Post on 25-Apr-2019
WALIKOTA PAYAKUMBUH
PROVINSI SUMATERA BARAT
PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH
NOMOR 4 TAHUN 2014
TENTANG
PENGELOLAAN SAMPAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA PAYAKUMBUH
Menimbang : a.
b.
c.
d.
e.
f.
bahwa dengan meningkatnya pertumbuhan Kota
Payakumbuh akan berkorelasi terhadap peningkatan timbulan sampah termasuk jenis dan
karakteristiknya yang semakin beragam;
bahwa dengan meningkatnya timbulan sampah diperlukan pengelolaan sampah yang baik dan benar
untuk memperoleh kebersihan lingkungan sehingga
terwujud Kota Payakumbuh yang bersih, tertib, aman dan nyaman;
bahwa pengelolaan sampah tidak akan terwujud
dengan baik tanpa adanya partisipasi masyarakat;
bahwa pengelolaan sampah menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah Daerah, pelaku usaha
dan masyarakat, untuk itu perlu dilakukan
pengelolaan secara komprehensif dan terpadu;
bahwa dengan perkembangan dan kemajuan
pembangunan Kota Payakumbuh, perlu diatur
tata cara penanganan dalam pengelolaan sampah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf
d dan huruf e di atas, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1956 tentang
Pembentukan Daerah Otonom Kota Kecil Dalam
lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah jo Peraturan Menteri DalamNegeri Nomor 8 Tahun 1970
tentang Pelaksanaan Pemerintahan Kotamadya Solok
dan Payakumbuh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 19 );
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
2
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4846);
6.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5049);
9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
10
.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Nega Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
11
.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5188);
12
.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
3
13
.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983
tentang Pelaksanaan Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3258), sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5145);
14
.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
(Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2005 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4490);
15 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285);
16
.
Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 188,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347);
17
.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun
2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah;
18
.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
Kep/51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan industri sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 122 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor Kep.51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan
Industri;
19
.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
16 tahun 2011 tentang Pedoman Materi Muatan
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga.
20 Peraturan Daerah Kota Payakumbuh Nomor 1 Tahun
2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Payakumbuh Tahun 2010 – 2030 (Lembaran Daerah
Kota Payakumbuh Tahun 2012 Nomor 1);
21 Peraturan Daerah Kota Payakumbuh Nomor 9 Tahun
2013 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup ( Lembaran Daerah Kota
4
Payakumbuh Tahun 2013 Nomor 9).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PAYAKUMBUH
dan
WALIKOTA PAYAKUMBUH
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN
SAMPAH
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kota Payakumbuh.
2. Provinsi adalah Provinsi Sumatera Barat.
3. Pemerintah Kota adalah Walikota dan Perangkat Daerah Kota
Payakumbuh sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD
adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Payakumbuh.
5. Walikota adalah Walikota Payakumbuh.
6. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Sumatera Barat.
7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
8. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
9. Rukun Tetangga yang selanjutnya disebut RT adalah lembaga yang
dibentuk melalui musyawarah masyarakat setempat dalam rangka
pelayanan pemerintahan dan kemasyarakatan yang ditetapkan oleh
lurah.
5
10. Rukun Warga yang selanjutnya disebut RW adalah bagian dari
wilayah kerja lurah dan merupakan lembaga yang dibentuk melalui
musyawarah pengurus RT di wilayah kerjanya yang ditetapkan oleh
lurah.
11. Setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau
badan hukum.
12. Badan hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh warga
negara Indonesia.
13. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses
alam yang berbentuk padat.
14. Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan
sehari-hari dalam rumah tangga yang sebagian besar terdiri dari
sampah organik, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
15. Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah yang tidak
berasal dari rumah tangga dan berasal dari kawasan permukiman,
kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas
umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya.
16. Sampah spesifik adalah Sampah yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau volumenya memerlukan pengolahan khusus
17. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh,
dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan
sampah.
18. Kawasan permukiman adalah kawasan hunian dalam bentuk klaster,
apartemen, kondominium, asrama, dan sejenisnya.
19. Kawasan komersial adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan
usaha perdagangan dan/atau jasa yang dilengkapi dengan sarana
dan prasarana penunjang.
20. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan
industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang.
21. Kawasan khusus adalah wilayah yang bersifat khusus yang
digunakan untuk kepentingan nasional/berskala nasional.
22. Tempat penampungan sementara yang selanjutnya disebut TPS
adalah tempat penampungan sampah sebelum diangkut ke tempat
pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah
terpadu.
6
23. Tempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R (reduce,reuse, recycle)
yang selanjutnya disebut TPS 3R adalah tempat dilaksanakannya
kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, dan
pendauran ulang skala kawasan
24. Tempat pengolahan sampah terpadu yang selanjutnya disebut TPST
adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan,
penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan
akhir sampah.
25. Tempat pemrosesan akhir yang selanjutnya disebut TPA adalah
tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media
lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
26. Kompensasi adalah pemberian imbalan kepada orang yang terkena
dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah
di TPA sampah.
27. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya
disebut Amdal adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
28. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalah
pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan
yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
29. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut SPPL adalah pernyataan
kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk
melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas
dampak lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatannya di luar
usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL.
30. Satuan kerja perangkat daerah yang selanjutnya disebut SKPD
adalah satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan tugas pemerintahan di bidang persampahan di
daerah.
31. Retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu
7
yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah kota
untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
32. Badan Layanan Umum Daerah Persampahan yang selanjutnya
disebut BLUD Persampahan adalah Unit Kerja pada SKPD di
lingkungan Pemerintah kota yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan
dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas.
33. Penghasil sumber sampah adalah setiap orang dan/atau akibat
proses alam yang menghasilkan timbulan sampah.
34. Timbulan Sampah adalah sampah yang dihasilkan/timbul dari
kegiatan pada sumber sampah.
35. Sumber Sampah adalah tempat atau pusat dihasilkannya timbulan
sampah.
36. Pemilahan sampah adalah kegiatan setiap orang baik di dalam
pemakaian lokasi kegiatan dan di tempat umum untuk
menempatkan sampah di tempat sampah berdasarkan
peruntukannya yaitu sampah organik, anorganik dan B3 Rumah
Tangga.
37. Pengolahan Sampah adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan
untuk mengubah material sampah menjadi tidak berbahaya bagi
lingkungan, berguna dan memiliki nilai ekonomis dengan
memanfaatkan teknologi baik yang sederhana maupun teknologi
tinggi.
38. Kebersihan adalah suatu keadaan dan keharusan fisik kota yang
bebas dari sampah.
39. Lingkungan hidup adalah suatu benda, daya dan kehidupan
termasuk didalamnya manusia dengan segala tingkah lakunya
yang terdapat dalam suatu ruang dan mempengaruhi
kelangsungan dan kesejahteraan manusia serta kelangsungan
mahluk hidup lainnya.
40. Bahan berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3,
adalah setiap bahan yang karena sifat atau konsentrasi,
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
8
mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup,
kesehatan,kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
41. Sampah adalah semua benda atau produk sisa dalam bentuk
padat atau setengah padat yang terdiri dari bahan organik dan non
organik, baik logam, maupun non logam yang dapat terbakar atau
tidak, sebagai akibat aktifitas manusia yang dianggap tidak
bermanfaat lagi dan tidak dikehendaki oleh pemiliknya serta dibuang
sebagai barang yang tidak berguna, di dalamnya tidak termasuk
sampah dalam kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) industri
dan rumah sakit.
42. Bak Sampah adalah tempat untuk menampung sampah yang
disediakan oleh masing-masing pemakai persil.
43. Pengumpulan Sampah adalah kegiatan membawa dan memindahkan
sampah dari sumber sampah persil ke TPSS
44. Tempat Pengelolaan Sampah Sementara yang selanjutnya disingkat
TPSS adalah tempat yang harus ada di setiap pemakai persil
dan/atau unit lingkungan yang terdiri atas satu atau beberapa
Rukun Warga sebagai tempat untuk melakukan pengurangan
sampah (reduce), guna ulang (reuse), dan daur ulang (recycle) dalam
bentuk pengomposan, bank sampah dan kegiatan teknologi lainnya
berdasarkan SOP yang dibuat Dinas.
45. Tempat Penampungan Sampah yang selanjutnya disingkat TPS
adalah tempat yang disediakan Pemerintah untuk menampung
sampah residu (sampah yang telah diolah dalam TPSS) untuk
selanjutnya akan diangkut ke TPPAS.
46. Tempat Sampah bagi kendaraan umum adalah tempat untuk
menampung sampah didalam kendaraan yang disediakan oleh
pemilik kendaraan.
47. B3 Rumah Tangga adalah sampah hasil aktifitas rumah tangga
yang mengandung bahan berbahaya, beracun karena bahan, sifat
atau konsentrasinya jumlahnya baik secara langsung atau tidak
langsung dapat merusak lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lainnya.
48. Jalan Umum adalah setiap jalan dalam daerah Kota Payakumbuh
dalam bentuk apapun yang terbuka untuk lalu lintas umum
9
49. Tempat Umum adalah tempat-tempat yang meliputi taman-taman,
halaman umum, lapangan-lapangan yang disediakan oleh
Pemerintah Kota Payakumbuh sebagai fasilitas umum.
50. Standar Operasional Prosedur yang selanjutnya disingkat SOP
sebagai petunjuk teknis pelaksanaan di lapangan.
51. Mitra Kerja adalah BUMD dan atau pihak swasta lainnya yang
ditunjuk untuk melakukan pengelolaan sampah sesuai dengan
peraturan perundangundangan yang berlaku.
52. Petugas adalah orang yang ditunjuk oleh dinas atau badan
terkait untuk melaksanakan tugas yang berkaitan dengan
pengelolaan sampah.
53. Pengomposan adalah proses degradasi bahan organik (sampah
organik) oleh mikroba dengan hasil kompos.
54. Tempat Pengomposan adalah tempat dilakukannya proses
pembuatan kompos yang ada di Kota Payakumbuh dan merupakan
aset Pemerintah Kota Payakumbuh atau milik perseorangan/
swasta/pihak lainnya.
55. Residu Sampah Akhir adalah ampas sisa akhir dari proses
pengelolaan sampah.
56. Instansi adalah Kantor/Satuan Kerja Unit Pelaksana Teknis
Departemen/ Lembaga Non Departemen baik pemerintah, maupun
swasta.
57. Bank Sampah adalah pengelolaan sampah dengan proses
pemilahan sampah dari penghasil sampah yang dapat menghasilkan
finansial dari bahan yang dapat didaur ulang.
58. Pengomposan sampah secara aerob adalah proses degradasi
sampah oleh mikroorganisme untuk menghasilkan energi dalam sel
dengan memanfaatkan oksigen.
59. Pengomposan sampah secara anaerob adalah proses degradasi
sampah oleh mikro organisme untuk menghasilkan energi dalam
sel tanpa oksigen.
60. Sanitary landfill adalah metoda pengurugan sampah khususnya
untuk residu akhir dengan cara menutup sampah secara rutin
kemudian dilakukan proses pemadatan dengan bantuan alat berat
serta kontrol yang ketat terhadap pengaliran gas dan pengolahan
lindi.
10
61. Lindi adalah cairan yang dihasilkan akibat degradasi sampah
yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan jika
tidak dikelola dengan benar
62. Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
63. Negosiasi adalah suatu proses dimana dua belah pihak yang
saling bersengketa mencapai suatu kesepakatan melalui
musyawarah mufakat.
64. Mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa secara pribadi
informal melalui mediator yang membantu para pihak untuk
menetapkan keputusan bagi para pihak
BAB II
ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas:
a. tanggung jawab;
b. berkelanjutan;
c. manfaat;
d. keadilan;
e. kesadaran;
f. kebersamaan;
g. keselamatan;
h. keamanan; dan
i. nilai ekonomi.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
11
(1) Pengelolaan persampahan bertujuan untuk mengendalikan timbulan
sampah dalam rangka mewujudkan pola hidup masyarakat yang
berwawasan lingkungan.
(2) meningkatkan upaya pengelolaan persampahan dan kesadaran dan
atau kepedulian masyarakat untuk menciptakan lingkungan hidup
yang bersih dan sehat.
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 4
(1) Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi ketentuan mengenai :
a. Pengelolaan persampahan;
b. Wewenang, Hak, Kewajiban dan Larangan
c. Retribusi pelayanan persampahan/ kebersihan
d. Insentif dan Disinsentif
e. kerjasama dan kemitraan;
f. Sanksi
g. Perizinan di bidang persampahan;
(2) Sampah yang dikelola berdasarkan Peraturan Daerah ini terdiri dari :
a. sampah rumah tangga; dan
b. sampah sejenis sampah rumah tangga.
(3) Sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak
termasuk tinja dan sampah pesifik.
(4) Sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum.
BAB III
PENGGOLONGAN SAMPAH DAN SUMBER SAMPAH
Bagian Kesatu
Penggolongan Sampah Berdasarkan Sumbernya
Pasal 5
(1) Penggolongan Sampah berdasarkan sumbernya terdiri atas:
12
a. Sampah Rumah Tangga;
b. Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga;
c. Sampah B-3 Rumah Tangga;
d. Sampah Spesifik
(2) Sampah Rumah Tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak
termasuk tinja dan sampah spesifik;
(3) Sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum dan / fasilitas
lainnya;
Bagian Kedua
Penggolongan Sampah Berdasarkan Jenisnya
Pasal 6
(1) Penggolongan sampah berdasarkan jenisnya terdiri atas :
a. Sampah organik;
b. Sampah anorganik;
c. Sampah B-3 Rumah Tangga;
(2) Sampah organik sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) huruf a
adalah sampah yang mengalami pelapukan dan bisa diproses ulang
secara spesifik menjadi pupuk organik;
(3) Sampah anorganik sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) huruf b
adalah sampah yang tidak mengalami proses pelapukan tapi bisa
didaur ulang menjadi bahan lain;
(4) Sampah B-3 rumah tangga sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1)
huruf c adalah sampah yang tidak bisa diolah dengan teknologi
sederhana akan tetapi memerlukan pengelolaan secara khusus dan
menggunakan teknologi tinggi;
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai cara pengelolaan sampah jenis B-3
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, b, dan c akan diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Walikota tersendiri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
13
Sumber Sampah
Pasal 7
(1) Sumber sampah berasal dari :
a. hasil kegiatan dari kawasan permukiman, kawasan komersial,
kawasan industri dan kawasan khusus;
b. hasil kegiatan dari fasilitas sosial, fasilitas umum dan fasilitas
lainnya;
c. saluran terbuka berupa : drainase jalan, anak sungai dan sungai;
d. jalan umum;
e. hasil kegiatan lainnya.
(2) Sampah anorganik sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) huruf b
adalah sampah yang tidak mengalami proses pelapukan tapi bisa
didaur ulang menjadi bahan lain;
BAB IV
TUGAS, WEWENANG, KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Tugas
Pasal 8
Pemerintah Daerah mempunyai tugas menjamin terselenggaranya
pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan, meliputi :
a. menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat
dalam pengelolaan sampah;
b. melakukan penelitian serta pengembangan teknologi pengurangan
dan penanganan sampah;
c. memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya
pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah;
d. melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan
prasarana dan saranapengelolaan sampah;
e. mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil
pengolahan sampah;
f. memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang
pada masyarakatuntuk mengurangi dan menangani sampah;
14
g. melakukan koordinasi antar SKPD, masyarakat, dan dunia usaha
agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah;
h. menyediakan unit pelayanan pengaduan masyarakat.
Bagian Kedua
Wewenang
Pasal 9
(1) Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, Pemerintahan
Daerah mempunyai kewenangan :
a. menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah
berdasarkan kebijakan nasional dan provinsi;
b. menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kota sesuai dengan
norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Pemerintah;
c. melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan
sampah yang dilaksanakan oleh pihak lain;
d. memberikan bantuan teknis kepada kecamatan, kelurahan, serta
kelompok swadaya masyarakat (KSM);
e. menetapkan penempatan lokasi TPS, TPST, dan/atau TPA;
f. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6
(enam) bulan selama 20 (dua puluh) tahun terhadap tempat
pemrosesan akhir sampah dengan sistem pembuangan terbuka
yang telah ditutup;
g. menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat
pengelolaan sampah sesuai dengan kewenangannya.
(2) Penetapan lokasi TPS, TPST dan TPA sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah
sesuai peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan sistem
tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g diatur
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 10
(1) Dalam pengelolaan sampah, setiap orang berhak :
15
a. mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik
dan berwawasan lingkungan;
b. berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, pengelolaan,
dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah;
c. memperoleh informasi yang benar dan akurat mengenai
penyelenggaraanpengelolaan sampah;
d. mendapatkan perlindungan dan kompensasi karena dampak
negatif dari TPA;
e. memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan
sampah secara baik dan berwawasan lingkungan, berupa
pendidikan lingkungan serta sosialisasi;
f. memanfaatkan dan mengolah sampah untuk kegiatan ekonomi;
g. melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan sampah,
termasuk melalui proses pengaduan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
h. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan hak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Walikota.
Bagian Ketiga
Kewajiban
Pasal 11
(1) Setiap orang dan/atau badan usaha wajib memelihara dan menjaga
kebersihan serta keindahan.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. tidak melakukan pembuangan sampah di sembarang tempat;
b. menyediakan wadah/tempat sampah berupa tong atau
sejenisnya;
c. memisahkan sampah organik dan an organik ke dalam
wadah/tempat berbeda yang telah disediakan;
d. menyediakan wadah/tempat sampah pada setiap kendaraan roda
tiga, roda empat atau lebih dan kendaraan di atas air, khusus
bagi pemilik kendaraan;
16
e. menanam dan memelihara tanaman di pekarangan/lingkungan
persil .
(3) Kebersihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi fasilitas
umum dan fasilitas sosial.
(4) Penyediaan tempat sampah organik dan non organik dapat
dilaksanakan secara swakelola oleh masyarakat, badan usaha
dan/atau dikoordinir oleh kecamatan, kelurahan dan/atau dinas
Teknis
(5) Wadah/tempat sampah organik dan non organik sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) harus sesuai dengan desain teknis yang
ditentukan oleh Dinas Teknis yang meliputi wadah/tempat sampah
di sumber sampah dan/atau pada tempat sampah komunal.
Pasal 12
Setiap orang dan/atau badan hukum yang menguasai/mengelola/
mengusahakan kompleks
perumahan/perkantoran/pertokoan/pasar/kawasan industri/pusat
perbelanjaan pelayanan umum/bangunan lainnya, diwajibkan
memelihara dan menjaga kebersihan lingkungannya dan menyediakan
lokasi/ tempat/wadah sampah komunal.
Pasal 13
Pemerintah Daerah wajib :
a. menyediakan fasilitas pengolahan sampah skala kota yang berupa :
1. Tempat Penampungan Sementara Sampah (TPSS);
2. TPS 3R;
3. Stasiun peralihan antara (SPA)/ Tranfer Depo (TD);
4. Tempat Pengelolaan Akhir Sampah (TPAS); dan/atau
5. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).
6. menyediakan fasilitas pemilahan sampah yang terdiri dari 3 (tiga)
jenis sampah yaitu sampah organik, sampah anorganik dan
sampah B3 Rumah Tangga;
b. melakukan pengolahan sampah skala kawasan dan/atau skala kota
secara aman bagi kesehatan dan lingkungan;
17
c. memiliki data dan informasi pengelolaan sampah rumah tangga dan
sampah sejenis sampah rumah tangga, yang memuat :
1. sumber sampah;
2. timbulan sampah;
3. komposisi sampah;
4. karakteristik sampah;
5. fasilitas pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis
sampah rumah tangga;
6. data dan informasi lain terkait pengelolaan sampah rumah tangga
dan sampah sejenis sampah rumah tangga.
d. menyediakan anggaran penyelenggaraan pengelolaan sampah;
e. menyediakan sarana angkutan sampah;
f. menyediakan Tenaga Operasional Persampahan;
g. menyediakan regulasi/ketentuan yang berkaitan pengelolaan
persampahan;
h. memfasilitasi masyarakat dan dunia usaha dalam mengembangkan
dan memanfaatkan hasil daur ulang, pemasaran hasil produk daur
ulang, dan guna ulang sampah.
Pasal 14
(1) Masyarakat wajib melaksanakan :
a. pengurangan sampah;
b. penanganan sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan
(2) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan dengan cara :
a. pengurangan sampah sejak dari sumbernya; dan/atau
b. pemanfaatan sampah sebagai sumber daya dan sumber energi.
(3) Penanganan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan dengan cara :
a. menjaga dan memelihara kebersihan lingkungan;
b. membuang sampah pada tempatnya;
c. pewadahan sampah yang dapat memudahkan proses
pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan sampah;
18
d. pengumpulan sampah dari sumber ke TPS;
e. pemilahan sampah berdasarkan sifatnya; dan
f. meyediakan dan melihara sarana persampahan dilingkungannya.
Pasal 15
(1) Pelaku usaha wajib melaksanakan:
a. pengurangan sampah dari kegiatan usaha; dan
b. penanganan sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.
(2) Pengurangan sampah dari kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui :
a. penerapan teknologi bersih dan ramah lingkungan;
b. penerapan teknologi daur ulang yang aman bagi kesehatan dan
lingkungan; dan
c. membantu upaya pengurangan dan pemanfaatan yang dilakukan
Pemerintah Daerah dan masyarakat.
(3) Penanganan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan dengan cara :
a. memproduksi produk dan kemasan ramah lingkungan;
b. pengolahan lingkungan dalam satu kesatuan proses produksi;
c. pemilahan sampah;
d. pembayaran biaya kompensasi pengolahan kemasan yang tidak
dapat didaur ulang dengan teknologi yang berkembang saat ini,
melalui tanggung jawab sosial dan lingkungan;
e. penerapan mekanisme pengolahan sampah yang timbul akibat
kegiatan produksi yang dilakukannya;
f. pemanfaatan sampah untuk menghasilkan produk dan energi;
g. optimalisasi penggunaan bahan daur ulang sebagai bahan baku
produk; dan
h. menampung kemasan produk yang telah dimanfaatkan oleh
konsumen.
Pasal 16
(1) Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan
industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan
fasilitas lainnya wajib menyediakan :
19
a. fasilitas pemilahan sampah;
b. lokasi dan fasilitas TPS;
c. meminimalkan jumlah sampah yang dihasilkan; dan
d. bertanggung jawab terhadap sampah yang ditimbulkan dari
aktivitas kegiatannya.
(2) Penyediaan fasilitas pemilahan sampah, lokasi dan fasilitas TPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b wajib
mendapat rekomendasi dari Dinas Tata Ruang dan Kebersihan.
Pasal 17
(1) Untuk mempermudah pengendalian sampah setiap pemilik/
penghuni/penanggung jawab bangunan wajib menyediakan tempat
sampah yang tertutup, kedap air yang ditempatkan di lingkungan
pekarangan.
(2) Dalam melakukan pembuangan sampah ke tempat sampah wajib
dilakukan pemilahan sampah organik dengan sampah an organik.
(3) jadwal pembuangan sampah ke tempat sampah dan/atau TPS
dilakukan antara pukul 18.00 sampai pukul 06.00 WIB atau sebelum
truk sampah lewat/pelayanan pemerintah kota, atau jadwal tertentu
yang ditetapkan oleh Walikota;
(4) pengadaan fasilitas TPS/gerobak sampah/becak sampah di kawasan
permukiman dapat dilakukan secara swadaya oleh masyarakat
dan/atau oleh Kelurahan dari berbagai sumber pembiayaan yang
ada.
(5) Untuk masyarakat yang membuang sampah langsung ke TPS,
diwajibkan melakukan prosedur pembuangan sampah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan (3).
Bagian Keempat
Larangan
Pasal 18
Setiap orang dilarang :
a. membuang sampah di sungai, parit, saluran irigasi, saluran drainase,
taman kota, tempat terbuka, fasilitas umum, jalan dan lokasi
lainnya yang peruntukannya bukan untuk sampah;
b. membuang sampah spesifik;
20
c. membakar sampah (plastik /non plastik) yang tidak menggunakan
peralatan pembakar sesuai standar;
d. membakar sampah jenis apapun
e. menggunakan lahan untuk dimanfaatkan sebagai tempat
pembuangan sampah tanpa izin.
f. mencampur sampah dengan limbah B3
g. membuang sampah infeksius (bangkai hewan, kotoran manusia,
kotoran hewan) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
h. membuang sampah B3 (oli bekas, kaleng, kaca/beling, baterai,
barang medik) yang tidak sesuai dengan perundang-undangan dan
peraturan yang berlaku;
i. menumpuk dan menempatkan sampah bongkaran bangunan,
penebangan pohon, sampah kebun/pekarangan, barang-barang
bekas yang masih mempunyai nilai ekonomis maupun yang tidak,
pada kiri dan kanan bahu jalan, badan jalan, taman, jalur hijau,
depan bangunan dan tempat-tempat umum;
j. menghilangkan, merusak, memindahkan sarana persampahan tanpa
izin
k. membuang sampah dari kendaraan
BAB V
PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 19
(1) Pemerintah Daerah, pelaku usaha dan atau kegiatan, dan
masyarakat wajib melaksanakan kegiatan pengelolaan persampahan.
(2) Dalam kegiatan pengelolaan persampahan, Pemerintah Daerah
memberikan pelayanan pengelolaan persampahan.
(3) Kegiatan pengelolaan persampahan oleh pelaku usaha/kegiatan dan
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
secara swakelola dan atau melalui kerjasama dengan penyedia jasa
pengelolaan persampahan.
21
(4) Bentuk kerjasama pengelolaan persampahan dengan penyedia jasa
pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
meliputi pengelolaan sampah dan kebersihan.
Pasal 20
Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga terdiri dari :
a. pengurangan sampah; dan
b. penanganan sampah.
Bagian Kedua
Pengurangan Sampah
Pasal 21
(1) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf
a, meliputi kegiatan :
a. pembatasan timbulan;
b. pendauran ulang sampah; dan
c. pemanfaatan kembali sampah.
(2) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a
dilakukan melalui kegiatan:
a. pemantauan dan supervisi pelaksanaan rencana pemanfaatan
bahan produksi ramah lingkungan oleh pelaku usaha; dan
b. fasilitasi kepada mesyarakat dan dunia usaha dalam
mengembangkan dan memanfaatkan hasil daur ulang,
pemasaran hasil produk daur ulang, dan guna ulang usaha.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah diatur dalam
Peraturan Walikota.
Bagian Ketiga
Penanganan sampah
Paragraf Kesatu
Umum
Pasal 22
(1) Pemerintah Daerah melakukan kegiatan penanganan sampah yang
meliputi
a. pemilahan di TPS/TPS 3R ;
22
b. penyapuan jalan utama dan pengumpulan ke TPS/TPS 3R;
c. pengangkutan sampah dari TPS/TPS 3R ke Tempat Pengolahan
dan/atauTPST/TPA;
d. pengolahan; dan
e. pemrosesan akhir sampah.
(2) Dalam melakukan kegiatan penanganan sampah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) teknis pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas
Teknis.
Paragraf Kedua
Pemilahan
Pasal 23
Setiap orang wajib melakukan pemilahan sampah di sumber sampah.
Pasal 24
(1) Pemilahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan melalui
pemilahan sesuai dengan jenis sampah organik, anorganik dan
sampah B3 rumah tangga.
(2) Pemilahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakukan
dengan menyediakan fasilitas tempat sampah organik, anorganik dan
sampah B3 rumah tangga disetiap sumber sampah.
Pasal 25
(1) Jenis sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 pada ayat (1)
dipilah dan ditempatkan kedalam wadah yang diberi simbol, label
dan warna yang berbeda.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis dan standarisasi pemilahan
sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam
Peraturan Walikota.
Pasal 26
(1) Dalam rangka pemilahan sampah, Produsen harus mencantumkan
simbol dan label pada produk dan/atau kemasan produk yang
menunjukkan bahwa produk dan/atau kemasan produk :
a. dapat terurai oleh proses alam;
b. dapat diguna ulang; dan/atau
c. dapat didaur ulang.
23
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai simbol dan label sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Paragraf Ketiga
Pengumpulan Sampah
Pasal 27
(1) Pengumpulan sampah dilakukan sejak pemindahan sampah dari
sumber sampah keTPS/TPS 3R.
(2) Pengumpulan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
tanggung jawab lembaga pengelola sampah yang dibentuk oleh
RT/RW, pengelola kawasan permukiman, kawasan komersil,
kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial,
dan fasilitas lainnya.
(3) Pemerintah Kota memfasilitasi pembentukan lembaga pengelola
sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di kelurahan, kawasan
komersial, kawasan industri, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan
fasilitas lainnya, sesuai dengan kebutuhan.
(4) TPS/TPS 3R sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
kriteria
a. terpilah yang dikelompokan menjadi 3 (tiga) jenis sampah yaitu
organik, anorganik dan B3 rumah tangga;
b. luas lokasi dan kapasitas yang mencukupi;
c. mudah diakses;
d. tertutup;
e. memiliki jadwal pengumpulan.
(5) Penyediaan TPS/TPS 3R sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan melalui penetapan lokasi bersama pengurus RW
beserta Lurah dan Camat melalui musyawarah.
(6) SKPD/Lembaga pengelola tempat dan fasilitas umum, pasar, saluran
terbuka, sungai, taman kota di lingkungan Pemerintah Daerah
menyelenggarakan pengelolaan sampah berupa kegiatan
pengumpulan dan pemindahan sampah ke TPS/TPS 3R dan/atau ke
TPA.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengumpulan sampah dan
penyediaan TPS/TPS 3R diatur dengan Peraturan Walikota.
24
Paragraf Keempat
Pengangkutan
Pasal 28
(1) Pemerintah Daerah melakukan :
a. pengangkutan sampah dari TPS/TPS 3R ke TPA atau TPST;
b. penyediaan alat angkut sampah yang aman bagi kesehatan dan
lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-
undangan;
c. penjadwalan pengangkutan.
(2) Pelaksanaan pengangkutan sampah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a tetap menjamin terpisahnya sampah sesuai dengan
jenis sampah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjadwalan pengangkutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan
Peraturan Walikota.
Paragraf Kelima
Pengolahan
Pasal 29
(1) Kegiatan pengolahan sampah dilakukan dengan cara sebagai berikut
:
a. pemadatan;
b. pengomposan;
c. daur ulang; dan/atau
d. pengolahan sampah lainnya dengan teknologi ramah lingkungan.
(2) Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan pada sumber, TPS, TPST dan/atau TPA.
(3) Kegiatan pengolahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan persyaratan sesuai peraturan perundang-
undangan.
Paragraf Keenam
Pemrosesan Akhir Sampah
Pasal 30
(1) Pemerintah Daerah menyediakan TPA yang aman bagi kesehatan dan
lingkungan dalam pemrosesan akhir sampah.
25
(2) Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah
dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan
secara aman.
Pasal 31
(1) TPA yang aman bagi kesehatan dan lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 harus dilengkapi fasilitas yang meliputi :
a. fasilitas dasar;
b. fasilitas perlindungan lingkungan;
c. fasilitas operasi; dan
d. fasilitas penunjang.
(2) Kriteria TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 32
(1) Pemrosesan akhir sampah dilakukan dengan cara :
a. ahan urug saniter; dan/atau
b. penggunaan teknologi ramah lingkungan.
(2) Rencana pemrosesan akhir sampah wajib dilengkapi dengan
dokumen lingkungan hidup.
(3) Dokumen lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Sampah yang sudah diproses melalui cara pemrosesan akhir sampah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dimanfaatkan sebagai
sumber energi.
Bagian Keempat
Penanganan Sampah Spesifik
Pasal 33
(1) Penanganan sampah spesifik akan diatur tersendiri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Sampah spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;
b. sampah yang mengandung limbah berbahaya dan beracun;
26
c. sampah yang timbul akibat bencana;
d. puing bongkaran bangunan;
e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau
f. sampah yang timbul secara tidak periodik.
Bagian Kelima
Insentif dan Disinsentif
Pasal 34
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif pada setiap orang
yang melakukan pengurangan dan/atau pengolahan sampah berupa
:
a. inovasi terbaik dalam pengelolaan sampah;
b. pelaporan atas pelanggaran terhadap larangan;
c. pengurangan timbulan sampah; dan/atau
d. tertib penanganan sampah.
(2) Terhadap orang yang melaksanakan pengelolaan sampah sejak dari
sumber baik perorangan atau kelompok, dapat diberikan insentif
sesuai dengan kemampuan Pemerintah Daerah.
(3) Terhadap masyarakat yang melakukan pengorganisasian
pengelolaan sampah baik dalam bentuk pengomposan maupun
bank sampah dan atau dalam bentuk koperasi pengelolaan sampah,
maka Pemerintah Kota Payakumbuh perlu memberikan insentif
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Terhadap masyarakat yang mampu mengembangkan teknologi
tepat guna pengelolaan sampah yang ramah lingkungan, maka
Pemerintah Kota Payakumbuh dapat memberikan insentif berupa
penghargaan dan kesempatan kepada pihak yang bersangkutan
untuk mengembangkan produknya secara lebih luas.
Pasal 35
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan disinsentif kepada setiap
orang yang melakukan:
a. pelanggaran terhadap larangan; dan/atau
b. pelanggaran tertib penanganan sampah.
27
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian
insentif dan/atau disinsentif diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB VI
KERJASAMA DAN KEMITRAAN
Bagian Kesatu
Kerjasama Antar Daerah
Pasal 36
(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama antar Pemerintah
Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi dalam Pengelolaan
Sampah.
(2) Kerjasama Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat melibatkan 2 (dua) atau lebih daerah Kabupaten/Kota pada
satu Provinsi atau antar Provinsi.
(3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan
dalam bentuk kerjasama atau pembuatan usaha bersama
pengelolaan sampah.
(4) Pedoman kerjasama dan bentuk usaha bersama antar daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam bentuk
perjanjian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Kemitraan
Pasal 37
(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama dan/atau
kemitraan dengan badan usaha dalam pengelolaan sampah.
(2) Kerja sama dan/atau kemitraan dengan badan usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan
Pasal 38
Lingkup kerja sama bidang pengelolaan sampah dapat berupa :
a. penyediaan/pembangunan TPA;
28
b. sarana dan prasarana TPA;
c. pengangkutan sampah dari TPS/TPS 3R ke TPA/TPST;
d. pengelolaan TPA; dan/atau
e. pengolahan sampah menjadi produk lainnya yang ramah lingkungan.
BAB VII
RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN
Pasal 39
(1) Pemerintah Kota dapat mengenakan retribusi atas pelayanan
persampahan yang ditetapkan secara progresif berdasarkan jenis,
karakteristik, dan volume sampah.
(2) Retribusi pelayanan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) digolongkan pada retribusi jasa umum.
(3) Wajib Bayar Jasa pengelolaan sampah meliputi kategori :
a. rumah tinggal;
b. sosial;
c. komersial/non komersial;
d. pedagang sektor informal; dan
e. angkutan umum.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perhitungan tarif retribusi
berdasarkan jenis, karakteristik, dan volume sampah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang –
undangan yang berlaku.
Pasal 40
(1) Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan sampah dari sumber
sampah ke TPS melalui swakelola Rukun Warga (RW)/lembaga
pengelola dapat memungut iuran sebagai pembayaran atas
pengumpulan sampah dari sumber ke TPS.
(2) Penentuan besaran iuran pengangkutan sampah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan musyawarah melalui
RW.
BAB VIII
KOMPENSASI
Pasal 41
29
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan kompensasi sebagai akibat
dampak negatif yangditimbulkan oleh kegiatan pengolahan dan/atau
pemrosesan akhir sampah.
(2) Dampak negatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakibatkan
oleh :
a. pencemaran air;
b. pencemaran udara;
c. pencemaran tanah;
d. longsor;
e. kebakaran;
f. ledakan gas methan; dan/atau
g. hal lain yang menimbulkan dampak negatif.
(3) Pemberian kompensasi sebagaimana pada ayat (1) dapat berupa :
a. relokasi;
b. pemulihan lingkungan;
c. biaya kesehatan dan pengobatan;
d. ganti rugi; dan/atau
e. kompensasi dalam bentuk lain.
Pasal 42
(1) Tata cara pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 dilaksanakanmelalui :
a. Pengajuan surat pengaduan kepada Pemerintah Daerah;
b. Pemerintah Daerah melakukan investigasi atas kebenaran dan
dampak negatif pengelolaan sampah; dan
c. Menetapkan bentuk kompensasi yang diberikan berdasarkan
hasil investigasi dan hasilkajian.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi diatur
dengan Peraturan Walikota.
BAB IX
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 43
30
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam menangani masalah
Pengelolaan Sampah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.
(2) Bentuk peran masyarakat dalam pengelolaan sampah meliputi:
a. menjaga kebersihan lingkungan;
b. aktif dalam kegiatan pengurangan, pengumpulan, pemilahan,
pengangkutan, dan pengolahan sampah; dan
c. pemberian usul, pertimbangan, dan/atau saran kepada
Pemerintah kota dalam kegiatan pengelolaan sampah.
d. pemberian saran dan pendapat dalam perumusan kebijakan dan
strategi pengelolaan sampah;
e. pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa
persampahan; dan
f. pengelolaan sampah pada lingkungan
(RT/RW/Kelurahan) melalui pembuatan tempat sampah terpisah,
pengumpulan, pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumbernya ke TPS serta pembentukan kader-kader Pengelolaan
Sampah.
(3) Untuk lebih mengaktifkan peran serta masyarakat dalam
pengelolaan sampah, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan
kegiatan sosialisasi Pengelolaan Sampah pada masyarakat dan
pihak-pihak terkait, publikasi dalam bentuk reklame di lokasi-lokasi
strategis, lomba-lomba terkait dengan kebersihan lingkungan
serta memfasilitasi pembentukan kader-kader Pengelolaan Sampah
ditingkat Rukun Warga maupun Kelurahan.
BAB X
PERIZINAN
Pasal 44
(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pengelolaan sampah
wajib memiliki izin dari Walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh izin
pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Walikota.
(3) Keputusan mengenai pemberian izin pengelolaan sampah harus
diumumkan kepada masyarakat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha pengelolaan sampah
yang mendapat izin dan tata cara pengumuman sebagaimana
31
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Walikota.
BAB XI
KETENTUAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 45
(1) Setiap orang dan/atau badan hukum yang melanggar ketentuan
Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 16 sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Daerah ini, dikenakan sanksi administrasi;
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa peringatan lisan, peringatan tertulis, penutupan sementara,
pencabutan ijin, dan penutupan kegiatan;
(3) Tata cara dan prosedur penerapan sanksi administrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota;
BAB XII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 46
(1) Penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini dilaksanakan
oleh Penyidik Umum dan atau dilakukan oleh Penyidik Pegawai
Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kota Payakumbuh;
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang:
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan-
keterangan atau laporan berkenaan dengan tindakan pidana di
bidang pengelolaan sampah agar keterangan atau laporan
tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai
penyelenggaraan pengelolaan sampah tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana;
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari penyelenggaraan
pengelolaan sampah sehubungan dengan tindak pidana;
d. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung
dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa;
e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang yang berkitan
dengan tindak pidana;
32
f. Memanggil seseorang untuk didengar keterangannya dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tidak pidana;
h. Menghentikan penyidikan;
i. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran
penyidikan pidana menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan;
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik tidak berwenang
melakukan penangkapan, penahanan, dan atau penggeledahan;
(4) Penyidik membuat berita acara setiap tindakan tentang:
a. Pemeriksaan tersangka;
b. Penyitaan benda;
c. Pemeriksaan saksi;
d. Pemeriksaan tempat kejadian;
(5) Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan dan penyampaian
hasil penyidikan kepada penuntut umum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 47
(1) Setiap orang dan/atau badan hukum yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Peraturan Daerah ini
diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan
dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh
Juta Rupiah);
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) termasuk pada
pelanggaran;
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 48
Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini semua peraturan pelaksanaan
dalam Peraturan Daerah Kota Payakumbuh Tentang Kebersihan,
Keindahan, Ketertiban, dan Kesehatan Lingkungan dinyatakan masih
33
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan
Daerah ini dan atau belum dicabut dengan ketentuan baru;
Pasal 49
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan;
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kota Payakumbuh;
Ditetapkan di Payakumbuh
pada tanggal 12 Agustus 201
WALIKOTA PAYAKUMBUH,
dto
RIZA FALEPI
Diundangkan di Payakumbuh pada tanggal 12 Agustus 2014
SEKRETARIS DAERAH KOTA PAYAKUMBUH,
dto
BENNI WARLIS
LEMBARAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH TAHUN 2014 NOMOR 4
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM
PRIMA YANUARITA Pembina Tingkat I(IV/b)
NIP.19650102 199112 2 001