Biofar p 1

Post on 11-Apr-2023

0 views 0 download

Transcript of Biofar p 1

PERCOBAAN 1

OPTIMASI METODE ANALISA OBAT

I. Tujuan

1. Memahami langkah-langkah analisa obat didalam darah

2. Mampu malakukan validasi metode analisa obat di dalam darah

II. Dasar teori

Spektrofotometri adalah salah satu metode tradisional yang

masih digunakan untuk banyak obat yang memiliki spectrum absorbs

khas. Banyak obat baru yang kompleks dengan sifat dan ikatan-

ikatan kimiawi tidak lazim yang sering dapat diukur dengan

spektrofotometri setelah ekstraksi dari serum atau cairan

biologis lain. Obat kemudian dimasukkan ke dalam suatu pelarut

atau diderivatkan atau diturunkan sedemikian rupa sehingga puncak

absorbs menjadi maksimum (Ronald A. Sacher, 2004).

Suatu metode analisis terdiri atas serangkaian langkah yang

harus diikuti untuk tujuan analisis kuantitatif, kualitatif, dan

informasi struktur dengan menggunakan teknik tertentu.Dalam

setiap analisis, pemilihan suatu metode analisis harus

memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:

1. Tujuan analisis, biaya yang dibutuhkan, serta waktu yang

diperlukan.

2. Level analit yang diharapkan dan batas deteksi yang

diperlukan.

3. Macam sampel yang akan dianalisis serta pra-perlakuan sampel

yang dibutuhkan.

4. Jumlah sample yang dianalisis.

5. Ketepatan dan ketelitian yang diinginkan untuk analisis

kuantitatif.

6. Ketersediaan bahan rujukan, senyawa baku, bahan-bahan kimia,

dan pelarut yang dibutuhkan.

7. Peralatan yang tersedia.

8. Kemungkinan adanya gangguan pada saat deteksi atau pada saat

pengukuran sampel.

Metode yang baik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu

metode harus:

1. Peka (sensitive), artinya metode harus dapat digunakan untuk

menetapkan kadar senyawa dalam kosentrasi yang kecil.

2. Tepat (precise), artinya metode tersebut menghasilkan suatu

hasil analisis yang sama atau hampir sama dalam satu seri

pengukuran.

3. Teliti (accurate), artinya metode dapat menghasilkan nilai

rata-rata (mean) yang sangat dekat dengan nilai

senenarnya(true value).

4. Selektif, artinya untuk menetapkan kadar tertentu, metode

tersebut tidak banyak terpengaruh oleh adanya senyawa lain.

5. Kasar (rugged), artinya adanya perubahan komposisi pelarut

atau variasi lingkungan tidak menyebabkan perubahan hasil

analisis.

6. Praktis, artinya metode tersebut mudah dikerjakan serta

tidak banyak memerlukan waktu dan biaya.

Walaupun untuk memenuhi semua persyaratan di atas sulit

dicapai, namun sekurang-kurangnya metode analisis harus memenuhi

syarat ketepatan, ketelitian, dan selektivitas (Sudjadi, 2008).

Validasi merupakan suatu proses yang terdiri atas paling

tidak 4 langkah nyata, yaitu :validasi perangkat lunak (software

validation),validasi perangkat keras / instrument (nstrument / hardware

validation), validasi metode, dankesesuaian system (system suitability).

Proses validasi dimulai dengan perangkat lunak yang

tervalidasi dan system yang terjamin dikembangkan. Terakhir,

validasi total diperoleh dengan melakukan kesesuaian sistem.

Masing-masing tahap dalam proses validasi ini merupakan suatu

proses yang secara keseluruhan bertujuan untuk mencapai

kesuksesan validasi.

Pada optimasi, serangkaian kondisi awal yang muncul pada

tahap pertama pengembangan metode harus dimaksimalkan (resolusi,

bentuk puncak, jumlah lempeng, asimetri, kapasitas, waktu elusi,

batas deteksi, batas kuantifikasi, dan keseluruhan kemampuan

untuk melakukan kuantifikasi analit tertentu yang dikehendaki)

(Gholib,Ibnu,2007).

Sulfametoxazol

Sulfametoxazol mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak

lebih dari 101,0% C10H11N3O3S dihitung terhadap zat yang telah

dikeringkan.

• Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai hampir putih;

praktis tidak berbau

• Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dalam eter

dan dalam kloroform; mudah larut dalam aseton dan dalam larutan

natrium hidroksida encer; agak sukar larut dalam etanol (Depkes

R.I. ,1995).

Sulfametoxazol merupakan senyawa antimikroba golongan

sulfonamida. Sulfametoxazol merupakan turunan dekat

sulfisoksazol, namun memiliki kecepatan absorbsi enterik melalui

urine yang lebih lambat. Obat ini diberikan secara oral dan

digunakan untuk sistemik maupun untuk infeksi saluran urine.

Perhatian harus diberikan untuk menghindari kristaluria

sulfametoxazol akibat tingginya persentase bentuk obat

terasetilasi yang relati tidak larut air di dalam urine (Goodman

& Gilman, 2003).

Sulfametoxazol merupakan turunan sulfonamide yang bekerja

terhadap sejumlah mikroba gram positif dan beberapa mikroba gram

negatif. Kadar maksimum dalam darah dan jaringan akan dicapai

setelah 2-6 jam. Ekskresinya hampir seluruhnya terjadi melalui

ginjal. Zat ini tidak hanya difiltrasi secara pasif , tetapi juga

disekresi tubulus secara aktif (Mutschler, E. ,1991).

Sulfametoxazol merupakan derivat sulfisoksazol dengan

absorbsi dan ekskresi yang lebih lambat. Dapat diberikan pada

pasien dengan infeksi saluran kemih dan infeksi saluran sistemik.

Kristaluria lebih sering timbul karena persentase asetilasinya

tinggi (Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2007).

Sulfametoxazol PP 65%. Plasma-t ½-nya k.l. 10 jam dan

ekskresinya via kemih, 25% dalam keadaan utuh dan 60% sebagai

metabolit-asetilnya. Zat ini terutama digunakan terkombinasi

dengan trimetoprim (Tjay, Tan Hoan, 2007).

Mekanisme kerja:

Sulfonamida (Sulfametoxazol) merupakan analog struktur dan

antagonis kompetitif asam para-aminobenzoat (PABA) sehingga

mencegah penggunan PABA secara normal oleh bakteri untuk sintesis

asam folat. Secara lebih spesifik, Sulfonamida merupakan

inhibitor kompetitif enzim dihidropteroat sintase, yakni enzim

bakteri yang bertanggung jawab atas penggabungan PABA ke dalam

asam dihidropteroat, prekusornya dekat asam folat.

Sulfametoxazol, absorbsi dalam saluran cerna cepat dan

sempurna, dan ± 70% terikat oleh protein plasma. Dalam darah 10-

20% obat terdapat dalam bentuk terasetilasi. Kadar plasma

tertinggi dicapai dalam 4 jam setelah pemberian secara oral,

dengan waktu paro 10-12jam. Dosis oral awal : 2 g, diikuti 1 g 2-

3 dd, sampai infeksi terkendali (Siswandono dan Bambang S, 2000).

Parasetamol (acetaminofen)

Parasetamol mengandung tidak kurang 98,0% dan tidak lebih

101,0 % C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat.

Pemerian parasetamol berupa serbuk hablur putih, tidak

berbau rasa sedikit pahit.

Kelarutan, larut dalam 70 bagian air, 7 bagian etanol

(85%), 13 bagian aseton P, 40 bagian gliserol dan 9 bagian

propilen glikol P serta larut dalam alkali hidroksida 1N(Depkes

R.I., 1995).

Acetaminophen (Abenol, Aminofen, Datril, Panadol, Neopap,

Parasetamol)

Klasifikasi : Analgesik non-opioid, antipiretik

Identifikasi : Nyeri ringan sampai sedang, demam

Kerja Obat : Menghambat sintesis prostaglandin yang

berperan sebagai mediator nyeri

dan demam

Efek Terapetik : Analgesik, antipiretik, tidak memiliki kemampuan

anti-inflamasi yang signifikan

→ Farmakokinetika

Absorbsi : Diabsorbsi dengan baik setelah pemberian

oral. Absorbs rektal bervariasi

Distribusi : Didistribusikan secara luas, menembus

plasenta : memasuki ASI

Metabolisme dan ekskresi : 85-95% dimetabolisme oleh hati.

Metabolitnya dapat bersifat

toksik pada keadaan overdosis. Metabolit diekskresi oleh ginjal

(Pedoman Obat Untuk Perawat, 2005).

Heparin

Heparin merupakan polimer dari mukoiti nester-sulfat dan

memiliki BM paling besar, yakni rata-rata 15.000-18.000 D

(alton). LMWH adalah heparin yang telah dipecah (difraksionasi)

dengan BM 4.000-6.500, seperti enoxaparin dan nadroparin.Fraksi

heparin ini memiliki panjang rantai berbeda-beda. Dalam hubungan

ini, heparin juga disebut UFH (Un-Fractionated Heparin). Efek

antitrombotik dari LMWH tergantung dari besar molekulnya, semakin

besar BM, semakin kuat dan cepat kerjanya.

LMWH ternyata sama efektifnya dengan UFH pada trombosis dan

emboli paru, lagi pula bekerja lebih efektif mengenai inaktivasi

system pembekuan darah. Selain ini, LMWH memiliki bio-

availability biologis serta kinetik yang lebih baik, juga lebih

mudah penggunaannya.LMWH yang lebih baru adalah reviparin

(Clivarin), tinzaparin (Innohep), dan danaparoide (orgaran)

(Tjan, Hoan Tjay, 2007).

III. Alat dan Bahan

Alat:

1. Labu takar

2. Mikropipet

3. Tabung reaksi

4. Tabung penampung darah

5. Vortex mixer

6. Sentrifuge

7. Spektrofotometer

Bahan:

1. Paracetamol

2. Sulfametoxazol

3. Asam triklorasetat ( TCA ) 5%

4. Asam triklorasetat ( TCA ) 20%

5. Natrium nitrit 0,1%

6. Natrium nitrit 10%

7. Asam sulfamat 0,5 %

8. Asam sulfamat 15%

9. N ( 1-naftil ) etilendiamin 0,1 %

10. HCl 6N

11. Heparin

12. NaOH 0,1%

13. NaOH 10%

IV. Skema Kerja

A. Sulfametoxazol

Prosedur penetapan kadar Bratton – Marshall :

1. Pembuatan larutan stok Sulfametoxazol

Dilarutkan dengan NaOH 0,1N

Diadkan dengan aquadest 50 ml

2. Pembuatan kurva baku internal

Ditimbang 50,0 mg

Sulfametoxazol

Di masukan labu takar50,0 ml

Kadar Larutan stok SMZmg/ml atau 1000µg/ml

Campur homogen

Ditambah 2,0 ml TCA 5%

Di vortex

3. Pemrosesan sampel darah in vivo (sebagai blanko)

Ditambah 2,0 ml TCA 5%, divortex

Di Vortex

Ditambah 250μl stok SMZhingga kadarnya

0;10;20;40;60;80;100;120

Campuran IDisentrifuge (10 menit,

2500rpm)

Masing- masing campuran Idan II

Diambil beningan 1,50 ml

250 µl darah yang telahditambah heparin

Campuran IIDisentrifuge (10 menit,

250 µl darah yangtelah ditambah

Diencerkan dengan 2,0 ml

aquadest

Ditambah NaNO2 0,1% (0,2ml),diamkan 3 menit

Ditambah asam sulfamat 0,5% (0,2ml),diamkan 2 menit

Ditambah N(1-naftil) etilendiamin 0,1%(0,2ml) diamkan 5 menit di tempat gelap

Ditambah 4,0 ml aq.dest

Baca intensitas warna dengan spektrofotometer (545 nm) denganblanko darah yang memperhitungkan Operating Time

4. Penentuan operating time

Larutan,Didalam

Larutan SMZ kadar 40 & 80µg/ml

Data Serapan Warna

Ukur absorbansi dengan panjanggelombang 545nm (replikasi 3x)

5. Menetapkan panjang gelombang

Ukur absorbansi dengan panjang gelombang 545 nm (replikasi 3x)

6. Membuat kurva baku SMZ

Ukur absorbansi dengan panjang denganpanjang gelombang maksimum (replikasi 3x)

Tentukan Operating Time

Larutan SMZ kadar 40 & 80µg/ml

Tentukan Panjang gelombangmax

Larutan SMZ kadar 10-120µg/ml

Kurva absorbansi vs kadar

7. Menentukan perolehan kembali, kesalahan acak, dan kesalahan

sistemik

Ditambah TCA 5% 2.0 ml ,vortexing(replikasi2x)

Disentrifuge 5- 10 menit, 2500rpm

Diencerkandengan 2,0mlaquadest

Ditambah NaNO2 0,1% (0,2ml),diamkan 3 menit

Ditambah amm.Sulfamat 0,5% (0,2 ml),diamkan 2 menit

Ditambah N(1-naftil) etilendiamin 0,1%(0,2ml) diamkan 5 menit di tempat gelap

Ditambah 4,0ml aq.dest

Diambil cairan bening 1,5ml

Larutan SMZ dalam darahdengan kadar 40;60;100 µg/ml

Campuran

Larutan,Didalam

Ditimbang 50,0 mg

parasetamol

Dilarutkan dalam aquadest panas ad 50,0 ml,

sehingga kadar yang diperoleh adalah 1 mg/ml

Diambil darah 250 l tikus dan ditampung pada

ependrop yang telah diberi heparin

Baca intensitas warna dengan spektrofotometer dengan blankodarah yang memperhitungkan Operating Time

B. Paracetamol

1. Pembuatan Larutan Stok Paracetamol

2. Penentuan λ max

Ditambahkan 250 llarutan stok paracetamol,

sehinggakadar

100, 200, 300,400, 500, 600, 700 µg/ml

Data Absorbansi

Diambil darah tikus dan ditampung pada

ependrop yang telah diberi antikoagulan

Ditambah 2,0 ml TCA 20% dengan vortexing ; di Centrifuge 10

menit, 2500 rpm

Ditambah 0,5 ml HCl 6 N dan 1,0 ml NaNO2 10% ; dicampur,

didiamkan 15 menit

Ditambah dengan hati-hati 1 ml Asam Sulfamat 15% melalui

dinding tabung dan

3,5 ml NaOH 10%, diaddengan aquadest, diamkan 3 menit di

tempat dingin

Diukur serapannya dari 380-580 nm, dan ditentukan max

3. Penentuan Kurva Baku Internal

Ditambahkan larutan stok parasetamol kadar 100, 200, 300,

400, 500, 600,

700 µg/ml pada darah; dicampur homogen

Diambil 1,5 ml supernatan, dimasukkan dalamlabu takar 10,0 ml

Ditambah 2,0 ml TCA 20% dengan vortexing ; disentrifuge 10

menit 2500 rpm

Dituang supernatan jernih ke dalam labu takar 10,0 ml

Ditambah 0,5 ml HCl 6 N dan 1,0 ml NaNO2 10%, dicampur ;

didiamkan 15 menit

Ditambah dengan hati-hati 1 ml Asam Sulfamat 15% melalui

dinding tabung

dan 3,5 ml NaOH 10%, diadkan dengan aquadest sampai tanda

batas ;

didiamkan 3 menit di tempat dingin

Dibaca intensitas warna pada λ max

Dibuat kurva hubungan kadar vs absorbansi

Dibuat persamaan garis y = bx + a dan dihitung nilai r dari

grafik tersebut

Diambil darah tikus dan ditampung pada

ependrop yang telah diberi antikoagulan

4. Penentuan Perolehan Kembali (Recovery), Kesalahan Acak, dan

Kesalahan Sistemik

Ditambahkan larutan stok parasetamol 100 µg/ml, 300 µg/ml,

500 µg/ml

dicukupkan dengan darah ad 500 µl ; dicampur homogen

Ditambah 2,0 ml TCA 20% dengan vortexing ; disentrifuge 10

menit, 2500 rpm

Diambil beningan, dituang beningan ke dalam labu takar 10,0

ml

Ditambah 0,5 ml HCl 6 N dan 1,0 ml NaNO2 10%, dicampur ;

didiamkan 15 menit

Ditambah dengan hati-hati 1 ml Asam Sulfamat 15% melalui

dinding tabung dan

3,5 ml NaOH 10%, diadkan dengan aquadest sampai tanda

batas ;

didiamkan 3 menit di tempat dingin

Diukur serapannya pada λ max

Diukur perolehan kembali, kesalahan acak dan kesalahan

sistemik dari

persamaan kurva baku internal

Dihitung kadar rata-rata dan simpangan baku

Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali

Perolehan kembali =Kadar terukur

x 100 % = P %

Kadar diketahui

Kesalahan acak = Simpangan baku

x 100 %

V.Data Pengamatan

λMaksimal dan OT

Sulfametoxazol (SMZ) Paracetamol (PCT)

λmaks : 540 nm

OT : 2 menit

λmaks : -

OT : 12 menit

Hasil Absorbansi

1. Absorbansi Baku &Recovery SMZ

Absorbansi Baku SMZ

Konsentrasi(μg/ml) Absorbansi

0 0,000

9,84 0,78 reject

19,68 0,017

29,52 0,046

39,36 0,074

49,2 0,009 reject

59,04 0,070 reject

78,72 0,002 reject

Recovery SMZ

Konsentrasi Absorbansi

40 μg (1) 0,16

60 μg(1) 0,189

40 μg(2) 0,081

60 μg(2) 0,040

2. Absorbansi Baku &Recovery PCT

Absorbansi Baku PCT

Konsentrasi(μg/ml) Absorbansi

0 0,000

106 - reject

212 0,056

218 -0,007 reject

424 -0,009 reject

530 0,058

636 0,016 reject

742 0,086

Recovery PCT

Konsentrasi Absorbansi

106 μg (1) 0,151

318 μg(1) 0,196

530 μg(1) 0,248

106 μg (2) 0,113

318 μg(2) 0,233

530 μg(2) 0,260

A.PerhitunganLarutan stock dan deret baku1. Sulfametoxazol (SMZ)

- Larutan SMZ ¿ 50mg50ml=1mg1ml

=1000μg /ml=1000ppm

- Penimbangan SMZ

Kertas + zat = 0,5376 g

Kertas + sisa = 0,4 884 g

Zat = 0,0492 g

= 49,2 mg

- Koreksi Kadar ¿ 49,2mg50ml=0,984 mg

ml=984μg /ml=984ppm

- Pembuatan Kurva Baku

Konsentrasi (μg/ml) Koreksi Kadar

Konsentrasi 10μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.10μg/ml =

V2.1000μg/ml

V2 = 5μL

Darah = 495Μl

Konsentrasi 10μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.C1 = 5 μl.984μg/ml

C1 = 9,84μg/ml

Konsentrasi 20μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.20μg/ml =

V2.1000μg/ml

V2 = 10μL

Darah = 490 μL

Konsentrasi 20μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.C1= 10 μl.984μg/ml

C1 = 19,68μg/ml

Konsentrasi 40 ug/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.40μg/ml =

V2.1000μg/ml

V2 = 20μL

Darah = 480μL

Konsentrasi 40 ug/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.C1 = 20 μl.984μg/ml

C1 = 39,36μg/ml

Konsentrasi 60 μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.60μg/ml =

V2.1000μg/ml

V2 = 30μL

Darah = 470μL

Konsentrasi 60 μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.C1 = 30 μl.984μg/ml

C1 = 59,04μg/ml

Konsentrasi 80μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.80μg/ml =

V2.1000μg/ml

V2 = 40μL

Darah = 460 μL

Konsentrasi 80μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.C1 = 40 μl.984μg/ml

C1 = 78,72μg/ml

Konsentrasi 30μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.30μg/ml =

V2.1000μg/ml

V2 = 15μL

Darah = 485μL

Konsentrasi 30μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.C1= 15 μl.984μg/ml

C1 = 29,52μg/ml

Konsentrasi 50μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.50μg/ml =

V2.1000μg/ml

V2 = 25μL

Darah = 475 μL

Konsentrasi 50μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.C1= 25 μl.984μg/ml

C1 = 49,2μg/ml

2. Paracetamol (PCT)

- Larutan PCT ¿ 100mg100ml=1mg1ml

=1000μgml

=1000ppm

- Penimbangan PCT

Kertas + zat = 0,6050 g

Kertas + sisa = 0, 4990 g

Zat = 0,1060g

= 106,0 mg

- Koreksi Kadar ¿ 106,0mg100ml=1060mg

ml=1060μg/ml=1060ppm

- Pembuatan Kurva Baku

Konsentrasi (μg/ml) Koreksi Kadar

Konsentrasi 100μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.100μg/ml =

V2.1000μg/ml

V2 = 50μL

Darah = 450μL

Konsentrasi 100μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.C1= 50 μl.1060μg/ml

C1 = 106μg/ml

Konsentrasi 200μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.200μg/ml =

V2.1000μg/ml

V2 = 100μL

Darah = 400 μL

Konsentrasi 200μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.C1 = 100 μl.1060μg/ml

C1 = 212μg/ml

Konsentrasi 300 ug/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.300μg/ml =

V2.1000μg/ml

V2 = 150μL

Darah = 350μL

Konsentrasi 300 ug/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.C1= 150 μl.1060μg/ml

C1 = 318μg/ml

Konsentrasi 400 μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.400μg/ml =

V2.1000μg/ml

V2= 200μL

Darah = 300μL

Konsentrasi 400μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.C1 =200 μl.1060μg/ml

C1 = 424μg/ml

Konsentrasi 500μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.500μg/ml =

V2.1000μg/ml

V2 = 250μL

Darah = 250 μL

Konsentrasi 500μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.C1 =250 μl.1060μg/ml

C1 = 530μg/ml

Konsentrasi 600μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.600μg/ml =

V2.1000μg/ml

V2 = 300μL

Darah = 200μL

Konsentrasi 600μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.C1 = 300 μl.1060μg/ml

C1 = 636μg/ml

Konsentrasi 700μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.700μg/ml =

V2.1000μg/ml

V2 = 350μL

Darah = 150 μL

Konsentrasi 700μg/ml

V1.C1 = V2.C2

500μl.C1 = 350 μl.1060μg/ml

C1 = 742μg/ml

PersamaanSulfametoksazol dan ParacetamolAbsorbansi Baku SMZ

Konsentrasi(μg/ml) Absorbansi

19,68 0,017

29,52 0,046

39,36 0,074

A : -0,0398B : 2,8963x 10-3

r : 0,9999

19.68 29.52 39.360

0.02

0.04

0.06

0.08

0.017

0.046

0.074

Kurva Baku Konsentrasi (μg/ml) VS Absorbansi SMZ

Konsentrasi (μg/ml)

Abso

rban

si

Absorbansi Baku ParacetamolKonsentrasi(μg/ml) Absorbansi

212 0,056

530 0,058

742 0,086

A : 0,04063B : 5,2631 x 10 -5

r : 0,8370

212 530 7420

0.020.040.060.080.1

0.056 0.058

0.086

Kurva Baku Konsentrasi (μg/ml) VS Absorbansi PCT

Konsentrasi (μg/ml)

Abso

rban

si

Perhitungan dan data pengamatan1. Sulfametoxazol (SMZ)

Recovery SMZKonsentr

asi(μg/ml)

Replikasi I Replikasi IIAbsorban

sixˆ

(ppm)P% =

xˆ/kons ×100%

Absorbansi

xˆ(ppm)

P% =xˆ/kons ×

100%39,36 0,16 69,13

49175,65 % 0,081 41,79 106,17 %

59,04 0,189 79,1695

134,09 % 0,040 27,61 46,76 %

Kesalahan Sistematis SMZ

Konsentrasi(μg/ml)

Replikasi I Replikasi IIP% 100-P% P% 100-P%

39,36 175,65%

-75,65 % 106,17%

- 6,17%

59,04 39,22 % 60,78 % 29,51 % 70,49%

Kesalahan Acak SMZ

- Konsentrasi 39,36 μg/ml

KA = P% × 100%

= 19,335%/55,4624 × 100%

= 34,86 %

- Konsentrasi 59,04 μg/ml

KA = P% × 100%

= 36,4580/53,3897 × 100%

= 68,2867% ∞ 68,29%

2. Paracetamol (PCT)

Recovery PCTKonsentr

asi(μg/ml)

Replikasi I Replikasi IIAbsorban

sixˆ

(ppm)P% =

xˆ/kons ×100%

Absorbansi

xˆ(ppm)

P% =xˆ/kons ×

100%106 0,151 2097,0

51978,349 % 0,113 1375,0

51297,218 %

318 0,196 2952,06

224,26 % 0,233 3655 1149,371 %

530 0,248 3940,07

170,71 % 0,260 4168,07

786,428 %

Kesalahan Sistematis PCT

Konsentrasi

(μg/ml)

Replikasi I Replikasi IIP% 100-P% P% 100-P%

106 1978,349%

-1878,349%

1297,218 % -1197,216%

318 224,26 % -828,32% 1149,371 % -1049,371%

530 170,71 % -643,409% 786,428 % -686,428%

Kesalahan Acak PCT

- Konsentrasi 106 μg/ml

KA = P% × 100%

= 510,53/1736,05 × 100%

= 29,41 %

- Konsentrasi 318 μg/ml

KA = P% × 100%

= 497,05/3303,53 × 100%

= 15,05 %

- Konsentrasi 530 μg/ml

KA = P% × 100%

= 161,22/4054,07 × 100%

= 3,98 %

VI. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan optimasi metode

analisa. Metode yang akan dioptimasi adalah metode penetapan kadar

Sulfametoxazol dan Paracetamol.

Optimasi metode merupakan langkah pendahuluan yang harus dilakukan

dalam serangkaian prosedur penetapan kadar. Langkah ini bertujuan untuk

mengetahui kevalidan dari suatu metode penetapan kadar. Validasi adalah

konfirmasi melalui pengujian dan pengadaan bukti yang objektif bahwa

persyaratan tertentu untuk suatu maksud khusus dipenuhi.Tujuan

dilakukannya validasi terhadap metode analisa obat adalah agar setiap

data yang diperoleh dari pengujian telah distandarisasi, sehingga dapat

langsung digunakan untuk kepentingan dokumentasi data profil suatu obat.

Parameter farmakokinetika obat diperoleh berdasarkan hasil

pengukuran kadar obat utuh dan atau metabolitnya didalam cairan hayati

(darah, urine, saliva atau cairan tubuh lainnya). Apabila suatu metode

valid, maka parameter-parameter farmakokinetik yang diperoleh dari

metode tersebut dapat dipercaya.Suatu metode dikatakan valid apabila

memenuhi berbagai kriteria yaitu sensitivitas, spesifisitas, akurasi,

presisi dan praktis. Secara singkat, suatu metode harus dapat menetapkan

satu senyawa tertentu yang kita inginkan saja (spesifik); dapat

menetapkan senyawa dalam konsentrasi yang kecil (sensitif); hasil

pengukurannya mendekatinilai sesungguhnya (akurat); memberikan hasil

yang sama dalam suatu seri pengukuran (reprodusibel);

mudahpengerjaannya, dan tidak membutuhkan waktu yang lama serta biaya

yang banyak (praktis).Validasi metode menurut United States Pharmacopeia

(USP) dilakukan untuk menjamin bahwametode analisis akurat, spesifik,

reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu

metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa

parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem

analisis.

Sulfametoxazol (SMZ)

Sulfametoxazol merupakan suatu derivat dari sulfisoxazol

yang memiliki daya absorpsi dan ekskresi yang lebih lambat.

Sulfametoxazol mempunyai waktu paruh selama 8,6 jam. Dapat diabsorpsi

dengan hampir sempurna, yaitu sebesar 95%. Konsentrasi maksimal dalam

plasma akan tercapai 4 jam setelah pemberian. Pada waktu 24 jam setalah

pemberian, 25-50% berada dalam dan setelah 78 jam, 85% akan

diekskresikan melalui dalam bentuk utuh atau aktif (Doller Y,

1991). Sulfametoxazol bersifat tidak larut dalam air,tetapi dapat

larut dalam NaOH encer. Berdasarkan sifat kelarutannya, maka larutan

obat ini dibuat dengan cara melarutkan terlebih dahulu

sulfametoxazol dalam NaOH dan kemudian diencerkan dengan

menggunakan aquadest hingga konsentrasi yang dikehendaki.

Struktur sulfametoxazol (N’-(5-metil-3-isoxazolil)

sulfanilamide)

Darah yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah darah dari

hewan uji tikus.Dimana darah diambil dari ekor tikus, yang banyak

terdapat pembuluh darahnya. Kemudian darah ditempatkan pada evendroff

yang didalamnya telah ditetesi heparin. Fungsi dari heparin ini adalah

untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah atau sebagai zat

antikoagulan.Jika sampel darah yang diambil mengalami koagulasi

atau menggumpal maka yang akan keluar adalah serumnya,

sedangkan yang digunakan untuk pemeriksaan adalah plasma

darah karena obat akan berinteraksi dengan protein plasma

untuk membentuk suatu kompleks obat-makromolekul yang sering

disebut ikatan obat-protein, dengan kata lain maka percobaan tidak

dapat dilakukan bila darah mengalami penggumpalan.

Heparin merupakan suatu mukopolisakarida dengan berat

molekul 6000-20.000.Heparin juga disebut asam heparinat karena

sifat keasamannya. Secara kimia, senyawa ini mirip asam hialuronat,

kondroitin, dan kondroitin sulfat A dan B.

Struktur dari heparin :

 

S i f a t a n t i k o a g u l a n d a r i H e p a r i n y a n g d a p a t

m e n c e g a h d a r a h a g a r t i d a k   menggumpal ini terjadi akibat

penghambatan pengubahan protombin menjadi trombin dalam proses

penggumpalan darah.

Mekanisme anti koagulan :

Heparin + Anti trombin III + Faktor penggumpalan

Protrombin X Trombin

Heparin beraksi dengan mengikat anti trombin III dan kemudian akan

membentuk kompleks yang memiliki afinitas lebih besar daripada

anti trombin III itu sendiri terhadap beberapa faktor

pembekuan darah aktif (trombin dan faktor X atau

faktor stuart power). Heparin juga dapat meng-inaktivasi faktor

VIIIa/AHG dan mencegah terbentuknya fibrin yang stabil. Oleh

karena itu heparin akan mempercepat terjadinya inaktivasi faktor

pembekuan darah (Ian Tahu, 1995).

Kompleks terner

Selanjutnya adalah membuat 3 seri larutan sulfametoxazol

dalam darah tikus : 0, 40, dan 80 μg/ml. Ketiga seri ini untuk

mengetahui operating time dan untuk mengetahui panjang gelombang

maksimum pada saat penetapan kadar menggunakan spektrofotometri.

Lalu ditambahkan TCA 5% sebanyak 2 ml, dimasukkan kedalam tabung

sentrifuge.TCA (Tri Kloro Asetat) merupakan suatu asam organik yang

cukup kuat. Dalam percobaan ini TCA berfungsi untuk memberikan

suasana asam bagi reaksi diazotasi; sebagai donor proton untuk reaksi

selanjutnya, serta merupakan senyawa yang dapat menghentikan kerja enzim

yang dapat memetabolisme obat sekaligus akan menyebabkan

denaturasi protein plasma.

Kemudian dimasukkan kedalam alat sentrifuge untuk

mengendapkan darah dan didapatkan plasmanya. TCA yang tadi

ditambahkan akan mengikat protein dan mengendapkannya saat

sentrifugasi sehingga keberadaan protein tidak mengganggu

pembacaan absorbansi. Endapan akan terpisah pada bagian bawah

dan pada supernatan terdapat cairan bening yaitu plasma darah.

Kemudian supernatannya diambil 1,5 ml tanpa endapannya dan

diencerkan dengan aquadest sebangayk 2,0ml. Pengambilan

supernatan tanpa endapannya ini dilakukan dengan tujuan

untuk mengambil obat yang bebas dari protein plasma karena obat

yang terikat pada protein plasma tidak akan aktif secara

farmakologik sehingga tidak memiliki efek terapeutik atau dengan kata

lain akan dapat menyebabkan data hasil pengamatan tidak valid.Setelah

pengambilan supernatan, kemudian supernatan ditambah NaNO2 0,1%

0,2 ml untuk reaksi diazotasi, yaitu pembentukan garam diazonium

yang sangat reaktif. Agar reaksi berlangsung sempurna dan

cepat maka didiamkan selama 3menit.

Selanjutnya ditambahkan asam sulfamat 0,5% sebanyak

0,2ml dan didiamkan selama 2 menit. Tujuan penambahan asam

sulfamat ini adalah agar tidak tebentuk HNO2 berlebih

setelah adanya penambahan NaNO2.Terbentuknya HNO2 ini

terjadi akibat bereaksinya H2O dengan NaNO2. Apabila HNO2

ini bereaksi dengan TCA, akan membentuk ion nitroniuom

yang menyebabkan reaksi diazotasi tidak sempurna. Oleh

karena itu harus dihindari dengan penambahan asam

sulfamat.HNO2 bersifat oksidator, sedangkan asam sulfamat

bersifat reduktor sehingga keduanya dapat bereaksi.Tanda

dari hilangnya HNO2 ini adalah berkurangnya gas N2 atau

gelembung udara yang terbentuk.

Setelah itu lalu ditambahkan N-1-naftil etilen diamin (NED) 0,1%

sebanyak 0,2ml sehingga terbentuk suatu senyawa yang

mempunyai ikatan rangkapterkonjugasi yang lebih panjang

sehingga bisa dibaca serapannya pada λ: 535nm.Agar pembentukan

warna lebih sempurna dibiarkan di tempat gelap selama 5 menitkarena

dengan adanya cahaya dapat memutus ikatan konjugasinya

sehinggaikatannya menjadi lebih pendek dan tidak dapat dideteksi

dengan UV.2 menitmerupakan operating time yang ditandai dengan

absorbansi sampel sudah konstan.Reaksi ini ditandai dengan

terbentuknya larutan yang berwana merah muda. Mekanisme reaksi

diazotasi dan pembentukan senyawa konjugasi :

Kemudian dibuat kurva baku dengan konsentrasi 10 μg/ml

– 120 μg/ml. Kurva baku ini digunakan untuk mendapatkan persamaan

kurva baku yang nantinya digunakan untuk menghitung data

recovery. Data recovery diambil dari pembacaan absorbansi pada

konsentrasi 40 μg/mldan 60 μg/ml, masing-masing 2 kali

pembacaan. Persamaan kurva baku yang didapat yaitu y=2,8963x 10-

3x- 0,0398

Kemudian dihitung perolehan kembali atau recovery.Perolehan

kembali merupakan tolok ukur afisiensi analisis. Perolehan

kembali diperoleh dengan membandingkan kadar terukur dengan kadar

yang sesungguhnya dalam satuan persen. Apabila nilai pengukuran

yang diperoleh hampir mendekati nilai yang sesungguhnya, maka metode

tersebut dapat dikatakan akurat. Dari hasil yang diperoleh, data

perolehan kembali pada konsentrasi 39,36μg/ml yaitu 175,16% dan

106,17%. Pada konsentrasi 59,04μg/ml yaitu 134,09% dan 46,76%.

Secara teoritis, suatu metode analisis dikatakan akurat jika

nilai perolehan kembali yang didapat yaitu antara 75-90% atau

lebih.Pada hasil praktikum, didapat nilai perolehan kembali yang

minus dan yang melebihi 90%.Artinya metode analisis ini dikatakan

kurang akurat.Hal ini diperkuat dengan nilai kesalahan acak dan

kesalahan sistemik yang lebih dari 10%. Pada konsentrasi

39,36μg/ml kesalahan sistemiknya yaitu -75,65% dan -6,17%. Pada

konsentrasi 59,04μg/ml kesalahan sistemiknya yaitu 60,78% dan

70,49%. Begitu pula kesalahan acak yang didapatkan ada yang

melebihi 10% ada yang kurang dari 10%. Pada konsentrasi

39,36μg/ml kesalahan acak yang terjadi 34,86%, pada konsentrasi

59,04μg/ml kesalahan acak yang terjadi 68,29%.

Paracetamol (PCT)

Struktur Paracetamol

Paracetamol atau acetaminophen adalah derivat p-aminofenol

yang mempunyai sifat antipiretik-analgesik.Paracetamol utamanya

digunakan untuk menurunkan panas badan yangdisebabkan oleh karena

infeksi atau sebab yang lainnya.Sifat antipiretik yang dimiliki

parasetamol disebabkan oleh gugusaminobenzen dan mekanismenya

diduga berdasarkan efek sentral. Parasetamolmemiliki sebuah

cincin benzena, tersubstitusi oleh satu gugus hidroksil dan

atomnitrogen dari gugus amida pada posisi para (1,4). Senyawa ini

dapat disintesis darisenyawa asal fenol yang dinitrasikan

menggunakan asam sulfat dan natrium nitrat.Pada penggunaan per

oral parasetamol diserap dengan cepatmelalui saluran cerna.Kadar

maksimum dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menitsampai 60 menit

setelah pemberian.

Langkah awal pada analisis obat paracetamol yaitu membuat

larutan stok paracetamol.Pembuatan stok paracetamol menggunakan

aquadest panas sebagai pelarutnya. Hal ini dikarenakan

paracetamol larut dalam air mendidih, sesuai dengan Farmakope

Indonesia ed IV. Kemudian dilakukan pembuatan kurva baku dengan

konsentrasi 0, 100, 200, 300, 400, 500, 600, 700 μg/ml, dengan

masing-masing konsentrasi membutuhkan volume darah 500 µl. Darah

yang telah dimasukkan dalam ependroff sebelumnya ditetesi dengan

heparin terlebih dahulu. Heparin berfungsi sebagai zat

antikoagulan. Mekanisme heparin sebagai zat antikoagulan sama

dengan saat analisis obat sulfametoxazol. Yaitu heparin beraksi

dengan mengikat anti trombin III dan kemudian akan membentuk kompleks

yang memiliki afinitas lebih besar daripada anti trombin III itu

sendiri terhadap beberapa faktor pembekuan darah aktif

(trombin dan faktor X atau faktor stuart power). Heparin juga

dapat meng-inaktivasi faktor VIIIa/AHG dan mencegah terbentuknya

fibrin yang stabil. Oleh karena itu heparin akan

mempercepat terjadinya inaktivasi faktor pembekuan darah.

Kemudian ditambah dengan TCA 20% sebanyak 2,0ml dan dicampur

hingga homogen pada alat vortexing. TCA berfungsi sebagai senyawa yang

dapat menghentikan kerja enzim yang dapat memetabolisme obat

sekaligus akan menyebabkan denaturasi

protein plasma.Kemudian dimasukkan kedalam alat sentrifuge untuk

mengendapkan darah dan didapatkan plasmanya. TCA yang tadi

ditambahkan akan mengikat protein dan mengendapkannya saat

sentrifugasi sehingga keberadaan protein tidak mengganggu

pembacaan absorbansi. Endapan akan terpisah pada bagian bawah

dan pada supernatan terdapat cairan bening yaitu plasma darah.

Kemudian supernatannya diambil 1,5 ml tanpa endapannya dan

dimasukkan ke dalam labu takar 10,0ml. Pengambilan

supernatan tanpa endapannya ini dilakukan dengan tujuan

untuk mengambil obat yang bebas dari protein plasma karena obat

yang terikat pada protein plasma tidak akan aktif secara

farmakologik sehingga tidak memiliki efek terapeutik atau dengan kata

lain akan dapat menyebabkan data hasil pengamatan tidak valid.

Setelah itu ditambahkan HCl 6N sebanyak 0,5ml.Penambahan HCl ini

dimaksudkan untuk memberikan suasana asam dalam pembentukan reaksi

diazotasi.Serta ditambahkan kedalamnya NaNO2 10% sebanyak 1,0ml.

Penambahan HCl dan NaNO2 akan membentuk reaksi diazotasi yang tidak

tahan terhadap suhu kamar. Karena pada suhu kamar garam diazonium akan

dengan mudah terdegradasi menjadi senyawa fenol dan gas nitrogen. Oleh

sebab itu, perlu dilakukan perendaman selama 15 menit ditempat dingin

atau pada suhu <15oC.Cara yang dilakukan untuk memperoleh suhu <15oC

yaitu dengan merendam pada air yang telah ditambahkan es batu

kedalamnya.Tujuan penambahan HCl dan NaNO2 secara bersamaan adalah untuk

mendapatkan HNO2 dengan mudah. Adapun reaksinya yaitu :

Kemudian ditambahkan 1ml asam sulfamat 15% melalui dinding

tabung.Tujuan dari perlakuan ini adalah menghilangkan HNO2 yang

berlebih. Reaksinya sebagai berikut :

Asam sulfamat yang ditambahkan juga akan menghilangkan gas N2 secara

perlahan dengan diberikan getaran ultrasonik pada larutan. Gas N2 hilang

ditandai dengan berkurangnya gelembung gas yang terbentuk. Apabila gas

N2 ini tidak hilang, maka akan mengganggu pengukuran absorbansi.

Kemudian ditambahkan NaOH 10% sebanyak 3,5ml kedalamnya.Hal ini

bertujuan untuk memperpanjang gugus kromofor sehingga warna yang

terbentuk semakin jelas dan dapat terbaca absorbansinya dengan valid.

Langkah selanjutnya yaitu menetapkan panjang gelombang maksimum

dan operating timenya.Operating time adalah waktu yang dibutuhkan untuk

mencapai serapan yang stabil atau konstan dan maksimal.Konsentransi yang

digunakan adalah 100, 300, 500 μg/ml. Setelah diukur abrobansinya

pada daerah resapan 380-580nm, didapatkan panjang gelombang

masksimum 435nm dan operating timenya 6 menit.

Setelah itu dilakukan pembuatan kurva baku paracetamol.

Pembuatan kurva baku paracetamol ini dilakukan dengan membaca

absorbansi larutan paracetamol dari konsentrasi 100-700 μg/ml

pada gelombang maksimum yang telah didapatkan. Dan didapatkan

persamaan kurva baku y=5,2631 x 10 -5 x +0,04063. Persamaan kurvabaku ini selanjutnya digunakan untuk mebghitung perolehan kembali atau

recovery.

Pada konsentrasi 106μg/ml data recovery yang didapat yaitu

1978,349 % dan 1297,218%. Pada konsentrasi 318μg/ml data recovery

yang didapat yaitu 224,26% dan 1149,371%. Dan pada konsentrasi

530μg/ml data recovery yang didapat yaitu 170,71% dan 786,428%.

Berdasar data recovery diatas, metode analisa yang digunakan

untuk analisis paracetamol dinyatakan valid.Suatu metode dikatan

valid jika data perolehan kembali mencapai 75-90% atau lebih. Hal

ini didukung dengan pencapaian kesalahan acak yang didapatkan

yaitu 29,41%; 15,05%; dan 3,98%. Suatu metode dikatakan valid

jika kesalahan acak yang dicapai yaitu <10%.

V II . KESIMPULAN

1. Operating time Paracetamol adalah12 menit.

Operating timesulfametoxazol adalah2 menit

2. Panjang gelombang maksimum parasetamol adalah -

Panjang gelombang maksimum sulfametoxazol adalah 540

nm.

3. Nilai kesalahan sistemik Paracetamol dan

sulfametoxazolberada pada rentang yang jauh, sehingga

dapat dikatakan data tidak valid.

4. Nilai rata-rata kesalahan acak Parasetamol adalah

16,15%.

Nilai rata-rata kesalahan acak sulfametoxazol adalah

51,58%.

5. Dari ketiga parameter tersebut (recovery, kesalahan

sistemik, kesalahan acak) dapat disimpulkan bahwa data

yang diperoleh tidak valid karena tidak memenuhi

kriteria metode penetapan kadar Bratton-Marshall.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1995. Farmakope Indonesia edisi IV.Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007. Farmakologi

dan TerapiEdisi 5. Jakarta: Gaya Baru.

Gandjar, Ibnu Gholib. 2008.Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar 

Goodman dan Gilman. 2003. Dasar Farmakologi TerapiVolume 2.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Mutschler, Ernest. 1991. Dinamika Obat. Bandung: ITB.

Shargel, Leon dan B. C Andrew. 1985. Biofarmasetika dan

Farmakokinetika Terapan. Surabaya: Airlangga University

Press.

Siswandono dan Bambang Soekardjo. 2000. Kimia MedisinalEdisi

2. Surabaya: Airlangga University Press.

Sudjadi. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka

pelajar Yogyakarta.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting.

Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Semarang, 26 September 2013

Praktikan

Mengetahui,

Dosen Pembimbing

Fx. Sulistyanto, S.Si, Apt.

Mira Ramdini

Mira Ramdini

1041111

Mohammad Iqbal F.M

1041111096

Nurizka Febrian N.

1041111112

Noor Anissa

1041111106

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

PERCOBAAN 1

OPTIMASI METODE ANALISA OBAT

Disusun Oleh :

Mira Ramdini 104 1111 095

M. Iqbal Fatah M. 104 1111 096

Nurizka Febrian 104 1111 112

Noor Anisa 104 1111 106

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI

“YAYASAN PHARMASI”

SEMARANG

2013