Post on 09-Apr-2016
description
REFERAT
TONSILITIS
DISUSUN OLEH :HILYATUS SHALIHAT, S.KED
1102010125
PEMBIMBING :dr. Moh. Andi F, Sp.THT-KL
dr. Tri Damijatno, Sp. THT-KL dr. Rakhmat Haryanto, M.Kes, Sp. THT-KL
KEPANITERAAN ILMU THT RS TK II MOH RIDWAN MEURAKSA JAKARTA
Page 1 of 26
1. ANATOMI
Tonsil adalah : massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal ( adenoid), tonsil palatina, dan tonsil lingual dimana ketiganya akan membentuk lingkaran yang disebut cincin “waldeyer”.
Gambar. Cincin Waldeyer
Tonsila Faringeal (adenoid)
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya.
Page 2 of 26
Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus.
Adenoid terletak pada nasofaring yaitu pada dinding atas nasofaring bagian belakang. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius Pada masa pubertas adenoid ini akan menghilang atau mengecil sehingga jarang sekali dijumpai pada orang dewasa. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.
Apabila adenoid membesar maka akan tampak sebagai sebuah massa yang terdiri dari 4-5 lipatan longitudinal anteroposterior serta mengisi sebagian besar atas nasofaring. Berlainan dengan tonsil, adenoid mengandung sedikit sekali kripta dan letak kripta tersebut dangkal. Tidak ada jaringan khusus yang memisahkan adenoid ini dengan m. konstriktor superior sehingga pada waktu adenoidektomi sukar mengangkat jaringan ini secara keseluruhan. Adenoid mendapat darah dari cabang-cabang faringeal A. Karotis interna dan sebagian kecil dari cabang-cabang palatina A. Maksilaris. Darah vena dialirkan sepanjang pleksus faringeus ke dalam V. Jugularis interna. Sedangkan persarafan sensoris melelui N. Nasofaringeal yaitu cabang dari saraf otak ke IX dan juga melalui N. Vagus.
Tonsila Lingualis
Merupakan kumpulan jaringan limfoid yang tidak berkapsul dan terdapat pada basis lidah diantara kedua tonsil palatina dan meluas ke arah anteroposterior dari papilla sirkumvalata ke epiglottis. Jaringan limfoid ini menyebar ke arah lateral dan ukurannya mengecil. Dipisahkan dari otot-otot lidah oleh suatu lapisan jaringan fibrosa. Jumlahnya bervariasi, antara 30-100 buah. Pada permukaannya terdapat kripta yang dangkal dengan jumlah yang sedikit. Sel-sel limfoid ini sering mengalami degenerasi disertai deskuamasi sel-sel epitel dan bakteri, yang akhirnya membentuk detritus.
Tonsila lingualis mendapat perdarahan dari A. Lingualis yang merupakan cabang dari A. Karotis eksterna. Darah vena dialirkan sepanjang V. Lingualis ke V. Jugularis interna. Aliran limfe menuju ke kelenjar servikalis profunda. Persarafannya melalui cabang lingual N. IX.
Tonsila Palatina
Tonsil terletak di bagian samping belakang orofaring, dalam fossa tonsilaris, berbentuk oval dengan ukuran dewasa panjang 20-25 mm, lebar 15-20 mm, tebal 15 mm, dan berat sekitar 1,5 gram. Berat tonsil pada laki-laki berkurang dengan bertambahnya umur, sedangkan pada wanita berat bertambah pada masa pubertas dan kemudian menyusut kembali.
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar
Page 3 of 26
posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm. Permukaan tonsil merupakan permukaan bebas dan mempunyai lekukan yang merupakan muara dari kripta tonsil. Jumlah kripta tonsil berkisar antara 20-30 buah, berbentuk celah kecil yang dilapisi oleh epitel berlapis gepeng. Beberapa kripta ada yang berjalan kearah dalam substansia tonsil dan berakhir dibawah permukaan kapsul.. Kripta dengan ukuran terbesar terletak pada pole atas tonsil dan disebut kripta superior, normalnya mengandung sel-sel epitel, limfosit, bakteri, dan sisa makanan. Kripta superior sering menjadi tempat pertumbuhan kuman karena kelembaban dan suhunya sesuai untuk pertumbuhan kuman, juga karena tersedianya substansi makanan di daerah tersebut. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar
Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh: Lateral : M. konstriktor faring superior Anterior : M. palatoglosus Posterior : M. palatofaringeus Superior : Palatum mole Inferior : Tonsil lingual
Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat, folikel germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan limfoid).5
Fossa tonsilaris di bagian depan dibatasi oleh pilar anterior (arkus plalatina anterior), sedangkan di bagian belakang dibatasi oleh pilar posterior (arkus palatina posterior), yang kemudian bersatu di pole atas dan selanjutnya bersama-sama dengan m. Palatina membentuk palatum molle. Bagian atas fossa tonsilaris kosong dinamakan fossa supratonsiler yang merupakan jaringan ikat longgar.
Permukaan lateral tonsil ditutupi oleh kapsula fibrosa yang kuat dan berhubungan dengan fascia faringobasilaris yang melapisi M. konstriktor faringeus. Kapsul tonsil tersebut masuk ke dalam jaringan tonsil, membentuk septa yang mengandung pembuluh darah dan saraf tonsil.
Kutub bawah tonsil melekat pada lipatan mukosa yang disebut plika triangularis, dimana pada bagian bawahnya terdapat folikel yang kadang-kadang membesar. Plika ini penting karena sikatrik yang terbantuk setelah proses tonsilektomi dapat menarik folikel tersebut ke dalam fossa tonsilaris, sehingga dapat dikelirukan sebagai sisa tonsil.
Pole atas tonsil terletak pada cekungan yang berbentuk bulan sabit, disebut sebagai plika semilunaris. Pada plika ini terdapat massa kecil lunak, letaknya dekat dengan ruang supratonsil dan disebut glandula salivaris mukosa dari Weber, yang penting peranannya dalam pembentukan abses peritonsil. Pada saat tonsilektomi, jaringan areolar yang lunak antara tonsil dengan fosa tonsilaris mudah dipisahkan.
Di sekitar tonsil terdapat 3 ruang potensial yang secara klinik sering menjadi tempat penyebaran infeksi dari tonsil. Ketiga ruang potensial tersebut adalah :
Page 4 of 26
1. Ruang peritonsil (ruang supratonsil)Berbentuk hampir segitiga dengan batas-batas :
- Anterior : m. palatoglosus
- Lateral & posterior : m. palatofaringeus
- Dasar segitiga : pole atas tonsil
Dalam ruang ini terdapat kelenjar salivarius Weber, yang bila terinfeksi dapat menyebar ke ruang peritonsil, menjadi abses peritonsil.
2. Ruang retromolarTerdapat tepat di belakang gigi molar 3, berbentuk oval, merupakan sudut yang dibentuk oleh ramus dan korpus mandibula. Di sebelah medial terdapat m. Buccinator, sementara pada bagian postero-medialnya terdapat m. Pterygoideus internus dan bagian atas terdapat fasikulus longus M. temporalis. Bila terjadi abses hebat pada daerah ini akan menimbulkan gejala utama trismus disertai sakit yang amat sangat, sehingga sulit dibedakan dengan abses peritonsil.
3. Ruang parafaring (ruang faringomaksila ; ruang pterygomandibula)Merupakan ruang yang lebih besar dan luas serta banyak terdapat pembuluh darah besar, sehingga bila terjadi abses, berbahaya sekali. Adapun batas-batas ruang ini adalah
- Superior : Basis kranii dekat foramen jugulare
- Inferior : Os hyoid
- Medial : M. Konstriktor faringeus superior
- Lateral : Ramus ascendens mandibula, tempat m. Pterygoideus interna dan bagian posterior kelenjar parotis
- Posterior : Otot-otot prevertebra
Ruang parafaring ini terbagi 2 (tidak sama besar) oleh prosesus styloideus dan otot-otot yang melekat pada prosesus styloideus tersebut :
- Ruang pre-styloid, lebih besar, abses dapat timbul oleh karena : radng tonsil, mastoiditis, parotitis, karies gigi atau tindakan operatif.
- Ruang post-styloid, lebih kecil, di dalamnya terdapat : A. karotis interna, V. Jugularis, N. Vagus dan saraf-saraf simpatis.
Ruang parafaring ini hanya dibatasi oleh fascia yang tipis dengan ruang retro faring.
Ruang retrofaring
Batas-batasnya adalah sebagai berikut :- Anterior : fascia m. Konstriktor superior
Page 5 of 26
- Posterior : fascia prevertebralis- Superior : basis cranii- Inferior : mediastinum setinggi bifurkasio trakea- Lateral : parafaringeal space
Derajat Pembesaran Tonsil
T0 : Post tonsilektomi
T1 : Tonsil berada dalam fossa tonsil
T2 : Tonsil sudah melewati fossa tonsil tapi masih berada diantara garis
khayal yang terbentuk antara fossa tonsil dan uvula ( Paramedian line )
T3 : Tonsil sudah melewati Paramedian line dan menyentuh uvula
T4 : Sudah melewati garis median
Peredaran Darah Tonsil
Tonsil mendapatkan peredaran darah dari arteri tonsilaris yang merupakan cabang dari arteri maksilaris eksterna dan arteri palatina asenden. Arteri tonsilaris berjalan ke atas pada bagian luar m. konstriktor faringeus superior. Arteri palatina asenden masuk tonsil melewati pinggir atas atas m. konstriktor faringeus. Tonsil juga mendapatkan peredaran darah dari arteri lingualis dorsalis dan arteri palatina desenden.
Persarafan Tonsil
Page 6 of 26
Persarafan tonsil berasal dari saraf trigeminus dan saraf glossopharingeus. Nervus trigeminus mempersarafi bagian atas tonsil melalui cabangnya yang melewati ganglion sphenopaltina yaitu n. palatina. Bagian bawah tonsil dipersarafi n. glossopharingeus.
Page 7 of 26
2. FISIOLOGI
Fungsi jaringan limfoid faring adalah memproduksi sel-sel limfosit tetapi peranannya
sendiri dalam mekanisme pertahanan tubuh masih diragukan. Penelitian menunjukkan bahwa
tonsil memegang peranan penting dalam fase-fase permulaan kehidupan terhadap infeksi
mukosa nasofaring dari udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bagian
bawah.
Pada tonsil terdapat sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran),
makrofag, sel dendrit, dan APCs yang berperan dalam transportasi antigen ke sel limfosit
sehingga terjadi sintesis imunoglobin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel
plasma dan sel pembawa IgG. Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel
limfosit, 0,1-0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B
dan T pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%.
Tonsil merupakan organ limfotik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan
proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1)
menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi
antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.
Hasil penelitian mengenai kadar antibodi pada tonsil menunjukkan bahwa perenkim
tonsil mempunyai kemampuan untuk memproduksi antibodi. Penelitian terakhir menyatakan
bahwa tonsil memegang peranan dalam memproduksi Ig-A, yang menyebabkan jaringan
lokal resisten terhadap organisme patogen.
Sewaktu baru lahir tonsil secara histologis tidak mempunyai centrum germinativum,
biasanya ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu habis, barulah mulai terjadi pembesaran
tonsil dan adenoid, yamg pada permulaan kehidupan masa kanak-kanak dianggap normal dan
dipakai sebagai indeks aktifitas sistem imun. Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan
pada usia 3 – 10 tahun. Pada waktu pubertas atau sebelum masa pubertas, terjadi kemunduran
fungsi tonsil yang disertai proses involusi.
Kuman-kuman patogen yang terdapat dalam flora normal tonsil dan faring tidak
menimbulkan peradangan, karena pada daerah ini terdapat mekanisme pertahanan dan
hubungan timbal balik antara berbagai jenis kuman.
Page 8 of 26
Terdapat 2 bentuk mekanisme pertahanan tubuh, yaitu :
1. Mekanisme pertahanan non spesifik
Berupa kemampuan sel limfoid untuk menghancurkan mikroorganisme. Pada
beberapa tempat lapisan mukosa tonsil sangat tipis sehingga menjadi tempat yang lemah
terhadap masuknya kuman ke dalam jaringan tonsil. Dengan masuknya kuman ke dalam
lapisan mukosa, maka kuman ini akan ditangkap oleh sel fagosit, dalam hal ini adalah elemen
tonsil. Selanjutnya sel fagosit akan membunuh kuman dengan proses oksidasi dan digesti.
2. Mekanisme pertahanan spesifik
Merupakan mekanisme pertahanan yang penting dalam mekanisme pertahanan tubuh
terhadap udaran pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bawah. Tonsil dapat
memproduksi IgA yang akan menyebabkan resistensi jaringan lokal terhadap organisme
patogen. Disamping itu, tonsil dan adenoid juga dapat menghasilkan IgE yang berfungsi
untuk mengikat sel basofil dan sel mastosit, dimana sel-sel tersebut mengandung granula
yang berisi mediator vasoaktif, yaitu histamin. Sel basofil yang terutama adalah sel basofil
dalam sirkulasi (sel basofil mononuklear) dan sel basofil dalam jaringan (sel mastosit).
Bila ada alergen, maka alergen tersebut akan bereaksi dengan IgE sehingga permukaan
sel membrannya terangsang dan terjadilah proses degranulasi. Proses ini akan menyebabkan
keluarnya histamin sehingga timbul reaksi hipersensitivitas tipe 1, yaitu atopi, anafilaksis,
urtikaria, dan angioedema.
Dengan teknik immunoperoksida, dapat diketahui bahwa IgE dihasilkan dari plasma
sel terutama dari epitel yang menutupi permukaan tonsil, adenoid, dan kripta tonsil.
Sedangkan mekanisme kerja IgA, bukanlah menghancurkan antigen akan tetapi mencegah
substansi tersebut masuk ke dalam proses imunologi, sehingga dalam proses netralisasi dari
infeksi virus, IgA mencegah terjadinya penyakit autoimun. Oleh karena itu, IgA merupakan
barier untuk mencegah reaksi imunologi serta untuk menghambat proses bakteriolisis.
Page 9 of 26
3. TONSILITIS
1. Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga
mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil
pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring atau Gerlach’s tonsil)
(Soepardi, 2007). Sedangkan menurut Reeves (2001) tonsilitis merupakan inflamasi atau
pembengkakan akut pada tonsil atau amandel.
2. Etiologi
A. Tonsillitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan oleh streptokokus beta
hemolitikus group A,Misalnya: Pneumococcus, staphylococcus, Haemalphilus influenza,
sterptoccoccus non hemoliticus atau streptoccus viridens.
B. Bakteri merupakan penyebab pada 50% kasus. Antara lain streptococcus B hemoliticus
grup A, streptococcus, Pneumoccoccus,Virus, Adenovirus, Virus influenza serta herpes.
C. Penyebabnya infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi membantu
menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap
infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan
meradang, menyebabkan tonsillitis. (Adam,1999; Iskandar,1993; Firman,2006)
3. Klasifikasi
Macam-macam tonsillitis
1. Tonsillitis akut
Definisi dan Etiologi
Tonsilitis akut adalah radang akut pada tonsil akibat infeksi kuman. Tonsillitis akut
ini lebih disebabkan oleh kuman grup A Streptokokus beta hemolitikus, pneumokokus,
Streptokokus viridian dan Streptokokus piogenes. Virus terkadang juga menjadi penyebab
penyakit ini. Tonsillitis ini seringkali terjadi mendadak pada anak-anak dengan peningkatan
Page 10 of 26
suhu 1-4 derajat celcius.Tonsilitis akut paling sering terjadi pada anak-anak, terutama berusia
5 tahun dan 10 tahun. Penyebarannya melalui droplet infection, yaitu alat makan dan
makanan.
Tonsilitis akut dibagi lagi menjadi 2, yaitu :
a. Tonsilitis viral
Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab
paling tersering adalah virus Epstein Barr. Hemophilus influenzae merupakan
Page 11 of 26
penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka
padapemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil
yang sangat nyeri dirasakan pasien.
Terapi
Istirahat, minum cukup, analgetika dan antivirus diberikan bila gejala berat
b. Tonsilitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A stereptococcus beta hemoliticus
yang dikenal sebagai strept throat, pneumococcus, streptococcus viridian dan
streptococcus piogenes. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mulai
mati.
Patofisiologi
Penularan penyakit ini terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan
epitel, kemudian bila kuman ini terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi,
terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklea.
Saat folikel mengalami peradangan, tonsil akan membengkak dan membentuk
eksudat yang akan mengalir dalam saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang
terlihat sebagai kotoran putih atau bercak kuning. Kotoran ini disebut detritus.
Detritus sendiri terdiri atas kumpulan leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati
dan epitel tonsil yang terlepas. Tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut
tonsilitis folikularis. Tonsilitis akut dengan detritus yang menyatu lalu membentuk
kanal-kanal disebut tonsilitis lakunaris.
Detritus dapat melebar dan membentuk membran semu (pseudomembran)
yang menutupi tonsil. Adanya pseudomembran ini menjadi alasan utama tonsilitis
Page 12 of 26
akut didiagnosa banding dengan angina Plaut Vincent, angina agranulositosis,
tonsilitis difteri.
Diagnosis
Penderita tonsilitis akut awalnya mengeluh rasa kering di tenggorok.
Kemudian berubah menjadi rasa nyeri di tenggorok dan rasa nyeri saat menelan.
Makin lama rasa nyeri ini semakin bertambah nyeri sehingga anak menjadi tidak mau
makan. Nyeri hebat ini dapat menyebar sebagai referred pain ke sendi-sendi dan
telinga. Nyeri pada telinga (otalgia) tersebut tersebar melalui nervus glossofaringeus
(IX).
Keluhan lainnya berupa demam yang suhunya dapat sangat tinggi sampai
menimbulkan kejang pada bayi dan anak-anak. Rasa nyeri kepala, badan lesu dan
nafsu makan berkurang sering menyertai pasien tonsilitis akut. Suara pasien terdengar
seperti orang yang mulutnya penuh terisi makanan panas. Keadaan ini disebut
plummy voice. Mulut berbau busuk (foetor ex ore) dan ludah menumpuk dalam
kavum oris akibat nyeri telan yang hebat (ptialismus).
Pemeriksaan tonsilitis akut ditemukan tonsil yang udem, hiperemis dan
terdapat detritus yang memenuhi permukaan tonsil baik berbentuk folikel, lakuna,
atau pseudomembran. Ismus fausium tampak menyempit. Palatum mole, arkus
anterior dan arkus posterior juga tampak udem dan hiperemis. Kelenjar submandibula
yang terletak di belakang angulus mandibula terlihat membesar dan ada nyeri tekan.
Komplikasi
Meskipun jarang, tonsilitis akut dapat menimbulkan komplikasi lokal yaitu
abses peritonsil, abses parafaring dan pada anak sering menimbulkan otitis media
akut. Komplikasi lain yang bersifat sistemik dapat timbul terutama oleh kuman
Streptokokus beta hemolitikus berupa sepsis dan infeksinya dapat tersebar ke organ
lain seperti bronkus (bronkitis), ginjal (nefritis akut & glomerulonefritis akut), jantung
(miokarditis & endokarditis), sendi (artritis) dan vaskuler (plebitis).
Pemeriksaan
Tes Laboratorium
Page 13 of 26
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada
dalam tubuh pasien merupakan bakteri grup A, karena grup ini disertai dengan demam
reumatik, glomerulnefritis.
Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
Terapi
Tonsilitis akut pada dasarnya termasuk penyakit yang dapat sembuh sendiri
(self-limiting disease) terutama pada pasien dengan daya tahan tubuh yang baik.
Pasien dianjurkan istirahat dan makan makanan yang lunak. Berikan pengobatan
simtomatik berupa analgetik, antipiretik, dan obat kumur yang mengandung
desinfektan. Berikan antibiotik spektrum luas misalnya sulfonamid. Ada yang
menganjurkan pemberian antibiotik hanya pada pasien bayi dan orang tua. Pada
tonsilitis viral dapat diberikan antivirus jika gejala yang ditemukan berat.
2. Tonsilitis membranosa
a. Tonsilitis Difteri
Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan
frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin
menderita penyakit ini.
Etiologi
Page 14 of 26
Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium diphteriae yaitu suatu bakteri
gram positis pleomorfik penghuni saluran pernapasan atas yang dapat menimbulkan
abnormalitas toksik yang dapat mematikan bila terinfeksi bakteriofag.
Patofisiologi
Bakteri masuk melalui mukosa lalu melekat serta berkembang biak pada
permukaan mukosa saluran pernapasan atas dan mulai memproduksi toksin yang
merembes ke sekeliling lalu selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalu pembuluh
darah dan limfe. Toksin ini merupakan suatu protein yang mempunyai 2 fragmen
yaitu aminoterminal sebagai fragmen A dan fragmen B, carboxyterminal yang
disatukan melalui ikatan disulfide.
Manifestasi klinis
Penularan melalui udara, benda atau makanan uang terkontaminasi dengan
masa inkubasi 2-7 hari. Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum,
gejala lokal dan gejala akibat eksotoksin.
a) Gejala umum dari penyaki ini adalah terjadi kenaikan suhu subfebril, nyeri
tenggorok, nyeri menelan, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, dan nadi
lambat.
b) Gejala local berupa nyeri tenggorok, tonsil membengkak ditutupi bercak putih
kotor makin lama makin meluas dan menyatu membentuk membran semu.
Membran ini melekat erat pada dasar dan bila diangkat akan timbul pendarahan.
Jika menutupi laring akan menimbulkan serak dan stridor inspirasi, bila
menghebat akan terjadi sesak nafas. Bila infeksi tidak terbendung kelenjar limfa
leher akan membengkak menyerupai leher sapi.
c) Gejala eksotoksin akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung
berupa miokarditis sampai decompensation cordis, mengenai saraf kranial
menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan dan pada ginjal
menimbulkan albuminuria.
Page 15 of 26
Diagnosis
Diagnosis tonsillitis difteri harus dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis karena
penundaan pengobatan akan membahayakan jiwa penderita. Pemeriksaan preparat
langsung diidentifikasi secara fluorescent antibody technique yang memerlukan
seorang ahli. Diagnosis pasti dengan isolasi C, diphteriae dengan pembiakan pada
media Loffler dilanjutkan tes toksinogenesitas secara vivo dan vitro. Cara PCR
(Polymerase Chain Reaction) dapat membantu menegakkan diagnosis tapi
pemeriksaan ini mahal dan masih memerlukan penjagn lebih lanjut untuk
menggunakan secara luas.
Pemeriksaan
Tes Laboratorium
Dilakukan dengan cara preparat langsung kuman(dari permukaan bawah membrane semu). Medium transport yang dapat dipaki adalah agar Mac conkey atau Loffler.
Tes Schick (tes kerentanan terhadap diphteria).
Pengobatan
Tujuan dari pengobatan penderita diphtheria adalah menginaktivasi toksin
yang belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang
terjadi minimal, mengeliminasi C.diphteria untuk mencegah penularan serta
mengobati infeksi penyerta dan penyulit diphtheria. Secara umum dapat dilakukan
dengan cara istirahat selama kurang lebih 2 minggu serta pemberian cairan.
Secara khusus dapat dilakukakan dengan pemberian :
1. Antitoksin : serum anti diphtheria (ADS), Anti difteri serum diberikan segera
tanpa menunggu hasil kultur dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung dari
umur dan beratnya penyakit itu.
2. Anti microbial : untuk menghentikan produksi toksin, yaitu penisilin prokain
50.000-100.000 KI/BB/hariselama 7-10 hari, bila alergi diberikan eritromisin
40 mg/kg/hari.
Page 16 of 26
3. Kortikosteroid : diberikan kepada penderita dengan gejala obstruksi saluran
nafas bagian atas dan bila terdapat penyulit miokardiopati toksik.
Komplikasi
Laryngitis difteri, miokarditis, kelumpuhan otot palatum mole, kelumpuhan
otot mata, otot faring laring sehingga suara parau, kelumpuhan otot pernapasan, dan
albuminuria.
Pencegahan
Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan
pada diri anak serta memberikan penyuluhan tentang penyakit ini pada anak-anak.
Selain itu juga diberikan imunisasi yang terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan
carrier. Kekebalan aktif diperoleh dengan cara inapparent infection dan imunisasi
dengan toksoid diphtheria. Kekebalan pasif diperoleh secara transplasental dari ibu
yang kebal terhadap diphtheria (sampai 6 bulan) dan suntikan antitoksin (2-3
minggu).
b. Tonsilitis Septik
Penyebab streptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu sapi sehingga
menimbulkan epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara
pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit ini jarang ditemukan.
c. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulsero membranosa)
Etiologi
Penyakit ini disebabkan karena kurangnya hygiene mulut, defisiensi vitamin C
serta bakteri spirochaeta atau triponema.Page 17 of 26
Manifestasi klinis
Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam sampai 39o celcius, nuyeri
kepala, badan lemah, dan terkadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di
mulut, hipersalivasi, gigi, dan gusi berdarah.
Pemeriksaan
Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membrane putih keabuan di
atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau dan
kelenjar submanibula membesar.
Pengobatan
Memperbaiki hygiene mulut, antibiotika spectrum lebar selama 1 minggu, juga
pemberian vitamin C dan B kompleks.
3. Tonsilitis kronik
Terdapat dua gambaran yang termasuk dalam kategori tonsilitis kronis, yaitu :
Tonsilitis kronis hipertrofikans
Page 18 of 26
Tonsilitis kronis atrofikans
Etiologi
Bakteri penyebab tonsillitis kronis sama halnya dengan tonsillitis akut , namun
terkadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan Gram negatif.
Faktor prediposisi
Rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higine mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.
Patofisiologi
Karena proses rang berulang maka epitel mukosa dan jarinagn limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus.proses ini meluas sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula.
Manisfetasi klinis
Page 19 of 26
Adanya keluhan pasien di tenggorokan seperti ada penghalang atau mengganjal, tenggorokan terasa kering, pernapasan berbau. Saat pemeriksaan ditemukan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus membesar dan terisi oleh detritus.
Komplikasi
Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi kedaerah sekitarnya berupa rhinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi lebih jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitus, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkulosis.
Pemeriksaan
Faktor penunjang
Kultur dan uji resistensi kuman dari sedian apus tonsil.
Terapi
Terapi mulut (terapi lokal) ditujukan kepada hygiene mulut dengan berkumur atau obat isap. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa tidak berhasil.
4. Komplikasi Tonsilitis
Komplikasi tonsillitis akut dan kronik menurut Mansjoer, A (1999), yaitu:
a. Abses pertosil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi
beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A.
b. Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustachi) dan dapat
mengakibatkan otitis media yang dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah
pada rupture spontan gendang telinga.
c. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebar infeksi ke dalam sel-sel mastoid.
d. Laringitis
e. Sinusitis
f. Rhinitis
Page 20 of 26
5. Tonsilektomi
Definisi
Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan
patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti
pada jaringan sekitarnya seperti uvula dan pilar.
Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil
Indikasi Tonsilektomi
A. Indikasi absolut:
1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis
2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apneu waktu tidur
3. Hipertofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan
penyerta
4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma)
5. Abses perotinsiler yang berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan
sekitarnya
6. Tonsilitis kronis walaupun tanpa eksaserbasi akut tapi merupakan fokal infeksi
7. Karier difteri
8. Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam.
Page 21 of 26
Gambar. Obstruktif Tonsillar Hiperplasia
B. Indikasi relatif:
1. Serangan tonsilitis akut berulang (yang terjadi walau telah diberi penatalaksanaan
medis yang adekuat).
2. Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus yang menetap dan patogenik
(karier).
3. Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional.
4. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap enam bulan setelah infeksi mononukleosis.
5. Riwayat demam rematik dengan kerusakan jantung yang berhubungan dengan
tonsilitis rekurens kronis dan pengendalian antibiotika yang buruk.
6. Radang tonsil kronis menetap yang tidak memberikan respon terhadap
penatalaksanaan medis.
7. Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas orofasial dan
gigi geligi yang menyempitkan jalan nafas bagian atas.
8. Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati servikal persisten.
Kontraindikasi
A. Kontraindikasi absolut:
a. Penyakit darah: leukemia, anemia aplastik, hemofilia dan purpura
b. Penyakit sistemik yang tidak terkontrol: diabetes melitus, penyakit jantung dan
sebagainya.
B. Kontraindikasi relatif:
Page 22 of 26
a. Palatoschizis
b. Anemia (Hb <10 gr% atau HCT <30%)
c. Infeksi akut saluran nafas atau tonsil (tidak termasuk abses peritonsiler)
d. Poliomielitis epidemik
e. Usia di bawah 3 tahun (sebaiknya ditunggu sampai 5 tahun)
Jenis-jenis Tonsilektomi
Jenis-jenis tonsilektomi diantaranya:
1. Tonsilektomi metode Dissection - Snare
2. Tonsilektomi metode Sluder – Ballenger
3. Tonsilektomi metode Kriogenik
4. Tonsilektomi metode elektrokoagulasi
5. Tonsilektomi menggunakan sinar laser
Gambar. Tonsilektomi
Komplikasi
1. Perdarahan
Komplikasi perdarahan dapat tejadi selama operasi belangsung atau segera setelah
penderita meninggalkan kamar operasi (24 jam pertama post operasi) bahkan meskipun
jarang pada hari ke 5 -7 pasca operasi dapat terjadi perdarahan disebabkan oleh terlepasnya
membran jaringan granulasi yang terbentuk pada permukaan luka operasi, karena infeksi di Page 23 of 26
fossa tonsilaris atau trauma makanan keras. Untuk mengatasi perdarahan, dapat dilakukan
ligasi ulang, kompresi dengan gas ke dalam fossa, kauterisasi atau penjahitan ke pilar dengan
anastesi lokal atau umum.
2. Infeksi
Luka operasi pada fossa tonsilaris merupakan port d’entre bagi mikroorganisme,
sehingga merupakan sumber infeksi dan dapat terjadi faringitis, servikal adenitis dan
trombosis vena jugularis interna, otitis media atau secara sistematik dapat terjadi
endokarditis, nefritis dan poliarthritis, bahkan pernah dilaporkan adanya komplikasi
meningitis dan abses otak serta terjadi trombosis sinus cavernosus. Komplikasi pada paru-
paru serperti pneumonia, bronkhitis dan abse paru biasanya terjadi karena aspirasi waktu
operasi. Abses parafaring dapat timbul sebagai akibat suntikan pada waktu anastesi lokal.
Pengobatan komplikasi infeksi adalah pemberian antibiotik yang sesuai dan pada abses
parafaring dilakukan insisi drainase.
3. Nyeri pasca bedah
Dapat terjadi nyeri tenggorok yang dapat menyebar ke telinga akibat iritasi ujung
saraf sensoris dan dapat pula menyebabkan spasme faring. Sementara dapat diberikan
analgetik dan selanjutnya penderita segera dibiasakan mengunyah untuk mengurangi spasme
faring.
4. Trauma jaringan sekitar tonsil
Manipulasi terlalu banyak saat operasi dapat menimbulkan kerusakan yang mengenai
pilar tonsil, palatum molle, uvula, lidah, saraf dan pembuluh darah. Udem palatum molle dan
uvula adalah komplikasi yang paling sering terjadi.
5. Perubahan suara
Otot palatofaringeus berinsersi pada dinding atas esofagus, tetapi bagian medial
serabut otot ini berhubungan dengan ujung epligotis. Kerusakan otot ini dengan sendirinya
menimbulkan gangguan fungsi laring yaitu perubahan suara yang bersifat temporer dan dapat
kembali lagi dalam tempo 3 – 4 minggu.
Page 24 of 26
6. Komplikasi lain
Biasanya sebagai akibat trauma saat operasi yaitu patah atau copotnya gigi, luka bakar di
mukosa mulut karena kateter, dan laserasi pada lidah karena mouth gag.
Pengangkatan tonsil (Tonsilektomi ) dilakukan jika:
1) Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih /tahun .
2) Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.
3) Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.
4) Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.
Page 25 of 26
DAFTAR PUSTAKA
1. Boies A, dkk. 1997. Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Jakarta. Penerbit EGC
2. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher,fakultas kedokteran
universitas indonesia edisi ke lima. Dr.H.Efiatyarsyad soepardi,SpTHT,
Prof.Dr.H.Nurbuati iskandar SpTHT.
3. www.emedicine.com tonsilitis, Prof.Dr franklin junior MD,2007 may,center unit
otorhinolaryngology head and neck surgery 15th edision.
4. www.goggle.com Tonsilektomi,Hatmansjah Bagian Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorokan Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura, Jayapura.
5. www.goggle.com TONSILEKTOMI Writed by: Dr. Arwansyah Wanri (2007) Edited by:
Harry Wahyudhy Utama, S.Ked Dedicated to: Dr. H. Hanafi Zainuddin, SpTHT-KL
DEPARTEMEN TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG 2007
6. Hutabarat .B, Buku Ajar Anatomi Situs Coli – Capitis,Bagian Anatomi FK UKI, Jakarta,
1992.
Page 26 of 26