Web viewKondisi makro ekonomi Indonesia dapat dilihat dari segi variabel-variabel makro ekonomi,...
Transcript of Web viewKondisi makro ekonomi Indonesia dapat dilihat dari segi variabel-variabel makro ekonomi,...
PERTUMBUHAN EKONOMI MAKRO DI INDONESIA BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Makro diampu oleh
Prof. Dr. Ir.Darsono, M.Si
DISUSUN OLEH :
Yeny Widyastuti H0810124
AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA2011
I. PENDAHULUANSetiap Negara di dunia mengalami pertumbuhan ekonomi menurut
pengalaman serta hasilnya sendiri-sendiri. Dalam proses pertumbuhan
ekonominya, sekelompok Negara mengalami pertumbuhan pesat dan
menjadi maju, modern serta kaya dengan tingkat pendapatan per kapita
tinggi, sebagian lagi sedang-sedang saja, sementara sebagian besar
lainnya sangat lambat pertumbuhan ekonominya, terbelakang, miskin
dan tingkat pendapatan per kapita sangat rendah. Yang terbelakang ini
umumnya disebut kelompok negara-negara sedang berkembang
termasuk Negara Indonesia.
Kondisi makro ekonomi Indonesia dapat dilihat dari segi variabel-
variabel makro ekonomi, yang meliputi Product Domestic Bruto (PDB),
pertumbuhan ekonomi, tingkat kesempatan kerja, laju inflasi/tingkat
harga, Jumlah uang beredar, stok kapital nasional, tingkat konsumsi,
laju investasi, dan jumlah tabungan nasional. Dilihat dari indikator-
indikator makro ekonomi Indonesia ada beberapa perubahan yang
menunjukkan peningkatan. Meskipun demikian, tingkat investasi dan
kesempatan kerja masih tetap rendah. Permintaan aggregat dapat
dilihat dari segi konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah,
kegiatan investasi, dan kegiatan ekspor impor, Sedangkan penawaran
aggregat bisa dilihat dari segi PDB dari masing-masing sektor.
Permintaan aggregat dan penawaran aggregat mencerminkan kegiatan
ekonomi secara keseluruhan. Apakah kegiatan ekonomi meningkat
atau menurun dapat dilihat dari kedua sisi permintaan.
Sejak krisis sampai sekarang investasi belum menarik para
penanam modal. Ada dua tantangan investasi, yaitu tantangan untuk
menarik modal baru dan tantangan untuk mempertahankan modal yang
sudah ada di Indonesia. Oleh karena itu dalam hal ini akan dibahas
mengenai analisis pertumbuhan ekonomi serta faktor-faktor yang
mempengaruhi dan menghambatnya, serta mencoba menganalisis
berbagai kemungkinan pemecahannya.
II. KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKASetelah kita mengetahui duduk persoalan mengenai masalah -
masalah pokok apa yang dikaji dalam ekonomi makro, maka
pertanyaan selanjutnya adalah mengetahui bagaimana mengaji
masalah- masalah tersebut sehingga bisa diperoleh jawaban yang
diinginkan.
Terdapat dua aspek utama dalam kerangka teori ini. Yang pertarna
adalah aspek mengenai “apa yang menjadi faktor penyebab masalah
ekonomi makro” dan yang kedua adalah aspek mengenai “bagaimana
cara mengatasi permasalahan ekonomi makro tersebut”. Untuk
menjawab masalah-masalah tersebut disini akan digunakan beberapa
teori diantaranya adalah :
Dasar Filsafat Teori Keynes
Menghadapi masalah depresi dan pengangguran yang begitu
hebat, kaum sosialis di negara-negara Barat mengatakan bahwa
kesalahannya terletak pada sistem perekonomian itu sendiri, yaitu
sistem laissez faire atau liberalisme atau kapitalisme. Selama kita
masih mempercayakan pengelolaan perekonomian kita pada para
rodusen swasta yang perdefinisi hanya bertujuan mengejar
keuntungan mereka pribadi, maka depresi, pengangguran, dan juga
inflasi akan tetap menjadi penyakit perekonomian yang menghantui
Kita dan waktu ke waktu. Penyakit-penyakit ini adalah konsekuensi
logis dan sistem kapitalisme. Mereka (kaum sosialis) mengusulkan
perombakan sistem perekonornian menjadi sistem sosialis, yaitu
sistem di mana faktor-produksi tidak lagi bisa dirniliki oleh pengusaha
swasta, tetapi hanya bisa dimiliki oleh negara (masyarakat). Semua
kegiatan produksi dikuasai negara, yang dalam teori paling tidak,
mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan
pribadi/golongan. Motif mengejar keuntungan bukan lagi sebagai
motif utama untuk menggerakkan produksi (seperti dalam sistem
kapitalis).
“Obat” semacam ini ternyata dianggap terlalu drastis, dan orang-
orang di negara-negara Barat yang sudah begitu lama terbiasa
dengan kebebasan berusaha tidak banyak yang bisa menerimanya.
Mengubah sistem semacam itu berarti mengubah cara hidup dan ke
biasaan hidup yang sudah mendarah daging pada mereka. Tentunya
ada “obat” yang tidak terlalu pahit yang bisa menolong sistem
perekonomian mereka. Keynes ada pada posisi yang unik dalam se
jarah pemikiran ekonomi Barat, karena pada saat-saat krisis ideologi
semacam itu ia bisa menawarkan suatu pemecahan yang merupakan
“jalan tengah”.
Keynes mengatakan bahwa untuk menolong sistem
perekonomian negara-negara tersebut, orang harus bersedia
meninggalkan ideologi laissez faire yang murni yang terkandung
dalam pemikiran Klasik. Tidak bisa tidak, demikian Keynes,
Pemerintah harus melakukan lebih banyak campur tangan yang aktif
dalam mengendalikan perekonomian nasional. Pendapat bahwa
peranan Pemerintah dalam kegiatan ekonomi harus seminimal
mungkin sehingga tidak merongrong hak asasi manusia, kebebasan
berusaha dan mengabdikan pada bekerjanya “natural laws”, haruslah
ditinggalkan atau pling tidak diubah. Keynes berpendapat bahwa
kegiatan produk dan pemilikan faktor-faktor produksi, masih tetap
bisa dipercayakan kepada pengusaha swasta, tetapi sekarang
pemerintah wajib melakukan kebijaksanaan yang aktif untuk
mempengaruhi gerak perekonomian.
Dalam masa depresi misalnya, Pemerintah harus bersedia (atau
diperbolehkan) untuk melaksanakan program-program dan kegiatan-
kegiatan yang langsung bisa menyerap tenaga kerja yang tidak dapat
memperoleh pekerjaan di sektor swasta, meskipun hal itu hanya bisa
dilaksanakan dengan mengakibatkan defisit di anggaran belanja
negara. (Perlu ditekankan di sini bahwa pada waktu itu sistem
anggaran beda yang seimbang adalah satu-satunya sistem yang
dianggap terbaik bidang pengelolaan keuangan negara). Sebaliknya,
bila terjadi inflasi yang disebabkan karena permintaan masyarakat
akan barang barang/jasa melebihi apa yang bisa diproduksikan
dengain kapasita yang ada, Pemerintahpun harus bersedia
mengurangi pengeluarannya sehingga terjadi surplus dalam
anggaran belanjanya. Surplus anggaran ini bisa merupakan rem bagi
permintaan masyarakat yang berlebihan tadi. Yang perlu
digarisbawahi di sini adalah bahwa Pemerintah harus bersedia
melakukan kebijaksanaan secara aktif dan sadar. Keynes tidak
percaya akan kekuatan hakiki dari sistem laissez faire untuk
mengkoreksi diri sendiri, yaitu untuk kembali kepada posisi “full
employment” secara otomatis. Full enployment merupakan sesuatu
yang hanya bisa dicapai dengan tindakan-tindakan terencana, dan
bukan sesuatu yang akan datang dengan sendirinya. Inilah inti dan
ideologi Keynesian isme.
Kebijakan Fiskal
Kebijaksanaan fiskal adalah kebijaksanaan yang kedua dibidang
pengendalian makro adalah. Kebijaksanaan moneter dan
kebijaksanaan fiskal adalah dua kebijaksanaan yang merupakan alat
utama bagi perencana ekonomi nasional untuk mengendalikan
keseimbangan makro perekonomiannya. Keduanya sangat erat
berkaitan satu sama lain, sehingga dalam praktek yang sering
dijumpai adalah kebijaksanaan fiskal yang juga mempunyai
konsekuensi-konsekuensi moneter atau kebijaksanaan moneter
dengan konsekuensi-konsekuensi fiskal. Kebijaksanaan-
kebijaksanaan semacam ini mungkin lebih cocok disebut
‘kebijaksanaan fiskal-moneter”.
Pembahasan ini diawali mengenai hubungan antara APBN dan
kebijaksanaan fiskal. Hal ini sejalan dengan pengertian umum bahwa
kebijaksanaan fiskal adalah kebijaksanaan yang dilaksanakan lewat
APBN. Dalam bagian selanjutnya kita akan meneliti apakah
pengaruh dan suatu “kebijaksanaan fiskal”, yang dicerminkan oleh
suatu struktur APBN tertentu, ter hadap perekonomian. Akhirnya kita
akan mengambil sebuah contoh untuk menunjukkan bagaimana kita
bisa memperkirakan pengaruh dan suatu kebijaksanaan fiskal
dengan menggunakan aijabar sederhana.
Inflasi
Inflasi merupakan salah satu masalah ekonomi yang banyak
mendapatkan perhatian para pemikir ekonomi. Pada asasnya inflasi
merupakan gelaja ekonomi yang berupa naiknya tingkat harga.
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat
secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu
meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya.
Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Inflasi adalah suatu kenaikan harga yang terus menerus dari
barang-barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang
saja dan sesaat). Menurut definisi ini kenaikan harga yang sporadis
bukan dikatakan sebagai inflasi (Ackley dalam Iswardono,1993).
III.DATA DAN PEMBAHASAN1) Macam Masalah Ekonomi Makro dan Faktor-Faktornya
Berikut ini merupakan data-data tentang permasalahan ekonomi
makro yang terjadi di Indonesia :
a. Masalah Kemiskinan dan Pemerataan
Pada akhir tahun 1996 jumlah penduduk miskin Indonesia
sebesar 22,5 juta jiwa atau sekitar 11,4% dari jumlah seluruh
penduduk Indonesia. Namun, sebagai akibat dari krisis ekonomi
yang berkepanjangan sejak pertengahan tahun 1997, jumlah
penduduk miskin pada akhir tahun itu melonjak menjadi sebesar
47 juta jiwa atau sekitar 23,5% dari jumlah keseluruhan penduduk
Indonesia. Pada akhir tahun 2000, jumlah penduduk miskin turun
sedikit menjadi sebesar 37,3 juta jiwa atau sekitar 19% dari
jumlah seluruh penduduk Indonesia. Dari segi distribusi
pendapatan nasional, penduduk Indonesia berada dalam
kemiskinan. Sebagian besar kekayaan banyak dimiliki kelompok
berpenghasilan besar atau kelompok kaya Indonesia.
b. Krisis Nilai Tukar
Krisis mata uang yang telah mengguncang Negara-negara Asia
pada awal tahun 1997, akhirnya menerpa perekonomian
Indonesia. Nilai tukar rupiah yang semula dikaitkan dengan dolar
AS secara tetap mulai diguncang spekulan yang menyebabkan
keguncangan pada perekonomian yang juga sangat tergantung
pada pinjaman luar negeri sektor swasta. Pemerintah
menghadapi krisis nilai tukar ini dengan melakukan intervensi di
pasar untuk menyelamatkan cadangan devisa yang semakin
menyusut. Pemerintah menerapkan kebijakan nilai tukar yang
mengambang bebas sebagai pengganti kebijakan nilai tukar yang
mengambang terkendali.
c. Masalah Utang Luar Negeri
Kebijakan nilai tukar yang mengambang terkendali pada saat
sebelum krisis ternyata menyimpan kekhawatiran. Depresiasi
penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama
dolar AS yang relatif tetap dari tahun ke tahun menyebabkan
sebagian besar utang luar negeri tidak dilindungi dengan fasilitas
lindung nilai (hedging) sehingga pada saat krisis nilai tukar terjadi
dalam sekejap nilai utang tersebut membengkak. Pada
tahun1997, besarnya utang luar negeri tercatat 63% dari PDB dan
pada tahun 1998 melambung menjadi 152% dari PDB. Untuk
mengatasi ini, pemerintah melakukan penjadwalan ulang utang
luar negeri dengan pihak peminjam. Pemerintah juga
menggandeng lembaga-lembaga keuangan internasional untuk
membantu menyelesaikan masalah ini.
d. Masalah Perbankan dan Kredit Macet
Besarnya utang luar negeri mengakibatkan permasalahan
selanjutnya pada sistem perbankan. Banyak usaha yang macet
karena meningkatnya beban utang mengakibatkan semakin
banyaknya kredit yang macet sehingga beberapa bank
mengalami kesulitan likuiditas. Kesulitan likuiditas makin parah
ketika sebagian masyarakat kehilangan kepercayaannya
terhadap sejumlah bank sehingga terjadi penarikan dana oleh
masyarakat secara besar-besaran (rush). Goncangan yang terjadi
pada sistem perbankan menimbulkan goncangan yang lebih
besar pada sistem perbankan secara keseluruhan, sehingga
perekonomian juga akan terseret ke jurang kehancuran. Alasan-
alasan di atas menyebabkan pemerintah memutuskan untuk
menyelamatkan bank-bank yang mengalami masalah likuiditas
tersebut dengan memberikan bantuan likuiditas. Namun untuk
mengendalikan laju inflasi, bank sentral harus menarik kembali
uang tersebut melalui operasi pasar terbuka. Hal ini dilakukan
dengan meningkatnya suku bunga SBI. Kebijakan ini kemudian
menimbulkan dilema karena peningkatan suku bunga
menyebabkan beban bagi para peminjam (debitor). Akibatnya
tingkat kredit macet di sistem perbankan meningkat dengan
pesat. Dilema semakin kompleks di saat system perbankan
mencoba mempertahankan likuiditas yang mereka miliki dengan
meningkatkan suku bungan simpanan melebihi suku bunga
pinjaman sehingga mereka mengalami kerugian yang berakibat
pengikisan modal yang mereka miliki.
e. Masalah Inflasi
Masalah inflasi yang terjadi di Indonesia tidak terlepas kaitannya
dengan masalah krisis nilai tukar rupiah dan krisis perbankan
yang selama ini terjadi. Pada tahun 2004 tingkat inflasi Indonesia
pernah mencapai angka 10,5%. Ini terjadi karena harga barang-
barang terus naik sebagai akibat dari dorongan permintaan yang
tinggi. Tingginya laju inflasi tersebut jelas melebihi sasaran inflasi
BI sehingga BI perlu melakukan pengetatan di bidang moneter.
Pengetatan moneter tidak dapat dilakukan secara drastis dan
berlebihan karena akan mengancam kelangsungan proses
penyehatan perbankan dan program restrukturisasi perusahaan.
f. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran
Menurunnya kualitas pertumbuhan ekonomi tahun 2005-2006
tercermin dari anjloknya daya serap pertumbuhan ekonomi
terhadap angkatan kerja. Bila di masa lalu setiap 1%
pertumbuhan ekonomi mampu menciptakan lapangan kerja
hingga 240 ribu maka pada 2005-2006 setiap pertumbuhan
ekonomi hanya mampu menghasilkan 40-50 ribu lapangan kerja.
Berkurangnya daya serap lapangan kerja berarti meningkatnya
penduduk miskin dan tingkat pengangguran. Untuk menekan
angka pengangguran dan kemiskinan, pemerintah perlu
menyelamatkan industri-industri padat karya dan perbaikan irigasi
bagi pertanian.
Dari berbagai kenyataan masalah ekonomi makro diatas,maka
dapat kita identifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Faktor-faktor tersebut yaitu :
Perubahan dan kemajuan teknologi
Kemajuan dan perubahan teknologi merupakan proses yang
lama. Akumulasi kemajuan teknologi yang terjadi sudah
sedemikian majunya di Negara telah berkembang, misalnya rotasi
penanaman membutuhkan peralatan mesin-mesin pertanian
lainnya dan ini akan sangat menaikkan produktivitas. Kemajuan
teknologi ada yang bersifat penghematan kapital yang justru tidak
membutuhkan kapital lebih banyak. Perubahan dan kemajuan
teknologi perlu didukung oleh tersedianya entrepreneur, tenaga
kerja trampil, serta sumber-sumber alam esensial. Bila tidak ada
faktor-faktor pendukung maka manfaat factor kemajuan teknologi
tak dapat direalisasi untuk pertumbuhan ekonomi.
Faktor sosio-kultural dan kelembagaan
Pembangunan ekonomi tak hanya meliputi pertumbuhan ekonomi
yang menyangkut lingkungan fisik saja, tetapi juga meliputi
perubahan sosial dan kelembagaan misalnya perubahan cara
bagaimana masyarakat berfikir dan bertindak, dll.
Dari segi politis, banyak sistem politik di Negara sedang
berkembang bersifat represif, diktatorial dan koruptif . Keputusan-
keputusan politik lebih didasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan untuk memperoleh gengsi di masyarakat
internasional daripada untuk mendorong pembangunan. Karena
sektor pertanian mendominasi kegiatan ekonomi mereka, maka
pengaturan kelembagaan yang menyangkut pemilikan tanah
baru, diarahkan mendorong program pembangunan. Masalah
kelembagaan land form merupakan masalah mendesak. Land
form lebih banyak merupakan keputusan politik tetapi paling tidak
mempunyai landasan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Lingkaran setan kemiskinan
Negara-negara miskin sedang berkembang menghadapi masalah
dalam mengkombinasikan elemen-elemen penawaran
pertumbuhan ekonomi yaitu sumber-sumber alam, capital, tenaga
kerja, dan teknologi. Negara-negara tersebut terperangkap dalam
lingkaran setan kemiskinan.
Negara-negara miskin sedang berkembang mempunyai
karakteristik utama berupa rendahnya pendapatan per kapita yang
disebabkan karena laju pertumbuhan penduduknya tinggi serta
berlakunya hokum pertambahan hasil yang semakin berkurang.
Lingkaran setan kemiskinan berarti bahwa suatu Negara itu miskin
karena ia miskin. Pendapatan per kapita rendah mengakibatkan
tabungan dan investasi rendah. Tabungan dan investasi rendah ini
di satu sisi mengakibatkan akumulasi capital rendah dan di sisi lain
mengakibatkan rendahnya tingkat permintaan. Akumulasi capital
serta permintaan rendah berikutnya mengakibatkan rendahnya
produktivitas dan selanjutnya kembali mengakibatkan rendahnya
pendapatan per kapita. Dan lengkaplah lingkaran setan kemiskinan.
Tabungan dan Investasi Rendah
-Karakteristik Negara Miskin Sedang Berkembang
-Laju Pertambahn Penduduk Yang Cepat
-Hukum Pertambahan Hasil Yang Berkurang
Pendapatan Perkapita Rendah
Akumulasi Kapital Rendah
Permintaan Rendah
Produktivitas Rendah
2) Peranan Penting Pemerintah Dalam Pertumbuhan EkonomiPeranan serta pengaruh pemerintah sangat penting dalam
proses menaikkan laju pertumbuhan ekonomi dan menaikkan taraf
hidup masyarakat. Hal ini terlihat dari halangan-halangan yang
dihadapi oleh negara-negara sedang berkembang dalam memacu
laju pertumbuhan ekonominya.
a) Beberapa negara sedang berkembang mengalami
ketidakstabilan sosial, politik, dan ekonomi. Adanya
pemerintahan yang kuat dan berwibawa diperlukan bagi
terciptanya iklim bekerja dan berusaha yang merupakan motor
pertumbuhan ekonomi.
b) Ketidakmampuan sektor swasta melaksanakan fungsi
entrepreneurial yang bersedia dan mampu mengadakan
akumulasi capital dan mengambil inisiatif mengadakan investasi
yang diperlukan untuk memotori proses pertumbuhan.
c) Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil akumulasi capital dan
investasi yang dilakukan terutama oleh sektor swasta yang dapat
menaikkan produktivitas perekonomian.
d) Rendahnya tabungan-investasi masyarakat (sektor swasta)
merupakan penyebab timbulnya dilema kemiskinan yang
menghambat pertumbuhan ekonomi.
e) Hambatan sosial utama dalam menaikkan taraf hidup
masyarakat adalah jumlah penduduk yang sangat besar dan laju
pertumbuhannya yang sangat cepat.
3) Strategi Pembangunan EkonomiBeberapa contoh strategi pembangunan ekonomi antara lain :
Industrialisasi Versus Pembangunan Pertanian
Secara sepintas industrialisasi dikatakan sebagai satu-
satunya cara mencapai pertumbuhan ekonomi dengan pesat.
Karena itu diharapkan dengan menempuh strategi industrialisasi
maka taraf hidup akan naik dengan cepat. Namun banyak usaha
industrialisasi yang dilakukan di negara-negara berkembang
hasilnya tidak memuaskan dengan mengorbankan
pembangunan sektor pertanian.
Di pihak lain pembanguna pertanian bersifat menggunakan
teknologi padat tenaga kerja dan secara relative menggunakan
lebih sedikit capital ; meskipun dalam investasi pada pembuatan
jalan, saluran dan fasilitas pengairan, serta pengembangan
teknologinya. Kenaikan produktivitas sektor pertanian
memungkinkan perekonomian dengan menggunakan tenaga
kerja lebih sedikit menghasilkan kuantitas output bahan makanan
yang sama. Dengan demikian sebagian dari tenaga kerja dapat
dipindahkan ke sector industry tanpa menurunkan output sector
pertanian.
Substitusi Impor Versus Promosi Ekspor
Strategi industrialisasi via substitusi impor pada dasarnya
dilakukan dengan membangun industri yang menghasilkan
barang-barang yang semula diimpor. Selanjutnya barang-barang
tersebut dikenakan tariff bea masuk tinggi agar industri di dalam
negeri dapat bersaing dengan barang-barang yang semula
diimpor. Jadi industrialisasi dilaksanakan dengan membangun
tembok tarif untuk melindungi industri di dalam negeri yang
masih baru.
Alternatif kebijakan lain adalah strategi industrialisasi via
promosi ekspor. Kebijakan ini menekankan pada industrialisasi
pada kegiatan produksi di dalam negeri yang memiliki
keunggulan komparatif hingga dapat memproduksinya dengan
biaya rendah dan bersaing dengan menjualnya di pasar
internasional. Kebijakan ini menjamin luasnya pasar di luar
negeri dan kenaikan efisiensi mungkin dicapai akibat adanya
persaingan. Kebijakan ini menunjukkan keberhasilan di negara-
negara industryibaru.
Perlunya Diversifikasi
Pengadaan diversifikasi dengan pengembangan ekspor
nonmigas bagi negara-negara pengekspor utama minyak dan
gas bumi merupakan upaya mempertahankan atau menstabilkan
penerimaan devisanya.
4) Aspek Hubungan Ekonomi Internasional Dalam Pertumbuhan Ekonomi
Hubungan ekonomi internasional, terutama dengan negara-
negara maju dan berkembang dapat membantu memacu proses
pertumbuhan ekonomi di negara-negara sedang berkembang.
Hubungan ini berupa :
Perluasan Perdagangan
Negara-negara maju telah berkembang merupakan sumber
barang-barang kapital. Penurunan atau peniadaan penghalang
perdagangan baik berupa tarif ataupun kuota akan memperluas
pasar ekspor ke negara-negara maju telah berkembang oleh
negara-negara miskin sedang berkembang. Keterkaitan dengan
perekonomian luar negeri mungkin memberikan dampak negatif
terhadap perekonomian di negara-negara miskin sedang
berkembang karena resesi atau kelesuan kegiatan ekonomi di
negara kaya telah berkembang akan menurunkan permintaan
impornya.
Aliran Penanaman Modal (Investasi) Asing
Gambaran lingkaran setan kemiskinan di negara-negara
sedang berkembang menekankan pentingnya peranan akumulasi
kapital untuk memacu pencapaian pertumbuhan ekonomi. Aliran
investasi asing dari luar negeri baik oleh sektor pemerintah
maupun swasta asing dapat merupakan suplemen atau
pelengkap bagi usaha pemecahan lingkaran setan kemiskinan.
Bantuan Luar Negeri Berupa Hadiah dan Pinjaman
Bantuan asing bisa diberikan secara langsung atau melalui
lembaga keuangan internasional. Contoh bantuan langsung
berupa hadiah atau pinjaman diberikan oleh US-AID (United
States Agency for Internasional Development). Lembaga bantuan
keuanagn internasional utama adalah kelompok Bank Dunia yang
terdiri atas Bank Dunia itu sendiri dan dua lembaga bantuan
keuangan afiliasinya, yaitu IDA (The International Development
Association) dan IFC (The International Finance Corporation).
Bank Dunia mempunyai tujuan utama membantu negara-negara
sedang berkembang mencapai pertumbuhan ekonominya.
DAFTAR PUSTAKA
Wijaya, Faried. 1990. Ekonomikamakro. Yogyakarta : BPFE.
2008. Perkembangan Beberapa Indikator Makro.
http://www.bappenas.go.id/node/45/742/perkembangan-beberapa-
indikator-makro-/. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2011.
2011. Permasalahan Ekonomi Makro. http://agusyantono.wordpress.com .
Diakses pada tanggal 5 Oktober 2011.
LAMPIRAN
1. Situasi perekonomian Indonesia diliputi awan kelabu selama semester I
tahun 1998 ini. Data sangat sementara dari BPS tentang pertumbuhan
ekonomi, menunjukkan indikasi kontraksi yang bertambah besar dalam
triwulan II dibandingkan triwulan I. Jika pada triwulan I komponen
permintaan dari luar (ekspor dan impor) masih memberikan sumbangan
positif kepada pertumbuhan ekonomi sementara komponen permintaan
dalam negeri sudah kontraksi, maka dalam triwulan II semua komponen
mengalami kontraksi. Salah satu faktor penyebab situasi yang
memburuk ini adalah rusaknya jaringan distribusi di dalam negeri akibat
gejolak sosial politik pada bulan Mei 1998. Dengan kerusakan ini
nampaknya pihak asing meragukan kelangsungan persediaan barang
dari Indonesia. Kegiatan ekonomi yang sedang kontraksi antara lain
tercermin dari produksi industri di dalam negeri yang merosot tajam.
Pertumbuhan produksi mobil hingga triwulan kedua tahun 1998 sudah
menurun sekitar - 90 persen di banding triwulan yang sama tahun 1997.
Pada triwulan kedua tahun 1997 produksi mobil mengalami periode
"boom". Sedangkan pertumbuhan produksi kendaraan roda dua
mengalami penurunan sekitar - 80 persen dalam periode yang sama.
2. Pengaruh langsung dari menurunnya produksi industri dan rusaknya
jaringan distribusi adalah meningkatnya harga barang yang cenderung
tinggi. Tingkat inflasi dari kelompok pangan mencapai 32,13 persen
selama empat bulan pelaksanaan tahun anggaran 1998/99. Kenaikan
harga barang pangan yang tergolong tinggi dalam kelompok ini adalah
bumbu-bumbuan, lemak dan minyak, serta padi-padian. Selain itu,
kenaikan harga yang cukup tinggi juga terjadi pada kelompok makanan
jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 29,37 persen dan
kelompok sandang sebesar 35,84 persen. Tingkat inflasi umum selama
periode tersebut adalah sebesar 25,16 persen. Perkembangan harga
ketiga kelompok barang ini terlihat pada grafik 2 berikut ini.
Sumber: Biro Pusat Statistik (BPS), 1998
3. Upaya penyelesaian pembiayaan perdagangan telah menunjukkan
hasil awal yang menggembirakan dengan meningkatnya ekspor non-
migas selama triwulan pertama tahun 1998 sebesar 11,5 persen
dibanding periode yang sama tahun 1997. Beberapa komoditi yang
berpotensi menunjang ekspor dalam tahun ini antara lain emas, semen
dan bahan bangunan, kulit dan hasil dari kulit. Sementara itu,
penerimaan dari ekspor migas merosot tajam sebesar -28,9 persen
dalam triwulan pertama tahun 1998 dibanding triwulan pertama tahun
1997. Pasar minyak dunia tampaknya sedang mengalami "over supply"
yang tercermin dari terus menurunnya harga minyak mentah Indonesia
menjadi 12,09 dollar AS per barel pada bulan Juni 1998.
Sumber: Bank Indonesia, 1998