Post on 22-Dec-2015
description
BAB 1. KULIT
1.1. ANATOMI
Kulit (dikenal juga sebagai membran kutaneus / integument) menutupi permukaan tubuh
bagian luar dan merupakan organ tubuh terbesar dalam hal berat dan area permukaan. Secara
struktur, kulit terdiri dari 2 komponen utama. Yang atas dan juga bagian yang lebih tipis,
yang mana terdiri dari jaringan epitel, adalah epidermis. Sedangkan yang lebih dalam, bagian
jaringan ikat yang lebih tebal adalah dermis. Lebih dalam dari dermis tetapi bukan bagian
dari kulit adalah lapisan subkutan. Lapisan yang juga disebut hypodermis ini terdiri dari
areolar dan adipose tissue. Lapisan subkutan berfungsi sebagai tempat penyimpanan lemak
dan mengandung banyak pembuluh darah besar yang memperdarahi kulit. Daerah ini juga
mengandung ujung saraf pacini yang sensitive terhadap tekanan.
- Epidermis:
Lapisan ini terdiri dari keratinized stratified squamous epithelium dan memiliki 4 jenis
sel (keratinosit, melanosit, langerhans, dan merkel). Pada sebagian besar area tubuh,
epidermis memiliki 4 lapisan (basale, spinosum, granulosum, dan korneum). Ini disebut
kulit tipis. Sedangkan di tempat – tempat yang sering terjadi gesekan seperti pada ujung
jari, telapak tangan, dan telapak kaki, epidermis mempunyai 5 lapisan (basale, spinosum,
granulosum, lusidium, korneum). Ini disebut kulit tebal. Berikut ini pembahasan tentang
setiap lapisan.
a. Stratum korneum (horny layer) : terdiri dari 25-30 lapisan flattened dead
keratinocytes dan tidak memiliki nucleus. Pada lapisan ini, protoplasma sudah
menjadi keratin keratin. Lapisan ini memiliki lemak dari lamellar granules diantara
sel – sel. Fungsi lapisan ini adalah untuk melindungi terhadap panas, mikroba, dan
bahan – bahan kimia.
b. Stratum lusidium : terdiri dari 3-5 lapisan flattened clear dead keratinocytes yang
memiliki sejumlah besar keratin dan membrane plasma yang tebal. Lapisan ini hanya
ada pada kulit tebal.
c. Stratum granulosum (transition layer) : terdiri dari 3-5 lapisan flattened keratinocytes
yang mengalami apoptosis. Lapisan ini memiliki keratohyalin (granules protein yang
berwarna gelap yang kemudian mengubah tonofilaments menjadi keratin) dan
membrane enclosed lamellar granules yang melepaskan sekret yang kaya akan lipid
yang berfungsi sebagai barier penahan air.
d. Stratum spinosum (prickle cell layer) : terdiri atas 8-10 lapisan keratinosit bersisi
banyak yang letaknya berdekatan. Lapisan ini memiliki sel - sel langerhans yang
berfungsi untuk sistem imun dan proyeksi melanosit. Lapisan ini berfungsi untuk
menyediakan kekuatan dan fleksibilitas untuk kulit.
e. Stratum Basale (stratum germinativum) : terdiri dari lapisan tunggal keratinosit
kuboid / kolumnar. Lapisan ini memiliki melanosit yang berfungsi memberi warna
pada kulit dan menyerap UV yang merusak, merkel cells dan merkel disc yang
berfungsi untuk sensasi sentuhan, dan beberapa stem cells yang berfungsi untuk
membentuk sel –sel baru.
- Dermis
Dermis terdiri dari jaringan ikat yang kuat yang mengandung kolagen dan elastic
fibers. Beberapa sel hadir di dermis termasuk fibroblast, beberapa makofag, dan
beberapa adiposity dekat perbatasan dengan lapisan subkutan. Pembuluh darah, saraf,
kelenjar, dan folikel rambut terdapat pada lapisan dermis. Berdasarkan struktur
jaringannya, dermis dapat dibagi menjadi:
a. Pars papillare : 1/5 dari ketebalan seluruh lapisan. Bagian ini memiliki collagen
(untuk memberi kekuatan tekanan yang besar untuk mencegah robek), fine elastic
fibers (untuk mengembalikan ke keadaan tidak teregang), dermal papillae, dermal
ridges (untuk memberikan sidik jari) that house capillary loops, meissner
corpuscles (memberi sensasi sentuhan), free nerve endings (untuk memberi signal
terhadap sensasi tertentu).
b. Pars reticulare : 4/5 dari ketebalan seluruh lapisan. Lapisan ini terdiri dari jaringan
ikat tebal yang tidak beraturan yang mengandung fibroblast, bundles of collagen,
dan beberapa coarse elastic fibers dengan beberapa sel – sel adiposa, folikel
rambuut, saraf, kelenjar minyak (sebasea), kelenjar keringat (sudorifera) yang
terletak diantara fibers. Tidak hanya itu, lapisan ini juga mempunyai musculus
erector pili.
Glandula Sudorifera (kelenjar keringat)
Ada 2 macam : kelenjar ekrin (secret encer - sekresi dipengaruhi oleh saraf
kolinergik, faktor panas, dan stress emotional – ada di slrh permukaan kulit
namun terbanyak di telapak tangan, telapak kaki, aksila, dahi – dibentuk
sempurna pd mgg ke 28 gestasi tapi berfungsi pada 40 mgg stlh partus) dan
kelenjar apokrin (secret lebih kental – sekresi dipengaruhi oleh saraf
adrenergic - ada di aksila, areola, mamae, pubis, labia minora, sal. telinga
luar)
Keringat mengandung air, elektrolit, as. Laktat, dan glukosa. PH + 4 - 6,8.
Glandula Sebacea (kelejar palit / kelenjar minyak / kelenjar holokrin)
Ada di seluruh permukaan kulit kecuali telapak tangan dan telapak kaki. Sekret
berasal dari dekomposisi sel – sel kelenjar. Sekresi dipengaruhi oleh hormone
androgen. Sebum mengandung trigliserida, as. Lemak bebas, skualen, wax ester,
dan kolesterol.
- Subkutis : lapisan ini berfungsi untuk menyimpan cadangan energi, sebagai bantalan dan
pelindung kulit. Pada lapisan ini, struktur yang ada dapat bergerak / tidak terfiksir pada 1
tempat. Lapisan yang membentuk kontur tubuh ini memiliki pacini corpuscles yang
berfungsi memberikan sensasi terhadap tekanan and cerumimous gland yang berfungsi
memproduksi waxy lubricating secretion. Kombinasi sekret dari kelenjar serumen dan
kelenjar sebasea adalah materi kekuningan yang disebut serumen / kotoran telinga yang
mana mencegah masuknya air ke kanal, serta mencegah bacteria dan jamur masuk ke
dalam sel.
2. FUNGSI KULIT
Berikut ini beberapa fungsi kulit:
Proteksi terhadap gangguan fisis, mekanis, kimiawi, panas, infeksi luar, UV.
Absorpsi cairan yang mudah menguap dan larut lemak. Dipengaruhi oleh ketebalan kulit,
hidrasi, kelembaban, metabolism, dan jenis vehikulum.
Ekskresi zat – zat yang tdk berguna / sisa metabolism dalam tubuh (NaCl, yrea, asam
urat, ammonia). Pada fetus, kelenjar sebacea dipengaruhi hormone androgen ibu
memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya terhaap cairan amnion shg pada waktu
lahir ditemukan sbg vernix caseosa.
Persepsi karena memiliki ujung – ujung saraf di dermis dan subkutis. Rufini – panas,
Krause – dingin, Pacini – tekanan, Meissner dan badan merkel – rabaan.
Pengaturan suhu tubuh dengan mengeluarkan keringat dan kontraksi otot dan pembuluh
darah kulit.
Pembentukan pigmen oleh melanosit di stratum basal. Warna kulit dipengaruhi oleh
jumlah melanosit, jumlah dan besar melanosome, tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi
Hb, dan karoten.
Keratinisasi dimana keratin mengalami proses sintesis dan degenerasi menjadi lapisan
tanduk yang berlangsung selama + 14 – 21 hari untuk memberi perlindungan kulit secara
fisiologik thd infeksi.
Pembentukan vit. D dengan bantuan sinar matahari mengubah 7 dihidroksi kolesterol.
BAB 2. LUKA
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah kerusakan
kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Ketika luka timbul,
beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
Luka dapat diklasifikasi berdasarkan kategori tertentu :
1. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a. Luka akut, yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan proses penyembuhan.
b. Luka kronis, yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat
karena faktor eksogen dan endogen.
2. Berdasarkan proses terjadinya
a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam dan
kerusakan sangat minimal. Misal, yang terjadi akibat pembedahan.
b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda seperti peluru atau pisau
yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi jika kekuatan trauma melebihi kekuatan regang
jaringan.
f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh. Biasanya
pada bagian awal masuk luka diameternya kecil, tetapi pada bagian ujung luka biasanya
akan melebar.
g. Luka Bakar (Combustio), merupakan kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh api,
atau penyebab lain seperti oleh air panas, radiasi, listrik dan bahan kimia. Kerusakan
dapat menyertakan jaringan bawah kulit.
3. Berdasarkan Derajat Kontaminasi
a. Luka bersih (Clean Wounds), yaitu luka tak terinfeksi, dimana tidak terjadi proses
peradangan (inflamasi) dan infeksi, dan kulit disekitar luka tampak bersih. Luka bersih
biasanya menghasilkan luka yang tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar
1% – 5%.
b. Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds), merupakan luka dalam kondisi
terkontrol, tidak ada material kontamin dalam luka. Kemungkinan timbulnya infeksi luka
adalah 3% – 11%.
c. Luka terkontaminasi (Contamined Wounds), yaitu luka terbuka kurang dari empat jam,
dengan tanda inflamasi non-purulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.
d. Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds), yaitu luka terbuka lebih dari empat
jam dengan tanda infeksi di kulit sekitar luka, terlihat pus dan jaringan nekrotik.
Kemungkinan infeksi luka 40%.
BAB 4. PENYEMBUHAN LUKA
A. Penutupan luka
Tujuan utama dari penutupan luka yaitu untuk mengembalikan integritas kulit sehingga
mengurangi resiko terjadinya infeksi, scar dan penurunan fungsi. Proses penutupan pada
luka terbagi menjadi beberapa cara, tergantung pada tipe jaringan yang terlibat dan keadaan
serta perlakuan pada luka.
1. Penutupan luka primer (Intensi Primer)
Penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem terjadi bila luka segera
diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Luka dibuat secara aseptik dengan
kerusakan jaringan minimum, dan dilakukan penutupan dengan baik seperti dengan
penjahitan. Ketika luka sembuh melalui instensi pertama, jaringan granulasi tidak tampak
dan pembentukan jaringan parut minimal. Parutan yang terjadi biasanya lebih halus dan
kecil.
2. Penutupan luka sekunder (Intensi Sekunder)
Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar akan berjalan secara alami. Luka
akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup jaringan epitel. Penyembuhan ini
disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per secundam intentionem. Cara ini biasanya
memakan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama jika
lukanya terbuka lebar.
3. Penutupan luka primer tertunda (Intensi Tersier)
Penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang terkontaminasi
berat atau tidak berbatas tegas. Luka yang tidak berbatas tegas sering meninggalkan
jaringan yang tidak dapat hidup yang pada pemeriksaan pertama sukar dikenal. Keadaan
ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang
demikian akan dibersihkan dan dieksisi (debridement) dahulu, selanjutnya baru dijahit
dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini disebut penyembuhan primer tertunda.
Selain itu, jika luka baik yang belum dijahit, atau jahitan terlepas dan kemudian
dijahit kembali, dua permukaan granulasi yang berlawanan akan tersambungkan. Hal ini
mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam dan luas dibandingkan dengan
penyembuhan primer.
Gambar 1. Macam-macam proses penutupan luka
4. Skin Graft
Skin graft adalah segmen epidermis dan dermis yang telah dipindahkan dari suplai
darahnya dan ditransplantasikan ke tempat lain. Skin graft digunakan untuk mempercepat
proses penyembuhan dan mengurangi resiko infeksi. Graft dapat dengan ketebalan partial
(partial thickness) atau seluruhnya (full thickness). Skin graft dapat diklasifikasikan
menjadi:
a. Autograft: pemindahan kulit ke sisi yang luka dari bagian lain di tubuh pasien. Dengan
cara ini akan dihasilkan luka kedua yang disebut juga donor site. Bagian ini dibiarkan
sembuh dengan secondary intention.
b. Allograft: donor site didapat dari individu lain dengan spesies yang sama, contohnya
orang yang satu ke yang lain.
c. Xenograft: donor site ditransplantasikan dari spesies yang berbeda, misalnya hewan ke
manusia.
d. Cultured epidermis: pengembangbiakan jaringan dari sebagian kecil sel – sel epitel
yang diambil dari donor / penerima untuk menjadi epidermis. Sel – sel dikembangkan
terlebih dahulu dilaboratorium sebelum ditransplantasikan. Karena tidak ada bagian
dermisnya, maka harus diberikan perhatian lebih untuk meminimalkan gesekan pada kulit
baru yang akan ditempel.
5. Flap
Flap adalah relokasi jaringan dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya guna
merekonstruksi defek primer sementara terjadi defek kedua yang memerlukan skin
grafting atau penutupan primer. Flap dideskripsikan sebagai skin / kutaneus flap dan
composite tissue flap. Skin flap terdiri dari kulit dan superficial fascia. Sedangkan
composite tissue flap dideskripsikan berdasarkan jenis jaringan pembentuknya dan
termasuk: fasciocutaneous flap, myocutaneous flap dan osteomyocutaneous flap. Flap
dapat berupa free flap atau pedicle flap. Free flap merelokasi kulit dan jaringan subkutan
sebagai complete segmen dengan anastomosis dari suplai darah bagian ke pembuluh
darah tempat yang terpengaruhi. Pedicle flap adalah transfer kulit dan jaringan subkutan
ke bagian tubuh lain.suplai darah untuk flap dijaga oleh vaskularisasi pedicle yang
tertempel pada tubuh pada donor site hingga suplai darah baru terbentuk. Donor site
diskin graft atau jahit untuk menciptakan penyembuhan secara intense primer.
B. Fase penyembuhan luka
Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait
dan berkesinambungan, serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka. Sehubungan dengan
adanya perubahan morfologik, tahapan penyembuhan luka terdiri dari:
1. Fase Hemostasis dan Inflamasi
Fase hemostasis dan inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang
terjadi akibat perlukaan pada jaringan lunak. Tujuannya adalah menghentikan
perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati, dan bakteri, untuk
mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan.
Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya
platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot)
dan juga mengeluarkan substansi vasokonstriktor yang mengakibatkan pembuluh darah
kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup
pembuluh darah. Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi
vasodilatasi kapiler karena sti mulasi saraf sensoris (local sensoris nerve ending), local
reflex action, dan adanya substansi vasodilator : histamin, serotonin dan sitokin.
Histamin selain menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya
permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk
ke daerah luka. Secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan
tersebut asidosis. Eksudasi ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil)
ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri
di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag yang
berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses penyembuhan luka.
Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah:
a. Sintesa kolagen
b. Membentuk jaringan granulasi bersama dengan fibroblast
c. Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi
d. Membentuk pembuluh kapiler baru atau angiogenesis
Dengan berhasil dicapainya luka yang bersih, tidak terdapat infeksi serta
terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai sebagai
pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya eritema, hangat pada
kulit, edema, dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.
Gambar 2. Fase Hemostasis dan Inflamasi
2. Fase Proliferasi (Fase Fibroplasia)
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia, karena yang menonjol adalah proses
proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir
minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi,
menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan
dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan
menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblast sangat besar
pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk
struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat
jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka,
fibroblast akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian
akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin,
asam hyaluronat, fibronectin dan proteoglikans) yang berperan dalam membangun
jaringan baru.
Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru
(connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat oleh fibroblast,
memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblast sebagai
satu kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru
yang tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi,
sedangkan proses proliferasi fibroblast dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroplasia.
Respons yang dilakukan fibroblast terhadap proses fibroplasia adalah:
a. Proliferasi
b. Migrasi
c. Deposit jaringan matriks
d. Kontraksi luka
Angiogenesis, suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam luka,
mempunyai arti penting pada tahap proleferasi proses penyembuhan luka. Kegagalan
vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid)
mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis.
Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk
memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka, karena biasanya pada daerah
luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia
dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang
dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (growth factors).
Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblast mengeluarkan keratinocyte
growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi
akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barrier yang menutupi
permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblast, pembentukan lapisan dermis ini
akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan
dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah
strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada
jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas
dibandingkan dengan defek luka minimal (David, 2004; Monaco and Lawrence, 2003).
Gambar 3. Fase Proliferasi (Mallefet and Dweck, 2008)
3. Fase Remodelling
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang
lebih 12 bulan. Tujuan dari fase remodelling adalah menyempurnakan terbentuknya
jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan berkualitas. Fibroblast sudah
mulai meninggalkan jaringan grunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang
karena pembuluh mulai regresi, dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk
memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada
minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi
akan dilanjutkan pada fase remodelling. Selain pembentukan kolagen, juga akan terjadi
pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda (gelatinous collagen) yang
terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu
lebih kuat, dengan struktur yang lebih baik (proses re-modelling).
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara
kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi
penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang
akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan
sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit mampu atau
tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses
penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai
sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing individu, lokasi, serta luasnya
luka (David, 2004; Mallefet and Dweck, 2008; Schwartz and Neumeister, 2006).
Gambar 4. Fase Remodelling (Mallefet and Dweck, 2008)
Gambar 5. Tahapan penyembuhan luka. Pada individu sehat, penyembuhan berlangsung
secara berurutan melalui tiga fase yang saling tumpang tindih: (1) fase inflamasi, (2) fase
proliferatif, dan (3) fase remodelling. Stress dapat mempengaruhi perkembangan melalui
tahap-tahap melalui jalur kekebalan tubuh dan beberapa neuroendokrin. Review saat ini
berfokus pada peran interaktif glukokortikoid dan sitokin (misalnya IL-8, IL-1α, IL-1β,
IL-6, TNF-α, dan IL-10). Namun, sitokin tambahan, kemokin, dan faktor pertumbuhan
yang penting untuk penyembuhan. Ini termasuk kemokin CXC ligan 1 (CXCL1),
kemokin CC ligan 2 (CCL2), granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-
CSF), protein chemotactic monosit-1 (MCP-1), makrofag inflamasi protien-1 alpha (MIP
-lα), faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), mengubah faktor pertumbuhan-β
(TNF-β), faktor pertumbuhan keratinosit (KGF), faktor pertumbuhan platelet-derived
(PDGF), dan faktor pertumbuhan fibroblas dasar (bFGF).
Berdasarkan kedalaman luka, ada 2 jenis proses penyembuhan luka yang dapat terjadi.
Epidermal wound healing terjadi pada luka yang hanya mengenai epidermis. Sedangkan deep
wound healing terjadi pada luka yang menembus dermis. Contoh epidermal wound adalah abrasi
dan minor burns. Pada luka epidermal, basal cell tidak terhubung dengan basement membrane.
Sel – selnya kemudian membesar dan bermigrasi across the wound hingga sisi lain luka bertemu
(contact inhibition). Saat bermigrasi, epidermal growth factor menstimulasi stem sel basal untuk
membelah dan mengantikan sel yang bermigrasi.
Penyembuhan luka yang dalam terjadi ketika luka hingga ke dermis dan subkutan. Ada 4 fase
yang terjadi dalam proses ini: inflammatory, migratory, proliferatie dan maturasi. Selama inflammatory
phase, bekuan darah terbentuk dan menyatukan tepi – tepi luka loosely. Proses ini melibatkan inflamasi,
respon vascular dan selular yang membantu mengeliminasi mikroba, benda asing, dan jaringan mati
dalam persiapan untuk perbaikan. Pada fase migrasi, bekuan menjadi scab dan sel epitel bermigrasi
untuk menjembatani luka. Fibroblast bermigrasi bersama fibrin membentuk jaringan parut dan
pembuluh darah yang hancur pun mulai tumbuh kembali. Selama fase ini terbentuklah jaringan
granulasi. Fase proliferasi ditandai dengan pertumbuhan pesat sel epitel di bawah scab, pengendapan
kolagen oleh fibroblast, dan pembuluh darah yang teruh tumbuh. Kemudian pada fase maturasi, scab
terkelupas ketika epidermis sudah kembali pada ketebalan normal. Serat kolagen lebih tertata,
fibroblast berkurang, dan pembuluh darah kembali normal.
C. Gangguan Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari tubuh sendiri (endogen) dan
oleh penyebab dari luar tubuh (eksogen). Penyebab endogen terpenting adalah gangguan
koagulasi yang disebut koagulopati, dan gangguan sistem imun. Semua gangguan
pembekuan darah akan menghambat penyembuhan luka, sebab homeostatis merupakan titik
tolak dan dasar fase inflamasi. Gangguan sistem imun akan menghambat dan mengubah
reaksi tubuh terhadap luka, kematian jaringan dan kontaminasi.
Penyebab eksogen meliputi penyinaran sinar ionisasi yang akan mengganggu mitosis
dan merusak sel dengan akibat dini maupun lanjut. Pemberian sitostatik, obat penekan imun
misalnya setelah transplantasi organ, dan kortikosteroid juga akan mempengaruhi
penyembuhan luka. Pengaruh setempat seperti infeksi, hematom, benda asing, serta jaringan
mati seperti sekuester dan nekrosis sangat menghambat penyembuhan luka.
Factor – factor yang secara umum menghambat penyembuhan luka adalah usia lanjut,
penyakit dasar (DM, anemia, keganasan, RA, autoimun, gagal hepar, uremia, IBD), kurang
vaskularisasi, nutrisi yang buruk, obese, gangguan sensasi atau gerak, terapi obat – obatan,
terapi radiasi, dan kondisi psikologis yang buruk. Faktor – factor local yang mempengaruhi
penyembuhan adalah aplikasi tatalaksana luka, hidrasi luka, suhu luka, tekanan, gesekan,
dan gaya shearing, benda asing, serta infeksi luka.
D. Komplikasi Penyembuhan Luka
Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang
berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam teratur. Keloid
yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan
cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah.
Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan kemerahan,
yang menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut
pada fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid tidak.
Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi merupakan
kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang bawah, leher, wajah,
telinga, dan dahi. Keloid agak jarang dilihat di bagian sentral wajah pada mata, cuping
hidung, atau mulut.
Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya dilakukan penyuntikan
kortikosteroid intrakeloid, bebat tekan, radiasi ringan dan salep madekasol (2 kali sehari
selama 3-6 bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan dilakukan
secara halus, diberikan bebat tekan dan dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada
proses penyembuhan luka.
DAFTAR PUSTAKA
1. Monaco JL and Lawrence WT. Acute wound healing: an overview. Clin Plastic Surg. 2003
2. Schwartz BF and Neumeister M. The mechanics of wound healing - In Future Direction in
Surgery. Southern Illinois ; 2006.
3. Sjamsuhidajat, R and Jong, W D. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Jakarta : EGC ; 1997.
4. Sudjatmiko, Gentur. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi. Jakarta : Yayasan
Khasanah Kebajikan ; 2010.
5. Carville, Keryln. Wound Care Manual. 5th ed. Australia : Silver Chain Foundation ; 2007.