Post on 24-Jul-2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sungai merupakan sejenis saluran air stabil yang besar. Sumber sungai
berasal dari mata air ataupun anak sungai. Pada umumnya, air sungai terbatas
di dalam satu saluran, yang terdiri dari dasar sungai diantara dua tebing kiri
dan kanan. Sebagian besar, curahan hujan di darat akan melalui sungai dalam
perjalanannya ke laut. Sebuah sungai (river) biasanya terdiri dari beberapa
anak sungai (stream) yang bergabung (Ichan, 2009).
Manusia membutuhkan air dalam jumlah besar untuk berbagai
kebutuhan hidupnya yang dapat dimanfaatkan dalam banyak hal, salah
satunya adalaha air sungai. Air Sungai adalah salah satu sumber air bagi
kehidupan manusia di bumi. Peran sungai sangat besar sekali dalam
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, baik kebutuhan rumah tangga
maupun industri. Adapun peran air sungai antara lain untuk memenuhi
kebutuhan air bersih, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun untuk
kegiatan sector perindustrian, sumber energi tenaga listrik, sumber air
pertanian, perternakan, perikanan, dan sebagainya (Perpustakaan online,
2009).
Sayangnya, pemanfaatan sungai tidak diimbangi dengan pelestarian
sungai itu sendiri sehingga air sungainya tercemar. Pencemaran air sungai
tersebut terjadi apabila dalam air terdapat berbagai macam zat (misal logam
berat) atau kondisi (misal panas) yang dapat menurunkan standar kualitas air
yang telah ditentukan, sehingga tidak dapat digunakan untuk kebutuhan
tertentu. Suatu sumber air dikatakan tercemar tidak hanya karena tercampur
dengan bahan pencemar, akan tetapi apabila air tersebut tidak sesuai dengan
kebutuhan tertentu, baik kebtuhan rumah tangga maupun sektor industri
(Lutfi, 2009)
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi sungai yang tercemar logam berat di beberapa sungai
di Indonesia?
2. Bagaimana peran kitosan untuk menjernihkan air sungai yang tercemar
logam berat?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui kondisi sungai yang tercemar logam berat di beberapa sungai
di Indonesia.
2. Mengetahui peran kitosan untuk menjernihkan air sungai yang tercemar
logam berat.
1.4 Manfaat
1. Bagi penulis dan masyarakat : sebagai media pembelajaran untuk
mengetahui air sungai yang tercemar logam berat.
2. Bagi masyarakat : sebagai media pengetahuan untuk menjaga kebersihan
sungai dan mengetahui air sungai yang tercemar logam berat.
3. Bagi pemerintah : menjadi salah satu alternatif dalam menanggulangi
pencemaran air sungai yang telah tercemar oleh logam berat di beberapa
sungai di Indonesia.
3
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Sungai
Sungai merupakan sejenis saluran air stabil yang besar. Sumber sungai
boleh jadi dari tasik, mata air ataupun anak-anank sungai. Dari sumbernya
semua sungai menuruni bukit, dan merupakan cara biasa air hujan yang turun
di daratan untuk mengalir ke laut atau takungan air yang besar seperti tasik.
Mulut, ataupun hujung sungai di laut dipanggil muara, manakala puncaknya
di panggil hulu (
2.1.1. Manfaat Sungai
Sungai adalah salah satu sumber air untuk kebutuhan makhluk hidup
di bumi ini. Sungai berperan vital sebagai salah satu penyuplai air. Adapun
manfaat sungai antara lain,
1. Sebagai sumber air
Tidak hanya manusia yang membutuhkan air sungai. Hewan dan
tumbuhan pun membutuhkan air untuk kelangsungan hidupnya. Sejak
dahulu manfaat sungai bagi manusia antara lain untuk keperluan minum,
makan, mandi, cuci dan berbagai kebutuhan dasar lainnya.
Sayangnya air sungai di beberapa tempat, terutama di kota-kota
besar, sudah tercemar. Akibatnya masyarakat kesulitan memanfaatkan air
sungai. Sebaliknya, di desa yang masih memiliki air sungai jernih.
Masyarakat masih menggunakan air sungai untuk berbagai keperluan.
2. Pengairan dan Irigasi
Manfaat kedua yaitu dengan pemanfaatan air sungai untuk
mengairi sawah, kebun, dan ladang. Bahkan di Bali, dikenal pengaturan
sistem pengairan sawah yang disebut subak. Dengan pengaturan,
dipastikan masing-masing anggota masyarakat memperoleh air sungai
yang cukup untuk mengairi sawah masing-masing.
4
3. Sumber Energi Pembangkit Listrik
Aliran air sungai yang deras dapat digunakan sebagai sumber
energi pembangkit listrik. Untuk skala besar, dibangun Pembangkit
Listrik Tenaga Air atau PLTA. Contohnya PLTA Asahan di Sumatra
Utara dengan memanfaatkan aliran air Sungai Asahan.
4. Sarana Transportasi
Sungai-sungai besar di Kalimantan digunakan sebagai sarana
transportasi manusia dan barang. Contohnya Sungai Mahakam di
Kalimantan Timur.
5. Budidaya Perikanan
Masyarakat memanfaatkan sungai untuk budidaya perikanan
dengan membuat karamba. Karamba adalah kotak terbuat dari kayu atau
bambu dan dibenamkan di sungai. Karamba berisi ikan air tawar seperti
ikan mas dan nila.
6. Pariwisata
Sungai juga bisa dimanfaatkan untuk pariwisata. Contoh sungai
yang dimanfaatkan untuk pariwisata adalah Sungai Bantimurung di
Maros, Sulawesi Selatan. Di sana, selain bisa menikmati pesona air terjun
dan pemandangan alamnya, pengunjung juga dapat melihat aneka kupu-
kupu yang indah.
(Ahira, 2011)
2.1.2 Bahan Pencemar Air Sungai
Pencemaran sungai disebabkan oleh berbagai jenis limbah. Adapun
bahan pencemarnya antara lain:
1. Sampah yang dalam proses penguraiannya memerlukan oksigen yaitu
sampah yang mengandung senyawa organik, misalnya sampah industri
makanan, sampah industri gula tebu, sampah rumah tangga (sisa-sisa
makanan), kotoran manusia dan kotoran hewan, tumbuhtumbuhan dan
hewan yang mati. Untuk proses penguraian sampahsampah tersebut
memerlukan banyak oksigen, sehingga apabila sampah-sampah tersbut
terdapat dalam air, maka perairan (sumber air) tersebut akan
5
kekurangan oksigen, ikan-ikan dan organisme dalam air akan mati
kekurangan oksigen. Selain itu proses penguraian sampah yang
mengandung protein (hewani/nabati) akan menghasilkan gas H2S yang
berbau busuk, sehingga air tidak layak untuk diminum atau untuk
mandi.
2. Bahan pencemar senyawa anortanik/mineral misalnya logam berat
seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd), Timah hitam (pb), tembaga (Cu),
garam-garam anorganik. Bahan pencemar berupa logam-logam berat
yang masuk ke dalam tubuh biasanya melalui makanan dan dapat
tertimbun dalam organ-organ tubuh seperti ginjal, hati, limpa saluran
pencernaan lainnya sehingga mengganggu fungsi organ tubuh tersebut.
3. Bahan pencemar organik yang tidak dapat diuraikan oleh
mikroorganisme yaitu senyawa organik yang berasal dari pestisida,
herbisida, polimer seperti plastik, deterjen, serat sintetis, limbah
industri dan limbah minyak. Bahan pencemar ini tidak dapat
dimusnahkan oleh mikroorganisme, sehingga akan menggunung
dimana-mana dan dapat mengganggu kehidupan dan kesejahteraan
makhluk hidup.
4. Bahan pencemar pencemar berupa makanan tumbuh-tumbuhan seperti
senyawa nitrat, senyawa fosfat dapat menyebabkan tumbuhnya alga
(ganggang) dengan pesat sehingga menutupi permukaan air. Selain itu
akan mengganggu ekosistem air, mematikan ikan dan organisme dalam
air, karena kadar oksigen dan sinar matahari berkurang. Hal ini
disebabkan oksigen dan sinar matahari yang diperlukan organisme
dalam air (kehidupan akuatik) terhalangi dan tidak dapat masuk ke
dalam air.
5. Bahan pencemar berupa zat radioaktif, dapat menyebabkan penyakit
kanker, merusak sel dan jaringan tubuh lainnya. Bahan pencemar ini
berasal dari limbah PLTN dan dari percobaan-percobaan nuklir
lainnya.
6
6. Bahan pencemar berupa endapan/sedimen seperti tanah dan lumpur
akibat erosi pada tepi sungai atau partikulat-partikulat padat/lahar yang
disemburkan oleh gunung berapi yang meletus, menyebabkan air
menjadi keruh, masuknya sinar matahari berkurang, dan air kurang
mampu mengasimilasi sampah.
7. Bahan pencemar berupa kondisi (misalnya panas), berasal dari limbah
pembangkit tenaga listrik atau limbah industri yang menggunakan air
sebagai pendingin. Bahan pencemar panas ini menyebabkan suhu air
meningkat tidak sesuai untuk kehidupan akuatik (organisme, ikan dan
tanaman dalam air). Tanaman, ikan dan organisme yang mati ini akan
terurai menjadi senyawa-senyawa organik. Untuk proses penguraian
senyawa organik ini memerlukan oksigen, sehingga terjadi penurunan
kadar oksigen dalam air.
(Lutfi, 2009)
Secara garis besar bahan pencemar air tersebut di atas dapat
dikelompokkan menjadi:
1. Bahan pencemar organik, baik yang dapat mengalami penguraian oleh
mikroorganisme maupun yang tidak dapat mengalami penguraian.
2. Bahan pencemar anorganik, dapat berupa logam-logam berat, mineral
(garam-garam anorganik seperti sulfat, fosfat, halogenida, nitrat)
3. Bahan pencemar berupa sedimen/endapan tanah atau lumpur.
4. Bahan pencemar berupa zat radioaktif e) Bahan pencemar berupa
panas
(Lutfi, 2009)
2.1.3 Kondisi Air Sungai di Indonesia yang Tercemar Logam Berat
Akhir-akhir ini, telah banyak ditemukan bahwa beberapa sungai di
Indonesia yang terdeteksi adanya logam berat yang cukup berbahaya.
Misalnya saja sungai di Bali yang sebagian besar telah tercemar logam
berat. Logam berat tersebut berasal dari limbah domestik dan nondomestik
sehingga mengakibatkan terjadinya sidementasi dan mempengaruhi kualitas
air yang menjadi keruh (Era Baru News, 2010).
7
Gambar 1 : Sungai Bali yang tercemar oleh logam berat
Sumber : Era Baru News, 2010
Menurut Dr.Ir.I Wayan Arthana MS, ketua panitia seminar lingkungan
hidup Indonesia di Universitas Udayana, menyatakan bahwa sungai di Bali
sekitar 70% telah tercemar limbah, baik berasal dari pabrik maupun
masyarakat di sekitar sempadan sungai hingga terjadi adanya perubahan
daerah aliran sungai (DAS). Selain itu, dari hasi berbagai penelitian dan
hasil monitoring Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH), yang
mengambil objek sungai-sungai di Bali, diketahui secara umum telah
mengalami proses sedimentasi. PPLH juga menyebutkan bahwa sungai-
sungai di Bali disebabkan oleh limbah yang berasal dari pembangunan vila
di sekitar sempadan sungai dan beberapa perkebunan jeruk yang tidak
menerapkan sistem terasiring sehingga penggunaan pupuk kimiawinya larut
ke sungai dan menjadikan airnya berubah keruh di hulu sungai.
Tidak hanya di Bali, namun beberapa sungai di Pulau Jawa juga telah
tercemar logam berat. Sungai Naggawer misalnya yang terletak di Cibinong,
Kabupaten Bogor dengan kondisi air sungainya yang cukup
memprihatinkan sehingga tidak bisa lagi dikonsumsi (TEMPO Interaktif,
2011). Kandungan logam berat yang terdapat di Sungai Naggawer cukup
tinggi. Berdasarkan hasil uji laboraturium di Laboratorium Kesehatan
8
Daerah Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, kandungan zat besi lebih tinggi
4 kali dari ambang batas yang ditetapkan. Kandungan mangan juga 10 kali
lebih tinggi dari ambang batas. Selain itu, kandungan logam berat lain
seperti timbal, sianida dan kesadahan juga cukup tinggi. Dengan kondisi
tersebut, maka sangat mustahil sekali air sungai Naggawer dapat
dikonsumsi lagi.
Sementara itu, Ketua Komisi C Wawan Risdiawan, menjelaskan
terkait pencemaran terhadap air sumur yang terjadi di lingkungan Kampung
Babakan Terikolot, pihaknya meminta pemkab secepatnya mengkaji dan
mengevaluasi semua ada perusahaan di kawasan tersebut. Wawan juga
menduga bahwa pencemaran tersebut ditimbulkan oleh sebuah perusahaan
yang memproduksi kabel.
Menurut keterangan Lilis, warga Cibinong, hasil wawancara oleh
koran TEMPO Interaktif, tanggal 19 April 2011, pencemaran tidak saja
terjadi di sumur warga, namun juga terjadi di bantuan air yang diberikan
sejumlah perusahaan juga telah tercemar. Untuk memenuhi kebutuhan air
bersih untuk warga, Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Tirta
Kahuripan juga menyuplai air bersih. Sayangnya, kebutuhan air besih
tersebut masih sangat kurang akibat dari aktivitas warga Cibinong
beranekaragam yang membutuhkan air.
Gambar 2 : Sungai Citarum, Waduk Saguling,
dan Cirata, Jawa Barat yang tercemar logam berat
Sumber : Pemkab Bandung Barat, 2010
9
Sungai Citarum serta Waduk Saguling dan Cirata di Kabupaten
Bandung (sekarang KBB) saat ini tercemar logam berat. Jika tidak segera
ditanggulangi, dikhawatirkan pencemaran logam berat akan berdampak
pada kesehatan masyarakat karena daerah tersebut merupakan sentra
budidaya ikan. Demikian hasil penelitian Laboratorium Higiene Industri dan
Taksikologi, Departemen Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung
(ITB), yang dipaparkan Katharina Oginawati dari laboratorium tersebut
kepada wartawan di Bandung (Kompas, 2010)
Di Waduk Saguling dan Cirata pencemaran logam berat seperti
merkuri (Hg), tembaga (Cu), seng (Zn), dan timbal (Pb) sudah melampaui
baku mutu. Kadar tembaga di Waduk Cirata 0,008 miligram per liter,
padahal Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 menetapkan 0,001
miligram per liter. Kandungan timbal juga 0,03 miligram per liter, tiga kali
diatas standar (Kompas, 2010)
Kondisi Waduk Saguling lebih buruk karena menjadi tempat
pengendapan pertama Sungai Citarum. Kandungan merkuri (Hg) 30 kali di
atas batas normal, 0,06 miligram per liter (Kompas, 2010). Menurut,
Katharina, peneliti Laboratorium Higiene Industri dan Taksikologi,
Departemen Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung (ITB), adanya
cemaran logam berat, ikan yang berada di sungai tersebut juga akan
mengalami kontaminasi melalui rantai makanan. Logam berat akan
terakumulasi di tubuh ikan yang akhirnya masuk tubuh manusia yang
mengonsumsinya. Menurut Indah, peneliti dari Teknik Lingkungan ITB
yang menyatakan bahwa akumulasi tubuh manusia dalam jangka panjang
sehingga dapat menyebabkan berbagai gengguan kesehatan, seperti penyakit
minamata, bibir sumbing kerusakan saraf, dan cacat pada bayi.
2.2 Logam Berat
Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar yang perlu
diwaspadai. Di Indonesia, pencemaran logam berat dapat berasal dari
limbah industri, pertanian maupun rumah tangga. Oleh karena itu, Balai
10
Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
telah melakukan penelitian monitoring residu logam berat pada biota
maupun perairan di beberapa lokasi selama 5 tahun yaitu dari tahun 2001
sampai dengan 2005.
2.2.1 Kandungan Logam Berat
Beberapa sungai di Indonesia telah tercemar dengan logam berat
yang berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia. Mulai dari timbal, besi,
tembaga, mangan hingga merkuri telah menutupi sebagian besar komponen
air sungai.
2.2.2 Dampak Negatif bagi Konsumen
Dampak negatif dari konsumen apabila mengkonsms iair sungai
yang tercemar oleh limbah logam berat antara lain,keracunan Hg yang akut
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan saluran pencernaan, gangguan
kardiova sculer, kegagalan ginjal akut maupun shock. Pada pemeriksaan
laboratorium tampak terjadinya denaturasi protein enzim yang tidak aktif
dan kerusakan membran sel.Logam berat Pb dapat menyebabkan gangguan
pada sistem reproduksi berupa keguguran, kesakitan dan kematian janin.
Keracunan Pb juga dapat menyebabkan terjadinya anemia akibat penurunan
sintesis globin walaupun tak tampak adanya penurunan kadar zat besi dalam
serum(Sudarmaji,2006)
2.3 Cangkang Rajungan (Portunus pelagicus)
2.3.1 Limbah Cangkang Rajungan
Wilayah perairan Indonesia merupakan sumber cangkang hewan
invertebrate laut berkulit keras (Crustacea) yang mengandung kitin secara
berlimpah. Kitin yang terkandung dalam Crustacea berada dalam kadar
yang cukup tinggi berkisar 20-60% tergantung spesies. Limbah berkitin di
Indonesia yang dihasilkan saat ini sekitar 56.200 ton pertahun ( Departemen
Kelautan dan Perikanan, 2000). Rajungan merupakan salah satu komoditas
penting bagi hasil perikanan Indonesia. Pada umumnya rajungan
11
diekspordalam bentuk dagingnya yang telah dipasteurisasi. Hasil samping
pengolahan daging rajungan berupa limbah cangkang (kulit dan kepala).
Limbah ini belum termanfaatkan secara baik dan berdaya guna, bahkan
sebagian besar merupakan buangan yang juga turut mencemari lingkungan.
Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu komoditas
ekspor sektor perikanan Indonesia yang dijual dalam bentuk rajungan beku
atau kemasan dalam kaleng. Dari aktivitas pengambilan dagingnya oleh
industri pengolahan rajungan dihasilkan limbah kulit keras (cangkang)
cukup banyak yang jumlahnya dapat mencapai sekitar 40-60 % dari total
berat rajungan. Cangkang rajungan ini dapat dimanfaatkan sebagai
campuran pakan ternak, tetapi pemanfaatan ini belum dapat mengatasi
limbah cangkang rajungan secara maksimal. Padahal limbah cangkang
rajungan masih mengandung senyawa kimia cukup banyak, diantaranya
ialah protein 30 – 40 %; mineral (CaCO3) 30 – 50 %; dan khitin 20 – 30 %
(Srijanto, 2003).
1.3.2 Kandungan Cangkang Rajungan
2.4 Kitosan
2.4.2 Definisi
Kitosan merupakan senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati
kitin, suatu senyawa organik yang melimpah di alam ini setelah selulosa.
Kitin ini umumnya diperoleh dari kerangka hewan invertebrata dari
kelompok Arthopoda sp, Molusca sp, Coelenterata sp, Annelida sp,
Nematoda sp, dan beberapa dari kelompok jamur. Selain dari kerangka
hewan invertebrate, juga banyak ditemukan pada bagian insang ikan,
trachea, dinding usus dan pada kulit cumi-cumi. Sebagai sumber utamanya
ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster, kepiting, dan hewan
yang bercangkang lainnya, terutama asal laut.
Tabel 1 Sumber-sumber Kitin dan Kitosan
12
Jenis Kadar Kitosan Jamur / Cendawan 5-20% Cumi-cumi 3-20% Kalajengking 30% Laba-laba 38% Kumbang 35% Ulat sutra 44% Kepiting 69% Udang 70%
( Manurung, M. 2005)
Khitosan adalah suatu biopolimer dari D-glukosamin yang dihasilkan
dari proses deasetilasi khitin dengan menggunakan alkali kuat. Khitosan
bersifat sebagai polimer kationik yang tidak larut dalam air, dan larutan
alkali dengan pH di atas 6,5. Khitosan mudah larut dalam asam organik
seperti asam formiat, asam asetat, dan asam sitrat (Mekawati dkk, 2000).
Tabel 2 Kelarutan Kitosan pada Berbagai Pelarut Asam Organik
Keterangan: + larut; - tidak larut; ± larut sebagian (Sugita, P. 2009)
Secara umum derajat deasetilasi untuk khitosan sekitar 60% dan
sekitar 90-100 % untuk khitosan yang mengalami deasetilasi penuh. Harga
ini tergantung dari bahan baku khitin yang digunakan dan proses yang
dijalankan (Suhardi, 1992). Di pasaran dunia, harga khitosan dengan derajat
deasetilasi 70 % dapat mencapai US $ 750/kg (Djaeni, 2003).
Konsentrasi Asam Organik Konsentrasi Asam Organik (%)10 50 >50
Asam asetat + ±Asam Adipat Asam sitrat +Asam format + + +Asam laktat +Asam maleat +Asam malonat +Asam oksalat +Asam propionat +Asam piruvat +Asam suksinat +Asam tartrat +
13
Secara umum proses pembuatan khitosan meliputi 3 tahap, yaitu
deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi. Proses deproteinasi bertujuan
mengurangi kadar protein dengan menggunakan larutan alkali encer dan
pemanasan yang cukup. Proses demineralisasi dimaksudkan untuk
mengurangi kadar mineral (CaCO3) dengan menggunakan asam konsentrasi
rendah untuk mendapatkan khitin, sedangkan proses deasetilasi bertujuan
menghilangkan gugus asetil dari khitin melalui pemanasan dalam larutan
alkali kuat dengan konsentrasi tinggi (Yunizal dkk., 2001).
Khitosan dapat membentuk kompleks (khelat) dengan ion logam berat
dan ion logam transisi terutama Cu2+, Ni2+, dan Hg2+, tetapi tidak dengan ion
logam alkali dan alkali tanah. Pada proses pengikatan logam tersebut,
pengaturan pH larutan perlu dilakukan (Mekawati dkk, 2000). Kualitas dan
penggunaan produk khitosan terutama ditentukan dari seberapa besar derajat
deasetilasinya. Derajat deasetilasi pada pembuatan khitosan bervariasi
tergantung pada bahan dasar dan kondisi proses seperti konsentrasi larutan
alkali, suhu, dan waktu (Suhardi, 1992).
14
BAB II
METODE PENULISAN
2.1 Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode
deskriptif berdasarkan studi literatur yang dilakukan. Pengumpulan data,
konsep, dan teori yang dijadikan landasan teoritis dalam karya tulis ilmiah ini
yaitu melalui berbagai sumber buku, jurnal, dan situs internet. Pengumpulan
data dapat berupa gambar, tabel, dan grafik yang menunjukkan fakta dari
permasalahan yang dibahas.
2.2 Teknik Pegolahan Data
Pengolahan data dikumpulkan secara selektif sesuai dengan kriteria
yang ditentukan, yaitu aktualitas dan koherensitas data terhadap permasalahan
yang dibahas.
2.3 Analisis Sintesis
Selanjutnya dilakukan sintesis dan analisis dari fakta yang ada. Fakta
tersebut dianalisa yang dikaitkan dengan studi literatur yang telah dilakukan.
Hasil analisis dan sintesisi diakhiri dengan penarikan kesimpulan sebagai
solusi alternatif yanng ditawarkan.
15