Post on 18-Jan-2023
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Leukorea
a. Pengertian
Leukorea atau white discharge lebih dikenal dengan
keputihan atau flour albus merupakan keadaan dimana pada alat
genital perempuan mengeluarkan cairan yang bukan merupakan
darah, cairan yang keluar ini sebagai pelindung alami yang
mengurangi gesekan dinding vagina saat melakukan hubungan
seksual atau berjalan 32.
b. Etiologi
Leukorea ada dua jenis yaitu leukorea fisiologis dan leukorea
patologis.
1) Leukorea fisiologis
Leukorea fisiologis merupakan keputihan normal yang
terjadi mendekati masa ovulasi, pada hari ke 10-16 menjelang
menstruasi, karena rangsangan seksual, menjelang atau setelah
menstruasi, ataupun pengaruh hormonal pada saat kehamilan.33
Leukorea fisiologis terjadi akibat hormon estrogen dan
progesteron yang dihasilkan selama ovulasi33. Tanda dan gejala
leukorea fisiologis adalah :
a) Cairan tidak menimbulkan keluhan
b) Tidak berbau
c) Cairan tidak berlebihan
d) Cairan bening (tidak berwarna)
2) Leukorea patologis
Merupakan keputihan yang terjadi karena infeksi vagina
yang meliputi bakteriologis umum hingga yang bersifat spesifik,
infeksi trikomonas vaginalis, candida albicans, tumor jinak atau
perlukaan, keganasan reproduksi yang meliputi keganasan porsio
atau korpus uteri dan vagina, dan leukorea yang sulit sembuh atau
tuba karsinoma yang bersifat khas34. Gejala leukorea patologis
adalah :
a) Bertambah banyaknya sekret vagina
b) Keputihan yang disertai rasa gatal, nyeri dan ruam kulit
c) Saat kencing terasa panas.
d) Berwarna putih keabu-abuan/kuning yang berbau
e) Sekret vagina berwarna putih dan menggumpal.
c. Faktor Penyebab
Beberapa faktor penyebab leukorea antara lain35 :
1) Infeksi oleh parasit dan jamur
Infeksi pada vagina disebabkan oleh beberapa penyebab
antara lain karena bacterial vaginasis, tricomonas, dan
candidiasis. Candida umumnya bersifat normal di selaput
mukosa saluran pernafasan maupun disaluran pencernaan, uretra,
vagina, kulit, dan dibawah jari kuku kaki dan tangan. Candida
menjadi tidak normal ketika terjadi penurunan daya tahan tubuh.
2) Faktor hygiene yang buruk
Hygiene daerah vagina yang jelek akan berakibat
leukorea atau keputihan. Hal ini dikarenakan peningkatan
kelembaban vagina kemudian bakteri patogen penyebab infeksi
mulai menyebar. Keputihan yang patologis banyak dipicu oleh
cara wanita menjaga kebersihan dirinya, terutama alat kelamin.
3) Pemakaian obat-obatan
Konsumsi pil kontrasepsi, obat kortikosteroid, dan
antibiotik dalam waktu yang lama dapat menyebabkan sistem
imunitas dalam tubuh yang akan berpengaruh pada keseimbangan
hormon pada wanita.
4) Keadaan stress
Jika resepto pada otak mengalami stress, maka hormon
dalam tubuh mengalami perubahan keseimbangan dan dapat
menjadi faktor penyebab leukorea. Meningkatnya beban fikiran
memicu peningkatan sekresi hormon adrenalin yang
menyebabkan pembuluh darah terjadi penyempitan dan
mengakibatkan elastisitas pembuluh darah berkurang. Keadaan
ini menyebabkan aliran hormon estrogen ke organ-organ
termasuk vagina terhambat sehingga asam laktat yang dihasilkan
bekurang. Berkurangnya asam laktat menyebabkan keasaman
vagina berkurang sehingga bakteri jamur, dan parasit penyebab
keputihan akan berkembang.
5) Alergi terhadap benda-benda seperti: tampon, alat kontrasepsi,
dan obat yang dimasukkan dengan sengaja ke dalam vagina.
d. Terapi
Mengatasi keputihan tergantung dari faktor penyebabnya.
Pada keputihan fisiologis, cara mengatasinya adalah dengan menjaga
alat genitalia selalu bersih dan kering, serta celana dalam yang
digunakan terbuat dari katun agar menyerap keringat.36 Untuk
keputihan patologis, harus disesuaikan dengan jenis mikroorganisme
penyebabnya. Penyebab infeksi pada keputihan bisa dari satu
organisme maupun beberapa mikroorganisme, penyebab infeksi dari
keputihan bisa saja karena gabungan dari beberapa mikroorganisme37.
Terapi komplementer pada leukorea atau keputihan
diantaranya dapat dengan penekanan titik akupuntur St36, Sp6, dan
Ren3, dan keputihan fisiologis dikalangan remaja putri mengalami
perubahan setelah menggunakan air rebusan daun sirih38, 39. Secara
umum, terapi konvensional untuk penyakit kulit dan kelamin adalah
azitromisin, ampisulbactam, klindamisin, sefiksim, doksisiklin,
flukonazol, flagistatin, hidroksizin, hidrokortisol, itrakonazol,
ketokonazol, klotrimazol, metronidazol, mikonazol, dan nistatin.
Sedangkan obat yang paling banyak digunakan adalah flagistatin,
klindamisin, flukonazol, dan metronidazol37.
2. Penanganan leokore dalam pelayanan kebidanan
Penatalaksanaan leokore yang dapat dilakukan oleh bidan adalah
sebagai berikut :40
a. Memberikan KIE pada pasien yang bisa menyebabkan keputihan
b. Infeksi menular dapat melalui hubungan seks, maka diberikan
penjelasan untuk menjauhi seks pranikah.
c. Dijelaskan pola hidup sehat olah raga, diet seimbang, istirahat
yang cukup, hindari alkohol dan rokok serta jauhi stres.
d. Agar daerah genetalia tetap bersih dan kering diberi penjelasan
bagaimana cara memebersihkannya.
e. Cara yang benar dalam membersihkan daerah genetalia yaitu
dengan arah depan kebelakang
f. Menjelaskan pada pasien untuk tidak sering menggunakan
pencuci vagina
g. Memberikan terapi fluconazole 1 x 150 mg selama 7 hari dan
secara teratur
Adapun asuhan kebidanan pada ibu dengan leukorea
memerlukan tindak lanjut untuk menegakkan diagnosis melalui:
1) Langkah pertama: Pengumpulan data dasar
Melakukan pengkajian melalui proses pengumpulan data
untuk mengevaluasi keadaan pasien secara lengkap seperti riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
pasien. Adapun kritria pengkajian adalah:
a) Data lengkap dan akurat
b) Ada data subyektif: Biodata, keluhan utama, riwayat kesehatan,
latar belakang social merupakan data yang diperoleh dari hasil
anamnesa pasien.
DS :
Keluar cairan yang berlebihan dari vagina yang berbau, dan ada
rasa panas dan gatal, lendir ini bewarna kuning ke abu-abuan.
Penderita merasakan nyeri
c) Data Objektif: data yang diperoleh dari pemerikaan fisik,
psikologis dan pemeriksaan penunjang.
DO :
Pengeluaran cairan vagina banyak dari liang vagina bewarna
kuning keabu-abuan, putih bergumpal dengan jumlah yang
berlebihan.
i. Inspekulo : cairan (+), bewarna putih susu, vulva
eritema(+)
ii. Laboratorium : pemeriksaan pH vagina > 4,5
2) Langkah kedua: Interpretasi data
Mengindetifikasi data secara benar terhadap keluhan pasien atau
diagnosa. Data tersebut diinterpretasikan sehingga ditemukan diagnosa
yang spesifik atau masalah. Adapun kriteria masalah adalah:
Diagnosa yang ditegakkan bidan memenuhi standar nomenklatur
diagnosa kebidanan yang diselesaikan secara mandiri, kolaborasi dan
rujukan.
Diagnosa Kebidanan: Ny. X umur x tahun dengan keputihan akibat
jamur candida albicans
Diagnosa banding : Trikmoniasis, vaginosis bakterialis
Masalah kebidanan : Gangguan rasa cemas tentang keadaannya, nyeri
saat senggama, gangguan rasa nyaman karena
nyeri dan gatal.
3) Langkah ketiga : Perencanaan/Rencana Tindakan
Bidan merencanakan secara menyeluruh asuhan berdasarkan
langkah sebelumnya, adalah:
a) Perencanaan tersebut berdasarkan pertimbangan yang tepat,
meliputi teori terbaru, pengetahuan, perawatan berdasarkan bukti,
serta divalidasikan dengan asumsi mengenai apa yang tidak
diinginkan atau yang diinginkan pasien.
b) Suatu rencana asuhan disetujui oleh pasien dalam pengambilan
keputusan yang akan dilaksanakan.
c) Melibatkan pasien dan keluarga
d) Tindakan yang akan dilakukan aman sesuai kondisi serta kebutuhan
pasien berdasarkan evidence based
Perencanaan asuhan:
i. Jelaskan untuk menghindari seks pranikah.
ii. Berikan KIE tentang pola hidup sehat, dengan olah raga
teratur, diet yang seimbang, istirahat yang cukup hindari
rokok dan alkohol serta hindari stress.
iii. Daerah genitalnya agar tetap bersih dan kering dijelaskan
bagaimana cara membersihkannya
iv. Dijelaskan untuk jangan menggunakan pencuci vagina.
v. Cara membasuh vagina dijelaskan yaitu dengan yaitu dari
arah depan kebelakang
vi. Berikan terapi fluconazole 1 x 150 mg (7 hari) diminum
teratur
4) Langkah ke empat : Pelaksanaan/Implementasi
Merupakan tahap pelaksanaan dari semua yang direncanakan
sebelumnya. Bidan dapat melaksanakan secara mandiri maupun
kolaborasi atau rujukan.
Pelaksanaan asuhan:
a) Menjelaskan pola hidup sehat dengan diet seimbang, istirahat
yang cukup, olah raga yang teratur dan hindari alkohol dan rokok
serta jauhi stres.
b) Menjauhi seks pranikah karena infeksi menular melalui hubungan
seks
c) Memberikan penjelasan bagaimana membersihkan daerah
genetalia agar tetap kering dan bersih.
d) Menjelaskan cara membasuh vagina dari arah depan ke belakang
adalah cara yang benar.
e) Memberikan penjelasan agar pasien tidak sering menggunakan
pencuci vagina.
f) Memberikan terapi fluconazole 1 x 150 mg selama 7 hari dan secara
teratur
5) Langkah ke lima : Evaluasi
Bidan melakukan evaluasi dari perencanaan yang dilakukan.
Evaluasi merupakan bagian dari pelayanan yang komprehensif dan
akan berubah sesuai kebutuhan dan kondisi pasien.
Evaluasi asuhan yang diberikan pada pasien dengan keluhan keputihan:
a) Klien sudah mengerti cara membersihkan daerah genetalianya agar
selalu kering dan bersih.
b) Keputihan dapat diatasi dengan baik dan sembuh.
c) Klien tidak datang kembali
d) Klien melaksanakan anjuran yang diberikan oleh bidan
e) Klien mengerti cara minum obat 1 x 1 secara teratur
Pada tahap evaluasi diharapkan dalam 2 minggu keluhan
berkurang, dan tidak adanya infeksi lanjut dan pasien merasa nyaman
dan tidak cemas, pada kasus gangguan reproduksi dengan
keputihan/leukorea tersebut.
6) Langkah ke enam : Pencatatan
Dalam memberikan asuhan lanjutan, Sebagai catatan
perkembangan, dilakukan asuhan kebidanan SOAP dalam
pendokumentasian pada formulir yang tersedia (rekam medis, KIA,
KMS, status pasien)
3. Candida albicans
a. Taksonomi
Kingdom : Fungi
Plylum : Ascomycota
Subplylum : Saccharomycota
Class : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Family : saccharomycetaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
b. Morfologi
Candida albicans adalah jamur dimorfik yaitu sel tunas dan
kecambah disebabkan dapat tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda.
Pada dasarnya, jamur Candida albicans dilihat dari mikroskopis
tumbuh dalam bentuk sel ragi dan hifa. Sel ragi memiliki diameter 4-
6 µm dengan berkembangbiak secara seksual dan aseksual41.
Candida akan menghasilkan koloni-koloni halus yang berbau
seperti ragi pada suhu kamar 370C. Lapisan permukaan ber-sel tunas
lonjong dan dibawahnya terdiri dari pseudomiselium. Setelah
inkubasi dalam serum selama 90 menit bersuhu 370C, candida akan
membentuk hifa sejati. Dalam mekanisme pertumbuhan candida
albicans hingga terbentuknya koloni yang matang akan memerlukan
waktu ± 24-72 jam42. Candida albicans memiliki dinding sel yang
berguna untuk pelindung dan target dari beberapa antimikotik.
Dinding sel juga berperan sebagai tempat untuk proses penempelan
yang bersifat antigenik. Membran sel dari candida yaitu sel eukariotik
yang memiliki aktivitas enzim seperti khitin sintase, manan sintase,
glukan sintase, protein, dan ATPase43. Candida albicans merupakan
organisme yang memiliki dimorphic organism dua wujud dan bentuk
secara simultan. Pertama yeast-like state (sugar fermenting organism
dan non-invasif). Kedua yaitu fungal from memproduksi root-like
structure seperti akar yang sangat panjang dan bisa memasuki mukosa
(invasif)44.
Gambar 2.1 Candida Albicans.44
c. Patogenesis Infeksi
Patogenesis Candida albicans dipengaruhi oleh genetik,
lingkungan, dan fenotip. Jamur Candida albicans dapat tumbuh di
kulit, membran mukosa oral, saluran pencernaan, saluran kemih, dan
vagina. Infeksi oportunistik disebabkan oleh dua faktor penting yaitu
paparan agent kesempatan dan penyebab terjadinya infeksi. Faktor
penyebab meliputi penurunan imunitas yang diperantarai oleh sel,
adanya benda asing serta perubahan membran mukosa dan kulit.
Candida albicans dapat menyebabkan infeksi dengan faktor virulensi
yang meliputi permukaan molekul yang memungkinkan adheren
organisme pada permukaan sel host, fosfolipase yang terlibat dalam
penetrasi dan kerusakan dinding sel, dan asam proteasi, serta
kemampuan untuk berubah bentuk antara sel yeast dengan sel hifa45.
Infeksi candida albicans dibagi menjadi tiga tahapan yaitu :
1) Adhesi
Kemampuan sel jamur untuk melekat pada sel host yang
dipengaruhi oleh biomolekul adhesi yaitu hypall wall protein 1
(Hwp 1) dan agglutinin-like sequence 3 (Als3). Adhesin
diperlihatkan oleh adhesin (protein khusus) yang mengikat asam
amino dan gula pada permukaan sel. Biomolekul ini
mendominasi perubahan morfologi sel ragi menjadi bentuk hifa.
Dalam penyerangan (invasi) dan kolonisasi ke sel inang, tahap
terpenting adalah kemampuan melekat pada sel inang. Dinding
sel merupakan bagian pertama dari candida albicans yang
berinteraksi dengan sel inang. Perlekatan lapisan dinding sel
dengan sel inang terjadi karena mekanisme kombinasi spesifik
non spesifik yang menyebabkan serangan candida albicans ke
berbagai jenis permukaan jaringan. Interaksi sel candida albicans
dengan sel inang melibatkan fisiko mekanik, fisikokimia, dan
enzimatik materi mikroba serta interaksi mikro yang mengarah
pada kolonisasi dan infeksi seperti perubahan medan magnet pada
permukaan sel yang berinteraksi yang menyebabkan sel-sel saling
melekat46-48.
2) Invasi
Tahap invasi dilalui dengan hifa candida albicans
melakukan penetrasi ke dalam permukaan epitelium terutama
pada cell junction. Invasi ini terjadi di dalam sel host melalui
induksi endositosis dan penetrasi fusi. Induksi endositosis dengan
berbagai molekul akan memicu masuknya jamur ke dalam
jaringan host47.
3) Induksi kerusakan jaringan host
Sel jamur berproliferasi membentuk koloni-koloni
sehingga menyebabkan reaksi inflamasi dan menginduksi
kerusakan jaringan host. Pembentukan biofilm terdiri dari
struktur kompleks sel ragi dan hifa. Biofilm tersebut memiliki
fungsi untuk melindungi mikroba sehingga mikroba yang
membentuk biofilm biasanya memiliki resistensi terhadap
antimikroba biasa maupun menghindar dari sistem kekebalan sel
inang. Pembentukan biofilm candida albicans diawali dengan
perleketan sel candida albicans pada sel inang berlangsung (0-2
jam). Kemudian diikuti dengan pembentukan mikrokoloni dan
germinasi (2-4 jam), yang kemudian dilanjutkan pembentukan
hifa (4-6 jam). Selanjutnya benang hifa membentuk monolayer
(6-7 jam) dan akan berproliferasi ( 8-24 jam) serta kemudian
mengalami maturase (24-48 jam)37,39.
Sel epitel merupakan pertahanan awal ketika melawan
candida albicans. Morfologi jamur candida albicans berubah
menjadi hifa menginduksi sel neurtofil untuk melakukan
fagositosis. Sel dendritic mendeteksi adanya mannan dan glukan
pembentuk dinding sel jamur sehingga mengaktivasi sel T helper
yaitu Thl, Th2, dan Th17. Sel Th17 mensintesis IL-17A dan IL-
17F untuk menginduksi lebih banyak sel neutrofil37,39.
d. Metode Pemeriksaan Kultur Candida albicans
Candida albicans ini diisolasi tumbuh pada media agar selama
tiga hari dengan suhu yang baik yaitu 25-30ºC dan juga 35-37ºC
dengan bentuk koloni pasta yang lembut. Bahan klinis yang dipakai
untuk pemeriksaan berupa sekret vagina. Bahan klinis yang akan
diperiksa harus ditempatkan di wadah yang steril dan diambil dengan
cara steril. Diagnosis laboratorium dilaksanakan dengan pemeriksaan
langsung, metode kultur, biomolekuler dan serologi44.
Metode kultur yang digunakan untuk pembiakan candida
albicans adalah Sabouraund Dextrose Agar (SDA). Pembiakan dapat
dilakukan dengan antibiotik maupun tidak. Pemeriksaan diawali
dengan mengambil sampel sekret cairan dari vagina, kemudian
diperiksa menggunakan Sabouraund Dextrose Broth (SDB), setelah
itu menggunakan SDA plate. Pembuatan agar dilakukan dalam tabung
atau plate dengan masa inkubasi 24-48 jam dengan paparan suhu
37ºC. Setelah 72 jam akan terlihat koloni candida albicans seperti
kepala jarum pentul, koloni tampak jelas setelah 48 jam berikutnya.
Koloni ini berwarna putih kekuningan, timbul diatas permukaan
media, halus, licin, agak keriput, berbau khas. Candida dimurnikan
dengan mengambil koloni yang terpisah, kemudian pada media baru
ditanam seujung jarum biakan untuk selanjutnya diidentifikasi.
Pertumbuhan pada agar plate terlihat candida yang menunjukkan
kumpulan mikroorganisme yang terlihat seperti putih telur yang
dikocok, berbau khas dan licin44.
Gambar 2.2 Pertumbuhan Candida Albicans pada SDA
e. Uji Aktifitas Antijamur
Uji aktivitas antijamur, dapat dilakukan dengan dua metode,
yaitu: 41, 49
1) Metode Dilusi Padat atau Cair
Suatu metode untuk menentukan konsentrasi hambat dan
konsentrasi bunuh minimum dari suatu obat atau bahan uji
terhadap biakan mikroba, cara ini dilakukan dengan
mencampurkan sejumlah antimikroba pada biakan mikroba yang
padat maupun cair, kemudian diberi bakteri yang diperlukan
untuk pemeriksaan.
2) Metode Difusi
a) Metode Cakram Kertas (Cara Kirby Bauer)
Untuk menampung zat bakteri pada metode ini
dengan menggunakan kertas cakram saring. Kertas cakram
saring diletakkan dilempeng agar yang telah diinokolusi
dengan bakteri uji pada waktu dan suhu tertentu yaitu 37˚C
selama 18-24 jam. Inkubasi dilakukan sesuai dengan
ketentuan metode kultur. Cakram ini tidak beralas obat dalam
jumlah tertentu. Setelah diinkubasi, garis tengah daerah
hambatan jernih yang mengelilingi obat dianggap sebagai
ukuran kekuatan daya hambat obat terhadap mikroorganisme
yang diperiksa. Pada metode difusi, penentuan aktifitas
didasarkan pada kemampuan difusi zat antibakteri dalam
lempeng agar yang telah diinokolusi dengan bakteri uji. Ada
dua cara Kirby bauer yang dapat membentuk zona hambat,
yaitu sebagai berikut:
i. Zona radikal adalah suatu daerah disekitar disk sama
sekali tidak ditemukan pertumbuhan bakteri. kemampuan
antibakteri dapat diukur dengan menggunakan zona
radikal.
ii. Zona irradikal adalah pertumbuhan bakteri dihambat oleh
disk antibakteri namun tidak mematikan pada daerah
sekitar disk.
b) Metode Sumuran
Metode sumuran disebut juga sebagai metode lubang
dengan mengukur zona hambat menggunakan lempeng agar
yang telah diinokulasi dengan bakteri yang diuji serta dibuat
di suatu sumuran yang kemudian diisi dengan antibakteri.
Inkubasi dilakukan selama satu hari pada suhu 37ºC dalam
waktu 18-24 jam kemudian dilakukan pengamatan dengan
melihat cara zona hambat di sekeliling sumuran/lubang.
Kemampuan aktifitas antibakteri yang besar dapat dilihat
dari besarnya zona hambat yang terbentuk. Klasifikasi daya
hambat pertumbuhan bakteri terdapat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Daya Hambat Pertumbuhan
Bakteri
Daya Hambat Pertumbuhan Diameter Zona Terang
Kuat >20 mm
Sedang 16-20 mm
Lemah 10-15 mm
Tidak ada <10 mm
Menurut table 2.2 tentang klasifikasi daya hambat
pertumbuhan bakteri yaitu daya hambat dikatakan efektif
apabila memiliki diameter zona terang 16-20 mm dengan
respon atau klasifikasi daya hambat sedang dan selanjutnya
sampai dengan daya hambat kuat. Sedangkan pada diameter
10-15 mm dan < 10 mm tidak efektif karena memiliki daya
hambat lemah atau sangat kecil pada diameter 10-15 mm dan
tidak memiliki daya hambat pada diameter <10 mm.
c) Metode Parit
Metode ini hampir sama dengan metode sumuran
dengan perbedaan bakteri dibuat di parit. Parit akan diisi
dengan antibakteri, diinkubasi, dan diamaati ada atau
tidaknya zona hambat di sekitar parit, interpretasi sama
dengan cara kirby bauer.
4. Daun Petai Cina (Leunaena leucocephala) sebagai bahan alternatif dalam
mengatasi keputihan
Tumbuhan petai cina merupakan tanaman asli Indonesia yang
selama bertahun-tahun digunakan untuk pengobatan tradisional.
Pemanfaatan daun petai cina dapat dengan dikunyah ataupun diremas50.
Tumbuhan ini merupakan tumbuhan multiguna karena dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan manusia dan hewan pada seluruh bagian dari tanaman.
Tumbuhan ini memiliki kemampuan pertumbuhan yang cepat pada tingkat
kesuburan tanah dan berbagai iklim51. Tumbuhan petai cina memiliki
nama lain di berbagai tempat yaitu Petai cina hibrida atau Petai cina gung
(Indonesia), Peuteuy selong, Pete selong (Melayu), Palanding (Sunda),
Kemlandingan, kalandingan (Madura), Petai cina, Metir (Jawa), Wild
Tamarin (Inggris), dan Yin he huan (China)52.
a. Taksonomi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridiplantae
Infrakingdom : Streptophyta
Divisi : Tracheophyta
Subdivisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Family : Fabaceae
Genus : Leucaena
Spesies : Leunaena leucocephala (Lam.)52
b. Morfologi
Tanaman atau tumbuhan petai cina merupakan tumbuhan
perdu atau pohon dengan tinggi 2-10 meter. Dengan ujung berambut
rapat dan daun menyirip rangkap lalu memiliki ranting bulat silindris.
Tangkai dengan kelenjar di bawah pasangan sirip terbawah. Sirip rata-
rata 3-10 pasang, memiliki anak daun berbentuk runcing dengan
pangkal yang tidak sama pada sisinya dan tiap sirip 5-10 pasang, sisi
bawah berwarna hijau dan berumbai. Bunga berbilangan lima dengan
bonggol mempunyai tangkai panjang. Tangkai kelopak berbentuk
lonceng dengan gigi tinggi dan pendek kelopak ± 3 mm. Mahkota
daun lepas dengan panjang kelopak 5 mm. Jumlah benang sari 10
dengan panjang kelopak 1 cm. Polongan berada di atas bekas mahkota
yang bertangkai pendek, berbentuk pita, pipih, dan tipis dengan
ukuran 10-18 kali kelopak yang berada di biji-biji dengan sekat53.
Gambar 2.3 Morfologi Tumbuhan Petai cina
c. Kandungan Senyawa Kimia dan Fungsinya
Daun Petai Cina memiliki beberapa senyawa aktif yang dapat
berfungsi mengobati berbagai macam masalah kesehatan,
diantaranya:
1) Tanin
Tanin merupakan senyawa organik yang tersebar pada
banyak tanaman dan merupakan salah satu kelompok senyawa
poliner fenolat yang memiliki BM 100-20.000 serta larut dalam
air dengan berat molekul 5000-3000 gr/mol yang terbagi dalam
dua kelas yaitu condensed tannin dan hidrolisable tannin. Tanin
atau sam tanat rata-rata mengandung 10% air. Tanin memiliki
struktur tidak sama dan kompleks. Dalam tanin senyawa polifenol
dapat menghambat oksidasi. Senyawa turunan fenol adalah
polifenol yang memiliki aktivitas antioksidan. Tanin memiliki
sifat larut dalam alkohol yang mengandung fenol dan memiliki
gugus OH54-56. Monomer dari tanin adalah asalam galat. Tanin
memiliki sifat dapat larut larut dalam air, aseton,dioksan, dan
alkohol serta sedikit larut dalam etil asetat, namun tidak larut
dalam pelarut nonpolar seperti klorofor, eter dan benzen57.
2) Fenol
Senyawa fenol merupakan senyawa yang memiliki gugus
hidroksil yang berikatan dengan cincin aromatik. Struktur kimia
fenol terdistribusi luas dalam tumbuhan dan metabolit sekunder
paling berlimpah dalam tumbuh-tumbuhan. Pada tumbuhan,
fenol digunakan untuk pertahanan terhadap radiasi ultraviolet
atau serangan dari patogen, parasit, dan predator. Fenol berfungsi
bagi kesehatan manusia seperti mengurangi risiko kanker,
penyakit hati, dan diabetes. Pelepasan histamin sebagai
antibakteri, antiviral, antiinflamasi, dan antialergi. Fenol
merupakan senyawa toksik yang mengakibatkan struktur dimensi
protein menjadi terbuka dan terganggu. Fenol dan golongannya
memiliki daya antibakteri dengan menurunkan tegangan
permukaan sel dan denaturasi protein. Dengan adanya fenol,
aktivitas biologis rusak sehingga tidak dapat menjalankan fungsi
dengan baik54, 58.
3) Flavonoid
Flavon dan Fenil atau flavonoids merupakan golongan
senyawa yang memiliki struktur kerangka dasar C6-C3-C6.
Setiap bagian C6 merupakan cincin benzona yang digunakan
dengan atom C3. Flavonoid terdapat pada tumbuhan dan produk
terkait propolis dan madu. Pada bagian daun, flavonoid berguna
sebagai fungsi fisiologis tumbuhan, yaitu menjaga dari jamur dan
radiasi. Flavonoid berguna dalam fotosintesis, transfer energi,
kinerja growth hormon, mengontrol respirasi, dan morfogenesis.
Flavonoids terbagi menjadi 14 kelas yang dibedakan dengan
bentuk dasarnya, seperti flavones, isoflavones, dan flavonols.
Potensi flavonoid diduga sebagai pengobatan infeksi dan bakteri,
toksis, dan diuretik. Flavonoids merupakan golongan terbesar
dari fenol yang dapat mendenaturasi protein dan berfungsi
sebagai gen antibakteri dan antijamur55, 59.
Flavonoids dapat menyebabkan kerusakan membran
sitoplasma dengan mengurangi fluiditas dari membran,
menyebabkan kebocoran, dan menghasilkan hidrogen peroksida.
Sistem kerja flavonoid dalam menghambat sintesis asam nukleat
adalah dengan menghambat topoisomerase. Mekanisme
antibakteri dihambat dengan menghambat sintesis ATP.
Flavonoids efektif dalam menghambat proses pertumbuhan
candida albicans dengan merusak dinding sel jamur. Kompleks
flavonoids dengan dinding sel jamur dapat menyebabkan
kerusakan ikatan hidrogen dalam protein dinding sel59.
4) Alkaloid
Merupakan senyawa nitrogen basa yang ada pada
tumbuhan. Alkaloid adalah senyawa dasar fisiologis aktif yang
berasal dari tumbuhan dimana terdapat satu atom nitrogen dalam
struktur sikliknya. Alkaloid bebas dalam pelarut organik seperti
kloroform, pelarut relatif nonpolar, pelarut bercampur, dan
alkohol rendah. Alkaloid jarang larut dalam air. Alkaloid
merupakan kelompok produk alami yang memiliki dampak yang
besar sepanjang sejarah dalam hal ekonomi, kesehatan, politik,
dan sosial masyarakat. Alkaloid dimanfaatkan untuk obat-obatan,
stimultan, narkotika, dan racun. Alkaloid juga memiliki efek
mikrobiosidal dan efek anti diare60.
5) Saponin
Saponin adalah glokosida alami yang bersifat aktif dan
amfifilik, mempunyai berat dan struktur molekul yang terdiri dari
triterpen atau aglikon steroid yang disebut dengan gikon dan
sapogenin mengandung satu atau lebih rantai gula. Saponin
merupakan senyawa larut dalam air. Sifat lain dari saponin adalah
dapat menghemolisis darah, beracun untuk binatang berdarah
dingin, tahan pada panas, dan dapat merangsang selaput mukosa.
Berbagai penelitian menyebutkan saponin memiliki aktivitas
hipokolesterolemia, antimikroba, anti inflamasi, kardiovaskuler,
dan antikarsinogenik. Penelitian menyebutkan saponin memiliki
aktivitas antimikroba pada tiga patogen yaitu S. Aureus, E. coli,
dan C. albicans61.
Kandungan senyawa kimia dan fungsi dari tumbuhan
daun petai cina terdapat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.2 Kandungan Senyawa Daun Petai Cina
Senyawa
Kimia
Fungsi
Lupeol Antibakteri pada bakteri Stapylococcus aureus62
Fenol Menghambat Aktifitas jamur dengan cara dinding
sel yang sudah terbentuk dilisiskan dan
menghamabat proses pembentukan dinding sel
jamur63.
Alkaloid
Menghambat bakteri dengan mekanisme
mengganggu dinding sel dan komponen
peptidoglikan pada sel bakteri yang tidak terbentuk
utuh yang dapat mengakibatkan kematian sel
terjadi64. Antifungi yang meghambat ploriferasi
respirasi pada sel serta pembentukan protein yang
dapat mengakibatkan kematian jamur.65
Saponin Pembentukan kolagen, merangsang pembentukan
sel epitel baru serta mendukung proses epitelisasi,
merangsang angiogenesis64, 66. Turunnya tegangan
permukaan sehingga mengganggu Candida
albicans/ pertumbuhan jamur terhambat63.
Tanin
(polifenol)
Mengikat dan mengendapkan protein, merangsang
angiogenesis64, 66. Pengerutan dinding sel jamur,
sehingga akibatnya kematian sel jamur dapat
terjadi pada penggunaan dosis tertentu.67
Flavonoid Menghambat atau membunuh pertumbuhan
mikroorganisme pada jaringan hidup, mengurangi
inflamasi dengan menghambat siklooksigenase dan
lipooksigenase, antiinflamasi64, 66, 68. Menghambat
metabolisme energi sel jamur dan menghambat
fungsi membran sitoplasma63.
Manfaat lain dari tumbuhan petai cina yaitu diuretik, obat cacing,
luka bakar, patah tulang, abses paru, bisul, bengkak (oedem), radang
ginjal, dan kencing manis51, 52.
Dari hasil penetapan kadar senyawa pada daun petei cina
(Leunaena leucocephala ) komposisi kualitatif senyawa aktif pada serbuk
dan ektrak etanol daun petai cina (Leunaena leucocephala ) positif
mengandung senyawa saponin, tanin, flavonoid dan steroid/triterpenoid,
sedangkan komposisi kuantitatif senyawa aktif fenol (%) 8,37 ±0,95,
flavonoid (%) 10,99±1,77, triterpenoid (%) 7,72±0,17.69 Sedangkan kadar
lektin 7,92%, saponin 6,74%, alkaloid 11,2% serta tannin 13,34%.70
5. Resistensi Antifungi
Terapi leukorea tergantung penyebab infeksi seperti bakteri, jamur,
ataupun parasit. Obat-obatan yang paling banyak digunakan adalah
flagistatin, klindamisin, flukonazol, dan metronidazol37. Dalam
perkembangannya, terjadi kekebalan atau resistensi terhadap obat
antifungi atau antijamur. Hal ini dikarenakan penggunaan yang tidak
sesuai resep dengan jangka waktu yang lama.
Mekanisme kekebalan atau antijamur candida albicans yaitu71-73 :
a. Perubahan enzim
Mekanisme obat antijamur resistensi terkait perubahan enzim
yaitu dengan pengikatan enzim C14α-demetilase yang mengubah
lanesterol menjadi ergosterol. Pengikatan enzim akan menyebabkan
gagalnya pembentukan ergosterol. Pada candida albicans, enzim ini
mengalami perubahan dengan disebabkan oleh mutasi gen Erg11.
b. Peningkatan regulasi enzim
Pada candida albicans, peningkatan enzim Erg11
menyebabkan sekresi enzim C14α-demetilase berlebihan yang
mengakibatkan ketidakmampuan antifungi melakukan pengikatan
pada enzim tersebut.
c. Penurunan konsentrasi obat
Efek toksis antijamur terhadap sel jamur dapat timbul jika
obat dengan konsentrasi tertentu ada didalam sitoplasma sel.
Konsentrasi obat yang turun dapat terjadi karena adanya pompa
efluks. Pompa ini salah satu transporter yang dapat menyebabkan
pengeluaran kembali obat dari dalam sel jamur ke lingkungan luar.
Gen Cdr 1, Cdr2, dan Mdr2 merupakan gen pengkode pompa efluks
yang diekspresikan berlebihan pada spesies candida albicans.
d. Pengembangan jalur bypass
Efek pemberian obat terutama golongan azol dalam waktu
yang lama dan konsisten mengakibatkan berkurangnya konsentrasi
ergosterol dan memicu perubahan 14α-metilfekosterol menjadi 14α-
metil3,6-diol yaitu senyawa toksis yang dapat menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan sel jamur. Spesies candida albicans
resisten terdapat adanya mutase gen Erg3 yang mencegah terjadinya
perubahan senyawa. Tanpa adanya senyawa toksis 14α-metil-3,6-diol
petumbuhan jamur akan terus berlanjut.
6. Mekanisme Daun Petai Cina dalam Mengobati Leukorea
Pemanfaatan daun petai cina (Leucaena leucocephala) diyakini dapat
menjadi alternatif penyembuhan keputihan karena kandungan senyawa
pada daun petai cina (Leucaena leucocephala) berupa tanin, saponin,
flavonoid, quinon, terpenoid, phenol, coumanin, protein, phytosteroid,
resin, minyak, dan lemak yang berfungsi sebagai antifungi. Mekanisme
antifungi pada daun petai cina (Leucaena leucocephala) sama dengan
mekanisme kerja flukanazol yaitu menghambat biosintesis ergosterol dan
mengganggu integritas membran sehingga mengganggu rantai infeksi
candida dan menghambat pertumbuhan candida albicans.
Tahapan infeksi candida albicans terbagi menjadi tiga tahap yaitu
adhesi, invasi, dan induksi kerusakan jaringan. Fenol dan Flavonoid dapat
mencegah berkembangnya bakteri Candida albicans pada tahap adhesi,
sedangkan alkaloid, saponin, dan tanin mencegah pada tahap induksi
kerusakan jaringan. Fenol menghambat aktivitas jamur dengan cara
dinding sel yang sudah terbentuk dilisiskan dan dihambat pada proses
pembentukan dinding sel jamur. Flavonoid dapat menghambat atau
membunuh pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan hidup,
mengurangi inflamasi dengan menghambat siklooksigenase dan
lipooksigenase, anti inflamasi, serta menghambat metabolisme energi sel
jamur dan fungsi membran sitoplasma63, 66, 68.
Pada tahap induksi kerusakan jaringan, alkaloid menghambat
mekanisme dinding sel dan komponen peptidoglikan pada sel bakteri yang
tidak terbentuk utuh sehingga dapat menyebabkan kematian sel. Kematian
jamur dapat terjadi apabila antifungi menghambat proliferasi respirasi
pada sel serta pembentukan protein. Sementara itu, turunnya tegangan
permukaan dapat mengganggu pertumbuhan jamur dengan pembentukan
kolagen, perangsangan pembentukan sel epitel baru, epitelisasi, dan
merangsang angiogenesis oleh saponin. Tanin mengikat dan
mengendapkan protein serta merangsang angiogenesis yang menyebabkan
pengerutan dinding sel jamur yang mengakibatkan kematian jaringan63, 68.
7. Ekstraksi
Memisahan zat dari campurannya dengan cara pembagian seluruh
zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur dengan
mengambil zat terlarut tersebut dari sebuah pelarut ke pelarut yang lain
adalah proses ekstraksi. Metode ektraksi ditentukan oleh senyawa-
senyawa yang akan diisolasi dan tekstur kandungan air bahan-bahan yang
akan diekstrak. Pemisahan ini mengalami beberapa tahapan yaitu
pembuatan menjadi serbuk, pembasahan, penyaringan, dan pemekatan.
Faktor yang mempengaruhi yaitu jenis pelarut yang digunakan, lama
ekstraksi, dan suhu.74
8. Ruang Lingkup Kesehatan Ibu dan Anak
a. Pengertian
Upaya kesehatan ibu dan anak adalah upaya yang menyangkut
pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, bersalin, menyusui, bayi dan
balita serta anak pra sekolah. 75
b. Tujuan Program75
1) Meningkatkan upaya pembinaan kesehatan balita dan anak
prasekolah secara mandiri di lingkungan keluarga.
2) Meningkatkan kemampuan ibu dalam mengatasi kesehatan diri
dan keluarga melalui teknologi tepat guna dalam upaya
pemeliharaan kesehatan.
3) Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak dan
balita, ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, dan ibu menyusui
a. Indikator KIA75
1) Pelayanan antenatal
2) Pertolongan persalinan
3) Deteksi dini ibu hamil beresiko
9. Potensi Herbal dalam Pelayanan Kesehatan
Obat herbal atau obat tradisional memiliki kedudukan yang khusus
yaitu sebagai warisan budaya yang telah turun temurun ada di bidang
kesehatan. Pengobatan tradisional banyak digunakan masyarakat sebagai
alternatif penyembuhan karena banyak manfaat dan khasiatnya.
Pemerintah secara resmi telah melegalkan mengenai obat herbal atau obat
tradisional dalam UU RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 1 butir
16 yaitu pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan atau
perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan
keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggung
jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat76, 77.
Dewasa ini banyak sekali potensi herbal yang telah diakui oleh
para pakar medis di dunia kebidanan, antara lain :
a. Jinten hitam efektif untuk memperlancar produksi ASI78
b. Jinten hitam efektif untuk mengobati vaginitis79
c. Daun sambung nyawa dapat menurunkan kolesterol80
d. Labu siam untuk menurunkan tekanan darah81
e. Buah naga untuk pencegahan anemia82
B. Kerangka Teori
Keputihan salah satunya disebabkan karena infeksi jamur yaitu
candida albicans. Tahapan infeksi candida albicans terbagi menjadi tiga tahap
yaitu adhesi, invasi, dan induksi kerusakan jaringan. Terapi keputihan karena
infeksi candida albicans yaitu dengan diberikan Flukanazol. Mekanisme kerja
dari flukanazol yaitu sebagai fungistatik yang berperan dalam menghambat
biosintesis ergosterol dan mengganggu integritas membran pada tahap adhesi.
Pemanfaatan daun petai cina (Leucaena leucocephala) diyakini dapat menjadi
alternatif penyembuhan keputihan karena kandungan senyawa pada daun petai
cina (Leucaena leucocephala) berupa tanin, saponin, flavonoid, quinon,
terpenoid, phenol, coumanin, protein, phytosteroid, resin, minyak, dan lemak
yang berfungsi sebagai antifungi. Mekanisme antifungi pada daun petai cina
(Leucaena leucocephala) sama dengan mekanisme kerja flukanazol yaitu
menghambat biosintesis ergosterol dan mengganggu integritas membran
sehingga mengganggu rantai infeksi candida dan menghambat pertumbuhan
candida albicans. Hubungan daun petai cina (Leucaena leucocephala) dengan
pertumbuhan candida albicans dapat digambarkan pada bagan 2.1
Faktor terjadi keputihan
- Infeksi - Hygiene jelek
- Obat-obatan
- Stress
Leukorea
keputihan gatal
Warna kuning
Putih menggumpal
Cairan berlebihan
,nyeri
Candida Albicans Menghambat
pertumbuhan jamur
Cairan tidak berbau
Cairan bening
Cairan tdk berlebihan
Keluhan (-)
Metabolisme senyawa
terganggu
Sel jamur melekat pada sel
inang (adhesi)
Endositosis & penetrasi
permukaan epitelium
Jamur masuk ke dalam host
Proliferasi jaringan host
Reaksi inflamasi
Germinasi & pembentukan
mikrokoloni, hifa
Maturasi neutrofil
Leukorea Pathologis
Upaya pengobatan leukorea
Bagan 2.1 Kerangka Teori28,29,36-
39,47,49,58
Leukorea Fisilogis
Konvensional komplementer
Ergosterol
gagal terbentuk
Integritas sel
jamur
terganggu
Menghambat
lanosterol 14α-
demetilase
flukonazole Ekstrak daun petai
cina
Mengganggu
integritas sel
jamur
Menghambat
proliferasi
protein, respirasi
Menghambat
fungsi membrane
sitoplasma&meta
bolisme energy
sel
Melisisikan
dinding sel yang
terbentuk
Pengerutan
dinding sel tannin
saponin
alkaloid
flavonoid
fenol Struktur & fungsi
membran jamur
rusak