Post on 07-Jan-2023
JALAN TJELAKET KOTA MALANG MENANTANG MODERNISASI
Masdar Helmy S, Muhammad Irfan Noor R, Yanuar Eka Prasetya
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya
Abstrak
Kota Malang memiliki sejarah yang panjang. Perkembangannya tidak lepas dari
pengaruh kolonialisme Belanda yang menjajah Indonesia selama 350 tahun. Dari hasil
penjajahan yang lama tersebut, meninggalkan beberapa warisan salah satunya dalam
bentuk bangunan. Kota Malang memiliki beberapa bangunan kuno dan bersejarah yang
hingga saat ini ditengah era modernisasi masih tetap lestari. Beberapa bangunan tersebut
terletak di Jalan J.A. Suprapto atau yang lebih dikenal dengan Jalan Tjelaket. Hal tersebut
menunjukkan bahwa jalan tersebut tetap mempertahankan kearifan lokal yang
menunjukkan upaya pelestarian terhadap bangunan kuno dan bersejarah di Kota Malang.
Upaya pelestarian seperti ini perlu mendapat dukungan dari para stakeholder guna
menjaga warisan budaya di Kota Malang
Kata Kunci: Kearifan Lokal, Jalan Tjelaket
Abstract
Malang City has a long history. Malang development can’t separated from the
influence of colonialism dutch which had colonize Indonesia for 350 years. From the
results of a long occupation, leaving some of the legacy of one of them in the form of the
building. Malang city has several old buildings and historical which until now in the
middle of the era of modernization still everlastingly. Some buildings are located at Jalan
Suprapto J.A. or better known as Jalan Tjelaket. It shows that the road still maintaining
local wisdom that suggests preservation of ancient and historic buildings in the city of
Malang. Preservation efforts such as this need to have the support from the stakeholders
in order to preserve the cultural heritage in Malang City.
Keywords: Local Wisdom, Jalan Tjelaket
Pendahuluan
Sejarah merupakan catatan dari apa yang telah terjadi di masa lampau.
Dari sejarah manusia dapat belajar bagaimana keadaan dunia sebelum sekarang,
dan dari sejarah pulalah kita nantinya bisa menentukan langkah yang kita ambil
untuk kedepannya. Sejarah dapat dipelajari dari buku-buku, tokoh hidup,
peninggalan sejarah, serta yang paling jelas wujudnya adalah tempat bersejarah
atau heritage. Tempat bersejarah atau heritage tidak hanya bisa dimanfaatkan
sebagai tempat rekreasi, namun yang paling penting adalah bagaimana kita bisa
belajar dari apa yang sudah dilakukan oleh generasi terdahulu. Bentuk heritage
bukan hanya monumen, tugu ataupun prasasti, namun juga semua tempat yang
menyimpan kearifan lokal yang tetap terjaga didalamnya. Hal ini menunjukkan
bahwa sebenarnya di sekitar kita banyak sekali tempat-tempat bersejarah dimana
kita bisa mengambil pelajaran di dalamnya.
Di Kota Malang serta kebanyakan kota-kota besar lain di Indonesia, masalah yang
sering muncul dalam usaha melestarikan tempat bersejarah atau heritage adalah
sama, yaitu modernisasi. Tidak dapat dipungkiri modernisasi memang
mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan manusia di masa ini tak
terkecuali dalam usaha pelestarian tempat bersejarah. Banyak tempat-tempat
bersejarah yang sudah beralih fungsi dan hilang nilai budayanya. Namun, ada juga
tempat-tempat yang sampai saat ini masih terjaga nilai budaya serta fungsinya
meskipun dipengaruhi adanya modernisasi kota. Salah satunya adalah pada
koridor jalan J.A. Suprapto yang dulunya bernama Djalan Tjelaket. Pada koridor
jalan mulai dari depan Polresta Malang sampai pertigaan dengan Jalan Pattimura,
terlihat bagaimana bangunan-bangunan yang berada pada koridor jalan tersebut
masih kental akan nilai historis seperti bangunan SMAK Cor Jesu serta bangunan
SMAK Frateran. Selain itu, juga terdapat median jalan yang dari dulu sampai
sekarang ditanami pepohonan. Dari fakta ini, maka penulis mengambil judul “
Djalan Tjelaket Menantang Modernisasi” untuk menjelaskan bagaimana nilai-
nilai kearifan lokal yang masih terjaga hingga sekarang di koridor Jalan J.A.
Suprapto yang dulunya bernama “Djalan Tjelaket”.
Hasil dan Pembahasan
Sejarah Kota Malang
Gambar 1 Lambang Kota Malang
Sumber: www.malangkota.go.id
Banyaknya sungai yang mengalir di sekitar Malang membuatnya cocok
sebagai kawasan pemukiman. Wilayah Dinoyo dan Tlogomas diketahui
merupakan kawasan pemukiman prasejarah. Nama "Malang" sampai saat ini
masih diteliti asal-usulnya oleh para ahli sejarah. Malangkucecwara yang tertulis
di dalam lambang kota itu, menurut salah satu hipotesa merupakan nama sebuah
bangunan suci. Nama Malangkucecwara terdiri atas 3 kata, yakni mala yang
berarti kecurangan, kepalsuan, dan kebatilan; angkuca yang berarti
menghancurkan atau membinasakan; dan Icwara yang berarti "Tuhan". Sehingga,
Malangkucecwara berarti "Tuhan telah menghancurkan kebatilan". Namun ada
satu pendapat yang menduga bahwa nama Malang berasal dari kata “Membantah”
atau “Menghalang-halangi” (dalam bahasa Jawa berarti Malang) berdasarkan
kisah Sunan Mataram yang ingin meluaskan pengaruhnya ke Jawa Timur tepatnya
daerah Malang. Penduduk daerah itu melakukan perlawanan perang yang hebat.
Karena itu Sunan Mataram menganggap bahwa rakyat daerah itu menghalang-
halangi. Selain itu, oleh para ahli sejarah disebutkan bahwa timbulnya Kerajaan
Kanjuruhan menandakan awalnya pertumbuhan pusat pemerintahan yang sampai
saat ini, setelah 12 abad berselang, telah berkembang menjadi Kota Malang.
Kota Malang pada umumnya mulai berkembang pada saat muncul
pemerintahan kolonial Belanda. Fasilitas umum yang terkesan diskriminatif untuk
memenuhi kebutuhan keluarga Belanda masih berbekas hingga sekarang. Ijen
Boulevard menjadi contoh bahwa hanya kaum elite yang dapat menikmati fasilitas
umum yang memadai, sedangkan penduduk biasa hanya bisa bertempat tinggal di
pinggiran kota dengan fasilitas yang minim.
Beroperasinya Kereta Api di Kota Malang pada tahun 1879 menjadi
penentu perkembangan Kota Malang selanjutnya. Kebutuhan masyarakat dan
ruang gerak yang lebih leluasa untuk melakukan kegiatan pun semakin
meningkat. Namun, hal tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan tata guna
lahan. Daerah yang terbangun mulai bermunculan tak terkendali. Perubahan
fungsi lahan menjadi sangat pesat, bahkan fungsi pertanian pun bisa berkembang
menjadi perumahan bahkan industri.
Seiring terjadinya perkembangan tersebut, tingkat urbanisasi ikut
bertambah sehingga kebutuhan masyarakat akan perumahan di luar kemampuan
pemerintah. Ditambah dengan tingkat ekonomi urbanis yang terbatas, maka mulai
bermunculan lah perumahan-perumahan liar yang umumnya berkembang di
sekitar daerah yang tidak bertuan. Lambat laun daerah tersebut berkembang
menjadi perumahan-perumahan. Dengan meningkatnya tingkat urbanisasi dan
berkembangnya perumahan, Kota Malang hingga sekarang berevolusi menjadi
kota dengan kepadatan penduduk tinggi dan terus berkembang pesat. Berikut
perkembangan Kota Malang dari tahun ke tahun (malangkota.go.id):
1. Tahun 1767 Kompeni Hindia Belanda memasuki Kota
2. Tahun 1821 kedudukan Pemerintah Belanda di pusatkan di sekitar kali
Brantas
3. Tahun 1824 Malang mempunyai Asisten Residen
4. Tahun 1882 rumah-rumah di bagian barat Kota di dirikan dan Kota
didirikan alun-alun di bangun.
5. 1 April 1914 Malang di tetapkan sebagai Kotapraja
6. 8 Maret 1942 Malang diduduki Jepang
7. 21 September 1945 Malang masuk Wilayah Republik Indonesia
8. 22 Juli 1947 Malang diduduki Belanda
9. 2 Maret 1947 Pemerintah Republik Indonesia kembali memasuki Kota
Malang.
10. 1 Januari 2001, menjadi Pemerintah Kota Malang.
Jalan Kota Malang Zaman Kolonial
Dalam buku History of Java yang ditulis oleh Gubernur Jenderal Raffles
(1812), Malang merupakan daerah perkebunan di bawah Kabupaten Pasuruan
Selatan. Pada waktu itu, tebu menjadi komoditas utama perkebunan di Malang
untuk industri gula. Pada tahun 1914, berdasarkan Staadsblad no. 297, Malang
ditetapkan sebagai Gemente (=kotamadya). Pada masa itu, satu-satunya perencana
yang ada adalah Ir. Herman Thomas Karsten yang menghasilkan karya salah
satunya adalah Tata Kota Malang.
Pada tahun 1917, mulai dibangun perumahan untuk golongan Eropa yang
disebut kawasan Oranyebruut. Kemudian dibangun beberapa jalan baru yang
memakai nama anggota kerajaan seperti Wilhelmina Straat (sekarang Jalan Dr.
Cipto) dan Emma Straat (sekarang Jalan Dr. Soetomo). Untuk menghindari
bentuk kota yang memanjang, dibangun jalur utama dari arah Timur ke Barat.
Dimulai dari stasiun kereta api terus ke Timur menuju lokasi Gunung Komi. Pada
1925 dibuat pula Jalan Ijen sepanjang 2 km yang membujur kearah utara-selatan.
Jalan Ijen didesain khusus untuk kenyamanan para penghuni sekitar jalan, dengan
barisan pohon palem yang konon tidak pernah diganti sejak pertama kali ditanam
sampai sekarang.
Gambar 2 Jalan Ijen tempo dulu
Sumber:mbahsewu.blogspot.com
Menengok ke bagian pintu masuk kota, saat memasuki Kota Malang, kita
akan menjumpai Gedung Zuster School dan Frater School di Jalan Tjelaket
dengan gaya bangunan berbata merah, menciptakan suasana khas Belanda. Di
Jalan Kajoetangan terdapat gereja tua Gereja Hati Kudus Yesus yang dibangun
tahun 1905. Masuk lebih dalam lagi, mengikuti jalan tersebut akan dijumpai alun-
alun dengan Masjid Jami’ di sisi baratnya.
Jalur kereta api Surabaya-Malang sudah dibuka sejak tahun 1876. Jalan
kereta api tersebut dibangun di jalan raya yang menghubungkan Malang dengan
Surabaya yaitu Jalan Tjelaket. Seiring dengan adanya jalan kereta api tersebut,
pertumbuhan perumahan di sekitar Jalan Tjelaket pun turut bertambah. Daerah
yang dapat dijumpai saat memasuki Malang tersebut dengan cepat terisi oleh
perumahan orang Eropa, karena letaknya yang strategis pada waktu itu.
Gambar 3 Jalur kereta api yang terdapat pada Jalan Tjelaket
Sumber: pandupusaka.wordpress.com
Koridor Jalan Tjelaket
Tjelaket, sebuah nama yang telah ada berabad-abad silam guna menyebut
sebuah daerah yang kini berada pada sebagian dari Jalan J.A. Suprapto. Daerah
ini sangat vital peranannya bagi Kota Malang dari masa ke masa. Dari masa
kolonial hingga sekarang Tjelaket merupakan pintu masuk utama Kota Malang
dari arah utara. Koridor Jalan ini menghubungkan Surabaya dengan Alun-alun
yang penuh dengan penduduk eropa pada masanya. Nama Tjelaket sendiri
merupakan nama jalan satu-satunya di Indonesia bahkan dunia. Jalan ini juga
merupakan jalan yang menjadi sarana transportasi utama karena sudah memiliki
jalur kereta api pada masanya.
Gambar 4 Jalan Tjelaket
Sumber: wikipedia.org
Banyak bangunan peninggalan masa kolonial berupa bangunan perniagaan
dan bangunan pendidikan Bangunan tersebut antara lain:
1. Zusterschool ( SMAK Cor Jesu)
SMA Cor Jesu dulunya merupakan sebuah karya suster Ursulin di
Malang yang diawali dengan kehadiran tiga orang suster Ursulin
pertama kali di Malang pada tanggal 6 Februari 1930. Ketiga orang
suster tersebut adalah : Sr. Xavier Smets, Sr. Aldegonde Flekcen, Sr.
Martha Bierings. Mereka menempati biara yang terletak di Jalan
Celaket dan memulai karya dengan membuka TK pada tanggal 1
Maret 1900. Setelah itu berkembang menjadi Sekolah pendidikan guru
“Santo Agustinus” pada 21 Juli 1903. Kedatangan Jepang ke Indonesia
turut berdampak pada sekolah ini. Selama penjajahan Jepang, sekolah
ditutup dan dipaksa untuk berhenti beraktivitas. Pasca kemerdekaan,
sekolah dibuka kembali dan sampai sekarang sampai berganti nama
menjadi SMAK Cor Jesu.
2. Fraterschool ( SMAK Mardi Wiyata, Celaket 21).
Bangunan ini berdiri kokoh dengan arsitektur Belanda pada jamannya
lengkap dengan dinding yang terbuat dari bata merah.
3. Bangunan Lain
Selain kedua bangunan diatas, masih banyak bangunan lain yang
sampai saat ini masih tetap terjaga, yaitu:
Bangunan militer seperti yang saat ini ditempati KESDAM dan
Rumah sakit Saiful Anwar.
Komplek LUX dengan toko Semarang dipojok Jalan Oro-oro
Dowo, yang saat ini telah berganti nama menjadi Toko Avia.
Bangunan Klinik Melati Husada.
Kearifan Lokal
Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local
berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan.
Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai
gagasan-gagasan setempat ( local ) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,
bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Dalam ilmu antropologi, dikenal juga istilah Local Genius yang berarti
juga cultural identity, identifikasi budaya bangsa yang menyebabkan bangsa
tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan
budaya sendiri (Ayatrohedi 1986). Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohedi,
1986) ciri-ciri local genius adalah sebagai berikut:
1. Mampu bertahan terhadap budaya luar
2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar
3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke
dalam budaya asli
4. Mempunyai kemampuan mengendalikan
5. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya.
Dalam lingkungan yang pesimistik, globalisasi akan menyebabkan adanya
globalophobia, yaitu ketakutan terhadap arus globalisasi sehingga orang atau
lembaga harus mewaspadai secara serius dengan membuat langkah dan kebijakan
tertentu. Bagaimana pun juga, globalisasi merupakan suatu yang tidak dapat
dihindari sehingga yang terpenting adalah bagaimana menyikapi dan
memanfaatkan secara baik efek global sesuai dengan harapan dan tujuan hidup
kita. Dalam hal kearifan lokal, yang terpenting ialah bagaimana kearifan lokal
tetap dapat hidup dan berkembang tetapi tidak ketinggalan jaman. Bagaimana
kearifan lokal dapat mengikuti arus perkembangan global sekaligus tetap dapat
mempertahankan identitas lokal kita, akan menyebabkan ia akan hidup terus dan
mengalami penguatan. Kearifan lokal sudah semestinya dapat berkolaborasi
dengan aneka perkembangan budaya yang melanda dan untuk tidak larut dan
hilang dari identitasnya sendiri.
Kearifan lokal dapat didekati dari nilai-nilai yang berkembang di
dalamnya seperti nilai religius, nilai etis, estetis, intelektual atau bahkan nilai lain
seperti ekonomi, teknologi dan lainnya. Seperti yang dikatakan Wahyu
Prasetyawan dalam sebuah artikelnya, “Tunggangi Tradisi, Raih Modernisasi”.
Maka kekayaan kearifan lokal menjadi sangat penting karena merupakan sebuah
intrepetasi bagaimana generasi sekarang bersikap dalam menghadapi globalisasi
dengan bersandarkan pada kearifan lokal yang sudah ada.
Gambar 5 Kearifan lokal yang tetap dijaga di Bali
Sumber: nenielse99.wordpress.com
Kearifan Lokal di Koridor Jalan J.A Suprapto
Kearifan lokal yang terdapat di Koridor Jalan J.A Suprapto dapat dilihat
dari beberapa bangunan kuno yang bentuk fisiknya masih dipertahankan hingga
saat ini. Hal tersebut membuktikan salah satu ciri lokal genius yaitu mampu
bertahan dari budaya luar. Budaya luar yang dimaksud adalah perkembangan
arsitektur bangunan yang bersifat modern.
Pengaruh arsitektur bangunan modern sangat sulit dibendung akibat
adanya globalisasi yang menyebabkan kemudahan dalam penyebaran informasi
melalui berbagai macam media. Beberapa bangunan di Koridor Jalan
menunjukkan konsistensinya untuk tetap menjaga kelestarian bangunan kuno di
Kota Malang. Pendekatan yang dilakukan berorientasi kepada pendekatan nilai
religius, estetika, dan intelektual.
Gambar 6 Jalan J.A Suprapto
Sumber: Survei Primer 2013
Pendekatan nilai religius dan intelektual karena di daerah tersebut terdapat
beberapa pusat kegiatan agama sekaligus pusat kegiatan pendidikan. Pusat
kegiatan tersebut terlihat pada bangunan SMAK Cor Jesu dan SMAK Frateran.
Kedua bangunan tersebut masih dijaga kelestariannya sehingga dari hal tersebut
muncul nilai estetika yang menonjol. Nilai estetika kedua banguan tersebut
menonjol karena sebagian besar arsitektur bangunan yang berada di Koridor Jalan
J.A Suprapto bergaya modern sedangkan arsitektur bangunan SMAK Cor Jesu
dan SMAK Frateran masih menggambarkan gaya arsitektur khas pada masa
kolonial Belanda.
Upaya pelestarian tidak hanya dilakukan pada bangunan namun juga pada
lingkungan sekitar jalan seperti pepohonan yang tetap terjaga sampai sekarang.
Penempatan poster dan spanduk dibuat tanpa merusak tanaman. Adanya
pepohonan yang tetap dijaga keberadaannya sampai semangat membuat koridor
jalan J.A Suprapto menjadi lebih sejuk dan alami.
Gambar 7 Penempatan poster tanpa merusak pohon
Sumber: Survei Primer
Simpulan
Kota Malang merupakan salah satu kota bersejarah di Indonesia.
Perkembangannya dimulai pada masa kolonial Belanda. Hal tersebut terlihat dari
gaya arsitektur bangunan yang ada di Malang. Seiring perkembangan zaman,
banyak bangunan yang telah berubah dari segi arsitekturnya. Namun, beberapa
bangunan di koridor Jalan J.A. Suprapto atau yang dikenal dengan daerah Tjelaket
tetap mempertahankan gaya arsitektur pada zaman Kolonial Belanda. Bangunan
tersebut antara lain, SMAK Cor Jesu, SMAK Frateran, dan Klinik Melati Husada.
Bangunan tersebut menambah nilai estetika dan juga merupakan upaya
mempertahankan warisan sejarah yang ada di Kota Malang. Hal tersebut juga
merupakan cerminan kearifan lokal serta pertahanan diri menghadapi arus
globalisasi.
Saran
Dari hasil pengamatan, pembahasan dan simpulan, saran penulis sebagai
berikut:
Tetap mempertahankan bangunan-bangunan kuno dan bersejarah di Kota
Malang sebagai ikon dan ciri khas Kota Malang
Memberi reward kepada pemilik bangunan kuno dan bersejarah yang tetap
mempertahankan bentuk asli dari bangunan tersebut.
Pelestarian pada bangunan-bangunan bersejarah tanpa mengubah bentuk
asli bangunan itu sendiri.
Daftar Pustaka
Handinoto, Paulus H. Soeargo. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur
Kolonial Belanda di Malang. Yogyakarta: Andi
Lubis, Yatie Asfan. 2010. Traveling Lady. Jakarta: Gramedia
Ayatrohaedi, 1986, Kepribadian Budaya Bangsa (local Genius). Jakarta: Pustaka
Jaya.
Rishnawati, Evy., Antariksa., dan Ari RD Ismu. 2008. Arsitektur e-Journal,
Volume 1 Nomor 2, “PELESTARIAN KORIDOR JL. JAKSA AGUNG SUPRAPTO
KOTA MALANG”. Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya
Malangkota.go.id (diakses pada tanggal 24 Februari 2013)
Pandupusaka.wordpress.com (diakses pada tanggal 24 Februari 2013)
Lampiran
Gambar SMPK Frateran Tampak Luar
Sumber: Survei Primer, 2013
Gambar SMPK Frateran Tampak Dalam
Sumber: Survei Primer, 2013
Gambar SMPK Frateran Tampak Dalam
Sumber: Survei Primer, 2013
Gambar Klinik Melati Husada
Sumber: Survei Primer, 2013
Gambar Pertokoan dengan Arsitektur Kuno
Sumber: Survei Primer, 2013
Gambar Rumah dengan Arsitektur Kuno
Sumber: Survei Primer, 2013
Gambar Biara Ursulin
Sumber: Survei Primer, 2013
Gambar Arsitektur SMAK Cor Jesu dan Biara Ursulin
Sumber: Survei Primer, 2013
Gambar Fasilitas Umum di J. A. Suprapto
Sumber: Survei Primer, 2013
Gambar Koridor Jalan J. A. Suprapto
Sumber: Survei Primer, 2013