Post on 17-Jan-2023
STATUS KEWARISAN ANAK ANGKAT
DI TINJAU DARI HUKUM ISLAM
(Studi di Kelurahan Pamenang Kecamatan Pamenang Kabupaten Merangin Provinsi Jambi)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.I)
Dalam Ilmu Hukum Keluarga
OLEH:
SANDRA GUNAWAN
NIM : SHK 141629
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
TAHUN 2018/2019
MOTTO
Artinya : dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai
ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak
kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu
dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang Sebenarnya dan dia
menunjukkan jalan (yang benar).
Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama
bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika
kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka
sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. dan tidak
ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang
ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab:4-5).
Persembahan
Puji Syukur saya persembahkan ke hadirat Mu Ya Allah subhanahu wata’ala atas
segala nikmat yang telah Engkau berikan baik kesehatan jasmani maupun rohani
sehingga saya
Bisa menyelesaikan skripsi ini, sholawat beriringan dengan salam tak lupa
saya hadiahkan kepada baginda Rasullullah SAW yang telah membawa
umat manusia dari zaman zahiliyah menuju zaman yang penuh
dengan ilmu pengetahuan seperti yang saya rasakan saat ini.
Terimakasih telah memberi amanah kepada kedua malaikat Mu yang setiap
waktu ikhlas menjagaku, mendidikku, membimbingku dalam keadaan apapun susah
dan senang saya selalu dikasihi dan disayangi dengan baik. Ya Allah engkau
berikanlah syurga firdaus dan jauhilah kedua orang tua saya dari siksaan api neraka.
Untukmu ayahandaku (YUSMAN),Ibundaku (ERNAWATI) sepenuhnya rasa
syukur dan terimakasih saya yang semoga Allah lah yang akan membalas semua nya
Buat adik-adikku:,Terima kasih tak terhingga buat segala dukungan moril dan
materil dan doanya.
YaAllah yang Maha segalanya didunia berikanlah mereka kesehatan, rezeki,
kesabaran, kekuatan, ketaqwaan, dan sebagainya dalam menjaga kami, sehingga
kami sampai pada saat ini. Didalam setiap langkah-langkah saya berusaha akan
mewujudkan harapan-harapan yang kalian impikan didiriku, meskipun belum semua
saya raih insyaallah atas dukungan dan do,a restumu semua mimpi itu akan terjawab
dimasa yang akan datang nanti.
Terimakasih saya ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang tidak dapat
saya sebutkan satu persatu semoga kita semua dalam ridho nya Allah subhanahu
wata,aladunia dan akhirat akan senantiasa Allah anugerahkan untuk kita semua,
Amin Amin Amin ya Robbal,alamin.
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul: “Status Harta Warisan Anak Angkat di Tinjau Dari
Hukum Islam (Studi di Desa Pamenang Kabupaten Merangin)” yang disusun
oleh Sandra Gunawan SHK. 141629, Jurusan Hukum Keluarga Fakultas Syariah
IslamUniversitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi Tahun 2018.
Tujuan penelitian adalah: a.Untuk mengetahui sesunguhnya faktor penyebab
terjadinya persamaan status dan hak (warisan) di Kelurahan Pamenang Kabupaten
Merangin, b. Untuk mengetahi dampak sosial atas persamaan status dan hak anak
angkat di masyarakat Kelurahan Pamenang Kabupaten Meranggin, c. Untuk
menjelaskan pandangan Hukum Islam terhadap persamaan status anak angkat
tersebut.Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif ditujukan untuk
mendapatkan informasi tentang beberapa kondisi dan menjelaskan serta
menggambarkan hasil penelitian yang dilakukan di lingkungan penelitian. Untuk
memperoleh data yang diperlukan penulis mengunakan data primer dan data
sekunder. Adapun yang termasuk data primer yaitu Kepala Lurah beserta pejabat
daerah dan masyarakat , data sekunder dalam penelitian ini adalah tentang
historiis dan geografis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil dan
kesimpulan sebagai berikut: a. Kurangnya penyuluhan Hukum Islam, baik yang
dilakukan oleh pemerintah setempat maupun dari organisasi-organisasi
masyarakat. Dan apa yang dilakukan oleh keluarga Almarhum Bapak Roni dan
Ibu Rosnida dalam hal menyamakan anak angkat seperti anak kandung yang tidak
sesuai dengan anjuran dalam Islam, b. pengaburan identitas anak yang berakibat
adanya sbagian angota masyarakat tidak mengetahui Adi sebenarnya adalah anak
angkat (generasi muda), dan menyebabkan terterjadinya kecemburuan sosial
didalam keluarga Almarhum Bapak Roni dan Ibu Rosnida
Kata Kunci: Harta, Warisan, Anak Angkat.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah wa syukurillah penulis ucapkan kepada Allah Swt yang
telah memberikan rahmat dan nikmat yang tidak terhingga kepada kita semua
sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Kemudian shalawat
beserta salam selalu tercurah kepada junjungan semesta alam Nabi Muhammad
Saw yang telah mengarahkan umatnya ke alam ilmu pengetahuan.Penulis skripsi
ini merupakan sebahagian persyaratan yang harus dilengkapi dalam rangka
menyelesaikan perkuliahan serta memperoleh gelar Sarjana HukumSyariah di
Perguruan tinggi UINSulthan Thaha SaifuddinJambi, untuk itu penulis pada
kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah banyak
membantu penulis baik dari segi moril maupun materil dalam menyelesaikan
perkuliahan maupun skripsi. Ucapan ini disampaikan kepada :
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA selaku Rektor UIN STS Jambi;
2. Bapak Dr. A. A. Miftah, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah UIN STS
Jambi;
3. Bapak H. Hermanto Harun, Lc. M.HI.,Ph.D selaku Wakil Dekan Fakultas
Syari’ah bidang Akademik;
4. Ibu Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag., M.HI selaku Wakil Dekan Fakultas Syari’ah
bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan;
5. Ibu Dr. Yuliatin, S.Ag., M.HI selaku Wakil Dekan Fakultas Syari’ah bidang
Kemahasiswaan dan Kerjasama;
6. Ibu Siti Marlina,S.Ag.,M.HI dan Ibu Dian Mustika selaku Ketua Jurusan
program studi Hukum Keluarga dan Sekretaris program studi Hukum
Keluarga Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
7. Bapak Drs. Rahmadi, M.HI. selaku dosen pembimbing I dan BapakH. M.
Zaki, S.Ag.,M.Ag selaku pembimbing II atas kesabaran dan petunjuk yang
diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak dan Ibu dosen, asisten dosen, seluruh karyawan dan karyawati
Fakultas Syariah Universitas Islam NegeriSulthan Thaha Saifuddin Jambi.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
kelancaran dalam penyusunan skripsi.
Semoga skripsi ini bermamfaat bagi semua pihak yang
membutuhkanya. Kepada Allah Subhanahu Wata’ala kita memohon
ampunan-Nya, dan kepada manusia kita meminta maaf. Semoga amal
kebajikan kita dinilai seimbang oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Amin.
Jambi, November2018
Penulis,
SANDRA GUNAWAN
NIM: SHK 141629
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii
MOTTO .......................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN .......................................................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 10
C. Tujuan dan Manfaat penelitian....................................................... 10
D. Kerangka Teori............................................................................... 11
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 25
BAB II METODE PENELITIAN ................................................................ 31
A. Pendekatan penelitian .................................................................. 31
B. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 31
C. Instrumen Pengunmpulan Data ..................................................... 33
D. Analisis Data ................................................................................. 36
E. Sistematika Penelitian ................................................................... 37
F. Jadwal Penelitian ........................................................................... 38
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELTIAN ............................ 39
A. Histori ................................................................................................... 39
B. Geografis .............................................................................................. 39
C. Struktur OrganisasiPemerintahan ........................................................ 40
D. Keadaan Penduduk ............................................................................... 41
E. Keadaan Agama dan Pendidikan ......................................................... 42
F. Keadaaan Mata Pencaharian ................................................................ 43
G. Keadaan Sosial Budaya ........................................................................ 44
BAB IV PEMBAHASAN dan HASIL PENELITIAN ................................ 45
A. Faktor Penyebab Terjadinya Persamaan Status dan Hak (Warisan)
anak angkat dan anak kandung divKelurahan Pamenang Kecamatan
Pamenang Kabupaten Merangin Provinsi Jambi ................................... 45
B. Dampak Sosial Atas Persamaan Status dan Hak (Warisan) Anak
Angkat dan anak kandung di Masyarakat Kelurahan Pamenang
Kecamatan Pamenang Kabupaten Merangin Provinsi Jambi ................ 52
C. Pandangan Hukum Islam Terhadap Persamaan Status dan hak waris
Anak Angkat dangan Anak Kandung pada Masyarakat Kelurahan
Pamenang Kecamatan Pamenang Kabupaten Merangin Provinsi
Jambi ..................................................................................................... 54
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 59
B. Saran ............................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di Indonesia, di samping hukum
perkawinan, maka hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum kekeluargaan,
hukum waris memegang peranan sangat penting. Bahkan menentukan dan
mencerminkan sistem kekeluargaan yang berlaku dalam masyarakat. Hal ini
disebabkan, hukum kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup
kehidupan manusia. bahkan setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa
yang sangat penting dalam hidupnya yang merupakan peristiwa hukum dan lazim
disebut meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meniggalnya
seseorang yang akibatnya keluarga dekat kehilangan seseorang yang sangat
dicintainya sekaligus dapat menimbulkan akibat hukum, yaitu tentang bagaimana
caranya kelanjutan pengurusan hak-hak kewajiban seseorang yang telah
meninggal dunia. Penyelesaian dan pengurusan hak-hak dan kewajiban seseorang
sebagai akibat adanya peristiwa hukum karena meninggalnya seseorang diatur
dalam hukum kewarisan.1
Hukum kewarisan adalah himpunan aturan hukum yang mengatur
tentang siapa ahli waris yang berhak mewarisi harta peninggalan dari orang yang
meninggal dunia, bagaimana kedudukan ahli waris, berapa perolehan masing-
masing secara adil dan sempurna. Jadi ahli waris adalah sekumpulan orang atau
1 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, cet. Ke-3, (Jakarta: Prenada Media Group,
2010), hlm. 147
kerabat yang ada hubungan kekeluargaan dengan orang yang meninggal dunia dan
berhak mewarisi atau menerima harta peninggalan yang ditinggal oleh seseorang
(pewaris).2
Sedangkan Idris Ramulyo memberi pengertian bahwa Hukum
Kewarisan merupakan salah satu bagian dari hukum perorangan dan kekeluargaan
yang umumnya berpokok pangkal pada system menarik garis keturunan.
Kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh ahli waris seperti
memelihara keutuhan harta peninggalan sebelum harta peninggalan dibagi,
mencari cara pembagian yang sesuai dengan ketentuan dan lain-lain, melunasi
hutang pewaris jika pewaris meninggalkan hutang dan melaksanakan wasiat jika
ada.3
Sebab-sebab timbulnya kewarisan yaitu karena adanya perkawinan,
kekerabatan atau nasab, wala’ atau pemerdekaan budak, dan adanya hubungan
sesama Islam.4
Anak sebagai hasil dari suatu perkawinan merupakan bagian yang sangat
penting kedudukanya dalam sebuah keluarga. Anak merupaka amanah sekaligus
karunia Allah SWT,5 bahkan anak diangap sebagai harta kekayaan yang paling
berharga dibandingkan dengan kekayaan harta benda lainyadan anak dapat
dijadikan sebagai tumpuan keluarga dalam melanjutkan tonggak estafet (penerus)
keluarga serta pada akhirnya mereka akan memiliki kewajiban merawat dan
mengurus orang tua mereka. Sebagai amanah Allah, tentunya orang tua
2 Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum kewarisan Islam dengan kewarisan Hukum
Perdata, cet. ke-1,( Jakarta: Sinar Grafika, 2004) hal 84
3 Muhammad Jawab Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, cet Ke-13, (Jakarta: Lentera,
2005), hlm. 535. 4 Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam,cet. Ke-1, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2009), hlm. 72. 5 Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum pengangakatan Anak (Jakarta: Kencana,
2008),hlm. 1.
mempunyai tanggung jawab untuk mengasuh, mendidik, dan memenuhi
keperluanya.
Namun, pada kenyataanya tidak semua keinginan orang yang telah
menikah ini dapat terwujut, keinginan untuk memperoleh keturunan dari darah
daging sendiri. Untuk menghadapi permasalahan tersebut, salah satu cara yang
dapat ditempuh oleh pasangan suami istri adalah dengan melakukan pegangkatan
ank (adopsi) terhadap anak orang lain yang disetujui.
Pasagan suami istri yang tidak memili keturunan dapat mengangkat anak
dari kedua orang tua yang dapat menyerahkan anaknya dengan cara di adopsi
untuk dijadikan anak angkat bagi mereka, atau ada orang tua yang ingin
mengangkat anak orang lain sebagai bentuk kepedulian sosial, meskipun mereka
memiliki anak kandung sendiri. Umumnya mereka mengangkat anak-anak
saudara mereka yang kurang mampu secara ekonomi. Meskipun demikian, ada
juga kasus di mana anak-anak yang di angkat tidak memiliki hubungan
persaudaraan secara lansung dengan calon orang tua angkatnya. Ddengan
demikian terjadilah suatu proses peralihan tanggung jawab dari orang tua yang
menyerahkan anaknya kepada pasangan suami istri yang telah bersedia
membesarkan dan mendidik anak tersebut.
Dalam perjalananya masalah pegangktan anak ini bukanlah masalah yang
baru, termasuk di Indonesia. Sejak dahulu pegangkatan anak telah dilakukan
dengan cara dan notivasi yang berbeda-beda. Namun, dengan diterbitkanya
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, secara tegas
menyatakan bahwa tujuan pengangkatan anak adalah untuk kepentingan yang
terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.6
Pada dasarnya pengangkatan anak harus dilakukan melalui proses hukum
dengan produk penetapan atau putusan pengadilan, sbagaimana tercamtum dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak:
Anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang
tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertangung jawab atas
perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam
lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau
penetapan pengadilan.
Proses hukum ini tersebut bertujuan untuk menunjukkan penertiban
hukum dalam proses pegangkatan anak yang hidup ditengah-tengah masyarakat,
agar pegangkatan anak tersebut memiliki kepastian hukum baik bagi sianak
angkat maupun terhadap orang tua angkatnya.
Di Indonesia terdapat dua badan hukum (lembaga peradilan) yang
menangani prihal pegangkatan anak, yaitu Pengadilan Agama, sebagau mana yang
tercamtum dalam penjelasan pasal 49 huruf a angka 20 Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2006 perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama yang menyatakan:
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang
beragana Islam, salah satunya dalam bidang perkawinan termasuk
penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pegabgkatan anak
berdasarkan hukum Islam.7
Ketentuan ini berlaku untuk orang-orang Islam, sedangkan bagi mereka
yang non muslim pengangkatan anak dapat dilakukan di Pengadilan Negri.
6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2008 tentang Perlindungan Anak.
7 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.
Pengangkatan anak melalui lembaga peadilan bertujuan untuk
mewujutkan ketertiban masyarakat, baik pegangkatan anak yang dilakukan di
Pengadilan Agama maupun pengangkatan anak yang dilakukan di Pengadilan
Negri. Pengangkatan anak melalui lembaga peradilan merupakan upaya untuk
menjaga hak dan kewajiban masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya.
Pengangkatan anak melalui lembaga peradilan akan melahirkan suatu
penetapan atau putusan. Dengan penetapan atau putusan tersebut anak angkat
maupun orang tua angkat memiliki bukti otentik (dokumen hukum) atas perbuatan
hukum yang telaah mereka lakukan, sehingga dapat menjadi jaminan hukum
dikemudian hari. Dokumen hukum tersebut sangat penting dalam hukum
keluarga, karena akibat hukum dari pengangkatan anak tersebut akan berdampak
jauh kedepan sampai generasi selanjutnya yang menyangkut tanggung jawan
hukum, kewarisan dan lain-lain.
Salah satu hak azazi manusia yang paling pokok adalah hak untuk hidup.
Islam melindunggi dan memberikan hak-hak kepada semua manusia tampa
menbedabedakan untuk menjalankan kehidupan secara layak. Di antara kehidupan
yang harus menjadi perhatian orang dewasa adalah nasib anak. Karena anak
adalah manusia yang masih kecil, baik dari segi fisik, pikiran, dan kejiwaanya.
Mereka membutuhkan nafkah dari orang lain, perlindugan hidup dan pendidikan.
Setiap anak yang lahir kedunia ini tidak bernasib sama. Ada anak yang
mendapatkan hak haknya dari kedua orang tuanya secara utuh dan mendapatkan
lansung perlindungan dan perawatan lansung daru kedua orang tuanya. Namun
ada juga yang di kerenakan persoalan ekonomi yang menghimpit orang tuanya
atau ditelantarkan oleh ibu yang melahirkan dengan dibuang karena malu, maka
anak harus di rawat dan di besarkan oleh orang lain yang terpanggil hatinya untuk
membiayai semua kebutuhan hidup anak. Anak yang diasuh oleh bukan orang tua
kandungnya tersebut disebut dengan anak pungut atau anak angkat dan orang
yang memungut atau mengangkatnya di sebut dengan bapak asuh.8
Kemudian yang membedakan antara anak pungut dan anak angkat
menurut hemat penulis itu dilihat dari proses pengambilanya. Anak pungut adalah
anak yang dijadikan sebagai anak asuh yang tidak tau siapa nasabnya (ibu
bapaknya). Seperti anak yang dipungut dari tempat anak itu ditingalkan oleh
ibunya yang tidak bertangung jawab karena untuk menghilangkan malu dari hasil
hubungan diluar nikah, termasuk anak pungut juga, anak yang di serahkan
kerumah sakit karena orang tuanya tidak mampu membayar biaya persalinan.
Menurut hukum Islam pengangkatan anak hanya dapat dibenarkan
apabila memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang
tua biologis dan keluarga
2. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari orang tua angkat.
Melainkan sebagai pewaris dari orang tua kandungnya.
3. Anak angkat tidak boleh memperboleh mempergunakan nama orang tua
angkatnya secara lansung kecuali sekedar sebagai tanda pengenal.
8 Saifutdin Sidik, Hukum Islam Tentang Persoalan Konterporer, (Jakarta: PT Inti
Media Cipta Nusantara, 2004), hlm 112.
4. Orang tua angkat tidak dapat bertindak sebagai wali dalam perkawinan
terhadap anak angkatnya.9
Kalau diperhatikan secara cermat bahwa mengangkat anak dalam islam
adalah pekerjaan yang sangat mulia, bagian dari perbuatan baik yang sangat
dianjurkan oleh islam. Sebab di dalamnya terdapat unsure tolong menolong yang
dapat mendekatkan diri pelakunya kepada Allah swt. QS. Al Maidah, ayat 2:
“Dan tolong menolong lah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan
takwa, dan jagan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelangaran.
Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksanya”.10
Sudah seharusnya orang Islam yang kaya atau orang belum dikarunia
anak atau siapa saja yang mampu untuk mengambil bagian dalam pekerjaan
mengangkat anak ini.
Di Inndonesia kita perhatikan ada beberapa motif untuk seseorang
mengangkat anak. Ada yang bermotif agar keluarga yang tidak punya anak itu
memperoleh anak (dijadikan anak kandung) untuk meneruskan garis keturunanya.
Yang seperti ini yang diharamkan oleh islam. Ada juga yang bermotif untuk
dijadikan sebagai pancingan oleh orang tua angkat yang tidak mempunyai anak
kandung. Demikian juga bermotif mendapat tenaga kerja atau merasa kasian
9 Ahmad Azhar Basyir, Kedudukan anak laki laki dan perempuan dalam hukum islam
dan pengangkatan anak angkat, (Jakarta: Kencana Press, 2008), hlm. 21. 10
AL-Maidah (5): 2.
terhadap nasib si anak. Kedua motif terakhir tersebut dapat dibenarkan oleh Islam
selama tidak menjadikan sebagai anak kandung.
Di sekeliling kita banyak anak yatim, anak anak yang orang tuanya fakir
dan miskin, anak jalanan dan sebagainya. Mereka butuh bantuan orang-orang
yang mampu untuk menolong kehidupan mereka dengan member nafkah, kasih
sayang, member perhatian serta mendidik mereka. Dan untuk memberikan mereka
jaminan setelah orang tua angkatnya meninggal karena mereka tidak berhak
mendapatkan warisan, maka orang tua angkat dapat memberikan wasiat hibah
untuk kelanjutan hidup mereka. Islam sebagai agama yang sempurna sarat dan
ajaranya yang menganjurkan terciptanya kepedulian sosial. Islam tidak
membenarkan uamatnya hidup rakus, egois, dan tidak peduli terhadap
lingkungannya, hal ini disingung dalam QS AL-Insan ayat 8:
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang
miskin, anak miskin dan orang yang ditawan”.11
Hal yang perlu diluruskan adalah status hukum antara anak angkat dan
bapak angkat. Sebab jika melihat budaya jahiliyah status anak angkat disamakan
haknya dengan anak kandung. Dan ada banyak kasus di masyarakat, seorang
bapak angkat (yang tidak punya anak) yang sudah telanjur sayang kepada anak
angkatnya, si bapak tidak mau menjelaskan kepada anak angkatnya bahwa ia
bukan anak kandungnya. Padahal anak tersebut telah dewasa.Usaha untuk
menutup-nutupi yang dilakukan oleh orang tua angkat tentang status anak
11
AL-Insaan ( ): 8.
angkatnya ditegaskan oleh Syekh Yusuf Qardhawi merupakan hal yang sia-sia.
Artinya hal itu pasti akan terbongkar juga. Sebab kebohongan perkataan manusia
tidak dapat menutupi kebenaran. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS
AL-Ahzaab ayat 3:
“Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan dia menunjukkan jalan
yang benar”.12
Motifasi dan tujuan mengangkat anak tidak lain kecuali dalam dalam
rangka menolong, memberikan nafkah lahir dan batin serta mendidik agama anak.
Maka dengan demikian setatus anak angkat jika dihubungkan dengan orang tua
angkat adalah orang lain.
Berdasarkan konsep Islam, pengangkatan seorang anak tidak boleh
memutus nasab antara si anak dengan orang tua kandungnya. Hal ini kelak
berkaitan dengan sistem waris dan perkawinan. Dalam perkawinan misalnya, yang
menjadi prioritas wali nasab bagi anak perempuan adalah ayah kandungnya
sendiri. Dalam waris, anak angkat tidak termasuk ahli waris. Itu sebabnya, konsep
adopsi dalam Islam lebih dekat kepada pengertian pengasuhan alias hadhanah.13
Proses pengangkatan anak banyak dilakukan oleh orang tua yang tidak
mempunyai keturunan salah satunya yang terjadi di Kelurahan Pamenang
Kabupaten Merangin, dengan jumlah penduduk 6942 jiwa.14
dan Kelurahan
12
AL-Ahzaab ( ): 3. 13
Eman suparman, hukum waris Indonesia, cet. Ke-3, (Bandung: PT Rafika Aditama,
2011), hlm. 15. 14
Sumber data, Kantor Kelurahan Pamenang, tahun 2015.
tersebut merupakan lokasi penelitian penulis, Kelurahan Pamenang merupakan
salah satu Kelurahan yang terletak di Kecamatan Pamenang, yang sebagian besar
penduduknya menganut Agama Islam. Penulis menemukan bahwa masih adanya
orang tua yang menyamakan status dan hak anak angkat sama seperti anak
kandung dalam hal nasab seperti yang penulis temukan bahwa warisan anak
angkat tidak dibedakan bahkan iya juga mendapatkan warisan seperti anak
kandung. Seperti yang terjadi pada Keluarga Almarhum Bapak Roni dan Ibu
Rosnida yang menetap di Kelurahan Pamenang.
Berdasarkan temuan di atas tedapat adanya kesenjangan antara norma
hukum dengan kenyataan yang berlaku di masyarakat (lokasi penelitian), oleh
karena itu peneliti berminat untuk menemukan faktor faktor yang menyebabkan
disharmoni antara hukum Islam secara tertulis dengan realita yang berlaku di
masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka masalah pokok
yang di bahas dalam penelitian ini adalah bagaimana status dan hak-hak anak
angkat di dalam Islam dan bagaimana Implementasinya di masyarakat Kelurahan
Pamenang Kec.Pamenang Kab.Meranggin, selanjutnya masalah ini
diformulasikan ke dalam bentuk-bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1 Apa faktor penyebab terjadinya persamaan status dan hak (warisan) anak
angkat anak kandung di Kelurahan Pamenang Kabupaten Merangin.
2 Bagaimana dampak sosial atas persamaan status dan hak waris anak
angkatdengan anak kandung di masyarakat Kelurahan Pamenang Kabupaten
Merangin.
3 Bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap persamaan status dan hak
waris anak angkat dengan anak kandung di masyarakat kelurahan Pamenang
kabupaten Merangin.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penulis sengaja meneliti dan membahas masalah ini dengan tujuan sebagai
berikut:
a. Untuk mengetahui sesunguhnya faktor penyebab terjadinya persamaan status
dan hak (warisan) di Kelurahan Pamenang Kabupaten Merangin.
b. Untuk mengetahi dampak sosial atas persamaan status dan hak anak angkat di
masyarakat Kelurahan Pamenang Kabupaten Meranggin.
c. Untuk menjelaskan pandangan Hukum Islam terhadap persamaan status anak
angkat tersebut.
2. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat untuk:
a. Bagi kalangan akademisi islam, hasil penelitian ini akan memberikan sebuah
landasan teori tentang anak angkat.
b. Memberikan langkah awal bagi penelitian anak angkat di masa mendatang.
c. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat, umumnya para
pembaca tentang tinjauan Hukum Islam terhadap anak angkat.
D. Kerangka Teori
1. Pengertian Pengangkatan Anak
Menurut arti bahasa, istilah pengangkatan anak dapat ditemukan pada tiga
bahsa, yaitu bahasa Inggris, bahasa Arab dan bahasa Belanda. Pengangkatan anak
dalam bahasa Inggris diistilah dengan adopsi, yang berarti pengangkatan anak
untuk jadikan sebagai anak kandungnya sendiri.
Anak angkat secara terminologi dalam kamus Bahasa Indonesia adalah
anak orang lain yang diambil dan disamakan dengan anakya sendiri. Arti yang
lebih umum diketemukan pula dalam Ensiklopedian Umum, yang mengatakan
bahwa adopsi adalah suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orang tua dan
anak yang diatur dalam aturan perundang undangan. Biasanya adopsi
dilaksanakan untuk mendapatkan pewaris atau untuk mendapatkan anak bagi
orang tua yang tidak memiliki keturunan. Akibat dari adopsi yang demikian itu
adalah bahwa anak yang diadopsi kemudian memili status sebagai anak kandung
yang sah dengan segala hak dan kewajiban. Sebelum melaksanakan adopsi itu
calon tua harus memahami syarat-syarat untuk benar-benar dapat menjamin
kesehjateraan bgi bagi anak.
Mahmud Syaltut, mengemukakan bahwa setidaknya ada dua pengertian
pengangkatan anak. Pertama, mengambil anak orang lain untuk di asuh dan di
didik dengan penuh perhatian dan kasih sayang, tampa memberikan status anak
kandung kepadanya, cuma iya diperlakukan oleh orang tua angkatnya sebagai
anak sendiri. Kedua, mengambil anak orang lain sebagai anak sendiri dan iya
diberi status sebagai anak kandung sehinga ia berhak memakai nama keturunan
(nasab) orang tua angkatnya dan saling mewarisi harta peningalan, serta hak-hak
lain sebagai akibat hukum antara anak angkat dan orang tua angkatnya itu.15
2. Sejarah Pengangkatan Anak Dalam Islam
Secara historis, pengangkatan anak sudah di kenal dan berkembang
sebelum Kerasulan Nabi Muhammad Saw. Mahmud Syaltut menjelaskan bahwa
tradisi pengangkatan anak sebenarnya dan diperaktekkan oleh masyarakat dan
bangsa-bangsa lain sebelumnya datang Islam,seperti yang diperaktekkan oleh
bangsa Yunani, Romawi, India dan beberapa bangsa pada zaman kuno. Di
kalangan bangsa arab sebelum Islam (masa jahiliyah) istilah pengangkatan anak
dikenal dengan at-tabanni dan sudah di tradisikan secara turun-temurun.
Setelah Nabi Muhammad Saw. Diangkat menjadi rasul, turunlah surat
Al-Ahzab (33) ayat 4-5 yang salah satu intinya melarang pengangkatan anak
dengan akibat hukum seperti di atas (saling mewarisi) dan memangil sebagai anak
kandung.
Dengan demikian pengangkatan anak (adopsi) tidak mempengaruhi
kemahraman antara anak angkat dengan orang tua angkatnya. Anak angkat tidak
termasuk dalam salah satu unsure kemahraman, sehinga antara kedua belah pihak
tidak ada larangan untuk saling mengawini, dan tetap tidak boleh saling mewarisi.
Dalam Hukum Islam pengasuhan terhadap anak yang tidak jelas asal
usulnya, termasuk dalam kelompok “anak pungut” al-laqith, yaitu anak yang
dipungut dan tidak diketahui asal usulnya secara jelas, karena bayi itu ditemukan
di pingir jalan, dan orang yang menemukan itu mengakui sebagai anaknya, maka
15
Ahmat Kamil Dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan pengangkatan Anak di
Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm.95.
nasab anak itu dapat di nasabkan dan dipanggil berdasarkan orang tua angkatn
yang menemukanya.
Tata cara pengangkatan anak, menurut ulama fikih, untuk mengangkat
anak atas dasar ingin mendidik dan membantu orang tua kandungnya agar anak
tersebut dapat mandiri di masa yang akan datang,. Secara hukum tidak dikenal
perpindahan nasab dari ayah kandungnya ke ayah angkatnya. Maksutnya ia tetap
menjadi salah seorang mahram dari keluarga ayah kandungnya, dalam arti berlaku
larangan kawin dan tetap mewarisi dengan ayah kandungnya. Jika ia
melansungkan perkawinan setelah dewasa, maka walinya tetap ayah kandungnya.
Adapun pada pengangkatan anak yang di iringi akibat hukum lainya terjadi
perpindahan nazab dari ayah kandungnya ke ayah angkatnya. Konsekuensinya,
antara dirinya dengan ayah angkatnya dan keluarga kandung ayah angkatnya
berlaku larangan kawin serta kedua belah pihak saling mewarisi. Jika ia akan
melansungkan perkawinan nantinya, maka yang berhak menjadi walinya adalah
ayah angkatnya tersebut, bukan ayah kandungnya. Ada dua hal yang terkait
dengan status hukum anak angkat, yaitu dalam hal kewarisan dan dalam hal
perkawinan.
Dalam hal kewarisan, menurut ulama fikih, dalam islam ada tiga faktor
yang menyebabkan seseorang saling mewarisi, yaitu karena hubungan
kekerabatan atau keturunan, karena hasil perkawinan yang sah, dan karena faktor
perwalian antara hamba sahaya (budak) dan wali yang memerdekakanya atau
karena faktor saling tolong menolong antara seseorang dengan orang yang
diwarisinya semasa hidupnya. Anak angkat tidak termasuk dalam tiga kategori
tersebut di atas dalam artian bukan satu kerabat atau satu keturunan dengan orang
tua angkatnya, bukan pula lahir atas perkawinan yang sah dari orang tua
angkatnya, dan bukan pula karena hubungan perwalian. Oleh karena itu, antara
dirinya dan orang tua angkatnya tidak berhak saling mewarisi satu sama lain. Jika
ia akan mewarisi, maka hak waris hanya berlaku antara dirinya dan orang tua
kandungnya secara timbale balik, atas dasar al-qarabah dan al-mushaharah atau
kalau mungkin ada karena saling tolong menolong dengan yang meninggal
semasa hidupnya. Namun menngigat hubungan yang sudah akrab antara anak
angkat dengan orang tua angkatnya. Maka islam tidak menutup kemungkinan
sama sekali angkat mendapat bagian dari harta peningalan orang tua angkatnya.
Caranya adalah dengan hibah atau wasiat yang di tulis atau di ucapkan oleh ayah
angkatnya sebelum meninggal dunua.
Dalam Islam juga diatur siapa saja yang dilarang kawin satu sama lain.
Larangan kawin hanya berlaku untuk garis keturunan ke atas, kebawah dan
menyamping. Anak angkat tidak termasuk dalam salah satu larangan diatas, sebab
ia berada di luar kekerabatan orang tua angkatnya. Oleh karena itu, secara timbal
balik antara dirinya dan keluarga orang tua angkatnya tidak berhak menjadi wali
nikahnya, kecuali kalau diwakilkan kepadanya oleh ayah kandungnya. Hukum ini
ditetapkan ulama Fiqih berdasarkan Mafhum Mukhalafah ayat tersebut.
3. Tujuan Pengangkatan Anak
Tujuan pengangkatan anak disini adalah untuk dididik agar menjadi anak
yang berguna di masa depan dan untuk menyambung keturunan serta melestarikan
harta kekayaan. Pengangkatan anak yang dimaksud bertujuan menolong atau
sekedar meringankan beban hidup bagi orang tua kandung . Sedangkan
pegangkatan anak juga sering dilakukan dengan tujuan untuk meneruskan
keturunan bila mana dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan. Ada
pula yang bertujuan sebagai pancingan seperi di jawa khususnya. Karena,
Menurut adat tersebut dengan mengangkat anak, keluarga tersebut akan dikaruniai
anak kandung sendiri.
4. Status Hukum Anak Angkat
Secara hukum pegangkatan anak dalam bentuk pertama, tidak ada
perpindahan nasab dan saling mewarisi. Anak tersebut tetap bagian dari mahram
keluarga asalnya dengan segala akibat hukumnya. Jika ia bermaksut
melansungkan pernikahan, maka walinya tetap ayah kandungnya.16
Pengangkatan
anak dalam bentuk kedua telah terjadi perpindahan nasab dan saling mewarisi.
Jika ia bermaksud melansungkan perkawinan, maka wali nikahnya adalah
ayahangkatnya.
5. Kedudukan Anak Angkat Dalam Hukum Islam
Anak adalah amanah dari Allah SWT, karena itu setiap anak yang lahir
wajib dilindungi hak-haknya. Hal ini juga berarti, para orang tidak akan
menelantarkan atau menyia-yiakan anak-anaknya. Akan tetapi tidak tertutup
kemungkinan adanya orang tua yang belum memiliki anak setelah lama
berkeluarga dan berusaha mengangkat anak. Hukum Islam secara tegas melarang
16
Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteritis dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam
Masyarakat Matrilenial Minang Kabau (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 253.
adanya pengangkatan anak yang mengakibatkan hubungan nasab antara anak
angkat dan orang tua angkat dan tidak pula menyebabkan hak waris karena
kedudukan anak angkat didalam Hukum Islam berbeda dengan anak kandung
dalam sema ketentuan dan hukumnya. Kedudukan anak angkat dalam Hukum
Islam hanyalah sebagai suatu ikatan sosial yang dalam arti hanya untuk dididik
dan dipelihara ataupun untuk dipenuhi kebutuhan dalam sehari-hari.
1. Seorang muslim menurut agama Islam haruslah mengasihi sesama
manusia, saling tolong menolong, dalam suasana tolong menolong
ini, tidak kecuali upaya menolong anak-anak kecil atau bayi yang
terlantar, tidak mampu atau miskin. Intinya agama Islam
menganjurkan umatnya untuk menolong dan membantu anak-anak
atau bayi yang terlantar, atau tidak mampu itu, dalam upaya
menolong anak-anak atau bayi yang terlantar, agama Islam
kemungkinan untuk melakukan pengangkatan anak, tetatpi tidak
dalam arti pengangkatan untuk dijadikan anak kandung. Menurut
hukum Islam, bahwa pengangkatan anak bertujuan untuk
kepentingan kesejahteraan anak angkat dan bukan melanjutkan
keturunan.17
6. Hak Kewarisan Anak Angkat Menurut Hukum Islam
Hukum Islam tidak megenal pengangkatan anak dalam arti menjadikan
anak orang lain untuk dijadikan anak sendiri, apalagi sampai memutuskan
17
Fuaf Mohnd, Fachruddin, Masalah Anak dalam Hukum Islam (Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 1985), hlm. 81.
hubungan antara anak dengan orang tua kandungnya, dan pengangkatan anak
yang seperti itu dilarang.18
Dalam hukum Islam anak angkat tidak memiliki hubungan darah dengan
orang tua angkatnya namun ia berhak mendapatkan kasih sayang seperti anak
kandung, mendapatkan nafkah, mendapatkan pendidikan yang layak dan hak
untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan kehidupan, dikarenakan tidak adanya
hubungan darah antara anak angkat dengan orang tua angkatnya maka anak
angkat tidak berhak menjadi ahli waris harta warisan orang tua angkatnya sesuai
dengan pasal 174 Kompilasi Hukum Islam. Meskipun anak angkat bukan sebagai
ahli waris, namun anak angkat berhak atas bagian harta warisan orang tua
angkatnya dengan mendapatkan bagian atas dasar wasiat wajibah sebagaimana
pasal 209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islamyang besarnya tidak lebih dari
sepertiga dari seluruh harta peningalan orang tua angkatnya.19
7. Dasar-Dasar Hukum Anak Angkat
Adapun dasar hukum dari pengangkatan anak di Indonesia adalah sebagai
berikut:
a. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1971 tentang kesehjateraan anak Dasar
hukum ini digunakan, karena dalam undang-undang ini dari pasal 1 sampai
16 menyebutkan hak hak anak, tangung jawab orang tua terhadap
kesehjateran anak dah usaha-usaha yang harus dilakukan untuk kesejahteraan
anak.
18
Ahmat Ihsan, Hukum Perdata (Jakarta: Pembimbing Masa, 1969), hlm.120. 19
Kompilasi Hukum Islam (KHI), pasal 209, hlm. 94.
b. Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1985 tentang Kewarga Negaraan Republik
Indonesia. Dalam pasal 2 ayat (1) menyebutkan “anak asing yang belum
berumur lima tahun yang diangkat oleh seorang warga Negara Republik
Indonesia, memperoleh Kewarga Negaraan Republik Indonesia, apabila
pengangkatan itu disahkan oleh pengadilan Negri dari tempat tinggak orang
yangmengangkat anak tersebut.
8. Sumber Hukum Pengangkatan Anak yang Dilarang dan yang
Dianjurkan oleh lsam
a. Anak angkat harus tetap dipanggil dengan nasab orang tua kandungnya.
b. Janda anak angkat bukan mahram orang tua angkat.
c. Nabi Muhammad bukan ayah seorang laki laki di antara kalian.
d. Mengangkat anak sama dengan memberikan harapan hidup bagi masa depan
anak.
e. Mengangkat anak bagian dari bertolong tolongan dalam hal kebajikan.
f. Anjuran member makan kepada anak-anak terlantar dan anak yatim.
g. Anak angkat yang tidak jelas orang tua kandungnya diperlakukan seperti
saudara.
h. Dalam hal kewarisan, kerabat dekat tidak boleh diabaikan lantaran adanya
anak angkat.
i. Islam melarang menasabkan anak angkat dengan ayah angkatnya.
j. Haram membenci ayahnya sendiri.
k. Seorang anak y ang menasabkan dirinya ke laki-laki lain yang bukan
bapaknya, haram baginya surga.
l. Memanggil dengan nama ayah kandungnya lebih adil.
m. Ralat Allah Swt. Terhadap panggilan Zaid bin Muhammad oleh masyarakat
saat itu.
n. Konsepsi pengangkatan anak versi adopsi tionghoa adalah haram.
o. Konsepsi pengangkatan anak ada dua, yaitu yang diharamkan dan dianjurkan.
9. Hukum Pengangkatan Anak
Larangan pengangkatan anak dalam arti benar-benar dijadikan anak
kandung berdasarkan firman Allah SWT. Dalam surat AL-Ahzab (33) ayat 4-5
yang berbunyi:
“Dan tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu
(sendiri), yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulut saja. Dan
Allah mengatakan yang sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang
benar). Panggillah mereka (anak-anak angkat) dengan (memakai)
dengan nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi
Allah, dan jika kamu tidak menggetahui bapak-bapak mereka, maka
(panggillah mereka sebagai) saudara-saudara seagama dan maula-
maula-mu.20
Hukum Islam menggariskan bahwa hubungan hukum antara orang tua
angkat dengan anak angkat terbatas sebagai hubungan sntara orang tua asuh
dengan anak asuh yang diperluas, dan sama sekali tidak menciptakan hubungan
nasab.
10. Akibat Hukum Pengangkatan Anak Yang Dilarang
20
Al-Ahzab ( ): 33
Akibat yang ditimbulkan dari pengangkatan anak yang dilarang dan
harus dihindari, antara lai:21
a. Untuk menghindari terganggunya hubungan keluarga berikut hak-haknya.
Dengan pengangkatan anak berarti kedua pihak telah membentuk keluarga
baru yang mungkin akan menganggu hak dan kewajiban keluarga yang telah
ditetapkan Islam.
b. Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman antara yang halal dengan
yang haram, dengan masuknya anak angkat ke dalam salah satu keluarga
tertentu, dan dijadikan sebagai anak kandung, maka ia menjadi mahram,
dalam arti ia tidak boleh menikah dengan orang yang sebenarnya boleh
dinikahinya. Bahkan sepertinya ada kebolehan baginya melihat aurat orang
lain yang seharusnya haram dilihatnya.
c. Masuknya anak angkat dalam keluarga orang tua angkatnya bisa
menimbulkan permusuhan antara satu keturunan dalam keluarga itu.
Seharusnya anak angkat tidak memperoleh warisan tetapi menjadi ahli waris,
sehingga menutup bagian yang seharusnya dibagikan kepada ahli waris yang
berhak menerimanya.22
11. Pengertian Wasiat Wajibah
Wasiat wajibah berasal dar dua kata, yaitu wasiat dan wajib. Secara
umum, wasiat artinya adalah pesan. Sedangkan wajib rtinya adalah keharusan
untuk dilaksanakan. Prof. Dr. H. Abdul manan mendefinisikan adalah tindakan
yang dilakukan penguasa atau hakim sebagai aparat negara untuk memaksa atau
21
Rusli Pandika, Hukum Pengangkata Anak,(Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm. 4. 22
Ani Situs Amanat, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal Hukum Perdata BW,
(Jakarta: PT Raja Grafika, 2013), hlm. 44.
memberi putusan wasiat bagi orang yang telah meninggal dunia, yang diberikan
kepada orang-orang tertentu dalam keadaan tertentu pula.23
Menurut Wahbah al-
Zuhaili wasiat berarti: “Pesan atau janji seseorang kepada orang lain untuk
melakukan suatu perbuatan, baik ketika orang yang berwasiat masih hidup atau
sudah wafat.”24
Sementara itu Kompilasi Hukum Is25
lam menjelaskan bahwa
Definisi wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau
lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
12. Hak Wasiat Wajibah Bagi Anak Angkat
Lembaga Wasiat Wajibah merupakan bagian dari kajian wasiat pada
umumnya. Persoalan wasiat wajibah sangat relevan dengan kajian dengan kajian
hukum pengangkatan anak (tabanni) dalam hukum Islam. Karena salah satu
akibat dari pristiwa hukum pengangkatan anak adalah timbulnya hak wasiat
wajibah antara anak angkat dengan orang tua angkatnya, begitu juga sebaliknya.
Ulama Malikiyah memberikan definisi yang lebih rinci dengan memasukkan
jumlah harta yang dapat diwasiatkan, menurut: “Transaksi yang mengharuskan
penerima wasiat berhak memiliki 1/3 harta peningalan si pemberian wasiat
setelah meninggal atau mengharuskan pengantian hak 1/3 harta si pewasiat
kepada penerima”.26
13. Rukun dan Syarat Wasiat
23
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: PT.
Kencana Prenada MediaGroup,2008), hlm. 166. 24
Wahbah al-Zuahaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu VIII, (Damaskus: Dar al-Fikr,
1989), hlm. 8. 25
Kompilasi Hukum Islam, Pasal 171 huruf f 26
Abd al Rahman Al jaziri, Fiqh ‘ala Mazahid al Arba’ah, (Beirut al Fikr, 1986) hlm.
316.
Menurut jamhur ulama fikih, rukun wasiat itu terdiri atas:27
a. Al-musi (orang berwasiat);
b. al-musa lah (yang menerima wasiat);
c. al-musa bih (harta yang diwasiatkan);
d. shighat (lafal ijab dan qabul).
Menurut ulama fikih mensyaratkan bahwa lembagaatau pribadi penerima
wasiat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Penerima wasiat adalah orang yang ditunjuk secara khusus bahwa ia berhak
menerima wasiat.
b. Penerima wasiat harus jelas identitasnya.
c. Penerima wasiat tidak berada di aderah musuh (dar al-hard)
d. Penerima wasiat bukan orang yang membunuh pemberi wasiat, jika yang
disebut akhir ini wafatnya karena terbunuh.
e. Penerima wasiat bukan kafir harbi (kafir yang memusuhi islam); akan tetapi
diperbolehkan wasiat kepada kafir zimmi selama dia besifat adil.
f. Wasiat tidak dimaksutkan untuk sesuatu yang merugikan umat islam atau
sesuatu maksiat.
g. Penerima wasiat bukan ahli waris.
14. Wasiat Wajibah Terhadap Anak Angkat
Di dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, istilah wsiat wajib
disebutkan pada pasal 209 Ayat 1 dan Ayat 2, sebagai berikut:28
27
Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm. 105. 28
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum
Islam, (Surabaya: Sinarsindo Utama: 2015)
a. Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan pasal 176 sampai dengan
pasal 193 tersebut, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak
menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-bamyakntya 1/3 dari harta
warisan anak angkatnya.
b. Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah
sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
15. Sebab-Sebab Kewarisan
Dr. Musthafa Al-Khin di dalam kitab al-Fiqhul Manhaji (Damaskus: Darul
Qalam, 2013, jil. II, hal. 275-276) menyebutkan ada 4 hal yang menjadi sebab
seseorang bisa menerima warisan, yaitu tiga hal yang disebut di atas oleh Imam
Rahabi dan ditambah satu lagi yakni Islam.
a. Nasab atau kekerabatan
Orang yang bisa mendapatkan warisan dengan sebab asab atau
kekerabatan adalah kedua orang tua dan orang-orang yang
merupakan turunan keduanya seperti saudara laki-laki atau
perempuan serta anak-anak dari para saudara tersebut baik
sekandung maupun seayah. Termasuk juga anak-anak dan orang
turunanya, seperti anak-anak laki-laki atau perempuan serta anak
dari anak laki-laki (cucu dari anak laki-laki) baik laki-laki maupun
perempuan
b. Pernikahan yang terjadi denan akatyang sah
Meskipun terjadi persetubuhan diantara pasangan suami istri
namun dengan adanya ikatan perkawinan yang sah maka keduanya
bisa salig mewarisi satu sama lain. Bila suami meninggal istri bisa
mewarisi harta yang ditingalkanya, begitupula sebaliknya.
c. Seorang tuan yang memerdekakan budaknya bila kelak sang budak
meeningal dunia maka sang tuan bisa menerima warisan dari dari
harta yang ditingal oleh sang budak yang telah dimerdekakan
tersebut.
d. Islam
Seseorang muslim yang meinggal dunia namum tak memiliki ahli waris yang
memiliki sebab-sebab diatas untuk bisa mewarisinya maka harta tinggalanya
diserahkan pada Baitul maal untuk dikelola untuk kemaslahatan umat Islam.
E. Tinjauan Pustaka
Kajian pustaka pada penelitian ini pada dasarnya adalah untuk
mendapatkan gambaran hubungan topik yang akan diteliti dengan penelitian
sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya, sehingga diharapkan
tidak ada pengulangan materi penelitian secara muntlak. Sedangkan skripsi yang
pernah dibahas dan yang berkaitan dengan masalah skripsi ini seperti skripsi
tentang Hukum kewarisan anak angkat menurut Syafi’I, Hazairin dan Kompilasi
Hukum Islam (studi perbandingan) oleh Ishak Hayati. Skripsi ini membahas
Hukum kewarisan antara Syafi’I, Hazairin dan Kompilasi Hukum Islam, yaitu
untuk mencari letak perbedaan dan persamaan dalam masalah hukum kewarisan,
ternyata hasil yang diperoleh bahwa hukum kewarisan menurut Hazairin, syafi’I
dan Kompilasi Hukum Islam sangat banyak perbedaan yang di temukan.
Selanjutnya skripsi yang berjudul ahli waris sepertalian darah, oleh Yasa
Abu Bakar. Skripsi ini membahas mengenai perbandingan terhadap penalaran
Hazairin dan penalaran Fiqih Mazhab Imam Hanafi dalam masalah kedudukan
anak angkat/adopsi (analisis di Desa Subah Yogyakarta). Oleh sebab itu skripsi ini
penulis membahas mengenai statu harta warisan anak angkat di tinjau dari hukum
Islam. yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana status warisan anak angkat
menurut hukum Islam. Dengan demikian karya tulis ini murni penelitian yang
penulis lakukan. Berbeda sama sekali dengan skripsi yang penulis ketahui,
Meskipun sedikit banyak ada kaitannya.
Martin Ronie, Hukum Islam Terhadap Anak Angkat/Adopsi,
menjelaskan bahwa faktor dari persamaan status warisan anak angkat sama seperti
anak kandung dipengaruhi oleh pesan orang tua terhadap anaknya agar
memberikan harta peningalanya sama banyak walaupun hal itu bertentangan
dengan Hukum Islam, dan adanya Tradisi dari Hukum Perdata (BW) Belandayang
menyamakan status anak angkat/adopsi seperti anak kandung dalam hal warisan.29
Ria Ramdhani, Pengaturan Wasiat Wajibah Terhadap Anak Angkat
Menurut Hukum Islam, menjelaskan bahwa Hukum Islam memperbolehkan
mengangkat anak namun dalam batas-batas tertentu yaitu selama tidak membawa
akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan
wari-mewaris dari orang tua angkat, ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua
kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya, dan
Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa anak angkat atau orang tua angkat
29
Martin Ronie,Disertasi Doktor:”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Anak
Angkat/Adopsi”
tidak ada hubungan mewarisi, tetapi sebagai pengakuan mengenai baiknya
lembaga pegangkatan anak, hubungan antara anak angkat dengan orang tua
angkatnya dikukuhkan dengan pelantara wasiat wajibah.30
Mirza Desrita, Hak Waris Anak Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum
Islam Dan Staatsblad Nomor 129 Tahun 1917, menjelaskan bahwa persamaan
diantara Kompilasi Hukum Islam dan Staatsblad Nomor 129 Tahun 1971 tentang
pengangkatan anak adalah sama-sama ingin memelihara, menjaga dan mendidik
anak tersebut, serta pengangkatan anak haruslah melalui petusan pengadilan.
Alfun Ni’matil Husnah, Status Kewarisan Anak Angkat Menurut Hukum
Islam Dan Hukum Perdata Di Indonesia, menjelaskan bahwa ketentuan anak
angkat dalam hal kewarisa memiliki sisi perbedaan antara Hukum Islam dan
Hukum Perdata, Hukum Islam menyatakan bahwasanya anak angkat tidak dapat
mewarisi harta dari orang tua angkatnya disebabkan anak angkat tidak dapat
disamakan kedudukanya dengan anak kandung dan nasab anak angkat tetap
terikat kepada orang tua kandungnya, anak angkat bisa mendapatkan harta dari
orang tua angkatnya hanya melalui hibah ataupun wasiat wajibah dengan
ketentuan tidak boleh melebihi sepertiga dari harta orang tua angkatnya,
sedangkan menurut Hukum Perdata menyatakan bahwasanya anak angkat berhak
meendapatkan harta warisan daei orang tua angkatnya, hal ini disebabkan dalam
Hukum Perdata dinyatakan bahwasanya anak angkat itu dapat berpindah nasabnya
dari orang tua kandung ke orang tua angkat serta keterikatan hukum dalam hal
30
Ramdhani Ria, Disertasi Doktor:”Pengaturan Wasiat Wajibah Terhadap Anak Angkat
Menurut Hukum Islam”
keperdataan antara anak angkat dengan orang tua kandungnya menjadi terputus,
karena telah beralih ke orang tua angkatnya.31
Indah Najah “Pengangkatan Anak dan Akibat Hukumnya Dalam
Kewarisan, Antara Hukum Islam, KHI, dan Hukum Perdata”, (2003), AS, UIN
Malang. Dalam penelitian ini dijelaskan perbandingan dari ketiga sistem hukum
tersebut mengenai pegangkatan anak dan akibat hukumnya dalam kewarisan,
sehingga diketahui persamaan dan perbedaan mengenai prosedur pengangkatan
anak, meliputi pejabat yang dijadikan tempat diajukanya ermohonan, motif dan
tujuan, peryaratan, kompetensi relatif, inisiatif pengangkatan anak dalam
kewarisanya.
Barirotul Muniroh menulis skripsi “Motif dan Akibat Pengangkatan
Anak di Kecamatan Wajak Kabupaten Malang, (2006), AS, UIN Malang, Dalam
penelitian ini menjelaskan menggenai motif dan akibat pengangkatan anak yang
lebih didorong oleh moral kemanusiaan dan pada akhirnya status keperdataan
anak meliputi nasab, waris, dan wali tetap pada orang tua kandungnya anak.
Miftah Fariadi menulis skripsi “Perwalian Anak Angkat Yang Tidak
Diketahui Orang Tuanya Dalam Perkawinan Menurut KHI dan Fiqh”, (2007),
AS, UIN Malang. Dalam penelitian ini lebih menjelaskan mengenai permasalahan
perwalian anak angkat yang tidak diketahui orang tuanya mengkomparisakan satu
variable (anak angkat) dalam dua wilayah penelitian, yaitu antaa fiqh dan khi.
Asrofin Fuat Hasan menulis skripsi “Konsep Anak Adopsi (Studi
Komparatif Hukum Islam Dan Hukum Positif)”, (2009), AS, UIN Malang. Dalam
31
Husna Ni’matil,Skripsi:”Status Harta Warisan Anak Angkat Menurut Hukum Islam Dan Hukum
Perdata.”
Penelitian ini lebih menjelaskan perbandingan antara akibat hukum adopsi yang
didasarkan pada hukum Islam dan hukum Positif, dan didalam penelitian ini
peneliti memasukkan anak yang tidak diketahui nasabnya (anak temuan) sebagai
objek dari adopsi.
Khairoun Nisaq, ”Tinjauan Hukum Islam Terhaap Pembagian Harta
Warisan Anak Angkat Menurut Adat Pepatih di Rembau, Negri Sembilan
Malaysia,” menjelaskan bahwa dalam Adat Pepatih anak angkat diiftiraf sebagai
pewaris yang sah dan berhak menjadi ahli waris keluarga yang di nagkat, setelah
anak angkat disaudarakan maka anak angkat tersebut berhak mendapat semua
harta pusaka dan harta waris keluarga, akan tetapi anak angkat perempuan saja
yang mendapat harta waris dan pusaka, bagi anak laki-laki hanya menjaga harta
tersebut dan boleh juga mengambil barang-barang dari pada ayah angkat beliau.
Berbeda dengan hukum Islam anak angkat tidak mempunyai hak untuk
mendapatkan harta pusaka melainkan ibu angkatnya memberikan harta kepadanya
melalui wasiat sebelum orang tua angkatnya mennggal dunia, dan hanya berhak
menerima hartanya tidak lebih dari sepertiga harta keluarga angkatnya.32
Rabithah Kairul, Pembuatan Wasiat Wajibah Bagi Anak Angkat Yang
Beragama Islam di Hadapan Notaris Mwnurut Ketentuan Hukum Islam”,
menjelaskan bahwa kaidah dasar yang digunakan kaidah wasiat umum
sebagaimana yang ditentukan dalam KHI. Pertanggung jawaban notaris
terhadapakta wasiat wajibah atas bagian anak angkat yang beragama Islam tetap
mengikuti ketentuan dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
32
Nisaq khairun, Skripsi, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembagian Harta Warisan Anak
Angkat Menurut Adat Pepatih di Rambahan, Negri Sembilan Malaysia.
tentang jabatan Notaris. Akibat hukum terhadap akta wasiat wajibah yang dibuat
oleh notaris secara melawan hukum maka akan menyebabkan akta otentik
menjadi akta dibawah tangan serta akta tersebut dapat dibatalkan oleh
pengadilan.33
Ramadhita menulis jurnal Keadilan Proporsional dalam Pembagian
Waris Anak Angkat, dalam jurnar tersebut meneliti bahwa asas keadilan
proposional memberikan suatu bagian kepada seseorang berdasarkan jasa atau
kontribusinya. Dengan demikian, semua orang tidak harus mendapatkan bagian
yang sama pula jika upaya yang dilakukan berbeda. Anak angkat dalam
pandangan asas keadilan proporsional dapat diberikan bagian yang lebih,
menyimpang dari ketentuan Pasal 209 KHI. Penyimpangan ini tentunya diikuti
dengan syarat bahwa anak tersebut telah memberikan kontribusi terhadap orang
tua angkatnya. Pengunaan keadilan proporsional sebagai frame hukum akan
menjadikan hukum fleksibel dan mewujudkan kebahagiaan bagi manusia.
Wahidah, Uzlan “Tinjauan Keadilan Pembagian Wasiat Wajibah Bagi
Anak Angkat (Studi Pandangan Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Jember)”
menjelaskan bahwa, dalam konteks kewarisan anak angkat, para imporman
menilai bahwa bagian yang ditentukan dalam Pasal 209 KHI merupakan
perwujudan dari keadilan disributif atau keadilan yang bersifat proporsional, dan
dalam memberikan putusan wasiat wajibah, informan penelitian menginakan
dasar kemaslahatan dan mempertimbangkan kontribusi anak angkat terhadap
orang tua angkatnya. Dengan demikian, tidak mutlak bahwa setiap orang harus
33Rabithah Khairul, Tesis :Pembuatan Wasiat Wajibah Bagi Anak Angkat yang
Beragama Islam di Hadapan Notaris Menurut ketentuan Hukum Islam”, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, 2015)
diberi bagian maksimal, yaitu 1/3 bagian. Selain itu, perlu diperhatikan pula
jumlah harta peningalan dan jumlah ahli waris yang juga berhak mendapatkan
harta peninggalan.34
34
Wahidah Uzlan, Tesis, Tinjauan Keadilan Pembagian Wasiat Wajibah Bagi Anak
Angkat (Studi Pandangan Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Jember). Malang: UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang 2014
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Pentingnya jenis data karena diperolehnya temuan dilapangan mengenai
kaitan masalah yang diangkat dalam judul ini. Pendekatan ini dilakukan dengan
teknik pengumpulan data yang berdasarkan pada instrumen pengumpulan data.
Penelitian ini bersifat deskriptif, metode ini adalah metode yang
menggambarkan suatu data yang akan dibuat, baik dari penulis maupun secara
kelompok. Ciri-ciri metode diskriptif adalah memusatkan diri pada masa sekarang
dan masalah-masalah yang aktual, dan kemudian data yang dikumpulkan disusun,
dijelaskan dan dianalisis.35
B. Jenis dan sumber data
1. jenis data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan 2 (dua) jenis sumber data
yaitu :
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperooleh lansung dari sumber pertama, baik
melalui observasi terlihat di lapangan maupun melalui wawancara dengan para
responden. Namun jika ada informasi yang di dapat selain melalui ressponden ,
maka sumber data ini adalah informan. Dalam hal ini penulis mengadakan
35
Sayuti Una, (Ed.), Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi Revisi), (Jambi: Syariah Press,
2011), hlm. 251.
observasi dan wawancara lansung dengan responden untuk memperoleh data
seperti data faktor penyebab mereka mengangkat anak dan sebagainya. Kemudian
data yang diperoleh secara mentah tersebut akan dianalisis lebih lanjut.
b. Data skunder
Data skunder adaalah data yang diperoleh dari sumber kedua dalam bentuk
tertulis, baik berupa buku, dokumentasi, dan lain-lain. Adapun data yang
tergolong kepada data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang berupa
dokumen-dokumen seperti data struktur organisasi desa, data sejarah desa dan lain
sebagainya. Data sekunder ini biasanya merupakan pelengkap terhadap data
primer.
Perlu ditegaskan bahwa antara kedua jenis data tersebut saling melengkapi
dan menunjang, meskipun pada dasarnya berdiri sendiri. Karena itu, dalam
penelitian untuk mencapai pelengkapan data keduanya sangat dibutuhkan, dimana
data primer akan memperoleh kelengkapan apabila ada dan ditunjang dengan data
sekunder, demikian pula sebaliknya, yakni data sekunder akan mudah didapatkan
apabila data primernya cukup lengkap.
2. Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa manusia,
dan dokumen penting lainnya yang berhubungan dengan subyek penelitian. Hal
ini dapat dilihat dari:
a. Sumber data berupa manusia, yaitu Bapak Lurah, Pemuka Adat, anak
angkat, orang tua angkat, dan masyarakat.
b. Sumber data berupa dokumen, yaitu sejarah, struktur organisasi kelurahan,
dan data fasilitas yang ada di kelurahan tersebut.
C. Instrumen Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi atau pengamatan berarti setiap kegiatan untuk melakukan
pengukuran, akan tetapi observasi diartikan lebih sempit, yaitu pengamatan
dengan menggunakan indera penglihatan yang berarti tidak mengajukan
pertanyaan-pertanyaan.36
Atas pemahaman itu, berarti observasi merupakan alat pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematis terhadap
gejala-gejala yang diselidiki. Dan pada dasarnya observasi digunakan untuk
melihat atau mengamati perubahan fenomena sosial yang tumbuh dan
berkembang yang kemudian dapat dilakukan penilaian atas perubahan tersebut.
Pelaksanaan observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah jenis
observasi nonpartisipan, yaitu suatu prosedur observasi dengan cara mengamati
orang lain dalam keadaan alamiah. Artinya, peneliti tidak melakukan partisipasi
aktif terhadap kegiatan dilingkungan yang diamati. Dalam hal ini peneliti tidak
terlibat lansung pada situasi yang sedang terjadi, melainkan cukup dengan melihat
dari dekat terhadap subjek penelitian dan melakukan pengamatan terhadap
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.
36
Irawan Suhartono, metode penelitian sosial, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2008), hal. 69.
2. Wawancara
Peneliti menyadari bahwa tidak semua data diperoleh melalui observasi.
Karena itu, disamping menggunakan metode observasi, juga digunakan metode
wawancara. Metode ini merupakan salah satu cara dalam pengumpulan data yang
harus dilakukan untuk mendukung observasi. Dengan wawancara diharapkan
peneliti dapat memasuki pikiran dan perasaan responden. Mengadakan wawancara
pada prinsipnya merupakan usaha untuk menggali keterangan yang lebih dalam
dari sebuah kajian.37
Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur,
wawancara semi terstruktur dan wawancara tak berstruktur:38
a. Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur,digunakan sebagai teknik bila peneliti telah
mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh, pengumpul
data telah menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis
dan setiap responden diberi pertanyaan yang sama. Dan wawancara terstruktur
juga merupakan wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah
dan pertanyaan-pertanyaan yang akan di ajukan.39
b. Wawancara semi terstruktur
37
ibid., hal. 129. 38
Sugiyono, memahami penelitian kualitatif, (Bandung; Alfabeta, 2007), hal. 64. 39
lexy J. Moleong, metode penelitian kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005),
hal. 190.
Wawancara semi terstruktur, dalam pelaksanaannya lebih bebas,
tujuannya adalah untuk menemukan permasalahan secara terbuka, dimana pihak
yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya.
c. Wawancara tak berstruktur
Wawancara tak berstruktur, adalah wawancara yang bebas dimana
peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara hanya
berupa garis-garis besar permasalahan yang akan digunakan. Dalam wawancara
ini lebih banyak mendengarkan dari responden, maka peneliti dapat mengajukan
berbagai pertanyaan yang lebih terarah pada suatu tujuan.
Dalam mengadakan wawancara, peneliti dapat melaksanakannya dimana
saja seperti dirumah, warung dan lainnya. Tidak menutup kemungkinan pula satu
orang responden diwawancarai lebih dari satu kali, baik terhadap permasalahan
yang lama maupun baru jika terdapat hal-hal yang masih meragukan
3. Dokumentasi
Dokumen. Ini menunjukkan teknik dokumentasi merupakan cara
pengumpulan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip, buku-buku, teori,
hukum, dan sebagainya yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.
Dokumentasi guna sebagai bukti untuk suatu pengujian, dan mudah diperoleh
serta merupakan sumber stabil, kaya dan mendorong. Dokumen yang dihimpun
dalam penelitian ini terdiri dari sejarah berdirinya Kelurahan Pamenang, data dari
Kantor Kelurahan dan data yang erat kaitannya dengan data pembahasan
penelitian.
D. Analisis data
Menganalisis data merupakan langkah yang sangat penting dalam
penelitian, karena memungkinkan penulis memberikan makna terhadap data yang
dikumpulkan yang akan berlanjut sampai akhir penelitian. Analisis data yang
dipakai dalam penelitian ini adalah model analisis data mengalir yang dilakukan
sepanjang kegiatan penelitian, yaitu sejak awal penelitian di lapangan sampai
dilakukan penulisan hasil.
Ada beberapa cara yang dipakai untuk menganalisis data yaitu: reduksi
data, display data, serta pengambilan keputusan verifikasi:
1. Reduksi Data
Reduksi data,hal ini dilaksanakan dimana setiap pengumpulan data dilapangan
lansung ditulis dengan rapi dan rinci. Setelah terkumpul baru diadakan reduksi
data, yaitu dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan masalah penelitian.
Ini menunjukkan bahwa data yang sudah direduksi memberi gambaran yang lebih
tajam tentang pengamatan serta mempermudah penulis untuk mencarinya jika
sewaktu-waktu diperlukan kembali.
2. Display Data
Display data, kegiatan ini dilaksanakan dengan cara setelah data
terkumpul, maka penulis menyajikan dalam bentuk grafik yang diklasifikasikan
berdasarkan fokus penelitian, dengan tujuan untuk mempermudah mengusai data.
3. Kesimpulan dan Verifikasi
Kesimpulan dan Verifikasi, pembuatan kesimpulan yang merupakan
tujuan utama yang ingin dicari dari analisis yang dilakukan sebagai hasil temuan
yang diperoleh dilapangan.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan pemahaman secara berurutan, pembahasan dalam
penulisan proposal mempunyai sistematika sebagai berikut:
Pembahasan diawali dengan Bab I, Pendahuluan. Bab ini pada
hakikatnya menjadi pijakan bagi penulis skripsi. Bab ini berisikan tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian, kerangka teori dan tinjauan pustaka.
Kemudian pada Bab II, membahas tentang metode penelitian dalam
pembuatan skripsi dengan sub-sub tempat dan waktu penelitian, pendekatan
penelitian, jenis dan sumber data, instrumen pengumpulan data, analisis data
sistematika penulisan dan jadwal penelitian. Untuk mempermudah penulis dalam
menggunakan waktu dengan tepat maka dibuat jadwal penelitian dalam sub-sub
ini agar penelitian dalam penlisan ini selesai teepat pada waktunya.
Dalam Bab III berisi tentang gambaran umum tentang Desa Pamenang
Kabupaten Merangin.
Selanjutnya dalam Bab IV berisi tentang pembahasan dan hasil
penelitian.
Pembahasan ini diakhiri dengan Bab V yaitu bab penutup yang terdiri
dari kesimpulan dan saran-saran serta dilengkapi dengan daftar pustaka, lampiran
dan curriculum vitae. Kesimpulan ditarik dari pembuktian dan dari uraian yang
telah ditulis terdahulu dan berkaitan erat dengan pokok masalah. Kesimpulan
bukan resume dari apa yang ditulis dahulu kesimpulan adalah jawaban masalah
dari data yang telah diperoleh.
F. Jadwal Penelitian
No
Kegiatan
Tahun
Desember Januari Februari Maret April
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan
Judul
x
2 Pembuatan
Proposal
x
3 Perbaikan
Proposal dan
Seminar
x x
4 Surat Izin Riset x X
5 Pengumpulan
Data
X x
6 Pengolahan dan
Analisis Data
x x
7 Pembuatan
Laporan
x x x x
8 Bimbingan dan
Perbaikan
x x
9 Agenda dan
Ujian Skripsi
10 Perbaikan dan
Penjilidan
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Histori
Kelurahan Pamenang adalah perubahan setatus dari Desa Pamenang yang
jumlah penduduknya kurang lebih 5.114 jiwa. Pada tahun 2006 diadakan
pengusulan mengenai perubahan status dari Desa Pamenang menjadi Kelurahan
Pamenang dan akhirnya pada tahun 2007 disahkanya menjadi Kelurahan
Pamenang oleh Bupati Merangin Bapak Rotani Yukata. Pada saat ini jumlah
penduduknya adalah 6.942 jiwa terdiri dari Laki-laki 3.444 jiwa dan Perempuan
3.498 jiwa. Kelurahan Pamenang saat ini memiliki delapan dusun, terdiri dari
Dusun Tuo, Dusun Sungai Lintang, Dusun Baru, Dusun Pasar Tenggah, Dusun
Keramat, Dusun Rasau, Dusun Tebak Rajo, Dusun Kenalip.40
B. Geografis
Dilihat secara umum merupakan daerah dataran yang beriklim
sebagaimana desa-desa lain yang ada di Kelurahan Pamenang dan mempunyai
iklim kemarau, pancaroba dan penghujan.
Adapun batas wilayah Kelurahan Pamenang antara lain ialah :
1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa mentawak Baru Kecamatan Pauh
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Rejosari Kecamatan Pamenang
3. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Keroya Kecamatan Pamenang
40
Wawancara debgan Bapak Nurdin, selaku tokoh Adat Kelurahan Pamenang, 15
Oktober 2018
4. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Muaro Belenggo Kecamatan
Pamenang41
C. Struktur Organisasi Pemerintahan
Terorganisasinya suatu pemerintahan merupakan salah satu faktor
berjalannya dengan baik serta berhasilnya suatu pemerintahan dan kepemimpinan
sebagaimana yang diharapkan. Selain merupakan suatu peraturan pemerintahan
bahwa suatu organisasi harus ada susunan pengurus secara sistematis, hal ini juga
merupakan gambaran aktifitas kerja objektif. Organisasi yang baik dan teratur
merupakan ujung tombak dari keberhasilan pembangunan.
Untuk melaksanakan pembangunan sebagaimana yang diharapkan oleh
pemerintah, sudah tentu ada perangkat desa sekaligus dengan pembagian
tugasnya. Kelurahan Pamenang dipimpin oleh seorang Kepala Lurah terdiri dari
beberapa Dusun dan RT, kepala Dusun dan RT inilah yang menangani urusan
pemerintah maupun kemasyarakatan dalam lingkungannya masing-masing.
41
Wawancara dengan Bapak Saifudin selaku kepala Lurah Pamenang, 16 Oktober 2018
Data Aparat Pemerintahan Kelurahan Pamenang Kec. Pamenang
Kab. Merangin Tahun 201842
D. Keadaan Penduduk
Berdasarkan informasi yang penulis dapatkan dari lapangan bahwa
Kelurahan Pamenang memiliki penduduk berjumlah 6.942 orang terdiri dari laki-
laki 3.444 orang dan perempuan 3.498 orang. Jumlah kepala keluarga 1.798 KK.
42
Sumber Data : Dokumentasi Kelurahan Pamenang Tahun 2017-2018
LURAH
Saifudin S.Hi
STAF
PELAKSANA
1. Suparno
2. Sapuan
SEKETARIS
Muh. Rohim S.Hi
JABATAN FUNGSIONAL
KASI
TRANTIBUM PELUM
Pahniadi
KASI
PP KASTRA
Parlah
KASI
MERINTAHAN
Nurlaili
STAF
PELAKSANA
Abdulah Hamidi, Amd
STAF
PELAKSANA
1. Muzer Ali
2. Darmawati
STAF
PELAKSANA
1. Saidah
2. Apriani
E. Keadaan Agama dan Pendidikan
1. Agama
Agama yang dianuti oleh masyarakat Kelurahan Pamenang mayoritas
adalah Islam, mereka menjunjung tinggi syari’at agama Islam, mereka
memuliakan alim ulama kerena mereka berpandangan bahwa alim ulama dalam
mengajarkan agama islam berpedoman pada Al-Quran dan Hadist. Keadaan
agama di Kelurahan Pamenang dapat dilihat pada table dibawah ini :
Tabel 3.1 : Keadaan Penduduk Kelurahan Pamenang Menurut
Agama.43
NO AGAMA
JUMLAH
PENDUDUK
1 Islam 6.247 Orang
2 Kristen 485 Orang
3 Katholik 208 Orang
Jumlah Total 6.945 Orang
2. Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk kemajuan suatu
bangsa, sebab maju mundurnya suatu bangsa dapat dikurdari segi mutu pendidkan
bangsa itu dendiri terutama bagi generasi muda, sebab pemerintah selalu berusaha
untuk meningkatkan pengetahuan agama kemajuan pendidikan seta proses
pembeharuan agar terciptanya masyarakat yang cerdas dalam rangka
meningkatkan harkat dan martabat manusia. Untuk mengetahui keadaan
pendidikan di Kelurahan Pamenang dapat dilihat dari table dibawah ini :
43
Dokumentasi Kantor Kelurahan Pamenang Tahun 2017-2018
Tabel 3.2 : Keadaan Penduduk Kelurahan Pamenang Menurut
Tingkat Pendidikan.44
F. Keadaan Mata Pencaharian
Di Kelurahan pamenang banyak penduduk yang bedomisili dari macam-
macam daerah yang mayoritas masyarakat di Kelurahan Pamenang adalah buruh
tani dan tani. Selain itu pula ada mata pencaharian lain seperti pedagang, dan
pegawai negri sipil. Untuk dapat mengetahui secara jelas tentang mata
pencaharian masyarakat Keluran Pamenang dapat dilihat dari table dibwah ini:
Tabel 3.3 : Keadaan Penduduk Kelurahan Pamenang
Menurut Jenis Pekerjaan. 45
NO JENIS PEKERJAAN LAKI-LAKI
1 Petani 2.290
2 Pegawai Negri Sipil 902
3 Dagang 1.874
4 Karyawan/Swasta 1.388
5 Buruh 555
Jumlah Total Penduduk 6.942orang
44
Dokumentasi Kantor Kelurahan Pamenang, Tahun 2017-2018 45
Dokumentasi Kantor Kelurahan Pamennang
NO TINGKATAN PENDIDIKAN JUMLAH
1 Tamatan SD 1.735 Orang
2 Tamatan SMP 1.527 Orang
3 Tamatan SMA 2.290 Orang
4 Tamatan S1 555 Orang
5 Tidak Sekolah 833 Orang
Jumlah Total 6.942 Orang
G. Keadaan Sosial Budaya
Penduduk di Kelurahan Pamenag dalam kehidupan sehari-hari mereka
hidup saling berdampingan dan saling tolong menolong satu dengan yang lain.
Walaupun banyak suku yang terdapat di Kelurahan Pamenang. Adapun suku-suku
diantaranya: Suku Melayu, Suku Minang, Suku batak, Suku Jawa, dan lain-lain.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Faktor penyebab terjadinya persamaan status dan hak (warisan) anak
angkat dengan anak kandung di Kelurahan Pamenang Kecamatan
Paenang Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.
Dalam Islam, ahli waris saja yang berhak mendapatkan harta warisan.
Islam agama yang adil. Sunguh anak angkat bukan ahli waris, beliau hanya layak
mendapatkan harta pusaka jika ada wasiat dari ibu bapak angkatnya. Menurut
hukum Islam, anak angkat berhak mendapat tidak lebih dari 1/3 harta peninggalan
kedua ibu bapak angkatnya itu. Jika 2/3 bagian lagi akan diwarisi oleh ahli waris
si mati secara faraid, pembagian melebihi 1/3 memerlukan persetujuan dari semua
ahli waris.
Dalam Firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat 180 yang
Berbunyi:
Arinya: “Diwajibkan bagi kamu, apabila seorang di antara kamu
kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meningalkan harta yang banyak,
berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah)
kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. ”46
46
Al-Baqarah (2 ): 180
Penyebab terjadinya persamaan status dan hak (warisan) terpaut ada
beberapa faktor yang erat kaitanya dengan hal tersebut, antara lain:
1. Adanya wasiat yang diberikan orang tua angkat agar tidak membedakan
antara status dan hak (warisan) terhadap anak angkat.
2. Adanya rasa balas budi karena telah menjaga dan menjadi tulang punggung
dalam keluarga orang tua angkatnya.
3. Masih terpengaruh antara budaya penjajah Belanda yang menyamakan status
anak angkat dan anak kendung.
4. Masih kurang penyuluhan Hukum Islam.
Penjelasan tentang faktor-faktor penyebab terjadinya persamaan status
dan hak (warisan) akan dibahas lebih lanjut:
Pada masyarakat Kelurahan Pamenang, ketiga faktor diatas tersebut
masih berlaku, sepertihalnya wasiat yang dilakukan oleh keluarga Bapak Roni dan
Ibu Rosnida yang suaminya terlebih dahulu meninggal dunia terhadap anak
angkatnya Adi, ia menganggap bahwa wasiat yang ditinggalkan oleh orang tuanya
harus ditaati.
Untuk lebih jelas, penulis telah melakukan wawancara kepada responden
yaitu ibu Rosnida pada tanggal 15 Oktober 2018 bahwa:
‘’Pesan orang tua dalam bentuk wasiat yang disampaikan sebelum
beliau meninggal merupakan wujut pengabdian seorang anak kepada
orang tua untuk ditaati kerena kalau tidak akan menimbulkan bencana
terhadap keluarga ini”47
Selanjutnya seperti yang dikemukakan oleh Bapak Lurah Saifudin.S.Hi
yang penulis wawancarai pada tanggal 15 Oktober 2018 bahwa:
47
Wawancara dengan Ibu Rosnida selaku Ibu angkat Adi Kelurahan Pamenang 15
Oktober 2018
“Ada permasalah yang terjadi dikeluarga Ibuk Rosnida hal ini
disebabkan karena Ibu Rosnida sama sekali tidak mempunyai anak
selain Adi sebagai anak angkatnya, akan tetapi dilain pihak ia
mengetahui bahwa ada kesalahan penerapan Hukum yang dianutnya
sebagai umat Islam”48
Kemudian penulis juga mewawancarai Bapak Nurdin sebagai pemungka
adat di Kelurahan Pamenang Kabupaten Merangin.
“Hukum Islam merupakan suatu hal yang pokok dalam mewujutkan
keluarga yang sakinah dan bahagia tampa harus dipengaruhi oleh hal-
hal yang lain maka bila hal itu terjadi maka harus dikembalikan kepada
Al-Quran dan Sunah Rasul”49
Dari petikan beberapa wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa demi
kepentingan ahli waris yang ditinggalkan, seseorang hanya berhak mewasiatkan
sebagian kecil harta kekayaanya hal ini dimaksutkan, agar wasiat tidak menjurus
kepada malapetaka bagi ahli waris yang ditingalkan. Kadar sepertiga harta, yang
boleh diwasiatkan. Dalam sebuah hadits diceritakan, ‘pada suatu hari Rasulullah
pergi melihat Sa’ad Abi Waqqas yang sedang menderita sakit. Sa’ad bin Abi
Waqqas minta petunjuk, apakah ia boleh mewasiatkan seluruh hartanya atau
paling kurang separuhnya. Rasulullah lalu menjawab “tidak boleh”. Selanjutnya
sahabat itu bertanya lagi: “Bagaimana kalau saya wasiatkan sepertiganya?”,
Rasullah menjawab; sepertiga (boleh), dan itu sudah banyak. Sesungguhnya,
lanjut Rasulullah, engkau tingalkan ahli warismu dalam keadaan berkelapangan
banyak harta, akan lebih baik dari pada engkau tinggalkan mereka dalam keadaan
miskin, meminta minta. Sesungguhnya dengan jalan bagaimanapun engkau
48
Wawancara dengan Bapak Saifudin S,Hi selaku Kepala Lurah Kelurahan Pamenang
15 Oktober 2018 49
Wawancara dengan Bapak Nurdin selaku pemuka Adat Kelurahan Pamenang 16
Oktober 2018
nafkahkan hartamu itu sampai kepada sesuap makanan buat istrimu, adalah
termasuk sedekah juga. (HR Bukhari/Muslim).50
Hadist tersebut secara tegas melarang wasiat lebih dari sepertiga harta,
dan sepertiga itu sudah dianggap banyak. Artinya, dalam kondisi tertentu,
berwasiat kurang dari sepertiga harta, dianggap lebih baik, sehingga dengan itu
tidak mengurangi kelapangan dari ahli waris yang ditingalkan.
Adanya larangan berwasiat lebih dari sepertiga harta seperti
dikemukakan diatas, agar praktek wasiat jangan sampai mengakibatkan
kesempitan bagi ahli warisnya. Seseorang yang mendapat tanda tanda ajalnya
mendekat, bisa jadi yang dominan dalam pikiranya bagaimana memperbanyak
amal kebajikan, yang akan meringankan beban dosanya dihari kemudian. Dalam
kondisi demikian, seseorang tampa kontrol bisa jadi mewasiatkan seluruh atau
sebagian hartanya, tampa mempertimbangkan nasib keluarga yang ditingalkan.
Itulah sebabnya diadakan pembahasan. Oleh karena pembahasan itu dimaksutkan
demi menjaga kepentingan ahli waris, maka wasiat lebih dari sepertiga harta dapat
diakui, bilamana ahli waris itu menyetujuinya.
Hal lain yang menjadikan warisan diberikan seutuhnya ke anak angkat
adanya rasa balas budi karena telah menjaga dan menjadi tulang punggung
keluarga Ibu Rosnida.
Semenjak Almarhum Bapak Roni meninggal, Adi menjadi tulang
punggung keluarga. Maka dari itu, Ibu Rosnida memutuskan memberikan semua
hartanya kepada Adi walaupun Adi hanya seorang anak angkat, Ibu rosnida
50
H Satria Effendi M Zein, Problema Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Prenada
Media, Jakarta, 2014 hal 402
memberikan rumah dan kebun sawit hasil pencarianya dengan Almarhum Bapak
Roni dengan iklas.
Hasil wawancara dengan Ibu Rosnida:
“Saya akan memberikan semua harta saya kepada Adi, karena semenjak suami
saya meninggal, Adilah yang membiayai saya dan menjadi tulang pnggung dalam
keluarga saya.”51
Kemudian faktor adanya pengaruh dari penjajah Belanda terhadap
persamaan status dan hak (warisan) antara anak angkat dan anak kandung
sebagaimana diketahui bahwa Belanda mengunakan kitab Undang-undang Hukum
Perdata (KUHPerdata) atau Bulrdejig Wetbot (BW) mereka menganut bahwa
anak angkat sama setatusnya seperti anak kandung berarti ia mendapat warisan
sama seperti anak kandung.
Seperti yang terjadi pada keluarga ibu Rosnida dengan anak angkatnya
Adi, pada waktu usia Adi berumur 2 tahun Adi telah diasuh oleh keluarga ibu
Rosnida, karena saat itu Adi telah menjadi anak yatim piatu karena orang tua
kandung Adi mengalami musibah kecelakaan mobil yang mengakibatkan kedua
orang tua kandung Adi meninggal dunia.
“Sebelum almarhum suami saya meninggal, kami berdua telah membuat
keputusan bersama, karena kami tidak memiliki keturunan, kami sepakat
bahwa semua harta peninggalan kami kelak akan kami berikan kepada
51 Wawancara dendan Ibu Rosnida, 15 Oktober 2018
Adi walaupun ia seorang anak angkat kami,karena Adi tidak memiliki
kedua orang tua kandungnya lagi”52
Kemudian hasil wawancara dengan ibu Minah beliau adalah adik
kandung dari ibu Rosnida menjelaskan sebagai berikut:
“Semasa hidupnya almarhum dan ibu Rosnida sangat sayang kepada Adi dan
menganggap Adi sebagai anak kandung, dan semenjak Adi beranjak dewasa ia
sanggat sayang kepada kedua orang tua angkatnya dan membantu dan menjadi
tulang punggung keluarga semenjak bapak angkatnya meninggal, saya dari pihak
keluarga ibu angkatnya memaklumi dan rela harta ibu Rosnida di wasiatkan
kepada Adi seluruhnya karena Adi tidak memiliki keluarga selain kami”53
Kondisi masyarakat yang tinggal di Kelurahan Pamenang ini dahulu
sebelum tahun 1990 sanggatlah tertinggal hal ini terlihat dari kondisi infrastruktur
pemerintah masih sanggat kurang selain itu Keluarahan ini termasuk Desa terisolir
karena tidak adanya akses jalan untuk menuju ke Desa tersebut.
Hal ini terlihat dari hasil wawancara dari Bapak Saifudin selaku Lurah di
Kelurahan Pamenang Kabupaten Meranggin bahwa: “Baru pada tahun 1990
terpenuhinya semua infrastruktur-infrastruktur pemerintah seperti jalan,
sekolah-sekolah, dan lain-lain dan hal ini tentu saja membantu berkembangnya
perekonomian kerakyatan”54
52
Wawancara dengan Ibu Rosnida selaku Ibu angkat Adi, 15 Oktober 2018 53
Wawancara dendan Ibu Minah selaku adik kandung Ibu Rosnida, 18 Oktober 2018 54
Wawancara dengan Bapak Saifudin S,Hi selaku Kepala Lurah Pamenang, 15 Oktober
2018
Dari wawancara diatas diduga kuat lambatnya proses penyuluhan-
penyuluhan hukum ikut di pengaruhi oleh sarana-sarana yang kurang memadai
dan tradisi yang yang menyamakan status anak angkat dalam hal warisan telah
lama berlaku di dalam kehidupan masyarakat Kelurahan Pamenang tersebut.
Dampak dari kurangnya penyuluhan-penyuluhan Hukum Islam dan
kurang aktifnya pusat-pusat keagamaan seperti masjid-masjit mengakibatkan
kurang berkembang pemikiran-pemikiran masyarakat di bidang keagamaan. Hal
ini terlihat dari hasil wawancara dengan Bapak Nurdin selaku tokoh adat di
Kelurahan pamenag, bahwa:
“Pada tahun 1990 baru banyak penyuluhan-penyuluhan keagamaan
banyak dilakukan hal ini terlihat dari akses jalan yang sudah baik,
banyak penduduk yang masih kurang memahami aspek-aspek Hukum
Islam secara baik, hal ini terlihat bahwa banyak orang tua yang engan
menyekolahkan anaknya ke sekolah-sekolah agama karena jauh dari
dari rumah dan akses jalan yang kurang memungkinkan”55
Dari Proses-proses pengajian dan kegiatan keagamaan tersebut hanya disi
dengan pembacaan Yasin, Tahlil dan Doa pada pengajian-pengajian yang
diadakan, bila ada penyuluhan dan Ulama yang datang dari luar Kelurahan
Pamenang kebanyakan hanya diisi dengan sejarah dan proses kehidupan Nabi
Muhammad SAW.
Sangat kurang baik ulama dan tokoh-tokoh agama yang membahas
masalah-masalah kontenporer yang khususnya terjadi di Kelurahan Pamenang.
55
Wawancara dengan Bapak Nurdin selaku Pemuka Adat Kelulurahan Pamenang, 16
Oktober 2018
Sedangkan tokoh-tokoh agama yang ada di Kelurahan Pamenang tersebut hanya
berdasarkan kepada pengurus-pengurus pengajian saja. Tidak ada suatu lembaga
yang secara formal menaungi keluhan-keluhan masyarakat secara khusus.
Dari Penjelasan diatas dapat dapat disimpulkan bahwa, kurangnya pengetahuan
tentang umumnya dan hukum waris (khususnya) merupakan faktor terbesar
mempengaruhi kehidupan keluarga ibu Rosnida.
B. Dampak sosial atas persamaan status dan hak (warisan) anak angkat
dengan anak kandung di masyarakat Kelurahan Pamenang Kecamatan
Pamenang Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.
Dampak sosial yang terjadi didalam masyarakat Kelurahan Pamenang
atas persamaan status dan hak warisan anak angkat yang terjadi didalam keluarga
Almarhum Bapak Roni dan Ibu Rosnida bukan hanya melibatkan keluarga
terdekat tetapai juga berdampak pada masyarakat lain seperti tetanga dan
penduduk lain yang tinggal di lingkungan Kelurahan Pamenang.
Kasus terjadinya persamaan status dah hak anak angkat di Kelurahan
Pamenang berdampak di dalam kehidupan masyarakat berdasarkan pengamatan
peneliti yang dilakukan dikehidupan masyarakat Kelurahan Pamenang.
Berikut adalah hasil wawancara dengan Bapak Lurah Bapak Saifudin
S.Hi bahwa: “Bagi masyarakat baru yang tinggal di Kelurahan Pamenang, maka
penduduk itu tidak akan mengetahui bahwa Adi adalah anak angkat dari Ibu
Rosnida, karena Adi diwarisi oleh keluarga ibu Rosnida seperti anak kandung”56
56
Wawancara dengan Bapak Saifudin S,Hi selaku Kepala Lurah Kelurahan Pamenang
15 Oktober 2018
Berikut adalah hasil wawancara dengan Bapak Tono selaku masyarakat
pendatang yang menetap di Kelurahan Pamenang:
“saya sudah menetap di Kelurahan Pamenang sudah selama 17 tahun,
tetapi baru 2 tahun belakangan ini saya mengetahui bahwa Adi adalah
seorang anak angkat dari Almarhum Bapak Roni, sebelum saya
mengetahui, saya menganggap Adi adalah anak kandung karena adi
diberi warisan kebun sawit, dan Almarhum tidak pernah
memberitahukan bahwa Adi adalah anak angkat oleh mereka dan
menyamakan status dan hak warisan sama seperti anak kandung”
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa persamaan status
dan hak warisan yang dilakukan keluarga Almarhum Bapak roni sama dengan hak
warisan anak angkat mengakibatkan sebagian penduduk Kelurahan Pamenang
beranggapan bahwa Adi adalah anak kandung dari pasangan Almarhum Bapak
Roni dan Ibu Rosnida.
Persamaan status dan hak warisan ini tidak hanya membuat sebagian
penduduk tidak mengetahiu status Adi dalam dalam keluarga, tetapi juga
berdampak dari angota keluarga lain
Berikut adalah hasil wawancara dengan Ibu Minah yang selaku seorang
adik kandung dari Ibu Rosnida bahwa:“Kami dari pihak keluarga Ibu Rosnida
setuju-setuju saja jika semua harta Ibu Rosnida diberikan kepada Adi karena adi
telah menjaga dan merawat Ibu Rosnida sepenuh hati dan menganggap Ibu
Rosnida seperti ibu kandung.”57
Berikut adalah hasil wawancara dengan Bapak Ujang yang selaku
seorang adik dari Almarhum Bapak Roni (suami Ibu Rosnida) bahwa:“Kami dari
57 Wawancara dengan Ibu Minah selaku adik kandung Ibu Rosnida, 18 Oktober 2018
pihak Almarhum Bapak Roni sangat kawatir dengan keputusan Almarhum yang
membagi semua hartanya kepada Adi, karena takut terjadi kecemburuan sosial
dari pihak Almarhum, karena Adi hanyalah anak angkat”58
Dari dampak tersebut di atas maka bila hal tersebut terus dilakukan akan
terjadi suatu kebiasaan yang menganggap bahwa pengaburan identitas seseorang
anak angkat dengan menjadikan anak angkat sebagai anak kandungnya akan
bertentanggan dengan firman Allah dalam QS Ahzab ayat 4-5:
Artinya: “Dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak
kandungmu (sendiri). Yang demi kian itu hanyalah perkataanmudi
mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan dia
menunjukkan jalan (yang benar). Panggillah mereka (anak-anak angkut
itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil
pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka
maka (pangillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan
maula-maulamu.”59
C. Pandangan Hukum Islam Terhadap Persamaan Status dan Hak Waris
Anak Angkat Dangan Anak Kandung Pada Masyarakat Kelurahan
Pamenang Kecamatan Pamenang Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.
Persamaan status anak angkat dan anak kandung yang terjadi di Kelurah
Pamenang karena faktor Kemanusian dan kepatuhan akan pesan orang tua
terhadap anaknya, adanya tradisi Hukum Perdata (BW) tentang persamaan status
58
Wawancara dengan Bapak Ujanag selaku Adik dari Almarhun Bapak Roni, 18
Oktober 2018 59
Al-Ahzab (33 ): 4-5
anak angkat dan anak kandung serta kurangnya pengetahuan dan penyuluhan-
penyuluhan hukum yang dilakukan oleh pemerintah setempat.
Namun bila dilihat dalam Hukum Islam dalam Al-Quran surat Al ahzab
ayat 4-5 dan Undang-undang nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
hal terse but tidak sesuai. Berdasarkan dua landasan hukum tersebut dikatakan
bahwa: Tidak ada memutuskan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua
biologis dan keluarga. Melainkan pewaris dari orang tua kandunya, anak angkat
tidak boleh menerima semua harta warisan dari orang tua angkatnya. Dari
ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa prinsip pegangkatan anak menurut
hukum Islam bersifat pengasuhan anak dengan tujuan agar seseorang anak tidak
sampai terlantar atau menderita dalam pertumbuhan dan perkembanganya.
Artinya penerapan tentang status anak angkat seharusnya mengacu
kepada kemaslahatan bersama, yang telah berlaku secara teoritis baik dalam
hubungan antara sesama muslim maupun secara warga negara.
Dalam yang terdapat pada proses pegangkatan anak atau menyamakan
status anak adalah adanya hak-hak yang hilang baik yang ada pada diri anak
angkat tersebut maupun pada orang tua kandung, dan proses pegangkatan anak
telah dicontohi oleh Nabi Muhammad SWT pernah mengangkat Zaid bin
Haritsah.
Jika ingin disistematisasi dapat diterangkan pada ketentuan hukum yang
berlaku untuk status anak angkat adalah:
1. (Al-Ahzab 4-5) sangat tegas menjelaskan bahwa Islam membenarkan
pegangkatan anak dengan motivasi menyamakannya dengan anak kandung,
yang dibenarkan adalah pengangkatan anak dengan maksud membantu dan
dan memperlakukan sebagai saudara sebagai manifestasi prinsip tolong
menolong dalam kebaikan (sosial), artinya tidak boleh dinasabkan kepada
orang tua angkat dan tidak boleh dijadikan ahli waris dari kedua orang tua
angkatnya. Tetapi dengan jalan memberikan washiat.60
2. Terdapat contoh yang dilakukan oleh Nabi. Bahwa memanggil anak angkat
dengan nama orang tua angkatnya tidak diperbolehkan.
3. Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Dalam
pasal 39 ayat 2 bahwa orang tua kandung tidak boleh memutuskan pertalian
darah antara anak angkatnya dan orang tua kandung anak tersebut.
4. Beberapa Ulama Fiqh memiliki sokongan dalam pembahasan anak angkat
khususnya melarang persamaan status anak angkat dan anak kandung.
Berdasarkan rentetan jalur hukum di atas maka ditegaskan bahwa
menyamakan status anak angkat dengan anak kandung sangat bertentangan
dengan Hukum Islam, karena ia memiliki landasan yang kuat dari Al Quran
maupun Undang-undang yang berlaku. Dan apabila orang tua angkat ingin
memberikan harta kepada anak angkatnya hendaknya sesuai dalam Al Quran dan
hanya sekedar wakaf atau wasiat, bukan warisan.
Soal status dan hak waris anak angkat diatur dalam kompilasi Kompilasi
ukum Islam (KHI) pada pasal 209 ayat 2 yang berbunyi, “Terhadap anak angkat
yang tidak menerima wasiat, maka diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3
dari harta orang tua angkatnya.”
60
Al-Ahzaab (4-5):4
KHI mendifisikan anak angkat sebagai anak yang dalam pemelharaan
untuk kehidupan sehari-hari, biaya pendidikan, dan sebagainya beralih tanggung
jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan
pengadilan.
Pasal ini merupakan solusi atas luputnya anak angkat dari peningalan
orang tua angkatnya dalam islam. Anak angkat tidak dapat diakui untuk bisa
dijadikan dasar dan sebab mewarisi karena prinsip pokok dalam kewarisan Islam
adalah hubungan nasab atau keturunan. Pasal ini memberikan jalan atau sebab hak
waris bagi anak angkat melalui wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 harta
warisan orang tua angkatnya.
Masalah hak waris anak angkat ini juga diangkat oleh NU dalam
Musyawarah Nasional Alim Ulaa NU 2017 di Nusa Tengara barat. Para kiai NU
menyimpulkan bahwa anak angkat tetap bisa mendapat warisan berdasarkan
wasiat,”Anak angkat tidak berhak mendapatkan bagian dari tirkah dengan
erdasarkan wasiat wajibah bagi orang tua angkatnya. Tetapi apa bila orang tua
angkatnya berwasiat, maka anak angkat berhak mendapatkan bagian harta sesuai
kadar wasiatnya selama tidak melebihi sepertiga dari harta orang tuanya. Apabila
melebihi sepertiga dari harta orang tuanya, maka ia harus mendapatkan
persetujuan ahli waris.”
Mereka mengutip keterangan perihal ini pada Al-Fiqhul Islami wa
Adillatuh karya Syekh Wahbah Az-Zuhayli sebagai berikut yang artinya:
“Diterangkan bahwa wasiat untuk kerabat, menurut mayoritas ulama
yaitu ulama empat madzhab, dianjurkan. Wasiat itu tidak wajib bagi seseorang
kecuali berkaitan dengan hak allah atau hak anak Adam. Tetapi sejumlah ahli
fiqih seperti Ibnu Hazm Az-Zhahiri dan Abu Bakar bin Abdul Aziz Al-hanbali
berpendapat bahwa wasiat itu wajib menurut agama maupun hakim, untuk orang
tua dan kerabat yang tidak berhak menerima waris karena terhijab dari hak waris
tersebut...Undang-undang di Mesir dan Suriah mengadopsi pandangan
kedua,”(Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut:
Darul Fikr, 1985 M/1405 h], Cetakan kedua, juz VIII, halaman 122). 61
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa anak ankat bukanlah ahli
waris dari kedua orang tua angkatnya. Anak angkat hanya berhak washiat yang
tidak lebih dari 1/3 harta peninggalan atau mendapat washiat wajibah apabila
orang tua angkatnya tidak meninggalkan washiat sebelum meninggalnya. Adapun
seluruhnya menjadi hak dari ahli waris orang yang meninggal.
61
Hafiz, www.nu.or.id/post/read/86729/status-dan -hak-waris-anak-angkat-dalam-islam,12
November 2018, 02-38 wib
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Faktor-faktor penyebab dari persamaan status dan hak (warisan) anak angkat
sama seperti anak kandung yang terjadi di Kelurahan Pamenang di pengaruhi
oleh:a. Pesan orang tua terhadap anak anaknya agar memberikan harta
peninggalannya semua ternyata hal tersebut bertentangan dengan Hukum
Islam sebagai agama mereka, b. Adanya rasa balas budi ke anak angkat
karena telah menjadi tulang punggung keluarga, c. Adanya pengaruh dari
Hukum Perdata (BW) Belanda yang menyamakan status anak angkat seperti
anak kandung dalam hal warisan, d. Kurangnya penyuluhan Hukum Islam,
baik yang dilakukan oleh pemerintah setempat maupun dari organisasi-
organisasi masyarakat. Dan apa yang dilakukan oleh keluarga Almarhum
Bapak Roni dan Ibu Rosnida dalam hal menyamakan anak angkat seperti
anak kandung yang tidak sesuai dengan anjuran dalam Islam.
2. Dampak dari persamaan status dan hak (warisan) seperti anak kandung
adalah berakibat pengaburan identitas anak yang berakibat adanya sbagian
angota masyarakat tidak mengetahui Adi sebenarnya adalah anak angkat
(generasi muda), dan menyebabkan terterjadinya kecemburuan sosial
didalam keluarga Almarhum Bapak Roni dan Ibu Rosnida
3. Dalam ketentuan Hukum Islam pengangkatan anak hanya dapat dibenarkan
apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang
tua biologis dan keluarga.
b. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai pewaris dari orang tua angkat.
Melainkan pewaris dari orang tua kandungnya.
c. Orang tua angkat tidak boleh bertindak sebagai wali dalam perkawinan
terhadap anak angkatnya. Dari ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa
prinsip pengangkatan anak menurut Hukum Islam bersifat pengasuhan anak
dengan tujuan agar seorang anak tidak sampai terlantar atau menderita dalam
pertumbuhan dan perkembanganya.
B. Saran
1. Kepada pemerintah setempat khususnya Departemen Agama Kabupaten
Merangin kiranya perlu lebih memperhatikan masalah sosialisasi
penyuluhan hukum Islam kepada masyarakat. menambah lagi kegiatan-
kegiatan keagamaan khususnya kegiatan kegiatan penyuluhan Hukum
Islam kepada masyarakat Kelurahan Pamenang.
2. Kepada Bapak Lurah dan Organisasi yang ada di Kelurahan Pamenang
kiranya perlu menambah lagi kegiatan-kegiatan keagamaan khususnya
kegiatan kegiatan penyuluhan Hukum Islam kepada masyarakat Kelurahan
Pamenang.
3. kepada masyarakat Kelurahan Pamenang agar bisa memahami tentang
status dan hak (warisan) anak angkat dengan anak kandung, dengan cara
bertanya kepada tokoh-tokoh agama setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: PT.
Kencana Prenada MediaGroup,2008.
Abd al Rahman Al jaziri, Fiqh ‘ala Mazahid al Arba’ah, Beirut al Fikr, 1986.
Ahmat Kamil Dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan pengangkatan Anak di
Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2010
Ahmad Azhar Basyir, Kedudukan anak laki laki dan perempuan dalam hukum
islam dan pengangkatan anak angkat, Jakarta: Kencana Press, 2008
Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum pengangakatan Anak, Jakarta:
Kencana, 2008
Ani Situs Amanat, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal Hukum Perdata BW,
Jakarta: PT Raja Grafika, 2013
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, cet. Ke-3, Jakarta: Prenada Media
Group, 2010
Eman suparman, hukum waris Indonesia, cet. Ke-3, Bandung: PT Rafika
Aditama, 2011
Hafiz, www.nu.or.id/post/read/86729/status-dan -hak-waris-anak-angkat-dalam-
islam,12
Nisaq khairun, Skripsi, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembagian Harta
Warisan Anak Angkat Menurut Adat Pepatih di Rambahan, Negri
Sembilan Malaysia.
H Satria Effendi M Zein, Problema Hukum Keluarga Islam Kontemporer,
Prenada Media, Jakarta, 2014
Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum kewarisan Islam dengan kewarisan Hukum
Perdata, cet. ke-1, Jakarta: Sinar Grafika, 2004
Irawan Suhartono, metode penelitian sosial, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008
lexy J. Moleong, metode penelitian kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2005
Martin Ronie,Disertasi Doktor:”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Anak
Angkat/Adopsi”
Muhammad Jawab Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, cet Ke-13, Jakarta: Lentera,
2005
Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam,cet. Ke-1, Jakarta: Sinar
Grafika, 2009
Rabithah Khairul, Tesis :Pembuatan Wasiat Wajibah Bagi Anak Angkat yang
Beragama Islam di Hadapan Notaris Menurut ketentuan Hukum Islam,
Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, 2015
Rusli Pandika, Hukum Pengangkata Anak, Jakarta: Sinar Grafika, 2014
Saifutdin Sidik, Hukum Islam Tentang Persoalan Konterporer, Jakarta: PT Inti
Media Cipta Nusantara, 2004
Sayuti Una, (Ed.), Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi Revisi), Jambi: Syariah
Press, 2011
Sugiyono, memahami penelitian kualitatif, Bandung; Alfabeta, 2007
Wahbah al-Zuahaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu VIII, Damaskus: Dar al-
Fikr, 1989.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam, Surabaya: Sinarsindo Utama: 2015
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2008 tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.
CURICULUM VITATE
A. Identitas Diri
Nama : Sandra Gunawan
Jenis kelamin : Laki-Laki
Tempat/Tgl lahir : Pamenang, 10 Juli 1996
Nim : SHK 141629
Alamat
1. Alamat asal : Kelurahan Pamenang, Kecamatan Pamenang, Kabupaten
Merangin
2. Alamat Sekarang : Perumahan Sungai Duren
No Telp : 085273026616
Nama Ayah : Yusman
Nama ibu : Ernawati
B. Riyawat Pendidikan
SD NEGERI 100 Pamenang, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin
SMP NEGERI 11 Pauh Menang, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin
SMA NEGERI 11 Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI