yuliaamidasusanti93.files.wordpress.com · Web viewREVIEW JURNAL INTERNASIONAL “MEMAHAMI GAYA...
Transcript of yuliaamidasusanti93.files.wordpress.com · Web viewREVIEW JURNAL INTERNASIONAL “MEMAHAMI GAYA...
MANAJEMEN KONFLIK
REVIEW JURNAL INTERNASIONAL
“MEMAHAMI GAYA MANAJEMEN KONFLIK WARGA THAILAND DAN
AMERIKA DALAM PERUSAHAAN MULTINASIONAL DI THAILAND”
Oleh :
1. YULIA AMIDA SUSANTI 12040674060
2. ELIS FEDYA ULFA 12040674070
3. LILIS ZAKIYATUL 12040674081
4. MIFTA HUSNA ZSAZSANING A. 12040674250
5. RENTY YUNIAR 12040674263
PROGRAM STUDI S1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
TAHUN 2014
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun, sehingga dapat
menyelesaikan paper review jurnal internasional ini dengan tepat waktu. Paper ini
penyusun susun untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Manajemen Konflik
yang diampu oleh Eva Hany Fanida, S.AP. M.AP. Secara umum, paper ini
membahas tentang ulasan jurnal internasional yang berjudul “Memahami Gaya
Manajemen Konflik Thailand dan Amerika dalam Perusahaan Multinasional di
Thailand dan kaitannya dengan teori-teori manajemen konflik.
Dalam penyusunan paper ini, penyusun memenuhi banyak tantangan dan
hambatan. Namun, atas bantuan dari berbagai pihak, tantangan dan hambatan itu
dapat diatasi. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan paper ini.
Penyusun menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
bentuk penyusunan maupun materinya. Oleh karena itu, penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar dapat
menjadi referensi untuk memperbaiki penulisan paper di kemudian hari.
Akhir kata, penyusun berharap semoga paper ini bermanfaat dan dapat
membantu para pembaca dalam memperluas wawasan dan pengetahuan.
Surabaya, 12 Maret 2014
Penyusun
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
DAFTAR ISI
COVER JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
PENDAHULUAN .............................................................................. 1
RINGKASAN JURNAL .................................................................. 2
ANALISIS .......................................................................................... 13
PENUTUP ........................................................................................... 19
REFERENSI ........................................................................................... 20
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
PENDAHULUAN
Banyak orang mengatakan bahwa konflik merupakan bumbu dalam
kehidupan. Tidak ada konflik berarti tidak ada interaksi antarsesama mereka.
Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia, konflik berasal dari kata kerja Latin yaitu
configere yang berarti saling memukul. Munculnya konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu di dalam berinteraksi dengan individu
lain. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya menyangkut ciri fisik, kepandaian,
pengetahuan, adat istiadat, budaya, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial tersebut, konflik
merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat
pun yang tidak pernah mengalami konflik antaranggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lain. Dapat dikatakan pula bahwa konflik akan muncul bersamaan
dengan lahirnya masyarakat dan konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri.
Timbulnya suatu konflik haruslah diimbangi dengan pengelolaan konflik
yang baik, karena ketika konflik itu dibiarkan begitu saja, maka sangat
dimungkinkan akan dapat menimbulkan konflik yang bersifat destruktif bagi
individu tersebut atau kelompok masyarakat lain. Oleh karena itu, dalam konteks
ini pemilihan gaya manajemen konflik sangat diperlukan. Perlu diketahui bahwa
gaya-gaya manajemen konflik itu sendiri timbul dari kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan oleh individu dalam menghadapi dan menyelesaikan konflik. Hal ini
selaras dengan jurnal internasional yang penyusun gunakan untuk
mengidentifikasi gaya manajemen konflik. Jurnal tersebut berjudul “Memahami
Gaya Manajemen Konflik Warga Thailand dan Amerika dalam Perusahaan
Multinasional di Thailand”. Secara garis besar jurnal ini bertujuan untuk
membandingkan, menganalisis, dan memahami gaya manajemen apakah yang
cenderung digunakan oleh warga Thailand dan Amerika dalam interaksinya
sehari-hari di perusahaan multinasional. Di dalam penelitian ini, peneliti
membawa faktor budaya, perbedaan gender, dan lama tinggal untuk mengetahui
gaya manajemen masing-masing negara tersebut. Berdasarkan paparan di atas,
kami tertarik dan memutuskan memilih jurnal ini untuk pemenuhan tugas dalam
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
mata kuliah manajemen konflik. Kami berpendapat bahwa jurnal ini bagus dan
dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada pembaca mengenai
manajemen konflik di negara Thailand dan Amerika.
RINGKASAN JURNAL
a. Identitas Jurnal
Judul
“Understanding Conflict Management Styles of Thais
and Americans in Multinational Corporation in
Thailand”
Penulis Wasita Boonsathorn
Lembaga Penulis
School of Human Resource Development, National
Institute of Development Aministration (NIDA) ,
Bangkok, Thailand
Terbit 17 April 2007
Lembaga Penerbit JurnalEmerald Group Publishing Limited 14044-4068
www.emeraldinsight.com/14044-4068.htm
Vol. Vol. 18 No. 3, 2007 pp. 196-221
b. Pendahuluan
Latar Belakang
Dalam dunia globalisasi dan teknologi tinggi, batas-batas geografis
sering menjadi dikaburkan. Tenaga kerja saat ini terdiri dari karyawan dari
berbagai latar belakang budaya (Kennedy dan Everest, 1991). Hal ini
berlaku tidak hanya di AS, tetapi hampir di tempat lain di dunia. Karena
adanya pasar global dan berbagai manfaat bekerja secara kelompok dari
budaya yang beragam, seperti rentang yang lebih besar dari perspektif,
kreativitas, dan inovasi, serta lebih baik mengambil keputusan (Schneider
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
dan Barsoux, 1997), organisasi multinasional yang berkembang biak.
Aliansi strategis, jika dikelola dengan tepat, memberikan peluang terbesar
untuk pertumbuhan dan keuntungan yang paling besar antara lain jenis
mode entri kerjasama antar perusahaan (Olson dan Singsuwan, 1997).
Negara-negara berkembang adalah target utama bagi perusahaan-
perusahaan multinasional ((Multinational Companies) (MNC)). Thailand
adalah salah satu negara yang telah menarik banyak perusahaan
multinasional dari seluruh dunia, terutama karena pemerintah Thailand
mendukung upaya Thailand untuk menjadi sebuah negara industri. Baru-
baru ini di Thailand menduduki peringkat ke-20 lokasi yang paling populer
untuk investasi secara keseluruhan oleh di Direksi Penanaman Modal
Asing (FDI) . Indeks tahun 2005, dimana Australia peringkat kepopuleran
di Thailand sebagai pasar yang paling menarik yang ketujuh, dan investor
peralatan transportasi peringkat kepopuleran di Thailand sebagai kelima
pada indeks (AT Kearney, Inc, 2005). Meskipun di Thailand layak disebut
kolektif, tinggi-konteks yang, dan jarak budaya berdaya tinggi, ada banyak
ciri khas budaya Thailand yang perlu dieksplorasi jika salah satu memiliki
pemahaman yang baik mengenai bagaimana mengelola konflik budaya dan
antar intra di Thailand.
MNC merupakan salah satu tempat di mana wakil-wakil dari
budaya yang berbeda melakukan kontak, memahami perbedaan budaya
dalam perusahaan multinasional. Keberhasilan perusahaan multinasional
sangat bergantung pada seberapa sukses konflik akibat perbedaan budaya
mereda. Tren di seluruh dunia mengenai pembentukan MNC meningkat di
awal 1990, tetapi banyak berakhir tanpa hasil. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa 50 persen dari 110 usaha bersama antara perusahaan
Amerika dan Asia mengalami kegagalan akibat kurangnya "kualitas lintas
budaya dari para eksekutif" (Komin, 1995, hal. 3). Seiring dengan itu,
Kuhn dan Poole (2000) memberikan bukti bahwa perusahaan
multinasional sering gagal karena kesalahpahaman yang berbasis budaya.
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
Karena terlibat dalam konflik interpersonal dengan orang lain dari
latar belakang yang sama dapat terbukti menjadi tidak nyaman dan dapat
membutuhkan banyak energi untuk menyelesaikan, dan konflik antara
masyarakat dengan persepsi dan gaya yang berbeda mungkin timbul
bahkan lebih mudah dan lebih sulit untuk mengelola. Selain perbedaan
keyakinan dan nilai-nilai, orang-orang dari budaya yang berbeda juga
sering memiliki pendekatan yang berbeda terhadap konflik, dan persepsi
tentang konflik yang bertentangan, yang dapat mempengaruhi kemampuan
mereka untuk mencapai resolusi. Konflik Antarbudaya adalah fenomena
yang unik dan menarik yang dapat memfasilitasi pengambilan keputusan
kelompok, menyebabkan keputusan yang efektif, dan sangat
menguntungkan organisasi jika dikelola secara konstruktif (Putnam dan
Poole, 1992). Di sisi lain, konflik dapat menjadi kekuatan destruktif jika
anggota organisasi gagal untuk menangani dengan tepat. Konflik dalam
lingkungan multikultural membutuhkan energi serta sensitivitas ekstra
karena dapat meningkatkan potensi untuk rasa frustrasi dan ketidakpuasan.
Ting-Toomey et al. (1991) menegaskan bahwa, seringkali, itu bukan
masalah konflik itu sendiri, tetapi perbedaan dalam gaya manajemen
konflik yang menciptakan ketegangan besar dalam situasi konflik.
Sementara banyak penelitian telah meneliti dan membandingkan
preferensi Amerika dan Thailand dalam berbagai konteks, mereka
seringkali melakukan dari sudut pandang lintas budaya (misalnya
membandingkan warga Thailand berinteraksi dengan orang Thailand atau
Amerika berinteraksi dengan orang Amerika di negara asal mereka dengan
individu dari budaya lain). Interaksi konflik berdasarkan perspektif antar
budaya, di mana orang-orang dari budaya yang berbeda jarang terjadi
interaksi. Karena suatu alasan ini, sebuah organisasi yang terdiri dari
orang-orang dari latar belakang budaya yang beragam, seperti MNC,
menjamin perhatian khusus. Jenis organisasi mungkin memiliki ciri khas
yang mengharuskan anggota untuk mengelola konflik dengan cara yang
berbeda. Meskipun asumsi populer di perbedaan budaya dalam preferensi
untuk gaya manajemen konflik, para pihak yang berkonflik serta konteks
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
dimana konflik terjadi juga dapat mempengaruhi pilihan gaya. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pilihan bagi gaya manajemen
konflik warga Thailand dan karyawan Amerika di perusahaan
multinasional di Thailand. Penelitian ini dirancang terutama untuk
menguji implikasi wujud teori negosiasi (Ting-Toomey 1988; Ting-
Toomey dan Kurogi 1998) yang menyatakan bahwa orang-orang dari
budaya individualistis (misalnya warga Amerika) cenderung lebih suka
mendominasi, mengendalikan konflik dan gaya manajemen yang
kompetitif sedangkan orang-orang dari budaya kolektif (misalnya warga
Thailand) cenderung memilih gaya manajemen konflik yang mewajibkan
dan menghindari konflik. Penelitian ini memperpanjang penelitian
sebelumnya yang melibatkan perbedaan budaya dalam preferensi untuk
gaya konflik dengan berfokus pada gaya manajemen konflik Thailand dan
Amerika dalam konteks perusahaan multinasional di Thailand sebagai data
dalam konteks ini langka. Selain itu, jenis kelamin dan paparan panjang
terhadap budaya lain juga dibawa untuk memperhitungkan pengaruh pada
preferensi untuk gaya manajemen konflik.
Penelitian ini membahas pertanyaan-pertanyaan penelitian lanjutan:
1. Apakah gaya manajemen konflik yang ingin dilakukan warga
Thailand dan Amerika yang bekerja di perusahaan multinasional?
2. Bagaimana jenis kelamin dari seseorang dan paparan terhadap
budaya lain memengaruhi preferensi untuk gaya manajemen konflik
warga Thailand dan Amerika yang bekerja di organisasi
multinasional.
Kajian teori
- Konflik
Konflik merupakan fenomena alam dan meresap dalam
pengalaman manusia. Pemahaman konflik sangat penting dalam
konteks interpersonal dan organisasi, dimana konflik menduduki
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
peringkat kelima diantara 65 masalah organisasi (Putnam dan Poole,
1992). Dibawah ini beberapa pengertian konflik menurut para sarjana :
a. Folger et al.
Konflik sebagai interaksi orang saling tergantung yang
merasakan ketidakcocokan dan kemungkinan gangguan dari orang
lain sebagai akibat dari ketidakcocokan ini.
Secara tradisional, orang sering menganggap bahwa konfik
merupakan suatu hal yang negatif, berbahaya, dan fenomena harus
yang harus dihindari. Banyak peneliti telah menekankan hasil negatif
dari konflik, mulai dari ketidaknyamanan, kesalahpahaman, dan
gangguan hubungan yang berakibat pada runtuhnya organisasi
(Komin, 1995; Robbins, 2005; Ting-Toomey, tahun 1997;
Tjosvoldet al. , 1999 ). Kemudian, Nicotera 1997 menyatakan bahwa
bahwa bagaimanapun, konflik itu sendiri adalah netral. Cara orang
mengelola konflik, sebaliknya, adalah indikasi dari kemungkinan
hasilnya.
b. Ting-Toomey (1999 : 194), konflik sebagai ketidakcocokan yang
dirasakan atau aktual nilai-nilai, norma, proses, atau tujuan antara
minimal dua pihak budaya atas konten, identitas, relasional, dan isu-
isu prosedural.
c. Putnam dan Poole, 1992, konflik adalah bagian alami dari kehidupan
masyarakat dalam organisasi karena berbagai alasan, seperti
persaingan untuk sumber daya, koordinasi sistem, pembagian kerja,
dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan.
Menurut Putnam dan Poole, konflik organisasi dikategorikan
menjadi 4 jenis, yaitu :
- Antarpribadi, yaitu konflik antarindividu dalam organisasi,
misalnya rekan kerja atau atasan dan bawahan
- Tawar menawar dan negosiasi, misalnya antara tenaga kerja
dan manajemen
- Antarkelompok, misalnya antardepartemen
- Interorganisasional, misalnya antara perusahaan
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
Dalam studi ini, konflik interpersonal merupakan hal utama yang
menarik.
- Gaya manajemen konflik
Gaya manajemen konflik ada ditandai oleh kecenderungan umum bagi
seorang individu untuk menampilkan jenis perilaku berulang-ulang dan
menemukan situasi. Meskipun banyak peneliti percaya bahwa orang-
orang memiliki preferensi untuk gaya tertentu, itu tidak berarti bahwa
mereka juga merasa bahwa hanya gaya itulah yang ia gunakan dalam
setiap situasi konflik yang ia hadapi. Individu dapat mengadopsi dan
memberlakukan gaya manajemen konflik lain.
Menurut Rahim (1985:2002), gaya manajemen konflik interpersonal
dibagi menjadi 5 kategori : Mengintegrasikan, mewajibkan,
mendominasi, menghindari, dan mengorbankan.
- Dimensi budaya dan gaya konflik manajemen
Studi perbandingan perilaku manusia dari budaya yang berbeda
sering membagi budaya menjadi empat dimensi utama sesuai dengan
kerangka yang diberikan oleh Hofstede. Perbedaan-perbedaan budaya,
beberapa diantaranya telah disorot sebagai hambatan utama dalam
pertemuan antarbudaya terutama di MNC, adalah individualisme-
kolektivisme, jarak kekuasaan, maskulinitas-femininitas, ketidakpastian
penghindaran. Dalam penelitian ini, individualisme-kolektivisme adalah
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
dimensi budaya yang menarik karena tampaknya menjadi salah satu
yang paling penting untuk membedakan antara budaya dalam ilmu
sosial dan penelitian psikologis dan menjadi faktor yang paling
berpengaruh dalam menentukan bagaimana orang-orang dari budaya
yang berbeda mengelola konflik.
Individualisme dan kolektivisme adalah kecenderungan nilai luas
yang menunjukkan derajat seserang yang diharapkan untuk mengurus
dirinya sendiri atau otonom diri atau mengintegrasikan dirinya dengan
berbagai kelompok, terutama dari seseorang yang terhubung dengan
dirinya. Orang-orang dari budaya individualistis , misalnya AS lebih
peduli dengan tujuan individu, hak-hak, kebutuhan, dan keberhasilan
dibandingkan dengan orang-orang dari kelompok mereka. Sebaiknya
anggota budaya kolektivisme, misalnya Thailand menilai tujuan
kelompok, hak, kebutuhan, dan keberhasilan lebih dari individu.
Beberapa karakteristik utama yang membedakan individualis dan
kolektivisme dalam kaitannya dengan situasi konflik ditunjukkan pada
tabel 1 :
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
- Konflik dan gaya manajemen konflik dalam konteks organisasi.
Studi konflik lintas budaya melibatkan fenomena dalam berbagai
konteks. Rahim (1985) menunjukkan bahwa semua gaya manajemen
konflik yang tepat adalah dalam berbagai situasi. Secara umum orang
Amerika diharapkan segera mendapatkan solusi untuk suatu masalah,
sedangkan eksekutif Thailand lebih toleran dalam kondisi yang kurang
sempurna dalam organisasi serta melihat hubungan aliansi strategis
sebagai komitmen jangka panjang. Nilai ini konsisten dengan preferensi
Thailand demi kelancaran hubungan interpersonal, fleksibilitas,dan
orientasi penyesuaian.
- Gender dan gaya manajemen konflik
Seorang laki laki mungkin lebih kompetitif dalam situasi konflik
dan lebih suka gaya konflik langsung, seperti mendominasi, lebih dari
wanita. Wanita sebaliknya, seolah-olah lebih kooperatif dan kolaboratif,
mewajibkan dan menghindari strategi konflik (misalnya Tannen 1990).
Mengandalkan peserta Amerika, Tannen menegaskan bahwa
perempuan disosialisasikan untuk menjadi saling tergantung, sedangkan
laki laki disosialisasikan untuk menjadi independen dan terpisah dari
pengasuh mereka. Berfokus pada konsep diri, Construal, Cross, dan
Madsen (1997) menemukan bukti yang mendukung kecenderungan laki
laki dan perempuan. Namun, bukti penelitian ini menunjukkan hasil
yang beragam dengan beberapa mendukung stereotip khas. Dan
beberapa bertentangan dengan stereotip peran seks. Meskipun hasil
yang beragam tampak nyata, adalah penting untuk dicatat bahwa
literatur sebelumnya bersangkutan orang dalam hubungan dekat bukan
orang bekerja sama dalam konteks organisasi.
- Adaptasi budaya
Budaya menyediakan anggotanya dalam kerangka kerja dan
standar yang memandu mereka perilaku dan membantu mereka
memahami lingkungan mereka. Literatur ilmiah sebelumnya
menunjukan bahwa satu waktu menghabiskan di kebudayaan lain dapat
mempengaruhi adaptasi budaya dalam banyak cara. Mengeksplorasi
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
hubungan antara derajat akulturasi dan preferensi untuk gaya
manajemen konflik yang berbeda. Boonsathron (1999) ditentukan
bahwa semakin lama waktu peserta Asia di habiskan di AS . dilaporkan
mereka semakin mendominasi gaya manajemen konflik. Secara khusus
semakin tinggi tingkat dilaporkan akulturasi, semakin preferensi lebih
diungkapkan untuk mengintregasikan dan mendominasi, dan semakin
sedikit mereka melaporkan diberlakukanya gaya mewajibkan
manajemen konflik. Karena studi ini termasuk ekspatriat Amerika dan
Thailand (banyak diantaranya memilih mengabiskan banyak waktu di
luar negeri) yang bekerja di perusahaan multinasional di Thailand, isu
adaptasi ke budaya lain tidak bisa diabaikan.
Metodologi Penelitian
Jenis Penelitian Penelitian Kuantitatif
Instrumen Penelitian Kuisioner (Bahasa Inggris)
Lokasi Penelitian73 Perusahaan Multinasional (MNC
di Thailand
Fokus PenelitianKonflik antarbudaya dalam konteks
organisasi
Populasi dan sampel
Menggunakan teknik random
sampling yang hasilnya sebanyak 319
responden dari 73 perusahaan dari
39 bidang usaha yang berbeda.
Dengan rincian 250 warga Thailand,
64 warga Amerika Serikat, 2 warga
Australia, dan 2 Warga Kanada.
Serta salah satu orang melaporkan
bahwa ia Thai-Amerika.
Namun, dalam studi ini yang
menjadi fokus adalah warga
Thailand dan Amerika.
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
Teknik Pengumpulan Data
Menyebarkan kuisioner yang terdiri
dari instrumen gaya manajemen
konflik dan satu set informasi
demografis dan observasi.
Teknik Analisis DataMenggunakan ANOVAs dan
Korelasi Pearson
Pembahasan
Sebelum melakukan penlelitian ini, peneliti terlebih dahulu
merumuskan 4 hipotesis. Keempat hipotesis tersebut tersebut adalah :
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
H1 Dalam perusahaan multinasional warga Thailand lebih suka gaya
manajemen konflik menghindari dan mengharuskan daripada yang
warga Amerika lakukan.
H2 Dalam perusahaan multinasional, amerika lebih memilih gaya
manajemen konflik mengintegrasikan, mendominasi dan
mengorbankan dari yang warga Thailand lakukan.
H3 Dalam perusahaan multinasional, terdapat hubungan antara
perbedaan jenis kelamin dengan gaya manajemen konflik antara
warga Thailand dengan Amerika.
H4 Waktu yang dihabiskan oleh warga Thailand dan Amerika dalam
budaya lain mempunyai hubungan terhadap preferensi gaya
manajemen konflik yang mereka pilih.
H1 : da
Ke Kemudian setelah itu peneliti memilih secara acak
perusahaan multinasional dan para responden yang akan terlibat dalam
penelitiannya. Untuk mendapatkan itu, peneliti pertama kali menghubungi
American Chamber of Commerce di Thailand dan meminta nama-nama
perusahaan yang terdaftar sebagai anggota (dapat ditemukan di
www.amchamthailand.com). Kemudian peneliti memilih dan meminta izin
kepada perusahaan untuk melakukan penelitian yang melibatkan
karyawannya (dalam hal ini karyawan Thailand dan Amerika).
Setelah hal tersebut selesai, peneliti mulai untuk merancang
pembuatan kuisioner. Kuisioner terdiri dari 28 item yang menyangkut
instrumen gaya manajemen konflik dan satu set informasi demografis.
Setelah data terkumpul, peneliti mulai melakukan penganalisaan data
dengan menggunakan teknik ANOVA untu mengetahui pengaruh dimensi
budaya terhadap preferensi gaya manajemen konflik.
Berikut kami sajikan hasil analisisnya :
Temuan : Thailand cenderung lebih suka menghindari dan mewajibkan
gaya manajemen konflik, tapi ada korelasi negatif antara lama
tinggal di luar negri untuk Thailand dan preferensi untuk
menghindari dan mewajibkan gaya manajemen konflik. Tidak
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
ada yang signifikan perbedaan yang preferensi untuk jenis
kelamin
Selanjutnya, Wasita melakukan penganalisisan data dengan
menggunakan Korelasi Pearson untuk menentukan hubungan antara
preferensi gaya manajemen konflik dengan waktu yang dihabiskan dalam
budaya lain.
Berikut adalah kami sajikan hasil analisisnya :
Temuan : lama waktu yang dihabiskan dalam budaya lain berkorelasi
negatif dengan gaya manajemen konflik menghindari dan
mewajibkan, namun berkorelasi positif dengan gaya
manajemen konflik mendominasi.
ANALISIS JURNAL
Konflik memang menjadi suatu hal yang wajar terjadi dalam proses
berinteraksi dengan orang lain. Penyebab terjadinya konflik sangat beragam, bisa
disebabkan oleh perbedaan pendapat, persepsi, atau ideologi, bahkan perbedaan
budaya. Begitupun juga dengan pemilihan gaya manajeman konfliknya.
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Boonsathorn bahwa gaya
manajemen konflik dipengaruhi oleh budaya. Di bawah ini adalah hasil analisis
yang kami lakukan terhadap jurnal yang kami angkat :
1. Relevansi antara topik jurnal dengan karya dan bidang keahlian penulis
Kami mengangkat jurnal yang berjudul “Memahami Gaya Manajemen
Konflik Warga Thailand dan Amerika dalam Perusahaan Multinasional di
Thailand”. Jurnal ini ditulis oleh Wasita Boonsathorn. Dia adalah seorang
penerima gelar PhD di Communication Art and Sciences dari Pennsylvania
State University. Bidang keahliannya meliputi manajemen konflik dan
negosiasi, dan berbagai aspek termasuk komunikasi antar budaya, kelompok,
interpersonal, organisasi, non verbal dan persuasive. Dia saat ini menimba ilmu
di School of Human Resource Development, National Institute of Development
Administration (NIDA), Bangkok, Thailand.
Oleh karena itu hasil penelitian dari jurnal ini, sesuai dengan bidang keahlian
peneliti sehingga penelitian dapat dijelaskan secara sistematis dan terperinci.
2. Pokok – pokok argumentasi peneliti dalam pendahuluan
Di dalam pendahuluan peneliti menjelaskan bahwa batas-batas geografi,
jenis kelamin semakin dikaburkan seiring dengan masuknya era globalisasi.
Interaksi manusia dari berbagai budaya akan memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap pemiihan gaya manajemen konflik. Begitu juga dengan
gaya manajemen konflik yang dianut oleh warga Thailand dan Amerika.
Warga Thailand merupakan warga yang kolektivisme sehingga cenderung
tidak suka dan menghindari konflik, berbeda dengan warga Amerika yang
merupakan warga individual sehingga mereka cenderung mendominasi,
mengendalikan konflik, dan gaya manajemen yang kompetitif. Oleh karena itu,
untuk menguji implikasi wujud teori negosiasi tersebut maka peneliti
melakukan penelitian ini dengan melibatkan warga Thailand dan Amerika di
dalam perusahaan multinasional (MNC).
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
3. Membahas pemilihan dan cakupan kajian teori
Kajian teori yang peneliti gunakan berdasarkan jurnal adalah :
- Konflik
- Gaya manajemen konflik
- Dimensi budaya dan gaya manajemen konflik
- Gaya manajemen konflik Thailand
- Konflik dan gaya manajemen konflik dalam konteks organisasi
- Gender dan gaya manajemen konflik
- Adaptasi budaya
Dalam penelitian ini teori yang digunakan peneliti sangat relevan
dengan judul jurnal. Sehingga teori ini dapat dijadikan sebagai dasar atau
acuan peneliti dalam melakukan penelitian dan pengambilan
keputusan(kesimpulan). Ada beberapa teori yang digunakan oleh peneliti
yang sejalan dengan pemikiran dari Prof. DR. Winardi, SE dalam bukunya
yang berjudul Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan)
tahun terbit 2007.
Cakupan kajian teori hanya difokuskan pada tema jurnal, sehingga
tidak ada pembahasan teori yang melebar atau diluar tema yang nantinya
dapat membingungkan pembaca.
4. Membahas metodologi penelitian yang digunakan dan relevansinya.
Jenis Penelitian Penelitian Kuantitatif
Instrumen Penelitian Kuisioner (Bahasa Inggris)
Lokasi Penelitian73 Perusahaan Multinasional (MNC
di Thailand
Fokus PenelitianKonflik antarbudaya dalam konteks
organisasi
Populasi dan sampel Menggunakan teknik random
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
sampling yang hasilnya sebanyak 319
responden dari 73 perusahaan dari
39 bidang usaha yang berbeda.
Dengan rincian 250 warga Thailand,
64 warga Amerika Serikat, 2 warga
Australia, dan 2 Warga Kanada.
Serta salah satu orang melaporkan
bahwa ia Thai-Amerika.
Namun, dalam studi ini yang
menjadi fokus adalah warga
Thailand dan Amerika.
Teknik Pengumpulan Data
Menyebarkan kuisioner yang terdiri
dari instrumen gaya manajemen
konflik dan satu set informasi
demografis dan observasi.
Teknik Analisis DataMenggunakan ANOVAs dan
Korelasi Pearson
Berdasarkan metodologi diatas, terdapat relevansi antara metode yang
digunakan dengan judul jurnal. Di atas dijelaskan bahwa jenis penelitian dari
jurnal ini adalah penelitian kuantitatif, hal ini benar karena peneliti
menggunakan instrumen penelitian berupa kuisioner. Selain itu, dalam
penelitian kuantitatif, teknik analisis data yang digunakan adalah ANOVAs
dan Korelasi Pearson. Hal ini bisa dibuktikan dari cara peneliti yang
menggunakan teknik ANOVAs untuk mengetahui preferensi gaya manajemen
konflik dengan budaya dan jenis kelamin serta Korelasi Pearson untuk
menentukan hubungan antara preferensi gaya manajemen konflik dan waktu
yang dihabiskan dalam budaya lain.
5. Membahas kerangka berfikir penulis pada bagian pembahasan
Sebelum melakukan penelitian, peneliti merumuskan hipotesis :
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
H1 : dalam perusahaan multinasional warga Thailand lebih suka gaya
manajemen konflik menghindari dan mengharuskan daripada yang
warga Amerika lakukan.
H2 : dalam perusahaan multinasional, Amerika lebih memilih gaya
manajemen konflik mengintegrasikan, mendominasi dan
mengorbankan dari yang warga Thailand lakukan.
H3 : dalam perusahaan multinasional, terdapat hubungan antara
perbedaan jenis kelamin dengan gaya manajemen konflik antara
warga Thailand dengan Amerika.
H4 : waktu yang dihabiskan oleh warga Thailand dan amerika dalam
budaya lain mempunyai hubungan terhadap preferensi gaya
manajemen konflik yang mereka pilih.
Kemudian peneliti menguji hipotesis tersebut dengan menggunakan teori
sebagai acuan dan menyebarkan kuisioner kepada 319 responden yang bekerja
di 73 perusahaan multinasional di Thailand.
6. Membahas tentang kesimpulan dan saran yang digunakan peneliti serta
implikasinya pada penelitian berikutnya
Kesimpulan :
Thailand lebih suka menggunakan gaya manajemen konflik menghindari dan
mewajibkan dibandingkan dengan warga Amerika serta menunjukkan tidak ada
perbedaan dalam preferensi untuk gaya lainnya. Pria dan wanita tidak
menunjukkan perbedaan dalam preferensi untuk gaya manajemen konflik. Ada
korelasi antara lama waktu yang dihabiskan dengan pemilihan gaya
manajemen konflik. Semakin sedikit mereka dilaporkan mengandalkan gaya
manajemen konflik menghindari dan mewajibkan. Di sisi lain, semakin banyak
waktu yang dihabiskan di Thailand, semakin mereka menunjukkan preferensi
untuk gaya mendominasi konflik. Tidak ada hubungan yang signifikan antara
gaya manajemen konflik orang Amerika dengan waktu yang mereka habiskan
dalam budaya lain.
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
Dengan adanya penelitian ini menyajikan sumber informasi yang sangat
berguna bagi orang-orang yang bekerja di perusahaan multinasional dan pelatih
di bidang komunikasi antar budaya.
Rekomendasi untuk penelitian berikutnya :
Jika melibatkan peserta dengan kemampuan bahasa inggris yang terbatas, maka
calon peneliti harus memberikan perhatian khusus pada terjemahan instrument
yang diberikan untuk memastikan kesetaraan versi terjemahan dengan versi
aslinya.
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
PENUTUP
Dari serangkaian paparan diatas, kami sependapat dengan hasil
penelitian yang dikemukakan peneliti pada jurnal ini, khususnya hasil
penelitian mengenai preferensi gaya manajemen konflik terhadap dimensi
budaya. Namun, kami menemukan satu kelemahan pada penelitian ini yaitu
perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan pada sampel Amerika dan
sampel Thailand. Hanya ada 7 (tujuh) perempuan dan 49 (empat puluh
sembilan) laki-laki dalam sampel Amerika, sedangkan 149 (seratus empat
puluh sembilan) perempuan dan 95 (sembilan puluh lima) laki-laki pada
sampel Thailand.
Saran yang dapat kami berikan adalah untuk penelitian selanjutnya supaya
lebih memperhatikan dalam pengambilan sampel antara laki-laki dengan
perempuan.
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k
REFERENSI
Boonsathorn, Wasita. 2007. “Understanding Conflict Management Styles of
Thais and Americans in Multinational Corporation in Thailand”. Emerald
Group Publishing Limited 14044-4068. Vol. 18 No. 3, 2007 pp. 196-221.
Konflik. (online). (http://id.wikipedia.org/Konflik, diakses tanggal 12 Maret
2014).
Winardi. 2007. “Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan
Pembangunan)”. Bandung : CV. Mandar Maju.
UNESA|Growing with character| M a n a j e m e n K o n fl i k