bardasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan di bab-bab
sebelumnya dan berdasarkan dari hasil penelitian dan analisa data mengenai akad
wadi’ah dalam tabungan arofah pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang
Bandar Lampung, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Konsep Wadi’ah Dalam Hukum Islam adalah suatu akad titipan murni yang
diserahkan oleh mudi’ (pemilik harta) kepada wadi’ (penerima harta titipan)
untuk dijaga dan dipelihara untuk menghindari resiko kerusakan,
kemusnahan atau kehilangan. Ketentuan dari objek wadi’ah adalah barang
yang dapat dinilai, dapat dimanfaatkan untuk usaha lain, dan diperbolehkan
dalam Islam.
Pemilik barang berkewajiban menanggung biaya pemeliharaan atas benda
atau harta yang dititipkannya selagi biaya tersebut memang benar digunakan
untuk keperluan mengurus titipan untuk menghindari resiko terjadinya
kerusakan atau kehilangan pada titipan tersebut. Dipihak lain, pihak
penerima titipan tidak dilarang untuk memanfaatkan atau menggunakan
barang tersebut selagi dapat menjamin keamanan dan menjaga barang titipan
tersebut agar tetap utuh dan mengembalikannya sempurna sesuai seperti saat
pemilik barang menitipkan harta tersebut padanya.
Akad wadi’ah akan berakhir pada saat pemilik barang mengambil barang
yang dititipkannya dan penerima barang memulangkan barang tersebut
85
kepada pemilik barang. Akan tetapi akad juga dapat berakhir apabila pemilik
harta titipan meninggal dunia dan orang yang dipercayakan untuk menerima
titipan tersebut berkewajiban untuk mengembalikan harta titipan tersebut
kepada ahli waris pemilik harta titipan. Selain itu pihak yang berakad juga
dapat mengakhiri akad wadi’ah tersebut apabila terjadinya kesewenang-
wenangan diantara pihak-pihak yang berakad.
2. Implementasi Akad Wadi’ah Dalam Tabungan Arofah Pada PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung merupakan akad titipan
(tabungan) yang disepakati antara pihak bank dan pihak nasabah untuk
membiayai pembiayaan ongkos naik haji (ONH) nasabah yang
bersangkutan. Calon nasabah tabungan arofah dengan akad wadi’ah ini
berkewajiban untuk menyetorkan dana minimal sebesar Rp. 20.000.000,-
sebagai dana awal pembukaan rekening tabungan dan langsung memperoleh
porsi haji atas nama nasabah yang bersangkutan yang langsung di-booking-
kan oleh pihak bank pada Departemen Agama RI.
Dalam akad ini, nasabah tidak berkewajiban untuk membayar biaya
administrasi setiap bulannya. Akan tetapi, biaya administrasi sebagai biaya
penitipan akan dikenakan dengan menyisakan dana sejumlah Rp. 50.000,-
pada saat nasabah telah memenuhi semua kewajiban dalam pembayaran
ONH yang telah ditetapkan oleh pihak Departemen Agama RI pada tahun
yang bersangkutan dan kemudian rekening tabungan akan tertutup secara
otomatis. Selain itu, biaya administrasi juga dikenakan secara tidak langsung
atas kerjasama Departemen Agama dan pihak bank yang mewajibkan
86
nasabah tabungan arofah untuk membayar biaya perlengkapan khusus haji
sebesar Rp. 600.000,- yang akan diminta pada saat nasabah yang
bersangkutan akan melunasi biaya ongkos naik haji (ONH) pada PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk.
3. Analisis Hukum Islam Terhadap Implementasi Akad Wadi’ah Dalam
Tabungan Arofah Pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar
Lampung berdasarkan pada fakta dan penelitian yang penulis lakukan pada
dasarnya sudah baik. Hasil dari nilai analisis penelitian ini yaitu sebesar 36
dan prosentase skor yang diperoleh adalah sebesar 81.82% yang artinya
implementasi akad wadi’ah dalam tabungan arofah pada PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung termasuk ke dalam kategori
“sesuai” dengan Hukum Islam.
B. Saran
Setelah penulis mengadakan analisis dan menentukan kesimpulan, maka
selanjutnya penulis akan memberikan saran kepada masyarakat khususnya kepada
nasabah dan pihak PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung.
Untuk itu penulis memberikan saran:
1. PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. sudah memiliki banyak nasabah yang
sudah sangat mengerti akan pentingnya bertransaksi perbankan dengan
mengharamkan riba (bunga bank) sehingga PT Bank Muamalat Indonesia,
Tbk harus lebih meningkatkan lagi kualitas karyawan (SDM) yaitu dengan
memberikan lagi pembinaan dan pembelajaran mengenai hukum Islam,
87
untuk menghindari adanya penyimpangan dan kesalahan dalam memenuhi
ketentuan yang telah ditetapkan dalam hukum Islam.
2. Mengingat semakin banyaknya bermunculan perbankan-perbankan syariah
pada saat ini, maka semakin bertambah juga daya saing antara perbankan-
perbankan tersebut. Oleh karena ini, diharapkan kepada PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk untuk lebih memperbanyak lagi variasi produk-produk yang
lebih menarik perhatian nasabah dan lebih meningkatkan lagi promosi
produk-produknya kepada masyarakat luas melalui berbagai macam bentuk
media yang tersedia.
3. Diharapkan kepada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk untuk lebih
meningkatkan pelayanan kepada nasabah baik dari segi memperbanyak Unit
Pelayanan Syariah (UPS) maupun memperluas kantor cabang utama PT
Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung yang dinilai
terlalu sempit karena keterbatasannya ruangan yang ada.
4. Diharapkan kepada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. untuk dapat
menerima peneliti lainnya untuk mengembangkan lebih komprehensif lagi
berbagai masalah yang berkenaan dengan PT Bank Muamalat Indonesia,
Tbk.
DAFTAR PUSTAKA
A. Munir dan Sudarsono, Dasar-dasar Agama Islam, Jakarta, 1998. Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Pustaka Panji Mas, Jakarta,
1983. Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, Edisi Ketiga, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004. Al-Buruswi, Ismail Haqqi, Ruhul Bayan, Juz 4, Cetakan I, CV Diponegoro,
Bandung, 1997. Departemen Agama RI, Al-Quran Dan Terjemahannya, Jakarta, 2006. Ibnu Rusyd, Bidayatu’ I-Mujtahid terj: M.A. Abdurrahman dan A. Haris
Abdullah, Juz 3, CV Asy-Syifa, Semarang, 1990. Iwan Triyuwono dan Muhammad As’udi, Akuntansi Syariah: Memformulasikan
Konsep Laba Dalam Konteks Metafora Zakat, Salemba Empat, Jakarta, 2001.
M. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003. Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa, Tafsir Al-Maraghi terj: K. Anshori Umar
Sitanggal, Hery Noer Aly, dan Bahrun Abubakar, Volume 2 dan 4, Cetakan ke 2, CV Toha Putra Semarang, Semarang, 2000.
Muhamad, Manajemen Perbankan Syariah, UII Pres, Yogyakarta, 2005. __________, Prinsip-prinsip Akuntansi Dalam Al-Quran, UII Press, Yogyakarta,
2000. PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk., Panduan Produk Dan Pelayanan PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk., Jakarta, 2000. Al Qardhawi, Yusuf, Halal dan Haram Dalam Islam, Bairut, Libanon, 1984. Ritongga, Rahmat, dkk, Ensiklopedi Hukum Islam, PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
Jakarta, 1997. Rosnila Pragestin, Analisis Kinerja Keuangan Pada PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk. Di Jakarta, Skripsi, Bandar Lampung, 2005.
S. Praja, Junaya, Tafsir Hikmah Seputar Ibadah Muamalah, Jin Dan Manusia, Remaja Rosdakarya, Jakarta, 2000.
Sayyid Sabiq, Fikih Sayyid Sabiq terj: Kamaluddin A. Marzuki, Sunnah 13, PT
Al-Ma’arif, Bandung, 1997. __________, Fiqih Al-Sunnah terj: Mohammad Thalib, Al-Ma’arif, Bandung,
1981. Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbāh, Volume 2 dan 12, Lentera Hati, Ciputat,
2000. Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2005. At-Tarmidzi, Al-Jami’ Al-Shohih, Matbaah Mustofa Al-Babi, Mesir, 1937. Yazid, Bin, Abu Abdilah Muhammad, Sunnan Ibnu Majah, Al-Qozwini, Darul
Hadits, Kairo, 1998. Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Edisi Revisi Cetakan
Empat, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2006.
NAMA : NOVA ANDRIANI
NPM : 10010202043
SKRIPSI : ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP
IMPLEMENTASI AKAD WADI’AH DALAM TABUNGAN
AROFAH PADA PT. BANK MUAMALAT INDONESIA,
Tbk. CABANG BANDAR LAMPUNG
Daftar Pertanyaan Yang Diperuntukan Untuk Karyawan (Customer Service)
PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Cabang Bandar Lampung
1. Apakah pihak bank akan memberikan kelonggaran waktu kepada nasabah
penabung yang terlambat dalam melunasi biaya keberangkatan haji pada
tabungan Arofah akad Wadi’ah?
2. Apakah ada kebijakan bagi nasabah yang akan membuka rekening
tabungan Arofah akad wadi’ah dengan identitas provinsi lain?
3. Apa yang akan diperbuat pihak bank apabila pihak bank tidak dapat
menjaga titipan nasabah dengan baik?
4. Apakah pencatatan yang dilakukan oleh pihak bank sudah sesuai dengan
ketentuan yang ada?
5. Apakah tabungan Arofah akad wadi’ah dapat dipindah tangankan kepada
orang lain atau ahli waris penabung?
6. Tindakan apa yang dilakukan oleh pihak bank apabila ada nasabah
tabungan Arofah akad wadi’ah yang tidak dapat diberangkatkan pada
musim haji pada tahun itu?
7. Apakah ada kebijakan lain yang memperbolehkan seseorang
membayarkan Tabungan Arofah dengan akad wadi’ah untuk orang lain?
8. Apakah ada kebijakan-kebijakan lain yang ditambahkan untuk
mempermudah nasabah dalam melaksanakan produk tabungan ini?
9. Upaya apa yang telah dilakukan PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. untuk
menarik minat masyarakat agar mengikuti program tabungan haji ini?
10. Menurut pengamatan pihak bank, faktor apa yang menarik masyarakat
untuk mengikuti program tabungan haji ini?