ANALISIS PENGARUH VARIABEL MIKRO DAN MAKRO EKONOMI...
Transcript of ANALISIS PENGARUH VARIABEL MIKRO DAN MAKRO EKONOMI...
i
ANALISIS PENGARUH VARIABEL MIKRO DAN MAKRO
EKONOMI TERHADAP DAYA TARIK INVESTASI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Nurul Alifah
NIM: 1111084000023
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M / 1439 H
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
1. Nama Lengkap : Nurul Alifah
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Tempat & Tanggal Lahir : Bekasi, 30 Juni 1993
4. Alamat : Perumahan Ciriung Cemerlang Blok RU
No. 17 RT. 06 RW. 14 Kel.Ciriung Kec.
Cibinong Kab. Bogor Kode Pos: 16918
5. No. Hp : 087870228260
6. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Negeri Ciriung 06 Lulus Tahun 2005
2. SMP Negeri 1 Cibinong Lulus Tahun 2008
3. SMA Negeri 1 Cibinong Lulus Tahun 2011
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta S1 Lulus Tahun 2018
III. SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Peserta Dialog jurusan dan seminar konsentrasi ―Mengenal Lebih Dekat
Dengan Jurusan Sendiri‖, diselenggarakan oleh HMJ IESP Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 3 Oktober 2013
2. Peserta dalam acara FST Enterpreneurship Week ―Kreasikan Idemu
Wujudkan Prestasi Usahamu‖ diselenggarakan oleh FST UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 18-20 Maret 2014.
ii
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Sukaryono
2. Tempat, Tanggal Lahir : Cilacap, 01 November 1960
3. Ibu : Nyai Trisna Suprihati
4. Tempat, Tanggal Lahir : Bekasi, 23 April 1968
5. Alamat : Perumahan Ciriung Cemerlang Blok RU
No. 17 RT. 06 RW. 14 Kel.Ciriung Kec.
Cibinong Kab. Bogor Kode Pos: 16918
6. Anak ke : 1 dari 2 Bersaudara
iii
ABSTRACT
This research is aimed to analize the influence of microeconimic variable
(labour wages) and macroeconomic variables (inflation, BI rate, exchange rate,
gross domestic product). The analytical method is Ordinary Least Square (OLS).
Result of the analysi show that labor wage variable has not significant and
positive influence to the investment attractiveness of Indonesia. BI rate has not
significant and negative influence to the investment attractiveness of Indonesia.
The exchange rate has a negative and significant influence to the investment
attractiveness of Indonesia. Inflation and gross domestic product have a
significant and positive influence to the investment attractiveness of Indonesia.
The value of determination coefficient in this research is 0.6954. It means that
69.54 percent of Indonesia's investment attractiveness is influenced by the
independent variables in this study and the remaining 30.46 percent is influenced
by any variables outside this research.
Keywords: investment attractiveness of Indonesia, labour wage, Inflation, BI
Rate, Exchange Rate, Gross Domestic Product
iv
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh
variabel mikro ekonomi (upah buruh) dan variabel makro ekonomi (inflasi, BI
rate, kurs, dan produk domestik bruto) terhadap daya tarik investasi Indonesia.
Metode analisis yang dilakukan adalah Ordinary Least Square (OLS)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel upah buruh berpengaruh
tidak signifikan dan positif terhadap daya tarik investasi Indonesia. BI rate
berpengaruh tidak signifikan dan negatif terhadap daya tarik investasi Indonesia.
Kurs berengaruh negatif dan signifikan terhadap daya tarik investasi Indonesia.
Inflasi dan produk domestik bruto berpengaruh signifikan dan positif terhadap
daya tarik investasi Indonesia. Nilai koefisien determinasi dalam penelitin ini
sebesar 0,6954. Hal ini berarti 69,54 persen daya tarik investasi Indonesia
dipengaruhi oleh variabel independen dalam penelitian ini dan sisanya 30,46
persen dipengaruhi oleh variabel di luar penelitian ini.
Kata Kunci: Daya Tarik Investasi, Upah Buruh, Inflasi, BI Rate, Kurs, Produk
Domestik Bruto
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta
alam yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya. Shalawat serta
Salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Baginda Rasulullah
Muhammad SAW, kepada para keluarganya, para sahabatnya serta kepada para
pengikutnya semoga kelak kita mendapat syafa’atnya dihari akhir kelak.
Ilmu yang kita miliki pada haikatnya adalah titipan dari Allah, yang sama
sekali tidak sulit bagi-Nya untuk mengambilnya kembali dari kita. Semoga kita
dimudahkan oleh Allah untuk meraih ilmu yang bisa menjadi penerang dalam
kegelapan dan dapat menjaga ilmu tersebut dengan penuh kerendahan hati. Tidak
ada yang tidak mungkin, selama kita mau berdoa dan berusaha, seperti hadits
Rasulullah “Man Jadda Wa Jadda” yang artinya barang siapa yang bersunguh-
sungguh akan mendapatkannya. Itulah sepenggal kalimat yang menjadi
penggugah demi terselesaikannya skripsi yang sederhana ini, yang berjudul
―Analisis Pengaruh Variabel Mikro Dan Makro Ekonomi Terhadap Daya
Tarik Investasi Indonesia”.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan berbagai pihak
dari mulai periode perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit
bagi penulis untuk dapat menyelesaikan dengan baik. Oleh karena itu, izinkanlah
penulis untuk dapat mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah
berjasa tersebut, antara lain kepada:
1. Allah SWT, karana berkat Ridho dan Karunia-Nya penulis mampu
menyealesaikan skripsi ini. Puji syukur atas segala nikmat iman islam dan
sehat yang telah Allah berikan kepada Penulis.
2. Kedua orang tuaku untuk segala pengorbanan hidupnya dan cinta kasih nya
yang tidak bisa gantikan oleh apapun. Terimakasih untuk ibu Nyai Trisna
Suptihati yang tercinta yang senantiasa selalu mendoakan, membesarkan,
vi
mendidik, dan dengan sabar mengajarkan hal baik kepada saya dan bapak
Sukaryono yang selalu menjadikan aku anak yang harus dewasa dan kuat dan
segala jerih payah yang kau curahkan untukku. Terimakasih yang sangat
besar dan dalam atas segala dukungannya serya motivasinya yang membuat
saya bisa mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi ini, semoga kalian selalu sehat
dan panjang umur serta di lindungi oleh Allah SWT, doaku selalu
menyertaimu dan semoga kelak aku bisa membahagiakan kalian.
3. Terimakasih untuk adikku Wildan Nurfauzi yang menjadi penyemangat juga
dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga selalu selalu diberikan kebahagiaan
dan menjadi manusia yang sukses dunia akhirat.
4. Dr. Arief Mufraini selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, semoga dapat memajukan dan mengembangkan FEB
lebih baik lagi.
5. Bapak Arief Fitrijanto, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jakarta dan dosen pembimbing
skripsi. Terimakasih atas segala ilmu yang telah bapak berikan. Terimakasih
sudah mau meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan dan kesabarannya sehingga saya selalu termotivasi untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini. Semoga bapak selalu sehat, panjang umur dan di
lindungi Allah SWT dan di balas atas kebaikan yang bapak berikan dengan
sebaik-baiknya balasan
6. Ibu Najwa Khairina, S.E., M.A selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jakarta yang telah
meluangkan waktu dan arahan-arahan yang baik selama saya berkonsultasi.
7. Seluruh jajaran dosen, staf dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang
telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan berharga bagi saya serta
kelancaran selama perkuliahan yang saya jalani. Semoga Allah SWT
membalas kebaikan kalian semua.
vii
8. Terimakasih juga kepada keluarga besar D. Atma Wilastra dan keluarga besar
Mbah Suparman yang telah mendoakan dan mengingatkan terus untuk selalu
mengejar skripsinya dan cepat mengejar wisudanya.
9. Sahabat-sahabat terbaikku Femme Elegante Nilam Nurlaela, Yuliyanti, Farah
Fauziyah, Wihda Nur Afifah, Zul Khairani dan Annisa Febrianti terimakasih
banyak untuk segala kenangannya baik suka maupun duka yang udah kita
lewatin bersama dari awal semester sampai akhirnya terselesaikan skripsi ini,
terimakasih supportnya, seluruh canda kalian yang bakal aku kangen. Semoga
kita bisa sukses dan selalu menjaga tali silaturahim sampai tua nanti.
10. Teman Kostan Ibu Variawati, Nadia Santika Ayu sahabat dari SMA yg
akhirnya kuliah bareng, banyak hal yang kita lakuin sama-sama selama kuliah
terimakasih selalu menyemangati dan menghibur aku. Semoga kamu jadi
dokter yg sukses dan beguna bagi masyarakat yaa nad. Terimakasih Ka
Sheira, teh Dede, teh Sita, Rifa, Dini, teh Ima dan nur canda tawa selama kost
bareng kalian pasti akan selalu jadi kenangan.
11. Teman seperjuangan bimbingan skripsi Dwi Nuni, Aprian, Ridwan dan
Lukman, terimakasih sudah terus memberikan semangat dan membantu
memberikan masukan sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. Semoga Allah
SWT selalu memudahkan jalan kita menuju kesuksesan.
12. Teman-teman seperjuangan IESP angkatan 2011 yang tidak bisa saya
sebutkan satu-persatu. Terimakasih atas waktu, tawa, senyum, pengalaman
baru selama ini. Setiap langkah adalah cerita maka lakukanlah yang terbaik
untuk setiap langkahmu.
13. Teman-teman KKN BERDIKARI Qashi, Lasma, Bintang, Tiyo, Ulva yang
selama sebulan memberikan makna tersendiri dan banyak sekali memberikan
pelajaran hidup. Terimakasih kebersamaannya tetep menjaga silaturahim dan
sukses untuk masa depan kalian semua.
viii
14. Dan seluruh pihak yang mungkin terlewat dan lupa disebutkan terimakasih
banyak atas bantuan semangat serta motivasinya, semoga Allah SWT
mencatat dan membalas segala kebaikan kalian semua.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 31 Mei 2018
Nurul Alifah
ix
DAFTAR ISI
Cover
Lembar Pengesahan Pembimbing
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah
Daftar Riwayat Hidup ............................................................................... i
Abstract ...................................................................................................... iii
Abstrak ....................................................................................................... iv
Kata Pengantar .......................................................................................... v
Daftar Isi ..................................................................................................... ix
Daftar Tabel ............................................................................................... xiii
Daftar Gambar .......................................................................................... xiv
Daftar Lampiran ....................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................... 16
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 17
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 19
A. Landasan Teori................................................................................... 19
1. Investasi ...................................................................................... 19
2. Upah Buruh ................................................................................. 26
3. Inflasi .......................................................................................... 29
4. BI Rate ........................................................................................ 33
5. Kurs.............................................................................................. 37
6. Produk Domestik Bruto............................................................... 43
x
B. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 48
C. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 54
D. Hipotesis Penelitian .......................................................................... 55
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 56
A. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 56
B. Metode Pengumpulan Data ................................................................... 56
C. Metode Analisis Data ............................................................................ 56
1. Metode Analisis ................................................................................ 56
2. Uji Asumsi Klasik ............................................................................ 57
a. Uji Normalitas .............................................................................. 57
b. Uji Multikolinieritas ..................................................................... 57
c. Uji Heterokedastisitas .................................................................. 59
d. Uji Autokorelasi .......................................................................... 59
3. Uji Hipotesis .................................................................................... 61
a. Uji t-statistik ................................................................................ 62
b. Uji F-statistik ............................................................................... 62
c. Koefisien Determinasi (R2) ......................................................... 63
D. Operasional Variabel Penelitian ........................................................... 64
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ......................................... 66
A. Gambaran Umum Objek Penelitian .................................................... 66
1. Daya Tarik Investasi Indonesia ........................................................ 66
2. Perkembangan Tingkat Upah ........................................................... 67
3. Perkembangan Inflasi ....................................................................... 69
4. Perkembangan BI Rate ..................................................................... 70
5. Perkembangan Kurs Dolar Amerika ................................................ 72
6. Perkembangan Produk Domestik Bruto........................................... 75
B. Analisis Hasil dan Pembahasan ........................................................... 77
1. Uji Asumsi Klasik ........................................................................... 77
a. Uji Normalitas ............................................................................. 77
b. Uji Multikolinieritas .................................................................... 78
c. Uji Heterokedastisitas .................................................................. 78
d. Uji Autokorelesi .......................................................................... 79
xi
2. Pengujian Hipotesis ......................................................................... 81
a. Uji-t dan Interpretasi Hasil Analisis ............................................ 82
b. Uji F dan Interpretasi Hasil Analisis ........................................... 85
c. Koefisien Determinasi (R2) ......................................................... 86
C. Analisis Ekonomi ................................................................................. 86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 91
A. Kesimpulan ........................................................................................... 91
B. Saran ..................................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 93
LAMPIRAN ............................................................................................. 97
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Realisasi Penanaman Modal Luar Negeri Indonesia 4
Tabel 1.2 Rata-rata Upah Nominal per Bulan Buruh Produksi di Bawah
Mandor di Perusahaan Industri Besar dan Sedang Tahun 2013
dan 2014
7
Tabel 1.3 Perkembangan Kurs Rupiah terhadap Dolar AS Triwulan I
2013Triwulan IV 2015
10
Tabel 1.4 Perkembangan Inflasi Indonesia Triwulan I 2013-Triwulan IV
2015
11
Tabel 1.5 Perkembangan BI Rate Triwulan I 2013-Triwulan IV 2014 12
Tabel 1.6 Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Atas
Dasar Harga Konstan Tahun 2011-2015
14
Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian 64
Tabel 4.1 Correlation Matrix 78
Tabel 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas 79
Tabel 4.3 Hasil Uji Autokorelasi 80
Tabel 4.4 Hasil Uji t 82
Tabel 4.5 Hasil Uji F 85
Tabel 4.6 Hasil Uji Adj R2 (Adj R Square) 86
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran 54
Gambar 2.2 Paradigma Model Penelitian 55
Gambar 3.1 Uji Durbin Watson 61
Gambar 4.1 Daya Tarik Investasi Indonesia tahun 2007-2014 66
Gambar 4.2 Upah Perbulan Buruh Produksi pada Perusahaan Industri
Besar di Indonesia tahun 2007-2014
68
Gambar 4.3 Perkembangan Inflasi Indonesia Periode 2007-2014 69
Gambar 4.4 Perkembangan BI Rate Periode 2007-2014 70
Gambar 4.5 Perkembangan Kurs di Indonesia Tahun 2007-2015 72
Gambar 4.6 Perkembangan Produk Domestik Bruto Periode 2007-2014 75
Gambar 4.7 Hasil Uji Normalitas 77
Gambar 4.8 Statistik d Durbin - Watson 80
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG
Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi negara berkembang tidak akan
lepas dari peranan sumber dana dari luar negeri. Hal ini terjadi karena hampir
semua negara berkembang tidak dapat mencukupi kebutuhan dana dari dalam
negeri. Masalah tipikal yang dihadapi negara berkembang adalah kelangkaan
dana domestik yang lazimnya ditutup dari dana luar negeri. Dana dari luar
negeri dapat diperoleh dari hutang luar negeri atau penanaman modal asing
(PMA).
Pada negara berkembang terjadi peningkatan masuknya investasi asing
yang sangat cepat beberapa dekade terakhir ini untuk menghadapi era
globalisasi. Pengembangan investasi asing sangat berperan bagi negara tuan
rumah, hal ini dikarenakan investasi asing membawa teknologi, keterampilan
manajerial, lapangan kerja beserta dengan modal masuk. Investasi asing
memiliki pengaruh yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian
suatu negara, jika dipergunakan secara tepat guna. Investasi asing telah
memicu persaingan diantara negara-negara untuk menarik investor dengan
menawarkan berbagai insentif (Ritash, 2005:3).
Kata investasi memiliki pengertian yang lebih luas karena dapat
mencakup investasi asing langsung (direct investment) maupun investasi
tidak langsung (portofolio investment), sedangkan kata penanaman modal
lebih mempunyai konotasi kepada investasi langsung. Penanaman modal
asing memiliki pengertian yang berbeda diantara para pakar ekonomi.
Menurut Fuady (2008: 67) yang dimaksud penanaman modal asing secara
langsung dilihat dalam arti sempit adalah model penanaman asing yang
dilakukan dengan mana pihak asing atau perusahaan asing membeli langsung
(tanpa lewat pasar modal) saham perusahaan nasional atau mendirikan
perusahaan baru.
2
Persaingan yang semakin ketat di antara negara-negara di dunia untuk
menarik Penanaman Modal Asing atau Foreign Direct Investment (FDI)
mendorong setiap negara termasuk Indonesia untuk lebih meningkatkan iklim
investasi melalui policy framework yang lebih komprehensif dan sesuai
dengan tuntutan investor. Hal ini harus didukung oleh economic determinant
dan non economic determinant yang lebih kondusif. Integrasi perekonomian
dunia akan mendorong setiap negara untuk menciptakan aktifitas ekonomi
yang didasarkan pada pasar (market oriented), Investor tidak lagi menjadikan
comparative advantage suatu negara sebagai pijakan dalam melakukan
investasi di negara lain sebagaimana yang terjadi pada dekade 1980-an.
Mereka lebih berfokus pada competitive advantage dalam pasar global. Harus
dipahami bahwa sesungguhnya investor asing sudah memahami kondisi dan
karakteristik suatu negara, sehingga kebijakan apapun yang digulirkan oleh
satu negara akan terpantau oleh investor. (Kholis, 2012:118)
Menurut Tambunan (2006) terdapat sejumlah faktor yang sangat
berpengaruh pada baiktidaknya iklim berinvestasi di Indonesia. Faktor-faktor
tersebut tidak hanya menyangkut stabilitas politik dan sosial, tetapi juga
stabilitas ekonomi, kondisi infrastruktur dasar (listrik, telekomunikasi dan
prasarana jalan dan pelabuhan), berfungsinya sektor pembiayaan dan pasar
tenaga kerja (termasuk isu-isu perburuhan), regulasi dan perpajakan, birokrasi
(dalam waktu dan biaya yang diciptakan), masalah good governance
termasuk korupsi, konsistensi serta adanya kepastian dari kebijakan
pemerintah.
Kebijakan untuk menarik investasi tidaklah berdiri sendiri. Terdapat
suatu keterkaitan antara suatu kebijakan dengan kebijakan lainnya. Bank
Dunia (2005) menyatakan bahwa untuk menciptakan suatu iklim investasi,
diperlukan suatu kebijakan investasi yang mampu menangani paling tidak
tiga hal berikut: biaya, risiko, dan pembatasan bagi persaingan. Jika
pemerintah tidak mampu menekan biaya, meminimalkan resiko, dan
membatasi persaingan, maka investasi baik domestik maupun asing akan sulit
untuk ditingkatkan. Tiga faktor lain yang juga amat penting adalah kestabilan
3
politik dan ekonomi serta jaminan keamanan karena memiliki sangat
berpengaruh terhadap tingkat resiko usaha. Dalam kasus negara berkembang
dan negara miskin, ketiga bagian ini sering didengungkan, akan tetapi dalam
kenyataannya sering tidak sesuai. Sejumlah faktor lain yang juga berpengaruh
pada iklim berinvestasi adalah kondisi infrastruktur dasar (listrik,
telekomunikasi dan prasarana jalan dan pelabuhan), berfungsinya sektor
pembiayaan dan pasar tenaga kerja (termasuk isu-isu perburuhan), regulasi
dan perpajakan, birokrasi (dalam waktu dan biaya yang diciptakan), masalah
good governance termasuk korupsi, konsistensi dan kepastian dalam
kebijakan pemerintah yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
keuntungan neto atas biaya resiko jangka panjang dari kegiatan investasi.
Investasi dapat masuk ke suatu wilayah apabila para investor merasa
aman dan nyaman dalam melakukan kegiatan investasi tersebut. Kegiatan
investasi di suatu daerah salah satunya ditentukan oleh potensi ekonomi dan
iklim usaha yang dimilikinya. Iklim usaha adalah kondisi yang dapat
merangsang munculnya usaha atau investasi. Oleh karena itu iklim usaha ini
sangat berpengaruh pada kesinambungan investasi. Iklim usaha dibentuk oleh
berbagai faktor yang saling berkait satu sama lain dalam membangun suasana
yang menyenangkan bagi semua pihak yang terkait dengan masalah investasi,
baik masyarakat sekitar lokasi, pelaku investasi (investor), maupun
pemerintah yang mewakili kepentingan negara. Berbagai hal yang berkaitan
dengan pembentukan iklim investasi diantaranya adalah kepastian berusaha
semisal kepastian hukum undang-undang dan peraturan pemerintah;
tersedianya sumber daya investasi berupa sumber daya alam, sumber daya
manusia dan sumber daya buatan yang kompetitif akan membantu
terbentuknya iklim investasi; sarana dan prasarana fisik untuk pengembangan
investasi yang mudah didapat, diakses, murah biayanya, serta prosesnya
lancar akan memberikan kontribusi signifikan pada pembentukan iklim
investasi ( Henry, 2009:76-78). Beberapa faktor tersebut menjadi daya tarik
investasi bagi suatu daerah. Setiap daerah berusaha menarik para investor
untuk dapat menanamkan modalnya di daerah mereka. Hal tersebut membuat
4
pemerintah berusaha menjadikan wilayahnya potensial untuk kegiatan
investasi.
Asia Pasifik dipandang sebagai wilayah yang prospektif bagi investor
global. Di tengah lesunya kondisi ekonomi global pada semester I 2015, arus
investasi global yang masuk ke Asia Pasifik justru tumbuh 9,2 persen sebesar
US$137,3 miliar dibandingkan semester I 2014. Pada periode yang sama, arus
investasi asing/Foreign Direct Investment (FDI) yang masuk ke ASEAN
mencapai US$44 miliar. Investor di ASEAN tercatat berasal dari Tiongkok
(17%), Jepang (15%), Thailand (12%), Korea Selatan (12%), Singapura
(10%), dan Amerika Serikat (9%). Kesimpulan dari pembahasan di atas
adalah bahwa investasi memang sangat penting sebagai motor utama. (Zainun
Abidin, 2015)
Di ASEAN, Indonesia merupakan salah satu tujuan utama investor
global. Pada semester I 2015, Indonesia berhasil menarik investasi global
sebesar US$13,66 miliar, tertinggi di ASEAN. Variabel makro ekonomi
Indonesia dipandang cukup stabil. Penurunan nilai tukar rupiah dan
pelambatan ekonomi belum mempengaruhi arus investasi asing yang masuk
ke Indonesia. Makro ekonomi yang stabil mendukung potensi Indonesia
sebagai negara tujuan investasi utama di ASEAN. (Zainun Abidin, 2015)
Tabel 1.1
Realisasi Penanaman Modal Luar Negeri Indonesia1 (Juta US$)
Tahun 2013-2015
Negara Proyek
2 Investasi
2013 2014 2015 2013 2014 2015
Amerika 632 493 913 3.748,8 2.120,1 1.773,4
Eropa 1003 896 1.604 2.566,6 3.983,1 2.326,7
Asia 4.992 4.944 10.516 13.798,2 13.458,1 15.043,7
Australia 310 263 502 233,5 685,0 205,2
Afrika 86 83 161 801,7 664,0 192,9
Gabungan Negara 2.589 2.206 4.042 7.468,6 7.619,4 9.734,0
Jumlah 9.612 8.885 17.738 28.617,5 28.529,7 29.275,9
Catatan: 1. Tidak termasuk sektor minyak & bumi, perbankan, lembaga
5
keuangan non bank, asuransi, sewa guna usaha, investasi yang
perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis atau sektor,
investasi portofolio (pasar modal) dan rumah tangga
2. Proyek dalam unit
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal
Berdasarkan tabel 1.1 data tersebut menunjukkan bagaimana kondisi
realisasi penanaman modal luar negeri Indonesia. Dari tiga tahun terakhir
yaitu dari tahun 2013 hingga tahun 2015 penanaman modal luar negeri yang
dilakukan oleh negara-negara yang berada di Amerika, Eropa, Asia,
Australia, Afrika dan Gabungan Negara cenderung berfluktuasi dapat dilihat
dari data jumlah proyek yang ada dan jumlah besarnya investasi mengalami
kenaikan bahkan penurunan.
Jika dilihat dari data negara yang melakukan penanaman modal, negara-
negara di Asia yang paling banyak melakukan penanaman modalnya di
Indonesia. Pada tahun 2013 ada 4.992 proyek yg dilakukan leh negara-negara
di Asia dengan total investasi mencapai 13.798,2 juta US$, lalu pada tahun
2014 meskipun jumlah proyek bertambah menjadi 4.944 akan tetapi nilai
investasi mengalami penurunan dengan total investasi sebesar 13.458,1 juta
US$ dan pada tahun 2015 jumlah proyek mengalami kenaikan yang sangat
signifikan hingga mencapai 10.516 unit dengan capaian nilai total investasi
hingga 15.043,7 juta US$. Lain halnya dengan negara-negara di Amerika
jumlah proyek yg terealisasi cenderung berfluktuasi tahun 2013 sebanyak 632
unit, tahun 2014 sebanyak 493 unit dan tahun 2015 mencapai 913 unit
proyek. Walaupun terjadi peningkatan jumlah proyek yang sangat tinggi pada
tahun 2015 namun dari total besarnya investasi yang ada mengalami
penurunan dari tahun 2013 hingga tahun 2015.
Bagi Indonesia foreign direct investment (FDI) memiliki peranan yang
besar dalam melengkapi kebutuhan investasi dalam negeri. FDI
meningkatkan kemampuan produksi dan menjadi media transfer teknologi
dari luar negeri ke dalam negeri. Dalam hal produksi, FDI bisa meningkatkan
produktivitas perusahaan dalam negeri dengan transfer teknologi yang dibawa
bersamaan dengan masuknya FDI. Kehadiran investasi asing dalam bentuk
6
FDI juga bisa meningkatkan daya saing dan keunggulan produk
domestik.(Jufrida, dkk 2016:56)
Investasi asing langsung atau berupa penanaman modal asing merupakan
gambaran bagaimana daya tarik investasi Indonesia dimata negara lain.
Penting sekali untuk menjaga kestabilan faktor yang mempengaruhi daya
tarik investasi Indonesia. Pada dasarnya banyak sekali faktor yang
mempengaruhi investasi Indonesia. Pada penelitian ini yang diteliti adalah
dari segi faktor ekonomi yang dibagi menjadi mikro dan makro ekonomi.
Variabel yang masuk kedalam mikro ekonomi sangat banyak akan tetapi pada
penelitian ini hanya menggunakan tingkat upah buruh karena variabel ini
yang paling relevan dengan daya tarik investasi Indonesia. Upah buruh masih
menjadi perhatian bagi para investor untuk menanamkan modalnya karena
tinggi rendahnya upah buruh juga akan mempengaruhi modal yang akan
dikeluarkan untuk usaha di Indonesia. Upah yang lebih rendah dan diiringi
dengan kualitas sumber daya manusia yang baik akan menjadi faktor
pendorong investor untuk menanamkan modal dan meningkatkan investasi di
negara tersebut. Untuk variabel makro ekonomi yang diteliti adalah inflasi, BI
rate, kurs dan produk domestik bruto, dari variabel tersebut dapat terlihat
sejauhmana variabel makro ekonomi yang dipilih pada penelitian ini
mempengaruhi daya tarik investasi.
Investasi asing langsung meningkatkan permintaan tenaga kerja terampil
yang mengarah ke peningkatan pangsa dari total upah perusahaan. Upah
buruh yang rendah sebagai pendorong peningkatan investasi asing. Upah
tenaga kerja yang rendah akan menurunkan biaya produksi yang relatif
rendah, dengan demikian mengurangi beban biaya dan akan meningkatkan
laba perusahaan, sehingga investor melirik potensi dan meningkatkan
investasinya. (Yogatama dalam Kresna, 351)
Hal yang terjadi belakangan adalah timbul beberapa gejolak sosial yang
membuat iklim investasi di Indonesia menjadi buruk. Gejolak sosial tersebut
merupakan gangguan stabilitas kegiatan perekonomian di masyarakat. Salah
satu halnya berupa terjadinya demonstrasi besar-besaran para pekerja yang
7
menuntut untuk meningkatkan upah minimum dan penghapusan sistem kerja
kontrak. Dengan adanya demonstrasi yang berujung pada menutup akses
jalan menyebabkan proses kegiatan perekonomian terganggu. Bahkan tak
jarang sampai membuat kelumpuhan aktivitas masyarakat. Selain itu dengan
kondisi pekerja yang mogok kerja meyebabkan tingkat produktivitas menjadi
menurun dan memaksa terjadinya beberapa kerugian. Kondisi ketidakstabilan
itu juga yang menyebabkan salah satu iklim investasi di Indonesia menjadi
memburuk dimata penanam modal asing.
Tujuan pekerja menuntut upah naik adalah didasari pada tingkat
kesejahteraan para pekerja yang kurang. Dengan semakin meningkatnya
biaya hidup, pemenuhan kebutuhan pekerja semakin sulit dicapai dengan
tidak adanya peningkatan upah. Hal itu dapat dilihat pada tabel 1.2
perkembangan rata-rata upah nominal per bulan buruh produksi di bawah
mandor di perusahaan industri besar dan sedang
Tabel 1.2
Rata-rata Upah Nominal per Bulan Buruh Produksi di Bawah Mandor
di Perusahaan Industri Besar dan Sedang Tahun 2013 dan 2014
Triwulan 2013
I II III IV
Industri
Besar1 1.880.200 1.912.600 1.925.300 1.943.900
Industri
Sedang2 1.577.100 1.597.900 1.612.300 1.600.000
Triwulan 2014
I II III IV
Industri
Besar 2.030.900 2.176.600 2.228.300 2.257.500
Industri
Sedang 1.687.600 1.728.500 1.748.800 1.786.300
Catatan: 1. 100 Pekerja atau lebih
2. 20–99 Pekerja
Masing-masing triwulan merujuk pada bulan Maret, Juni, September,
dan Desember
Sumber: Survei Upah Buruh, BPS
8
Jika dilihat dari perkembangan pertriwulan tahun 2013 sampai 2014,
kondisi upah nominal buruh produksi dibawah mandor pada industri besar dan
sedang mengalami peningkatan, namun jumlahnya tidak signifikan. Hal yang
terjadi adalah penolakan keras dari pihak buruh dan serikat pekerja dengan
melakukan demonstrasi menuntut peningkatan upah layak dengan turun ke
jalan dan mogok kerja. Dengan begitu kondisi yang terjadi adalah
ketidaknyamanan akan iklim investasi di Indonesia. Hal itu disebabkan
produktivitas menurun dan mengakibatkan menurunnya keuntungan
perusahaan. Padahal dalam aspek produksi dikatakan, produksi dan
penggunaan modal mendorong produktivitas tenaga kerja dan umumnya
meningkatkan penawaran tenaga kerja dan mendorong upah naik (Case dan
Fair, 2007:261)
Modal yang cukup akan membawa pada pertumbuhan ekonomi dan akan
meningkatkan kesejahteraan rakyat khususnya bagi para pengusaha yang
membutuhkan dukungan dana untuk mengembangkan usahanya. Melalui FDI,
modal asing dapat memberikan kontribusi yang lebih baik ke dalam proses
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Investor tentunya akan mengadakan
feasibility study atau studi kelayakan, termasuk forecast, prediction, dan
projection atau proyeksi sebelum menanamkan modalnya disuatu tempat
(Sondakh, 2009:11). Dalam melakukan investasi investor tentunya ingin
mendapatkan keuntungan yang maksimal dengan jumlah pengeluaran yang
seminimal mungkin. Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan
kondisi ekonomi makro di masa depan sangat berguna dalam membuat
keputusan investasi yang menguntungkan. Ekonomi makro menjelaskan
perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak pihak seperti masyarakat,
perusahaan, pemerintah serta sektor luar negeri. Kuncoro (2009)
mengungkapkan bahwa untuk menunjukkan kinerja dan potensi suatu negara
terhadap PMA adalah dengan melihat berbagai indikator, salah satunya adalah
indikator makro ekonomi.
9
Kurs merupakan salah satu harga yang penting dalam perekonomian
terbuka karena ditentukan oleh adanya keseimbangan antara permintaan dan
penawaran yang terjadi di pasar. Mengingat pengaruhnya yang besar bagi
neraca perdagangan, transaksi berjalan maupun bagi variabel-variabel makro
ekonomi lainnya. Kurs dapat dijadikan alat untuk mengukur kondisi
perekonomian suatu negara. Nilai mata uang yang stabil menunjukkan bahwa
negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang relatif baik atau stabil.
Ketidakstabilan nilai tukar ini mempengaruhi arus modal atau investasi dan
perdagangan internasional (Triyono, 2008:156).
Kurs yang berfluktuatif akan mengalami apresiasi atau depresiasi.
Apresiasi yaitu nilai mata uang domestik mengalami peningkatan terhadap
nilai mata uang asing sedangkan depresiasi yaitu nilai mata uang domestik
mengalami penurunan terhadap nilai mata uang asing. Pada tahun 2007 kurs
rupiah terhadap dolar AS bergerak stabil. Kestabilan kurs rupiah terhadap
dolar AS tersebut didukung oleh fundamental makroekonomi domestik yang
semakin membaik di tengah perkembangan ekonomi dan pasar keuangan
global yang bergejolak.
Pada saat tahun 2008 yang dikenal sebagai krisis keuangan global, kurs
rupiah terhadap dolar AS mengalami trend depresiasi atau melemah, kondisi
pasokan valas di dalam negeri yang semakin terbatas, kemudian berlanjutnya
pelemahan ekonomi global dan turunnya harga-harga komoditi telah menekan
ekspor Indonesia yang berdampak pada menurunnya kinerja neraca
pembayaran dan kurs Kondisi perekonomian yang diharapkan adalah kurs
rupiah yang stabil dan mengalami apresiasi.
10
Tabel 1.3
Perkembangan Kurs Rupiah terhadap Dolar AS
Triwulan I 2013 - Triwulan IV 2015
Periode Nilai Tukar
Rupiah/Dolar (Rp)
2013.1 9.605
2013.2 9.698
2013.3 11.580
2013.4 12.210
2014.1 11.562
2014.2 11.855
2014.3 11.770
2014.4 12.244
2015.1 12.807
2015.2 13.131
2015.3 13.873
2015.4 13.785
Sumber: Bank Indonesia, Laporan Kebijakan Moneter
Berdasarkan tabel 1.3 nilai tukar Rupiah mengalami tekanan depresiasi
pada triwulan III 2013, kinerja transaksi berjalan yang diperkirakan masih
defisit mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah yang berada dalam tren
melemah. Fundamental ekonomi yang membaik mendorong nilai tukar rupiah
dalam tren menguat pada triwulan I 2014. Pada triwulan IV 2014 Rupiah
secara rata-rata melemah ke level Rp 12.244 per dolar. Nilai tukar Rupiah
melemah seiring dengan apresiasi dolar AS yang terjadi secara luas. Semakin
solidnya perekonomian Amerika Serikat mendorong penguatan dolar AS
terhadap seluruh mata uang dunia. Tekanan terhadap rupiah berlanjut hingga
tahun 2015, sejalan dengan terus berlangsungnya penguatan dolar AS. Pada
triwulan III 2015, Rupiah melemah ke level Rp 13.873 per dolar AS. Tekanan
terhadap Rupiah depengatuhi factor eksternal yauitu kekhawatiran terhadap
normalisasi kebijakan The Fed dan devaluasi Yuan. Pada triwulan IV 2015
Rupiah berhasil menguat dan ditutup di level Rp.13.775 per dolar AS. Tren
apresiasi Rupiah ditopang oleh meningkatnya aliran masuk modal asing ke
Indonesia.
11
Inflasi adalah naiknya harga-harga komoditi secara umum yang
disebabkan oleh tidak sinkronnya antara program pengadaan komoditi
(produksi, penentuan harga, pencetakan uang, dan sebagainya) dengan tingkat
pendapatan yang dimiliki oleh masyarakat (Putong dalam Tri dkk, 2015:2).
Tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan barang dan jasa menjadi kurang
kompetitif yang menyebabkan keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan
akan menurun, pada akhirnya akan menghambat investasi baru. Oleh sebab
itu dalam penelitiannya, Letarisky (2014) mengungkapkan bahwa semakin
tinggi tingkat inflasi akan mengakibatkan menurunnya jumlah Penanaman
Modal Asing Langsung yang masuk ke Indonesia.
Tabel 1.4
Perkembangan Inflasi Indonesia Triwulan I 2013 - Triwulan IV 2015
Periode Inflasi (%)
2013.1 5,9
2013.2 5,9
2013.3 8,4
2013.4 8,38
2014.1 7,32
2014.2 6,7
2014.3 4,53
2014.4 6,38
2015.1 6,79
2015.2 7,26
2015.3 6,83
2015.4 3,35
Sumber: Bank Indonesia, Laporan Kebijakan Moneter
Berdasarkan tabel 1.4 Inflasi selama triwulan III 2013 terdorong tinggi
sebesar 8,4% sebagai dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi. Inflasi
pada triwulan IV 2013 mencapai 8,38% , menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya. Perkembangan yang membaik juga terlihat pada inflasi triwulan
I 2014 yang terus menurun. Inflasi terjaga dan berada dalam tren yang
menurun 6,70% pada triwulan sebelumnya. Inflasi yang terkendali berlanjut
di triwulan III 2014 sebesar 4,53% (yoy),cukup rendah bila dibandingkan
pola musiman Lebaran dalam tiga tahun terakhir. Inflasi selama 2015
12
melambat dan mendukung prospek pencapaian sasaran inflasi 2016 yakni
4,0±1%. Inflasi triwulan IV tercatat sebesar 3,35%. Melambatnya inflasi
tersebut terutama disumbang oleh deflasi komponen harga barang yang diatur
Pemerintah (administered prices) terutama didorong oleh penurunan harga
BBM, tarif angkutan udara dan harga LPG 12 kg. Ke depan, tren penurunan
harga minyak dunia diharapkan dapat mendorong penurunan tekanan inflasi.
Pada prinsipnya berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah,
diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi, sistem keuangan, dan
daya tahan perekonomian Indonesia. Dalam menstabilkan perekonomian,
maka dilakukan berbagai kebijakan-kebijakan untuk mengontrol suatu
perekonomian. Bank Indonesia secara konsisten menerapkan Inflation
Targeting Framework (ITF) sebagai kerangka kebijakan moneter dalam
rangka pencapaian target inflasi jangka menengah yang ditetapkan
Pemerintah. BI Rate, sebagai sinyal respon (stance) kebijakan moneter,
digunakan untuk mengarahkan pergerakan inflasi dan ekonomi ke depan agar
tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasinya. (Bank Indonesia, 2008
Tabel 1.5
Perkembangan BI Rate Triwulan I-2013 – Triwulan IV-2014
Periode BI Rate (%)
2013.1 5,75
2013.2 6,5
2013.3 7,25
2013.4 7,50
2014.1 7,50
2014.2 7,50
2014.3 7,50
2014.4 7,50
Sumber: Bank Indonesia, Laporan Kebijakan Moneter
Berdasarkan tabel 1.5 pada triwulan I 2013 Bank Indonesia memutuskan
untuk mempertahankan BI Rate pada level 5,75%.Triwulan II 2013 Bank
Indonesia memutuskan untuk menaikkan BI Rate menjadi 6,50%. Kebijakan
tersebut ditempuh untuk memastikan inflasi yang meningkat pasca kenaikan
BBM bersubsidi dapat segera kembali ke dalam lintasan sasarannya. Pada
13
triwulan III Bank Indonesia kembali menaikkan BI Rate sebesar 7,25 untuk
memastikan bahwa tekanan inflasi tetap terkendali, stabilitas nilai tukar
Rupiah terjaga kondisi fundamentalnya, serta defisit transaksi berjalan
menurun ke tingkat yang sustainable. Dengan mempertimbangkan kondisi
terkini, serta prospek dan risiko perekonomian ke depan, Rapat Dewan
Gubernur (RDG) Bank Indonesia Bank Indonesia memutuskan untuk
mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%. Fokus kebijakan Bank Indonesia
dalam jangka pendek diarahkan pada langkah-langkah untuk menjaga
stabilitas nilai tukar Rupiah, di tengah masih berlanjutnya ketidakpastian
perekonomian global, dengan mengoptimalkan operasi moneter baik di pasar
uang Rupiah maupun pasar valuta asing. Bank Indonesia juga akan terus
memperkuat koordinasi dengan Pemerintah untuk memastikan pengendalian
inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan, dan reformasi struktural berjalan
dengan baik, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan ke depan dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi.
Tingkat suku bunga adalah biaya yang harus dibayarkan oleh peminjam
modal atas peminjaman atau penggunaan sejumlah uang kepada pemberi
pinjaman modal. Terdapat hubungan negatif antara suku bunga dan tingkat
investasi. Artinya apabila suku bunga tinggi, jumlah investasi akan
berkurang, sebaliknya suku bunga yang rendah akan mendorong lebih banyak
investasi. (Sukirno, 2010: 127).
Suku bunga dan prakiraan nilainya dimasa depan merupakan salah satu
pertimbangan penting sebelum melakukan investasi. Salah satu sumber dana
yang digunakan oleh investor untuk membiayai pengeluaran investasinya
yaitu pinjaman kepada bank. Investor akan mempertimbangkan dan
membandingkan beban bunga yang harus dibayarkan dengan harapan
keuntungan yang akan diperoleh dari jumlah investasi yang dilakukan. Suku
bunga yang tinggi akan membuat investor menunda peminjaman ke bank
sampai suku bunga kembali turun.
Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika
jumlah produksi barang dan jasanya meningkat. Dalam dunia nyata, amat
14
sulit untuk mencatat jumlah unit barang dan jasa yang dihasilkan selama
periode tertentu, selain karena jenis barang dan jasa yang dihasilkan sangat
beragam, juga karena satuan ukurannya berbeda. Karena itu angka yang
digunakan untuk menaksir perubahan output adalah nilai moneternya yang
tercermin dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk mengukur
pertumbuhan ekonomi, nilai PDB yang digunakan adalah PDB berdasarkan
harga konstan. (Prathama Rahardja, 2004: 117).
Tabel 1.6
Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2011-2015
Tahun Produk Domestik Bruto
(miliar rupiah)
2011 7.287.635,3
2012 7.727.083,4
2013 8.156.497,8
2014 8.566.271,2
2015 8.976.931,5
Sumber: Badan Pusat Statistik
Dapat dilihat dari data pada tabel 1.6 perkembangan produk domestik
bruto dari tahun 2011 terus mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Hal
tersebut berarti tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menunukkan
tren yang positif dan meningkat. Sementara itu, untuk mencapai tingkat
kemakmuran suatu negara, dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang dinamis,
yaitu suatu keadaan yang menggambarkan peningkatan produk domestik
bruto (PDB) dari masyarakat suatu negara tersebut. Pertumbuhan produk
domestik bruto yang kuat dapat meningkatkan aliran investasi asing, tetapi
suatu negara wajib memiliki kapasitas infrastruktur yang baik dalam rangka
mengambil keuntungan dari manfaatnya. Pertumbuhan ekonomi yang kuat
menyiratkan sebuah pengembalian yang lebih tinggi bagi investor asing
dalam peningkatan investasi.
15
Beberapa studi menemukan beberapa hal yang menjadi permasalahan
investasi. Laporan Bank Dunia mengenai iklim investasi (World Bank, 2005)
mengatakan terdapat empat faktor terpenting dalam menarik investasi, antara
lain stabilitas ekonomi makro, tingkat korupsi, birokrasi, dan kepastian
kebijakan ekonomi. Begitu juga studi yang dilakukan oleh KPPOD (2003)
tentang Pemeringkatan Daya Tarik Investasi tahun terhadap 156
kabupaten/kota di Indonesia terdapat dari 5 (lima) faktor utama pembentuk
daya tarik investasi daerah yaitu faktor kelembagaan, faktor sosial politik,
faktor ekonomi daerah, faktor tenaga kerja dan produktifitas serta faktor
infrastruktur fisik.
Upaya untuk meningkatkan minat investor asing untuk berinvestasi di
Indonesia sangat diperlukan. Beberapa strategi kebijakan yang bisa
dipertimbangkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah
berkaitan dengan upaya untuk memelihara kesinambungan pembangunan,
maka perlu prioritas untuk menjadikan FDI sebagai sesuatu yang urgent
untuk diupayakan peningkatannya. Multiplier effect yang ditimbulkan baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang akan dapat semakin meningkat
menuntut adanya perbaikan dalam segala aspek baik ekonomi maupun non-
ekonomi. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah menyangkut
perbaikan political risk, business conditions dan perbaikan variabel ekonomi
makro. Serta pertumbuhan FDI yang semakin pesat menunjukkan bahwa
potensi sumber pembiayaan asing ini relatif besar dan masih terbuka. Hal ini
sejalan dengan kemampuan dan keunggulan yang dimiliki yang terbukti
memberikan kontribusi bagi percepatan pembangunan di suatu negara. Oleh
karena itu Indonesia perlu memperbaiki infrastruktur, mengefisienkan
birokrasi untuk menarik minat investor asing. (Kholis, 2012:119)
Secara garis besar investasi asing langsung yang diharapkan yaitu bukan
hanya investasi jangka pendek melainkan investasi yang dapat mengurangi
adanya permasalahan pendanaan dalam pembangunan secara berkala dan
berkelanjutan, serta pada akhirnya mencapai pembangunan ekonomi dan
kesejahteraan yang merata. Gillis dalam Yogatama ( menyatakan bahwa dari
16
pengalaman di banyak negara, apapun pandangan yang diyakini, investasi
asing langsung tetap bermanfaat bagi negara penerima.
Dengan meneliti hal-hal yang berpengaruh terhadap daya tarik investasi
Indonesia yang dilihat dari penanaman modal asing (PMA), maka penelitian
ini berusaha untuk menjawab analisis dari varibel mikro ekonomi yaitu
tingkat upah buruh serta variabel makro ekonomi yaitu inflasi, BI rate, kurs
Dollar Amerika dan produk domestik bruto (PDB) yang mempengaruhi dan
mengidentifikasi pengaruh faktor tersebut terhadap daya tarik investasi di
indonesia. Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penulisan skripsi ini
penulis melakukan penelitian dengan judul:
“Analisis Pengaruh Variabel Mikro dan Makro Ekonomi Terhadap Daya
Tarik Investasi Indonesia”
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang dan penjelasan yang sudah diuraikan di atas
dengan variabel mikro ekonomi yaitu tingkat upah buruh serta variabel makro
ekonomi yaitu inflasi, BI rate, kurs Dollar Amerika dan produk domestik bruto
(PDB) yang mempengaruhi penanaman modal asing senagai daya tarik indonesia
maka perumusan masalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Berapa besar pengaruh tingkat upah terhadap daya tarik investasi
Indonesia?
2. Berapa besar pengaruh inflasi terhadap daya tarik investasi Indonesia?
3. Berapa besar pengaruh BI Rate terhadap daya tarik investasi Indonesia?
4. Berapa besar pengaruh kurs dollar Amerika terhadap daya tarik investasi
Indonesia?
5. Berapa besar pengaruh produk domestik bruto terhadap daya tarik
investasi Indonesia?
6. Berapa besar pengaruh variabel mikro dan makro ekonomi secara
bersamaan terhadap daya tarik investasi Indonesia
17
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ―Analisis Pengaruh Variabel Mikro Ekonomi dan
Makro Ekonomi Terhadap Daya Tarik Investasi Indonesia‖ adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat upah terhadap daya
tarik investasi Indonesia.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh inflasi terhadap daya tarik
investasi Indonesia.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh BI rate terhadap daya tarik
investasi Indonesia.
4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel kurs Dollar Amerika
terhadap daya tarik investasi Indonesia.
5. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh produk domestik bruto
terhadap daya tarik investasi Indonesia.
6. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel mikro dan makro
ekonomi secara bersamaan terhadap daya tarik investasi Indonesia.
18
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari hasil penelitian ―Analisis Pengaruh Variabel Mikro
Ekonomi dan Makro Ekonomi Terhadap Daya Tarik Investasi Indonesia‖ adalah
sebagai berikut:
1. Bagi Pemerintah
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk
mengambil kebijakan yang tepat untuk meningkatkan daya tarik investasi
dan memperbaiki iklim investasi di Indonesia.
2. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat penelitian ini dapat dijadikan sebagai bacaan dan
pedoman dalam memberikan gambaran mengenai tingkat upah, inflasi, BI
rate, kurs Dollar Amerika dan produk domestik bruto terhadap daya tarik
investasi Indonesia.
3. Bagi Akademisi
Bagi para akademisi penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan
sebagai bahan referensi, bahan perbandingan dan bahan masukan dalam
pengembangan untuk penelitian selanjutnya serta menambah wawasan
untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. INVESTASI
a. Pengertian Investasi
Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pengeluaran
penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang
modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah
kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia
dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal ini
memungkinkan perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak
barang dan jasa di masa yang akan datang serta untuk menggantikan
barang-barang modal yang telah haus dan perlu didepresiasikan.
Menurut Sadono Sukirno (2008: 121).
Menurut (Zakaria, 2009: 30) pengertian investasi adalah
pengeluaran yang di tujukan untuk menambah atau mempertahankan
persediaan capital (Capital Stock). Persediaan capital meliputi
pendirian gedung, pendirian pabrik baru, pengadaan mesin sebagai
peralatan modal, persediaan barang-barang dan barang tahan lama
yang lain yang dipakai dalam proses produksi. Dalam ilmu investasi
dibagi atas dua, yaitu autonomous investment dan induced
investment. Atau investasi yang tidak terpengaruh oleh besar
kecilnya pendapatan masyarakat tetapi dapat berubah oleh karena
adanya perubahan-perubahan faktor-faktor diluar pendapatan seperti
tingkat tekonologi, kebijaksanaan pemerintah ekonomi, harapan para
pengusaha, dan sebagainya, dikenal dengan autonomous investment,
sedangkan investasi yang sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya
pendapatan di kenal dengan induced investment.
20
b. Jenis-Jenis Investasi
Modal asing dapat memasuki suatu negara dalam bentuk modal
swasta dan/atau modal negara. Modal asing swasta dapat mengambil
bentuk investasi langsung dan investasi tidak langsung. (Jhingan,
2010: 483)
Investasi langsung, berarti bahwa perusahaan dari negara
penanam modal secara de facto atau de jure melakukan pengawasan
atas asset (aktiva) yang ditanam di negara pengimpor modal dengan
cara investasi itu. Investasi langsung dapat mengambil beberapa
bentuk, yaitu pembentukan suatu cabang perusahaan di negara
pengimpor modal, pembentukan suatu perusahaan dalam mana
perusahaan dari negara penanam modal memiliki mayoritas saham,
pembentukan suatu perusahaan di negara pengimpor yang semata-
mata dibiayai oleh perusahaan yang terletak di negara penanam
modal, mendirikan suatu korporasi di negara penananam modal
untuk secara khusus beroperasi di negara lain, atau menaruh asset
(aktiva) tetap di negara lain oleh perusahaan nasional dari negara
penananam modal.
Investasi tidak langsung, lebih dikenal sebagai investasi
portfolio atau rentier yang sebagian besar terdiri dari penguasaan
atas saham yang dapat dipindahkan (yang dikeluarkan atau dijamin
oleh pemerintah negara pengimpor modal), atas saham atau surat
utang oleh warga negara dari beberapa negara lain. Penguasaan
saham tersebut tidaklah sama dengan hak untuk mengendalikan
perusahaan. Para pemegang saham hanya mempunyai hak atas
deviden saja.
Investasi menurut jenisnya (Rosyidi, 2001:171-174) :
1) Investasi otonom dan investasi terimbas
2) Investasi pemerintah dan investasi swasta
21
Investasi pemerintah tidak dilaksanakan oleh pihak-pihak
yang bersifat personal sedangkan investasi swasta adalah
kebalikannya yaitu investasi yang dilaksanakan oleh swasta.
3) Investasi domestik dan investasi asing
Dengan jelas Investasi domestik (Domestic invesment)
adalah penanaman modal dalam negeri (PMDN) sedangkan
foreign invesment adalah penanaman modal asing (PMA).
Sebuah negara yang memiliki banyak faktor produksi alam atau
faktor produksi tenaga kerja manusia (human resources) namun
tidak memiliki faktor produksi modal (capital) yang cukup
untuk mengolah sumber-sumber daya yang dimiliki maka akan
mengundang modal asing agar sumber-sumber yang ada dalam
negeri tetapi belum termanfaatkan sepenuhnya bisa di gali
sehingga tidak mubazir.
4) Investasi bruto (gross investment) dan investasi netto (net
investment)
Investasi bruto adalah total seluruh investasi yang diadakan
atau yang dilaksanakan pada periode waktu tertentu atau semua
jenis investasi yang dilaksanakan suatu negara dengan tidak
peduli jenis investasi apa sajakah itu. Investasi neto adalah
selisih antara investasi bruto dengan penyusutan. Ada tiga
kriteria :
a. Jika investasi bruto lebih besar daripada penyusutan maka
perekonomian yang bersangkutan akan mengalami
kemajuan (progresing economy/investing economy).
b. Jika investasi bruto sama dengan penyusutan atau hanya
cukup menutup penyustan yang terjadi maka perekonomian
yang bersangkutan akan tetap berada pada keadaanya
semula, tidak maju dan tidak pula mundur (statsionary
economy).
c. Jika investasi bruto lebih kecil daripada penyusutan maka
perekonomian yang bersangkutan niscaya akan mengalami
22
kemunduran (degredessing economy/disinvecting economy
/retrogressing economy).
c. Faktor-faktor yang menentukan Daya Tarik Investasi
Faktor-faktor yang menentukan Investasi : (Zakaria 2009:30-31)
Banyak pertimbangan bagi investor dalam melaksanakan investasi.
Pertimbangan yang merupakan penentu investasi sebagai berikut :
1) Harapan pendapatan di masa depan. Seorang pengusaha
membeli barang modal jika barang modal tersebut berguna
dalam proses produksi, artinya di masa depan dari pemberian
tersebut akan lebih besar dari harga pembelian barang modal itu.
2) Tingkat bunga. Tingkat bunga memainkan peranan penting
dalam pelaksanaan investasi. Makin rendah tingkat bunga makin
banyak investasi yang akan di lakukan, sebaliknya jika tingkat
bunga tinggi maka keinginan investasi akan kecil, karena tingkat
bunga tinggi akan merupakan beban biaya yang tinggi bagi
investor, yang harus di bayar kepada pihak bank. Disisi lain,
tingkat bunga yang tinggi akan membuat biaya produksi tinggi,
dan harga jual produk yang dihasilkan akan menjadi mahal dan
tidak dapat bersaing dipasaran.
3) Harga peralatan yan digunakan. Tinggi rendahnya harga
peralatan akan berpengaruh terhadap investasi.
4) Faktor kesiapan teknologi. Teknologi yang semakin maju akan
mendorong para investor untuk melakukan penanaman moda.
Teknik produksi canggih, efisien akan menekan biaya produksi.
Penanam modal melakukan investasi bukan untuk memenuhi
kebutuhan mereka tetapi untuk mencari keuntungan. Disamping
ditentukan oleh harapan di masa depan untuk memperoleh untung,
beberapa faktor lain juga memiliki peranan penting dalam
menentukan tingkat investasi yang akan dilakukan dalam
23
perekonomian. Faktor-faktor utama yang menentukan tingkat
investasi adalah (Sadono Sukirno, 2008: 121):
1) Tingkat keuntungan yang diramalkan akan diperoleh
2) Suku bunga, semakin tinggi tingkat bunganya maka biaya
investasi akan semakin mahal, akibatnya minat berinvestasi
menjadi menurun (Prathama Rahardja, 2008: 279).
3) Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan
4) Kemajuan teknologi
5) Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya
6) Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan.
Sedangkan menurut Harjono (2007), faktor yang mempengaruhi
investasi suatu negara terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu
faktor dalam negeri dan faktor luar negeri. Faktor dalam negeri
dijelaskan lebih lanjut antara lain:
1. Stabilitas politik dan ekonomi
2. Kebijakan dalam bentuk sejumlah deregulasi dan debirokrasi
3. Pembebasan dan pelonggaran terhadap beberapa pajak (insentif)
4. Tersedianya sumber daya alam yang melimpah
5. Iklim dan letak geografis serta kebudayaan dan keindahan alam
6. Sumber daya manusia dengan upah yang cukup kompetitif
Harjono (2007), menjelasakan beberapa faktor luar negeri yang
mempengaruhi kondisi investasi di dalam negeri, antara lain:
1. Apresiasi mata uang dari negara asal investasi. Terlebih bagi
negara-negara maju seperti Jepang, Korea, Hongkong , dan
Taiwan.
2. Pencabutan GSP (sistem Prefensi Umum) terhadap empat
negera industri baru di Asia seperti: Korea Selatan, Singapura,
Hongkong dan Taiwan.
3. Meningkatkan biaya produksi di luar negeri, terlebih pada faktor
tenaga kerja dan kesediaan sumberdaya alam.
24
Daya saing menjadi hal penentu iklim investasi di daerah.
Beberapa indikator yang sering digunakan dalam melihat besaran
daya saing investasi daerah antara lain Institusi (kelembagaan),
ekonomi daerah, sosial budaya politik keamanan (sosbudpolkam),
infrastruktur fisik, dan tenaga kerja (BKPM, 2007). Indikator
institusi (kelembagaan) dapat dilakukan pendekatan melalui
pendekatan umum di tingkat negara, juga dapat dilakukan
pendekatan perilaku otoritas dalam ruang lingkup lokal dan regional.
Daya saing investasi didukung oleh tingginya perolehan skor pada
kategori keamanan, sosial budaya dan basis ekonomi daerah yang
kuat. Indikator ekonomi dapat didekati melalui iklim usaha secara
kewilayahan. Sedangkan indikator ketenaga kerjaan dapat dilihat
pada ketersediaan, kualitas dan sistem ketenaga kerjaan di tingkat
regional.
d. Penanaman Modal
Kata investasi memiliki pengertian yang lebih luas karena dapat
mencakup investasi asing langsung (direct investment) maupun
investasi tidak langsung (portofolio investment), sedangkan kata
penanaman modal lebih mempunyai konotasi kepada investasi
langsung. Penanaman modal asing memiliki pengertian yang
berbeda diantara para pakar ekonomi. Menurut Fuady (2008: 67)
yang dimaksud penanaman modal asing secara langsung dilihat
dalam arti sempit adalah model penanaman asing yang dilakukan
dengan mana pihak asing atau perusahaan asing membeli langsung
(tanpa lewat pasar modal) saham perusahaan nasional atau
mendirikan perusahaan baru.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal, modal adalah aset dalam bentuk
uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam
modal yang mempunyai nilai ekonomis. Penanam modal adalah
perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal
25
yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal
asing. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam
modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun asing untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
1) Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Menurut UU no. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal,
modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara
Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau
badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan
hukum. Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan
warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara RI, atau
daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara
Republik Indonesia. Penanaman modal dalam negeri adalah
kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah
negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal
dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.
2) Penanaman Modal Asing (PMA)
Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing,
perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan
hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian
atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. Penanam
modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan
usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan
penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.
Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang
dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan
modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negeri. (UU no. 25 Tahun 2007 tentang
penanaman modal).
26
Berdasarkan UU no. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal,
pasal 3 ayat 2 tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain
untuk :
1.) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional
2.) Menciptakan lapangan kerja
3.) Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan
4.) Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional
5.) Meningkatkan kapasitas dan kemajuan teknologi nasional
6.) Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan
7.) Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil
dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri
maupun dari luar negeri
8.) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. UPAH BURUH
a. Pengertian Buruh
Buruh/Karyawan/Pegawai, adalah seseorang yang bekerja pada
orang lain atau instansi/kantor/perusahaan secara tetap dengan
menerima upah/gaji baik berupa uang maupun barang. Buruh yang
tidak mempunyai majikan tetap, tidak digolongkan sebagai
buruh/karyawan, tetapi sebagai pekerja bebas. Seseorang dianggap
memiliki majikan tetap jika memiliki 1 (satu) majikan (orang/rumah
tangga) yang sama dalam sebulan terakhir, khusus pada sektor
bangunan batasannya tiga bulan. Apabila majikannya
instansi/lembaga, boleh lebih dari satu.
Karyawan produksi adalah karyawan yang terlibat secara
langsung dalam proses produksi diantaranya operator, pemeliharaan,
pengolahan, perakitan, pengepakan, penggudangan, laboratorium,
pesuruh di bagian produksi, dan sebagainya.
27
b. Pengertian Upah
Pengertian upah tenaga kerja didefinisikan sebagai balas jasa
yang diperoleh tenaga kerja sebagai pembayaran atas tenaga dan jasa
oleh pengusaha kepada para tenaga kerja. Menurut Peraturan
Pemerintah No. 8 tahun 1981 upah dapat diartikan suatu penerimaan
sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja untuk sesuatu
pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinilai dalam
bentuk uang akan ditetapkan berdasarkan suatu persetujuan atau
peraturan perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasar perjanjian
kerja antara pengusaha dengan tenaga kerja, termasuk tunjangan baik
untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarganya.
Upah menurut undang-undang tenaga kerja No. 13 Tahun 2000
pasal 1 ayat 30 adalah hak pekerja atau buruh uang diterima dan
dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau
pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan
menurut suatu perjanjian kerja kesepakatan atau peraturan
perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja/ buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan
dilakukan.
Mengenai upah pekerja, (Sukirno dalam Aditama, 2013:350)
menyatakan bahwa dalam teori ekonomi upah diartikan sebagai
pembayaran atas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh
tenaga kerja kepada para pengusaha.Upah dibedakan menjadi upah
uang dan upah riil. Upah uang adalah jumlah uang yang diterima
para pekerja dan para pengusaha sebagai pembayaran atas tenaga
mental maupun fisik para pekerja yang digunakan dalam proses
produksi. Sedangkan upah riil adalah tingkat upah para pekerja di
ukur dari sudut kemampuan upah tersebut membeli barang-barang
dan jasa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan para pekerja.
BPS RI menyelenggarakan Survei Upah Buruh (SUB) sejak
awal dekade 1980-an melalui pendekatan perusahaan dan
28
dilaksanakan empat kali dalam setahun di seluruh Indonesia. Survei
ini mengumpulkan berbagai informasi tentang upah secara rinci di
beberapa lapangan usaha, yaitu pertambangan non-migas, industri
pengolahan, perhotelan, lapangan usaha perdagangan dan lapangan
usaha pertanian(peternakan & perikanan).
c. Lapangan Pekerjaaan
Lapangan pekerjaan adalah bidang kegiatan dari pekerjaan/
usaha/perusahaan/kantor tempat seseorang bekerja. Lapangan
pekerjaan pada publikasi Badan Pusat Statistik didasarkan pada
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI)
2009. Lapangan usaha dikelompokkan ke dalam 3 kelompok besar,
yaitu sebagai berikut:
1.) Pertanian terdiri atas sektor pertanian, termasuk didalamnya
pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perternakan,
perikanan, perburuan dan jasa pertanian.
2.) Industri terdiri atas sektor pertambangan dan penggalian,
industri pengolahan, listrik, gas dan air, dan konstruksi.
3.) Jasa terdiri atas sektor perdagangan besar/eceran, rumah makan
dan restoran, transportasi, pergudangan dan komunikasi,
keuangan, asuransi usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa
perusahaan, dan jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan.
d. Hubungan Upah dengan Daya Tarik Investasi
Upah pekerja diyakini memiliki pengaruh terhadap investasi
asing yang masuk dalam suatu wilayah. Biaya tenaga kerja
merupakan salah satu komponen dalam faktor produksi. Perlu
diingat bahwa Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk
yang besar walaupun belum semuanya merupakan tenaga kerja yang
sesuai dengan keinginan industri. Satu hal lain yang menjadi motif
negara-negara investor untuk merelokasi investasinya adalah biaya
tenaga kerja yang murah. (Brenda, dkk., 172:2013)
29
Investasi asing langsung meningkatkan permintaan tenaga kerja
trampil yang mengarah ke peningkatan pangsa dari total upah
perusahaan. Upah buruh yang rendah sebagai pendorong
peningkatan investasi asing. Upah tenaga kerja yang rendah akan
menurunkan biaya produksi yang relatif rendah, dengan demikian
mengurangi beban biaya dan akan meningkatkan laba perusahaan,
sehingga investor melirik potensi dan meningkatkan investasinya.
(Bobby Kresna, 351:2013)
3. INFLASI
a. Pengertian Inflasi
Secara umum inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan tingkat
harga barang dan jasa yang bersifat umum dan terus menerus selama
waktu tertentu. (Prathama dan Mandala, 2008:359)
Inflasi dapat didefinsikan sebagai kecendrungan dari harga-
harga untuk naik secara umum dan terus menerus selama periode
tertentu. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut
sebagai inflasi, kecuali apabila kenaikan tersebut meluas kepada
sebagian besar dari harga-harga barang lainnya. (Boediono,1999)
Sedangkan menurut Nopirin (1987:25), inflasi merupakan
proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus-
menerus. Ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai macam
barang itu naik dengan presentase yang sama, mungkin dapat teradi
kenaikan tersebut tidaklah bersamaan, yang penting terjadi kenaikan
harga-harga barang secara terus menerus selama suatu periode
tertentu. Adapun kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun
dengan presentase yang cukup besar) bukanlah merupakan inflasi.
b. Jenis-Jenis Inflasi
Gejala inflasi berdasarkan faktor penyebabnya, yaitu inflasi
tarikan permintaan (demand-pull inflation), inflasi dorongan biaya
30
(cost-push inflation), dan kombinasi keduanya (Prathama dan
Mandala, 2008:365)
1) Inflasi Tarikan Permintaan (demand-pull inflation)
Inflasi Tarikan Permintaan (demand-pull inflation) adalah
inflasi yang terjadi karena dominannya tekanan permintaan
agregat. Inflasi tarikan permintaan biasanya terjadi pada masa
perekonomian yang berkembang dengan pesat. Pada masa
perekonomian yang berkembang dengan pesat akan
menimbulkan kebutuhan tenaga kerja yang tinggi. Kebutuhan
tenaga kerja yang tinggi akan menciptakan pendapatan
masyarakat menjadi meningkat. Pendapatan masyarakat yang
meningkat menyebabkan pengeluaran agregat juga semakin
meningkat. Meningkatnya pengeluaran agregat ini, tidak
sebanding dengan keluaran output barang dan jasa sebagai
alokasinya. Sehingga produsen menaikkan harga secara terus –
menerus karena masyarakat cenderung berlomba untuk
mendapatkan ouput tersebut akibat dari keluaran ouput yang
tidak sebanding dengan uang yang akan dikonsumsikan.
2) Inflasi Dorongan Biaya (cost-push inflation)
Inflasi dorongan biaya (cost-push inflation) terjadi karena
kenaikan biaya produksi. Biasanya menyebabkan penawaran
agregat berkurang. Inflasi dorongan biaya ini juga disebabkan
karena masa perekonomian yang meningkat dengan pesat ketika
tingkat pengangguran sangat rendah. Apabila perusahaan -
perusahaan masih menghadapi permintaan yang bertambah
dalam perekonomian yang meningkat dengan pesat, mereka
akan berusaha menaikkan produksi dengan cara memberikan
gajih dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya dan mencari
pekerja baru dengan tawaran yang lebih tinggi. Langkah ini
menyebabkan biaya produksi meningkat yang akan
menimbulkan kenaikan harga – harga berbagai barang.
31
3) Stagflasi
Stagflasi merupakan kombinasi dari dua keadaan buruk,
yaitu stagnasi dan inflasi. Stagnasi adalah kondisi dimana
tingkat pertumbuhan ekonomi sekitar nol persen per tahun.
Jumlah output relatif tidak bertambah. Sayangnya, kondisi ini
disertai dengan inflasi.
c. Indikator Inflasi
Ada beberapa indikator ekonomi makro yang digunakan untuk
mengetahui laju inflasi selama satu periode tertentu, yaitu:
1) Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index)
Indeks harga konsumen (IHK) adalah angka indeks yang
menunjukan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli
konsumendalam satu periode tertentu. IHK diperoleh dari
menghitung harga-harga barang dan jasa yang dikonsumsi
masyarakat dalam satu periode. Di Indonesia penghitungan IHK
dilakukan dengan mempertimbangkan sekitar beberapa ratus
komoditas pokok.
( )
2) Indeks Harga Perdagangan Besar (Wholesale Price Index)
Jika IHK melihat dari sisi konsumen, Indeks Harga Perdagangan
Besar (IHPB) melihat inflasi dari sisi produsen. Oleh karena itu
IHPB sering juga disebut sebagai indeks harga produsen
(producer price index). IHPB menunjukkan tingkat harga yang
diterima produsen pada berbagai tingkat produksi.
Prinsip menghitung inflasi berdasarkan data IHPB adalah sama
dengan cara bedasarkan IHK:
( )
32
3) Indeks harga implisit (GDP deflator)
Walaupun sangat bermanfaat, IHK dan IHPB memberikan
gambaran laju inflasi yang sangat terbatas. Sebab dilihat dari
metode penghitungannya, kedua indikator tersebut hanya
melingkupi beberapa puluh atau mungkin ratusan jenis barang
jasa, di beberapa puluh kota saja. Padahal dalam kenyataan jenis
barang dan jasa yang diproduksi atau dikonsumsi dalam sebuah
perekonomian dapat mencapai ribuan, puluhan ribu bahkan
mungkin ratusan ribu jenis. Kegiatan ekonomi tidak terjadi di
beberapa tempat saja, melainkan keseluruh wilayah. Untuk
mendapatkan hasilgambaraninflasi yang paling
mewakilikeadaansebenarnya, ekonom mengguakan indeks harga
implisit (GDP deflator). Sama halnya dengan dua indikator
sebelumnya, penghitungan inflasi berdasarkan inflasi
berdasarkan IHI dilakukan dengan menghitung perubahan angka
indeks.
( )
d. Hubungan Inflasi dengan Daya Tarik Investasi
Inflasi adalah keadaan dimana harga-harga secara umum mengalami
peningkatan secara terus menerus sementara di sisi lain tingkat
pendapatan masyarakat relatif tetap dan bila itu terjadi maka proses
pemiskinan sedang terjadi. Ketidakstabilan perekonomian suatu negara
dapat menjadi penghalang masuknya investasi ke suatu negara. Inflasi
yang tinggi menggambarkan bahwa ekonomi negara tersebut tidak stabil
yang artinya pemerintah negara tersebut gagal dalam menyeimbangkan
perekonomian. Inflasi dapat menyebabkan tingkat resiko kegagalan
usaha semakin besar.
33
Tingginya tingkat inflasi membuat konsumsi masyarakat berkurang
karena menurunnya kemampuan masyarakat untuk membeli barang
akibat harga yang melambung tinggi. Putong dalam Amida (2015)
menjelaskan apabila inflasi berkepanjangan, maka produsen banyak yang
bangkrut kerena produknya relatif akan semakin mahal sehingga tidak
ada yang mampu membeli. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
negatif antara inflasi dan investasi. Artinya, semakin tidak stabil ekonomi
makro suatu negara maka semakin rendah tingkat investasinya.
4. Suku Bunga Bank Indonesia (BI Rate)
a. Pengertian BI Rate
Sebagaimana yang disebutkan dalam Inflation Targeting
Framework bahwa BI Rate merupakan suku bunga acuan Bank
Indonesia dan merupakan sinyal (stance) dari kebijakan moneter
Bank Indonesia.
BI Rate adalah suku bunga dengan tenor satu bulan yang
diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu
tertentu yang berfungsi sebagai sinyal (stance) kebijakan
moneter.(Dahlan siamat, 2005;139)
BI Rate adalah suku bunga instrumen sinyaling Bank Indonesia
yang ditetapkan pada RDG (Rapat Dewan Gubernur) triwulanan
untuk berlaku selama triwulan berjalan (satu triwulan), kecuali
ditetapkan berbeda oleh RDG bulanan dalam triwulan yang sama.
(Bank indonesia dalam Inflation Targeting Framework)
Pengertian tersebut menjelaskan bahwa BI Rate berfungsi
sebagai sinyal dari kebijakan moneter Bank Indonesia, dengan
demikian dapat diambil kesimpulan bahwa respon kebijakan moneter
dinyatakan dalam kenaikan, penurunan, atau tidak berubahnya BI
Rate tersebut.
Bi Rate digunakan sebagai acuan dalam operasi moneter untuk
mengarahkan agar rata-rata tertimbang suku bunga SBI-1 bulan hasil
34
lelang OPT (Operasi Pasar Terbuka) berada disekitar BI Rate.
Selanjutnya suku bunga SBI-1 bulan tersebut diharapkan akan
mempengaruhi suku bunga pasar uang antar Bank (PUAB), suku
bunga deposito dan kredit serta suku bunga jangka waktu yang lebih
panjang
b. Mekanisme Penetapan BI Rate
BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia dalam
Rapat Dewan Gubernur (RDG) triwulanan setiap bulan Januari,
April, Juli dan Oktober. Dalam kondisi tertentu, jika dipandang
perlu, Bi Rate dapat disesuaikan dalam RDG pada bulan-bulan yang
lain.
Pada dasarnya perubahan BI Rate menunjukkan penilaian Bank
Indonesia terhadap prakiraan Inflasi ke depan dibandingkan dengan
sasaran Inflasi yang ditetapkan. Pelaku pasar dan masyarakat akan
mengamati penilaian Bank Indonesia tersebut melalui penguatan dan
transparansi yang akan dilakukan, antara lain dalam Laporan
Kebijakan Moneteryang disampaikan secara triwulanan dan press
release bulanan.
Proses Penetapan respon kebijakan moneter dalam hal ini BI
Rate:
1) Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dalam RDG
triwulanan.
2) Respon kebijakan moneter diharapkan untuk periode satu
triwulan kedepan.
3) Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dengan
memperhatikan efek tunda (Lag) kebijakan moneter dalam
mempengaruhi inflasi.
4) Dalam kondisi yang luar biasa, penetapan respon kebijakan
moneter dapat dilakukan dalam RDG bulanan.
(Bank Indonesia dalam Inflation Targeting Framework)
35
Selain itu yang menjadi pertimbangan dalam penetapan respon
kebijakan tersebut adalah :
1) BI Rate merupakan respon bank sentral terhadap tekanan inflasi
ke depan agar dapat tetap berada pada sasaran yang telah
dirtetapkan. Perubahan BI Rate dilakukan terutama jika deviasi
proyeksi inflasi terhadap targetnya dipandang telah bersifat
permanen dan konsisten dengan informasi dan indikator lainnya.
2) BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur secara diskresi dengan
mempertimbangkan:
a. Rekomendasi BI Rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi
kebijakan dalam model ekonomi untuk pencapaian sasaran
inflasi.
b. Berbagai informasi lainnya seperti leading indicators,
expert opinion, asesmen faktor resiko dan ketidakpastian
serta hasil-hasil riset ekonomi dan kebijakan moneter.
Penetapan respons (stance) kebijakan moneter dilakukan setiap
bulan melalui mekanisme RDG Bulanan dengan cakupan materi
bulanan.Respon kebijakan moneter (BI Rate) ditetapkan berlaku
sampai dengan RDG berikutnya. Penetapan respon kebijakan
moneter (BI Rate) dilakukan dengan memperhatikan efek tunda
kebijakan moneter (lag of monetary policy) dalam memengaruhi
inflasi. Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula,
penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum RDG
bulanan melalui RDG mingguan.
Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate
(secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis poin (bps).
Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia yang
36
lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI
Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps.
c. Hubungan BI Rate dengan Daya Tarik Investasi
Besarnya suku bunga suatu negara juga di yakini memiliki
pengaruh terhadap besarnya investasi asing langsung ke dalam
perekonomian. Sadono Sukirno (2000) menyatakan bahwa
terjadinya investasi harus mempertimbangkan akan besarnya suku
bunga, apabila suku bunga lebih tinggi dari tingkat pengembalian
modal, maka investasi yang direncanakan tidak menguntungkan,
oleh sebab itu rencana perusahaan untuk melakukan investasi akan
dibatalkan.
Tingkat suku bunga adalah biaya yang harus dibayarkan oleh
peminjam modal atas peminjaman atau penggunaan sejumlah uang
kepada pemberi pinjaman modal. Terdapat hubungan negatif antara
suku bunga dan tingkat investasi. Artinya apabila suku bunga
tinggi, jumlah investasi akan berkurang, sebaliknya suku bunga
yang rendah akan mendorong lebih banyak investasi, Sukirno
(2010: 127). Bila tingkat suku bunga naik, pinjaman akan menjadi
lebih mahal dan menyebabkan sedikit proyek yang dapat
dijalankan investor. Sebaliknya, apabila tingkat suku bunga turun,
biaya peminjaman lebih murah dan akan menaikkan jumlah proyek
yang dapat dijalankan oleh investor.
5. KURS
a. Pengertian Kurs
Kurs dapat didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang
dibutuhkan, yaitu banyaknya Rupiah yang dibutuhkan untuk
memperoleh satu unit mata uang asing. (Sadono Sukirno, 2004:397)
37
Menurut Eachern (2000:75) kurs atau exchange rate mengukur
harga suatu mata uang atas dasar mata uang yang lain. Semakin
besar permintaan atas suatu mata uang atau semakin kecil
penawarannya, maka semakin tinggi pula exchange ratenya.
Exchange rate mempengaruhi harga barang impor, sehingga
mempengaruhi arus perdagangan luar negeri.
Menurut Todaro (2000:247) kurs adalah suatu tingkat, tarif, harga
dimana Bank Sentral bersedia menukar mata uang dari suatu negara
dengan mata uang dari negara-negara lain.
Kurs merupakan harga dari mata uang luar negeri. Kurs rupiah
terhadap dolar AS memainkan peranan sentral dalam perdagangan
internasional, karena kurs rupiah terhadap dolar AS memungkinkan
kita untuk membandingkan semua harga barang dan jasa yang
dihasikan berbagai negara (Triyono, 2008).
b. Sistem kurs
Tujuan sistem kurs adalah mempermudah perdagangan dan
keuangan Internasional. Menurut Madura (2006: 220-229), Sistem
kurs dapat dikategorikan dalam beberapa jenis berdasarkan pada
seberapa kuat tingkat pengawasan pemerintah pada kurs, yaitu:
1) Sistem kurs tetap (fixed exchange rate system) adalah kurs mata
uang dibuat konstan ataupun hanya diperbolehkan berfluktuasi
dalam kisaran yang sempit. Apabila kurs mulai berfluktuasi
terlalu besar maka pemerintah akan melakukan intervensi untuk
menjaga agar fluktuasi tetap berada pada kisaran yang
diinginkan. Keuntungan sistem kurs tetap yaitu pada kondisi
dimana kurs dibuat tetap, sebuah perusahaan internasional dapat
melakukan kegiatan bisnisnya tanpa perlu khawatir terhadap
perubahan nilai mata uang di kemudian hari. Kelemahannya
yaitu adanya risiko bahwa pemerintah akan melakukan
perubahan nilai mata uang secara mendadak, dan dari sisi makro
38
sistem kurs tetap dapat membuat kondisi ekonomi sebuah
negara menjadi sangat tergantung dari kondisi ekonomi negara
lain.
2) Sistem kurs mengambang bebas (freely floating exchange rate
system) adalah kurs ditentukan sepenuhnya oleh pasar tanpa
intervensi dari pemerintah. Pada kondisi kurs yang mengambang,
kurs akan disesuaikan secara terus-menerus sesuai dengan kondisi
penawaran dan permintaan dari mata uang tersebut. Keuntungan
dari sistem ini yaitu kondisi ekonomi suatu negara akan lebih
terlindungi dari kondisi ekonomi di negara lain. Kelemahannya
tidak memerlukan campur tangan dari pemerintah.
3) Sistem kurs mengambang terkendali (managed float exchange
rate system), sistem ini berada pada sistem kurs tetap dan sistem
kurs mengambang bebas. Fluktuasi kurs dibiarkan mengambang
dari hari ke hari dan tidak ada batasan-batasan resmi, pada kondisi
tertentu pemerintah sewaktu-waktu dapat melakukan intervensi
untuk menghindarkan fluktuasi yang terlalu jauh dari mata
uangnya.
4) Sistem kurs terikat (pegged exchange rate syatem), dimana mata
uang lokal mereka diikatkan nilainya pada sebuah valuta asing
atau pada sebuah jenis mata uang tertentu. Nilai mata uang lokal
akan mengikuti fluktuasi dari nilai mata uang yang dijadikan
ikatan tersebut. Mata uang yang telah diikat pada valuta asing
tidak dapat diikat lagi pada mata uang yang lain. Bila telah diikat
dengan dolar AS maka mata uang tersebut harus mengikuti
pergerakan dolar AS terhadap mata uang lain. Karena suatu
negara tidak dapat mengikatkan mata uangnya terhadap seluruh
mata uang lain, maka negara tersebut akan terpengaruh oleh
pergerakan mata uang lain terhadap mata uang yang menjadi
ikatannya.
39
c. Jenis-jenis kurs
Menurut Herlambang, dkk (2002:276) menyimpulkan bahwa
kurs dibedakan menjadi dua yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs
nominal menunjukkan harga relatif mata uang dari dua negara,
contoh: mata uang asing per 1 (satu) mata uang domestik. Kurs riil
menunjukkan harga relatif barang dari dua negara dan tingkat ukuran
suatu barang dapat di perdagangkan antar negara. contoh: kurs riil
yang apresiasi di Indonesia berarti akan meningkatkan ekspor dan
menurunkan impor.
Menurut Mankiw (2006:128-131) ketika orang-orang mengacu
pada kurs diantara kedua negara, maka mengartikannya sebagai kurs
nominal. Kurs nominal adalah tingkat di mana orang-orang
memperdagangkan mata uang suatu negara untuk mata uang negara
lain, sedangkan kurs riil menyatakan tingkat dimana orang-orang
memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-
barang dari negara lain. Faktor-faktor penentu kurs riil antara lain,
kurs riil terkait dengan ekspor netto, apabila kurs riil lebih rendah
barang-barang domestik relatif lebih murah dibanding barang-barang
luar negeri dan ekspor netto lebih besar. Neraca perdagangan harus
sama dengan arus modal keluar netto yang sama dengan tabungan
dikurangi investasi.
Kurs didasari dua konsep yaitu pertama, konsep nominal
merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga mata uang
yang menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara yang
diperlukan guna memperoleh sejumlah mata uang dari negara lain.
Kedua yaitu konsep riil yang dipergunakan untuk mengukur daya
saing komoditi ekspor suatu negara di pasaran internasional
(Halwani, 2005:157).
40
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kurs
Menurut dasar pikiran ekonomi Keynes dalam buku ekonomi
moneter (Nopirin, 1987:173), faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan dan penawaran kurs valuta asing yaitu pendapatan,
harga, dan tingkat bunga. Makin tinggi tingkat pertumbuhan, makin
besar kemungkinan untuk impor yang berarti makin besar pula
permintaan akan valuta asing. Jika kurs valuta asing cenderung naik,
maka nilai mata uang domestik akan turun. Demikian juga inflasi,
akan menyebabkan impor naik dan ekspor turun yang akan
mengakibatkan kurs valuta asing naik dan kurs rupiah turun.
Kenaikan tingkat bunga dalam negeri akan cenderung menarik
modal asing untuk masuk dari luar negeri (capital inflow). Hal ini
menyebabkan kurs valuta asing akan turun karena nilai mata uang
domestik naik secara relatif terhadap valuta asing. Untuk itu semua
kegiatan ekonomi dan kebijakan pemerintah (moneter dan fiskal)
yang mempengaruhi pendapatan, harga, serta tingkat bunga secara
tidak langsung akan mempengaruhi kurs.
Perubahan dalam permintaan dan penawaran suatu valuta, akan
menyebabkan perubahan dalam kurs valuta yang disebabkan oleh
banyak faktor, antara lain: (Sukirno, 2004:402)
1) Perubahan dalam cita rasa masyarakat
Perubahan cita rasa masyarakat akan mengubah corak konsumsi
atas barang-barang yang di produksikan di dalam negeri maupun
yang di impor. Perbaikan kualitas barang di dalam negeri akan
menaikkan ekspor dan menurunkan impor, sebaliknya perbaikan
kualitas barang impor akan menyebabkan keinginan masyarakat
untuk mengimpor semakin bertambah. Perubahan ini akan
mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing.
2) Perubahan harga barang ekspor dan impor
Barang-barang yang ada di dalam negeri, jika dijual dengan
harga murah maka akan menaikkan ekspor dan jika harganya
41
naik maka akan mengurangi ekspor. Pengurangan harga impor,
akan menaikkan jumlah barang impor dan kenaikan harga
barang impor akan mengurangi jumlah impor. Dengan demikian
perubahan harga barang ekspor dan impor akan menyebabkan
perubahan dalam penawaran dan permintaan mata uang negara
tersebut.
3) Kenaikan harga/ inflasi
Bahwa inflasi sangat besar pengaruhnya terhadap kurs
pertukaran valuta asing. Inflasi cenderung akan menurunkan
nilai suatu valuta asing. Inflasi menyebabkan harga-harga di
dalam negeri lebih mahal dibanding dengan harga barang di luar
negeri sehingga inflasi yang tinggi akan menambah impor, dan
menyebabkan permintaan atas valuta asing bertambah. Inflasi
menyebabkan harga barang ekspor lebih mahal, sehingga akan
mengurangi ekspor, ini menyebabkan penawaran valuta asing
berkurang maka harga valuta asing akan bertambah.
4) Perubahan suku bunga
Suku bunga yang rendah akan menyebabkan modal dalam
negeri mengalir ke luar negeri dan pada suku bunga yang tinggi
akan menyebabkan capital inflow. Jika lebih banyak modal yang
mengalir ke suatu negara, permintaan atas mata uang akan
bertambah dan nilai mata uang tersebut akan menguat. Nilai
mata uang suatu negara akan merosot, jika banyak modal yang
dialirkan ke luar negeri karena suku bunga yang ada di luar
negeri lebih tinggi daripada suku bunga di dalam negeri.
5) Pertumbuhan ekonomi
Efek yang diakibatkan oleh kemajuan ekonomi kepada nilai
mata uangnya tergantung pada corak pertumbuhan ekonomi
yang berlaku. Apabila kemajuan itu disebabkan karena
perkembangan ekspor, maka permintaan mata uang rupiah akan
42
bertambah lebih cepat dari penawarannya dan nilai mata uang
rupiah akan naik. Tetapi, apabila kemajuan tersebut
menyebabkan impor lebih berkembang daripada ekspor, maka
penawaran mata uang rupiah lebih cepat bertambah dari
permintaannya dan akan menyebabkan nilai mata uang rupiah
melemah.
e. Hubungan Kurs dengan Daya Tarik Investasi
Nilai tukar rupiah adalah jumlah rupiah yang dibutuhkan untuk
memperoleh satu unit mata uang asing. Nilai tukar dapat menjadi
pendorong masuknya investasi ke negara tujuan, hal tersebut
dikarenakan penguatan mata uang negara tujuan akan meningkatkan
hasil investasi para investor. Sebaliknya, apabila mata uang negara
tujuan melemah akan menyebabkan menurunnya hasil investasi para
investor. Benassy-Quere, et al (2001) dalam Amida (2015)
menyatakan bahwa nilai tukar dapat mempengaruhi investasi dalam
berbagai cara, tergantung pada tujuan investor dalam menanamkan
modalnya.
Apabila tujuan investor adalah pasar lokal, apabila terjadi
apresiasi nilai tukar pada mata uang lokal, hal ini dapat meningkatkan
FDI karena meningkatnya daya beli konsumen lokal. Benassy Quere,
et al (2001) dalam Amida (2015) juga mengungkapkan apabila tujuan
investor adalah untuk mengekspor keluar negeri, maka apresiasi mata
uang lokal akan mengurangi arus masuk FDI melalui daya saing yang
rendah karena biaya tenaga kerja menjadi lebih tinggi. Pilihan
dimotivasi oleh adanya biaya yang lebih rendah seperti upah tenaga
kerja dan biaya transportasi. Keputusan tergantung kepada struktur
investor dari penjualannya, apakah perusahaan bermaksud menjual
barangnya di pasar lokal atau untuk diekspor.
43
6. PRODUK DOMESTIK BRUTO
a. Pengertian Produk Domestik Bruto
Produk Domestik Bruto atau PDB adalah nilai pasar total output
suatu negara. PDB merupakan nilai pasar semua barang dan jasa
yang dihasilkan dalam satu periode waktu tertentu oleh faktor-faktor
produksi yang beralokasi dalam suatu negara. (Case & Fair,
2007:21).
b. Metode Penghitungan PDB
Menurut Case & Fair (2007: 24) PDB atau GDP bisa dihitung
dengan dua cara. Salah satunya adalah menjumlahkan semua jumlah
total yang dibelanjakan pada semua barang akhir selama periode
tertentu. Ini adalah pendekatan pengeluaran dalam menghitung GDP.
Pendekatan lainnya adalah menjumlahkan pendapatan upah, sewa,
bunga dan laba yang diterima oleh semua faktor produksi dalam
menghasilkan barang akhir. Ini adalah pendekatan pendapatan dalam
menghitung GDP. Kedua metode ini menghasilkan nilai GDP yang
sama.
1.) Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan pengeluaran menghitung GDP dengan
menjumlahkan 4 komponen yang dinyatakan dalam bentuk
persamaan:
GDP = C+ I + G + (X-M) .....................................................(2.1)
GDP = Gross Domestic Product/ PDB
C = Konsumsi
G = Pengeluaran Pemerintah
X = Ekspor
M = Impor
Empat komponen tersebut, yaitu:
a) Pengeluaran konsumsi pribadi (C): belanja rumah tangga
atas barang konsumen.
44
Bagian terbesar dari GDP meliputi pengeluaran
konsumsi pribadi (C). Terdapat tiga kategori utama
pengeluaran konsumen: barang tahan lama, seperti mobil,
perabotan, peralatan rumah tangga, relatif bertahan dalam
jangka panjang; Barang tidak tahan lama, seperti makanan,
pakaian, bensin dan rokok, dihabiskan dengan segera;
Pembayaran jasa—sesuatu yang kita beli yang tidak
meliputi produksi hal fisik—meliputi pengeluaran untuk
layanan dokter, pengacara dan lembaga pendidikan.
b) Investasi swasta dalam negeri bruto (I): belanja oleh
perusahaan dan rumah tangga atas modal baru, seperti
pabrik, peralatan, persediaan, dan struktur perumahan baru.
Investasi, menurut istilah ilmu ekonomi, mengacu pada
pembelian modal baru-perumahan, pabrik, peralatan dan
persediaan. Investasi total dalam modal oleh sektor swasta
disebut investasi swasta dalam negeri bruto (I). Pengeluaran
oleh perusahaan untuk mesin, alat-alat, pabrik, dan
seterusnya membentuk investasi nonperumahan.
Pengeluaran rumah baru dan bangunan apartemen
membentuk investasi perumahan. Komponen ketiga
investasi swasta bruto, perubahan persediaan bisnis, adalah
jumlah perubahan persediaan perusahaan selama suatu
periode.
c) Konsumsi dan investasi bruto pemerintah (G).
Meliputi pengeluaran barang akhir oleh pemerintah
lokal, negara bagian, dan federal (bom, pensil dan bangunan
sekolah), maupun pengeluaran jasa akhirnya (gaji militer,
gaji anggota kongres, gaji guru sekolah).
d) Ekspor neto (EX-IM): belanja neto oleh negara lain di
dunia, atau ekspor (EX) minus impor (IM).
45
Nilai ekspor neto adalah selisih antara ekspor
(penjualan barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri
pada orang asing) dan impor (pembelian barang dan jasa
oleh suatu negara dari negara lain). Angka ini bisa positif
atau negatif. Alasan memasukkan ekspor neto dalam
definisi GDP adalah karena konsumsi, investasi dan belanja
pemerintah (C, I, dan G) memasukkan pengeluaran atas
barang yang diproduksi di dalam negeri maupun oleh orang
asing. Oleh sebab itu, C+I+G terlalu banyak menekankan
produksi dalam negeri karena meliputi pengeluaran barang
yang diproduksi oleh pihak asing—yakni, impor yang harus
dikurangkan dari GDP untuk mendapatkan angka yang
tepat. Pada saat yang sama, C+I+G kurang menekankan
produksi dalam negeri karena beberapa dari produksi
nasional dijual ke luar negeri sehingga tidak dimasukkan
dalam C, I atau G—ekspor harus ditambahkan.
2.) Pendekatan Pendapatan
Menurut Sadono Sukirno (2008: 44), faktor-faktor produksi
dibedakan menjadi 4 golongan, yaitu tanah, tenaga kerja, modal
dan keahlian keusahawanan. Apabila faktor-faktor produksi ini
digunakan untuk mewujudkan barang dan jasa, maka akan
diperoleh berbagai jenis pendapatan, yaitu tanah dan harta tetap
lainnya memperoleh sewa, tenaga kerja memperoleh gaji dan
upah, modal memperoleh bunga dan keahlian keusahawanan
memperoleh keuntungan. Dengan menjumlahkan pendapatan-
pendapatan tersebut akan diperoleh suatu nilai pendapatan
nasional lain, pendapatan nasional ini dinamakan Pendapatan
Nasional atau Produk Nasional Neto menurut harga faktor.
46
Dengan demikian, besarnya pendapatan nasional atau PDB
adalah (Rahardja, 2008: 232):
PDB = w + i + r + π................................................................(2.2)
Di mana: w = upah/gaji (wages/salary)
i = pendapatan bunga (interest)
r = pendapatan sewa (rent)
π = keuntungan (profit)
Dalam penghitungan pendapatan nasional yang sebenarnya,
tidak dengan menghitung dan menjumlahkan seluruh gaji dan
upah, sewa, bunga dan keuntungan yang diterima oleh faktor-
faktor produksi dalam suatu tahun tertentu. Sebabnya adalah
karena dalam perekonomian terdapat banyak kegiatan di mana
pendapatannya merupakan gabungan dari gaji atau upah, sewa,
bunga, dan keuntungan. Oleh karenanya, penghitungan
pendapatan nasional dengan cara pendapatan pada umumnya
menggolongkan pendapatan yang diterima faktor-faktor
produksi secara berikut:
a. Pendapatan para pekerja, yaitu gaji dan upah.
b. Pendapatan dari usaha perseorangan.
c. Pendapatan dari sewa.
d. Bunga neto, yaitu seluruh nilai pembayaran bunga yang
dilakukan dikurangi bunga ke atas pinjaman konsumsi dan
bunga ke atas pinjaman pemerintah.
e. Keuntungan perusahaan.
Yang dinyatakan dalam (b) mencerminkan jumlah gaji dan
upah, bunga, sewa dan keuntungan yang diperoleh perusahaan-
perusahaan yang dijalankan oleh pemiliknya sendiri dan
keluarganya. Selain pendekatan pendapatan dan pendekatan
pengeluaran, (Sukirno,2008: 42) menyatakan terdapat
pendekatan lainnya, yaitu pendekatan produk neto.
47
3.) Pendekatan Produk Neto
Produk neto (net output) berarti nilai tambah yang
diciptakan dalam suatu proses produksi. Dengan demikian, cara
ini adalah cara menghitung dengan menjumlahkan nilai tambah
yang diwujudkan oleh perusahaan-perusahaan diberbagai
lapangan usaha dalam perekonomian. Yang dimaksud dengan
nilai tambah adalah selisih antara nilai output dengan nilai
inputnya. Apabila nilai impor lebih kecil maka saldo ekspor neto
positif atau posisi neraca perdagangan luar negeri surplus,
sehingga Y (income) naik dan berarti pula PDB naik.
Sebaliknya, bila nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor maka
saldo ekspor neto negatif atau posisi neraca perdagangan luar
negeri defisit, sehingga Y (income) turun dan berarti pula PDB
akan turun (Hady, 2001: 19)
c. Hubungan Produk Domestik Bruto dengan Daya Tarik Investasi
Untuk mencapai tingkat kemakmuran suatu negara, dibutuhkan
pertumbuhan ekonomi yang dinamis, yaitu suatu keadaan yang
menggambarkan peningkatan produk domestik bruto (PDB) dari
masyarakat suatu negara tersebut. Pertumbuhan produk domestik
bruto yang kuat dapat meningkatkan aliran investasi asing, tetapi
suatu negara wajib memiliki kapasitas infrastruktur yang baik dalam
rangka mengambil keuntungan dari manfaatnya. Pertumbuhan
ekonomi yang kuat menyiratkan sebuah pengembalian yang lebih
tinggi bagi investor asing dalam peningkatan investasi
48
B. PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian tentang daya tarik investasi di Indonesia maupun di negara lain
telah banyak dilakukan, penelitian tesebut banyak digunakan sebagai
referensi penelitian dimasa yang akan datang. Berikut adalah penelitian-
penelitian terdahulu mengenai variabel penanaman modal asing (PMA), upah,
inflasi, BI rate, kurs dan Produk Domestik Bruto (PDB).
1. Amida Tri Septifany, R. Rustam Hidayat dan Sri Sulasmiyati (2015)
Penelitian dengan judul ―Analisis Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku
Bunga, Nilai Tukar Rupiah Dan Cadangan Devisa Terhadap Penanaman
Modal Asing Di Indonesia (Studi Pada Bank Indonesia Periode Tahun
2006-2014)‖. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana
pengaruh variabel makroekonomi (inflasi, suku bunga SBI, nilai tukar
rupiah terhadap dollar, dan cadangan devisa) terhadap Penanaman Modal
Asing di Indonesia pada tahun 2006 sampai 2014. Metode yang digunakan
adalah regresi linier berganda dengan data time series dari Bank Indonesia.
Fungsi model dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
Y = a+b1X1+b2X2+....+bkxk+e
Dimana :
Y = Penanaman Modal Asing
b1,b2,...,bk = Koefisien Regresi
a = Konstanta
X1 = Inflasi
X2 = Tingkat Suku Bunga SBI
X3 = Nilai Tukar Rupiah
X4 = Cadangan Devisa
e = Variabel Pengganggu
49
Hasil penelitian ini adalah variabel inflasi, suku bunga SBI, nilai tukar
rupiah terhadap dollar, dan cadangan devisa secara bersamaan
berpengaruh signifikan terhadap Penanaman Modal Asing di Indonesia.
Variabel Suku bunga SBI dan cadangan devisa memiliki efek positif dan
signifikan terhadap Penanaman Modal Asing di Indonesia, sementara
variabel inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar memiliki efek negatif
dan berpengaruh signifikan terhadap Penanaman Modal Asing di
Indonesia.
2. Rini Kurnia Sari (2015)
Penelitian dengan judul ―Analysis Of Factors That Affects The
Investors In Conducting Business In Indonesia‖. Penelitian tersebut untuk
mengetahui pengaruh faktor PDRB/Kapita, IPM dan infrastruktur terhadap
keputusan investor menanamkan modalnya di Indonesia Metode penelitian
yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan korelasi.Metode
analisis deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan data yang sudah
dikumpulkan untuk menemukan unsur-unsurnya dan kemudian dianalisis
dan diperbandingkan.Metode korelasi meneliti hubungan atau pengaruh
sebab akibat antar variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi.
Analisis ini menggunakan software Excel 2010.
Investasi daerah di Indonesia masih terfokus di Pulau Jawa.Data
menunjukkan sebesar 60% investasi berada di Pulau Jawa. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak adanya distribusi investasi secara merata di
Indonesia.Dilihat dari persentasi total investasi di Indonesia, persentasi
terbesar berada di DKI Jakarta dan selanjutnya diikuti oleh Jawa Barat,
Jawa Timur dan Banten secara bergantian. Investasi yang masih terfokus
di Pulau Jawa ini dikarenakan PDRB/Kapita, IPM dan infrastruktur lebih
baik dibandingkan di luar Pulau Jawa. PDRB/Kapita dan IPM memiliki
korelasi atau hubungan yang negatif dengan Investasi di DKI
Jakarta.Artinya PDRB/Kapita dan IPM naik tetapi investasi turun.
50
3. Bobby Kresna Dewata dan I Wayan Yogi Swara (2013)
Penelitian dengan judul ―Pengaruh Total Ekspor Libor dan Upah
Tenaga Kerja terhadap Investasi Asing Langsung di Indonesia‖. Penelitian
ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh total ekspor, LIBOR, dan
upah tenaga kerja terhadap investasi asing langsung di Indonesia. Teknis
analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda. Fungsi model
dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut
Y = α + β1lnX1 + β2X2 + β3lnX3 + μi
Y = Investasi asing langsung
α = Konstanta (Intersep)
X1 = Ekspor
X2 = LIBOR
X3 = Upah pekerja
ln = Logaritma natural
β 1,2,3,4 = Koefisien regresi
μi = error atau term
Hasil analisis data menunjukkan koefisien determinasi (R2) sebesar
0,861 berarti 81,6 persen variasi (naik turunnya) investasi asing langsung
di Indonesia tahun 1990-2012 dipengaruhi oleh variasi (naik turunnya)
total ekspor LIBOR dan upah tenaga kerja sedangkan sisanya sebesar 13,9
persen dipengaruhi oleh variasi (naik turunnya) variabel lain yang tidak
dimasukkan dalam model penelitian. Secara parsial total ekspor
berpengaruh positif dan signifikan, LIBOR tidak berpengaruh, dan upah
tenaga kerja berpengaruh negative dan signifikan terhadap investasi asing
langsung di Indonesia tahun 1990-2012.
4. Ach. Habibi dan Wahyu Hidayat R. (2017)
Penelitian dengan judul ―Analisis Pengaruh Economic Freedom
Terhadap Foreign Direct Investment Di Negara Asean‖. Tujuan penelitian
ini adalah untuk menguji pengaruh Economic Freedom yang terdiri dari
kebebasan perdagangan dan pajak terhadap FDI di negara ASEAN periode
2004-2015. Obyek dalam penelitian ini adalah sembilan negara anggota
51
Association of South East Asian Nation (ASEAN), yaitu Kamboja,
Indonesia, Myanmar, Singapura, Thailand, Vietnam, Malaysia, Laos dan
Filipina selama kurun waktu 2004-2015. Alat analisis yang digunakan
regresi data panel.
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dengan diawali
pemilihan model terbaik data panel menujukkan bahwa model yang tepilih
untuk digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Fixed Effect.
Hasil analisis data didapatkan nilai R2 sebesar0,769 artinya 76,9% variasi
FDI dijelaskan oleh variabel kebebasan perdagangan dan pajak, sedangkan
sisanya 23,1% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak tercantum dalam
penelitian ini. Secara parsial kebebasan perdagangan berpengaruh postif
dan signifikan terhadap Foreign Direct Investment di negara ASEAN dan
pajak berpengaruh postif dan signifikan terhadap Foreign Direct
Investment di negara ASEAN.
5. Brenda Aditama, Tripriyo dan Fatchun Hasyim (2013)
Penelitian dengan judul ―Analisis Nilai Ekspor, Suku Bunga, Upah
Pekerja, dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap Penanaman Modal
Asing Di Jawa Tengah (Periode 2004:1-2013:4)‖. Penelitian tersebut
bertuuan untuk menganalisis pengaruh nilai ekspor, suku bunga, upah
pekerja, dan produk domestik regional bruto terhadap Penanaman Modal
Asing di Jawa Tengah. Alat analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah analisis regresi linier berganda. Persamaan regresi dalam
penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut:
Y=14915.61+33.78280X1+38.30955X2 +13.01093X3+27.00891X4
Keterangan:
Y = penanaman modal asing
X1= nilai ekspor
X2= suku bunga
X3= upah pekerja
X4= PDRB
e = standart eror
52
Hasil analisis regresi dalam persamaan penanaman modal asing
memiliki nilai R-square 0.586384 yang berarti bahwa variabel nilai ekspor,
suku bunga, upah pekerja, dan PDRB memberikan kontribusi sebesar
58,63%. Sisanya sebesar 41,37% dijelaskan oleh variabel lain. Secara
parsial, nilai ekspor berpengaruh positif dan signifikan terhadap
penanaman modal asing di Jawa Tengah. Suku bunga berpengaruh positif
dan signifikan terhadap penanaman modal asing di Jawa Tengah. Upah
pekerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap penanaman modal
asing di Jawa Tengah. Dan juga PDRB berpengaruh positif dan signifikan
terhadap penanaman modal asing di Jawa Tengah.
6. Faisal Haris Pratama, Sri Marhaeni Salsiyah, Sri Wahyuni
Penelitian dengan judul ―Analisis Pengaruh Angkatan Kerja, Upah
Karyawan Domestik, dan Infrastruktur terhadap Penanaman Modal Asing
Di Jawa Tengah Melalui Badan Penanaman Modal Daerah (BPMD)
Provinsi Jateng (Periode 2000-2013)‖. Penelitian tersebut bertujuan untuk
menganalisis pengaruh angkatan kerja, upah karyawan domestik dan
infrastruktur terhadap penanaman modal asing di Jawa Tengah. Alat
analisis data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Analisis
Regresi Linier Berganda.
Persamaan regresi dalam penelitian tersebut dapat dilihat sebagai
berikut:
Y = 496926.173 + 0.377X1 + 0.135X2 - 21.5107X3
Keterangan:
Y = penanaman modal asing
X1= angkatan kerja
X2= upah karyawan domestik
X3= infrastruktur
e = standart eror
53
Hasil dari penelitian tersebut didapatkan besarnya Adjusted R2 adalah
0.777. Hal ini berarti 77,7% variasi variabel dependent penanaman modal
asing dapat dijelaskan oleh variasi ketiga variabel independent yaitu
angkatan kerja, upah karyawan domestik, dan infrastruktur, sedangkan
sisanya 22,3% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain diluar model. Secara
parsial dapat dilihat bahwa upah karyawan domestik mempunyai
pengaruh positif dan signifikan terhadap penanaman modal asing di Jawa
Tengah. Sedangkan angkatan kerja berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap penanaman modal asing di Jawa Tengah. Namun,
infrastruktur berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penanaman
modal asing di Jawa Tengah.
C. KERANGKA PEMIKIRAN
Indonesia sebagai negara berkembang harus mempunyai tujuan untuk
mengejar ketertinggalan dari segala hal dengan melakukan pembangunan di
segala bidang. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka Indonesia memerlukan
sumber dana baik dana dari dalam negeri maupun luar negeri. Salah satunya
adalah menarik Penanaman Modal Asing (PMA) ke Indonesia. Investasi bagi
suatu negara sangat penting sehingga dibutuhkan faktor-faktor yang menjadi
daya tarik investasi tersebut sehingga dapat menarik investor dalam negeri
maupun luar negeri untuk berinvestasi.
Investor asing akan mempertimbangkan berbagai hal sebelum
menginvestasikan modalnya di Indonesia. Di dalam penelitian ini akan
melihat bagaimana pengaruh faktor-faktor penarik investasi asing langsung
yang dimiliki Indonesia, baik faktor mikro ekonomi yaitu tingkat upah buruh
maupun faktor makro ekonomi yaitu inflasi, BI rate, kurs dan produk
domestik bruto terhadap daya tarik investasi Indonesia. Secara umum
kerangka berpikir yang melihat keterkaitan antar variabel dapat dilihat dari
skema berikut:
54
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pemikiran
Daya Tarik Investasi Indonesia
Mikro Ekonomi Makro Ekonomi
Tingkat Upah Inflasi
BI Rate
Kurs Dollar Amerika
Produk Domestik Bruto
Model Ekonometrika
55
Gambar 2.2
Paradigma Model Penelitian
D. HIPOTESIS
Dari rumusan permasalahan yang ada, dirumuskan hipotesis yang
berkaitan untuk menjawab pertanyaan dari rumusan masalah sebagai berikut:
a. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat upah terhadap
daya tarik investasi Indonesia.
b. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara inflasi terhadap daya
tarik investasi Indonesia.
c. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara BI rate terhadap
investasi Indonesia.
d. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara kurs Dollar Amerika
terhadap daya tarik investasi Indonesia.
e. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara produk domestik bruto
terhadap daya tarik investasi Indonesia.
f. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel mikro dan
makro ekonomi secara bersamaan terhadap daya tarik investasi
Indonesia.
Tingkat Upah
(X1)
Inflasi
(X2)
BI Rate
(X3)
Kurs Dollar Amerika
(X4)
Produk Domestik Bruto
(X5)
Daya Tarik Investasi Indonesia
(Y)
56
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada satu variabel dependen
(terikat) dan lima variabel independen (bebas). Variabel dependen yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu daya tarik investasi Indonesia (Y).
sedangkan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
upah (X1), inflasi (X2), BI rate (X3), kurs Dollar Amerika (X4) dan produk
domestik bruto (X5). Data yang digunakan adalah data time series
(triwulanan) periode 2007 sampai 2014.
B. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat
sekunder adalah data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung
melainkan data yang diperoleh melalui hasil pengolahan pihak kedua atau
data yang sudah dipublikasikan untuk menjelaskan gejala dari suatu
fenomena. Data penelitian ini diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik,
dan Bank Indonesia dalam Laporan Perekonomian Indonesia dan Statistik
Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI)
C. Metode Analisis Data
1. Model Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
metode kuadrat terkecil atau sering disebut dengan Ordinary Least
Square (OLS) untuk regresi linier berganda. Analisis data dilakukan
dengan menguji secara statistik data dari variabel dengan menggunakan
perangkat lunak E-views 7.0 dan Microsoft Excel 2010.
57
2. Uji Asumsi Klasik
Model regresi yang baik adalah model regresi yang menghasilkan
estimasi linier tidak bias (Best Liniear Unbias Estimator / BLUE ). Maka
harus dilakukan uji asumsi klasik antara lain uji normalitas data,
multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah model
regresi dalam hal ini variabel dependen dan indepanden memiliki
distribusi normal atau tidak. Uji normalitas diantaranya dilakukan
dengan dua cara, yaitu uji histogram dan uji Jarque-Bera (J-B). Cara
melihat adalah dengan membandingkan nilai probability pada uji
histogram dengan nilai probabilitas penelitian α=5% (0,05). Apabila
nilai probability hasil uji histogram lebih besar daripada 0,05 maka
data terdistribusi secara normal. Uji Jarque-Bera (J-B) melihat
koefisien J-B dan probabilitasnya dan jika nilai Jarque-Bera lebih
kecil dari dua maka data terdistribusi normal (Wing Wahyu,
2011:5.39).
b. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah adanya hubungan linear yang sempurna
atau pasti diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan
dari model regresi. Apabila pada model persamaan regresi
mengandung gejala multikolinieritas, terdapat korelasi yang
mendekati sempurna antar variabel bebas. Untuk mengetahuinya
dapat dilihat dari correlation matrix dan Uji VIF. Apabila hasil dari
correlation matrix berada diantara 0,8 sampai dengan 1, maka data
terindikasi gejala multikolinieritas. Apabila hasil dari correlation
matrix berada di bawah 0,8 maka data terbebas gejala
multikolinieritas. Apabila melakukan Uji VIF jika nilai VIF lebih
kecil dari 10,00 maka data terbebas dari gejala multikolinieritas.
(Wing Wahyu, 2011:5.5)
58
Indikasi multikolinieritas ditunjukkan dengan beberapa
informasi antara lain:
1. Nilai R2 tinggi, tetapi variabel independen banyak yang tidak
signifikan.
2. Dengan menghitung koefisien korelasi antar variabel independen.
Apabila korelasi antar variabel independen diatas 0,85 atau 85%
maka mengandung multikolinieritas.
3. Dengan melakukan regresi auxiliary. Regresi jenis ini dapat
digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel
independen atau lebih yang secara bersama-sama mempengaruhi
satu variabel independen lainnya.
Winarno (2011:5.7-5.8) menjelaskan ada beberapa alternatif
dalam menghadapi masalah multikolinieritas. Alternatif tersebut
adalah:
1. Biarkan saja model mengandung multikolinieritas, karena
estimasinya masih bersifat BLUE akan tetapi tingkat estimasi
akan semakin rendah. Sifat BLUE tidak terpengaruh oleh ada
atau tidaknya korelasi antar variabel independen.
2. Tambahkan datanya bila memungkinkan, karena masalah
multikolinieritas muncul karena jumlah observasinya sedikit
3. Menghilangkan Variabel Independen
Salah satu metode sederhana yang bisa dilakukan adalah dengan
menghilangkan salah satu variabel independen yang mempunyai
hubungan linier kuat. Namun menghilangkan variabel
independen di dalam suatu model akan menimbulkan bias
spesifikasi model regresi.
4. Transformasi Variabel
Transformasi variabel dapat dilakukan dengan cara melakukan
transformasi kedalam bentuk diferensi pertama (first difference).
Bentuk diferensiasi pertama ini akan mengurangi masalah
multikolinieritas. Transformasi variabel ini akan tetap
menimbulkan masalah berkaitan dengan masalah variabel
59
gangguan. Kesalahan pengganggu Vt mungkin tidak memenuhi
salah satu asumsi daripada model regresi linier klasik yang
mengatakan bahwa kesalahan pengganggu tidak berkorelasi
antara yang satu dengan lainnya, akan tetapi kemungkinan besar
berkorelasi serial (serially correlated)
c. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah suatu penyimpangan asumsi OLS
dalam bentuk varians gangguan estimasi yang dihasilkan oleh
estimasi OLS yang tidak bernilai konstan. Uji ini dilakukan untuk
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual atau
pengamatan ke pengamatan lainnya. Ada beberapa metode yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi ada tidaknya masalah
heterokedastisitas. Diantaranya dapat menggunakan Uji White, cara
mengetahuinya apabila nilai probabilitas dari obs*R-squared lebih
besar dari pada nilai probabilitas penelitian α=5% (0,05) maka dapat
dikatakan data terbebas dari gejala heteroskedastisitas. (Wing
Wahyu, 2011:5.16)
d. Uji Autokorelasi
Autokolerasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam sebuah
model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pada periode t-i (sebelumnya). Tentu saja
model regresi yang baik adalah regresi bebas dari autokolerasi
(Gujarati 2006:112).
Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi
antara data observasi yang diuraiakan menurut waktu (time-series)
dan ruang (cross section). Autokorelasi lebih mudah timbul pada
data yang bersifat runtut waktu, karena berdasarkan sifatnya, data
masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa-masa sebelumnya.
Meskipun demikian, tetap dimungkinkan autokorelasi dijumpai pada
60
data yang bersifat antar objek (cross section). Cara untuk mengetahui
gejala ini adalah dengan melihat nilai Durbin-Watson pada hasil
regresi. (Wing Wahyu, 2011:5.16)
Uji yang paling terkenal untuk pendeteksian autokorelasi adalah
uji yang dikembangkan oleh Durbin dan Watson yang dikenal
sebagai statistic d Durbin-Watson, yang didefinisikan sebagai
∑ ( )
∑
(3.1)
yang sederhananya adalah rasio jumlah selisih kuadrat dalam
residu berurutan terhadap RSS. (Gujarati, 2007:119)
Untuk mekanisme aktual tes Durbin-Watson langkah-langkah yang
diperlukan dalan tes ini adalah sebagai berikut:
1. Lakukan regresi OLS sehingga mendapatkan residu
2. Hitung dari persamaan (3.1). (Sebagian program computer
sekarang sudah biasa melakukan hal ini.)
3. Cari dan kritis dari tabel-tabel Durbin-Watson untuk
ukuran sampel yang diketahui dan umah variabel penjelas yang
diketahui.
4. Ikuti aturan keputusan yang ditampilkan pada tabel 3.1 (Gujarati,
2007:121)
61
Gambar 3.1
Uji Durbin Watson
Jika data penelitian mengandung autokorelasi, data harus segera
diperbaiki agar tetap dapat digunakan. Salah satu cara untuk
menghilangkan autokorelasi adalah dengan Uji Lagrange-Multiplier
atau nama lain dari uji Breusch-Godfrey. Jika nilai probability
Obs*R-squared > atau ≤ α = 5% berarti tidak ada auotkorelasi.
(Winarno, 2011:5.30)
3. Uji Hipotesis
Dalam melakukan pengujian terhadap hipotesis yang diajukan
dilakukan analisis regresi melalui uji t dan uji F untuk mengetahui
pengaruh variabel-variabel penelitian. Untuk mengetahui pengaruh
variabel mikro dan makro ekonomi terhadap daya tarik investasi
Indonesia, maka dirumuskan model regresi sebagai berikut:
Y = ƒ (X1,X2,X3,X4,X5)
PMA = β0 + β1 lnUPAH + β2 lnINFLASI + β3 lnBIRATE
+ β4 lnKURS + β5 lnPDB + ε
62
Dimana :
PMA : Daya Tarik Investasi Indonesia
lnUPAH : Tingkat Upah
lnINFLASI : Inflasi
lnBIRATE : BI Rate
lnKURS : Kurs Dollar Amerika
lnPDB : Produk Domestik Bruto
β0 : Constanta
β1, β2, β3, β4, β5 : Koefisien regresi
ε : Error term
a. Uji-t Statistik
Uji-t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variasi
independen (Ghozali 2011:98). Pengujian ini menggunakan taraf
signifikansi sebesar 0,05. Dasar pengambilan keputusan adalah
sebagai berikut:
1.) Jika nilai probabilitas lebih dari 0,05 maka Ho gagal ditolak dan
H1 ditolak, berarti bahwa secara individu variabel X tidak
berpengaruh terhadap variabel Y.
2.) Jika nilai probabilitas kurang dari 0,05 maka Ho ditolak dan H1
gagal ditolak, berarti bahwa secara individu variabel X
berpengaruh terhadap variabel Y.
b. Uji F
Uji F menunjukkan seberapa jauh pengaruh semua variabel
independen dalam menerangkan variasi variabel independen secara
bersama-sama. Pengujian ini menggunakan taraf signifikansi sebesar
0,05 (Ghozali, 2011:98). Dasar pengambilan keputusan adalah
sebagi berikut:
63
1.) Jika nilai probabilitas lebih dari 0,05 maka Ho gagal ditolak dan
H1 ditolak, berarti bahwa semua variabel X tidak berpengaruh
terhadap variabel Y
2.) Jika nilai probabilitas kurang dari 0,05 maka Ho ditolak dan H1
gagal ditolak, berarti bahwa semua variabel X berpengaruh
terhadap variabel Y.
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi merupakan pengujian untuk mengetahui
seberapa besar kemampuan variabel independen dalam menjelaskan
variabel dependen dalam penelitian. Besaran koefisien determinasi
antara 0 sampai 1. Apabila R2 mendekati nilai 1, maka
menggambarkan variabel independen dapat memberikan banyak
informasi yang menjelaskan variabel dependen. Begitupun
sebaliknya jika mendekati nilai 0, maka menggambarkan variabel
independen belum memberikan banyak informasi yang menjelaskan
variabel dependen.
Uji ini digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan dari
model yang dipakai. Koefisien determinasi (R2) merupakan angka
yang menunjukkan besarnya kemampuan varian atau penyebaran
dari variabel-variabel independen yang menerangkan variabel
dependen atau angka yang menunjukkan seberapa besar variasi
variabel dependen dipengaruhi oleh variabel-variabel independen.
Besarnya koefisien determinasi berkisar antara 0 sampai dengan 1
atau 0 ≤ R2 ≤ 1, yang berarti variasi dari variabel bebas semakin
dapat menjelaskan variasi dari variabel tidak bebas bila angkanya
semakin mendekati 1. Pada penelitian ini juga akan digunakan
koefisien determinasi yang telah disesuaikan dengan jumlah variabel
dan jumlah observasinya (adjusted R2) atau kemampuan yang
sebenarnya dari variabel independen untuk menjelaskan variabel
dependen.
64
D. Operasional Variabel Penelitian
Tabel 3.1
Operasional Variabel Penelitian
Variabel Definisi Satuan
Daya Tarik
Investasi (Y)
Kegiatan menanam modal
untuk melakukan usaha di
wilayah negara Republik
Indonesia yang dilakukan oleh
penanam modal asing, baik
yang menggunakan modal
asing sepenuhnya maupun
yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negeri.
Pada penelitian ini data daya
tarik Investasi di proksi dengan
menggunakan data penanaman
modal asing (PMA)
US $
Tingkat Upah
(X1)
Hak pekerja atau buruh uang
diterima dan dinyatakan dalam
bentuk uang sebagai imbalan
dari pengusaha atau pemberi
kerja kepada pekerja/buruh
yang ditetapkan dan
dibayarkan menurut suatu
perjanjian kerja kesepakatan
atau peraturan perundang-
undangan termasuk tunjangan
bagi pekerja/ buruh dan
Rupiah
65
keluarganya atas suatu
pekerjaan dan atau jasa yang
telah atau akan dilakukan.
Pada penelitian ini
menggunakan data upah buruh
produksi di bawah mandor
pada industri besar.
Inflasi (X2) Kenaikan tingkat harga barang
dan jasa yang bersifat umum
dan terus menerus selama
waktu tertentu
Persen
BI Rate (X3) Suku bunga kebijakan yang
mencerminkan sikap atau
stance kebijakan moneter yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia
dan diumumkan kepada publik.
Persen
Kurs (X4) Nilai tukar Rupiah terhadap
Dollar Amerika.
Harga dari satu mata uang
dalam mata uang yang lain dan
menunjukkan berapa rupiah
yang diperlukan untuk
mendapatkan satu dollar AS
Rupiah
PDB (X5) Nilai pasar semua barang dan
jasa yang dihasilkan dalam satu
periode waktu tertentu oleh
faktor-faktor produksi yang
beralokasi dalam suatu negara
Milyar Rupiah
66
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Daya Tarik Investasi Indonesia
Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pengeluaran
penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal
dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan
memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam
perekonomian.(Sukirno, 2008:121)
Daya tarik investasi Indonesia dapat dilihat dengan memproksi dari
data penanaman modal asing yang ditunjukkan oleh grafik daya atarik
investasi Indonesia pada gambar 4.1. Berdasarkan UU no. 25 Tahun 2007
tentang penanaman modal, penanaman modal asing adalah suatu kegiatan
menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik
Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan
dengan penanam modal dalam negeri.
67
Perkembangan daya tarik investasi Indonesia mengalami fluktuasi
selama tahun 2007 hingga tahun 2014, hal tersebut terlihat pada grafik
4.1 diatas. Pada mulanya perkembangan daya tarik investasi Indonesia
pada awal triwulan 1 2007 hingga akhir triwulan 4 2007 mengalami
perkembangan yg stabil pada kisaran 1000 – 2600 juta USD. Namun
pada awal tahun 2008 hingga akhir tahun 2009 daya tarik investasi
Indonesia mengalami penurunan yang sangat signifikan karena pada
tahun tersebut sedang terjadi krisis global yang menyebabkan nilai tukar
rupiah terhadap Dollar AS dan beberapa mata uang lainnya mengalami
depresiasi yang sangat tajam. Perlambatan kinerja investasi pada tahun
2008 sampai dengan 2009 mengindikasikan tantangan untuk memperkuat
peran investasi dalam struktur pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Menurut data terlihat peningkatan setelah tahun 2010 dan terus
mengalami fluktuasi, hal ini gambaran setelah itu pengembangan potensi
perekonomian Indonesia mulai berkembang disertai variabel makro
ekonomi Indonesia dipandang cukup stabil mempengaruhi arus investasi
asing yang masuk ke Indonesia.
Nilai daya tarik investasi Indonesia tertinggi pada triwulan 3 tahun
2014 sebesar 7443,88 juta USD. Sedangkan nilai daya tarik investasi
Indonesia terendah pada triwulan 4 tahun 2009 sebesar 539,7 juta USD.
Faktor yang menyebabkan bervariasinya daya tarik investasi Indonesia
antara lain disebabkan oleh tingkat upah buruh, inflasi, BI rate, kurs
Dollar Amerika dan produk domestik bruto.
2. Perkembangan Tingkat Upah
Upah menurut undang-undang tenaga kerja No. 13 Tahun 2000
pasal 1 ayat 30 adalah hak pekerja atau buruh uang diterima dan
dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau
pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetakan dan dibayarkan
menurut suatu perjanjian kerja kesepakatan atau peraturan perundang-
68
undangan termasuk tunangan bagi pekerja/ buruh dan keluarganya atas
suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Perkembangan upah buruh pada perusahaan indusri besar di
Indonesia selalu mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Jika
dilihat dari gambar 4.2 upah buruh pada tahun 2007 sebesar Rp
1.046.800 hingga tahun 2011 mencapai Rp 1.389.700 peningkatannya
cenderung stabil . Selepas tahun 2011 peningkatan upah buruh cenderung
lebih meningkat lebih tajam. Pada tahun 2012 upah buruh mengalami
peningkatan hingga mencapai Rp 1.673.600 lalu pada tahun 2013 juga
terus mengalami kenaikan hingga mencapai Rp 1.943.900 dan pada akhir
tahun 2014 tingkat upah buruh sebesar Rp 2.257.500.
Peningkatan upah buruh yang selalu meningkat disebabkan oleh
beberapa faktor. kebutuhan pokok yang dinilai cenderung naik setiap
tahunnya diakibaktan oleh kenaikan harga kebutuhan pokok akibat
inflasi. Standar kehidupan layak didalammya terdapat kebutuhan pokok
yang harus terpenuhi. Tekanan tersebut yang menjadi salah satu faktor
peningkatan nilai upah buruh industri di Indonesia dari tahun ke tahun.
Dalam perkembangannya upah buruh mengikuti banyaknya kebutuhan
minimum yang semakin meningkat . perkembangan kenaikan upah buruh
69
terus mengarah pada peningkatan tajam yang diikuti pemenuhan
kebutuhan pokok dan biaya hidup yang semakin meningkat.
3. Perkembangan Inflasi
Secara umum inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan tingkat harga
barang dan jasa yang bersifat umum dan terus menerus selama waktu
tertentu.
Perkembangan inflasi Indonesia sangat fluktuatif, dapat dilihat
pada gambar 4.3 tingkat inflasi dari tahun 2007 ke tahun 2008 sangat
meningkat tajam. Secara keseluruhan, tekanan inflasi pada tahun 2008
adalah yang tertinggi. Sumber tekanan inflasi terutama berasal dari
tingginya lonjakan harga komoditas global terutama harga komoditas
minyak dan pangan. Lonjakan harga minyak dunia berdampak pada
kenaikan inflasi administered seiring dengan kebijakan pemerintah untuk
menyesuaikan harga BBM bersubsidi. Oleh karena itu, tingkat inflasi
tinggi pada pertengahan tahun 2008 yang pada akhirnya turun pada awal
tahun 2009.
Inflasi pada tahun 2009 yang minimal tidak terlepas dari pengaruh
kebijakan Bank Indonesia dalam memulihkan kepercayaan pasar
70
sehingga nilai tukar Rupiah yang berada dalam tren menguat. Kondisi
tersebut dapat mendukung membaiknya ekspektasi inflasi. Tekanan
inflasi pada tahun 2010 mengalami peningkatan yang signifikan
dibandingankan dengan tahun sebelumnya. Namun pada tahun 2011
hingga 2012, inflasi menunjukkan tren yang menurun. Terkendalinya
inflasi didukung oleh penerapan kebijakan moneter yang tepat dan
koordinasi kebijakan dengan pemerintah yang semakin solid dalam
mendorong kestabilan harga.
4. Perkembangan BI Rate
BI Rate diartikan sebagai suku bunga yang dikeluarkan oleh BI
melalui Dewan Gubernur BI pada setiap Rapat Dewan Gubernur
bulanan, kemudian BI Rate diimplementasikan pada operasi moneter
yang dilakukan oleh BI melalui pengelolaan likuiditas (liquidity
management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional
kebijakan moneter.
Berdasarkan gambar 4.4 grafik perkembangan BI rate
menunjukkan kondisi yang berfluktuasi. Sepanjang tahun 2007 Bank
Indonesia melakukan beberapa kali penurunan BI rate seiring dengan
meredanya tekanan inflasi. Penurunan BI rate ini juga diharapkan akan
71
meningkatkan gairah usaha di sektor riil. Pada triwulan 2 dan 3 2008 BI
rate bertahan pada level 8,25%. Langkah mempertahankan suku bunga
tersebut direspon positif pelaku pasar dan disambut baik oleh dunia
usaha. Hal ini tercermin dari menurunnya suku bunga pinjaman dan suku
bungan simpanan. Akhir tahun 2007 dengan laju inflasi yang terkendali
Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI rate sebesar pada
akhir triwulan IV-2007 hingga mencapai level 8,0%.
Selama tahun 2008 upaya untuk menyeimbangkan antara
pengendalian inflasi dan risiko ketidakstabilan di pasar uang secara
umum terus menerus dilakukan. Untuk mengendalikan inflasi, Bank
Indonesia mengambil kebijakan pengetatan moneter dengn menaikan
tingkat suku bunga kebijakan BI Rate hingga mencapai level tertinggi
yaitu 9,25%. Selama 2009 BI rate cenderung mengalami penurunan
hingga mencapai level 6,5%. Keputusan yang diambil oleh Bank
Indonesia melihat sinyal kebijakan saat ini juga dipandang masih
kondusif bagi proses pemulihan perekonomian Indonesia akibat krisis
global. Pada tahun 2010 BI rate tetap berada ada level 6,50%. Kemudian
naik kembali diawal tahun 2011 menjadi level 6.75% dilanjutkan
penurunan yang stabil dilevel 5,75% hingga akhir tahun 2012.
Pada tahun 2013 Bank Indonesia menaikkan BI rate menjadi
6,75%. Kebijakan tersebut ditempuh untuk memastikan inflasi yang
meningkat pasca kenaikan harga BBM bersubsidi dapat segera kembali
ke lintasan sasarannya.pada Akhir tahun 2013 dan sepanjang tahun 2014
Bank Indonesia dengan mempertimbangkan kondisi terkini serta prospek
dan risiko perekonomian kedepan memutusakan untuk mempertahankan
BI rate sebesar 7,50%.
72
5. Perkembangan Kurs Dolar Amerika
Kurs dapat didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang
dibutuhkan, yaitu banyaknya uang Rupiah yang dibutuhkan untuk
memperoleh satu unit uang asing . Kurs valuta diantara dua negara
kerapkali berbeda diantara satu masa dengan masa lainnya. (Sukirno,
2006:397)
Dari gambar 4.5 dapat dilihat nilai pergerakan kurs Rupiah terhadap
Dolar dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2015. Kurs Rupiah terhadap
Dolar tiap tahunnya mengalami fluktuasi tetapi nilai Rupiah lebih
cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2009 nilai rupiah mengalami
depresiasi selanjutnya cenderung stabil hingga pada tahun 2013 sampai
tahun 2015 nilai rupiah terus mengalami penurunan.
Selama periode tahun 2008 nilai tukar rupiah begerak relatif stabil
hingga mendekati akhir periode tahun 2008 mengalami tekanan. Pada
triwulan I-2008 nilai tukar rupiah mencapai Rp. 9.258 dan bergerak
cukup stabil pada triwulan II-2008 dan triwulan III-2008. Nilai tukar
rupiah sepanjang triwulan IV-2008 terus mengalami tekanan akibat dari
meningkatnya intensitas krisis pasar keuangan global sejak September
2008, hal tersebut menyebabkan selama nilai tukar rupiah terdepresiasi
73
hingga mencapai Rp. 10.914. Pelemahan rupiah selama tahun 2008
banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal terutama akibat semakin
memburuknya indikator ekonomi Amerika Serikat (AS) seiring dengan
berlanjutnya krisis di pasar kredit. Faktor lain yang turut menekan rupiah
adalah kenaikan harga minyak mentah yang mencapai rekor USD111 per
barel yang memicu timbulnya kekhawatiran terhadap peningkatan
permintaan valas untuk impor minyak mentah dan mengancam
kesinambungan fiskal. (Bank Indonesia, 2008:17)
Selama triwulan I-2009, tekanan terhadap rupiah masih cukup tinggi
terutama berasal dari faktor eksternal. Secara rata-rata, nilai tukar rupiah
terdepresiasi sebesar 5,7% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,
dari Rp10.914 per dolar AS menjadi Rp11.578 per dolar AS. Selama
triwulan II-2009, nilai tukar rupiah cenderung bergerak menguat
meskipun sempat mengalami tekanan pada akhir triwulan. Kondisi
perekonomian global dan dalam negeri yang cukup kondusif memberikan
ruang gerak bagi penguatan rupiah. Masuknya dana asing yang didorong
oleh peningkatan optimism investor akan pemulihan ekonomi dunia
menyebabkan rupiah secara rata-rata terapresiasi sebesar 5,55% ke level
Rp9.973 per dolar AS dari Rp10.578 per dolar AS pada triwulan
sebelumnya. Kondisi perekonomian global yang terus membaik dan
perkembangan fundamental perekonomian domestik yang solid
diprakirakan masih akan mendorong penguatan rupiah hingga akhir
triwulan IV-2009. Kondusifnya kondisi eksternal terus mendorong
berlangsungnya apresiasi nilai tukar hingga akhir triwulan IV-2009.
Perbaikan indikator perekonomian terus berlanjut dan semakin merata di
berbagai kawasan baik Amerika, Eropa maupun Asia. Kondisi itu
semakin memperkuat indikasi bahwa perekonomian global mulai
memasuki fase stabilisasi. (Bank Indonesia 2009:19)
Rupiah menunjukkan kinerja yang positif pada tahun 2010. Terus
berlangsungnya proses pemulihan ekonomi global serta semakin kuatnya
kondisi fundamental ekonomi domestik memberikan dukungan yang
74
positif bagi pergerakan nilai tukar. Berkembangnya sentimen negatif di
pasar keuangan global terkait masalah defisit fiskal yang dialami
beberapa negara di Eropa sempat memberikan tekanan pada mata uang
regional Asia, termasuk rupiah. Namun, perkembangan ekonomi global
yang terus membaik, terutama di kawasan Asia, pada gilirannya mampu
membuat mata uang regional Asia kembali stabil bahkan cenderung
menguat seiring dengan kepercayaan investor terhadap ekonomi regional
Asia yang terus meningkat. Di sisi domestik, penguatan rupiah juga turut
didukung oleh kinerja perekonomian domestik yang positif. Laju inflasi
yang terkendali, tingkat pertumbuhan PDB serta kinerja Neraca
Pembayaran Indonesia (NPI) yang positif mampu meredam dampak dari
sentimen negatif yang ditimbulkan dari kondisi eksternal. (Bank
Indonesia 2010:16)
Nilai tukar rupiah bergerak menguat sepanjang triwulan I 2011.
Selama triwulan I 2011, rata-rata nilai tukar rupiah terapresiasi sebesar
0,8% ke level Rp8.897 per dolar AS. Penguatan nilai tukar rupiah masih
berlanjut, di tengah meningkatnya risiko global terkait dengan
penanganan krisis di Eropa, rata-rata nilai tukar rupiah pada triwulan II
2011 terapresiasi. Namun pada triwulan III 2011 rupiah mengalami
derpesiasi hingga akhir triwulan IV 2011. Pelemahan rupiah terpengaruh
oleh sentimen negatif krisis AS dan kawasan Eropa. (Bank Indonesia,
2011:23)
Pasang surut sentimen terkait proses pemulihan ekonomi global
mewarnai pergerakan rupiah selama tahun 2011. Tekanan terhadap
rupiah menyebabkan nilai tukar Rupiah terus mengalami derpesiasi dari
mulai triwulan I 2011 hingga triwulan II 2011. Selama triwulan III 2012,
tekanan depresiasi pada rupiah masih berlanjut namun dengan intensitas
yang lebih rendah. Masih berlanjutnya pelemahan nilai tukar dipengaruhi
oleh faktor eksternal maupun domestik. Dari sisi eksternal, masih
tingginya ketidakpastian terkait penanganan krisis utang dan fiskal di
Eropa, pemulihan ekonomi AS yang belum solid, melemahnya
75
perekonomian China serta koreksi harga komoditas global turut memberi
tekanan pada nilai tukar rupiah. Sementara itu, dari sisi domestik,
melambatnya pertumbuhan ekspor di tengah masih tingginya impor
menyebabkan masih tingginya permintaan valuta asing di pasar valuta
asing domestik. dan defisit neraca transaksi berjalan serta meningkatnya
ekspektasi depresiasi rupiah. (Bank Indonesia, 2012:26)
6. Produk Domestik Bruto
Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestik Product
(GDP) dapat diartikan sebagai nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan
oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu
setahun. PDB tidak mempertimbangkan kebangsaan perusahaan atau
warga negara yang menghasilkan barang atau jasa negara tersebut. PDB
dihitung berdasarkan nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga
negara yang berdomisili dinegara tersebut, baik pribumi maupun warga
negara asing. Nilai PDB yang digunakan biasanya PDB atas harga
konstan dimana menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut
dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu
sebagai dasar dan biasanya harga konstan digunakan untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.
76
Berdasarkan grafik 4.6 dapat diketahui bahwa produk domestik bruto
Indonesia selama periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2014 tiap
tahunnya berflukstuasi tetapi lebih cenderung mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Selama tahun 2007 pertumbuhan ekonomi terus
membaik. Penguatan pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh
meningkatnya daya beli masyarakat, peningkatan konsumsi swasta dan
kinerja ekspor yang terus meningkat. Kinerja perekonomian pada
triwulan 4 2007 masih menunjukkan perkembangan yang
menggembirakan Hal ini ditandai dengan ekspansi perekonomian yang
masih berlanjut serta stabilitas makroekonomi yang terkendali ditengah
kenaikan harga minyak dunia.
Kinerja perekonomian Indonesia pada tahun 2008 mengalami
perlambatan sejalan dengan perkembangan ekonomi global yang kurang
kondusif. Gejolak keuangan global telah menyebabkan tekanan pada
perekonomian Indonesia. Pada triwulan 4 2008 terjadi penurunan PBD
yang disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan ekspor akibat
melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia serta melemahnya daya beli
masyarakat sebagai akibat dari peningkatan tekanan inflasi dan
penurunan keyakinan konsumen.
Pada tahun 2009 diwarnai oleh munculnya tanda-tanda perbaikan
ekonomi dunia. Ekspektasi pemulihan ekonomi yang terjadi telah
mendorong sentimen positif di pasar keuangan global. Kecenderungan
perekonomian global yang membaik telah memberikan dampak positif
terhadap kinerja ekonomi Indonesia. Di sisi domestik, perekonomian
Indonesia menunjukkan perkembangan yang lebih baik seiring dengan
terus membaiknya perekonomian global. Pertumbuhan PDB yang terus
meningkat dikarenakan kinerja konsumsi meningkat ditopang oleh
pendapatan ekspor yang meningkat, keyakinan konsumen yang lebih
kuat.
Perekonomian Indonesia di tahun 2010 menunjukkan akselerasi
pertumbuhan yang cukup tinggi di tengah ketidakseimbangan pemulihan
77
ekonomi global. Perkembangan ekonomi Indonesia memang tidak
terlepas dari kondisi perekonomian dunia. Dalam kurun waktu 2010
sampai dengan tahun 2014 pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap terjaga
nilai PDB Indonesia juga terus mengalami peningkatan. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia terutama didukung oleh peningkatan investasi dan
daya beli masyarakat yang terjaga medorong konsumsi rumah tangga
terus tumbuh.
B. Analisis Hasil Dan Pembahasan
1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah model regresi
dalam hal ini variabel dependen dan indepanden memiliki distribusi
normal atau tidak. Cara melihat hal tersebut adalah dengan
membandingkan nilai probability pada uji histogram dengan nilai
probabilitas penelitian α=5% (0,05). Apabila nilai probability hasil uji
histogram lebih besar daripada 0,05 maka data terdistribusi secara
normal (Wing Wahyu, 2011:5.39).
Gambar 4.7
Hasil Uji Histogram
*data setelah diolah dengan eviews
0
2
4
6
8
10
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6
Series: ResidualsSample 2007Q1 2014Q4Observations 32
Mean -5.77e-15Median 0.035228Maximum 0.603577Minimum -0.884692Std. Dev. 0.320325Skewness -0.400179Kurtosis 3.458701
Jarque-Bera 1.134642Probability 0.567043
78
Pada Hasil uji histogram pada gambar 4.7 Menggambarkan nilai
Jaque Bera lebih kecil dari 2, yaitu sebesar 1,134642 dan nilai
probability 0,567043 lebih besar dari nilai probability penelitian dengan
taraf signifikansi α=5% (0,05). Dalam hal ini maka data terdistribusi
normal.
b. Multikolinearitas
Pengujian multikolinieritas berfungsi untuk mengetahui apakah
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Ada tidaknya
multikolinieritas dapat dilihat dari koefisien korelasi masing-masing
variabel bebas, jika koefisien korelasi diantara masing-masing variabel
bebas dari 0,85 maka terjadi multikolinieritas.
Berdasarkan tabel 4.1 correlation matrix menunjukkan hasil bahwa
korelasi antar variabel independen memiliki nilai yang lebih kecil dari
pada 0,85, hal ini menunjukkan bahwa antar variabel independen bebas
dari multikolinieritas.
c. Heteroskedastisitas
Uji heteroskedasitas berfungsi untuk menguji apakah varian dari
dua observasi dalam penelitian sama (homogen) untuk semua variable
terikat dengan variable bebas sehingga hasil estimasinya tidak bias.
Identifikasi ada atau tidaknya permasalahan heteroskedasitas di lakukan
79
melalui Uji White Heteroskedasticity. Dalam penelitian ini untuk
melihat ada atau tidaknya masalah heterokedasitas dalam data
penelitian dapat dilakukan uji white. Masalah heterokedasitas dalam
data ditunjukkan pada nilai probabilitas pada Obs*R-Squared pada
output. Jika nilai probabilitas pada Obs*R Squared lebih kecil dari
α=5%, maka data tersebut bersifat heterokedasitas (Wing Wahyu,
2011:5.16).
Berdasarkan hasil uji White yang dapat dilihat pada tabel 4.2 di
atas, nilai probabilitas dari obs*R-squared 0,1064 lebih besar dari pada
nilai probabilitas penelitian α=5% (0,05). Berdasarkan hal tersebut,
dapat disimpulkan bahwa data tersebut bebas dari gejala
heteroskedastisitas.
d. Autokorelasi
Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara
data observasi yang diuraiakan menurut waktu (time-series) dan ruang
(cross section). Cara untuk mengetahui gejala ini adalah dengan melihat
nilai Durbin-Watson pada hasil regresi. Apabila nilai Durbin-Watson
terletak antara 1,54 dan 2,46 maka data terbebas dari gejala
autokorelasi. (Wing Wahyu, 2011:5.16)
80
Tabel 4.3
Hasil Uji Autokorelasi
*data setelah diolah dengan eviews 7.0
Gambar 4.8
Statistik Durbin - Watson
Keterangan :
: Tidak ada autokorelasi positif
: Tidak ada autokorelasi negatif
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan nilai sebesar 1,972. Hasil
tersebut menjelaskan bahwa nilai terletak di dalam batas antara 1,825
dan 2,175 yang dapat dilihat pada gambar 4.8, maka keputusannya
adalah terima dan. . Hal ini dapat disimpulkan bahwa data dalam
penelitian ini dapat terbebas dari gejala autokorelasi positif maupun
negatif.
2. Pengujian Hipotesis
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui hipotesis yang telah
ditetapkan diterima atau ditolak secara statistik. Pengujian statistik ini
dilakukan dengan uji statistik F, uji statistik dan uji Adj R2 (Adjusted R-
81
Squared). Model penelitian yang menggunakan Ordinary Least Square ini
dapat dijelaskan dengan persamaan regresi berikut ini:
LNPMA= -1.8745 + 0.1565 LNUPAH + 0.7453 LNINFLASI - 0.2251
LNBIRATE - 2.0007 LNKURS + 1.8339 LNPDB
Dimana:
LNPMA : Daya Tarik Investasi Indonesia (Juta USD)
LNUPAH : Tingkat Upah (Ribu Rupiah)
LNINFLASI : Inflasi (Persen)
LNBIRATE : BI Rate (Persen)
LNKURS : Kurs Dollar Amerika (Rupiah)
LNPBD : Produk Domestik Bruto (Milyar Rupiah)
a.) Jika variabel-variabel independen dianggap konstan atau bernilai nol,
artinya variabel independen tidak terjadi penurunan atau peningkatan
maka besarnya daya tarik investasi Indonesia sebesar -1,8745 juta
USD.
b.) Nilai koefisien variabel tingkat upah adalah sebesar 0,1565 yang
berarti setiap peningkatan upah buruh sebesar 1 ribu Rupiah akan
meningkatkan daya tarik investasi Indonesia sebesar 0,1565 juta USD.
c.) Nilai koefisien variabel inflasi adalah sebesar 0,7453 yang berarti
setiap peningkatan inflasi sebesar 1 persen akan meningkatkan daya
tarik investasi Indonesia sebesar 0,7453 juta USD.
d.) Nilai koefisien variabel BI Rate adalah sebesar -0,2251 yang berarti
setiap peningkatan BI Rate sebesar 1 persen akan menurunkan daya
tarik investasi Indonesia sebesar 0,2251 juta USD.
e.) Nilai koefisien variabel kurs adalah sebesar -2,0007 yang berarti
setiap peningkatan kurs sebesar 1 Rupiah akan menurunkan daya tarik
investasi Indonesia sebesar 2,0007 juta USD.
f.) Nilai koefisien variabel produk domestik bruto adalah sebesar 1.8339
yang berarti setiap peningkatan produk domestik bruto sebesar 1
milyar Rupiah akan meningkatkan daya tarik investasi Indonesia
sebesar 1.8339 juta USD.
82
a. Uji t dan Interpretasi Hasil Analisis
Uji t digunakan untuk menguji hubungan regresi secara parsial.
Pengujian ini dilakukan untuk mengukur tingkat signifikan pengaruh
setiap variabel bebas terhadap variabel terikatnya dalam model
regresi. Dengan cara melihat nilai probabilitas masing-masing variabel
independen. Jika nilai probabilitas < 0,05 maka variabel tersebut
signifikan dan sebaliknya jika nilai probabilitas > 0,05 maka variabel
tersebut tidak signifikan. Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh
variabel independen yaitu tingkat upah, inflasi, BI rate, kurs dan
produk domestik bruto terhadap daya tarik investasi Indonesia secara
parsial. Uji t digunakan untuk membuktikan hipotesis yang telah
dibuat. Uji t dapat dilihat dengan membandingkan t-statistik dan t-
tabel. Jika nilai t-statistik ˃ t-tabel maka keputusan menolak H0 dan
menerima H1, sebaliknya jika t-statistik < t- tabel maka keputusan
menerima H0 dan menolak H1.
Tabel 4.4
Uji t
*data setelah diolah dengan evies 7.0
Tabel 4.4 Merupakan hasil dari pengujian variabel independen
yaitu tingkat upah, inflasi, BI rate, kurs dan produk domestik bruto
terhadap daya tarik investasi Indonesia secara parsial. Penelitian ini
menggunakan α=5% atau α=0,05. Adapun hipotesisnya adalah sebagai
berikut:
83
1. Tingkat Upah
H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
tingkat upah terhadap daya tarik investasi Indonesia.
H1 : Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat
upah terhadap daya tarik investasi Indonesia.
Berdasarkan hasil regresi dari tabel 4.4 diperoleh nilai t-statistik
sebesar 0.162439, nilai t-tabel yaitu 2,055529 dan nilai
probabilitas 0,8722. Nilai t-statistik < t-tabel maka keputusan
menerima H0 dan menolak H1, yang berarti tidak terdapat
pengaruh antara variabel tingkat upah terhadap daya tarik
investasi Indonesia. Sedangakan nilai probabilitas 0,8722 > α=5%
menunjukkan bahwa variabel tingkat upah tidak berpengaruh
signifikan terhadap daya tarik investasi Indonesia.
2. Inflasi
H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
inflasi terhadap daya tarik investasi Indonesia.
H1 : Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara inflasi
terhadap daya tarik investasi Indonesia.
Berdasarkan hasil regresi dari tabel 4.4 diperoleh nilai t-statistik
sebesar 2.866649, nilai t-tabel yaitu 2,055529 dan nilai
probabilitas 0.0081. Nilai t-statistik > t-tabel maka keputusan
menolak H0 dan menerima H1, yang berarti terdapat pengaruh
positif antara variabel inflasi terhadap daya tarik investasi
Indonesia. Sedangakan nilai probabilitas 0,0081 < α=5%
menunjukkan bahwa variabel inflasi berpengaruh signifikan
terhadap daya tarik investasi Indonesia.
3. BI Rate
H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara BI
Rate terhadap daya tarik investasi Indonesia.
H1 : Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara BI Rate
terhadap daya tarik investasi Indonesia.
84
Berdasarkan hasil regresi dari tabel 4.4 diperoleh nilai t-statistik
sebesar -0.213474, nilai t-tabel yaitu 2,055529 dan nilai
probabilitas 0.8326. Nilai t-statistik > t-tabel maka keputusan
menolak H0 dan menerima H1, yang berarti tidak terdapat
pengaruh antara variabel BI Rate terhadap daya tarik investasi
Indonesia. Sedangakan nilai probabilitas 0.8326 > α=5%
menunjukkan bahwa variabel BI Rate tidak berpengaruh
signifikan terhadap daya tarik investasi Indonesia.
4. Kurs
H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
kurs terhadap daya tarik investasi Indonesia.
H1 : Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara kurs
terhadap daya tarik investasi Indonesia.
Berdasarkan hasil regresi dari tabel 4.4 diperoleh nilai t-statistik
sebesar -2.055930, nilai t-tabel yaitu 2,055529 dan nilai
probabilitas 0.0500. Nilai t-statistik > t-tabel maka keputusan
menolak H0 dan menerima H1, yang berarti terdapat pengaruh
negatif antara variabel kurs terhadap daya tarik investasi
Indonesia. Sedangakan nilai probabilitas 0,0500 < α=5%
menunjukkan bahwa variabel kurs berpengaruh signifikan
terhadap daya tarik investasi Indonesia
5. Produk Domestik Bruto
H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
produk domestik bruto terhadap daya tarik investasi Indonesia.
H1 : Diduga terdapat pengaruh yang signifikan antara produk
domestik terhadap daya tarik investasi Indonesia.
Berdasarkan hasil regresi dari tabel 4.4 diperoleh nilai t-statistik
sebesar 2.196710, nilai t-tabel yaitu 2,055529 dan nilai
probabilitas 0.0372. Nilai t-statistik > t-tabel maka keputusan
menolak H0 dan menerima H1, yang berarti terdapat pengaruh
positif antara variabel produk domestik bruto terhadap daya tarik
85
investasi Indonesia. Sedangakan nilai probabilitas 0.0372 < α=5%
menunjukkan bahwa variabel produk domestik bruto berpengaruh
signifikan terhadap daya tarik investasi Indonesia
b. Uji F dan Interpretasi Hasil Analisis
Untuk menguji apakah variabel bebas berpengaruh secara
simultan terhadap variabel pengikatnya, maka dilakukan uji F dengan
cara membandingkan F statistik dan F tabel. Jika F statistik ˃ F tabel
maka keputusan menolak H0 dan menerima H1, sebaliknya jika F
statistik < F tabel maka keputusan menerima H0 dan menolak H1.
Tabel 4.5
Hasil Uji F
F-Statistik Probabilitas (F-Statistik)
15,15718 0,000001
*data setelah diolah dengan eviews 7.0
Tabel 4.5 merupakan hasil pengujian variabel independen tingkat
upah inflasi, BI rate, kurs, dan produk domestik bruto terhadap daya
tarik investasai Indonesia secara simultan. Penelitian ini menggunakan
α=0,05. Adapun hipotesisnya sebagai berikut:
H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh tingkat upah, inflasi, BI rate, kurs
dan produk domestik bruto terhadap daya tarik investasi Indonesia.
H1 :Diduga terdapat pengaruh tingkat upah, inflasi, BI rate, kurs dan
produk domestik bruto terhadap daya tarik investasi Indonesia.
Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh nilai F-statistik sebesar 15,15718
nilai F tabel yaitu 1,929213 dan nilai probabilitas 0.000001. nilai F
statistik > dari F tabel maka keputusan menolak H0 dan menerima H1,
yang berarti dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat upah, inflasi,
BI rate, kurs dan produk domestik bruto secara bersama berpengaruh
terhadap daya tarik investasi Indonesia. Sedangkan nilai probabilitas <
α=5% menunjukkan bahwa variabel tingkat upah, inflasi, BI rate, kurs
86
dan produk domestik bruto secara bersama berpengaruh signifikan
terhadap daya tarik investasi Indonesia.
c. Koefisien Determinasi (R2)
Tabel 4.6
Hasil Uji Adj R2 (Adj R Square)
Adj R-Squared 0,695439
*data setelah diolah dengan eviews 7.0
Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan koefisien determinasi sebesar
0,695439. Hal ini berarti 69,54% daya tarik investasi Indonesia
periode 2007-2014 dapat dijelaskan oleh tingkat upah, inflasi BI rate,
kurs dan produk domestik bruto. Sedangkan 30,54% daya tarik
investasi Indonesia dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti
dalam penelitian ini.
C. Analisis Ekonomi
Berdasarkan hasil dari pengujian statistik dan ekonomi yang dilakukan,
dapat diketahui bahwa regresi yang dihasilkan cukup baik untuk
menerangkan variabel-variabel yang dapat mempengaruhi daya tarik investasi
Indonesia. Dari kelima variabel independen (tingkat upah, inflasi, BI rate,
kurs, dan produk domestik bruto) yang dimasukkan ke dalam pengujian
statistik ternyata tidak semua variabel berpengaruh secara signifikan.
1. Pengaruh Tingkat Upah terhadap Daya Tarik Investasi Indonesia
Berdasarkan hasil olah data menggunakan regresi tersebut
menunjukkan bahwa tingkat upah memiliki hubungan yang positif
namun tidak berpengaruh secara signifikan terhadap daya tarik investasi
Indonesia.
Menurut penelitian Brenda Aditama (2016:181) upah pekerja
berpengaruh positif terhadap PMA di Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan
87
jika upah pekerja di Jawa Tengah tinggi maka menunjukkan stabilitasi
ekonomi di Jawa Tengah bagus, sehingga masyarakat terpenuhi
kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, apabila upah pekerja rendah maka
resiko yang mungkin terjadi adalah demo para buruh/pekerja yang
mengancam mogok kerja karena menuntut kenaikan upah, sehingga
menyebabkan nama perusahaan menjadi tercoreng. Hasil yang sama juga
pada penelitian yang dilakukan oleh Faisal Haris, Sri Marhaeni dan Sri
wahyuni (2016:78) pada hasil olah data penelitian ini, upah karyawan
domestik secara individu mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap penanaman modal asing di Jawa Tengah.
Hasil pada penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu,
walaupun arah hubungan positif akan tetapi tidak berpengaruh signifikan.
Tingkat upah pada penelitian ini berpengaruh positif yang mencerminkan
ketika upah tinggi maka investor akan melakukan penanaman modal
asing yang lebih besar untuk membayar upah buruh. Akan tetapi
pengaruh upah tersebut tidak signifikan karena kemungkinan yang terjadi
peningkatan skill dan kompetensi para pekerja adalah yang di inginkan
oleh investor dan menjadi daya tarik bagi para investor asing nantinya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat upah tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap daya tarik investasi Indonesia.
2. Pengaruh Inflasi terhadap Daya Tarik Investasi Indonesia
Berdasarkan hasil olah data menggunakan regresi tersebut
menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
daya tarik investasi Indonesia. Dimana nilai koefisien adalah 0.745327.
Artinya jika terjadi peningkatan inflasi 1% akan meningkatkan daya tarik
investasi sebesar 0,745%. Jika inflasi naik maka daya tarik investasi juga
mengalami peningkatkan.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nabila (2015:7) inflasi mempunyai pengaruh langsung negatif dan
signifikan. Diebutkan dalam penelitiannya bahwa ingginya Inflasi suatu
88
Negara akan menurunkan minat investor dalam menanamkan modalnya
akibat biaya investasi yang tinggi.
Hasil dari penelitian ini memiliki arah yang positif sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Tania Melinda dan Hendry (2016:6),
dalam penelitan yang dilakukannya ―Hasil dari analisis regresi linier
berganda secara parsial inflasi tidak berpengaruh secara signifikan
variabel memiliki arah yang positif terhadap penanaman investasi asing
langsung dan koefisien regresi memiliki tanda positif yang berarti bahwa
variabel inflasi dan investasi asing langsung memiliki hubungan searah.‖
Inflasi yang tinggi menyebabkan harga barang dalam negeri naik
dan jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan barang luar negeri.
Penanaman modal berupa bahan baku yang dilakukan investor kepada
perusahaan industri biasanya menggunakan bahan baku impor, yang
otomastis harganya lebih murah jika dibandingkan dengan harus
membeli bahan baku dari dalam negeri. Selisih harga tersebut membuat
keuntungan bagi investor asing sehingga investor asing lebih
menyukainya dan kondisi inflasi bukan menjadi penghalang investor
dalam menanamkan modalnya lebih besar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa inflasi berpengaruh
positif dan signifikan terhadap daya tarik investasi Indonesia.
3. Pengaruh BI Rate terhadap Daya Tarik Investasi Indonesia
Berdasarkan hasil olah data menggunakan regresi tersebut
menunjukkan bahwa BI rate memiliki hubungan yang negatif namun
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap daya tarik investasi
Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh Tania Melinda dan Hendry
(2016:5) mendapatkan hasil analisis regresi linear berganda, secara
parsial BI Rate berpengaruh secara signifikan terhadap Investasi Asing
Langsung. Tanda negartif tersebut berarti bahwa variabel BI Rate dan
89
Investasi Asing Langsung memiliki hubungan tidak searah atau
berlawanan. Jadi ketika suku bunga naik, maka Investasi Asing Langsung
akan turun, dan jika suku bunga turum, maka Investasi Asing Langsung
akan naik. Ketika terjadi peningkatan suku bunga, para investor
cenderung memilih untuk menyimpan uangnya di bank daripada
melakukan sebuah investasi. Sehingga, ketika terjadi peningkatan suku
bunga tanpa diikuti dengan peningkatan tingkat return yang ditawarkan,
maka investor akan mencari sumber-sumber lain yang lebih menjanjikan
untuk iklim investasinya.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa BI Rate
memiliki hubungan negatif dengan daya tarik investasi Indonesia akan
tetapi dalam penelitian ini BI Rate tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap daya tarik investasi Indonesia.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa BI rate tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap daya tarik investasi Indonesia.
4. Pengaruh Kurs terhadap Daya Tarik Investasi Indonesia
Berdasarkan hasil olah data menggunakan regresi tersebut
menunjukkan bahwa kurs berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
daya tarik investasi Indonesia.
Produk import yang diukur dengan mata uang domestik akan
menaikkan harga barang ekspor terhadap barang barang yang tidak
diperdagangkan (Cahyanto 2012). Nilai tukar yang sedang mengalami
depresiasi (nilai tukar melemah) dapat meningkatkan FDI kerena para
investor dapat menanamkan modalnya dengan harga murah dengan hasil
yang tinggi (Madura 2009:463).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kurs berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap daya tarik investasi Indonesia.
90
5. Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap Daya Tarik
Investasi Indonesia
Berdasarkan hasil olah data menggunakan regresi tersebut
menunjukkan bahwa prduk domestik bruto berpengaruh positif dan
signifikan terhadap daya tarik investasi Indonesia.
Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu,
berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Eliza (2013)
menunjukkan bahwa ―variabel produk domestik bruto mempengaruhi
investasi asing langsung di Indonesia dalam jangka pendek maupun
jangka panjang dengan pengaruh yang positif. Penelitian ini
menggunakan metode Error Correction Model (ECM)‖.
Produk domestik bruto sebagai faktor yang mempengaruhi daya
tarik investasi Indonesia memiliki hubungan yang positif dan
berpengaruh signifikan. Produk domestik bruto yang terus meningkat
menggambarkan adanya pertumbuhan ekonomi yang positif,
menyebabkan meningkatnya pendapatan masyarakan yang akhirnya
menaikan daya beli dan permintaan akan barang dan jasa. Maka dalam
hal ini akan meningkatkan investasi langsung karena akan meningkatkan
laba dan menjadi daya tarik investasi bagi investor.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa produk domestik
bruto berpengaruh positif dan signifikan terhadap daya tarik investasi
Indonesia.
91
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan
sebelumnya, penulis memperoleh kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian mengenai Analisis Pengaruh Variabel Mikro Ekonomi dan Makro
Ekonomi terhadap Daya Tarik Investasi Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Secara parsial berdasarkan hasil estimasi regresi linier berganda
menunjukkan bahwa tingkat upah berpengaruh tidak signifikan dan
positif terhadap daya tarik investasi Indonesia. Inflasi berpengaruh
signifikan dan positif terhadap daya tarik investasi Indonesia. BI Rate
berpengaruh tidak signifikan dan negatif terhadap daya tarik investasi
Indonesia. Kurs berengaruh negatif dan signifikan terhadap daya tarik
investasi Indonesia. Produk domestik bruto berpengaruh signifikan dan
positif terhadap daya tarik investasi Indonesia.
2. Berdasarkan hasil estimasi regresi linier berganda dapat diketahui dan
dijelaskan secara simultan variabel mikro ekonomi dan variabel makro
ekonomi berpengaruh signifikan terhadap daya tarik investasi Indonesia
B. Saran
1. Upah pekerja di Indonesia yang tergolong rendah merupakan salah satu
daya tarik bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Oleh karena itu pemerintah diharapkan mampu menciptakan iklim yang
kondusif untuk meningkatkan penanaman modal asing ke Indonesia agar
dapat menciptakan lapangan usaha yang semakin luas guna
mensejahterakan masyarakat.
92
2. Pemerintah juga harus berupaya untuk meningkatkan kualitas SDM dan
meningkatkan keterampilan tenaga kerja yang ada sehingga akan terjadi
alih teknologi dan keahlian yang efektif dari pekerja asing ke pekerja
Indonesia selain itu juga dapat menciptakan pekerja-pekerja yang andal.
3. Pemertintah melalui Bank Indonesia sebagai bank sentral sebaiknya
dapat menstabilkan nilai rupiah, menjaga kestabilan tingkat inflasi serta
menetapkan suku bunga yang kompetitif agar investor asing tertarik
untuk melakukan Penanaman Modal di Indonesia namun tetap
memperhatikan pertumbuhan ekonomi.
4. Menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi terlaksananya berbagai
proyek investasi, penyederhanaan birokrasi, stabilitas ekonomi yang
mantap dan situasi keamanan yang kondusif serta kepastian hukum
merupakan faktor penting yang menarik minat investor untuk
menanamkan modalnya.
93
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, Breda dkk. ““Analisis Nilai Ekspor, Suku Bunga, Upah Pekerja, dan
Produk Domestik Regional Bruto terhadap Penanaman Modal Asing Di Jawa
Tengah (Periode 2004:1-2013:4)” JOBS (Jurnal Of Business Studies) ISSN:
2461-0704 & e-ISSN: 2476-8790.
Boediono. ―Ekonomi Internasional” , Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta, 2000.
Case, Karl E. dan Fair, Ray C. ―Prinsip-prinsip Ekonomi”, Edisi kedelapan,
Penerbit Erlangga, Jakarta. 2007.
Dahlan Siamat. ―Manajemen Lembaga Keuangan Kebijakan Moneter &
Perbankan”, Jakarta, 2005.
Eliza, Mesayu. “Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Investasi
Asing di Indonesia (Tahun 2000:1 – 2011:4)” Malang, Universitas
Brawijaya, 2013.
Ghozali, Imam. ―Analisis Multivariat dengan Program SPSs”. Edisi ke-3. Badan
Penerbit UNDIP, Semarang, 2005.
Gujarati, Damodar N. “Dasar-dasar Ekonometrika”, Edisi ketiga. Erlangga,
Jakarta, 2007.
Habibi, Achmad dan Wahyu Hidayat, “Analisis Pengaruh Economic Freedom
Terhadap Foreign Direct Investment Di Negara Asean” Jurnal Ekonomi
Pembangunan Vol.15, No.01 Juni 2017.
Hady, Hamdy. ―Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan
Internasional”, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001.
Haris, Faisal dkk. “Analisis Pengaruh Angkatan Kerja, Upah Karyawan
Domestik, dan Infrastruktur terhadap Penanaman Modal Asing Di Jawa
Tengah Melalui Badan Penanaman Modal Daerah (BPMD) Provinsi Jateng
(Periode 2000-2013)” JOBS (Jurnal Of Business Studies) ISSN: 2461-0704
& e-ISSN: 2476-8790
94
Harjono, DK. “Hukum Penanaman Modal‖ PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
2007
Jhingan, M.L. “Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan”,Raja 119 Grafindo
Persada: Jakarta, 2010.
Jufrida, Firdaus dkk. “Analisis Pengaruh Investasi Asing Langsung (FDI) Dan
Investasi Dalam Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”, Jurnal
Perspektif Ekonomi Darussalam Volume 2 Nomor 1, Maret 2016 ISSN.
2502-6976
Kholis, Muhammad. “Dampak Foreign Direct Investment Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia; Studi Makroekonomi Dengan Penerapan
Data Panel”, Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 8, Nomor 2,
September 2012, 111-120
KPPOD. “Daya Tarik Investasi Kabupaten/Kota di Indonesia”, Jakarta, 2003.
Kresna Dewata, Bobby dan I Wayan Yogi Swara. “Pengaruh Total Ekspor Libor
dan Upah Tenaga Kerja terhadap Investasi Asing Langsung di Indonesia”,
E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana Vol. 2, No. 8, Agustus
2013
Kurnia Sari, Rini. ”Analysis Of Factors That Affects The Investors In Conducting
Business In Indonesia”, Binus Business Review Vol. 6 No. 3November 2015:
383-390
Letarisky, Monica. “Pengaruh Fundamental Makroekonomi terhadap
Penanaman Modal Asing di Indonesia (Studi pada Bank Indonesia Periode
Tahun 2004-2013)”, Malang: Universitas Brawijaya, 2014.
Mankiw, Gregory.N.”Teori Makroekonomi”, Erlangga, Jakarta, 2006.
Ningrum, Vanda. “Penanaman Modal Asing dan Penyerapan Tenaga Kerja Di
Sektor Industri‖, Jurnal Kependudukan Indonesia Vol.III, No.2. PPK-LIPI,
2008.
95
Publikasi Badan Pusat Statistik. Statistik Indonesia, berbagai edisi.
Publikasi Bank Indonesia. Laporan Perekonomian Indonesia, berbagai edisi.
_____________. Laporan Neraca Pembayaran Indonesia, berbagai edisi.
_____________. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, berbagai edisi.
Putong, Iskandar. ―Ekonomi Makro & Mikro”, Edisi 2, Ghalia Indonesia, 2002.
Rahardja, Prathama dan Manurung, Mandala. ”Pengantar Ilmu Ekonomi
(Mikroekonomi & Makroekonomi)”, Edisi Ketiga, Lembaga Penerbit FE UI,
Jakarta, 2008.
Rosyidi, Suherman. “Pengantar Teori Ekonomi : Pendekatan kepada Teori
Ekonomi Mikro & Makro” Cetakan kelima, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2001.
Sarna, Ritash. “The impact of core labour standards on Foreign Direct
Investment in East Asia. Dalam International Journal. Jepang: The Japan
Institute for Labour Policy and Training”, 2005.
Sarwedi. “Investasi Asing Langsung di Indonesia dan Faktor yang
Mempengaruhinya”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 4, No. 1,
Surabaya: FE Universitas Kristen Petra, 2002.
Sondakh, Teddy Reiner. ―Implementasi prinsip transparansi dalam praktik
penanaman modal di Indonesia‖ Bayumedia Publishing, Malang, 2009
Sukirno, Sadono. “Makro Ekonomi Teori Pengantar”, PT. Raja Grafindo
Perkasa, Jakarta, 2004.
____________. “Makro Ekonomi Teori Pengantar”, PT. Raja Grafindo Perkasa,
Jakarta, 2008.
____________. “Makroekonomi Modern” PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2010
96
Tambunan, Tulus. “Iklim Investasi Di Indonesia: Masalah, Tantangan Dan
Potensi”, Kadin-Indonesia – Jetro , 2006.
Todaro, Michael. P. “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”, Erlangga,
Jakarta, 1998.
Tri Septifany Amida, R. Rustam Hidayat dan Sri Sulasmiyati “Analisis Pengaruh
Inflasi, Tingkat Suku Bunga, Nilai Tukar Rupiah Dan Cadangan Devisa
Terhadap Penanaman Modal Asing Di Indonesia (Studi Pada Bank Indonesia
Periode Tahun 2006-2014)”, Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 25 No. 2
Agustus 2015
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman
Modal
Winarno W Wahyu, 2009, “Ekonometrika dan Statistik dengan Eviews”, Edisi 3
Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Managemen YKPN.
World Bank. “Iklim Investasi yang Lebih Baik bagi Setiap Orang Laporan
Pembangunan Dunia 2005, The World Bank” Jakarta: Penerbit Salemba
Empat, 2005.
Yogatama Pande Mudara, I Made. ―Pengaruh Produk Domestik Bruto, Suku
Bunga, Upah Pekerja, dan Nilai Total Ekspor Terhadap Investasi Asing
Langsung di Indonesia (1990-2009)” Semarang, Universitas Diponegoro,
2011.
Zaenuddin, Muhammad. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi
PMA di Batam”, Jurnal JEJAK, Volume 2, Nomor 2, Politeknik Batam,
2009.
Zakaria, Junaiddin. “Pengantar Teori Ekonomi Makro‖, Gaung Persada (GP
Press), Jakarta, 2009.
97
Lampiran 1
Data Penelitian
Triwulan lnPMA lnUpah lnInflasi lnBIRate lnKurs lnPDB
Triwulan
PMA
(Juta
USD)
Tingkat
Upah
(Ribu
Rupiah)
Inflasi
(Persen)
BI Rate
(Persen)
Kurs
Dollar
Amerika
(Rupiah)
PDB
(Milyar Rupiah)
2007.1 1036,77 1046,8 6,52 9 9.102 920203,10
2007.2 1033,56 1037,6 5,77 8,5 8.968 963862,50
2007.3 2190,69 1051,2 6,95 8,25 9.250 1031408,70
2007.4 2667,45 1075,3 6,59 8 9.238 1035418,90
2008.1 2360,48 1147,1 8,17 8 9.258 1110032,30
2008.2 1632,97 1140,6 11,03 8,5 9.259 1220605,90
2008.3 3387,6 1147,1 12,14 9,25 9.216 1327509,60
2008.4 1937,41 1150 11,06 9,25 10.914 1290540,60
2009.1 1904,26 1177,1 7,92 7,75 11.578 1315272,00
2009.2 1446,62 1192,3 3,65 7 10.527 1381407,40
2009.3 987,29 1204 2,83 6,5 9.973 1458209,40
2009.4 539,7 1218,9 2,41 6,5 9.463 1451314,60
2010.1 2983,18 1231,9 3,43 6,5 9.254 1505857
2010.2 3350,02 1280,2 5,05 6,5 9.110 1588847,7
2010.3 2954,87 1448,9 5,8 6,5 8.998 1670567,1
2010.4 4482,51 1447,7 6,96 6,5 8.936 1681580,1
2011.1 5310,83 1402,6 6,65 6,75 8.897 1749386,9
2011.2 5033,56 1375,8 5,54 6,75 8.577 1822473,3
2011.3 3469,01 1381,6 4,61 6,5 8.790 1929006,2
2011.4 5427,85 1389,7 4,15 6 9.110 1918320,7
2012.1 4482,06 1665,4 3,97 5,75 9.144 1972890,8
2012.2 3200,94 1680,4 4,53 5,75 9.393 2047705,9
2012.3 5842,51 1669,2 4,31 5,75 8.990 2116302,1
2012.4 5612,37 1673,6 4,31 5,75 9.400 2094027,1
2013.1 3839,57 1880,2 5,9 5,75 9.605 2143260,1
2013.2 4558,42 1912,6 5,9 6,5 9.698 2212148,1
2013.3 5888,1 1925,3 8,4 7,25 11.580 2359100,3
2013.4 4530,56 1943,9 8,38 7,5 12.210 2372768
2014.1 3816,68 2030,9 7,32 7,5 11.562 2387055,8
2014.2 5720 2176,6 6,7 7,5 11.855 2478081,7
2014.3 7443,88 2228,3 4,53 7,5 11.770 2622612,6
2014.4 4829,95 2257,5 6,38 7,5 12.244 2607178,8
98
2007.1 6,943865 6,953493 1,874874 2,197225 9,116249 13,73235
2007.2 6,940764 6,944666 1,752672 2,140066 9,101418 13,7787
2007.3 7,691972 6,957688 1,938742 2,110213 9,132379 13,84644
2007.4 7,888878 6,963474 1,885553 2,079442 9,131081 13,85032
2008.1 7,76662 7,044992 2,100469 2,079442 9,133243 13,9199
2008.2 7,398156 7,03931 2,400619 2,140066 9,133351 14,01486
2008.3 8,127877 7,044992 2,496506 2,224624 9,128696 14,09882
2008.4 7,569107 7,047517 2,403335 2,224624 9,297802 14,07057
2009.1 7,551849 7,070809 2,069391 2,047693 9,356862 14,08955
2009.2 7,276985 7,083639 1,294727 1,94591 9,261699 14,13861
2009.3 6,894964 7,093405 1,040277 1,871802 9,207637 14,19272
2009.4 6,291013 7,105704 0,879627 1,871802 9,155145 14,18798
2010.1 8,000745 7,116313 1,23256 1,871802 9,132811 14,22487
2010.2 8,116722 7,154772 1,619388 1,871802 9,117128 14,27852
2010.3 7,99121 7,27856 1,757858 1,871802 9,104758 14,32867
2010.4 8,407938 7,277731 1,940179 1,871802 9,097843 14,33524
2011.1 8,577503 7,246083 1,894617 1,909543 9,093469 14,37478
2011.2 8,523883 7,226791 1,711995 1,909543 9,056839 14,41571
2011.3 8,151625 7,230998 1,528228 1,871802 9,08137 14,47252
2011.4 8,599298 7,236843 1,423108 1,791759 9,117128 14,46696
2012.1 8,407838 7,417821 1,378766 1,7492 9,120853 14,49501
2012.2 8,0712 7,426787 1,510722 1,7492 9,14772 14,53223
2012.3 8,672916 7,4201 1,460938 1,7492 9,103868 14,56518
2012.4 8,632728 7,422732 1,460938 1,7492 9,148465 14,5546
2013.1 8,253116 7,539133 1,774952 1,7492 9,170039 14,57784
2013.2 8,424731 7,556219 1,774952 1,871802 9,179675 14,60947
2013.3 8,680689 7,562837 2,128232 1,981001 9,357035 14,67379
2013.4 8,418601 7,572452 2,125848 2,014903 9,410011 14,67957
2014.1 8,247136 7,616234 1,99061 2,014903 9,355479 14,68557
2014.2 8,651724 7,685519 1,902108 2,014903 9,380505 14,723
2014.3 8,915147 7,708994 1,510722 2,014903 9,373309 14,77968
2014.4 8,482591 7,722013 1,853168 2,014903 9,412791 14,77378
99
Lampiran 2
Regresi Linier Berganda
Dependent Variable: LNPMA
Method: Least Squares
Date: 04/17/18 Time: 15:03
Sample: 2007Q1 2014Q4
Included observations: 32 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -1.874502 7.817604 -0.239780 0.8124
LNUPAH 0.156587 0.963974 0.162439 0.8722
LNINFLASI 0.745327 0.259999 2.866649 0.0081
LNBIRATE -0.225189 1.054879 -0.213474 0.8326
LNKURS -2.000745 0.973158 -2.055930 0.0500
LNPDB 1.833986 0.834879 2.196710 0.0372 R-squared 0.744562 Mean dependent var 8.017793
Adjusted R-squared 0.695439 S.D. dependent var 0.633795
S.E. of regression 0.349772 Akaike info criterion 0.904292
Sum squared resid 3.180859 Schwarz criterion 1.179118
Log likelihood -8.468679 Hannan-Quinn criter. 0.995389
F-statistic 15.15718 Durbin-Watson stat 1.972095
Prob(F-statistic) 0.000001
100
Lampiran 3
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Uji Multikolinearitas
LNUPAH LNINFLASI LNBIRATE LNKURS LNPDB
LNUPAH 1.0000 -0.02819 -0.07478 -0.23113 -0.69535
LNINFLASI -0.02819 1.0000 -0.19379 0.08737 -0.02975
LNBIRATE -0.07478 -0.19379 1.0000 -0.67285 0.41829
LNKURS -0.23113 0.08737 -0.67285 1.0000 -0.13728
LNPDB -0.69535 -0.029752 0.418290 -0.137285 1.0000
0
2
4
6
8
10
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6
Series: ResidualsSample 2007Q1 2014Q4Observations 32
Mean -5.77e-15Median 0.035228Maximum 0.603577Minimum -0.884692Std. Dev. 0.320325Skewness -0.400179Kurtosis 3.458701
Jarque-Bera 1.134642Probability 0.567043
101
Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity Test: White F-statistic 2.957416 Prob. F(18,13) 0.0259
Obs*R-squared 25.71919 Prob. Chi-Square(18) 0.1064
Scaled explained SS 20.87275 Prob. Chi-Square(18) 0.2859
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 06/07/18 Time: 08:29
Sample: 2007Q1 2014Q4
Included observations: 32
Collinear test regressors dropped from specification Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -265.1248 440.8986 -0.601328 0.5580
LNUPAH -71.20082 37.23636 -1.912132 0.0781
LNUPAH^2 0.418144 6.923566 0.060394 0.9528
LNUPAH*LNINFLASI -2.229335 3.954946 -0.563683 0.5826
LNUPAH*LNBIRATE 1.217241 7.410956 0.164249 0.8721
LNUPAH*LNKURS 3.268993 5.931650 0.551110 0.5909
LNUPAH*LNPDB 2.500206 10.86308 0.230156 0.8216
LNINFLASI -11.90065 23.01633 -0.517052 0.6138
LNINFLASI^2 1.485824 0.352469 4.215476 0.0010
LNINFLASI*LNBIRATE -4.492692 2.513706 -1.787278 0.0972
LNINFLASI*LNKURS 3.178558 2.138219 1.486545 0.1610
LNINFLASI*LNPDB 0.180737 3.489430 0.051796 0.9595
LNBIRATE -0.785060 72.77116 -0.010788 0.9916
LNBIRATE^2 -1.348544 9.237017 -0.145993 0.8862
LNBIRATE*LNKURS 1.945785 9.289653 0.209457 0.8373
LNBIRATE*LNPDB -0.958379 6.875670 -0.139387 0.8913
LNKURS 116.9530 88.95817 1.314696 0.2113
LNKURS^2 -8.183633 6.178219 -1.324594 0.2081
LNPDB^2 -0.566275 2.937450 -0.192778 0.8501 R-squared 0.803725 Mean dependent var 0.099402
Adjusted R-squared 0.531959 S.D. dependent var 0.158359
S.E. of regression 0.108339 Akaike info criterion -1.320396
Sum squared resid 0.152584 Schwarz criterion -0.450115
Log likelihood 40.12633 Hannan-Quinn criter. -1.031922
F-statistic 2.957416 Durbin-Watson stat 2.846072
Prob(F-statistic) 0.025876