Wound Healing

28
BAB 1. KULIT 1.1. ANATOMI Kulit (dikenal juga sebagai membran kutaneus / integument) menutupi permukaan tubuh bagian luar dan merupakan organ tubuh terbesar dalam hal berat dan area permukaan. Secara struktur, kulit terdiri dari 2 komponen utama. Yang atas dan juga bagian yang lebih tipis, yang mana terdiri dari jaringan epitel, adalah epidermis. Sedangkan yang lebih dalam, bagian jaringan ikat yang lebih tebal adalah dermis. Lebih dalam dari dermis tetapi bukan bagian dari kulit adalah lapisan subkutan. Lapisan yang juga disebut hypodermis ini terdiri dari areolar dan adipose tissue. Lapisan subkutan berfungsi sebagai tempat penyimpanan lemak dan mengandung banyak pembuluh darah besar yang memperdarahi kulit. Daerah ini juga mengandung ujung saraf pacini yang sensitive terhadap tekanan. - Epidermis: Lapisan ini terdiri dari keratinized stratified squamous epithelium dan memiliki 4 jenis sel (keratinosit, melanosit, langerhans, dan merkel). Pada sebagian besar area tubuh, epidermis memiliki 4 lapisan (basale, spinosum, granulosum, dan korneum). Ini disebut kulit tipis. Sedangkan di tempat – tempat yang sering terjadi gesekan seperti pada ujung jari, telapak tangan, dan telapak kaki, epidermis mempunyai 5 lapisan (basale, spinosum, granulosum, lusidium, korneum).

description

wound healing

Transcript of Wound Healing

Page 1: Wound Healing

BAB 1. KULIT

1.1. ANATOMI

Kulit (dikenal juga sebagai membran kutaneus / integument) menutupi permukaan tubuh

bagian luar dan merupakan organ tubuh terbesar dalam hal berat dan area permukaan. Secara

struktur, kulit terdiri dari 2 komponen utama. Yang atas dan juga bagian yang lebih tipis,

yang mana terdiri dari jaringan epitel, adalah epidermis. Sedangkan yang lebih dalam, bagian

jaringan ikat yang lebih tebal adalah dermis. Lebih dalam dari dermis tetapi bukan bagian

dari kulit adalah lapisan subkutan. Lapisan yang juga disebut hypodermis ini terdiri dari

areolar dan adipose tissue. Lapisan subkutan berfungsi sebagai tempat penyimpanan lemak

dan mengandung banyak pembuluh darah besar yang memperdarahi kulit. Daerah ini juga

mengandung ujung saraf pacini yang sensitive terhadap tekanan.

- Epidermis:

Lapisan ini terdiri dari keratinized stratified squamous epithelium dan memiliki 4 jenis

sel (keratinosit, melanosit, langerhans, dan merkel). Pada sebagian besar area tubuh,

epidermis memiliki 4 lapisan (basale, spinosum, granulosum, dan korneum). Ini disebut

kulit tipis. Sedangkan di tempat – tempat yang sering terjadi gesekan seperti pada ujung

jari, telapak tangan, dan telapak kaki, epidermis mempunyai 5 lapisan (basale, spinosum,

granulosum, lusidium, korneum). Ini disebut kulit tebal. Berikut ini pembahasan tentang

setiap lapisan.

a. Stratum korneum (horny layer) : terdiri dari 25-30 lapisan flattened dead

keratinocytes dan tidak memiliki nucleus. Pada lapisan ini, protoplasma sudah

menjadi keratin keratin. Lapisan ini memiliki lemak dari lamellar granules diantara

sel – sel. Fungsi lapisan ini adalah untuk melindungi terhadap panas, mikroba, dan

bahan – bahan kimia.

b. Stratum lusidium : terdiri dari 3-5 lapisan flattened clear dead keratinocytes yang

memiliki sejumlah besar keratin dan membrane plasma yang tebal. Lapisan ini hanya

ada pada kulit tebal.

c. Stratum granulosum (transition layer) : terdiri dari 3-5 lapisan flattened keratinocytes

yang mengalami apoptosis. Lapisan ini memiliki keratohyalin (granules protein yang

berwarna gelap yang kemudian mengubah tonofilaments menjadi keratin) dan

Page 2: Wound Healing

membrane enclosed lamellar granules yang melepaskan sekret yang kaya akan lipid

yang berfungsi sebagai barier penahan air.

d. Stratum spinosum (prickle cell layer) : terdiri atas 8-10 lapisan keratinosit bersisi

banyak yang letaknya berdekatan. Lapisan ini memiliki sel - sel langerhans yang

berfungsi untuk sistem imun dan proyeksi melanosit. Lapisan ini berfungsi untuk

menyediakan kekuatan dan fleksibilitas untuk kulit.

e. Stratum Basale (stratum germinativum) : terdiri dari lapisan tunggal keratinosit

kuboid / kolumnar. Lapisan ini memiliki melanosit yang berfungsi memberi warna

pada kulit dan menyerap UV yang merusak, merkel cells dan merkel disc yang

berfungsi untuk sensasi sentuhan, dan beberapa stem cells yang berfungsi untuk

membentuk sel –sel baru.

- Dermis

Dermis terdiri dari jaringan ikat yang kuat yang mengandung kolagen dan elastic

fibers. Beberapa sel hadir di dermis termasuk fibroblast, beberapa makofag, dan

beberapa adiposity dekat perbatasan dengan lapisan subkutan. Pembuluh darah, saraf,

kelenjar, dan folikel rambut terdapat pada lapisan dermis. Berdasarkan struktur

jaringannya, dermis dapat dibagi menjadi:

a. Pars papillare : 1/5 dari ketebalan seluruh lapisan. Bagian ini memiliki collagen

(untuk memberi kekuatan tekanan yang besar untuk mencegah robek), fine elastic

fibers (untuk mengembalikan ke keadaan tidak teregang), dermal papillae, dermal

ridges (untuk memberikan sidik jari) that house capillary loops, meissner

corpuscles (memberi sensasi sentuhan), free nerve endings (untuk memberi signal

terhadap sensasi tertentu).

Page 3: Wound Healing

b. Pars reticulare : 4/5 dari ketebalan seluruh lapisan. Lapisan ini terdiri dari jaringan

ikat tebal yang tidak beraturan yang mengandung fibroblast, bundles of collagen,

dan beberapa coarse elastic fibers dengan beberapa sel – sel adiposa, folikel

rambuut, saraf, kelenjar minyak (sebasea), kelenjar keringat (sudorifera) yang

terletak diantara fibers. Tidak hanya itu, lapisan ini juga mempunyai musculus

erector pili.

Glandula Sudorifera (kelenjar keringat)

Ada 2 macam : kelenjar ekrin (secret encer - sekresi dipengaruhi oleh saraf

kolinergik, faktor panas, dan stress emotional – ada di slrh permukaan kulit

namun terbanyak di telapak tangan, telapak kaki, aksila, dahi – dibentuk

sempurna pd mgg ke 28 gestasi tapi berfungsi pada 40 mgg stlh partus) dan

kelenjar apokrin (secret lebih kental – sekresi dipengaruhi oleh saraf

adrenergic - ada di aksila, areola, mamae, pubis, labia minora, sal. telinga

luar)

Keringat mengandung air, elektrolit, as. Laktat, dan glukosa. PH + 4 - 6,8.

Glandula Sebacea (kelejar palit / kelenjar minyak / kelenjar holokrin)

Ada di seluruh permukaan kulit kecuali telapak tangan dan telapak kaki. Sekret

berasal dari dekomposisi sel – sel kelenjar. Sekresi dipengaruhi oleh hormone

androgen. Sebum mengandung trigliserida, as. Lemak bebas, skualen, wax ester,

dan kolesterol.

- Subkutis : lapisan ini berfungsi untuk menyimpan cadangan energi, sebagai bantalan dan

pelindung kulit. Pada lapisan ini, struktur yang ada dapat bergerak / tidak terfiksir pada 1

tempat. Lapisan yang membentuk kontur tubuh ini memiliki pacini corpuscles yang

Page 4: Wound Healing

berfungsi memberikan sensasi terhadap tekanan and cerumimous gland yang berfungsi

memproduksi waxy lubricating secretion. Kombinasi sekret dari kelenjar serumen dan

kelenjar sebasea adalah materi kekuningan yang disebut serumen / kotoran telinga yang

mana mencegah masuknya air ke kanal, serta mencegah bacteria dan jamur masuk ke

dalam sel.

2. FUNGSI KULIT

Berikut ini beberapa fungsi kulit:

Proteksi terhadap gangguan fisis, mekanis, kimiawi, panas, infeksi luar, UV.

Absorpsi cairan yang mudah menguap dan larut lemak. Dipengaruhi oleh ketebalan kulit,

hidrasi, kelembaban, metabolism, dan jenis vehikulum.

Ekskresi zat – zat yang tdk berguna / sisa metabolism dalam tubuh (NaCl, yrea, asam

urat, ammonia). Pada fetus, kelenjar sebacea dipengaruhi hormone androgen ibu

memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya terhaap cairan amnion shg pada waktu

lahir ditemukan sbg vernix caseosa.

Persepsi karena memiliki ujung – ujung saraf di dermis dan subkutis. Rufini – panas,

Krause – dingin, Pacini – tekanan, Meissner dan badan merkel – rabaan.

Page 5: Wound Healing

Pengaturan suhu tubuh dengan mengeluarkan keringat dan kontraksi otot dan pembuluh

darah kulit.

Pembentukan pigmen oleh melanosit di stratum basal. Warna kulit dipengaruhi oleh

jumlah melanosit, jumlah dan besar melanosome, tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi

Hb, dan karoten.

Keratinisasi dimana keratin mengalami proses sintesis dan degenerasi menjadi lapisan

tanduk yang berlangsung selama + 14 – 21 hari untuk memberi perlindungan kulit secara

fisiologik thd infeksi.

Pembentukan vit. D dengan bantuan sinar matahari mengubah 7 dihidroksi kolesterol.

Page 6: Wound Healing

BAB 2. LUKA

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah kerusakan

kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Ketika luka timbul,

beberapa efek akan muncul :

1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

2. Respon stres simpatis

3. Perdarahan dan pembekuan darah

4. Kontaminasi bakteri

5. Kematian sel

Luka dapat diklasifikasi berdasarkan kategori tertentu :

1. Berdasarkan waktu penyembuhan luka

a. Luka akut, yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan proses penyembuhan.

b. Luka kronis, yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat

karena faktor eksogen dan endogen.

2. Berdasarkan proses terjadinya

a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam dan

kerusakan sangat minimal. Misal, yang terjadi akibat pembedahan.

b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan

dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang

biasanya dengan benda yang tidak tajam.

d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda seperti peluru atau pisau

yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.

e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi jika kekuatan trauma melebihi kekuatan regang

jaringan.

f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh. Biasanya

pada bagian awal masuk luka diameternya kecil, tetapi pada bagian ujung luka biasanya

akan melebar.

Page 7: Wound Healing

g. Luka Bakar (Combustio), merupakan kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh api,

atau penyebab lain seperti oleh air panas, radiasi, listrik dan bahan kimia. Kerusakan

dapat menyertakan jaringan bawah kulit.

3. Berdasarkan Derajat Kontaminasi

a. Luka bersih (Clean Wounds), yaitu luka tak terinfeksi, dimana tidak terjadi proses

peradangan (inflamasi) dan infeksi, dan kulit disekitar luka tampak bersih. Luka bersih

biasanya menghasilkan luka yang tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar

1% – 5%.

b. Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds), merupakan luka dalam kondisi

terkontrol, tidak ada material kontamin dalam luka. Kemungkinan timbulnya infeksi luka

adalah 3% – 11%.

c. Luka terkontaminasi (Contamined Wounds), yaitu luka terbuka kurang dari empat jam,

dengan tanda inflamasi non-purulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.

d. Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds), yaitu luka terbuka lebih dari empat

jam dengan tanda infeksi di kulit sekitar luka, terlihat pus dan jaringan nekrotik.

Kemungkinan infeksi luka 40%.

Page 8: Wound Healing

BAB 4. PENYEMBUHAN LUKA

A. Penutupan luka

Tujuan utama dari penutupan luka yaitu untuk mengembalikan integritas kulit sehingga

mengurangi resiko terjadinya infeksi, scar dan penurunan fungsi. Proses penutupan pada

luka terbagi menjadi beberapa cara, tergantung pada tipe jaringan yang terlibat dan keadaan

serta perlakuan pada luka.

1. Penutupan luka primer (Intensi Primer)

Penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem terjadi bila luka segera

diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Luka dibuat secara aseptik dengan

kerusakan jaringan minimum, dan dilakukan penutupan dengan baik seperti dengan

penjahitan. Ketika luka sembuh melalui instensi pertama, jaringan granulasi tidak tampak

dan pembentukan jaringan parut minimal. Parutan yang terjadi biasanya lebih halus dan

kecil.

2. Penutupan luka sekunder (Intensi Sekunder)

Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar akan berjalan secara alami. Luka

akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup jaringan epitel. Penyembuhan ini

disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per secundam intentionem. Cara ini biasanya

memakan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama jika

lukanya terbuka lebar.

3. Penutupan luka primer tertunda (Intensi Tersier)

Penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang terkontaminasi

berat atau tidak berbatas tegas. Luka yang tidak berbatas tegas sering meninggalkan

jaringan yang tidak dapat hidup yang pada pemeriksaan pertama sukar dikenal. Keadaan

ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang

demikian akan dibersihkan dan dieksisi (debridement) dahulu, selanjutnya baru dijahit

dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini disebut penyembuhan primer tertunda.

Selain itu, jika luka baik yang belum dijahit, atau jahitan terlepas dan kemudian

dijahit kembali, dua permukaan granulasi yang berlawanan akan tersambungkan. Hal ini

mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam dan luas dibandingkan dengan

penyembuhan primer.

Page 9: Wound Healing

Gambar 1. Macam-macam proses penutupan luka

4. Skin Graft

Skin graft adalah segmen epidermis dan dermis yang telah dipindahkan dari suplai

darahnya dan ditransplantasikan ke tempat lain. Skin graft digunakan untuk mempercepat

proses penyembuhan dan mengurangi resiko infeksi. Graft dapat dengan ketebalan partial

(partial thickness) atau seluruhnya (full thickness). Skin graft dapat diklasifikasikan

menjadi:

a. Autograft: pemindahan kulit ke sisi yang luka dari bagian lain di tubuh pasien. Dengan

cara ini akan dihasilkan luka kedua yang disebut juga donor site. Bagian ini dibiarkan

sembuh dengan secondary intention.

Page 10: Wound Healing

b. Allograft: donor site didapat dari individu lain dengan spesies yang sama, contohnya

orang yang satu ke yang lain.

c. Xenograft: donor site ditransplantasikan dari spesies yang berbeda, misalnya hewan ke

manusia.

d. Cultured epidermis: pengembangbiakan jaringan dari sebagian kecil sel – sel epitel

yang diambil dari donor / penerima untuk menjadi epidermis. Sel – sel dikembangkan

terlebih dahulu dilaboratorium sebelum ditransplantasikan. Karena tidak ada bagian

dermisnya, maka harus diberikan perhatian lebih untuk meminimalkan gesekan pada kulit

baru yang akan ditempel.

5. Flap

Flap adalah relokasi jaringan dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya guna

merekonstruksi defek primer sementara terjadi defek kedua yang memerlukan skin

grafting atau penutupan primer. Flap dideskripsikan sebagai skin / kutaneus flap dan

composite tissue flap. Skin flap terdiri dari kulit dan superficial fascia. Sedangkan

composite tissue flap dideskripsikan berdasarkan jenis jaringan pembentuknya dan

termasuk: fasciocutaneous flap, myocutaneous flap dan osteomyocutaneous flap. Flap

dapat berupa free flap atau pedicle flap. Free flap merelokasi kulit dan jaringan subkutan

sebagai complete segmen dengan anastomosis dari suplai darah bagian ke pembuluh

darah tempat yang terpengaruhi. Pedicle flap adalah transfer kulit dan jaringan subkutan

ke bagian tubuh lain.suplai darah untuk flap dijaga oleh vaskularisasi pedicle yang

tertempel pada tubuh pada donor site hingga suplai darah baru terbentuk. Donor site

diskin graft atau jahit untuk menciptakan penyembuhan secara intense primer.

B. Fase penyembuhan luka

Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis, saling terkait

dan berkesinambungan, serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka. Sehubungan dengan

adanya perubahan morfologik, tahapan penyembuhan luka terdiri dari:

1. Fase Hemostasis dan Inflamasi

Fase hemostasis dan inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang

terjadi akibat perlukaan pada jaringan lunak. Tujuannya adalah  menghentikan

Page 11: Wound Healing

perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati, dan bakteri, untuk

mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan.

Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya

platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot)

dan juga mengeluarkan substansi vasokonstriktor yang mengakibatkan pembuluh darah

kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel  yang akan menutup

pembuluh darah. Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi

vasodilatasi kapiler karena sti mulasi saraf sensoris (local sensoris nerve ending), local

reflex action, dan adanya substansi vasodilator : histamin, serotonin dan sitokin.

Histamin selain menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya

permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk

ke daerah luka. Secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan

tersebut asidosis. Eksudasi ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil)

ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri

di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag yang

berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses penyembuhan luka.

Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah:

a. Sintesa kolagen

b. Membentuk jaringan granulasi bersama dengan fibroblast

c. Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi

d. Membentuk pembuluh kapiler baru atau angiogenesis

Dengan berhasil dicapainya luka yang bersih, tidak terdapat infeksi serta

terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai sebagai

pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya eritema, hangat pada

kulit, edema, dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.

Page 12: Wound Healing

Gambar 2. Fase Hemostasis dan Inflamasi

2. Fase Proliferasi (Fase Fibroplasia)

Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia, karena yang menonjol adalah proses

proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir

minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi,

menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan

dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.

Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan

menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblast sangat besar

pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk

struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan.

Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat

jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka,

fibroblast akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian

akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin,

asam hyaluronat, fibronectin dan proteoglikans) yang berperan dalam membangun

jaringan baru.

 Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru

(connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat oleh fibroblast,

memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblast sebagai

satu kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru

yang tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi,

Page 13: Wound Healing

sedangkan proses proliferasi fibroblast dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroplasia.

Respons yang dilakukan fibroblast terhadap proses fibroplasia adalah:

a.       Proliferasi

b.      Migrasi

c.       Deposit jaringan matriks

d.      Kontraksi luka

Angiogenesis, suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam luka,

mempunyai arti penting pada tahap proleferasi proses penyembuhan luka. Kegagalan

vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid)

mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis.

Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk

memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka, karena biasanya pada daerah

luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia

dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang

dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (growth factors).

 Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblast mengeluarkan keratinocyte

growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi

akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barrier yang menutupi

permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblast, pembentukan lapisan dermis ini

akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan

dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah

strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada

jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas

dibandingkan dengan defek luka minimal (David, 2004; Monaco and Lawrence, 2003).

Page 14: Wound Healing

Gambar 3. Fase Proliferasi (Mallefet and Dweck, 2008)

3. Fase Remodelling

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang

lebih 12 bulan. Tujuan dari fase remodelling adalah menyempurnakan terbentuknya

jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan berkualitas. Fibroblast sudah

mulai meninggalkan jaringan grunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang

karena pembuluh mulai regresi, dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk

memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada

minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi

akan dilanjutkan pada fase remodelling. Selain pembentukan kolagen, juga akan terjadi

pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda (gelatinous collagen) yang

terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu

lebih kuat, dengan struktur yang lebih baik (proses re-modelling).

Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara

kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi

penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang

akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan

sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit mampu atau

tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses

penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai

Page 15: Wound Healing

sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing individu, lokasi, serta luasnya

luka (David, 2004; Mallefet and Dweck, 2008; Schwartz and Neumeister, 2006).

Gambar 4. Fase Remodelling (Mallefet and Dweck, 2008)

Page 16: Wound Healing

Gambar 5. Tahapan penyembuhan luka. Pada individu sehat, penyembuhan berlangsung

secara berurutan melalui tiga fase yang saling tumpang tindih: (1) fase inflamasi, (2) fase

proliferatif, dan (3) fase remodelling. Stress dapat mempengaruhi perkembangan melalui

tahap-tahap melalui jalur kekebalan tubuh dan beberapa neuroendokrin. Review saat ini

berfokus pada peran interaktif glukokortikoid dan sitokin (misalnya IL-8, IL-1α, IL-1β,

IL-6, TNF-α, dan IL-10). Namun, sitokin tambahan, kemokin, dan faktor pertumbuhan

yang penting untuk penyembuhan. Ini termasuk kemokin CXC ligan 1 (CXCL1),

kemokin CC ligan 2 (CCL2), granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-

CSF), protein chemotactic monosit-1 (MCP-1), makrofag inflamasi protien-1 alpha (MIP

-lα), faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), mengubah faktor pertumbuhan-β

(TNF-β), faktor pertumbuhan keratinosit (KGF), faktor pertumbuhan platelet-derived

(PDGF), dan faktor pertumbuhan fibroblas dasar (bFGF).

Berdasarkan kedalaman luka, ada 2 jenis proses penyembuhan luka yang dapat terjadi.

Epidermal wound healing terjadi pada luka yang hanya mengenai epidermis. Sedangkan deep

wound healing terjadi pada luka yang menembus dermis. Contoh epidermal wound adalah abrasi

dan minor burns. Pada luka epidermal, basal cell tidak terhubung dengan basement membrane.

Sel – selnya kemudian membesar dan bermigrasi across the wound hingga sisi lain luka bertemu

(contact inhibition). Saat bermigrasi, epidermal growth factor menstimulasi stem sel basal untuk

membelah dan mengantikan sel yang bermigrasi.

Penyembuhan luka yang dalam terjadi ketika luka hingga ke dermis dan subkutan. Ada 4 fase

yang terjadi dalam proses ini: inflammatory, migratory, proliferatie dan maturasi. Selama inflammatory

phase, bekuan darah terbentuk dan menyatukan tepi – tepi luka loosely. Proses ini melibatkan inflamasi,

respon vascular dan selular yang membantu mengeliminasi mikroba, benda asing, dan jaringan mati

dalam persiapan untuk perbaikan. Pada fase migrasi, bekuan menjadi scab dan sel epitel bermigrasi

untuk menjembatani luka. Fibroblast bermigrasi bersama fibrin membentuk jaringan parut dan

pembuluh darah yang hancur pun mulai tumbuh kembali. Selama fase ini terbentuklah jaringan

granulasi. Fase proliferasi ditandai dengan pertumbuhan pesat sel epitel di bawah scab, pengendapan

kolagen oleh fibroblast, dan pembuluh darah yang teruh tumbuh. Kemudian pada fase maturasi, scab

terkelupas ketika epidermis sudah kembali pada ketebalan normal. Serat kolagen lebih tertata,

fibroblast berkurang, dan pembuluh darah kembali normal.

Page 17: Wound Healing
Page 18: Wound Healing

C. Gangguan Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari tubuh sendiri (endogen) dan

oleh penyebab dari luar tubuh (eksogen). Penyebab endogen terpenting adalah gangguan

koagulasi yang disebut koagulopati, dan gangguan sistem imun. Semua gangguan

pembekuan darah akan menghambat penyembuhan luka, sebab homeostatis merupakan titik

tolak dan dasar fase inflamasi. Gangguan sistem imun akan menghambat dan mengubah

reaksi tubuh terhadap luka, kematian jaringan dan kontaminasi.

Penyebab eksogen meliputi penyinaran sinar ionisasi yang akan mengganggu mitosis

dan merusak sel dengan akibat dini maupun lanjut. Pemberian sitostatik, obat penekan imun

misalnya setelah transplantasi organ, dan kortikosteroid juga akan mempengaruhi

penyembuhan luka. Pengaruh setempat seperti infeksi, hematom, benda asing, serta jaringan

mati seperti sekuester dan nekrosis sangat menghambat penyembuhan luka.

Factor – factor yang secara umum menghambat penyembuhan luka adalah usia lanjut,

penyakit dasar (DM, anemia, keganasan, RA, autoimun, gagal hepar, uremia, IBD), kurang

vaskularisasi, nutrisi yang buruk, obese, gangguan sensasi atau gerak, terapi obat – obatan,

terapi radiasi, dan kondisi psikologis yang buruk. Faktor – factor local yang mempengaruhi

penyembuhan adalah aplikasi tatalaksana luka, hidrasi luka, suhu luka, tekanan, gesekan,

dan gaya shearing, benda asing, serta infeksi luka.

D. Komplikasi Penyembuhan Luka

Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang

berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam teratur. Keloid

yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya menimbulkan gatal dan

cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah.

Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan kemerahan,

yang menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang nyeri. Parut hipertrofik akan menyusut

pada fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar satu tahun, sedangkan keloid tidak.

Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi merupakan

kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang bawah, leher, wajah,

telinga, dan dahi. Keloid agak jarang dilihat di bagian sentral wajah pada mata, cuping

hidung, atau mulut.

Page 19: Wound Healing

Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya dilakukan penyuntikan

kortikosteroid intrakeloid, bebat tekan, radiasi ringan dan salep madekasol (2 kali sehari

selama 3-6 bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan dilakukan

secara halus, diberikan bebat tekan dan dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada

proses penyembuhan luka.

DAFTAR PUSTAKA

1. Monaco JL and Lawrence WT. Acute wound healing: an overview. Clin Plastic Surg. 2003

2. Schwartz BF and Neumeister M. The mechanics of wound healing - In Future Direction in

Surgery. Southern Illinois ; 2006.

3. Sjamsuhidajat, R and Jong, W D. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Jakarta : EGC ; 1997.

4. Sudjatmiko, Gentur. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi. Jakarta : Yayasan

Khasanah Kebajikan ; 2010.

5. Carville, Keryln. Wound Care Manual. 5th ed. Australia : Silver Chain Foundation ; 2007.