library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino &...

31
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial Dukungan sosial adalah bantuan yang diberikan orang- orang yang berada dalam lingkungan sosial individu seperti keluarga, teman, dan masyarakat (Olson , Breckler, & Wiggins, 2006). Dukungan sosial juga diartikan sebagai ketersediaan, penghargaan, kasih sayang, dan kepedulian dari orang-orang yang diandalkan oleh seseorang (Sarason, Levine, Basham, & Sarason, 1983). Sejalan dengan itu Uchino (2004, dalam Sarafino & Smith, 2012) menyatakan bahwa social support atau dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, kepedulian, atau bantuan yang diterima oleh individu dari seseorang atau sekelompok orang (Sarafino & Smith, 2012). Dukungan sosial bisa didapat dari banyak sumber seperti keluarga, pasangan, dokter, atau orang-orang dalam organisasi dan komunitas (Sarafino & Smith, 2012). Sarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan dukungan sosial adalah jika orang tersebut tidak bersosialisasi, tidak suka menolong orang lain, atau tidak membiarkan orang lain tau bahwa mereka membutuhkan bantuan.

Transcript of library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino &...

Page 1: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dukungan Sosial

2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah bantuan yang diberikan orang-orang yang berada dalam

lingkungan sosial individu seperti keluarga, teman, dan masyarakat (Olson , Breckler, &

Wiggins, 2006). Dukungan sosial juga diartikan sebagai ketersediaan, penghargaan,

kasih sayang, dan kepedulian dari orang-orang yang diandalkan oleh seseorang

(Sarason, Levine, Basham, & Sarason, 1983). Sejalan dengan itu Uchino (2004, dalam

Sarafino & Smith, 2012) menyatakan bahwa social support atau dukungan sosial

mengacu pada kenyamanan, kepedulian, atau bantuan yang diterima oleh individu dari

seseorang atau sekelompok orang (Sarafino & Smith, 2012). Dukungan sosial bisa

didapat dari banyak sumber seperti keluarga, pasangan, dokter, atau orang-orang dalam

organisasi dan komunitas (Sarafino & Smith, 2012).

Sarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan

sosial. Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan dukungan

sosial adalah jika orang tersebut tidak bersosialisasi, tidak suka menolong orang lain,

atau tidak membiarkan orang lain tau bahwa mereka membutuhkan bantuan.

Efek dari dukungan sosial sangatlah kompleks karena agar benar-benar bisa

membantu mengatasi permasalahan individu yang bersangkutan, jenis dukungan sosial

yang diberikan harus sesuai dengan situasi yang dialami individu (Noller, Feeney, &

Peterson, 2007).

Dukungan sosial dapat meningkatkan rasa kepercayaan diri individu pada

pilihannya sendiri (Feldman, 1985). Selain itu persepsi dan pemahaman seseorang

mengenai sesuatu kemungkinan bisa didasarkan pada respon orang lain (Feldman,

1985).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah bantuan

yang diterima individu berupa saran, petunjuk, dukungan, materi, dan hal-hal yang

Page 2: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor

terkait dengan masalah individu yang diberikan oleh orang-orang di lingkungan

sosialnya seperti keluarga, orang tua, sekolah, guru, teman, dan kelompok masyarakat

lainnya.

2.1.2 Aspek Dukungan Sosial

Terdapat dua aspek yang terlibat dengan dukungan sosial, yaitu (Sarason,

Levine, Basham, & Sarason, 1983) :

a. Persepsi bahwa ada sejumlah orang yang cukup dapat diandalkan saat dibutuhkan

oleh individu yang bersangkutan. Aspek ini terkait dengan kuantitas dukungan yang

diterima individu.

b. Derajat kepuasan individu terhadap dukungan yang didapatkan. Aspek ini terkait

dengan kualitas dukungan yang dirasakan oleh individu yang bersangkutan.

2.1.3 Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial

Menurut Winemiller, terdapat empat bentuk-bentuk dukungan sosial yang dapat

diterima seseorang, yaitu (Noller, Feeney, & Peterson, 2007) :

a. Emotional or esteem support (Dukungan emosi)

Dukungan emosi yang diberikan bisa berupa empati, kepedulian, perhatian,

penghargaan, dan memberikan semangat kepada individu yang bersangkutan.

b. Tangible or instrumental support (Dukungan instrumental)

Dukungan instrumental yang diberikan bisa berupa bantuan langsung seperti

bantuan materi,finansial atau hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh individu

yang bersangkutan.

c. Informational support (Dukungan informasi)

Dukungan informasi yang diberikan bisa berupa pemberian nasehat, instruksi,

saran, arahan, masukan, atau pemberian informasi mengenai hal-hal yang

dibutuhkan individu.

d. Companionship support (Dukungan pertemanan)

Dukungan ini mengacu pada kesediaan orang lain untuk memberikan waktunya

kepada individu yang bersangkutan, meciptakan suasana saling memiliki, sehingga

individu merasa dirinya diterima dalam suatu kelompok.

Page 3: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor

e. Reward support (Dukungan penghargaan)

Dukungan ini mengacu pada penghargaan orang lain atas ide-ide atau performa

individu sehingga dia merasa mampu dan dihargai oleh orang lain.

2.1.4 Sumber Dukungan Sosial

Dukungan sosial akan lebih berarti bagi individu yang menerimanya jika

diberikan oleh orang-orang tertentu yang memiliki hubungan signifikan atau dekat

dengan individu yang bersangkutan. Dengan kata lain dukungan sosial akan lebih

berguna bagi individu jika diberikan oleh orang tua, keluarga, teman, dan orang-orang

yang memiliki kedekatan hubungan lainya (Taylor, 2012). Sejalan dengan hal itu,

Winemiller dkk (1993, dalam Noller, Feeney, & Peterson, 2007) menyatakan terdapat

beberapa sumber dukungan sosial untuk seseorang, yaitu keluarga, teman, pasangan,

organisasi atau kelompok, rekan kerja, dan tetangga. Sementara Sarafino

mengemukakan bahwa efektivitas dukungan tergantung dari penilaian individu

(Sarafino & Smith, 2012). Dukungan akan menjadi efektif apabila dukungan tersebut

dinilai adekuat oleh individu penerima (Sarafino & Smith, 2012).

2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Sosial

Menurut Sarafino (Sarafino & Smith, 2012) tidak semua individu mendapatkan

dukungan sosial dari orang-orang sekitarnya. Ada beberapa faktor yang menentukan

seseorang menerima dukungan sosial, berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi

dukungan sosial yang diterima individu :

a. Penerima dukungan (Recipients)

Seseorang akan memperoleh dukungan sosial jika dia juga melakukan hal-hal yang

dapat memicu orang lain untuk memberikan dukungan terhadap dirinya. Yang

dimaksud dalam hal tersebut adalah individu harus memiliki proses sosialisasi yang

baik dengan lingkungannya, termasuk didalamnya membantu orang lain yang butuh

pertolongan atau dukungan, dan membiarkan orang lain tahu bahwa dirinya

membutuhkan dukungan atau pertolongan jika memang membutuhkan.

Seseorang tidak mungkin menerima dukungan sosial jika dia tidak ramah, tidak

pernah menolong orang lain, dan tidak assertive atau tidak terbuka kepada orang lain

Page 4: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor

jika dia membutuhkan dukungan atau pertolongan. Hal ini terjadi karena adanya

hubungan timbal balik antara individu dan orang-orang sekitarnya, begitu pula

sebaliknya.

b. Penyedia dukungan (Providers)

Providers yang dimaksud mengacu pada orang-orang terdekat individu yang dapat

diharapkan menjadi sumber dukungan sosial. Ketika individu tidak mendapatkan

dukungan sosial, bisa saja orang yang seharusnya memberikan dukungan sedang dalam

kondisi yang kurang baik seperti tidak memiliki jenis bantuan yang dibutuhkan oleh

recipients, sedang mengalami stress, atau kondisi-kondisi tertentu yang membuatnya

tidak menyadari bahwa ada orang yang membutuhkan bantuannya.

c. Komposisi dan struktur jaringan sosial

Maksud dari komposisi dan struktur jaringan sosial adalah hubungan yang dimiliki

individu dengan orang-orang dalam keluarga dan lingkungannya. Hubungan ini dapat

dilihat dalam ukuran (jumlah orang yang sering berhubungan dengan individu),

frekuensi hubungan (seberapa sering individu bertemu dengan orang-orang tersebut),

komposisi (apakah orang-orang tersebut merupakan anggota keluarga, teman, rekan

kerja dan sebagainya) dan intimasi (kedekatan hubungan individu dan kepercayaan satu

sama lain).

Selain itu menurut Sarafino (Sarafino & Smith, 2012), terdapat faktor-faktor

yang menjadi penyebab dari penolakan sebuah dukungan, yaitu :

a. Bantuan yang diberikan orang lain tidak sesuai dengan kebutuhan individu

sehingga tidak membantu individu mengatasi masalah yang sedang dialami.

Selain itu, hal ini dapat terjadi jika individu tidak menginginkan bantuan

tersebut atau memang tidak menyadari bantuan yang diberikan.

b. Kesesuaian antara dukungan sosial dengan kebutuhan menekankan pentingnya

jenis dukungan sosial dengan kebutuhan individu. Efek positif dari dukungan

sosial sangat jelas terlihat jika orang yang menyediakan dukungan sosial

menyadari kebutuhan-kebutuhan khusus yang dibutuhkan oleh individu sesuai

dengan masalah yang dihadapi (stressor). Sehingga penting bagi provider

dukungan sosial untuk tidak hanya menentukan apa akan memberi dukungan

atau tidak, tetapi juga mengetahui jenis dukungan yang dibutuhkan.

Page 5: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor

2.2 Kematangan Karir2.2.1 Pengertian Kematangan Karir

Teori perkembangan karir pertama kali diperkenalkan oleh oleh Donald E. Super

dalam sebuah literatur tahun 1955 (Naidoo, 1998). Teori ini menjadi salah satu teori

yang paling dikenal dan menjadi landasan konsep untuk konseling karir dan pendidikan

di sekolah maupun universitas (Herr & Cramer, 1984 dalam Naidoo, 1998). Teori ini

juga dimanfaatkan dalam program-program perkembangan karir di bidang bisnis,

industri, dan pemerintahan (Hall, 1984 dalam Naidoo, 1998).

Teori perkembangan ini membahas mengenai perubahan yang dihadapi setiap

orang ketika mereka dewasa yang menekankan pada pilihan karir seseorang dan

bagaimana mereka beradaptasi (Callanan & Greenhaus, 2006). Super sendiri

mengartikan kematangan karir sebagai kedewasaan dimana seseorang kemampuan dan

kesiapan seseorang untuk menyelesaikan atau mengorganisir tugas-tugas khas yang

terdapat dalam setiap tahapan perkembangan karir di usia mereka (Gonzalez, 2008).

Super membagi kematangan karir ke dalam lima dimensi atau faktor, yaitu : career

planning, career exploration, career decision making, dan world of work information.

Crites (1968, dalam Gonzalez, 2008) membandingkan kematangan karir atau

kedewasaan seseorang dengan orang lain di usia yang berbeda namun berada dalam

tahapan kedewasaan yang sama.

Sementara itu menurut Savickas (1984, dalam Patton & Creed, 2001)

kematangan karir mengacu pada kesiapan individu dalam mencari informasi, membuat

keputusan karir, dan mengatasi tugas-tugas pengembangan karir. Levinson dkk (1998,

dalam Patton & Creed, 2001) mendefinisikan kematangan karir sebagai kemampuan

individu untuk menentukan pilihan karir yang sesuai, realistis, dan konsisten dari waktu

ke waktu. Selanjutnya, kematangan karir juga diartikan sebagai kemampuan seseorang

untuk membuat keputusan karir yang tepat, realistis, konsisten, dan kesadaran mengenai

apa saja yang dibutuhkan untuk karir yang dipilihnya tersebut

Crites (1971, dalam Patton & Creed, 2001) menyatakan bahwa kematangan karir

terdari dua dimensi yaitu afektif dan kognitif. Dimensi kognitif terdiri dari keterampilan

dalam pengambilan keputusan dan wawasan mengenai dunia kerja, sedangkan dimensi

afektif meliputi perencanaan karir dan sikap seseorang terhadap proses pengambilan

keputusan tersebut.

Page 6: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor

Dari pernyataan beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kematangan

karir adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan tugas-tugas pada setiap tahap

perkembangan dan kemampuan individu dalam menentukan keputusan karir yang

realistis dan konsisten

2.2.2 Dimensi Kematangan Karir

Donald E. Super (dalam Sharf, 2006) menyatakan kematangan karir dapat

diukur dalam beberapa dimensi, yaitu :

a. Career Planning

Dimensi career planning atau perencanaan karir mengukur tingkat perencanaan

individu dengan melihat sikap terhadap masa depan. Maksudnya adalah bagaimana

individu mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai karir yang diminatinya,

kesadaran individu untuk membuat keputusan mengenai pekerjaan, dan

mempersiapkan diri untuk keputusan tersebut. Pada dasarnya hal ini mengacu pada

perencanaan, persiapan, dan usaha individu dalam pilihan karir yang diinginkannya.

Nilai rendah pada dimensi ini menunjukan individu merasa tidak perlu

merencanakan karir dan masa depannya atau individu pasif pada hal-hal yang

berhubungan dengan pekerjaan. Sebaliknya, nilai tinggi menunjukan individu yang

aktif dalam merencanakan karir dan masa depannya, seperti mencari informasi dan

mempersiapkan diri agar lebih kompeten.

b. Career exploration

Career exploration atau eksplorasi karir adalah usaha individu dalam mencari dan

memperoleh informasi yang terkait dengan perencanaan karirnya dengan

memanfaatkan sumber informasi yang reliable misalnya seperti guru bimbingan

konseling di sekolah, keluarga orangtua, kerabat, dan sebagainya. Aspek yang

diukur dalam dimensi ini adalah mengupulkan informasi dari berbagai sumber dan

memanfaatkannya. Nilai rendah pada dimensi ini menunjukan bahwa individu tidak

berusaha untuk mencari informasi dan tidak peduli mengenai dunia pekerjaan atau

karir yang diinginkannya.

c. Career decision making

Career decision making atau membuat keputusan karir adalah kemampuan

Page 7: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor

individu untuk mandiri terhadap pilihan karir yang sesuai dengan minat dan

bakatnya. Dimensi ini mengukur cara individu dalam membuat keputusan. Nilai

rendah pada dimensi ini menunjukan bahwa individu belum dapat membuat

keputusan dan pilihan mengenai karir yang diinginkannya. Sementara nilai tinggi

pada dimensi ini menunjukan bahwa individu sudah dapat megambil keputusan

mengenai karir yang didasari oleh minat, kemampuan, dan memanfaatkan

informasi dari sumber-sumber yang terpercaya.

d. World of work information

Dimensi ini mengukur bagaimana individu mengeksplorasi minat dan kemampuan

apa saja yang dimilikinya untuk selanjutnya dihubungkan dengan pilihan karir.

Selain itu dimensi ini juga mengukur pengetahuan individu mengenai hal-hal yang

berhubungan dengan dunia kerja. Contohnya adalah jenis-jenis pekerjaan, jabatan-

jabatan dalam pekerjaan, bagaimana cara untuk memperoleh pekerjaan, cara untuk

sukses dalam bekerja, dan lain sebagainya. Nilai rendah pada dimensi ini

menunjukan bahwa individu masih perlu belajar untuk memahami kemampuan

dirinya dan memahami lebih dalam mengenai dunia pekerjaan itu sendiri.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Karir

Seligman (1994, dalam Pinasti, 2011) menyimpulkan beberapa faktor yang

mempengaruhi kematangan karir seseorang, yaitu :

a. Faktor keluarga

Keluarga memiliki peran penting dalam kematangan karir seseorang. Keluarga

adalah lingkungan sosial pertama dimana pengalaman masa kecil atau perilaku

orangtua sebagai role model ikut serta membentuk karakter dan pandangan anak.

Penick dan Jepsen (1992, dalam Pinasti, 2011) mengemukakan bahwa keluarga

menjadi salah satu faktor yang lebih berpengaruh dalam kematangan karir, daripada

faktor lain seperti gender atau sosial-ekonomi.

b. Faktor internal individu

Faktor internal individu terhadap kematangan karir mencakup self esteem (harga

diri), self expectation (pengharapan diri), self efficacy (keyakinan akan kemampuan

diri), locus of control, minat, bakat, keterampilan, dan kepribadian.

c. Faktor sosial-ekonomi

Page 8: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor

Faktor sosial-ekonomi yang mempengaruhi kematangan karir individu dibagi lagi

menjadi tiga, yaitu :

1. Lingkungan

Lingkungan berperan penting dalam kematangan karir individu dalam beberapa

hal, misalnya kesempatan untuk individu dan informasi mengenai pekerjaan

yang diminati dan sesuai untuk individu itu sendiri. Lingkungan memberikan

kesempatan lapangan kerja bagi individu. Selain itu beberapa peneliti

menyatakan masyarakat yang tinggal di kota kecil cenderung mendapatkan

informasi pekerjaan yang minim, hal ini semakin memperkecil pilihan karir bagi

orang-orang yang tinggal di daerah tersebut (Anderson & Apostal, 1971; Sewell

& Orenstein, 1965; Seligman, 1994 dalam Pinasti, 2011).

2. Status sosial-ekonomi

Secara garis besar individu yang berasal dari status sosial-ekonomi yang rendah

biasanya memiliki cita-cita yang rendah pula. Hal ini disebabkan oleh kurangnya

role model yang kuat, low self esteem, dan kurangnya ketersediaan informasi

mengenai karir, dan lain-lain. Inilah mengapa status sosial ekonoi yang rendah

bisa menjadi alasan mengapa mereka memiliki kematangan karir yang rendah

(Rojewski dalam Kerka, 1998 dalam Pinasti, 2011).

3. Jenis kelamin

Luzzo (1995 dalam Akbulut, 2010 dalam Pinasti, 2011) menyatakan bahwa

perempuan memiliki kematangan karir yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

Salah satu penyebabnya adalah perempuan lebih mampu dalam menghadapi

hambatan karir dibandingkan dengan laki-laki (Akbalik, 1996 dalam Akbulut,

2010 dalam Pinasti, 2011).

Berbanding terbalik dengan pernyataan diatas, penelitian yang dilakukan oleh

Hasan (2006 dalam Pinasti, 2011) menyatakan tingkat kematangan karir pada

laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Hal ini disebabkan karena laki-laki

lebih memiliki keinginan kuat terhadap karirnya di masa depan, sementara

perempuan lebih fokus terhadap pernikahan. Selain itu penelitian yang dilakukan

Powell dan Luzzo (1998) bahwa laki-laki pada tingkat SMA lebih memiliki

kepercayaan bahwa pemilihan karir berada dalam kontrol mereka sendiri,

dibandingkan dengan perempuan.

Page 9: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor

Anthony Naidoo (1998) memaparkan 6 faktor yang mempengaruhi kematangan

karir seseorang, yaitu :

a. Educational level differences

Tingkat pendidikan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan

karir individu. Penelitian-penelitian yang fokus pada tingkat pendidikan atau kelas

dalam perkembangan karir menunjukan hasil yang sama, yaitu kematangan karir

meningkat seiring dengan semakin tingginya level pendidikan atau kelas individu

(Naidoo, 1998). Hubungan yang positif antara kematangan karir dengan tingkat

pendidikan juga telah diuji dalam beberapa penelitian lintas budaya pada tingkat SMA

di Nigeria (Achebe, 1975), Israel (Fouad, 1988; Karayanni, 1981), India (Gupta, 1987),

dan Afrika Selatan (Watson, 1984) (Naidoo, 1998).

b. Sex differences

Penelitian yang terkait dengan perbedaan gender dalam kematangan karir

menemukan bahwa anak perempuan di tingkat SMA mendapatkan score yang lebih

tinggi dibandingkan laki-laki dalam kematangan karir. Hal ini ditemukan dalam

beberapa penelitian yang dilakukan di berbagai tingkat pendidikan (Herr & Enderlein,

1976; Mintzer, 1976; Omvig & Thomas, 1977 dalam Naidoo, 1988). Selain itu terdapat

juga penelitian yang menemukan bahwa wanita tidak hanya lebih matang dalam karir

tetapi juga lebih berkomitmen dalam bekerja (Naidoo, 1993).

Walaupun demikian terdapat juga beberapa penelitian dengan hasil yang kontras,

yaitu laki-laki lebih memiliki kematangan karir dibandingkan wanita (Naidoo, 1998)

c. Sosioeconomic status

Super (1990, dalam Naidoo, 1998) menyatakan bahwa pola karir individu seperti

urutan dan level kerja yang dicapai, dan frekuensi pekerjaan yang stabil, salah satunya

ditentukan oleh tingkat sosial-ekonomi individu.

d. Locus of control

Beberapa teori psikologi perkembangan karir seperti Super berasumsi bahwa

individu memiliki tingkat kontrol dalam proses pemilihan karir, meskipun dalam

prosesnya terdapat rintangan dan pengaruh eksternal (Hotchkiss & Borow, 1990 dalam

Naidoo, 1998). Gardner (1981, dalam Nidoo, 1988) juga berpendapat bahwa sangat

logis untuk berhipotesis mengenai hubungan antara konsep kematangan karir dan LOC,

Page 10: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor

dimana dia menyatakan bahwa orang dengan kematangan karir yang tinggi biasanya

memiliki locus of contol internal.

e. Race and cultural differences

Penelitian yang dilakukan oleh Lee (1984) mengenai efek dari etnis, jenis kelamin,

pengaruh orang tua, konsep diri, dan tingkat kematangan karir yang dilakukan pada

siswa SMA yang berasal dari berbagai etnis menunjukan hasil dimana ras minoritas

cenderung dikaitkan dengan kematangan karir yang rendah.

f. Work role salience

Work salience didefinisikan oleh Greenhaus (1971, dalam Naidoo, 1998) sebagai

pentingnya pilihan pekerjaan dan kepuasan akan pekerjaan yang dirasakan individu. Hal

ini mengacu pada komitmen individu tersebut terhadap pekerjaannya. Dalam beberapa

literatur, work salience secara umum juga telah banyak dihubungkan sebagai variabel

bebas yang berdampak pada berbagai masalah karir. Termasuk dengan kematangan

karir. Dalam beberapa penelitian, work salience menjadi salah satu faktor yang

merangsang eksplorasi karir seseorang, tidak hanya pada mahasiswa (Greenhaus &

Sklarew, 1981 dalam Naidoo, 1998), tetapi juga pada orang dewasa (Sugalski &

Greenhaus, 1986 dalam Naidoo, 1998). Selain itu dalam penelitian yang dilakukan

Super dan Navill (1984, dalam Naidoo 1998) mendapatkan hasil bahwa work salience

mempengaruhi kematangan karir pada siswa SMA.

Sementara itu Powell dan Luzzo (1998) mengungkapkan dari sejumlah

penelitian diketahui bahwa kematangan karir pada siswa SMA dapat dikaitkan dengan

gender, intelektual siswa, attributional style, faktor demografis, umur, dan sistem

pendidikan.

2.2.4 Tahapan Perkembangan Karir

Super membagi lima tahapan perkembangan karir, dimana lima tahapan tersebut

dibagi lagi menjadi beberapa substages yang didasari atas tipe-tipe tugas perkembangan

di setiap tahap. Tahapan perkembangan karir tersebut adalah (Gladding, 2013).

a. Growth (0-14)

Dalam tahapan perkembangan ini individu meningkatkan kesadaran diri dan konsep

diri, mengembangkan kapasitas diri, dan mengembangkan minatnya. Individu pada

Page 11: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor

tahapan ini dapat mengidentifikasikan perannya sebagai bagian dari anggota keluarga

dan sekolah. Individu sudah mampu membentuk pemahaman general hingga akhirnya

dapat menetapkan tujuan. Tahapan ini dibagi lagi menjadi tiga, yaitu :

1. Fantasies

Substages ini dimulai dari umur 4 sampai 11 tahun, ditandai dengan dominannya

aspek kebutuhan akan keingintahuan dan pentingnya peran dalam fantasi.

2. Interest

Substages ini dimulai dari umur 11 sampai 12 tahun, ditandai dengan perasaan

senang terhadap perannya sebagai determinan (penentu) utama dalam aspirasi

dan aktivitasnya.

3. Capacity

Substages ini dimulai dari umur 13 sampai 14 tahun, ditandai dengan

kemampuan anak untuk mempertimbangkan kemampuan apa saja yang dia

miliki dan sudah dapat memprediksi persyaratan-persyaratan dari pekerjaan

yang diminatinya.

b. Exploration (14-24)

Dalam tahapan perkembangan ini tugas individu adalah mengeksplorasi beragam

jenis pekerjaan, menilai dirinya sendiri, dan sudah memikirkan berbagai alternatif karir

yang sesuai dengan kemampuannya walaupun keputusan yang diambilnya masih

bersifat tentatif. Tahapan ini dibagi lagi menjadi tiga substages, yaitu:

1. Tentative

Substages ini dimulai dari umur 15 sampai 17 tahun, ditandai dengan individu

mulai mempertimbangkan aspek kebutuhan, minat, bakat, dan kesempatan.

Keputusan karir ini masih bersifat tentatif dimana individu mencoba untuk

mengujinya dan menggali lebih dalam mengenai pekerjaan tersebut melalui

fantasi, diskusi, kursus, kerja, dan sebagainya. Dalam tahapan ini individu sudah

dapat mengidentifikasi bidang dan level pekerjaan yang sesuai dengan dirinya.

2. Transisi

Substages ini dimulai dari umur 18 sampai 21 tahun, ditandai dengan individu

yang lebih mempertimbangkan secara realistis untuk memasuki dunia kerja

Page 12: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor

3. Trial-Little Commitment

Substages ini dimulai dari umur 22 sampai 24 tahun, ditandai dengan mulai

menemukannya lapangan pekerjaan yang sangat potensial untuk dirinya.

Walaupun dalam hal ini individu belum benar-benar berkomitmen dalam

pekerjaannya tersebut, karena sifatnya yang masih sementara. Jika individu

merasa bahwa pekerjaannya tidak sesuai dengan dirinya maka individu harus

menerapkan minat dan konsep diri yang lebih realistis.

c. Establishment (24-44)

Ciri-ciri dalam tahapan perkembangan ini adalah individu sudah memiliki karir di

bidang yang sesuai dengan dirinya dan berusaha untuk memantapkan kedudukannya

secara permanen. Tahapan perkembangan ini dibagi lagi menjadi dua substages, yaitu :

1. Trial-commitment and stabilization

Substages ini dimulai dari umur 25 sampai 30 tahun, ditandai dengan usaha

untuk mempertahankan posisi dalam pekerjaannya secara permanen. Walaupun

pada prosesnya individu mengalami percobaan sebelum akhirnya menemukan

pekerjaan yang sesuai.

2. Advancement

Substages ini dimulai dari umur 31 sampai 44 tahun, ditandai dengan usaha-

usaha untuk mengarahkan dan mengstabilisasikan karirnya. Sebagian besar

orang dalam tahapan ini sudah mendapatkan senioritas dalam lingkungan

pekerjaannya dan mampu menunjukan serta meningkatkan kualitas kerjanya.

d. Maintenance (44-64)

Individu dalam tahapan perkembangan ini sudah mempertahankan pekerjaannya.

Individu melanjutkan aspek-aspek pekerjaan yang memberikan kepuasan baginya dan

memperbaiki aspek yang tidak menyenangkan. Issue pada tahap ini adalah individu

mempertahankan posisinya dari tekanan pegawai yang lebih muda (Orang-orang dalam

substages advancement).

e. Decline (65 tahun keatas)

Individu dalam tahapan perkembangan ini memasuki masa dimana kekuatan fisi

dan mental menurun serta terjadinya perubahan aktifitas. Individu mulai

mempersiapkan diri untuk memasuki masa pensiun dan mencoba mengembangkan

peran barunya setelah dia melepas pekerjaannya. Individu juga harus menemukan

Page 13: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor

sumber kepuasan untuk mengganti hal-hal yang hilang pasca pensiun. Tahapan

perkembangan ini dibagi lagi menjadi dua substages, yaitu :

1. Deceleration

Substages ini dimulai pada umur 65 sampai 70 tahun, ditandai dengan

mengurangnya intensitas dan kapasitas kerja. Kebanyakan orang mencoba untuk

menemukan pekerjaan paruh waktu untuk menggantikan pekerjaan utama

sebelumnya.

2. Retirement

Substages ini dimulai pada umur 71 tahun keatas, ditandai dengan individu yang

sudah benar-benar pensiun, sehingga dia mencoba untuk menghabiskan

waktunya dengan hal-hal yang menyenangkan baginya.

Selain itu Super juga mengemukakan bagaimana proses perkembangan

pemilihan karir individu dan membaginya menjadi 5 (Agoes, 2004) yaitu :

a. Cristalization

Fase dimana individu mencari pengetahuan dan keterampilan yang didapat dari

pendidikan formal dan non-formal guna mempersiapkan masa depannya. Upaya ini

ditempuh individu pada usia 14-18 walaupun pada kenyataannya, anak sudah

mendapatkan pengetahuan dan keterampilan sejak taman kana-kanak atau sekolah

dasar.

b. Spesification

Fase dimana individu sudah menyelesaikan pendidikan setingkat SMA dan

meneruskan pendidikan dengan memilih fokus ilmu yang lebih spesifik dan sesuai

dengan minat bakatnya (universitas atau akademi). Fase ini ditempuh individu pada usia

18-25 tahun.

c. Implementation

Fase dimana individu mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dia

dapat di masa sebelumnya secara nyata atau masa setelah individu menyelesaikan

pendidikannya dan menerapkan ilmu yang dia dapat dalam pekerjaannya. Fase ini

ditempuh individu pada usia 25-40 tahun.

Page 14: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor

d. Stabilization

Fase dimana individu benar-benar menekuni dan menjadi ahli di bidang

pekerjaannya. Selain itu sebagian besar orang di tahap ini juga sudah mencapai posisi

penting dalam karirnya, misalnya dekan fakultas, kepala rumah sakit, direktur

perusahaan, dan lain-lain. Hal ini membuat individu yang berada pada tahapan

stabilisasi memiliki kemampuan dan wewenang untuk mengatur suatu organisasi. Fase

ini ditempuh individu pada usia 40-50 tahun.

e. Consolidation

Fase dimana individu yang sudah mencapai puncak karir, mulai memikirkan

kembali mengenai apa yang telah dilakukannya, keberhasilan, dan kegagalan yang

dialaminya selama ini. Setelah itu individu menggabungkan pengalamannya tersebut ke

dalam kepribadiannya guna menjadikan dirinya orang yang lebih baik. Hal ini

dimaksudkan agar individu semakin menyadari makna hidup dan menerapkan sikap

kebijaksanaan pada dirinya yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya. Fase

ini ditempuh individu pada usia 50 tahun keatas.

2.3 Remaja

Menurut Santrock (2012) remaja (adolescene) diartikan sebagai masa

perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup

perubahan biologis, kognitif, sosial emosional. Aristoteles (dalam Santrock, 2012)

menyatakan bahwa hal yang paling penting dalam aspek perkembangan remaja adalah

kemampuan untuk memilih dan menentukan nasibnya sendiri. Selain menurut

Aristoteles ada beberapa hal yang menjadi fokus dalam perkembangan remaja yaitu

identitas, kemandirian, dan pemilihan karir. Dalam buku Pengantar Psikologi Umum

(Sarwono S. W., 2010) Tingkat-tingkat perkembangan dalam masa remaja dapat dibagi

dalam berbagai cara, salah satunya disampaikan oleh “The American School Counselor

Association (ASCA)” yaitu : remaja awal (12-14 tahun), remaja pertengahan (15-16

tahun), remaja akhir (17-19 tahun).

Page 15: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor

2.3.1 Aspek-Aspek Perkembangan Remaja

a. Perkembangan fisik

Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada

tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik. Perubahan pada tubuh ditandai

dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan

kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Perubahan fisik otak sehingga

strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Papalia, 2009).

b. Perkembangan kognitif

Piaget mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu

interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin

luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget

menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (Papalia,

2009).

c. Perkembangan kepribadian dan sosial

Perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan

dunia dan menyatakan emosi secara unik sedangkan perkembangan sosial berarti

perubahan dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan kepribadian yang

penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan

pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang

penting dalam hidup (Erikson, dalam Papalia, 2009).

2.3.2 Tahapan Perkembangan Remaja

Ada tiga tahap perkembangan remaja terkait dengan proses penyesuaian diri

menuju dewasa, yaitu (Sarwono, 2010) :

a. Remaja Awal (Early Adolescence)

Remaja pada tahapan ini dimulai dari usia 10-12 tahun. Pada tahap ini remaja masih

belum terlalu terbiasa dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya baik itu

perubahan fisik maupun sifat. Mereka mulau dapat mengembangan pikiran baru dan

berkurangnya kendali terhadap “ego” sehingga sulit dipahami oleh orang dewasa.

b. Remaja Madya (Middle Adolescence)

Page 16: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor

Remaja pada tahapan ini dimulai dari usia 13-15 tahun. Pada tahapan ini remaja

sangat membutuhkan sahabat dan lebih berorientasi pada sahabat-sahabatnya. Remaja

pada tahapan ini seringkali mengalami kebingungan jika dihadapkan pada pilihan dan

harus menentukan satu keputusan diantara beberapa keputusan.

c. Remaja Akhir (Late Adolescence)

Remaja pada tahapan ini dimulai dari usia 16-19 tahun. Ini adalah tahapan transisi

menuju kedewasaan yang ditandai dengan beberapa hal seperti : minat yang semakin

jelas, terbentuk identitas seksual yang cenderung permanen, mulai berusaha

menyeimbangkan kepentingan diri sendiri dan orang lain, serta tumbuh keinginan untuk

mencari pengalaman baru.

Sementara itu menurut Eli Ginzberg (1972, dalam Santrock 2012) ada tiga tahap

perkembangan pemilihan karir pada anak hingga remaja, yaitu :

a. Fantasi

Sampai usia 11 tahun seorang anak berada dalam tahap fantasi. Individu pada masa

ini merasa masa depan memberikan jutaan kesempatan baginya. Pilihan karir yang

dibuatnya juga belum realistis atau hanya berdasarkan dengan fantasinya.

b. Tentatif

Tahapan ini dimulai dari usia 11 hingga 17 tahun. Di tahap ini individu mengalami

transisi perkembangan pemilihan karir dari masa kecil yang penuh fantasi ke masa

dewasa muda yang lebih realistis. Kemajuan remaja dapat dilihat dari kemajuan dan

kemampuan untuk mulai mengevaluasi minat (usia 11-12 tahun), mengevaluasi

kemampuan (13-14 tahun), sampai dengan mengevaluasi nilai mereka (15-16 tahun).

c. Realistis

Tahapan ini dimulai dari usia 17/18 hingga awal 20-an. Di tahap ini individu mulai

memikirkan karir yang sesuai dengan minat dan kemampuan mereka, memfokuskan diri

dalam melakukan usaha-usaha untuk mendapatkan karir tersebut, hingga memilih

pekerjaan yang lebih spesifik (seperti menjadi dokter anak dalam karir kedokteran).

2.4 Kerangka Berpikir

Pengangguran merupakan salah satu masalah besar yang dihadapi oleh negara-

negara berkembang seperti Indonesia. Pengangguran yang tidak segera diatasi akan

Page 17: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor

menimbulkan kerawanan sosial, dan berpotensi mengakibatkan kemiskinan (Badan

Pusat Statistik, 2007). Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan kenaikan jumlah

pengangguran di Indonesia tahun 2015 ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2014

yang julahnya 210 ribu jiwa (Sari, 2015). Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat

Indonesia, masalah ini harus segera diatasi. Terlebih lagi dengan adanya fenomena

bonus demografi yang diprediksi akan meningkatkan perekonomian Indonesia pada

tahun 2020-2030. Hal ini harus dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah

maupun seluruh masyarakat. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah

meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) dari segala sisi, termasuk

pendidikan. Untuk dapat memanfaatkan fenomena tersebut, banyak hal yang harus

diperbaiki seperti angka pengangguran yang semakin meningkat. Di Bogor sendiri,

angka pengangguran mencapai 230 ribu jiwa dimana jumlah ini merupakan yang paling

tinggi di provinsi Jawa Barat (Putri, 2014). Pengangguran di Kota Bogor saat ini

didominasi oleh lulusan SMA (Simanungkalit, 2015). Menurut Greenbank dan

Hepworth (2009) tingginya angka pengangguran adalah salah satu indikator lemahnya

perencanaan karir lulusan SMA, diploma maupun sarjana.

Untuk mempersiapkan fenomena bonus demografi dan juga meningkatkan

kesejahteraan Indonesia, dalam hal ini yang wajib dilakukan adalah mempersiapkan

generasi muda atau siswa untuk menghadapi tantangan karir di era global dengan

membantu mereka merencanakan karir yang disesuaikan dengan potensi dan minat

siswa. Jika para siswa sudah mengetahui dan mampu merancang karir yang mereka

inginkan, mereka akan lebih terfokus untuk menyusun langkah-langkah yang tepat agar

cita-cita dan karir yang mereka inginkan bisa tercapai. Jika dilakukan dengan baik, hal

ini bisa mengurangi angka pengangguran nantinya.

Kemampuan siswa untuk mengetahui minat dan bakat, serta merancang dan

menentukan karir disebut dengan kematangan karir. Menurut Super kematangan karir

adalah kedewasaan seseorang yang dilihat daari kemampuan dan kesiapannya untuk

mengorganisir tugas-tugas khas yang terdapat dalam setiap tahapan perkembangan karir

di usia mereka (Gonzalez, 2008). Super membagi kematangan karir ke dalam 4 dimensi

yaitu career planning dimana individu mempersiapkan diri terhadap karir yang sesuai

dengan minatnya, Career exploration atau bagaimana individu mencari informasi

mengenai karir dan dunia kerja itu sendiri, Career decision making atau membuat

Page 18: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor

keputusan karir yang sesuai dengan minat dan bakatnya, terakhir adalah world of work

information yaitu bagaimana individu mengeksplorasi dunia kerja secara umum (Sharf,

2006).

Dalam prosesnya, terdapat beberapa faktor yang dapat dihubungkan dengan

kematangan karir siswa SMA, seperti pengaruh orang-orang terdekat atau yang dapat

disebut dengan dukungan sosial. Dukungan sosial adalah bantuan yang diberikan orang-

orang yang berada dalam lingkungan sosial individu seperti keluarga, teman, dan

masyarakat (Olson , Breckler, & Wiggins, 2006). Bentuk bantuan yang dimaksud dapat

dibagi menjadi lima yaitu dukungan emosional (empati, perhatian, kepedulian),

dukungan instrumental (materi,jasa), dukungan informasi (nasehat, instruksi, sarah,

masukan, pemberian informasi), dukungan pertemanan (waktu luang, perasaan saling

memiliki), dan dukungan penghargaan (apresiasi terhadap ide atau performa individu).

Dukungan emosional mencakup kesediaan orag lain untuk mendengarkan keluhan

individu yang bersangkutan.

Dukungan sosial akan lebih berpengaruh terhadap individu jika diberikan oleh

orang-orang yang memiliki kedekatan dengan individu yang bersangkutan seperti orang

tua, anggota keluarga, kekasih, sahabat, guru, dan lain-lain. Selain itu, hal yang harus

diperhatikan adalah kesesuaian bentuk dukungan dengan kondisi dan kebutuhan siswa.

Karena salah satu faktor yang membuat nilai dukungan sosial kecil adalah jika bantuan

yang diberikan tidak sesuai dan tidak membantu siswa dalam menyelesaikan

masalahnya atau stressor. Contohnya jika siswa membutuhkan dukungan informasi

mengenai pilihan karir apa saja yang sesuai dengan bakatnya, tetapi lingkungan sosial

hanya memberikan dukungan emosional saja.

Tidak adanya dukungan sosial akan membuat siswa kurang percaya diri, tidak

mendapat bantuan yang sistematis mengenai perencanaan karir, sehingga akhirnya

menyebabkan kematangan karirnya menjadi kurang. Ketidak hadiran dukungan sosial

bisa disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah sosial ekonomi. Badan Pusat

Statistik mencatat Bogor sebagai salah satu daerah yang tingkat kemiskinannya tinggi di

Jawa Barat dimana angkanya mencapai 24,68% (Prima, 2010). Hal ini dapat

menyebabkan rendahnya perencanaan karir siswa, karena secara garis besar individu

yang berasal dari status sosial ekonomi rendah biasanya memiliki cita-cita yang rendah

pula. Hal ini disebabkan oleh kurangnya role model yang kuat, low self esteem, dan

Page 19: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor

kurangnya ketersediaan informasi mengenai karir, dan lain-lain (Rojewski dalam Kerka,

1998 dalam Pinasti, 2011).

Selain sosial ekonomi ada juga permasalahan umum seperti UN dan PTN yang

menyebabkan terjadinya disorientasi sistem pembelajaran bagi siswa baik di sekolah

maupun rumah. Hal ini membuat mata pelajaran seperti Bimbingan Konseling yang

menjadi wadah bagi siswa untuk memperdalam perencanaan karirnya menjadi

didiskriminasi. Selain itu orang tua yang terlalu memaksa anaknya untuk masuk ke

universitas negeri dengan tidak mempertimbangkan minat dan bakat anaknya, semakin

membuat siswa tidak dapat merencanakan karirnya dengan baik. Padahal universitas

negeri maupun swasta tidak menjamin kesuksesan seseorang. Justru yang paling penting

adalah memberi dukungan pada siswa untuk merencanakan karir dan memaksimalkan

potensi yang dimilikinya. Jika hal ini dilakukan maka ketika nantinya turun ke dunia

kerja, siswa sudah tau apa yang akan dia lakukan dan pada akhirnya dapat menekan

angka pengangguran.

Untuk memaksimalkan dukungan, bentuk-bentuk dukungan sosial yang

diberikan harus disesuaikan dengan kebutuhan individu yang bersangkutan. Seperti

memberikan masukan, saran, opini dan arahan mengenai pilihan karir yang sesuai

dengan minat dan bakat siswa, sehingga siswa memiliki career planning dan career

decision making yang baik dan matang. Selain itu sekolah, tenaga pendidik, atau orang

tua bisa memfasilitasi siswa dalam mencari informasi mengenai karir yang diminatinya

dan memberi pengetahuan mengenai dunia kerja itu sendiri. Dalam hal ini dapat

dikatakan lingkungan sosial ikut membantu proses career exploration dan world of

work information siswa. Lingkungan sosial juga dapat memberikan dukungan berupa

materi dan perasaan kasih sayang kepada siswa sehingga siswa merasa didukung dan

semakin percaya diri akan pilihan yang dibuatnya. Dengan adanya dukungan sosial

diharapkan siswa akan lebih matang dalam perkembangan karirnya.

Page 20: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSarafino & Smith (2012) menyatakan tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial. Beberapa faktor

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir