Post on 09-Nov-2015
description
BENTUK PELAYANAN PRIMA YANG MUNGKIN
MENJADI HARAPAN MASYARAKAT DI
SEBUAH RUMAH SAKIT UMUM
Oleh
Drs. Helmy Ali, MM
(Widyaiswara Madya BKPP Aceh)
A. Pendahuluan
Didalam kehidupan sehari-hari, kita selalu berhadapan dengan yang namanya
pelayanan (service). Kita ke SPBU, misalnya, kita tidak pernah mengisi bensin sendiri,
bukan ? Jika tidak berarti ada orang lain yang memberikan uluran tangannya untuk kita.
Begitu juga kita ke Rumah Sakit, kita tidak pernah menangani sendiri proses
pemeriksaan kesehatan sampai kita memperoleh obat atau dirawat di ruang rawat inap. Kita
pasti mendapat pelayanan (service) dari sejumlah orang, mulai dari satpam, petugas
parkir, petugas kartu, perawat, dokter, sampai dengan tukang masak, bahkan, pengelola
kantin, petugas kebersihan, dan sejumlah petugas lainnya.
Jika demikian, kalau kita berubat ke rumah sakit berarti cukup banyak orang
(petugas) yang seharusnya mengulurkan tangannya untuk memberikan pelayanan kepada
kita (pasien). Jika tidak, maka tingkat pelayanan Rumah Sakit itu sering dikatakan kurang
baik bahkan tidak baik (tergantung berapa komponen yang tidak dapat disediakan di sana).
Pasti anda yang bertanya, apakah petugas Rumah Sakit tidak pernah jemu memberikan
pelayanan kepada pengunjung Rumah Sakit ?
Jawabannya tentu tidak, karena kita sebagai manusia selalu berhajat akan
pelayanan. Pada saat kita ke Rumah Sakit, kita dilayani oleh dokter, perawat, pegawai
Rumah Sakit, dan sejumlah orang lain yang terlibat dengan pelayanan di Rumah Sakit.
Akan tetapi, besok lusa ban mobil atau ban honda dokter, perawat atau siapa saja yang
terlibat dengan Rumah Sakit kempes (bocor), maka mereka pasti memerlukan pelayanan
dari tukang tempel ban. Atau mungkin juga mereka memerlukan jasa pelayanan dari
seorang tukang pangkas, saloon, binatu, dll. mereka akan mencari orang-orang itu untuk
mendapatkan jasa pelayanannya untuk melayani dokter, perawat atau siapa saja di
Rumah Sakit yang pernah memberikan pelayanan kepada kita.
Kalau begitu, kita sebagai manusia kadang-kadang menjadi orang yang memberikan
pelayanan kepada orang lain, tetapi di lain waktu kita yang menjadi orang yang dilayani
oleh orang lain. Dengan demikian, secara umum batasan pengertian pelayanan sangat
elastis, artinya tidak dapat ditarik garis pembatas secara kongkrit kecuali untuk profesi-
profesi tertentu, seperti: tukang pangkas, tukang bengkel, tukang ojek, tukang becak,
tukang binatu, dll. Orang-orang itu menyediakan jasa pelayanan kepada kita, tetapi kita
tidak mungkin memberikan pelayanan seperti itu, karena kita tidak memiliki keterampilan
seperti itu.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayaan Aparatur Negara (Menpan) No. 81
Tahun 1993, pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah, termasuk Rumah Sakit,
merupakan bentuk pelayanan pemerintah dalam rangka pemenuhan kebutuhan kesehatan
bagi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Kepmenpan
No. 81 Tahun 1993).
Melihat batasan pengertian di atas, pelayanan yang diberikan oleh petugas Rumah
Sakit kepada konsumen bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki oleh penerima
pelayanan (Daviddow dan Uttal, 1989). Menyangkut pelayanan Rumah Sakit, yang
dimaksudkan dg konsumen adalah masyarakat yang mendapat manfaat dari aktivitas yang
dilakukan oleh Rumah Sakit dan petugas yang telah ditunjuk sebagai pemberi pelayanan
itu.
Pelayanan yang tidak berwujud, dimaksudkan adalah pelayanan itu hanya dapat
dirasa oleh konsumen. Norman (1991) menggambarkan karakteristik pelayanan sebagai
berikut: a) Pelayanan sifatnya tidak dapat diraba, karena bukan berbentuk benda dan
berbeda sifatnya dg barang; b) Pelayanan, kenyataannya terdiri dari tindakan dan berbentuk
pengaruh yg sifatnya tindakan sosial; c. Produksi dan konsumsi pelayanan tdk dapat
dipisahkan secara nyata, karena pada umumnya terjadi bersamaan dan di tempat yang sama.
Karakteristik tersebut diatas mungkin dapat dijadikan dasar bagaimana memberikan
pelayanan yang terbaik (prima) di sebuah Rumah Sakit. Pengertian yang lebih luas seperti
yang dikemukakan Daviddow dan Uttal, bahwa pelayanan merupakan usaha apa saja yang
dilakukan untuk mempertinggi nilai kepuasan konsumen (pelanggan).
Yun, Yong, and Loh (1998), menyatakan bahwa pelayanan adalah penghubung
pertama mata rantai aktivitas untuk system Total Quality Manajemen (TQM). Sejalan
dengan itu, Christopher (1992) menyatakan bahwa pelayanan dapat diartikan sebagai suatu
system manajemen, diorganisir untuk menyediakan hubungan pelayanan yang berkesinam-
bungan antara waktu pemesanan dan waktu barang/jasa itu diterima dan digunakan dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan/harapan konsumen dalam jangka panjang.
B. Makna Pelayanan
Pelayanan dapat bermakna suatu bentuk aktivitas yang menggambarkan perhatian,
bantuan, dan penghargaan kepada konsumen yang dapat memberikan kepuasan bagi
mereka. Melalui pelayanan yang baik (prima) akan melahirkan kedekatan antara produsen
dan konsumen, menimbulkan kesan menyenangkan, sebagai kenangan yg sulit dilupakan.
Pelayanan yang baik (prima), khususnya menyangkut pelayanan Rumah Sakit, juga
akan menimbulkan kesan/kenangan yang menyenangkan bagi konsumen (pasien dan
keluarganya). Selain itu, pelayanan yang baik juga akan menumbuhkan kesan dan citra
yang baik di hati konsumen, yang selanjutnya dapat menjadi faktor pendorong konsumen
untuk bekerja sama, berperan aktif dalam kegiatan sosial Rumah Sakit itu, bahkan dapat
menjadi promotor Rumah Sakit tersebut.
Sementara pelayanan yang tidak baik akan menimbulkan kesan yang tidak baik
bahkan menjengkelkan di hati konsumen. Disamping itu akan muncul citra buruk di mata
konsumen, yang akan mendorong konsumen mengeluarkan bermacam pernyataan yang
tidak baik, seperti mau mati ? berobat saja di Rumah Sakit X !. Atau beredarnya anekdot
(yang pernah beredar sekitar 20 tahun yang lalu), ceritanya kira-kira begini: Ketika
seorang pasien Rumah Sakit X meninggal, malaikat datang dan bertanya padanya: siapa
namamu ? sambil membolak-balik buku notesnya. Si Mati menjawab: nama saya Fulan.
Malaikat membolak balik lagi halaman-halaman buku notesnya untuk mencari nama Fulan.
Karena tidak dijumpai nama Fulan dalam buku notesnya, Malaikat berkata: Nama kamu
belum ada dalam daftar yang mati hari ini, dimana kamu berobat ?, di Rumah Sakit X,
Malaikat jawab si mati. Malaikat berkata: pantas kamu mati sebelum waktunya !
Semua mengakui bahwa anekdot di atas itu tidak benar, bahkan bisa menjadi dosa
bagi yang menciptakan cerita seperti itu, tetapi orang-orang mengembangkan anekdot itu
karena kesal akan pelayanan Rumah Sakit tersebut. Akibat rasa kesal seperti itu mereka
lupa dausa ! Oleh karena itu sebuah Rumah Sakit perlu menerapkan pelayanan yang baik
(prima) agar muncul citra baik dimata konsumen (masyarakat).
Tujuan dari pelayan prima adalah memberikan kepuasan kepada konsumen
(masyarakat) sesuai dengan keinginan mereka. Untuk mencapai tingkat kepuasan itu,
diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan atau keinginan konsumen,
Zeithami at al. (1990).
Sejalan dengan itu, dimensi yang sangat melekat pada mutu pelayanan adalah sbb.:
a) Tidak Nyata, yaitu hal-hal yang ada kaitan dengan kondisi ruangan, fasilitas fisik,
peralatan, tenaga kerja dan cara berkomunikasi dg konsumen yg sesuai standard; b) Daya
Uji, yaitu menyangkut kemampuan petugas pelayanan yang dapat diandalkan dan akurat
seperti dijanjikan (standar); c) Daya Tanggap: yaitu kemauan petugas pelayanan yang
bersikap membantu konsumen (masyarakat), cepat dan tdk ditunda-tunda; d) Ketrampilan:
yaitu menyangkut kualitas petugas mengenai keahlian, kecakapan dan pengetahuan yang
dibutuhkan untuk pelayanan tersebut; e) Keramahan: yaitu menyangkut sikap petugas yang
ramah-tamah, sopan-santun, menghargai pasien, penuh perhatian kpd pasien, dan
bersahabat sehingga pasien tdk merasa asing di tmp itu; f. Kredibilitas: yaitu menyangkut
ketulusan, kepercayaan, kejujuran dlm memberi pelayanan; g. Keamanan: berkenaan
dengan kondisi tempat itu yang ada jaminan bebas/jauh dari bahaya, resiko atau keragu-
raguan sehingga pasien memiliki rasa aman berada di tempat itu ; h. Akses: yaitu yang
berkenaan dengan lokasi tempat itu yang mudah dicapai dan kondisi jalan yang baik
sehingga pasien tidak diguncang oleh bebatuan di jalan, tempat itu juga mudah dijangkau
atau dihubungi dengan telpon; i. Komunikasi: yaitu menyangkut komunikasi antara
pemberi layanan dan yang dilayani (pasien) dengan bahasa atau gesture (bahasa isyarat) yg
mudah dipaham; j. Pengertian: yaitu menyangkut dengan adanya upaya petugas pelayanan
yang ingin mengenal konsumen (masyarakat) dan kebutuhannya.
Ketika kegiatan pelayanan berlangsung di Rumah Sakit, disana ada pihak yang
melayani dan dilayani. Wujud dari proses melayani dan yang dilayani itulah yang
disebut dengan layanan. Layanan boleh berbentuk benda seperti bensin di SPBU. atau
jasa ketika kita naik bus kota, ojek atau becak. Akan tetapi ada pula yang abstrak seperti
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Mengapa abstrak ? karena yang dilayani tdk dapat
melihat wujud nyata dari pelayanan yang diberikan itu, kecuali merasakan sentuhan-
sentuhan tangan dokter dan alat medis di tubuhnya.
Dengan demikian wujud dari pelayanan ada yang disebut tangible berupa barang-
barang yang nyata dan dapat dilihat seperti photo X-Ray, photo USG, obat-obatan, dll.
Tetapi, ada juga dalam wujud pelayanan yang bersifat intangible yaitu berupa layanan
yang tidak dapat dilihat seperti informasi/nasihat yang diberikan oleh dokter.
Nilai dari kedua jenis pelayanan tersebut (tangible dan intangible) boleh jadi prima
atau tidak prima karena tergantung pada bungkusan yang membalut pelayanan itu. Khusus
di Rumah Sakit, mutu pelayanan yang ada sekarang sudah jauh lebih baik dibandingkan
dengan di masa lalu. Salah satu permasalahannya adalah menyangkut bangunan/ruangan,
fasilitas, peralatan, dan waktu yang tersedia.
Memang yg paling sering menuai kritik dari konsumen (masyarakat) adalah
menyangkut bangunan/ruangan, peralatan, perkakas, pola tingkah laku pemberi layanan yg
kurang baik, kurang ramah dan kurang perhatian kepada pasien.
C. Tahapan Pelayanan
Proses pelayanan di Rumah Sakit bukan saja meliputi kegiatan-kegiatan pada saat
pasien bertatap muka secara langsung dengan petugas pelayanan (perawat dan dokter).
Sebenarnya proses pelayanan prima seharusnya sudah harus dimulai jauh sebelum dan
sesudah proses tatap muka dg perawat dan dokter terjadi. Petugas Rumah Sakit sebenarnya
sangat menyadari bahwa pelayanan yg diperlukan di Rumah Sakit tdk akan pernah menjadi
pelayanan prima jika tidak secara tuntas mencakup semua proses seperti tersebut di atas.
Pelayanan prima adalah pelayanan paripurna, sebelum petugas bertatap muka dg
pelanggan mereka harus mempersiapkan banyak hal, seperti menata ruangan, menyiapkan
bahan dan peralatan, menyiapkan arsip/record pelanggan (pasien), dll. Setelah selesai tatap
muka dg pelanggan, petugas masih harus berbenah, merekam data pelayanan, menyusun
laporan, menyimpan arsip, mengganti peralatan, dll. Nah, sungguh berat tugas-tugas yang
harus dilakukan oleh petugas tersebut (dokter, perawat dan semua petugas Rumah Sakit).
Dg demikian, berdasarkan tahapan pelayanan, pelayanan di Rumah Sakit dpt dibagi
3 jenis, yaitu: a) Pelayanan pratransaksi: kegiatan pelayanan sblm melakukan tatap muka
dengan dokter/perawat; b). Pelayanan saat transaksi: kegiatan pelayanan pada saat tatap
muka dengan dokter/perawat; c). Pelayanan Pasca Transaksi: kegiatan pelayanan sesudah
tatap muka dengan dokter/perawat.
Ketiga jenis pelayanan diatas memiliki peran yang sama penting dalam menciptakan
citra keprimaan dari seluruh rangkaian proses pelayanan. Sebagai contoh seorang warga
masyarakat yang sedang sakit diantar oleh keluarganya ke Rumah Sakit. Citra keprimaan
pelayanan Rumah Sakit bukan saja ketika si sakit bertatap muka dengan petugas medis
(dokter/perawat), melainkan proses pelayanan sudah harus dimulai sejak kenderaan yang
membawa si sakit memasuki pintu gerbang Rumah Sakit. Satpam dengan wajah penuh
hormat mengarahkan kenderaan menuju tempat mengantar pasien; di sana disambut oleh
petugas parkir dan setelah menurunkan pasien, petugas parkir dengan penuh hormat
mengarahkan mobil itu ke tempat parkir.
Jadi, proses pelayanan dimulai sejak kenderaan memasuki pintu gerbang, kemudian
mobil pembawa pasien diarahkan ke tempat parkir, sementara si pasien diarahkan ke UGD,
melakukan registrasi, kemudian ke ruangan pemeriksaan (rekam medis, dll.), dan setelah
itu ke ruang rawat inap untuk dirawat atau dizinkan pulang. Semua proses pelayanan itu
dilaksanakan secara professional sehingga tidak terkesan diabaikan atau tidak
dihiraukan.
D. Prinsip Pelayanan Prima
Bentuk bentuk pelayanan prima yang seharusnya diberikan kepada masyarakat yang
berjumlah puluhan/bahkan ratusan orang setiap hari oleh Rumah Sakit, secara teknis
berbeda satu sama lain. Dari sekian ribu pelayanan itu, hanya sedikit yang terhitung sebagai
pelayanan prima, karena memenuhi beberapa prinsip, yaitu:
a. Mengutamakan Pelanggan (Pasien)
Pelanggan (pasien/masyarakat), sebenarnya adalah pemilik dari pelayanan yg
diberikan di Rumah Sakit. Tanpa pelanggan pelayanan tidak pernah ada, dan pelanggan
memiliki kekuatan untuk menghentikan atau meneruskan pelayanan itu. Mengutamakan
Pelanggan diartikan sbb.: 1). Prosedur pelayanan seharusnya disusun demi kemudahan dan
kenyamanan pelanggan (pasien), bukan untuk memperlancar pekerjaan petugas Rumah
Sakit; 2). Jika pelayanan ada pelanggan internal dan pelanggan external, maka harus ada
prosedur yang berbeda dan terpisah keduanya. Pelayanan bagi pelanggan external harus
diutamakan dari pada pelanggan internal; 3). Jika pelayanan memiliki pelanggan tak
langsung selain langsung, maka dipersiapkan jenis-jenis layanan yang sesuai untuk
keduanya. Pelayanan bagi pelayan tak langsung perlu lebih diutamakan.
b. Sistem yang Efektif
Proses pelayanan perlu dilihat sebagai sebuah system yang nyata, yaitu tatanan yg
memadukan hasil-hasil kerja dari berbagai unit dalam organisasi Rumah Sakit. Jika
perpaduan itu cukup baik, pelanggan (pasien) tidak merasakan bahwa mereka telah
berhadapan dengan beberapa unit yang berbeda. Dari segi design pengembangan, setiap
pelayanan selayaknya memiliki prosedur yang memungkinkan perpaduan hasil kerja dapat
mencapai batas maximum.
Pelayanan juga perlu dilihat sebagai sebuah system lunak (soft system), yaitu sebuah
tatanan yang mempertemukan manusia yang Satu dengan yang lain. Pertemuan itu tentu
melibatkan sentuhan-sentuhan emosi, perasaan, harapan, keinginan, harga diri, nilai, sikap
dan perilaku. Agar kita dapat merebut hati konsumen, proses pelayanan sebagai soft
system harus berjalan efektif, artinya mampu mengungkit munculnya kebanggaan pada
diri petugas dan membentuk citra positif di mata pelanggan.
c. Melayani Dengan Hati Nurani
Sebaik apapun design dan prosedur sebuah pelayanan, tetap petugas yang harus
berhadapan dengan konsumen (pasien/masyarakat). Saat-saat terjadinya transaksi, penilaian
konsumen terhadap mutu pelayanan yang diberikan petugas juga berlangsung. Pimpinan
Rumah Sakit benar-benar menyadari bahwa sikap dan perilaku petugas yang baik sering
menutupi kekurangan sarana-prasarana yang ada.
Dalam transaksi tatap muka dengan konsumen, yang utama adalah keaslian sikap
dan perilaku yang sesuai dengan nurani. Perilaku/sikap yang dibuat-buat atau berlebihan
sangat mudah dikenali oleh konsumen dan dapat memperburuk penilain mereka. Keaslian
perilaku hanya bisa muncul pada pribadi yang sudah matang, pribadi yang sudah
menghayati makna kehidupan yang baik dan buruk.
d. Perbaikan Berkelanjutan
Konsumen juga pada hakikatnya belajar mengenali kebutuhan dirinya dari proses
pelayanan petugas Rumah Sakit. Berdasarkan catatan petugas Rumah Sakit, semakin baik
mutu pelayanan yang diberikan, kadang-kadang akan menghasilkan konsumen yang
semakin sulit untuk dipuaskan, karena tuntutannya yang semakin tinggi dan meluas.
e. Memberdayakan Pelanggan
Memberdayakan pelanggan berarti menawarkan jenis-jenis layanan yang dapat
digunakan sebagai sumber daya atau perangkat tambahan oleh pelanggan untuk
menyelesaikan persoalan hidupnya sehari-hari.
Ketiga jenis pelayanan diatas memiliki peran yang sama penting dalam menciptakan
citra keprimaan dari seluruh rangkaian proses pelayanan. Sebagai contoh seorang warga
masyarakat yang sedang sakit diantar oleh keluarganya ke Rumah Sakit. Citra keprimaan
pelayanan Rumah Sakit bukan saja saat si sakit bertatap muka dengan petugas medis,
melainkan proses pelayanan telah dimulai sejak kenderaan memasuki pintu gerbang RS.
Satpam mengarah kenderaan menuju tempat mengantar pasien; di sana disambut oleh
petugas parkir dan setelah menurunkan pasien, mobil diarahkan ke tempat parkir.
Jadi proses pelayanan dimulai sejak di pintu gerbang, kemudian ke tempat parkir, ke
UGD, melakukan registrasi, kemudian ke ruangan pemeriksaan (rekam medis, dll.), dan
setelah itu ke ruang rawat inap atau dizinkan pulang. Semua proses pelayanan itu
dilaksanakan secara professional sehingga tidak terkesan diabaikan/ tidak dihiraukan.
f. Pelayanan Menurut Prioritas Pengembangan
Para petugas Rumah Sakit semuanya sudah memahami bahwa memuaskan
pelanggan memang tidak mudah, dan untuk merebut hati pelanggan perlu melakukan
pengembangan dengan menambah beberapa jenis layanan baru yang lebih menarik. Hanya
saja pengembangan itu perlu terencana dengan baik agar diperoleh hasil yang optimum.
Pelayanan memiliki tingkat-tingkat prioritas pengembangan sbb.:
a) Pelayanan utama: Jenis pelayanan yang memiliki prioritas tertinggi, yaitu yang
langsung berkaitan dengan upaya pencapaian visi dan misi organisasi. Sebagai contoh
fungsi ruang inap Rumah Sakit, jenis pelayanan utamanya adalah menyediakan kamar-
kamar inap untuk pasien rawat inap. b) Pelayanan pendukung: Jenis pelayanan prioritas
kedua, yaitu yang dibutuhkan ketika sedang memanfaatkan pelayanan utama. Di Rumah
Sakit pelayanan semacam ini meliputi kantin/cafee, saluran telpon, internet, dll. Peranan
pelayanan pendukung ini dirasakan sangat penting, karena pelayanan utama tdk dapat
berfungsi dengan baik tanpa pelayanan pendukung. c) Pelayanan tambahan: jenis
pelayanan yang memiliki prioritas paling rendah, yaitu yang mungkin dibutuhkan
pelanggan pada saat mereka sedang memanfaatkan pelayanan utama atau pendukung.
Pelayanan ini meliputi mushalla, kios surat kabar/majalah, kios buah-buahan, dsb. Tanpa
adanya pelayanan tambahan, pelayanan utama/pendukung masih dapat berjalan dg baik,
namun dg adanya pelayanan tambahan akan menjadi nilai tambah bagi kondisi pelayanan
secara umum.
Tantangan yang sangat mendasar dalam mengimplimentasikan pelayanan prima
berbasis pelanggan di Rumah Sakit adalah karakteristik pelanggan (pasien/masyarakat)
yang sangat beraneka ragam (memiliki karakteristik yang berbeda-beda), misalnya: 1) ada
pelanggan yang gemar berdebat. 2) ada pelanggan yang pendiam. 3) ada pelanggan yang
hobbi berbicara terus, dan 4) ada pelanggan yang sabar. Pelanggan-pelanggan dengan
karakteristik yang seperti itu memerlukan penanganan secara khusus dengan menggunakan
pendekatan tertentu dengan system pelayanan yang sesuai dengan keinginan mereka.
Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Gaspersz (1997); keberhasilan
pengembangan pelayanan prima di Rumah Sakit sangat tergantung pada dua hal pokok,
yaitu (1) adanya dukungan dari manajemen puncak untuk menerapkan prinsip-prinsip
kualitas dalam organisasi, dan (2) prinsip-prinsip kualitas itu diakomodasikan kedalam
system manajemen kualitas. Oleh karena itu, manajemen bertanggung jawab dalam
menetapkan kebijaksanaan untuk kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan.
Keberhasilan dalam implimentasi kebijaksanaan ini, menurut Gaspersz sangat
tergantung pada komitmen manajemen terhadap pengembangan dan perbaikan system
manajemen kualitas. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan kualitas pelayanan
mulai dari waktu tunggu, waktu proses hingga waktu penyelesaian suaru produk pelayanan
dalah sbb.:
1) Akurasi pelayanan, berkaitan dengan realibilitas pelayanan dan bebas dari kesalahan-
kesalahan; 2) Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan terutama bagi
mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan, seperti: satpam, petugas parkir,
receptionist, perawat, dokter, dll. 3) Tanggung jawab, berkaitan dengan penerimaan
pesanan dan penanganan keluhan dari pelanggan; 4) Kelengkapan, menyangkut lingkup
pelayanan dan ketersediaan sarana pendukung pelayanan; 5) Kemudahan mendapatkan
pelayanan, berkaitan dengan banyaknya outlet, banyaknya petugas yang melayani,
banyaknya fasilitas pendukung, dll. 6) Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi
untuk memberikan pola-pola baru dalam pelayanan, features dalam pelayanan, dll. 7)
Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas, penanganan permintaan khusus, dll. 8)
Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang/tempat
pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parkir, ketersediaan informasi, petunjuk-
petunjuk, dll. 9) Atribut pendukung pelayanan, seperti lingkungan, kebersihan, ruang
tunggu, dll.
Salah satu tujuan inti yang ingin dicapai dari strategi pelaksanaan pelayanan prima
adalah mengembalikan citra aparatur pemerintah yang sirna di hati masyarakat melalui
penyajian pelayanan prima kepada masyarakat. Oleh karena itu, pelayanan yang terbaik
adalah pelayanan yang menyediakan nilai tambah bagi pelanggan, dekat dengan pelanggan
dalam melakukan transaksi, mengenali kemungkinan terjadinya masalah, dan bertindak
cepat, tepat dan akurat dalam menyelesaikan keluhan pelanggan serta menyediakan cara
dan wewenang kepada staf di garis depan untuk bertindak dalam memperbaiki kesalahan
dan mengenali apa yang dihargai oleh pelanggan ketika terjadi masalah (Willington
Patricia, 1998).
Merujuk pada pendapat Willington di atas, maka strategi dalam manajemen
pelayanan pelanggan dapat dilihat pada tiga dimensi utama, yaitu:
a. Pilih strategi yang meliputi: seleksi strategi, evaluasi strategi, yang kemudian
menghasilkan pilihan strategi;
b. Analisis strategi yang meliputi: lingkungan, harapan obyektif, dan wewenang, serta
sumber daya;
c. Implimentasi strategi yang meliputi: perencanaan sumber daya, dan struktur organisasi,
serta manusia dan system.
Sementara dalam konteks pelayanan pelanggan, Loh, Yong dan Yung (1998)
berpendapat bahwa ada beberapa masalah strategis yang perlu diketahui, yaitu: a) Seberapa
penting pelayanan pelanggan ? b) Apa dimensi pelayanan pelanggan ? c) Apa komponen
pelayanan pelanggan yang diprioritaskan ? d) Bagaimana tingkat pelayanan yg diinginkan
untuk setiap komponen pelayanan konsumen ? e) Kebijaksanaan apa saja yg diberikan untk
menangani pelanggan pada tingkat ekstrem? f. Bagaimana mencapai kesesuaian antara
pandangan pelanggan dengan pelayanan yang diberikan ?
Perlu dicatat bahwa, kesan (image) pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan
dapat dibentuk, melalui: kualitas produk dan layanan yang diberikan, cara memberikan
pelayanan, dan hubungan antar pribadi yang terbentuk melalui layanan yang prima. Sejalan
dengan itu, Hopson Barrie and Scally Mike (1991), menawarkan strategi pelayanan sedikit
lebih baik dari harapan pelanggan, seperti: a) Tentukan bidang usaha utama; b) Kenali
pelanggan dan pesaing; c). Ciptakan visi, misi yg dapat membawa organisasi ke masa
depan yang ideal; d.Tentukan saat-saat yang berharga; e). Berikan pelayanan yang terbaik
kepada semua orang; f). Menciptakan pengalaman pelanggan; g). Mengubah keluhan
menjadi senyuman; h). Dekat dengan pelanggan; i). Merancang/menerapkan pelayanan
yang bermuara kpd kepuasan pelanggan; j). Mempersiapkan standar pelayanan; k). Kenali
dan berikan penghargaan untuk pelayanan yang istimewa; l). Mengembangkan program
pelayanan sesuai dinamika perubahan.
Sementara Clark G. & Armistead C.G. (1992) mengajukan 5 (lima) tahap
pengembangan strategi pelayanan pelanggan, yaitu:
a. Memahami apa yang diderita pelanggan ketika semua unsur pelayanan menjadi sibuk
(Apakah pelanggan tdk dapat berhubungan dengan kita ?, apakah pelanggan harus
menunggu lebih lama ?, Apakah petugas di garis depan kurang menaruh perhatian
terhadap kebutuhan pelanggan ?, Apakah keluhan pelanggan bertambah ?, dll.)
b. Mengenali tanda-tanda ketika batas tahap kapasitas telah tercapai ?
c. Membuat kebijakan untuk membatasi kegiatan bagian layanan, ini meliputi system
prioritas untuk merespon permintaan.
d. Mengembangkan system informasi, ini memberikan kesempatan kepada petugas garis
depan menjelaskan kepada pelanggan tentang apa yang terjadi;
e. Mendorong pelanggan untuk berani menyampaikan keluhan bila mendapat layanan
yang kurang memuaskan.
Pelaksanaan pelayanan prima aparatur pemerintah kepada masyarakat memerlukan
kesungguhan untuk bergerak ke jalur yang benar, baik oleh pelanggan maupun petugas
yang melayani. Hal ini dapat ditempuh melalui menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Apakah kita telah mempunya pemikiran tentang sifat layanan dan dukungan yang akan
kita sajikan kepada pelanggan ?
2. Apakah kita mengetahui siapakah pelanggan kita dan bagaimana nilai mereka bagi
layanan dan dukungan kita ?
3. Apakah kita sudah memahami tentang desakan akan kualitas pelayanan kita kepada
pelanggan ?
4. Apakah kita mempunyai target yang jelas dalam menyajikan pelayanan yang prima
kepada pelanggan ?
5. Apakah kita mengetahui masalah potensial yang menyebabkan kesalahan di dalam
system layanan kepada pelanggan ?
6. Apakah kita telah mempunyai indikator untuk mengukur keberhasilan pelayanan yang
diberikan kepada pelanggan ?
Jika kita berhasil menjawab dan melaksanakan jawaban atas pertanyaan itu dengan
baik dan benar, maka kita akan berada pada posisi yang memperoleh keuntungan dari
strategi pengembangan pelayanan yang disajikan kepada pelanggan. Selain itu, jawaban
atas pertanyaan itu merupakan kepedulian kita terhadap pelayanan prima aparatur birokrasi
kepada masyarakat.
Kesimpulan
Pelayanan prima hanya akan berhenti sebagai angan-angan saja, jika tidak diterapkan
secara nyata dalam penyelenggaraan se hari-hari pada setiap jenis pelayanan di lembaga
masing-masing. Aplikasi pelayanan prima bukanlah hal yang mudah, karena membutuhkan
tingkat kesungguhan (komitmen), penguasaan dan konsistensi tindakan yang tinggi.
Komitmen untuk melaksanakan pelayanan prima secara sungguh-sungguh tentu
sangat pribadi. Hanya diri sendiri yang mengetahui, menilai, mengukur dan
membangkitkannya dalam aktivitas yang nyata. Akan tetapi, komitmen selain merupakan
prasyarat untuk keberhasilan pelayanan prima, juga merupakan salah satu hasil utama dari
penyelenggaraan pelayanan prima. Setiap kali melaksanakan pelayanan prima, akan
diperoleh rasa kepuasan sampai pada kadar tertentu.
Kepuasan itulah yang mendorong seseorang untuk melakukan lebih sungguh-sungguh
pelayanan seperti itu. Sebenarnya, upaya untuk mewujudkan pelayanan prima memerlukan
waktu dan perhatian. Hal ini karena organisasi kita dan masyarakat yang dilayani tumbuh
dan berkembang secara dinamis. Dengan demikian, aplikasi pelayanan prima akan lebih
tepat jika dianggap sebagai proses pembelajaran organisasi yang tidak berkesudahan.
Sebuah upaya pencarian yang tiada henti terhadap wujud nyata dari pelayanan prima.
Dilihat dari proses belajar, aplikasi pelayanan prima merupakan upaya perbaikan
secara bertahap dan berkelanjutan. Langkah-langkah perbaikan perlu dilakukan dg
mengikuti siklus pengembangan pelayanan. Jika siklus itu diulang secara teratur dari waktu
ke waktu, maka akan menghasilkan semacam alur spiral dari perkembangan pelayanan,
menuju ke bentuk yang paling baik (prima).
Daftar Kepustakaan
Anonim, (2000), Perilaku Pelayanan Prima, Diklat Pelayanan Prima, LAN RI, Jakarta.
Anonim, (2000), Management Kualitas Pelayanan Prima, PT Pinter Konsultama, Jakarta.
De Vyre, C. (1994), Good Service, Good Business, Practice Hall, Sydney.
Foster, Timothy R. V. (1999), Customers Care, Kogan Page, New York.
Gaspersz, Vincent (1997), Edisi Bahasa Indonesia, Manajemen Kualitas dalam Industri
Jasa, PT Gramedia Indonesia, Jakarta.
Hardjosoekarto, S. (1994), Beberapa Perspektif Pelayanan Prima, Bisnis & Birokrasi,
No. 3, Vol. IV, 1994. Jkt
Hopson, Barrie & Scally Mike (1991) 12 Steps to Success Through Service, Lifeskills
Inc. Ltd. New York.
Morgan, Robecca L. (1996), Calming Upset Customers, Crip. Publication Inc. N., York.
Macaulay, S & S Cook (1997), How to Improve Your Customer Service, PT. Gramedia,
Jakarta.
Sugiarto, Endar (1999), Psychologi Pelayanan dalam Industri Jasa, PT Gramedia, Jakarta.
Tjiptono, Fandy (1997), Total Quality Service, PT. Andi, Yokyakarta.
Walker, Dennis (1996), Customers First Eds. Bahasa Indonesia, PT. Gramedia, Jakarta
Willington, Patricia (1998), Strategi Kepedulian pada Pelanggan. Batam Centre, Batam.