Jalan Tjelaket Kota Malang Menantang Modernisasi

19
JALAN TJELAKET KOTA MALANG MENANTANG MODERNISASI Masdar Helmy S, Muhammad Irfan Noor R, Yanuar Eka Prasetya Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Abstrak Kota Malang memiliki sejarah yang panjang. Perkembangannya tidak lepas dari pengaruh kolonialisme Belanda yang menjajah Indonesia selama 350 tahun. Dari hasil penjajahan yang lama tersebut, meninggalkan beberapa warisan salah satunya dalam bentuk bangunan. Kota Malang memiliki beberapa bangunan kuno dan bersejarah yang hingga saat ini ditengah era modernisasi masih tetap lestari. Beberapa bangunan tersebut terletak di Jalan J.A. Suprapto atau yang lebih dikenal dengan Jalan Tjelaket. Hal tersebut menunjukkan bahwa jalan tersebut tetap mempertahankan kearifan lokal yang menunjukkan upaya pelestarian terhadap bangunan kuno dan bersejarah di Kota Malang. Upaya pelestarian seperti ini perlu mendapat dukungan dari para stakeholder guna menjaga warisan budaya di Kota Malang Kata Kunci: Kearifan Lokal, Jalan Tjelaket Abstract Malang City has a long history. Malang development can’t separated from the influence of colonialism dutch which had colonize Indonesia for 350 years. From the results of a long occupation, leaving some of the legacy of one of them in the form of the building. Malang city has several old buildings and historical which until now in the middle of the era of modernization still everlastingly. Some buildings are located at Jalan Suprapto J.A. or better known as Jalan Tjelaket. It shows that the road still maintaining local wisdom that suggests preservation of ancient and historic buildings in the city of Malang. Preservation efforts such as this need to have the support from the stakeholders in order to preserve the cultural heritage in Malang City. Keywords: Local Wisdom, Jalan Tjelaket Pendahuluan Sejarah merupakan catatan dari apa yang telah terjadi di masa lampau. Dari sejarah manusia dapat belajar bagaimana keadaan dunia sebelum sekarang, dan dari sejarah pulalah kita nantinya bisa menentukan langkah yang kita ambil untuk kedepannya. Sejarah dapat dipelajari dari buku-buku, tokoh hidup, peninggalan sejarah, serta yang paling jelas wujudnya adalah tempat bersejarah atau heritage. Tempat bersejarah atau heritage tidak hanya bisa dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi, namun yang paling penting adalah bagaimana kita bisa belajar dari apa yang sudah dilakukan oleh generasi terdahulu. Bentuk heritage bukan hanya monumen, tugu ataupun prasasti, namun juga semua tempat yang menyimpan kearifan lokal yang tetap terjaga didalamnya. Hal ini menunjukkan

Transcript of Jalan Tjelaket Kota Malang Menantang Modernisasi

JALAN TJELAKET KOTA MALANG MENANTANG MODERNISASI

Masdar Helmy S, Muhammad Irfan Noor R, Yanuar Eka Prasetya

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

Abstrak

Kota Malang memiliki sejarah yang panjang. Perkembangannya tidak lepas dari

pengaruh kolonialisme Belanda yang menjajah Indonesia selama 350 tahun. Dari hasil

penjajahan yang lama tersebut, meninggalkan beberapa warisan salah satunya dalam

bentuk bangunan. Kota Malang memiliki beberapa bangunan kuno dan bersejarah yang

hingga saat ini ditengah era modernisasi masih tetap lestari. Beberapa bangunan tersebut

terletak di Jalan J.A. Suprapto atau yang lebih dikenal dengan Jalan Tjelaket. Hal tersebut

menunjukkan bahwa jalan tersebut tetap mempertahankan kearifan lokal yang

menunjukkan upaya pelestarian terhadap bangunan kuno dan bersejarah di Kota Malang.

Upaya pelestarian seperti ini perlu mendapat dukungan dari para stakeholder guna

menjaga warisan budaya di Kota Malang

Kata Kunci: Kearifan Lokal, Jalan Tjelaket

Abstract

Malang City has a long history. Malang development can’t separated from the

influence of colonialism dutch which had colonize Indonesia for 350 years. From the

results of a long occupation, leaving some of the legacy of one of them in the form of the

building. Malang city has several old buildings and historical which until now in the

middle of the era of modernization still everlastingly. Some buildings are located at Jalan

Suprapto J.A. or better known as Jalan Tjelaket. It shows that the road still maintaining

local wisdom that suggests preservation of ancient and historic buildings in the city of

Malang. Preservation efforts such as this need to have the support from the stakeholders

in order to preserve the cultural heritage in Malang City.

Keywords: Local Wisdom, Jalan Tjelaket

Pendahuluan

Sejarah merupakan catatan dari apa yang telah terjadi di masa lampau.

Dari sejarah manusia dapat belajar bagaimana keadaan dunia sebelum sekarang,

dan dari sejarah pulalah kita nantinya bisa menentukan langkah yang kita ambil

untuk kedepannya. Sejarah dapat dipelajari dari buku-buku, tokoh hidup,

peninggalan sejarah, serta yang paling jelas wujudnya adalah tempat bersejarah

atau heritage. Tempat bersejarah atau heritage tidak hanya bisa dimanfaatkan

sebagai tempat rekreasi, namun yang paling penting adalah bagaimana kita bisa

belajar dari apa yang sudah dilakukan oleh generasi terdahulu. Bentuk heritage

bukan hanya monumen, tugu ataupun prasasti, namun juga semua tempat yang

menyimpan kearifan lokal yang tetap terjaga didalamnya. Hal ini menunjukkan

bahwa sebenarnya di sekitar kita banyak sekali tempat-tempat bersejarah dimana

kita bisa mengambil pelajaran di dalamnya.

Di Kota Malang serta kebanyakan kota-kota besar lain di Indonesia, masalah yang

sering muncul dalam usaha melestarikan tempat bersejarah atau heritage adalah

sama, yaitu modernisasi. Tidak dapat dipungkiri modernisasi memang

mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan manusia di masa ini tak

terkecuali dalam usaha pelestarian tempat bersejarah. Banyak tempat-tempat

bersejarah yang sudah beralih fungsi dan hilang nilai budayanya. Namun, ada juga

tempat-tempat yang sampai saat ini masih terjaga nilai budaya serta fungsinya

meskipun dipengaruhi adanya modernisasi kota. Salah satunya adalah pada

koridor jalan J.A. Suprapto yang dulunya bernama Djalan Tjelaket. Pada koridor

jalan mulai dari depan Polresta Malang sampai pertigaan dengan Jalan Pattimura,

terlihat bagaimana bangunan-bangunan yang berada pada koridor jalan tersebut

masih kental akan nilai historis seperti bangunan SMAK Cor Jesu serta bangunan

SMAK Frateran. Selain itu, juga terdapat median jalan yang dari dulu sampai

sekarang ditanami pepohonan. Dari fakta ini, maka penulis mengambil judul “

Djalan Tjelaket Menantang Modernisasi” untuk menjelaskan bagaimana nilai-

nilai kearifan lokal yang masih terjaga hingga sekarang di koridor Jalan J.A.

Suprapto yang dulunya bernama “Djalan Tjelaket”.

Hasil dan Pembahasan

Sejarah Kota Malang

Gambar 1 Lambang Kota Malang

Sumber: www.malangkota.go.id

Banyaknya sungai yang mengalir di sekitar Malang membuatnya cocok

sebagai kawasan pemukiman. Wilayah Dinoyo dan Tlogomas diketahui

merupakan kawasan pemukiman prasejarah. Nama "Malang" sampai saat ini

masih diteliti asal-usulnya oleh para ahli sejarah. Malangkucecwara yang tertulis

di dalam lambang kota itu, menurut salah satu hipotesa merupakan nama sebuah

bangunan suci. Nama Malangkucecwara terdiri atas 3 kata, yakni mala yang

berarti kecurangan, kepalsuan, dan kebatilan; angkuca yang berarti

menghancurkan atau membinasakan; dan Icwara yang berarti "Tuhan". Sehingga,

Malangkucecwara berarti "Tuhan telah menghancurkan kebatilan". Namun ada

satu pendapat yang menduga bahwa nama Malang berasal dari kata “Membantah”

atau “Menghalang-halangi” (dalam bahasa Jawa berarti Malang) berdasarkan

kisah Sunan Mataram yang ingin meluaskan pengaruhnya ke Jawa Timur tepatnya

daerah Malang. Penduduk daerah itu melakukan perlawanan perang yang hebat.

Karena itu Sunan Mataram menganggap bahwa rakyat daerah itu menghalang-

halangi. Selain itu, oleh para ahli sejarah disebutkan bahwa timbulnya Kerajaan

Kanjuruhan menandakan awalnya pertumbuhan pusat pemerintahan yang sampai

saat ini, setelah 12 abad berselang, telah berkembang menjadi Kota Malang.

Kota Malang pada umumnya mulai berkembang pada saat muncul

pemerintahan kolonial Belanda. Fasilitas umum yang terkesan diskriminatif untuk

memenuhi kebutuhan keluarga Belanda masih berbekas hingga sekarang. Ijen

Boulevard menjadi contoh bahwa hanya kaum elite yang dapat menikmati fasilitas

umum yang memadai, sedangkan penduduk biasa hanya bisa bertempat tinggal di

pinggiran kota dengan fasilitas yang minim.

Beroperasinya Kereta Api di Kota Malang pada tahun 1879 menjadi

penentu perkembangan Kota Malang selanjutnya. Kebutuhan masyarakat dan

ruang gerak yang lebih leluasa untuk melakukan kegiatan pun semakin

meningkat. Namun, hal tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan tata guna

lahan. Daerah yang terbangun mulai bermunculan tak terkendali. Perubahan

fungsi lahan menjadi sangat pesat, bahkan fungsi pertanian pun bisa berkembang

menjadi perumahan bahkan industri.

Seiring terjadinya perkembangan tersebut, tingkat urbanisasi ikut

bertambah sehingga kebutuhan masyarakat akan perumahan di luar kemampuan

pemerintah. Ditambah dengan tingkat ekonomi urbanis yang terbatas, maka mulai

bermunculan lah perumahan-perumahan liar yang umumnya berkembang di

sekitar daerah yang tidak bertuan. Lambat laun daerah tersebut berkembang

menjadi perumahan-perumahan. Dengan meningkatnya tingkat urbanisasi dan

berkembangnya perumahan, Kota Malang hingga sekarang berevolusi menjadi

kota dengan kepadatan penduduk tinggi dan terus berkembang pesat. Berikut

perkembangan Kota Malang dari tahun ke tahun (malangkota.go.id):

1. Tahun 1767 Kompeni Hindia Belanda memasuki Kota

2. Tahun 1821 kedudukan Pemerintah Belanda di pusatkan di sekitar kali

Brantas

3. Tahun 1824 Malang mempunyai Asisten Residen

4. Tahun 1882 rumah-rumah di bagian barat Kota di dirikan dan Kota

didirikan alun-alun di bangun.

5. 1 April 1914 Malang di tetapkan sebagai Kotapraja

6. 8 Maret 1942 Malang diduduki Jepang

7. 21 September 1945 Malang masuk Wilayah Republik Indonesia

8. 22 Juli 1947 Malang diduduki Belanda

9. 2 Maret 1947 Pemerintah Republik Indonesia kembali memasuki Kota

Malang.

10. 1 Januari 2001, menjadi Pemerintah Kota Malang.

Jalan Kota Malang Zaman Kolonial

Dalam buku History of Java yang ditulis oleh Gubernur Jenderal Raffles

(1812), Malang merupakan daerah perkebunan di bawah Kabupaten Pasuruan

Selatan. Pada waktu itu, tebu menjadi komoditas utama perkebunan di Malang

untuk industri gula. Pada tahun 1914, berdasarkan Staadsblad no. 297, Malang

ditetapkan sebagai Gemente (=kotamadya). Pada masa itu, satu-satunya perencana

yang ada adalah Ir. Herman Thomas Karsten yang menghasilkan karya salah

satunya adalah Tata Kota Malang.

Pada tahun 1917, mulai dibangun perumahan untuk golongan Eropa yang

disebut kawasan Oranyebruut. Kemudian dibangun beberapa jalan baru yang

memakai nama anggota kerajaan seperti Wilhelmina Straat (sekarang Jalan Dr.

Cipto) dan Emma Straat (sekarang Jalan Dr. Soetomo). Untuk menghindari

bentuk kota yang memanjang, dibangun jalur utama dari arah Timur ke Barat.

Dimulai dari stasiun kereta api terus ke Timur menuju lokasi Gunung Komi. Pada

1925 dibuat pula Jalan Ijen sepanjang 2 km yang membujur kearah utara-selatan.

Jalan Ijen didesain khusus untuk kenyamanan para penghuni sekitar jalan, dengan

barisan pohon palem yang konon tidak pernah diganti sejak pertama kali ditanam

sampai sekarang.

Gambar 2 Jalan Ijen tempo dulu

Sumber:mbahsewu.blogspot.com

Menengok ke bagian pintu masuk kota, saat memasuki Kota Malang, kita

akan menjumpai Gedung Zuster School dan Frater School di Jalan Tjelaket

dengan gaya bangunan berbata merah, menciptakan suasana khas Belanda. Di

Jalan Kajoetangan terdapat gereja tua Gereja Hati Kudus Yesus yang dibangun

tahun 1905. Masuk lebih dalam lagi, mengikuti jalan tersebut akan dijumpai alun-

alun dengan Masjid Jami’ di sisi baratnya.

Jalur kereta api Surabaya-Malang sudah dibuka sejak tahun 1876. Jalan

kereta api tersebut dibangun di jalan raya yang menghubungkan Malang dengan

Surabaya yaitu Jalan Tjelaket. Seiring dengan adanya jalan kereta api tersebut,

pertumbuhan perumahan di sekitar Jalan Tjelaket pun turut bertambah. Daerah

yang dapat dijumpai saat memasuki Malang tersebut dengan cepat terisi oleh

perumahan orang Eropa, karena letaknya yang strategis pada waktu itu.

Gambar 3 Jalur kereta api yang terdapat pada Jalan Tjelaket

Sumber: pandupusaka.wordpress.com

Koridor Jalan Tjelaket

Tjelaket, sebuah nama yang telah ada berabad-abad silam guna menyebut

sebuah daerah yang kini berada pada sebagian dari Jalan J.A. Suprapto. Daerah

ini sangat vital peranannya bagi Kota Malang dari masa ke masa. Dari masa

kolonial hingga sekarang Tjelaket merupakan pintu masuk utama Kota Malang

dari arah utara. Koridor Jalan ini menghubungkan Surabaya dengan Alun-alun

yang penuh dengan penduduk eropa pada masanya. Nama Tjelaket sendiri

merupakan nama jalan satu-satunya di Indonesia bahkan dunia. Jalan ini juga

merupakan jalan yang menjadi sarana transportasi utama karena sudah memiliki

jalur kereta api pada masanya.

Gambar 4 Jalan Tjelaket

Sumber: wikipedia.org

Banyak bangunan peninggalan masa kolonial berupa bangunan perniagaan

dan bangunan pendidikan Bangunan tersebut antara lain:

1. Zusterschool ( SMAK Cor Jesu)

SMA Cor Jesu dulunya merupakan sebuah karya suster Ursulin di

Malang yang diawali dengan kehadiran tiga orang suster Ursulin

pertama kali di Malang pada tanggal 6 Februari 1930. Ketiga orang

suster tersebut adalah : Sr. Xavier Smets, Sr. Aldegonde Flekcen, Sr.

Martha Bierings. Mereka menempati biara yang terletak di Jalan

Celaket dan memulai karya dengan membuka TK pada tanggal 1

Maret 1900. Setelah itu berkembang menjadi Sekolah pendidikan guru

“Santo Agustinus” pada 21 Juli 1903. Kedatangan Jepang ke Indonesia

turut berdampak pada sekolah ini. Selama penjajahan Jepang, sekolah

ditutup dan dipaksa untuk berhenti beraktivitas. Pasca kemerdekaan,

sekolah dibuka kembali dan sampai sekarang sampai berganti nama

menjadi SMAK Cor Jesu.

2. Fraterschool ( SMAK Mardi Wiyata, Celaket 21).

Bangunan ini berdiri kokoh dengan arsitektur Belanda pada jamannya

lengkap dengan dinding yang terbuat dari bata merah.

3. Bangunan Lain

Selain kedua bangunan diatas, masih banyak bangunan lain yang

sampai saat ini masih tetap terjaga, yaitu:

Bangunan militer seperti yang saat ini ditempati KESDAM dan

Rumah sakit Saiful Anwar.

Komplek LUX dengan toko Semarang dipojok Jalan Oro-oro

Dowo, yang saat ini telah berganti nama menjadi Toko Avia.

Bangunan Klinik Melati Husada.

Kearifan Lokal

Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local

berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan.

Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai

gagasan-gagasan setempat ( local ) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,

bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Dalam ilmu antropologi, dikenal juga istilah Local Genius yang berarti

juga cultural identity, identifikasi budaya bangsa yang menyebabkan bangsa

tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan

budaya sendiri (Ayatrohedi 1986). Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohedi,

1986) ciri-ciri local genius adalah sebagai berikut:

1. Mampu bertahan terhadap budaya luar

2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar

3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke

dalam budaya asli

4. Mempunyai kemampuan mengendalikan

5. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

Dalam lingkungan yang pesimistik, globalisasi akan menyebabkan adanya

globalophobia, yaitu ketakutan terhadap arus globalisasi sehingga orang atau

lembaga harus mewaspadai secara serius dengan membuat langkah dan kebijakan

tertentu. Bagaimana pun juga, globalisasi merupakan suatu yang tidak dapat

dihindari sehingga yang terpenting adalah bagaimana menyikapi dan

memanfaatkan secara baik efek global sesuai dengan harapan dan tujuan hidup

kita. Dalam hal kearifan lokal, yang terpenting ialah bagaimana kearifan lokal

tetap dapat hidup dan berkembang tetapi tidak ketinggalan jaman. Bagaimana

kearifan lokal dapat mengikuti arus perkembangan global sekaligus tetap dapat

mempertahankan identitas lokal kita, akan menyebabkan ia akan hidup terus dan

mengalami penguatan. Kearifan lokal sudah semestinya dapat berkolaborasi

dengan aneka perkembangan budaya yang melanda dan untuk tidak larut dan

hilang dari identitasnya sendiri.

Kearifan lokal dapat didekati dari nilai-nilai yang berkembang di

dalamnya seperti nilai religius, nilai etis, estetis, intelektual atau bahkan nilai lain

seperti ekonomi, teknologi dan lainnya. Seperti yang dikatakan Wahyu

Prasetyawan dalam sebuah artikelnya, “Tunggangi Tradisi, Raih Modernisasi”.

Maka kekayaan kearifan lokal menjadi sangat penting karena merupakan sebuah

intrepetasi bagaimana generasi sekarang bersikap dalam menghadapi globalisasi

dengan bersandarkan pada kearifan lokal yang sudah ada.

Gambar 5 Kearifan lokal yang tetap dijaga di Bali

Sumber: nenielse99.wordpress.com

Kearifan Lokal di Koridor Jalan J.A Suprapto

Kearifan lokal yang terdapat di Koridor Jalan J.A Suprapto dapat dilihat

dari beberapa bangunan kuno yang bentuk fisiknya masih dipertahankan hingga

saat ini. Hal tersebut membuktikan salah satu ciri lokal genius yaitu mampu

bertahan dari budaya luar. Budaya luar yang dimaksud adalah perkembangan

arsitektur bangunan yang bersifat modern.

Pengaruh arsitektur bangunan modern sangat sulit dibendung akibat

adanya globalisasi yang menyebabkan kemudahan dalam penyebaran informasi

melalui berbagai macam media. Beberapa bangunan di Koridor Jalan

menunjukkan konsistensinya untuk tetap menjaga kelestarian bangunan kuno di

Kota Malang. Pendekatan yang dilakukan berorientasi kepada pendekatan nilai

religius, estetika, dan intelektual.

Gambar 6 Jalan J.A Suprapto

Sumber: Survei Primer 2013

Pendekatan nilai religius dan intelektual karena di daerah tersebut terdapat

beberapa pusat kegiatan agama sekaligus pusat kegiatan pendidikan. Pusat

kegiatan tersebut terlihat pada bangunan SMAK Cor Jesu dan SMAK Frateran.

Kedua bangunan tersebut masih dijaga kelestariannya sehingga dari hal tersebut

muncul nilai estetika yang menonjol. Nilai estetika kedua banguan tersebut

menonjol karena sebagian besar arsitektur bangunan yang berada di Koridor Jalan

J.A Suprapto bergaya modern sedangkan arsitektur bangunan SMAK Cor Jesu

dan SMAK Frateran masih menggambarkan gaya arsitektur khas pada masa

kolonial Belanda.

Upaya pelestarian tidak hanya dilakukan pada bangunan namun juga pada

lingkungan sekitar jalan seperti pepohonan yang tetap terjaga sampai sekarang.

Penempatan poster dan spanduk dibuat tanpa merusak tanaman. Adanya

pepohonan yang tetap dijaga keberadaannya sampai semangat membuat koridor

jalan J.A Suprapto menjadi lebih sejuk dan alami.

Gambar 7 Penempatan poster tanpa merusak pohon

Sumber: Survei Primer

Simpulan

Kota Malang merupakan salah satu kota bersejarah di Indonesia.

Perkembangannya dimulai pada masa kolonial Belanda. Hal tersebut terlihat dari

gaya arsitektur bangunan yang ada di Malang. Seiring perkembangan zaman,

banyak bangunan yang telah berubah dari segi arsitekturnya. Namun, beberapa

bangunan di koridor Jalan J.A. Suprapto atau yang dikenal dengan daerah Tjelaket

tetap mempertahankan gaya arsitektur pada zaman Kolonial Belanda. Bangunan

tersebut antara lain, SMAK Cor Jesu, SMAK Frateran, dan Klinik Melati Husada.

Bangunan tersebut menambah nilai estetika dan juga merupakan upaya

mempertahankan warisan sejarah yang ada di Kota Malang. Hal tersebut juga

merupakan cerminan kearifan lokal serta pertahanan diri menghadapi arus

globalisasi.

Saran

Dari hasil pengamatan, pembahasan dan simpulan, saran penulis sebagai

berikut:

Tetap mempertahankan bangunan-bangunan kuno dan bersejarah di Kota

Malang sebagai ikon dan ciri khas Kota Malang

Memberi reward kepada pemilik bangunan kuno dan bersejarah yang tetap

mempertahankan bentuk asli dari bangunan tersebut.

Pelestarian pada bangunan-bangunan bersejarah tanpa mengubah bentuk

asli bangunan itu sendiri.

Daftar Pustaka

Handinoto, Paulus H. Soeargo. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur

Kolonial Belanda di Malang. Yogyakarta: Andi

Lubis, Yatie Asfan. 2010. Traveling Lady. Jakarta: Gramedia

Ayatrohaedi, 1986, Kepribadian Budaya Bangsa (local Genius). Jakarta: Pustaka

Jaya.

Rishnawati, Evy., Antariksa., dan Ari RD Ismu. 2008. Arsitektur e-Journal,

Volume 1 Nomor 2, “PELESTARIAN KORIDOR JL. JAKSA AGUNG SUPRAPTO

KOTA MALANG”. Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas

Brawijaya

Malangkota.go.id (diakses pada tanggal 24 Februari 2013)

Pandupusaka.wordpress.com (diakses pada tanggal 24 Februari 2013)

Lampiran

Gambar SMPK Frateran Tampak Luar

Sumber: Survei Primer, 2013

Gambar SMPK Frateran Tampak Dalam

Sumber: Survei Primer, 2013

Gambar SMPK Frateran Tampak Dalam

Sumber: Survei Primer, 2013

Gambar Klinik Melati Husada

Sumber: Survei Primer, 2013

Gambar Pertokoan dengan Arsitektur Kuno

Sumber: Survei Primer, 2013

Gambar Rumah dengan Arsitektur Kuno

Sumber: Survei Primer, 2013

Gambar SMPK Cor Jesu Sumber: Survei Primer, 2013

Gambar SMAK Cor Jesu Sumber: Survei Primer, 2013

Gambar Biara Ursulin

Sumber: Survei Primer, 2013

Gambar Arsitektur SMAK Cor Jesu dan Biara Ursulin

Sumber: Survei Primer, 2013

Gambar Fasilitas Umum di J. A. Suprapto

Sumber: Survei Primer, 2013

Gambar Koridor Jalan J. A. Suprapto

Sumber: Survei Primer, 2013

Gambar Koridor Jalan J. A. Suprapto

Sumber: Survei Primer, 2013

Gambar Fasilitas Umum di J. A. Suprapto

Sumber: Survei Primer, 2013