Post on 29-Jan-2023
PENGGUNAAN KONSENTRASI PUPUK CAIR AZOLA (Azolla pinnata)
TERHADAP KEPADATAN POPULASI DAN KANDUNGAN PROTEIN
Skeletonema costatum
USULAN PENELITIAN
Diajukan sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Strata Satu (S1)
Program Studi Budidaya Perairan
Oleh
IMAM PRATAMA09930001
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2013
PENGGUNAAN KONSENTRASI PUPUK CAIR AZOLA (Azolla pinnata)
TERHADAP KEPADATAN POPULASI DAN KANDUNGAN PROTEIN
Skeletonema costatum
Oleh :
IMAM PRATAMA09930001
Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Strata Satu (S1) Program Studi Budidaya Perairan
Menyetujui
Pembimbing Utama Tanggal :
Dr.Ir. David Hermawan, MPNIP : 19640526 19931003
Pembimbing Pendamping Tanggal :
Sri Samsundari Drh., MMNIP : 110.8903.0100
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketersediaan pakan alami sangat dibutuhkan terutama
pada usaha pembenihan udang dan ikan. Pakan alami
merupakan salah satu faktor yang penting sebagai dasar
pemenuhan gizi pada saat awal kehidupan larva kopepoda,
larva moluska, larva udang, dan larva ikan. Salah satu
jenis plankton sebagai pakan larva adalah jenis skeletonema
costatum, karena memiliki syarat yang dibutuhkan larva
karena mudah dicerna, berukuran kecil, nutrisi tinggi,
mudah dibudidayakan dan cepat berkembang biak. Kandungan
nutrisi skeletonema costatum mengandung protein 30,55 % dan
lemak 1,55 %, serat 2,09 %, abu 44,37 %, dan kadar air
8,41 % (BBPBAP Jepara, 2004).
Azolla pinnata adalah jenis tumbuhan paku air yang
mengapung, banyak terdapat diperairan yang menggenang
terutama di sawah-sawah dan dikolam. Para petani ikan
mengenal dengan sebutan “mata lele”. Keistimewaan azolla
pinnata adalah dapat hidup bersimbosis dengan anabaena
azollae yang dapat memfiksasi Nitrogen (N2) dari udara.
Saat ini pemanfaatan azolla pinnata sudah mulai banyak
digunakan mengingat ketersediaannya relatif banyak
terdapat pada areal pesawahan di Indonesia. Salah satunya
1
adalah digunakan sebagai pupuk organik pada bidang
pertanian. Azolla pinnata memiliki berbagai unsur hara
antara lain N (1,96-5,30%), P (0,16- 1,59%), K (0,31-
5,97%) , Si (0,16-3,35%), Ca (0,31-5,97%), Fe (0,04-
0,59%), Mg (0,22-0,66%), S (0,22-0,73%), Na (0,16-1,31%),
Cl ( 0,62-0,90%), Al (0,04-0,59%), Co (0,264 ppm), Zn
(26-989 ppm), Mn (66 – 2944 ppm) (Batan, 2006).
Penggunaan pupuk dalam media kultur skeletonema
costatum sangat penting untuk mendapatkan nilai
produktivitas kultur yang tinggi serta kualitas biomassa
yang baik. Skeletonema costatum dapat memanfaatkan zat hara
lebih cepat dari diatom lainnya dalam penyerapan
nutrient. Dalam mengkultur skeletonema costatum pertumbuhan
sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang ada di lingkungan
tempat hidupnya, oleh karena itu diperlukan pupuk dimedia
kultur untuk menunjang ketersediaan unsur hara baik makro
maupun mikro. Salah satu unsur hara makro yang sangat
menunjang dalam pertumbuhan Skeletonema costatum adalah
ketersediaan unsur Nitrogen (N). Nitrogen yang umumnya
dibutuhkan untuk media kultur yaitu dalam bentuk senyawa
nitrat yang banyak didapat dalam kandungan pupuk diatom,
namun yang menjadi masalah akhir-akhir ini adalah harga
pupuk diatom yang mahal. Pupuk diatom adalah pupuk yang
digunakan untuk kultur mikroalga yang terbuat dari bahan
2
kimia PA (Pro Analis) dosis pemakaian 1 ml pupuk / 1 L
volume kultur (BBAP Situbondo, 2010). Kebutuhan unsur
hara untuk pertumbuhan skeletonema costatum adalah N (14
mg/L) ,P (2,4 mg/L), Si (3,2 mg/L) (Krichnavaruk et al.,
2007).
Dari analisa kandungan kimia azolla pinnata memiliki
potensi untuk dapat diaplikasikan dalam pengganti pupuk
diatom dalam kultur skeletonema costatum, sehingga
diperlukan penelitian tentang Penggunaan Konsentrasi
Pupuk Cair Azola (azolla pinnata) Terhadap Kepadatan Populasi
dan Kandungan Protein Skeletonema costatum.
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah pemberian konsentrasi pupuk cair Azola (azolla
pinnata) berpengaruh terhadap kepadatan populasi dan
kandungan protein Skeletonema costatum ?
2. Dosis berapakah konsentrasi maksimal pupuk cair
Azola (Azolla pinnata) pada kultur Skeletonema costatum ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh pemberian konsentrasi pupuk cair
Azola (azolla pinnata) terhadap pertumbuhan populasi dan
kandungan protein Skeletonema costatum.
2. Mengetahui dosis konsentrasi pupuk cair Azola (azolla
pinnata) yang maksimal pada pertumbuhan Skeletonema
costatum.
3
1.3 Manfaat
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan salah
satu solusi dalam kultur Skeletonema costatum yaitu
pengganti pupuk diatom dengan pupuk cair Azola (azolla
pinnata) sebagai salah satu pupuk alternatif, selain itu
untuk memberikan informasi penggunaan dosis yang maksimal
pada pertumbuhan Skeletonema costatum, sehingga dapat
diaplikasikan oleh para pembudidaya untuk memenuhi
ketersediaan pakan alami.
1.4 Hipotesa
H0 : Diduga pemberian konsentrasi pupuk cair Azola
(azolla pinnata) tidak berpengaruh terhadap
kepadatan populasi dan kandungan protein
Skeletonema costatum.
H1 : Diduga pemberian konsentrasi pupuk cair
Azola (azolla pinnata) berpengaruh terhadap
kepadatan populasi dan kandungan nutrisi
Skeletonema costatum.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Biologi Skeletonema costatum
2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Skeletonema costatum
Skeletonema costatum merupakan organisme uniseluler
yang termasuk dalam phytoplankton jenis diatom. Menurut
(Edhy et al., 2003) klasifikasi Skeletonema costatum adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Bacillariophyta
Class : Bacillariophyceae
Ordo : Centrales
Family : Skeletonemoidae
Genus : Skeletonema
Spesies : Skeletonema costatum
5
Gambar 1 : Skeletonema costatum (Sumber :
(www.flickr.com/photos/29287337@N02 /4438239))
Skeletonema costatum merupakan mikroalga bersel
tunggal, dengan ukuran sel berkisar antara 4-15 μm. Alga
ini dapat membentuk untaian rantai yang terdiri dari
epiteka pada bagian atas dan hipoteka pada bagian bawah,
serta pada setiap sel dipenuhi oleh sitoplasma
(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Dinding sel
Skeletonema costatum mempunyai frustula yang dapat
menghasilkan skeletal external yang berbentuk silindris
(cembung) dan mempunyai duri-duri yang berfungsi sebagai
penghubung antar frustula yang satu dengan frustula yang
lainnya sehingga membentuk filamen. Skeletonema costatum
merupakan diatom yang bersifat euritermal yaitu mampu
tumbuh pada kisaran suhu 3–300 C dan temperatur optimal
6
adalah 25-270 (Tjahjo et al., 2002). Daerah penyebarannya
meliputi daerah tropis dan subtropis, terdapatnya mulai
dari pantai sampai lautan, sebagai meroplankton dan
benthos. Perkembangbiakan diatom Skeletonema costatum hanya
dapat terjadi secara aseksual.
2.1.2 Habitat
Habitat Skeletonema costatum adalah hidup di air laut
yang mempunyai intensitas cahaya kurang dari 500-12000
lux, Jika intensitas cahaya kurang dari 500 lux
Skeletonema costatum tidak dapat tumbuh, sedangkan kisaran
salinitas tumbuh kembangnya adalah 25-29 ppt. Suhu untuk
pertumbuhan 20-34 0C, sedangkan suhu optimalnya adalah
25-27 0C. Sementara itu derajat keasaman media hidupnya
berkisar 7,5-8 (Edhy et al., 2003).
2.1.3 Reproduksi
Reproduksi adalah suatu proses biologis, dimana
Skeletonema costatum berkembang membentuk individu baru.
Reproduksi merupakan cara dasar Skeletonema costatum
mempertahankan diri. Reproduksi Skeletonema costatum dapat
terjadi secara aseksual maupun seksual (Isnansetyo dan
Kurniastuty, 1995). Silikat (Si) adalah unsur hara
penting dalam proses reproduksi Skeletonema costatum yang
berfungsi sebagai bahan pembentuk dinding sel (frustule)
7
yang baru. Cara reproduksi Skeletonema costatum sama dengan
jenis diatom lainnya, dimana satu sel induk yang membelah
akan menghasilkan dua sel anak.
2.1.4 Fase pertumbuhan Skeletonema costatum
Pertumbuhan adalah penambahan jumlah atau ukuran
yang telah ada yang bergantung terhadap factor luar.
Terdapat 4 fase dalam pertumbuhan mikroalga yaitu fase lag
(istirahat), fase logaritmik (pertumbuhan eksponensial),
fase stasioner (pertumbuhan stabil), dan fase deklinasi
(kematian). Berikut adalah fase perkembangan miroalga
menurut (Edhy et al., 2003).
1. Fase lag merupakan fase ketika populasi mikroalga tidak
mengalami perubahan, tetapi ukuran sel pada fase ini
meningkat. Fotosintesis masih aktif berlangsung dan
organisme mengalami metabolisme tetapi belum terjadi
pembelahan sel sehingga kepadatannya belum meningkat.
Dalam perairan tambak kondisi air masih bening atau
remang-remang dengan transparansi >80 cm.
2. Fase logaritmik diawali dengan pembelahan sel dengan
laju pertumbuhan yang terus menerus, pertumbuhan pada
fase ini mencapai maksimal. Dalam perairan tambak
ditandai dengan air yang mulai berwarna sampai warna
pekat dengan transparansi 60-30 cm bahkan dapat <30 cm.
8
3. Fase stasioner merupakan fase dengan pertumbuhan yang
mulai mengalami penurunan dibandingkan fase logaritmik.
Pada fase ini, laju reproduksi atau pembelahan sel sama
dengan laju kematian dalam arti penambahan dan
pengurangan plankton relatif sama sehingga kepadatan
plankton cenderung tetap. Dalam perairan tambak fase ini
memperlihatkan warna yang cenderung stabil dan sebaiknya
dipertahankan supaya tidak terjadi droping plankton.
4. Fase deklinasi merupakan fase ketika terjadi penurunan
jumlah atau kepadatan mikroalga. Pada fase ini laju
kematian lebih cepat dibandingkan laju reproduksi. Laju
kematian mikroalga dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien,
cahaya, temperatur, dan umur mikroalga itu sendiri. Dalam
perairan tambak kematian mikroalga ditandai dengan
meningkatnya transparansi, adanya perubahan warna, serta
9
terdapat busa.
Gambar 2 : Fase pertumbuhan mikroalga (Sumber: Edhy et
al.,2003;Triswanto,2012)
2.1.5 Metode Kultur Skeletonema costatum
Metode kultur murni jenis diatom adalah monospesies
plankton yang dikultur dalam ruangan terkontrol untuk
sediaan kultur massal (Suriadnyani et al., 2007). Alat dan
bahan yang diperlukan dalam kultur murni diatom adalah
ruangan dingin (AC), lampu TL sebagai sumber cahaya dan
energi, aerator, selang aerasi, pipa kaca aerasi, labu
gelas dan enlemeyer berbagai ukuran serta beberapa macam
pupuk pro analisis. Air media harus bersih dari bahan –
bahan toksik dan bebas kotoran sedimen. Untuk
meningkatkan kelangsungan hidup, sterilisasi yang ketat
10
dan menjaga kondisi yang aseptis sangat diperlukan
diperlukan. Kontrol suhu air, salinitas, pH, optimalisasi
stok kepadatan, dan gizi seimbang juga sangat penting
(Cordova, 2006).
Cara kultur Skeletonema costatum dimulai dari air laut
yang sudah steril dengan kadar garam sekitar 28 permil
dimasukkan ke dalam botol kultur atau elenmeyer.
Selanjutnya media kultur dipupuk dengan pupuk cair
sebanyak 1 ml/L. Aerasi diberikan dan ditunggu beberapa
saat agar pupuk tercampur secara merata terlebih dahulu
sebelum bibit dimasukkan Menurut Isnansetyo dan
Kurniastuty (1995) untuk kultur laboratorium dapat
menggunakan pupuk Diatom ditambahkan dengan silikat
(Na2SiO3) sebanyak 5 mg/L atau dengan menggunakan pupuk
dengan komposisi KNO3 : 80 - 100 mg/L, NaH2PO4 : 10 -15
mg/L, Na2SiO3 : 10 – 15 mg/L, FeCl3 : 5 – 10 mg/L, EDTA :
5 – 10 mg/ L.
2.2 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Skeletonema
costatum
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Skeletonema
costatum adalah faktor kimia, fisika dan biologi. Untuk
mendapatkan hasil kultur Skeletonema costatum yang
berkualitas baik, maka diperlukan beberapa faktor yang
dapat mendukung keberhasilan lingkungan kultur tersebut.
11
Faktor-faktor yang mendukung tersebut diantaranya adalah
faktor biologis, kimia, fisika, dan keberhasilan
lingkungan kultur (Mudjiman, 2004). Faktor biologis
meliputi penyediaan bibit yang bermutu dan jumlah yang
mencukupi. Faktor fisika yang mempengaruhi antara lain
suhu, salinitas, pH, dan intensitas cahaya. Faktor kimia
adalah unsur hara dalam media pemeliharaan harus sesuai
dengan kebutuhan jenis plankton yang akan dikultur.
Selain faktor tersebut diatas ada faktor lain yang perlu
diperhatikan yaitu kebersihan dari alat-alat kultur agar
tidak terkontaminasi dengan organisme lain yang akan
mengganggu pertumbuhan.
Suhu berperan dalam pengatur proses metabolisme
organisme dalam perairan. Suhu mempengaruhu suatu stadium
daur hidup organisme dan merupakan faktor pembatas
penyebaran suatu spesies. Dalam mempertahankan
kelangsungan hidup dan reproduksi secara ekologis
perubahan suhu menyebabkan perbedaan komposisi dan
kelimpahan Skeletonema costatum (Suriawiria, 1985).
Salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan
yang mempengaruhi tekanan osmotik antara protoplasma sel
organik dengan lingkungannya. Kadar garam yang berubah-
ubah dalam air dapat menimbulkan hambatan untuk
12
mengkultur. Skeletonema costatum tumbuh optimal pada
salinitas 25-29 ppt (Djarijah, 1995).
Pertumbuhan Skeletonema costatum sangat tergantung pada
intensitas lamanya penyinaran dan panjang gelombang
cahaya yang mengenai sel-sel tanaman selama fotosintesis.
Biasanya, dalam ruang kultur intensitas cahaya berkisar
antara 500-5000 lux. Keadaan gelap dan terang juga harus
dikontrol. Kultur penyediaan bibit, intensitas cahaya
yang diberikan berkisar antara 500-1000 lux, biasnya 12
jam dalam keadaan terang dan 12 jam dalam keadaan gelap.
Kultur massal diruang terbuka, intensitas cahaya lebih
baik diberikan dibawah 10.000 lux (Isnansetyo dan
Kurniastuty, 1995).
2.3 Unsur makro dan mikro nutrient
2.3.1 Unsur makro nutrient
Mikroalga membutuhkan berbagai unsur pertumbuhannya,
baik unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara
makro (macro nutrient) diperlukan mikroalga dalam jumlah
besar, diantaranya nitrogen (N), fosfor (P), silikon
(Si), karbon (C), hidrogen (H), kalium (K), magnesium
(Mg), dan sulfur (S) (Nontji, 2006). Unsur N, P, dan S
berfungsi untuk pembentukan protein. Nitrogen yang
dibutuhkan untuk media kultur dapat diperoleh dari
13
substansi berikut : KNO3,NaNO3, NH4Cl, (NH2)2CO (urea),
dan lain-lain (BBLL 2002).
Unsur fosfor sangat dibutuhkan dalam proses
protoplasma dan inti sel. Fosfor merupakan bahan dasar
pembentuk asam nukleat, enzim, dan vitamin. Fosfor juga
membutuhkan untuk pembentukan pospolipida dan
nukleoprotien. Fosfor untuk media kultur dapat diperoleh
dari KH2PO4, NaHPO4, Ca3PO4 (TSP).
Unsur K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat dan
sebagai kofaktor untuk beberapa koenzim. Pembentukan
klorofil dan sebagai komponen esensialnya dipengaruhi
oleh unsur besi (Fe), magnesium (Mg), dan nitrogen (N).
Unsur Si dan Ca adalah bahan untuk pembentukan dinding
sel atau cangkang. Silika merupakan salah satu unsur
nutrien yang sangat penting, khususnya untuk alga jenis
diatom. Dinding sel diatom yang melindungi unit-unit
struktural di dalam sel tersusun atas polimer -polimer
silika. Unsur kalsium juga berperan dalam penyelarasan
dan pengaturan aktivitas protoplasma dan kandungan pH di
dalam sel. Vitamin B12 digunakan untuk memacu pertumbuhan
melalui rangsangan fotosintetik (Isnansetyo &
Kurniastuty, 1995).
2.3.2 Unsur mikro nutrient
14
Unsur hara mikro (micro nutrient) adalah unsur hara yang
diperlukan dalam jumlah sedikit, akan tetapi peranannya
sangat penting dalam pertumbuhan kultur mikroalga. Beberapa
unsur hara mikro yang digunakan dalam kultur mikroalga
adalah trace element, besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu),
seng (Zn), boron (B), molibdenum (Mo), vanadium (V), dan
kobalt (Co) . Mn dan Zn diperlukan untuk fotosintesis,
unsur Mo, Bo, dan Co untuk metabolisme nutrien, serta
unsure Mn, B, Cu untuk fungsi metabolik lainnya (Nontji,
2006).
2.4 Biologi Azolla pinnata
2.4.1 Klasifikasi dan morfologi azolla pinnata
Di Indonesia, azola dikenal dengan nama Mata lele,
sedangkan nama lokal azola adalah mata lele (Jawa), kayu
apu dadak, kakarewoan atau kayambang (Sunda). Keberadaan
azola secara alami memang melimpah, namun belum banyak
dimanfaatkan (Marhadi, 2009). Klasifikasi Tumbuhan azolla
adalah sebagai berikut :
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Leptosporangiopsida (heterosporous)
Ordo : Salviniales
Famili : Azollaceae
Genus : Azolla
Spesies : Azolla pinnata
15
Gambar 3 : Tumbuhan azola (azolla pinnata). (Sumber : (http://idtools.org))
Istilah Azolla berasal dari bahasa latin, yaitu azo
yang berarti kering dan ollyo yang berarti mati. Tumbuhan
ini akan mati apabila dalam keadaan kering. Azola
merupakan tumbuhan jenis paku-pakuan air yang hidupnya
mengambang diatas permukaan air. Berukuran kecil, lunak,
bercabang-cabang tidak beraturan. Helaian daunnya tumpang
tindih, tersusun saling menutup. Setiap daun terdiri dari
dua helaian, yaitu : helaian atas dan helaian bawah.
Helaian atas berupa daun tebal, dan berada di atas air.
Berwarna hijau karena mengandung klorofil yang berguna
dalam asimilasi. Di dalamnya terdapat ruangan-ruangan
yang berisi koloni Annabaena azollae. Helaian bawah, tipis
dan pucat, karena tidak secara langsung mendapat sinar
16
matahari. Azola tidak mempunyai batang, karena batangnya
berupa rimpang (rhizome), dan rimpang tersebut tumbuh
daun. Azola yang tua bercabang-cabang terdapat akar yang
menempel tersusun rapih seperti rambut yang lebat, dan
tumbuh lurus, serta tidak bercabang, masuk ke dalam air
(Sunarto, 2009).
2.4.2 Habitat azola (azolla pinnata)
Tumbuhan azola merupakan tumbuhan air yang dapat
ditemukan dari dataran rendah sampai ketinggian 2200 m
dpl. Azola banyak terdapat di perairan tenang seperti
danau, kolam, rawa dan persawahan. Tumbuhan azola
tersebar luas di daerah persawahan padi, tumbuh pada
permukaan air, cepat dapat menutup permukaan air, namun
tidak mengganggu pertumbuhan padi. Apabila air surut akan
menempel pada tanah yang lembab, namun perkembangannya
kurang baik (Djojosuwito, 2000). Selama ini azola
merupakan gulma air pada danau, rawa dan kolam ikan
karena dalam waktu 3–4 hari dapat memperbanyak diri
menjadi dua kali lipat dari berat segarnya, sehingga
permukaan kolam dengan waktu singkat tertutup dengan
azola. Spesies yang banyak di Indonesia terutama di pulau
Jawa adalah A. pinnata, dan biasa tumbuh bersama-sama padi
(Sunarto, 2009).
17
2.4.3 Perkembangbiakan azola (azolla pinnata)
Azola tumbuh cepat, produksinya tinggi dan
tersedia sepanjang tahun sehingga potensial sebagai bahan
pakan, yang dapat diberikan segar maupun dalam bentuk
kering. Azola dapat berkembang biak dengan beberapa cara
yaitu secara vegetatif dan secara generatif. Pada
perbanyakan secara vegetatif, cabang-cabang sisi
memisahkan diri dari cabang utama atau batang induk,
diikuti oleh pembentukan lapisan penutup luka akibat
pemisahan. Selanjutnya cabang-cabang sisi yang memisah
tumbuh menjadi tumbuhan dewasa yang bisa membentuk
cabang-cabang baru. Perbanyakan secara vegetatif ini
sangat cepat dengan waktu ganda (doubling time) biomasa
sekitar 4-5 hari. Dari tumbuhan yang memisahkan diri ini
sampai menjadi Azolla, memerlukan waktu 10-15 hari. Azola
dengan bantuan simbiosisnya Annabaena azollae dapat
berkembang menjadi 20 ton/ha dari penebaran 0,5 ton/ha
selama 2 minggu (Djojosuwito, 2000).
18
2.4.4 Kandungan Unsur Hara Azolla pinnata
Azolla pinnata banyak digunakan para petani untuk
dijadikan sebagai pupuk untuk tanaman karena mengandung
banyak unsure hara yang tinggi yang banyak dibutuhkan
oleh tumbuhan, berikut adalah kandungan azolla pinnata :
Tabel 1: Kandungan Unsur hara Azolla pinnata.
No Jenis Unsur
Hara
Kode Unsur
Hara
Persentase Unsur Hara
1 Nitrogen N 1.96-5.30 (%)
2 Posfor P 0.16-1.59 (%)
3 Kalium K 0.31-5.97 (%)
4 Kalsium Ca 0.45-1.70 (%)
5 Magnesium Mg 0.22-0.66 (%)
6 Sulfur S 0.22-0.73 (%)
7 Silika Si 0.16-3.35 (%)
8 Natrium Na 0.16-1.31 (%)
9 Khlor Cl 0.62-0.90 (%)
10 Besi Fe 0.04-0.59 (%)
11 Mangan Mn 66 – 2944 (ppm)
12 Kobalt Co 0.264 (ppm)
13 Seng Zn 26 – 989 (ppm)
(Sumber : www.batan.go.id)
19
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan
Oktober - November tahun 2013 di Laboratorium Pakan Alami
Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo, Jawa Timur.
3.2 Materi & Alat
3.2.1 Materi
1. Kultur mikroalga : Kultur mikroalga dalam penelitian
ini adalah pupuk cair azola (azolla pinnata), sedangkan
untuk mensterilisasi media dan ruangan menggunakan
alkohol, air tawar, air laut, khlorin, dan natrium
thiosulfat
2. Bahan pembuatan pupuk cair azolla pinnata : Azolla
(tepung), aquades
3.2.2 Alat
Alat-alat penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Toples 10L, aerator, selang aerator, gelas
ukur, pipet tetes, pipet volume, autoclave,
haemocytometer, handtally counter, timbangan digital,
gelas ukur, erlenmeyer, blender, kertas saring, sarung
tangan dan masker, thermometer, pH meter dan amoniak
test, refraktometer.
20
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode eksperimen. Menurut (Hanafiah, 2010), metode
eksperimen adalah suatu alat penelitian yang digunakan
untuk menyelidiki sesuatu yang belum diketahui atau untuk
menguji suatu teori atau hipotesis yang diajukan. Metode
eksperimen dilakukan untuk menguji kepadatan populasi dan
kandungan protein Skeletonema costatum yang menggunakan pupuk
cair Azolla pinnata. Teknik pengambilan data dilakukan dengan
cara observasi langsung yaitu dengan mengadakan
pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala subjek
yang diteliti.
3.4 Batasan Variabel
1. Skeletonema costatum : Skeletonema costatum merupakan salah
satu jenis phytoplankton dari kelompok diatom yang sering
digunakan sebagai pakan larva kopepoda, larva moluska,
larva udang, dan larva ikan (Myrna et al., 2012).
2. Azolla pinnata : Jenis tumbuhan paku air yang
mengapung banyak terdapat di perairan yang tergenang
terutama di sawah-sawah dan di kolam, Mempunyai
permukaan daun yang lunak mudah berkembang dengan
cepat dan hidup bersimbosis dengan Anabaena azollae
yang dapat memfiksasi Nitrogen (N2) dari udara
(Wahyudi R, 2012).
21
3. Pupuk cair : Pupuk yang berbentuk
cairan, dibuat dengan cara melarutkan kotoran ternak,
daun jenis kacang-kacangan dan rumput jenis tertentu
didalam air.
4. Kepadatan Populasi : Hubungan antara jumlah
individu dan satuan luas atau volume ruang yang
ditempati pada waktu tertentu (Iskandar, 2011).
5. Kandungan Protein : Kandungan senyawa polipeptida
yang dihasilkan dari polimerisasi asam-asam amino
(Anshory, 2003).
3.5 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dimana semua dikondisikan
sama kecuali perlakuan (Kusriningrum, 2008). Model linier
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang digunakan yaitu :
Keterangan :
Yij : Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i,
ulangan ke –ij
μ : Nilai rata – rata
αi : Pengaruh perlakuan ke-i (merupakan
selisih nilai tengah
22
Yij : μ + αi +Σij
perlakuan ke –i dengan nilai
tengah umum)
Σij : Pengaruh acak (pengujian yang timbul
secara acak yang
dialami oleh perlakuan ke-i pada
pengamatan ke –ij)
Penelitian ini menggunakan 5 Perlakuan dan 3 ulangan.
Perlakuan tersebut adalah sebagai berikut :
Perlakuan A = Pemberian pupuk cair azola (Azolla pinnata)
konsentrasi 4 ml/L
Perlakuan B = Pemberian pupuk cair azola (Azolla pinnata)
konsentrasi 8 ml/L
Perlakuan C = Pemberian pupuk cair azola (Azolla pinnata)
konsentrasi 12 ml/L
Perlakuan D = Pemberian pupuk cair azola (Azolla pinnata)
konsentrasi 16 ml/L
Perlakuan E = Pemberian pupuk cair azola (Azolla pinnata)
konsentrasi 20 ml/L
Denah percobaan dapat dilihat pada gambar berikut :
:
23
E3 A3 D3
D1 E3 C1
B1
C2
A1C3 B3 A2
B2
E1
D2
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1 Sterilisasi Alat dan Bahan
Tahap awal kultur dalam penelitian ini adalah proses
sterilisasi yang merupakan suatu proses untuk menjaga
kondisi aseptik dengan cara menghilangkan atau membunuh
organisme. Sterilisasi dilakukan dengan membersihkan alat
serta bahan yang akan digunakan untuk isolasi maupun
kultur mikroalga dari mikroorganisme ataupun bahan kimia
yang dapat mengganggu pertumbuhan mikroalga. Sterilisasi
dalam kultur fitoplankton skala laboratorium terdiri atas
sterilisasi ruang, peralatan dan bahan penelitian serta
sterilisasi laboran.
Sterilisasi ruang dilakukan dengan cara menyiapkan
ruang dan rak yang akan digunakan sebagai laboratorium
kultivasi. Ruangan dibersihkan dari debu dan kotoran
lainnya dengan cara menyapu, mengelap, dan mengepel
ruangan, termasuk rak kultivasi hingga bersih dengan
menggunakan larutan klorin 1%. Ruangan yang sudah bersih
dan kering disemprot alkohol 70% menggunakan sprayer.
Air laut yang akan digunakan untuk kultur
disterilisasi menggunakan larutan khlorin. Air laut
terlebih dahulu disaring dengan kapas yang diletakkan
dalam corong air, kemudian disterilkan dengan khlorin 60
24
ppm selama 24 jam dan diberi aerasi. Pada proses
sterilisasi selanjutnya ditambahkan natrium tiosulfat 20
ppm untuk menghilangkan kandungan klorin pada air laut
tersebut. Air laut yang sudah steril disimpan dalam wadah
steril dan tertutup rapat. Sebelum digunakan sebagai
media kultivasi, air laut diaerasi selama 24 jam.
Peralatan kultur yang disterilisasi meliputi
peralatan gelas, peralatan plastik, selang dan wadah
kultur. Peralatan kultur yang akan digunakan dicuci
dengan sabun cuci sampai bersih kemudian dibilas air
tawar dan dikeringkan. Peralatan yang terbuat dari kaca
tahan panas harus ditutup dengan kapas dan kasa, kemudian
dibungkus dengan aluminium foil dan menggunakan autoclave
pada suhu 121oC selama 15 menit. Sterilisasi peralatan
yang tidak tahan panas dan berukuran besar dapat
dilakukan dengan melakukan perendaman menggunakan larutan
klorin dengan konsentrasi 40 ppm. Sterilisasi laboran
dilakukan dengan menyemprotkan alkohol 70% pada kedua
tangan untuk menghindari kontaminasi pada mikroalga
ketika laboran berinteraksi dengan kultivan.
3.6.2 Persiapan pupuk Diatom
Pupuk yang digunakan sebagai kontrol adalah pupuk
diatom yang didapatkan dari BBAP Situbondo. Komposisi
pupuk diatom adalah Na2EDTA 45 g, NaH2PO4.H2O 20 g,
25
FeCl3.6H2O 1,5 g, H3BO3 33,6 g, MnCl2 0,36 g, NaNO3 100 g,
trace metal solution 1 ml, vitamin 1 ml, dan akuades 1000 ml.
Larutan pupuk yang telah siap disimpan dalam wadah yang
tidak tembus cahaya. Larutan pupuk ini kemudian
disterilkan dengan menggunakan autoclave.
3.6.3 Persiapan pupuk Cair Azola (azolla Pinnata)
Azolla pinnata yang akan digunakan sebagai pupuk cair
untuk penelitian diperoleh dari Unit Pengelola Budidaya
Air Tawar (UPBAT) Kepanjen. Kemudian dibilas dengan air
bersih untuk menghilangkan kotoran yang menempel dan
dikeringkan dengan sistem outdoor dibawah panas terik
matahari selama 4 hari.
Pembuatan pupuk khususnya pupuk cair dapat dilakukan
dengan perbandingan 1:4 (500 gr Azolla pinnata dilarutkan
dalam 2 liter akuades) dengan lama perendaman 3-4 minggu
(Taufik, 2011). Azolla pinnata yang telah kering kemudian
diblender hingga menjadi serbuk, dan selanjutnya
dilarutkan dalam akuades dengan perbandingan 1:4 yaitu
350 gram Azolla pinnata yang telah digiling dengan 1,4 liter
akuades kemudian dilakukan proses perendaman secara
anaerob selama 4 minggu dan dilakukan pengocokan setiap
hari.
26
Setelah perendaman selama 4 minggu, Azolla pinnata yang
sudah direndam diperas agar cairan di dalamnya dapat
keluar dan ditempatkan pada wadah gelas kaca steril dan
tertutup agar terhindar dari kontaminasi. Setelah itu
dilakukan analisis nitrogen, fosfor dan silikat. Sebelum
digunakan dalam kultur, pupuk harus disaring dengan
secara berulang untuk dapat memisahkan cairan dan endapan
Azolla pinnata yang tersisa.
3.6.4 Lingkungan dan Media Kultur Skeletonema costatum
Lingkungan kultur Skeletonema costatum yang diharapkan
dalam penelitian ini adalah suhu 25-27 0C , salinitas
25-29 ppt, pH 7,5 – 8 , dan intensitas cahaya ± 2000 lux
yaitu dengan meletakan lampu TL 40 watt ±10 cm diatas
permukaan media kultur dengan photoperiod 24 jam terang :
0 jam gelap yang merupakan waktu penyinaran optimal bagi
kultur fitoplankton (Lavens and Sorgelouss, 1996).
3.6.5 Penebaran Bibit Skeletonema costatum
Skeletonema costatum murni diperoleh dari Balai
Budidaya Air Payau Situbondo. Media kultur yang digunakan
dalam penelitian adalah air laut sebanyak 1 L yang
dimasukkan dalam toples kaca kemudian ditambahkan larutan
pupuk azola (Azolla pinnata). Selanjutnya, media kultur
diberi aerasi dan siap dimasukkan bibit Skeletonema costatum,
sebanyak 1 ml pada tiap perlakuan dengan kepadatan 1 x
27
105 sel/mL (Michiel, 2010). Penghitungan jumlah bibit
Skeletonema costatum. yang diperlukan untuk kultur, dapat
menggunakan rumus (Taw, 1990):
V1 = N2 x V2N1
Dimana
V1 = Volume Skeletonema costatum penebaran awal (ml)V2 = Volume air media (ml)N1 = Jumlah Skeletonema costatumN2 = Jumlah Skeletonema costatum yang dikehendaki (Sel/ml)
3.6.6 Penghitungan Kepadatan Populasi Skeletonema costatum
Pengamatan pertumbuhan Skeletonema costatum. dilakukan
setiap hari selama 5 hari setelah penebaran awal hal ini
untuk mengetahui tingkat pertumbuhan kepadatan populasi
Skeletonema costatum. Pengamatan dilakukan sebanyak 1 kali
dalam waktu 24 jam dan dimulai pada hari ke - 0 hingga
hari ke - 5. Penghitungan kepadatan populasi Skeletonema
costatum, menggunakan rumus perhitungan big block (Isnansetyo
dan Kurniastuty, 1995) .
JS = N x 104.
Keterangan:JS = Kepadatan Skeletonema costatum. (sel/ ml)N = Jumlah sel fitoplankton pada kotak besar104 = Volume kotak besar haemocytometer
3.6.7 Analisa Proksimat (Analisa Kandungan Protein)
28
Analisa proksimat dalam penelitian bertujuan untuk
mengetahui kandungan nutrisi dari skeletonema costatum yaitu
karbohidrat, lemak dan protein. Kandungan nutrisi pada
Skeletonema costatum yang dibudidayakan dengan pupuk diatom
adalah protein 30,55 %, lemak 1,55 %, serat 2,09 %, abu
44,37 %, dan kadar air 8,41 % (BBPBAP Jepara, 2004).
3.7 Parameter yang diukur
3.7.1 Parameter Utama
Parameter utama dalam penelitian adalah kepadatan
populasi Skeletonema costatum dan kandungan protein.
Perhitungan kepadatan populasi Skeletonema costatum
dilakukan setiap hari sampai tingkat kepadatan populasi
menurun selama 5 hari. Kepadatan populasi dihitung dengan
menggunakan haemocytometer. Sedangkan untuk pengukuran
kandungan protein dilakukan dengan analisa proximat untuk
mengetahui karbohidrat, lemak dan protein pada Skeletonema
costatum. Parameter utama digunakan untuk mencari populasi
maksimum selama pemeliharaan dan jumlah kandungan nutrisi
Skeletonema costatum setelah dikultur dengan pupuk cair azola
(azolla pinnata).
3.7.2 Parameter Penunjang
29
Parameter penunjang dalam penelitian adalah
pengukuran kualitas air yaitu suhu, pH, salinitas dan
amoniak. Penghitungan terhadap suhu, pH, salinitas
dilakukan setiap hari pada pagi hari agar kondisi
lingkungan pemeliharaan terkontrol. Pengukuran suhu
menggunakan termometer, pengukuran pH menggunakan pH
paper, dan pengukuran salinitas menggunakan
refraktometer. Amoniak diukur dengan menggunakan test kit
pada akhir kultur.
3.8 Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif
kemudian dibandingkan dengan teori yang sudah ada dan
fakta yang ada. Metode deskriptif merupakan metode yang
bertujuan untuk memaparkan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari populasi
tertentu, data dikumpulkan sesuai dengan tujuan dan
secara rasional kesimpulan diambil dari data-data yang
terkumpul (Surakhmad, 1994).
30
DAFTAR PUSTAKA
Cordova, A.I.C, A.L. Gonzalez, F. Ascencio , E.C.Jacinto, and C.J.C Martinez. 2006. Effects OfChloramphenicol, Erythromycin, And Furazolidone OnGrowth Of Isochrysis galbana and Chaetoceros gracilis.Aquaculture 260. 145–150.
Djarijah, A. S. 1995. Pakan Ikan Alami. PenerbitKanasius. Yogyakarta. hal. 36-38.
Djojosuwito, S. 2000. Azolla Pertanian Oganik danMultiguna. Penerbit Kanisius. Jakarta.
Edhy et al,. 2003; Triswanto. 2012. Biologi, Morfologi danHabitat Diatom. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Isnansetyo, A. dan Kurniastuty. 1995. Teknik KulturPhytoplankton dan Zooplankton. Penerbit Kanasius.Yogyakarta.
Krichnavaruk, S., S. Powtongsook, P. Pavasant. 2007.Enhanced productivity of Chaetoceros calcitrans in airliftPhotobioreactors. Bioresource Technology 98 . 2123–2130. 8 p.
Kusriningrum, R. 2008. Perancangan Percobaan. UniversitasAirlangga. Surabaya. hal. 43-51.
Lavens, P and P. Sorgeloos. 1996. Manual on TheProduction and Use of Live Food for Aquaculture. FAOFisheries Technical Paper. No. 361. Rome. 295p.
Michiel, H. A. Michels, M.H.A., A. J. Van der Goot., N.HNorsker., and R. H. Wijffels. 2010 .Effects of shearstress on the microalgae Chaetoceros muelleri. BioprocessBiosyst Eng 33:921–927
Pengelolaan Budidaya Ikan Jepara (diterjemahkan oleh BMarto Sudarrno dan Wulani)
31
Suriadnyani, N.N., N.L.T. Aryani, K. Mastantra danSaifuddin. 2007. Kultur Massal Diatom Sebagai SediaanPakan Alami Pada Pembenihan Udang Windu (Penaeusmonodon). Bul. Tek. Lit Akuakultur Vol. 6. No. 1. 4hal.
Suriawiria, U. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum.Angkasa. Bandung. 224 hal.Taw, 1990. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan MassalMikro Alga. Proyek
32