antologi.upi.eduantologi.upi.edu/file/jurnal1.doc · Web viewPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN...

18
Antologi PGSD UPI Kampus Purwakarta, Vol.2 No.2, Agustus 2014 1 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA DI SEKOLAH DASAR Yoan Amelia Lusiantika 1 , Mujono 2 , Mamad Kasmad 3 [email protected] , [email protected] , [email protected] Jurusan PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRACT This study is a class action in the fourth grade at SDN 15 Nagrikaler Purwakarta. The study consisted of 2 cycles. Each cycle consists of four stages, namely planning, action, observation, and reflection. Classroom action research is motivated by low ability students' mathematical problem solving and mathematics learning process undertaken not involve the participation of students in learning, so that learning tends to be less meaningful. Cooperative learning model Student Team Achievement Divisions (STAD) allows students actively involved in learning, foster collaboration, and problem solving skills training. The purpose of this study was to determine the increase in mathematical problem solving ability with the application of cooperative learning model Student Team Achievement Divisions (STAD). Instrument used in this study is the observation sheet, and giving each end of the test cycle. Based on research data by applying a STAD cooperative learning model obtained satisfactory results. It can be seen from the classical completeness in each cycle. Average student test results on the initial data, namely the completeness klasikalnya 23.6 4%, the average value of the test results of students in the first cycle is 46.15 with 33% completeness klasikalnya, and the average test score of students in the second cycle is 84.69 with the thoroughness klasikalnya 87.5%. Increased activity of students can be seen from the observations made during the first cycle to the second cycle lasts. The average yield in the first cycle of 1 Penulis Utama 2 Dosen Pembimbing 1 3 Dosen Pembimbing 2

Transcript of antologi.upi.eduantologi.upi.edu/file/jurnal1.doc · Web viewPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN...

Page 1: antologi.upi.eduantologi.upi.edu/file/jurnal1.doc · Web viewPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN

Antologi PGSD UPI Kampus Purwakarta, Vol.2 No.2, Agustus 2014 1

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE STUDENT TEAM ACHIEVMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA DI

SEKOLAH DASARYoan Amelia Lusiantika1, Mujono2, Mamad Kasmad3

[email protected], [email protected], [email protected]

Jurusan PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia

ABSTRACT

This study is a class action in the fourth grade at SDN 15 Nagrikaler Purwakarta. The study consisted of 2 cycles. Each cycle consists of four stages, namely planning, action, observation, and reflection. Classroom action research is motivated by low ability students' mathematical problem solving and mathematics learning process undertaken not involve the participation of students in learning, so that learning tends to be less meaningful. Cooperative learning model Student Team Achievement Divisions (STAD) allows students actively involved in learning, foster collaboration, and problem solving skills training. The purpose of this study was to determine the increase in mathematical problem solving ability with the application of cooperative learning model Student Team Achievement Divisions (STAD). Instrument used in this study is the observation sheet, and giving each end of the test cycle. Based on research data by applying a STAD cooperative learning model obtained satisfactory results. It can be seen from the classical completeness in each cycle. Average student test results on the initial data, namely the completeness klasikalnya 23.6 4%, the average value of the test results of students in the first cycle is 46.15 with 33% completeness klasikalnya, and the average test score of students in the second cycle is 84.69 with the thoroughness klasikalnya 87.5%. Increased activity of students can be seen from the observations made during the first cycle to the second cycle lasts. The average yield in the first cycle of activity students obtain percentage 55% with enough categories. In the second cycle of increased into both categories with a percentage of 90%. The results of this study it can be concluded that through the implementation of STAD cooperative learning model to improve students' problem-solving ability and activity of the fourth grade students at SDN 15 Nagrikaler.

Keywords:         STAD, Mathematical Problem Solving Ability

Seiring dengan perkembangan zaman, siswa pun semakin berkembang.

Siswa zaman dahulu dengan siswa zaman sekarang tentunya berbeda

1 Penulis Utama2 Dosen Pembimbing 13 Dosen Pembimbing 2

Page 2: antologi.upi.eduantologi.upi.edu/file/jurnal1.doc · Web viewPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN

Yoan Amelia Lusiantika, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa di SD

2

dikarenakan banyak faktor, salah satunya perkembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) yang semakin maju. Cara mengantisipasi kesenjangan tersebut adalah mengembangkan pendidikan yang sudah ada, salah satu contohnya dengan mengembangkan cara pendidikannya. Pendidikan yang dimaksud harus kreatif dan inovatif, sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 2 dan 3.

Mata pelajaran yang harus ada pada Kurikulum 2006 yaitu mata pelajaran matematika. Dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Tahun 2004 dijelaskan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan untuk melatih siswa berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten dalam memecahkan masalah yang dihadapi di kehidupan sehari-hari, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Berdasarkan PERMENDIKNAS Nomor 22 Tahun 2006, salah satu tujuan dari mata pelajaran matematika yaitu siswa mempunyai kemampuan pemecahan masalah matematik. Untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan penelitian di lapangan mengenai kemampuan pemecahan masalah matematika.

Berdasarkan hasil observasi di kelas IV di SDN 15 Nagrikaler Purwakarta, jika siswa diberikan soal-soal yang berbentuk pemecahan masalah, siswa langsung menyelesaikan masalah tersebut tanpa mengindahkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam soal-soal pemecahan masalah. Hal ini disinyalir, siswa tidak mengetahui efektivitas dari langkah-langkah dalam mengerjakan soal-soal pemecahan masalah, kurangnya motivasi, metode pembelajaran konvensional, jumlah siswa yang berada dikelas tersebut tidak ideal, sehingga tidak dapat dipastikan keberhasilan

siswa dalam mengerjakan soal pemecahan masalah.

Ketidakmampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal berbentuk pemecahan masalah dilatarbelakangi siswa tidak dapat mengidentifikasi masalah, di mana hal tersebut merupakan langkah awal dalam menyelesaikan soal-soal berbentuk pemecahan masalah. Selain dari itu, kurangnya motivasi pada pembelajaran matematika dan tidak terbiasanya siswa mengerjakan soal-soal yang berbentuk pemecahan masalah menggunakan langkah-langkah yang sistematis.

Pemilihan model pembelajaran yang tepat dapat menyelesaikan permasalahan-permasalan tersebut. Guru harus melibatkan siswa secara langsung dan aktif dalam pembelajaran. Salah satu alternatif dalam perbaikan model pembelajaran yaitu dengan model pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif menjadi salah satu alternatif dalam pembelajaran, karena dengan model ini para siswa dapat bekerja sama dalam kelompoknya ketika diberi soal yang sulit. Pembelajaran kooperatif yang akan digunakan dalam memberikan tindakan ini adalah tipe Student Team Achievment Divisions (STAD). STAD cocok digunakan oleh guru yang baru menerapkan pembelajaran kooperatif dan termasuk tipe yang sederhana dalam proses penerapannya. Selain itu, dengan menerapkan tipe ini para siswa dapat termotivasi dalam proses pembelajaran, dapat menciptakan situasi belajar yang menyenangkan, dan dapat saling bertukar pikiran untuk memecahkan suatu masalah dalam pelajaran matematika.

Slavin (dalam Isjoni, 2012: 15) mengemukakan bahwa ‘kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah empat sampai enam orang

Page 3: antologi.upi.eduantologi.upi.edu/file/jurnal1.doc · Web viewPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN

Antologi PGSD UPI Kampus Purwakarta, Vol.2 No.2, Agustus 2014 3

secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar’.

Lie (2006: 28) menyebutkan bahwa “kooperatif dengan istilah gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur”.

Hal senada dikemukakan oleh Asma (2006: 12) mengatakan bahwa “belajar kooperatif mendasar pada suatu ide bahwa sistem bekerja sama dalam belajar kelompok dan sekaligus masing-masing bertanggung jawab pada aktivitas belajar anggota kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi pelajaran dengan baik”.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran di mana siswa dibentuk menjadi kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kelompoknya untuk menyelesaikan suatu persoalan.

Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah agar siswa dapat bekerja sama, saling menghargai, memotivasi, dan berani mengeluarkan pendapat di dalam kelompoknya.

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat bebarapa variasi model yang dapat diterapkan. Slavin (dalam Huda, 2012: 114-133) membagi metode pembelajaran kooperatif menjadi 3: 1) metode-metode student team learning, 2) metode-metode supported cooperative learning, 3) metode-metode informal.

Metode-metode student team learning meliputi metode Student Team Achievement Division(STAD), Team Games Tournaments (TGT), dan Jigsaw II. Sedangkan, metode-metode supported cooperative learning meliputi Learning Togther (LT), Circle of Learning (CL), Jigsaw, Jigsaw III, Cooperatif Learning Structures (CLS),

Group Investigation (GI), Complex Instruction (CI), Team Accelerated Instruction(TAI), Structured Dyadic Metods (SDM), dan Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC).

Terdapat dua teori yang mendukung penerapan model pembelajaran kooperatif, yakni teori konstruktivistik dan teori motivasi. (Asma, 2006: 37)

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif yang menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok empat sampai lima orang siswa dengan kemampuan dan jenis kelamin berbeda (heterogen).

Isjoni menyebutkan (2012: 51) “belajar kooperatif tipe STAD melalui lima tahapan yang meliputi: (1) tahap penyajian materi, (2) tahap kegiatan kelompok, (3) tahap tes individual, (4) tahap penghitungan skor pengembangan individu, dan (5) tahap pemberian penghargaan kelompok”. Tahap-tahap dalam

Sementara itu, Hanafiah dan Cucu S. (2012: 44) menyebutkan langkah-langkah yang ditempuh dalam model pembelajaran STAD yaitu1) Siswa diberikan tes awal dan

diperoleh skor awal2) Siswa dibagi ke dalam kelompok

kecil 4-5 siswa, secara heterogen menurut prestasi, jenis kelamin, ras, atau suku.

3) Guru menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

4) Guru menyajikan bahan pelajaran dan siswa bekerja dalam tim

5) Guru membimbing kelompok siswa6) Siswa diberikan tes tentang materi

yang telah diajari7) Memberikan penguatan

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah dalam model pembelajaran

Page 4: antologi.upi.eduantologi.upi.edu/file/jurnal1.doc · Web viewPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN

Yoan Amelia Lusiantika, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa di SD

4

kooperatif tipe STAD: 1) siswa disajikan materi oleh guru, 2) siswa dibagi ke dalam kelompok oleh guru, 3) siswa diskusi dengan kelompoknya, 3) siswa diberikan tes individu oleh guru, 4) guru menghitung skor yang didapat oleh siswa, dan 5) guru memberikan penghargaan kepada kelompok.

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD memliki keunggulan dan juga kekurangan. Slavin (2005: 17) menyebutkan bahwa keunggulan dari STAD adalah sebagai berikut:

“(a) siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok, (b) siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama, (c) aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk meningkatkan keberhasilan kelompok, (d) interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat”.Selain keunggulan tersebut

model pembelajaran kooperatif tipe STAD juga memiliki kekurangan-kekurangan. Menurut Dess (dalam Erviani, 2010: 34) kekurangan yang terdapat dalam STAD adalah sebagai berikut:

(a) membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum, (b) membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan model pembelajaran kooperatif, (c) membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan model pembelajaran kooperatif, (d) menuntut sifat tertentu dari siswa,misalnya sifat suka bekerja.

Solusi untuk kekurangan di atas adalah peneliti harus benar-benar mempersiapkan segala sesuatu yang

berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan.

Menurut Abdurrahman (2012:205) mengemukakan bahwa “pemecahan masalah adalah aplikasi dari konsep dan keterampilan. Dalam pemecahan masalah biasanya melibatkan beberapa kombinasi konsep dan keterampilan dalam suatu situasi baru atau situasi yang berbeda”. Lebih lanjut dilihat dari aspek psikologi, Syah (2010:121) mengatakan “belajar pemecahan masalah adalah belajar berpikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti yang tujuannya untuk memeroleh kemampuan dan memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tuntas”.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan yang sangat penting untuk dimiliki oleh siswa, agar siswa dapat berpikir secara sistematis, kritis, dan logis guna memecahkan masalah pada proses pembelajaran ataupun masalah di lingkungan sekitar.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Adjie (2007: 46-51), langkah–langkah untuk membantu peserta didik dalam penyelesaian masalah yaitu: memahami soal,memilih pendekatan atau strategi pemecahan, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi.

Indikator dari kemampuan pemecahan masalah menurut Sumarno (Atun, 2006) sebagai berikut: 1. Siswa dapat mengidentifikasi unsur-

unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan.

2. Siswa dapat merumuskan masalah matematis atau menyusun model matematis.

3. Siswa dapat menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau di luar matematika.

Page 5: antologi.upi.eduantologi.upi.edu/file/jurnal1.doc · Web viewPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN

Antologi PGSD UPI Kampus Purwakarta, Vol.2 No.2, Agustus 2014 5

4. Siswa dapat menjelaskan dan menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal.

5. Siswa dapat menggunakan matematika secara bermakna.

METODEPenelitian ini merupakan

penelitian tindakan kelas yang dilakukan di SDN 15 Nagrikaler Purwakarta klas IV. Penelitian ini dilakukan oleh guru untuk memperbaiki proses pembelajaran yang sudah ada.

McNiff (dalam Kusumah W dan Dedi, 2011: 16) memandang “PTK adalah sebagi bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat pengembangan keahlian mengajar”. Sedangkan, Basrowi dan Suwandi (2008: 25) menyebutkan “penelitian tidakan kelas merupakan salah satu upaya guru atau praktisi dalam bentuk berbagai kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki dan atau pembelajaran di kelas”.

Selain itu, Hermawan dkk (2007: 79) dalam bukunya mengungkapkan bahwa “PTK merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih professional”.

Dari pengertian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu jenis penelitian yang dilakukan oleh guru yang berada di suatu kelas, yang menemukan masalahnya dan cara penyelsaiannya sendiri, sehingga dilakukanlah suatu penelitian tindakan secara bersiklus mulai dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi guna memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian tindakan

kelas ini adalah model Kemmis dan Mc. Taggart yang menggunakan sistem spiral refleksi yang terdiri dari beberapa siklus. Tiap siklus terdiri dari kegiatan perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.

Prosedur yang dilakukan pada penelitian tindakan kelas SDN 15 Nagrikaler yang sesuai dengan desain Kemmis dan Mc. Tagart disusun dalam empat tahapan, yaitu: Tahapan pertama adalah tahap perencanaan. Di mana pada tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah dan menemukan masalah yang ada di kelas. Tahap yang kedua adalah tahap Pelaksanaan Tindakan. Pada tahap ini guru melaksanakan tindakan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Tahapan yang ketiga adalah observasi. Kegiatan observasi dilakukan saat pembelajaran berlangsung. Observasi dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru dalam pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Tahapan yang terakhir adalah refleksi. Tahap ini bertujuan untuk menganalisis dan meninjau kembali kegiatan pembelajaran yang telah berlangsung dengan melihat instrument pengamatan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan observasi. Sedangkan, Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes dan non tes. Non tes yang digunakan adalah lembar observasi. Tes disusun untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap bahan ajar dan kemampuan pemecahan masalah siswa. Tes diberikan di setiap akhir siklus. Pedoman pemberian skor pada tes berdasarkan penskoran analisis Barba & Ruba (Firdaus, 2009)

Page 6: antologi.upi.eduantologi.upi.edu/file/jurnal1.doc · Web viewPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN

Yoan Amelia Lusiantika, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa di SD

6

Instrumen tersebut telah diuji validitasnya melalui uji validitas logis. Menurut Arikunto (2012: 81) “instrumen yang sudah disusun berdasarkan teori penyusunan instrumen, secara logis sudah valid”. Menurut Guion (dalam Supranata, 2006 :53) menyatakan bahwa ‘validitas isi hanya dapat ditentukan berdasarkan judgment para ahli’.

Analisis data ini terbagi ke dalam analisis data kuantitatif dan analisis data kualitatif. Secara rinci pengolahan dan analisis data kuantitatif dan kualitatif dijelaskan sebagai berikut: 1. Analisis data hasil tes

Analisis data hasil tes merupakan analisis data secara kuantitatif. Berikut ini adalah teknik analisis data untuk data hasil tes:a. Perhitungan mean (rata-rata) kelas

Untuk menghitung rata-rata kelas pada masing-masing siklus digunakan rumus:

Rata-rata=

b. Rata-rata presentase observasiUntuk mengolah data hasil

observasi guru dan siswa digunakan skala 1 sampai 4 dengan interpretasi:1 = Kurang 3 = baik 2 = Cukup 4 = Sangat Baik

Selanjutnya setiap siklus diambil rata-rata persentasenya dengan rumus sebagai berikut:Ket.: P=Presentase pelaksanaan setiap

indikatorS = Jumlah skorB = Jumlah skor total maksimal

lalu dikonversikan ke dalam aturan Arikunto (Putriana, 2011: 67) sebagai berikut:76% - 100% = Baik56% - 75% = Cukup41% - 55% = Kurang<40% = Tidak baik

c. Perhitungan ketuntasan belajar secara individu

Penskoran dilakukan berdasarkan modifikasi dari analisis Barba & Rubba (Firdaus, 2009), yaitu skor 2 untuk jawaban benar dan lengkap, skor 1 untuk jawaban benar tapi kurang lengkap, dan skor 0 untuk jawaban salah atau tidak menjawab soal. Hasil tes soal pemecahan masalah setiap siklus dihitung dengan rumus:Ketuntasan individu=

Menurut Suherman dan Sukjaya (Irianti, 2010), nilai pada persentase kemudian diklasifikasikan untuk mengetahui tingkat kemampuan pemecahan masalah mereka berdasarkan kriteria sebagai berikut.

Tabel 3.1Klasifikasi kategori kemampuan siswa

Persentase Kategori kemampuan siswa

90% ≤A≤100% A (Sangat Baik)75%≤B<90% B (Baik)55%≤C<75% C (Cukup)40%≤D<55% D (Kurang)0%≤E<40% E (Buruk)

d. Perhitungan Ketuntasan Belajar Kelas

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) siswa di SD Negeri 15 Nagrikaler Purwakarta pada mata pelajaran matematika yaitu 70. Untuk menghitung ketuntasan belajar secara klasikal, dapat digunakan rumus sebagai berikut:Ketuntasan Belajar Kelas =

x 100%

Indikator keberhasilan tindakan dalam penelitian adalah acuan untuk mempertimbangkan hasil yang akan dicapai setelah dilakukan tindakan. Komponen-komponen yang menjadi indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah siswa mencapai tuntas belajar yaitu mencapai 70,00 atau lebih dan

Page 7: antologi.upi.eduantologi.upi.edu/file/jurnal1.doc · Web viewPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN

Antologi PGSD UPI Kampus Purwakarta, Vol.2 No.2, Agustus 2014 7

ketuntasan belajar klasikal mencapai kriteria 85% dari jumlah seluruh siswa.

HASIL DAN PEMBAHASANGambaran awal pembelajaran

matematika di SDN 15 Nagrikaler Purwakarta. Sebagian besar guru SDN 15 Nagrikaler masih menggunakan metode pembelajaran yang konvensional. Di mana pada proses pembelajaran di kelas masih menggunakan sistem satu arah, dari guru ke siswa. Siswa lebih dijadikan objek dalam pembelajaran. Dalam prosesnya, sebagian besar guru memulai dengan menjelaskan materi, memberikan beberapa contoh, lalu siswa mengerjakan soal individu. Pada saat mengerjakan soal individu, siswa tidak diberikan batasan waktu mengerjakan, sehingga para siswa terlihat santai dalam mengerjakan soal tersebut, bahkan ada yang belum selesai mengerjakan di saat waktu pembelajaran sudah habis.

Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa kelas IV yang merupakan subjek penelitian tergolong kurang. Siswa kelas IV SDN 15 Nagrikaler tidak ada yang mengerjakan soal pemecahan masalah sesuai dengan langkah dalam mengerjakan soal pemecahan masalah. para siswa lebih cenderung mengerjakan soal pemecahan masalah langsung kepada cara penyelesaiannya, tanpa memahami serta merencanakan strategi masalah terlebih dahulu, lalu melakukan menyimpulkan. Data yang diperoleh dari hasil pembelajaran matematika pada kondisi awal belum memuaskan. Ini terlihat dari hasil soal pra siklus tentang soal kemampuan pemecahan masalah yang berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan pecahan yang dilaksanakan pada tanggal 1 April 2014, terlihat bahwa dari 25 siswa hanya ada satu orang siswa yang mencapai batas KKM atau sama dengan 70 dan yang belum tuntas ada 24. Dengan rata-rata kelas

23.6 dan presentase ketuntasan belajar kelas sebesar 4%. Hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa mengerjakan soal pemecahan masalah dengan langkah yang sistematis. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika pada materi penjumlahan dan pengurangan pecahan masih belum optimal.

Berdasarkan data awal ini, peneliti merencanakan perencanaan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam penelitian tindakan, penelitian ini berlangsung selama dua siklus. Hal ini dikarenakan sudah tercapainya indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Indikator dari kemampuan pemecahan masalah matematik siswa diharapkan dalam penelitian ini adalah (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahan masalah, (3) melaksanakan rencana penyelesaian masalah, dan (4) menyimpulkan hasil dan memeriksa kembali penyelesaian. Soal-soal pemecahan masalah yang diberikan pada penelitian ini adalah, soal essay berbentuk soal cerita mengenai penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan.

Setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini memberikan dampak yang positif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik mengenai penjumlahan dan pengurangan pecahan. Peningkatan terjadi di setiap indikator kemampuan pemecahan masalah matematik. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang diperoleh tiap siklusnya. Peningkatatan ini disebabkan karena model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa dapat bekerja sama dengan kelompoknya dengan baik, saling membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama, aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk

Page 8: antologi.upi.eduantologi.upi.edu/file/jurnal1.doc · Web viewPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN

Yoan Amelia Lusiantika, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa di SD

8

meningkatkan keberhasilan kelompok, serta dapat berinteraksi antar siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik. Adapun peningkatan rata-rata hasil tes siswa dari data awal sampai dengan siklus kedua dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar Peningkatan Rata-Rata Hasil Tes Siswa

dari Data Awal Sampai Siklus II

Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa dari data awal nilai rata-rata siswa hanya mencapai 23.6. Kemudian meningkat pada siklus I menjadi 46.15. Hingga di siklus II nilai rata-rata siswa menjadi 84.69. Untuk mengetahui peningkatan jumlah siswa yang tuntas dan belum tuntas dari data awal sampai kepada siklus II dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar Peningkatan Siswa Tuntas dan Siswa

Belum Tuntasdari Data Awal Sampai Siklus II

Dari data di atas, terlihat bahwa pada data awal penelitian jumlah siswa yang tuntas 1 orang siswa dan 24 orang siswa belum tuntas. Kemudian setelah diberikan tindakan pada siklus I, jumlah siswa yang tuntas meningkat menjadi 6 orang siswa dan 18 orang siswa belum tuntas. Karena hasil dari siklus I belum

dirasa mencapai ketuntasan belajar 85%, maka tindakan dilanjutkan pada siklus II. Pada siklus II jumlah siswa yang tuntas sebanyak 21 orang siswa. Presentase ketuntasan belajar kelas pada siklus II 87%. Oleh karena itu, penelitian dihentikan pada siklus II. Adapun untuk mengetahui lebih jelas tentang peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dari data awal sampai siklus kedua dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel Rekapitulasi Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematik SiswaSelama Proses Pembelajaran Menggunakan

STADNo Nama

DataRata-rata kelas

Presen-tase Ketuntasan

Pre-senta-se Keti-dak-tuntasan

1. Data Awal

23.6 4% 96%

2. Siklus I

46.15 33% 67%

3. Siklus II

84.69 87% 13%

(Sumber: Nilai Tes Akhir Siklus Siswa)

Aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan seperti kemampuan pemecahan masalah siswa. Pada saat menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD, aktivitas siswa sudah baik. Ada peningkatan tiap siklusnya. Pada siklus pertama, siswa yang belum memperhatikan guru saat menjelaskan, pada siklus kedua menjadi lebih fokus memperhatikan. Siswa yang awalnya tidak berani mengemukakan pendapat, menjadi lebih berani mengemukakan pendapat.

Saat kegiatan kelompok, siswa yang awalnya mengerjakan soal secara individu menjadi berdiskusi dengan baik bersama kelompoknya. Kepedulian

Page 9: antologi.upi.eduantologi.upi.edu/file/jurnal1.doc · Web viewPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN

Antologi PGSD UPI Kampus Purwakarta, Vol.2 No.2, Agustus 2014 9

terhadap teman sekelompoknya semakin baik setiap siklusnya. Saat mempresentasikan hasil diskusi kelompok, hampir seluruh anggota kelompok bersedia menjadi perwakilan kelompoknya untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Rasa malu dan ragu siswa kini berubah menjadi semangat positif untuk berkompetisi. Ini menunjukan adanya peningkatan aktivitas siswa ke arah yang lebih baik.

Peningkatan aktivitas siswa dapat dilihat dari pengamatan yang dilakukan selama siklus pertama sampai siklus kedua berlangsung. Hasil rata-rata aktivitas siswa pada siklus I memperoleh persentase 55% dengan kategori cukup, karena pada siklus ini siswa belum terbiasa dengan proses pembelajaran yang diterapkan. Walaupun duduk berkelompok siswa masih bekerja secara individu. Pada siklus kedua terjadi peningkatan menjadi kategori baik dengan persentase 90%, siswa mulai terbiasa dengan pembelajaran yang diterapkan, dan mulai nyaman dengan teman sekelompoknya. Ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas siswa selama pembelajaran ke arah yang lebih baik.

Untuk lebih jelasnya tentang peningkatan aktivitas siswa selama proses pembelajaran, dapat dilihat pada tabel berikut.

TabelRekapitulasi Observasi Aktivitas Siswa

Selama Proses Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

No

Na-ma Sik-lus

Jum-lah Total Aspek

Pre-senta-se Hasil Ob-servasi

Interpre-tasi

1 Sik-lus I 637 55% Cukup

2Sik-lus II

1033 90% Baik

(Sumber : Lembar Observasi Aktivitas Siswa)

Dari data di atas jika digambarkan dalam sebuah diagram, maka akan tampak peningkatan aktivitas siswa pada setiap siklus yang dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar Diagram Peningkatan Aktivitas Siswa

Siklus I dan Siklus II

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian

mengenai kemampuan pemecahan masalah matematik siswa Sekolah Dasar melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievment Divisions (STAD) yang dilakukan terhadap siswa kelas IV SDN 15 Nagrikaler, dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut.1. Penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe Student Team Achievment Divisions (STAD) dalam materi penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan di kelas IV telah mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil tes pada setiap siklusnya yang meningkat. Rata-rata hasil tes siswa pada data awal yaitu 21.04 dengan ketuntasan klasikalnya 4.2%, nilai rata-rata hasil tes siswa pada siklus pertama yaitu 46.15 dengan ketuntasan klasikalnya 33%, dan nilai rata-rata tes siswa pada siklus kedua yaitu 84.69 dengan

Page 10: antologi.upi.eduantologi.upi.edu/file/jurnal1.doc · Web viewPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN

Yoan Amelia Lusiantika, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa di SD

10

ketuntasan klasikalnya 87.5%. berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan akhir bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievment Divisions (STAD) dapat digunakan sebagai alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa kelas IV SDN 15 Nagrikaler.

2. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievment Divisions (STAD) dalam materi penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan di kelas IV SDN 15 Nagrikaler telah

mampu meningkatan aktivitas siswa. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata aktivitas belajar siswa berdasarkan pengamatan observer selama penelitian berlangsung. Siswa dapat memperhatikan guru dengan baik, berani menyampaikan gagasan, dan menerima gagasan orang lain. Dalam kegiatan berkelompok, siswa dapat berdiskusi dengan baik, muncul kekompakan dan persaingan yang sehat sesama kelompok belajar, serta timbul kepedulian untuk membantu teman yang belum mengerti dalam menyelesaikan masalah atau menyelesaikan soal yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 11: antologi.upi.eduantologi.upi.edu/file/jurnal1.doc · Web viewPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN

Antologi PGSD UPI Kampus Purwakarta, Vol.2 No.2, Agustus 2014 11

Abdurrahman, Mulyono. (2012). Anak Berkesulitan Belajar: Teori, Diagnosis, dan Remediasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Adjie, N. (2007). Pemecahan Masalah Matematika. Purwakarta: Sonagar Press.Arikunto, Suharsimi. (2012) Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.Asma, N. (2006). Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Depdiknas.Basrowi dan Suwandi. (2008). Prosedur Penelitian Tindakan Kelas. Bogor: Ghalia

IndonesiaErviani, C. (2010). Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Divissions (STAD). Skripsi Jurusan PGSD FIP UPI Kampus Purwakarta: Tidak diterbitkan.

Firdaus, Ahmad. (2009). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Tersedia [Online] http://madfirdaus.wordpress.com/2009/11/23/kemampuan pemecahan-masalah-matematika/.html. (01 November 2013)

Hanafiah, N. dan Suhana, C. (2012). Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Refika Aditama

Hermawan, R., Mujono dan Suherman. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Sekolah Dasar. Bandung: UPI Press.

Huda, Miftahul. (2012). Cooperative Learning, Metode, Teknik, Struktur, dan Model Terapan. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Irianti, Dewi. (2010). Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas V SDN Nata Endah Kabupaten Bandung. Bandung: Tidak diterbitkan.

Isjoni. (2012). Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.Kusumah, W. & Dedi D. (2012). Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Indeks.Lie, A. (2008). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.Putriana, P.A. (2011). Penerapan Model Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Siswa dalam Pembelajaran Bilangan Bulat. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak diterbitkan.

Slavin. R. E. (2005). Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik (Lita, Trans). Bandung: Nusa Media.

Surapranata, Sumarna. (2006). Analisi, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes. Banndung: PT Remaja Rosdakarya.

Syah, Muhibbin. (2010). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.