Post on 10-Mar-2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia dalam kehidupan sehari - hari selalu
terlibat dengan kegiatan - kegiatannya apakah itu
bekerja ataupun bergerak kesemuanya memerlukan tenaga.
Kita harus mengetahui bagaimana mangatur kegiatan,
sedemikian rupa sehingga posisi tubuh saat bekerja atau
bergerak tersebut ada dalam keadaan nyaman tanpa
mempengaruhi hasil kerjanya.
Tubuh manusia bisa dianggap sebagai suatu mesin,
dimana untuk melaksanakan kegiatannya dibatasi oleh
serangkaian hokum - hukum alam. Kemampuan manusia untuk
melaksanakan macam - macam kegiatannya tergantung pada
struktur fisik dari tubuhnya yang terdiri dari struktur
tulang, otot - otot rangka, sistem syaraf, dan proses
metabolisme yang berfungsi untuk melindungi dan
melaksanakan kegiatan - kegiatan fisik.
Berbagai dorongan dapat menyebabkan manusia bekerja
mulai dari yang bersifat dasar yaitu yang merupakan
prasyarat bagi dilakukannya kegiatan – kegiatan yang
dicapainya kebutuhan lain, sampai pada kebutuhan –
kebutuhan tingkat tinggi yang baru diusahakan
pemenuhannya setelah tingkat yang lebih rendah
dirasakan telah dengan baik dimiliki.Setelah seseorang
berada dalam dunia pekerjaan, terdapat berbagai faktor
yang mempengaruhi jalannya pekerjaan.
Secara garis besar terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi hasil kerja (performansi) manusia dan
dapat dibagi atas dua kelompok, yaitu :
1. Faktor - faktor individual, meliputi : sikap, sifat,
system nilai, karakteristik fisik, minat, motivasi,
usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman, dan
lain – lain.
2. Factor – factor situasional, meliputi : lingkungan
fisik, mesin dan peralatan, metode kerja, dan lain –
lain.
Dalam laporan ini kami akan membahas tentang
bagaimana pengaruh lingkungan dan factor – factor
penyebabnya yang mempengaruhi performansi kerja
seseorang. Dalam penerapan analisa varians yang kami
gunakan diharapkan dapat mengetahui sampai sejauh mana
pengaruh lingkungan kerja tersebut.
Dalam praktikum biomekanika diharapkan mahasiswa
mampu menganalisa adanya faktor-faktor fisiologis dan
lingkungan yang mempengaruhi performasi kerja seseorang
dalam aktivitas kerja.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas pada pratikum
biomekanika ini, adalah :
“ Bagaimana konsumsi energi yang optimum dalam melakukan suatu
aktivitas kerja? ”.
1.3. Tujuan PraktikumBatasan masalah dalam Pratikum Biomekanika, yaitu :
1. Menentukan konsumsi energi manusia dari perbedaan
kecepatan dan sudut kemiringan tangga/
2. Menentukan konsumsi energi manusia dari perbedaan
berat pengayuh.
3. Menentukan batasan gaya angkat manusia dari
perbedaan beban tarik ricken antique indicator.
4. Menentukan kondisi optimum dalam melakukan
aktivitas kerja.
1.4. Batasan MasalahBatasan masalah dalam pratikum biomekanika ,
yaitu :
1. Pengolahan data menggunakan Analysis Of Variance ( ANOVA )
untuk sepeda statis, tangga sudut dan beban tarik.
2. Perhitungan konsumsi energi hanya untuk percobaan
sepeda statis dan tangga sudut.
3. Perhitungan batasan gaya angkat hanya untuk
percobaan beban tarik.
1.5. Asumsi-asumsiDalam praktikum biomekanika ini kita menggunakan
asumsi-asumsi sebagai berikut :
1. Kondisi operator dalam keadaan sehat dan stabil
2. Alat ukur dalam keadaan optimal ( bekerja dengan
baik )
3. Penerapan metode yang benar dalam pelaksanaan
praktikum.
4. Tidak terjadi kesalahan dalam penulisan data.
1.6. Sistematika PenulisanSistematika dalam laporan ini meliputi:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang : Latar Belakang,
Batasan Masalah, Asumsi
– asumsi, Tujuan Praktikum, Sistematika
Penulisan Laporan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini ini berisi tentang : Dasar
Biomekanika, factor Psikologi, Konsumsi energi,
Proses terjadinya kelelahan, Hasil kerja
manusia dan proses pengendaliannya, mengukur
aktifitas kerja manusia, Fatique, beberapa segi
mengenai factor – factor diri dan fisik
pekerjaan, Analisa Varians ( uji factorial ),
menguji Homogenitas Varians Populasi ( Uji
Bartlett).
BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Pada Bab III ini berisi tentang : Tabel
pengukuran volume O2 ( cm3), dengan spirotest
( sepeda statis ), table pengukuran denyut
jantung (kali) dengan pulsemeter ( tangga sudut
), table pengukuran beban tarik ( kg ) dengan
pulsemeter.
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
Pada Bab IV ini berisi tentang : Data
pengukuran volume O2, denyut jantung, beban
tarik. Pengolahan data dengan uji factorial,
analisa hipotesis dan konsumsi energi.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada Bab IV ini berisi tentang : Penutup dari
Biomekanika.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Biomekanika mempelajari manusia dari segi kemampuan
seperti: kekuatan, daya tahan, kecepatan dan
ketelitian. Contoh sederhana adalah hubungan antara
manusia dengan pekerja dengan mesin serta peralatan –
peralatannya dan lingkungan kerja dapat dilihat sebagai
hubungan yang unik karena interaksi antara hal- hal
diatas yang membentuk suatu system kerja tidak
terlampau sederhana bahkan melibatkan sebagai disiplin
ilmu.
Adapun Biomekanika dan anthropometri berperan
khusus dalam mempengaruhi lingkungan pekerjaan, dan
tentunya lingkungan pekerjaan tersebut dapat
mempengaruhi hasil kerja manusia. Secara garis besar
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil kerja
( performansi ) manusia. Kedua faktor tersebut dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
1. Faktor – faktor diri ( individual ) seperti : sikap,
sifat, sistem nilai, karakteristik fisik, minat,
motivasi, usia, jenis kelamin, pendidikan,
pengalaman, dan lain – lain.
2. Faktor – faktor situasional seperti : lingkungan
fisik, mesin dan peralatan, metode kerja, dan lain –
lain.
Jika seseorang bekerja sangat banyak faktor –
faktor yang terlibat dan mempengaruhi keberhasilan
kerja. Secara garis besar faktor – faktor tersebut
termasuk kedalam dua kelompok yaitu kelompok faktor –
faktor diri (individual) dan faktor – faktor situasional.
Sesuai dengan namanya, kelompok pertama terdiri
dari faktor – faktor yang datang dari diri si pekerja
itu sendiri dan seringkali sudah ada sebelum si pekerja
yang bersangkutan datang di pekerjaannya.
Kecuali hal – hal seperti pendidikan dan pengalaman
semuanya adalah faktor – faktor yang tidak mudah bahkan
tidak dapat merubah. Artinya, faktor – faktor yang
sudah tetap ini adalah hal – hal yang sudah ada (given)
dan harus diterima seadanya.
Faktor – faktor fisik terdiri dari mesin, peralatan
kerja, bahan, lingkungan fisik, metode kerja dan lain –
lain. Sedangkan faktor sosial dan keorganisasiaan
terdiri dari karakteristik perusahaan, pendidikan dan
latihan, pengawasan, perupahan, lingkungan sosial, dan
lain – lain.
Besarnya pengaruh faktor – faktor ini semua
terhadap keberhasilan kerja tidaklah sekedar hasil
jumlah atau rata – rata dari pengaruh setiap faktor
tetapi merupakan interaksi faktor – faktor tersebut,
kadang – kadang dalam cara yang rumit. Hasil interaksi
keseluruhan inilah secara kesatuan memberikan pengaruh
kepada keberhasilan kerja.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan
berbagai macam aktifitas-aktifitas yang banyak
mempengaruhi kondisi tubuh mereka baik fisik maupun
psikologis . Secara garis besar kegiatan-kegiatan kerja
manusia dapat digolongkan menjadi kerja fisik (otot)
dan kerja mental (otak). Pemisahan ini dapat dilakukan
dengan sempurna, karena terdapat hubungan yang erat
antara yang satu dengan yang lainnya .
Apabila dilihat dari energi dibanding dengan kerja
fisik. Kerja fisik mengakibatkan pengeluaran energi
yang berhubungan erat dengan konsumsi energi. Konsumsi
enrgi pada waktu kerja biasanya ditentukan dengan cara
tidak langsung, yaitu dengan cara pengukuran denyut
jantung dan konsumsi oksigen.
Pengukuran tersebut dibutuhkan untuk mengukur
kemampuan fisik manusia untuk melakukan suatu
pekerjaan, lalu melakukan suatu perhitungan untuk
mengetahui performansi kerja manusia tersebut.
2.2. Faktor – Faktor Psikologis
Pada masa sekarang ini kemampuan bekerja seorang
manusia tidak hanya tergantung pada faktor fisik
manusia itu saja, tetapi juga tergantung pada kemampuan
psikologi manusia tersebut dalam menghadapi suatu
pekerjaan yang banyak menyita atau menguras pikiran
manusia tersebut.
Faktor-faktor psikologi manusia dalam melakukan
suatu pekerjaan sedikit banyak mempengaruhi performansi
kerja, apabila manusia tersebut bisa mengatasi tekanan-
tekanan yang dia hadapi dalam melakukan pekerjaan
performansi kerjanya pasti akan stabil.
Dan juga sebaliknya apabila dia tidak dapat
mengatasi tekanan-tekanan pada pekerjaan yang dia
hadapi performansi kerja manusia tersebut pasti akan
lambat.
Maka dari itu mulai muncul ilmu-ilmu yang
mempelajari tentang kinerja dan performansi kerja
manusia, untuk mengetahui cara mengukurnya.
Selain faktor fisik, hasil kerja seseorang juga
dipengaruhi oleh faktor psikologis.Faktor psikologis
sangat berpengaruh terhadap hasil kerja seseorang. Jika
psikologis orang tersebut dalam keadaan baik, maka
hasil yang dia peroleh juga akan baik.Bekitu pula
dengan sebaliknya.
Jika psikologis seseorang tersebut dalam keadaan
yang kurang baik atau menguntungkan dalam atri situasi
hati lagi kacau atau banyak pikiran, kurang konsentrasi
maka hasil pekerjaan yang didapat kurang baik atau
tidak sebaik pada waktu kondisi psikologisnya sedang
baik.
Bekerja adalah kegiatan yang merubah keadaan keadaan
ertentu dari alam lingkungan yang ditujukan untuk
mempertahankan dan memelihara kelangsungan
hidupnya.untuk mengenali beberapa faktor yang
berhubungan dengan Psikologis
1. Faktor Stress, dimana timbul akibat terlalu lelah
beraktifitas dan konsumsi energi yang dibutuhkan
kurang.
2. Faktor Ketegangan(Strain) dimana pekerja merasa
beban yang diterima terlalu besar sehingga
menyebabkan sering emosi bahkan cepat marah.
Tingkat intensitas kerja yang optimum umumnya
dilaksanakan apabila tidak ada tekanan (Stress) dan
ketegangan (Strain).
2.3. Konsumsi Energi
Yang dimaksud dengan mengukur aktivitas kerja
manusia dalam hal ini adalah mengukur berapa besarnya
tenaga kerja yang dibutuhkan oleh seorang pekerja untuk
melaksanakan pekerjaannya. Tenaga yang dikeluarkan
tersebut biasanya diukur dalam satuan kilokalori.
Kerja fisik mengakibatkan pengeluaran energi yang
berhubungan erat dengan konsumsi energi. Konsumsi
energi pada waktu kerja biasanya ditentukan dengan cara
tidak langsung, yaitu dengan pengukuran :
1. Kecepatan denyut jantung.
2. Konsumsi oksigen.
1
2
3
4
5
6
Hubungan
Kecepatan Denyut Jantung
Kecepatan denyut jantung memiliki hubungan yang
sangat erat dengan aktivitas faal lainya, seperti yang
digambarkan dibawah ini :
Gambar 2.3. Hubungan Denyut Jantung dengan Aktivitas
Faal.
Keterangan :
1. Tekanan darah
2. Aliran darah
3. Komposisi kimia dalam darah
4. Temperatur tubuh
5. Tingkat penguapan
6. Jumlah udara yang dikeluarkan oleh paru –
paru
Dengan mencoba merumuskan antara energi dan
kecepatan jantung dicari pendekatan kuantitatif
hubungan antara energi dan kecepatan denyut jantung
dengan menggunakan analisis regresi. Bentuk regresi
hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung adalah
regresi kuadratis dengan persamaan sebagai berikut :
Y = 1,80411 – 0,0229038 . X + 4,71733-4 .
X2
Dengan : Y = Energi (koli kalori per menit)
X = Kecepatan denyut jantung (denyut
permenit)
Setelah besaran kecepatan denyut jantung
disetarakan dalam bentuk energi, maka konsumsi energi
untuk suatu kegiatan kerja tertentu bisa dituliskan
dalam bentuk matematis sebagai berikut :
KE = Et – Ei
Dengan : KE = Konsumsi energi untuk suatu kegiatan
kerja tertentu (kilo kalori)
Et = Pengeluaran energi pada saat waktu kerja
tertentu (kilo kalori).
Ei = Pengeluaran energi pada saat istirahat
(kilo kalori).
Dengan demikian, konsumsi energi pada waktu kerja
tertentu merupakan selisih antara pengeluaran energi
pada waktu kerja tersebut dengan pengeluaran energi
pada saat istirahat.
Dengan demikian, konsumsi energi pada waktu kerja
tertentu merupakan jumlah antara pengeluaran energi
pada waktu kerja tersebut dengan pengeluaran energi
pada saat istirahat. Aktivitas otot mengubah fungsi
berikut ini:
1. Denyut jantung
2. Tekanan darah
3. Output jantung
4. Komposisi kimia dalam darah/ urine
5. Temperatur tubuh
6. Perspiration rate
7. Ventilasi paru-paru (pilponary ventilation
dalam liter/ menit)
8. Konsumsi oksigen oleh otot
Penjelasan sederhana tentang sistem konversi input
udara, makanan dan air diberikan pada bagan alir
berikut ini :
MOSCUSLAR
SISTEM
Kerja Mekanik
Kerja internal SirkulasiRespirasi
Panas
Tambahan sirkulasi evaporasi
O2
O2
PenyimpananOksigen
Error: Reference source not foundGambar 2.2.
Sistem Konversi Input Udara, Makanan dan Air.
( Sumber : Modul Praktikum Perancangan Sistem Kerja,Tahun 2006, Hal
27 )
2.4. Proses Terjadinya Kelelahan
Banyaknya definisi yang memberikan kepada kelelahan
ini, tetapi secara garis bear dapat dikatakan bahwa
kelelahan ini merupakan suatu pola yang timbul pada
suatu keadaan, yang secara umum terjadi pada setiap
O2 diekstrasi ke dalam
Udara
CO2
Makanan( pada
Metabolisme
Ekses asam laktatkekurangan O2
kelelahan ototPembentukan asam laktat
individu, yang telah tidak sanggup lagi untuk melakukan
aktivitasnya.
Pada dasarnya pola ini ditimbulkan oleh dua hal,
yaitu akibat kelelahan fisiologis (fisik atau kimia)
dan akibat kelelahan psikologi (mental dan fungsional).
Ini bisa bersifat obyektif (akibat perubahan
performance) dan bisa bersifat subyektif (akibat
perubahan dalam perasaan dan kesadaran).
Yang dimaksud dengan kelelahan fisiologis adalah
kelelahan yang timbul karena adanya perubahan -
perubahan fisioligis dalam tubuh. Dari segi fisiologis,
tubuh manusia dapat dianggap sebagai mesin yang
mengkonsumsi bahan bakar, dan memberikan output berupa
tenaga - tenaga yang berguna untuk melaksanakan
aktivitas sehari - hari.
Pada prinsipnya, ada 5 macam mekanisme yang
dilakukan tubuh, yaitu : sistem peredaran, sistem
pencernaan, sistem otot, sistem syaraf, dan sistem
pernafasan. Kerja fisik yang kontinu berpengaruh
terhadap mekanisme - mekanisme diatas, baik sendiri -
sendiri maupun sekaligus.
Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk -
produk sisa dalam otot dan peredaran darah, dimana
produk - produk sisa ini bersifat bisa membatasi
kelangsungan aktifitas otot. Atau, mungkin bisa
dikatakan bahwa produk - produk sisa ini mempengaruhi
serat - serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga
menyebabkan orang menjadi lambat bekerja jika sudah
lelah.
Makanan yang mengandung glikogen mengalir dalam
tubuh melalui peredaran darah. Setiap kontraksi dari
otot selalu diikuti oleh reaksi kimia (oksidasi
glukosa) yang merubah glikogen tersebut menjadi tenaga,
panas dan asam laktat.
Dalam tubuh dikenal fase pemulihan yaitu suatu
proses untuk merubah asam laktat menjadi glikogen
kembali dengan adanya oksigen dari pernapasan sehingga
memungkinkan otot – otot bisa bergerak secara kontinue.
Pada dasarnya kelelahan ini timbul karena
terakumulasinya produk sisa dalam otot atau peredaran
darah yang disebabkan tidak seimbangnya antara kerja
dan proses pemulihan.
Secara garis besar timbulnya kelelahan adalah
sebagai berikut :
1. Oksidasi glokuse dalam otot menimbulkan CO2,
saerolactic, phosphate dan sebagainya, dimana
zat - zat tersebut terikat dalam darah yang
kemudian dikeluarkan waktu bernafas.
Kelelahan terjadi apabila pembentukan zat - zat
tersebut tidak seimbang dengan proses
pengeluarannya, sehingga timbul penimbunan dalam
jaringan otot yang mengganggu kegiatan otot
selanjutnya.
2. Karbohidrat yang didapat dari makanan dirubah
menjadi glukosa dan disimpan di hati dalam
bentuk glukogen. Setiap 1 cm3 darah normal akan
membawa 1 mm glukosa, berarti setiap sirkulasi
darah hanya membawa 0,01 % dari sejumlah
glukogen yang ada dalam hati.
Karena bekerja, persediaan glikogen dalam hati
akan menipis, dan kelelahan akan timbul apabila
konsentrasi glikogen dalam hati tinggal 0,7 %.
3. Dalam keadaan normal jumlah udara yang masuk
melalui pernafasan kira - kira 15 lt / menit.
Ini berarti pada suatu tingkat kerja tertentu
akan dijumpai suatu keadaan dimana jumlah
oksigen yang masuk melalui pernafasan lebih
kecil dari tingkat kebutuhan.
Jika hal ini terjadi maka kelelahan akan timbul,
karena reaksi oksidasi dalam tubuh yaitu untuk
mengurangi asam laktat kira 4 lt / menit,
sedangkan dalam keadaan kerja keras, dibutuhkan
udara menjadi air (H2O) dan CO2 agar dikeluarkan
dari tubuh, menjadi tidak seimbang dengan
pembentukan asam laktat itu sendiri (asam laktat
terakumulasi dalam otot atau peredaran darah).
Kelelahan psikologis dikatakan kelelahan yang
palsu, yang timbul dalam perasaan orang yang
bersangkutan dan terlihat dalam tingkah lakunya atau
pendapat - pendapatnya yang tidak konsekuen lagi serta
jiwanya yang labil dengan adanya perubahan walaupun
sendiri dalam kondisi lingkungan atau kondisi tubuhnya.
Jika hal ini menyangkut perubahan yang bersifat
dengan moril seseorang. Sebab - sebab kelelahan ini
bisa diakibatkan oleh beberapa hal, diantaranya kurang
minat dalam pekerjaan, berbagai penyakit, keadaan
lingkungan, adanya hukum moral yang mengikat dan merasa
tidak cocok, sebab - sebab mental dan konflik -
konflik. Pengaruh - pengaruh ini seakan terkumpul dalam
tubuh (benak) dan menimbulkan rasa lelah.
Macam kelelahan kedua ialah kelelahan psikologis.
Kelelahan ini bisa dikatakan kelelahan yang palsu, yang
timbul dalam perasaan orang yang bersangkutan dan
terlibat dengan tingkah lakunya atau pendapat-
pendapatnya yang tidak konsekwen lagi serta jiwanya
yang labil dengan adanya perubahan walaupun sendiri
dalam kondisi lingkungan atau kondisi tubuhnya.
Jika hal ini menyangkut perubahan yang bersangkutan
dengan moril seseorang. Sebab-sebab kelelahan ini bisa
diakibatkan oleh beberapa hal, diantaranya: kurang
minat dalam pekerjaan, berbagai penyakit, monotoni,
keadaan lingkungan, adanya hokum moral yang mengikat
dan merasa tidak cocok, sebab-sebab mental seperti:
tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik-konflik.
Pengaruh-pengaruh ini seakan-akan terkumpul dalam tubuh
(benak) dan menimbulkan rasa lelah.
Para ahli banyak melakukan percobaan-percobaan yang
tujuannya ingin mengetahui proses terjadinya kelelahan
psikologis ini, sehingga saat ini ada suatu konsep yang
menyatakan, bahwa keadaan dan perasaan kelelahan ini
timbul karena adanya reaksi fungsionil dari pusat
kesadaran, yaitu cortex cerebri yang bekerja atas
pengaruh dua sistem integoristik, yaitu sistem
penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi).
Sistem penghambat ini terdapat dalam thalamus, dan
bersifat menurunnya kemampuan manusia untuk bereaksi.
Sedangkan sistem penggerak terdapat dalam formatio
retikolaris, yang bersifat dapat merangsang pusat-pusat
vegetatif untuk konversi ergotropis dari peralatan-
peralatan tubuh kearah bereaksi.
Dengan demikian, keadaan seseorang pada suatu saat
sangat tergantung pada hasil kerja kedua sistem
antagonis ini. Apabila sistem penggerak lebih kuat dari
sistem penghambat, maka keadaan orang tersebut ada
dalam keadaan segar untuk bekerja.
Sebaliknya, apabila sistem penghambat lebih kuat
dari sistem penggerak maka orang tersebut akan
mengalami kelelahan.Itulah sebabnya, apabila seseorang
yang sedang lelah, dapat melakukan aktivitas secara
tiba-tiba apabila mengalami suatu peristiwa yang tidak
terduga atau terjadi ketegangan emosi.
Demikian juga kerja yang monoton bisa menimbulkan
kelelahan walaupun mungkin beban kerjanya tidak
seberapa, hal ini disebabkan karena sistem penghambat
lebih kuat dibandingakan sistem penggerak.
Berikut ini diberikan suatu daftar yang bisa
digunakan sebagai patokan untuk mengetahui telah
datangnya gejala-gejala atau perasaan-perasaan dari
kelelahan:
1) Perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh
badan, kaki terasa berat, menguat, pikiran
merasa kacau, mengantuk, mata merasa “berat”,
kaku dan janggung dalam gerakan, tidak seimbang
dalam berdiri, dan merasa ingin berbaring.
2) Merasa susah berfikir, lelah berbicara, menjadi
gugup, tidak dapat berkonsentrasi, tidak dapat
mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung
untuk lupa, kurang kepercayaan, cemas terhadap
sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, dan
tidak dapat tekun dalam pekerjaan.
3) Sakit kepala, kekakuan bahu, merasa nyeri
dipunggung, pernapasan merasa tertekan, haus,
suara serak, merasa pening, spasme dari kelopak
mata, tremor pada anggota badan, dan merasa
kurang sehat badan.
Gejala - gejala atau perasaan dari kelelahan :
1. Perasaan berat dikepala, menjadi lelah seluruh
badan, kaki merasa berat, menguap, pikiran
merasa kacau, mengantuk, mata terasa berat,
kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang
dalam berdiri, dan merasa ingin berbaring.
2. Merasa susah berfikir, lelah berbicara, menjadi
gugup, tidak berkonsentrasi, tidak dapat
mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung
untuk lupa, kurang kepercayaan, lemas terhadap
sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, dan
tidak dapat tekun dalam pekerjaan.
3. Sakit kepala, kekakuan bahu, merasa nyeri
dipunggung, pernafasan merasa tertekan, haus,
suara serak, merasa pening, dan merasa kurang
sehat badan.
Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara,
diantaranya:
1) Sediakan kalori secukupnya sebagai input untuk
tubuh.
2) Bekerja dengan menggunakan metoda kerja yang
baik, misalnya bekerja dengan memakai prinsip
ekonomi gerakan.
3) Memperhatikan kemampuan tubuh, artinya
pengeluaran tenaga tidak melebihi pemasukannya
dengan memperhatikan batasan-batasannya.
4) Memperhatikan waktu kerja yang teratur. Berarti
harus dilakukan pengaturan terhadap jam kerja,
waktu istirahat dan sarana-sarananya, masa-masa
libur dan rekreasi, dan lain-lain.
5) Mengatur lingkungan fisik sebaik-baiknya,
seperti temperatur, kelembaban, sirkulasi
udara, pencahayaan, kebisingan, getaran bau
atau wangi-wangian, dan lain-lain.
6) Berusaha untuk mengurangi monotoni dan
ketegangan-ketegangan akibat kerja, misalnya
dengan menggunakan warna dan dekorasi ruangan
kerja, menyediakan musik, menyediakan waktu-
waktu olahraga dan lain-lain.
( Sumber : Ergonomi Studi Gerak dan Waktu, Sritomo Wignjosoebroto,
Tahun 1995, Hal 283-286 )
2.5. Hasil Kerja Manusia dan Proses Pengendaliannya.
Setiap hari manusia selalu terlibat dengan kegiatan
– kegiatan apakah itu bekerja ataupun bergerak
kesemuanya memerlukan tenaga. Yang penting harus kita
perhatikan, bagaimana mengatur kegiatan ini, sedemikian
rupa sehingga posisi tubuh saat bekerja atau bergerak
tersebut ada dalam keadaan nyaman tanpa mempengaruhi
hasil kerjanya.
Tubuh manusia bisa dianggap sebagai suatu mesin,
dimana untuk melaksanakan kegiatan dibatasi olah
serangkaian hukum – hukum alam. Kemampuan manusia untuk
melaksanakan macam – macam kegiatannya tergantung pada
struktur tulang, otot rangka, system saraf dan proses
metabolisme.
Dua ratus enam tulang manusia membentuk rangka,
yang berfungsi untuk melindungi dan melaksanakan
kegiatan – kegiatan fisik. Tulang – tulang tersebut
satu dengan yang lainnya duihubungkan dengan sendi –
sendi tulang yang terdiri atas gumpalan – gumpalan
serabut otot yang dapat berkontraksi, serabut otot ini
berfungsi mengubah energi kimia menjadi energi mekanik.
Kegiatan – kegiatan dari otot ini dikontrol oleh
system saraf sedemikian rupa sehingga kegiatan kerja
secara keseluruhan dapat berlangsung dengan baik
Untuk mencari metoda pengukuran tentang semua
kegiatan yang dialami pekerja selama kegiatannya, dan
kemudian untuk menyebarkan informasi-informasi tersebut
kedalam bentuk angka-angka, diperlukan pendekatan
secara ilmiah dan teknik.
Sebagaimana kita ketahui, kerja manusia itu ada
yang bersifat mental dan ada yang bersifat fisik dan
masing – masing mempunyai tingkat intensitas yang
berbeda – beda. Tingkat intensitas yang tinggi
memungkinkan pemakaian tenaga yang berlebihan.
Sebaliknya tingkat intensitas yang terlampau rendah
memunglinkan timbulnya rasa jenuh atau bosan. Tingkat
intensitas yang optimum ada diantara kedua batas
ekstrim diatas dan tentunya berbeda – beda untuk setiap
individu.
Tingkat intensitas kerja yang optimum umumnya
dilaksanakan apabila tidak ada tekanan (stress) dan
ketegangan (strain). Tekanan disini berkenaan dengan
beberapa aspek dari aktivitas manusia atau dari
lingkungan yang terjadi pada individu sebagai akibat
reaksi individu tersebut karena terdapat beberapa hal
yang tidak sesuai dengan keinginannya. Sedangkan
ketegangan merupakan konsekuensi logis yang harus
diterima oleh individu tersebut sebagai akibat dari
tekanan.
Semua kegiatan dari tubuh manusia, sudah dikatakan
diatas , memerlukan tenaga. Tenaga ini diperoleh karena
adanya proses metabolisme dalam otot, yaitu berupa
kumpulan – kumpulan dari proses kimia yang mengubah
bahan makanan menjadi dua bentuk, masing – masing kerja
mekanis dan panas.
2.6. Pengukuran Aktifitas Kerja Manusia.
Yang dimaksud dengan pengukuran aktivitas kerja
manusia dalam rangka ini adalah mengukur berapa
besarnya tenaga kerja yang dibutuhkan oleh seorang
pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya. Tenaga yang
dikeluarkan tersebut biasanya diukur dalam satuan
kilokalori.
Secara umum kriteria pengukuran aktivitas kerja
manusia dapat dibagi dalam dua kelas utama yaitu
kriteria fisiologis dan kriteria operasional yang
masing – masing akan diuraikan sebagai berikut :
2.6.1. Kriteria Fisiologis
Kriteria fisiologis dari kegiatan manusia biasanya
ditentukan berdasarkan kecepatan denyut jantung dan
pernafasan. Usaha untuk menentukan besarnya tenaga yang
setepat-tepatnya berdasarkan kriteria ini agak sulit,
karena perubahan fisik dari keadaan normal menjadi
keadaan fisik yang aktif akan melibatkan beberapa
fungsi fisiologis yang lain, seperti tekanan darah,
peredaran udara dalam paru-paru, jumlah oksigen yang
digunakan, jumlah karbondioksida yang dihasilkan,
temperatur badan banyaknya keringat dan komposisi kima
dalam urine dan darah.
Secara lebih luas dapat dikatakn bahwa kecepatan
denyut jantung dan kecepatan pernafasan dipengaruhi
oleh tekan psikologis, tekanan oleh lingkungan atau
oleh tekanan akibat kerja keras, dimana ketiga tekanan
tersebut sama pengaruhnya.
Sehingga apabila kecepatan denyut jantung
seseorang meningkat, kita akan sulit menerima, apakah
meningkatnya ini disebabkan akibat kerja, atau akibat
temperatur ruangan yang terlampau panas atau akibat
rasa takut?.
Dengan demikian pengukuran berdasarkan kriteria
fisiologis ini bisa digunakan apabila faktor-faktor
yang berpengaruh tersebut kecil, atau situasi kerjanya
harus ada dalam keadaan normal.
Volume oksigen yang dibutuhkan selama bekerja
dipakai sebagai dasar menentukan jumlah kalori yang
diperlukan selama kerja atas dasar persamaan : satu
liter oksigen = 4,7 – 5,0 kilokal/menit.
Volume oksigen yang digunakan tersebut dihitung
dengan cara mengukur udara expirasi dan kemudian kadar
oksigennya ditentukan dengan teknik sampling. Dengan
mengetahui temperatur dan tekanan udara, maka volume
oksigen yang digunakan akan bisa diketahui.
Pengukuran berdasarkan kecepatan denyut jantung
lebih mudah dilakukan tetapi pengukuran cara ini kurang
tepat dibandingkan dengan konsumsi oksigen karena lebih
banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor individu, seperti
: emosi, kondisi fisik, jenis kelamin, dan lain-lain.
Sehubungan dengan pekerjaannya sendiri, terdapat
banyak faktor yang mempengaruhi besarnya pengeluaran
tenaga selama bekerja, diantaranya : cara melaksanakan
kerjanya, kecepatan kerjanya, sikap pekerja, kondisi
lingkungan dan lain-lain.
Metoda pengukuran kerja fisik dilakukan dengan
menggunakan standar:
1. Konsep horse power (foot – pounds of work per
minute) oleh taylor, tapi tidak memuaskan.
2. Tingkat konsumsi energi untuk mengukur
pengeluaran energi.
3. Perubahan tingkat fisik ukuran jantung (metoda
baru).
Studi pengukuran kerja fisiologis ditujukan untuk
mengatasi :
1. Pengetahuan baru tentang performansi kerja.
2. Lebih memahami perilaku / sifat para pekerja.
3. Memahami kendala fisik seseorang.
Tiffin mengemukakan kriteria - kriteria yang dapat
digunakan untuk mengetahui pengaruh pekerjaan terhadap
manusia dalam suatu sistem kerja, yaitu : kriteria
faal, kriteria kejiwaan, dan kriteria hasil kerja.
Secara garis besar, kegiatan - kegiatan kerja
manusia dapat digolongkan menjadi kerja fisik (otot)
dan kerja mental (otak). Pemisahan ini tidak dapat
dilakukan dengan sempurna, karena terdapat hubungan
yang erat antara satu dengan yang lainnya. Apabila
dilihat dari energi dibandingkan dengan kerja fisik.
Kerja fisik akan mengakibatkan perubahan pada
fungsi alat - alat tubuh, yang dapat dideteksi
melalui :
1. Konsumsi energi.
2. Denyut jantung.
3. Peredaran udara dalam paru – paru.
4. Konsentrasi asam laktat dalam darah.
5. Komposisi kimia dalam darah dan air seni.
6. Tingkat penguapan dan faktor lainnya.
2.6.2. Kriteria Operasional
Kriteria operasional melibatkan teknik - teknik
untuk mengukur atau menggambarkan hasil - hasil yang
bisa dilakukan tubuh atau anggota - anggota tubuh pada
saat melaksanakan gerakan - gerakannya.
Secara umum hasil gerakan yang bisa dilakukan
tubuh atau anggota tubuh dapat dibagi dalam bentuk -
bentuk: range (rentangan) gerakan, pengukuran aktivitas
berdasarkan kekuatan, ketahanan, kecepatan, dan
ketelitian. Untuk mengukur aktivitas - aktivitas
tersebut bisa digunakan bermacam - macam alat ukur
seperti : alat pengukur tegangan dan dinamo meter.
Pengukuran aktivitas fisik berdasarkan range dari
gerakan, digunakan untuk jenis pekerjaan yang berulang
dengan tepat. Hasil gerakan tubuh dikatakan menurun
atau meningkat jika range gerakannya makin kecil atau
makin besar.
Maka dalam hal ini diperlukan teknik tertentu
untuk menggambarkan mencatatkan informasi - informasi
tentang gerakan fisik yang terlibat dalam suatu
aktivitas. Teknik - teknik yang biasa digunakan untuk
mencakup teknik film, pemakaian chronophoto graphy, dan
teknik elektronik dan mekanik tertentu.
Platform gaya adalah suatu panggung kecil yang
diatasnya disediakan tempat bagi subyek yang akan
diukur aktivitas fisiknya. Dengan menggunakan elemen -
elemen pengukur yang dibawah platform tadi, maka gaya -
gaya yang dikeluarkan subyek selama aktivitasnya secara
otomatis dapat dicatat dalam arah 3 dimensi, yaitu :
vertikal, frontal, dan transversal.
Pengukuran aktivitas fisik berdasarkan kekuatan
dan daya tahan pada hakekatnya tidak hanya ditentukan
oleh kekuatan otot saja, tetapi juga dipengaruhi oleh
faktor - faktor subyektif lainnya, seperti : besarnya
tenaga yang dikeluarkan, kecepatan kerja, cara dan
sikap melaksanakan kerja, kebiasaan olah raga, jenis
kelamin, umur, daya reaksi, stabilitas, letak posisi
beban, arah gerakan dari anggota tubuh, dan lain -
lain.
Besarnya penggunaan tenaga saat melakukan
aktivitas tentu akan berpengaruh pada kekuatan dan daya
tahan tubuh untuk melaksanakan aktivitas tersebut.
Makin besar tenaga yang dituntut oleh pekerjaan
tersebut berarti kekuatan dan daya tahan tubuh untuk
menangani pekerjaan tersebut akan makin rendah, dan
sebaliknya.
( Sumber : Tekhnik Tata Cara Kerja, Suthalaksana, Tahun 1979, Hal 68-
73 ).
Indeks Penunjuk dan Pembeda Warna
Warna merah terlalu, lelah (over work)
Warna kuning, lelah (fatique)
Warna kuning, lelah (fatique)
Warna biru, normal
Warna merah terlalu, lelah (over work)
5.0
6.0
6.4
6.8
7.2
7.5
8.0
Gambar 2.3. Indeks Penunjuk dan Pembeda Warna.
( Sumber : Modul Praktikum Perancangan Sistem Kerja,Tahun 2006, Hal
28 )
2.7. Fatique (Kelelahan Fisik)
Fatique adalah suatu kelelahan yang terjadi pada
syaraf dan otot - otot manusia sehingga tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Makin berat beban yang
dikerjakan dan makin tidak dapat berfungsi lagi
sebagaimana mestinya.
Makin berat beban yang dikerjakan dan makin tidak
keteraturan pergerakan, maka timbulnya fatique ini
perlu dipelajari untuk memnentukan tingkat kekuatan
otot manusia, sehingga kerja yang aman dilakukan atau
dibebankan dapat disesuaikan dengan kemampuan otot
tersebut.
Bernes menggolongkan kelelahan dalam 3 hal tentang
dari mana hal dilihat, yaitu:
1. Merasa lelah.
2. Kelelahan kerja perubahan fisiologis.
3. Menurunnya kemampuan kerja.
Faktor - faktor yang mempengaruhi fatique.
1. Besarnya tenaga kerja yang dikeluarkan.
2. Kecepatan .
3. Cara dan sikap melakukan aktivitas.
4. Jenis olah raga.
5. Jenis kelamin.
6. Umur.
Fatique dapat ditentukan / diukur dengan :
1. Mengukur kecepatan denyut jantung dan
pernapasan.
2. Mengukur tekanan darah, peredaran udara dalam
paru-paru, jumlah oksigen yang dipakai, jumlah
CO2 yang dihasilkan, temperatur badan, komposisi
kimia dalam urine dan darah.
3. Menggunakan alat penguji kelelahan Riken
Indicator dengan ketentuan pengukuran elektroda
logam melalui tes variasi perubahan air liur
(saliva) karena lelah.
Pengukuran fatique yang ke-3 inilah yang akan
dilakukan praktikum modul ini dimana hasil pengukuran
dibandingkan dengan indeks petunjuk dan pembeda warna
untuk mengetahui tingkat kelelahan.
( Sumber : Modul Praktikum Perancangan Sistem Kerja,Tahun 2006, Hal
26- 28 )
2.7.1. Kelonggaran Untuk Menghilangkan Rasa Fatique
Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya
hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Karenanya
salah satu cara untuk menentukan kelonggaran ini adalah
dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan
mencatat saat – saat dimana hasil produksi menurun.
Tetapi masalahnya adalah kesulitan dalam
menentukan pada saat – saat mana menurunnya hasil
produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena
masih banyak kemungkinan lain yang dapat menyebabknnya.
Jika rasa fatique telah datang, dan pekerja harus
bekerja untuk menghasilkan performance normalnya, maka
usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal
dan ini akan menambah rasa fatique.
Bila hal ini berlangsung terus pada akhirnya akan
terjadi fatique total yaitu jika anggota badan
seseorang sudah tidak dapat melakukan gerakan kerja
sama sekali walaupun sangat dikehendaki.
Hal demikian jarang terjadi karena berdasarkan
pengalamannya, pekerja dapat mengatur kecepatan
kerjanya sedemikian rupa, sehingga lambatnya gerakan –
gerakan kerja ditujukan untuk menghilangkan rasa
fatique ini.
2.7.2. Istirahat Untuk Menghilangkan Rasa Fatique
( Ret To Overcome Fatique )
Hal ini tidak terjadi pada setiap siklus kerja,
tetapi terjadi secara periodik. Waktu untuk memulihkan
lagi kondisi badannya dari rasa fatique sebagai akibat
kerja berbeda – beda, tidak saja karena jenis
pekerjaannya, tetapi juga oleh individu pekerjanya.
Pertanyaan – pertanyaan berikut dipakai sebagai
patokan untuk memperbaiki kelambatan – kelambatan yang
diakibatkan oleh rasa fatique :
1. Apakah anggota tubuh yang digunakan sudah
tepat ?
Agar tidak terjadi pemborosan tenaga harus
diperhatikan apakah anggota tubuhb yang tidak
diperlukan ikut bergerak atau tidak. Dengan
demikian rasa fatique tidak akan datang pada
saat yang belum pantas.
2. Apakah temperatur, kelembaban, ventilasi,
kebisingan, dan kondisi kerja yang lain telah
memuaskan ?
Kondisi kerja tertentu dapat mempengaruhi
fungsi bagian tubuh.
Sedemikian rupa sehingga rasa fatique dari
pekerja akan lebih cepat datang atau kemampuan
bekerja akan cepat menurun jika kondisi ruang
kerjanya tidak cocok bagi pekerja tersebut.
3. Apakah ukuran kursi dan meja telah
disesuaikan dengan tubuh
pekerja ?
Ukuran kursi dan meja harus disesuaikan dengan
ukuran – ukuran tubuh yang memakainya sehingga
tidak akan terjadi hambatan – hambatan yang
ditunjukkan oleh tidak cocoknya ukuran – ukuran
kursi dan meja tersebut.
Untuk jenis pekerjaan yang berlainan, kadang –
kadang harus dirancang berbentuk kursi yang
berlainan. Hal ini harus diteliti dengan
seksama.
4. Apakah posisi kerja yang terbaik telah
ditentukan ?
Harus diteliti apakah suatu pekerjaan lebh baik
dilakukan sambil duduk atau berdiri. Hal ini
tergantung pada pengaturan tata letak kerja dan
ketahanan tubuh menghadapi suatu posisi kerja.
5. Apakah untuk beban – beban yang berat sudah
digunakan peralatan mekanik ?
Tubuh manusia sangat terbatas kemampuannya,
termasuk untuk mengangkat suatu objek yang
berat. Jadi pembebanan terhadap tangan harus
dipertimbangkan batas kemampuannya, hal yang
sama untuk bagian tubuh yang lain
6. Apakah gizi makanan pekerja sudah mencukupi ?
Dibawah ini ada beberapa tingkat tipe pekerjaan
dengan kebutuhan kalori per harinya :
Pekerjaan ringan sekali : 2400 kalori
Pekerjaan ringan : 2700 kalori
Pekerjaan menengah : 3000 kalori
Pekerjaan berat : 3600 kalori
( Sumber : Tekhnik Tata Cara Kerja, Suthalaksana, Tahun 1979, Hal 106 ).
2.8. Beberapa Segi Mengenai Faktor – Faktor Diri
Setiap pekerja memiliki ciri – cirinya sendiri
darimana timbul tuntutan masing – masing tentang
pekerjaan macam apa yang dibutuhkannya. Karena faktor –
faktor diri kebanyakan tidak dapat diubah maka agar
suatu pekerjaan dapat dijalankan dengan baik haruslah
dilakukan pemilihan terlebih dahulu terhadap calon –
calon pekerja yang meliputi pengukuran terhadap
kemampuan – kemampuan diri calon pekerja dan penilaian
kecocokannya dengan tuntutan pekerjaan.
Aptitude test adalah salah satu contohnya.
Pengujian ini mengukur kemampuan dasar manusia seperti
kemampuan dasar mekanis, dan kemampuan dasar psikometer
yang menguji hal – hal seperti kecepatan reaksi,
kecepatan gerak, ketrampilan tangan, dan lain – lain.
Kecocokan antara bekerja dengan pekerjaannya
merupakan suatu syarat penting karena jika diabaikan
hasil kerjanya akan rendah. Dengan begitu pekerja yang
bersangkutan menyadari hal ini, apalagi jika dengan
demikian ia kehilangan kesempatan untuk memenuhi
kebutuhan – kebutuhannya lewat dari kerjanya ini, maka
hasil kerjanya akan semakin rendah lagi. Hal ini jelas
semakin tidak dikehendaki baik oleh pekerja maupun oleh
perusahaan.
( Sumber : Tekhnik Tata Cara Kerja, Suthalaksana, Tahun 1979, Hal 58 ).
2.9. Beberapa Segi Mengenai Faktor – Faktor Fisik
Pekerjaan
Dalam penelitian kerja pengamatan akan lebih banyak
ditujukan pada pekerjaan yang dilaksanakan oleh manusia
pekerja dalam segala seginya. Unsur manusia dalam hal
ini akan lebih ditonjolkan karena pada dasarnya
penelitian kerja akan lebih erat hubungannya dengan
proses teknis itu sendiri.
Faktor-faktor yang harus diamati dalam penelitian
kerja sangat kompleks, sehingga akan terasa sulit bagi
mereka yang tidak memiliki pengalaman dan latar
belakang pengetahuan yang cukup. Pekerja-pekerja dan
manajemen harus selalu ada saling pengertian pada saat
penelitian kerja ini berlangsung.
Mereka harus sepakat bahwa hasil dari penelitian
kerja pada dasarnya justru untuk memperbaiki tingkat
produktivitas yang ada, sehingga keuntungan yang timbul
nantinya juga akan mereka rasakan dan nikmati bersama-
sama.
Hubungan antara manusia pekerja dengan mesin serta
peralatan- peralatan dan lingkungan kerja dapat diliat
sebagai hubungan yang unik karena interaksi karena hal-
hal diatas yang membentuk suatu system kerja tidak
terlampau sederhana bahkan melibatkan berbagai disiplin
ilmu.
Disuatu pabrik kecil dimana jumlah buruh tidak
besar, hubungan antara pekerja dapat berkembang erat
termasuk antara atasan dengan bawahan. Selain itu
pekerja dapat melihat barang hasil akhir produksi yaitu
barang yang dia turut mempunyai: “saham” didalamnya.
Hal ini menimbulkan akibat psikologis tersendiri yaitu
berupa rasa bangga, rasa berperan yang dapat
menimbulkan kepuasan kerja.
Sebaliknya di pabrik besar produksinya bersifat
massa, jumlah mesin yang sangat banyak dan seringkali
sejenis atau terlampau bermacam – macam jenis, dapat
menimbulkan suatu ketegangan (stress) pada pekerja.
Pembagian tugas yang sempit atau spesialis yang
ketat menyebabkan pekerjaan bersifat terlampau berulang
– ulang, kadang – kadang dengan siklus yang singkat,
sangat rutin dan menjemukan. Begitu juga mesin berjalan
cepat memerlukan kontrol ketat dari pekerja, bagi
pekerja lebih hanya dirasakan bahwa dirinya dikontrol
oleh mesin yang tentunya mengesankan merendahkan
kemanusiaannya.
Besarnya pabrik membuat pekerja tidak pernah
melihat hasil akhir produksi dan ini berakibat
hilangnya rasa berjasa dan menyebabkan kurangnya rasa
tanggung jawab.
Di pabrik – pabrik besar yang otomatispun sebagian
hal – hal diatas tidak terjadi seperti hilangnya rasa
dikontrol mesin, bahkan terasa mengontrol mesin. Tetapi
karena keotomatisannya, berbagai panel kontrol harus
diawasi dan harus selalu sigap dengan keputusan dan
tindakan – tindakan pengamanan proses. Secara fisik
memang tidak berat, tetapi secara mental dirasakan
sebagai ketegangan tersendiri. Kurangnya rasa tanggung
jawab akibat tidak pernah melihat hasil akhirnya dapat
terjadi disini.
Hal-hal di atas perlu diperhatikan oleh pimpinan
agar pada akhirnya dapat mendatangkan produktifitas
yang tinggi. Selain itu perlu diperhatikan pula keadaan
– keadaan faktor fisik lain seperti kemampuan kerja
manusia, pengaruh kondisi lingkungan fisik terhadap
hasil kerja, perancangan mesin dan peralatan agar cocok
dengan pemakaianya, dan cara – cara menangani
memakainya.
Setiap pekerjaan memiliki ciri cirinya sendiri
darimana timbul tuntutan masing masing tentang
pekerjaan macam apa yang dilakukannya.karena faktor
faktor diri kebanyakan tidak dapat dirubah maka agar
suatu pekerjaan dapat dijalankan dengan baik harus
dilakukan pemilihan terlebih dahulu terhadap calon
calon pekerja yang meliputi pengukuran terhadap
kemampuan kemam puan diri calon pekerja dan penilaian
kecocokannya dengan tuntutan pekerjaan yang selalu
menyertai.
Aptitude test adalah salah satu contohnya.pengujian
ini mengukur kemampuan dasar manusia sepert kemampuan
mekanis dan kemampuan dasar psikomotoris yang menuju
tentang kecepatan reaksi, kecepatan gerak. Semua ini
adalah faktor yang mempengaruhi keberhasilan kerja.
Kecocokan antara pekerja dengan dengan pekerjaanya
merupakan suatu syarat penting karena jika diabaikan
hasil kerjanya akan rendah.dengan begitu yang
bersangkutan menyadari hal ini. Apalagi dengan demikian
ia kehilangan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan
kebutuhannya lewat dari kerjanya ini
( Sumber : Tekhnik Tata Cara Kerja, Suthalaksana, Tahun 1979, Hal 59 ).
2.10. Analisis Varians (Uji Faktorial)
Kita tahu bahwa hasil pengamatan mengenai sesuatu
hal, skor hasil belajar para siswa, berat bayi yang
baru lahir, gaji pegawai di suatu perusahaan, hasil
jagung setiap hektar misalnya, nilai datanya bervariasi
dari yang satu dengan yang lain.
Karena adanya variasi atau ragam ini untuk
sekumpulan data, telah dihitung alat ukurnya, utamanya
varians. Kita lihat juga bahwa varians bersama-sama
rata-rata telah banyak digunakan untuk membuat
kesimpulan mengenai populasi, baik secara deskriptif
maupun secara induktif melalui penaksiran dan pengujian
hipotesis mengenai parameter.
1. Analysis of Varians ( ANOVA )
Berupa perhitungan – perhitungan yang berkaitan
dengan mengggunakan eksperimen faktor tunggal.
Misalnya pengaruh jenis karet terhadap daya tahan ban
mobil, jenis pupuk terhadap hasil produksi, dll. ANOVA
akan memberikan petunjuk apakah terdapat perbedaaan
antara masing – masing perlakuan dalam suatu faktor
tertentu terhadap suatu hasil.
2. Percobaan Faktorial Dwifaktor dan Trifaktor
a. Dwifaktorial
Berupa perhitungan – perhitungan untuk mengetahui
perbedaan pengaruh yang ditimbulkan dari eksperimen
dengan menggunakan faktor berganda atau lebih dari
satu. Misalnya pengaruh jenis roket dan bahan bakar
yang digunakan terhadap laju pembakaran bahan bakar
dari suatu peluncuran dengan jarak tertentu.
Untuk memperoleh rumus umum analisis variasi
percobaan dengan n replikasi pada tiap kombinasi
perlakuan bila faktor A di amati pada a taraf dan
factor B pada b taraf.
Pengamatan dapat disajikan pada suatu matriks yang
barisnya menyatakan taraf factor A sedangkan
kolomnya menyatakan taraf B. tiap kombinasi
perlakuan menentukan suatu sel dalam matriks.Jadi
terdapat sebanyak abs el, masing-masing berisi n
pengamatan.
Nyatakan pengamatan ke k yang diambil pada taraf
ke i dari A dan taraf ke j dan B dengan y i j
k .Pengamatan pada sel ke ij membentuk sample acak
berukuran n dari suatu populasi yang dianggap
berdistribusi normal dengan rataan μij dan variansi
σ2. Semua populasi yang banyaknya ab dianggap
mempunyai variansi σ2 yang sama.
Berikut ini diberikan lambang yang akan sering
dipakai :
Tij = jumlah pegamatan pada sel ke ij
Ti.. = jumlah pengamatan pada taraf ke i factor A
T.j. = jumlah pengamatan pada taraf ke j factor B
T… = jumlah seluruh abn pengamatan
Yij. = rataan pengamatan pada sel ke ij
Yi.. = rataan pengamatan pada taraf ke i factor A
Y.j. = rataan pengamatan pada taraf ke j factor B
Y… = rataan semua abn pengamatan
b. Percobaan Trifaktorial
Pada pasal ini dipandang denngan tiga factor A , B
, C. masing – masing pada taraf a,b,dan c, dalam
rancangan percobaan teracak lengakap. Misalkan
kembali bahwa terdapat n pengamatan dalam tiap
kombinasi perlakuan abc.
Garis besar pengujian keberartian untuk ketiga
pengaruh utama dan interaksi. Interaksi dwifaktorial
yang tafsirannya sama dengan yang pada percobaan
dwifaktorial. Suku (αβγ)ijk disebut pengaruh
interaksi trifaktor , suatu suku yang menggmbarkan
ketidakadilan (αβ)ij atas taraf – taraf factor C yang
berbeda.
Seperti sebelumnya, jumlah semua pengaruh utana
nol dan jumlah pengaruh interaksi dwi dan
trifaktorial , dijumlahkan indeksnya, juga nol.
Dalam banyak percobaan, artinya data berasal dari
percobaan, interaksi derajat tinggi biasanya tak
berarti dan rataan kuadratnya hanyalah cerminan
variasi acak.
Agar uji keberartian yang abash dapat dibuat,
harus dianggap bahwa galat merupakan nilai bebas
dari peubah acak yang berdistribusi normal , masing
– masing dengan rataan nol dan variansi bersama σ2.
Falsafah umum analisis sama saja dengan yang telah
dibicarakan pada percobaan eka dan dwifaktor. Jumlah
kuadrat diuraikan menjadi delapan bagian, tiap
begian menggambarkan tiap sumber variasi yang
memberi taksiran σ2 yang bebas bila semua pengaruh
utama dan interaksi nol.
Bila pengaruh suatu factor tertentu atau
interaksi tidak semuanya nol, maka rataan kuadrat
akan menafsir variansi galat ditambah suatu komponen
yang diakibatkan oleh pengaruh sistematis dari
mesalah yang diselidiki.
Rumus – rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Uji Yates :
r x 2k - 1 r = Lot Data K =∑pengaruh16C=−a+b−c+d
16D=−a−b+c+d
16CD=a−b−c+d
Jk ( C )=
(16C)2
r x 2k
Jk ( D )=
(16D)2
r x 2k
Jk ( CD )=
(16CD )2
r x 2k
∑Y2=(y1)2+(y2 )
2+(y3)2+(y4 )
2+...(y32)2
Ry=(y1+y2+y3+...y32)2
r x 2k
∑y=∑ y2−Ry−Jk(C)−Jk (D)−Jk (CD)
Uji statistik yang digunakan untuk menguji
hipotesis nol bahwa semua group mempunyai mean populasi
yang sama adalah uji F. Harga F diperoleh dari rata-
rata jumlah kuadrat (mean square) atau antar group yang
di bagi dengan rata-rata jumlah kuadrat dalam group
dengan rumus :
F=SB2
SW2
Dengan derajat bebas a-1 dan a (b-1) SB2 = varianci antar perlakuan SW2 = variansi dalam perlakuan
Asumsi yang digunakan pada pengujian anova :
1. Populasi-populasi yang akan diuji berdistribusi
normal.
2. Varian dari populasi-populasi tersebut adalah
sama.
3. Sampel tidak berhubungan satu dengan yang lain.
Dimana didalamnya meliputi perhitungan-
perhitungan statistik sebagai berikut :
Sum
adalah jumlah semua harga data yang ada dalam kumpulan
atau populasi.
Sum = ∑i=1
nxi
Number of cases (N) :
adalah ukuran populasi yaitu banyaknya anggota yang
terdapat dalam populasi.
Mean :
adalah nilai rata-rata yang terdapat dalam sebuah
sampel dihitung dengan jalan membagi jumlah nilai data
oleh banyak data.
x = ∑i=1
nxi
N
Standard Deviasi :
disebut juga simpangan baku, adalah ukuran simpangan
besaran yang menggambarkan bagaimana berpencarnya data
kuantitatif.
S = √∑ (xi−x )n−1
Pengujian Distribusi F :
ialah pengujian untuk menentukaan dugaan terhadap nilai
yang diberikan oleh H0 apakah memiliki perbedaan nilai
rata – rata signifikan sehingga nilai tersebut diterima
atau ditolak.
F = Ay / (k - 1)Dy /∑ (ni - 1 )
Untuk memudahkan analisis, satuan – satuan JK Yang
meliputi Ry, Ay, Dy dan ∑Y2 , sebaiknya disusun dalamdaftar analisis varians, daftar ANOVA sebagai berikut :
Tabel 2.1. Daftar ANOVA
Sumber
Variasi
Dk JK KT F
Rata – rata
Antar
Kelompok
Dalam
Kelompok
1
k – 1
∑ (ni - 1)
Ry
Ay
Dy
R = Ry / 1
A = Ay / (k –
1)
D = Dy /
∑ (ni - 1)
A /
D
Total ∑ni ∑Y2 - -
Confidence Interval for Mean :
ialah batas atas dan bawah yang diberikan dari rata-
rata sample populasi yang diambil berdasarkan derajat
kepercayaan yang ditentukan.
X - tp x SE Mean < < X + tp x SE Mean
Perhitungan Analisis Ragam :
Intercept / Faktor Koreksi (FK) =
(∑ DnRn)2
∑ni
Corrected Total / JK Total (JKT) :
JKT = jumlah kuadrat-kuadrat dari semua nilai
pengamatan – Faktor Koreksi
Corrected Model / JK Perlakuan (JKP)
JKP = (Jumlah kuadrat-kuadrat dari semua perlakuan
/ N ) – FK
Rasa / JK Interaksi
JK Interaksi = JKP – JKD – JKR
Error / JK Galat
JK Galat = JKT – JKP
2.11. Menguji Homogenitas Varians Populasi (Uji
Bartlett)
Untuk menguji kesamaan beberapa buah rata-rata,
dimisalkan populasinya mempunyai varians yang homogen,
yaitu σ12=σ2
2=...σk2. Demikian pula untuk menguji kesamaan
dua rata-rata, telah dimisalkan σ12=σ2
2.
Untuk hal terahkir ini pengujian kesamaan variansσ12=σ2
2 untuk dua populasi telah dilakukan sebelumnya.
Sekarang akan diuraikan perluasannya yaitu untuk
menguji kesamaan K buah ( K ≥ 2 ) varians populasi yang
berdistribusi normal.
Tepatnya, misalkan kita mempunyai k ( k ≥ 2 ) buah
populasi berdistribusi independent dan normal masing-
masing dengan varians σ12=σ2
2=...σk2 akan diuji hipotesis.
H0 : σ12=σ2
2=...σk2
H1 : paling sedikit satu tanda sama tidak berlaku,
berdasarkan sample-sampel acak yang masing-masing
diambil dari setiap populasi.
Misalkan masing – masing sampel berukuran n1,n2,
….nk dengan data Yij (I = 1, 2, …., nk ) dan hasil
pengamatan telah disusun. Selanjutnya, dari sampel –
sampel itu kita hitung variansnya masing – masing ialah
s1
2,s2
2,...,sk
2
.
Gambar table pada Homogenitas Varians Populasi
( Uji Bartlett ) adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2. Tabel pada homogenitas varians populasi.
Varians
ke
dk 1/dk Si2 dk Si2 Log
Si2
dk log
Si2
1 ... ... ... ... ... ...
2 ... ... ... ... ... ...
3 ... ... ... ... ... ...
4 ... ... ... ... ... ...
... ... ... ... ... ... ...
. . . . . . ...
. . . . . . ...
. . . . . . ...
. . . . . . ...
. . . . . . ...
N ... ... ... ... ... ...
Ada beberapa metode yang telah ditemukan untuk
melakukan pengujian ini , tetapi di sini hanya akan
kami bahas uji yang dinamaan uji Bartlett. Langkah pertama,
dari sample-sampel yang ada kita hitung variansnya
masing-masing yaitu S12, S1
2,… Sk2.
Kemudian digunakan rumus berikut ini :
1.S12
=∑ (n−1 )S
12
∑ n−1
2.B=(log Si2) ∑ (ni−1)
3.B=(3.626) (70) =253.82
4. Xhitung2 =(ln 10 )¿¿ }
( Sumber : Metode Statistika, Sudjana,1997,Halaman 229 ).