WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT...

34
WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH Menimbang : a. b. c. d. e. f. bahwa dengan meningkatnya pertumbuhan Kota Payakumbuh akan berkorelasi terhadap peningkatan timbulan sampah termasuk jenis dan karakteristiknya yang semakin beragam; bahwa dengan meningkatnya timbulan sampah diperlukan pengelolaan sampah yang baik dan benar untuk memperoleh kebersihan lingkungan sehingga terwujud Kota Payakumbuh yang bersih, tertib, aman dan nyaman; bahwa pengelolaan sampah tidak akan terwujud dengan baik tanpa adanya partisipasi masyarakat; bahwa pengelolaan sampah menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah Daerah, pelaku usaha dan masyarakat, untuk itu perlu dilakukan pengelolaan secara komprehensif dan terpadu; bahwa dengan perkembangan dan kemajuan pembangunan Kota Payakumbuh, perlu diatur tata cara penanganan dalam pengelolaan sampah; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan huruf e di atas, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Kecil Dalam lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah jo Peraturan Menteri DalamNegeri Nomor 8 Tahun 1970 tentang Pelaksanaan Pemerintahan Kotamadya Solok dan Payakumbuh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 19 ); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);

Transcript of WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT...

WALIKOTA PAYAKUMBUH

PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH

NOMOR 4 TAHUN 2014

TENTANG

PENGELOLAAN SAMPAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PAYAKUMBUH

Menimbang : a.

b.

c.

d.

e.

f.

bahwa dengan meningkatnya pertumbuhan Kota

Payakumbuh akan berkorelasi terhadap peningkatan timbulan sampah termasuk jenis dan

karakteristiknya yang semakin beragam;

bahwa dengan meningkatnya timbulan sampah diperlukan pengelolaan sampah yang baik dan benar

untuk memperoleh kebersihan lingkungan sehingga

terwujud Kota Payakumbuh yang bersih, tertib, aman dan nyaman;

bahwa pengelolaan sampah tidak akan terwujud

dengan baik tanpa adanya partisipasi masyarakat;

bahwa pengelolaan sampah menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah Daerah, pelaku usaha

dan masyarakat, untuk itu perlu dilakukan

pengelolaan secara komprehensif dan terpadu;

bahwa dengan perkembangan dan kemajuan

pembangunan Kota Payakumbuh, perlu diatur

tata cara penanganan dalam pengelolaan sampah;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf

d dan huruf e di atas, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1956 tentang

Pembentukan Daerah Otonom Kota Kecil Dalam

lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah jo Peraturan Menteri DalamNegeri Nomor 8 Tahun 1970

tentang Pelaksanaan Pemerintahan Kotamadya Solok

dan Payakumbuh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 19 );

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);

2

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)

sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

tentang Perubahan Kedua

Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4846);

6.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);

7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5049);

9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5059);

10

.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan (Lembaran Nega Republik Indonesia Tahun

2009 Nomor Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5063);

11

.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5188);

12

.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011

Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5234);

3

13

.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983

tentang Pelaksanaan Hukum Acara Pidana

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3258), sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah

Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Hukum

Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5145);

14

.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

(Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2005 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4490);

15 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285);

16

.

Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 188,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347);

17

.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun

2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah;

18

.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor

Kep/51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu

Limbah Cair Bagi Kegiatan industri sebagaimana

telah diubah dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 122 Tahun 2004 tentang

Perubahan atas Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup Nomor Kep.51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan

Industri;

19

.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor

16 tahun 2011 tentang Pedoman Materi Muatan

Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah

Rumah Tangga.

20 Peraturan Daerah Kota Payakumbuh Nomor 1 Tahun

2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Payakumbuh Tahun 2010 – 2030 (Lembaran Daerah

Kota Payakumbuh Tahun 2012 Nomor 1);

21 Peraturan Daerah Kota Payakumbuh Nomor 9 Tahun

2013 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup ( Lembaran Daerah Kota

4

Payakumbuh Tahun 2013 Nomor 9).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PAYAKUMBUH

dan

WALIKOTA PAYAKUMBUH

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN

SAMPAH

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Kota Payakumbuh.

2. Provinsi adalah Provinsi Sumatera Barat.

3. Pemerintah Kota adalah Walikota dan Perangkat Daerah Kota

Payakumbuh sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD

adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Payakumbuh.

5. Walikota adalah Walikota Payakumbuh.

6. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Sumatera Barat.

7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.

8. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah

Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan

pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

9. Rukun Tetangga yang selanjutnya disebut RT adalah lembaga yang

dibentuk melalui musyawarah masyarakat setempat dalam rangka

pelayanan pemerintahan dan kemasyarakatan yang ditetapkan oleh

lurah.

5

10. Rukun Warga yang selanjutnya disebut RW adalah bagian dari

wilayah kerja lurah dan merupakan lembaga yang dibentuk melalui

musyawarah pengurus RT di wilayah kerjanya yang ditetapkan oleh

lurah.

11. Setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau

badan hukum.

12. Badan hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh warga

negara Indonesia.

13. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses

alam yang berbentuk padat.

14. Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan

sehari-hari dalam rumah tangga yang sebagian besar terdiri dari

sampah organik, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.

15. Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah yang tidak

berasal dari rumah tangga dan berasal dari kawasan permukiman,

kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas

umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya.

16. Sampah spesifik adalah Sampah yang karena sifat, konsentrasi,

dan/atau volumenya memerlukan pengolahan khusus

17. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh,

dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan

sampah.

18. Kawasan permukiman adalah kawasan hunian dalam bentuk klaster,

apartemen, kondominium, asrama, dan sejenisnya.

19. Kawasan komersial adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan

usaha perdagangan dan/atau jasa yang dilengkapi dengan sarana

dan prasarana penunjang.

20. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan

industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang.

21. Kawasan khusus adalah wilayah yang bersifat khusus yang

digunakan untuk kepentingan nasional/berskala nasional.

22. Tempat penampungan sementara yang selanjutnya disebut TPS

adalah tempat penampungan sampah sebelum diangkut ke tempat

pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah

terpadu.

6

23. Tempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R (reduce,reuse, recycle)

yang selanjutnya disebut TPS 3R adalah tempat dilaksanakannya

kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, dan

pendauran ulang skala kawasan

24. Tempat pengolahan sampah terpadu yang selanjutnya disebut TPST

adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan,

penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan

akhir sampah.

25. Tempat pemrosesan akhir yang selanjutnya disebut TPA adalah

tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media

lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.

26. Kompensasi adalah pemberian imbalan kepada orang yang terkena

dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah

di TPA sampah.

27. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya

disebut Amdal adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha

dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang

diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang

penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

28. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan

Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalah

pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan

yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang

diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang

penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

29. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan

Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut SPPL adalah pernyataan

kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk

melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas

dampak lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatannya di luar

usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL.

30. Satuan kerja perangkat daerah yang selanjutnya disebut SKPD

adalah satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab

terhadap pelaksanaan tugas pemerintahan di bidang persampahan di

daerah.

31. Retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan

daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu

7

yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah kota

untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

32. Badan Layanan Umum Daerah Persampahan yang selanjutnya

disebut BLUD Persampahan adalah Unit Kerja pada SKPD di

lingkungan Pemerintah kota yang dibentuk untuk memberikan

pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau

jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan

dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan

produktivitas.

33. Penghasil sumber sampah adalah setiap orang dan/atau akibat

proses alam yang menghasilkan timbulan sampah.

34. Timbulan Sampah adalah sampah yang dihasilkan/timbul dari

kegiatan pada sumber sampah.

35. Sumber Sampah adalah tempat atau pusat dihasilkannya timbulan

sampah.

36. Pemilahan sampah adalah kegiatan setiap orang baik di dalam

pemakaian lokasi kegiatan dan di tempat umum untuk

menempatkan sampah di tempat sampah berdasarkan

peruntukannya yaitu sampah organik, anorganik dan B3 Rumah

Tangga.

37. Pengolahan Sampah adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan

untuk mengubah material sampah menjadi tidak berbahaya bagi

lingkungan, berguna dan memiliki nilai ekonomis dengan

memanfaatkan teknologi baik yang sederhana maupun teknologi

tinggi.

38. Kebersihan adalah suatu keadaan dan keharusan fisik kota yang

bebas dari sampah.

39. Lingkungan hidup adalah suatu benda, daya dan kehidupan

termasuk didalamnya manusia dengan segala tingkah lakunya

yang terdapat dalam suatu ruang dan mempengaruhi

kelangsungan dan kesejahteraan manusia serta kelangsungan

mahluk hidup lainnya.

40. Bahan berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3,

adalah setiap bahan yang karena sifat atau konsentrasi,

jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat

8

mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup,

kesehatan,kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.

41. Sampah adalah semua benda atau produk sisa dalam bentuk

padat atau setengah padat yang terdiri dari bahan organik dan non

organik, baik logam, maupun non logam yang dapat terbakar atau

tidak, sebagai akibat aktifitas manusia yang dianggap tidak

bermanfaat lagi dan tidak dikehendaki oleh pemiliknya serta dibuang

sebagai barang yang tidak berguna, di dalamnya tidak termasuk

sampah dalam kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) industri

dan rumah sakit.

42. Bak Sampah adalah tempat untuk menampung sampah yang

disediakan oleh masing-masing pemakai persil.

43. Pengumpulan Sampah adalah kegiatan membawa dan memindahkan

sampah dari sumber sampah persil ke TPSS

44. Tempat Pengelolaan Sampah Sementara yang selanjutnya disingkat

TPSS adalah tempat yang harus ada di setiap pemakai persil

dan/atau unit lingkungan yang terdiri atas satu atau beberapa

Rukun Warga sebagai tempat untuk melakukan pengurangan

sampah (reduce), guna ulang (reuse), dan daur ulang (recycle) dalam

bentuk pengomposan, bank sampah dan kegiatan teknologi lainnya

berdasarkan SOP yang dibuat Dinas.

45. Tempat Penampungan Sampah yang selanjutnya disingkat TPS

adalah tempat yang disediakan Pemerintah untuk menampung

sampah residu (sampah yang telah diolah dalam TPSS) untuk

selanjutnya akan diangkut ke TPPAS.

46. Tempat Sampah bagi kendaraan umum adalah tempat untuk

menampung sampah didalam kendaraan yang disediakan oleh

pemilik kendaraan.

47. B3 Rumah Tangga adalah sampah hasil aktifitas rumah tangga

yang mengandung bahan berbahaya, beracun karena bahan, sifat

atau konsentrasinya jumlahnya baik secara langsung atau tidak

langsung dapat merusak lingkungan hidup, kesehatan,

kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lainnya.

48. Jalan Umum adalah setiap jalan dalam daerah Kota Payakumbuh

dalam bentuk apapun yang terbuka untuk lalu lintas umum

9

49. Tempat Umum adalah tempat-tempat yang meliputi taman-taman,

halaman umum, lapangan-lapangan yang disediakan oleh

Pemerintah Kota Payakumbuh sebagai fasilitas umum.

50. Standar Operasional Prosedur yang selanjutnya disingkat SOP

sebagai petunjuk teknis pelaksanaan di lapangan.

51. Mitra Kerja adalah BUMD dan atau pihak swasta lainnya yang

ditunjuk untuk melakukan pengelolaan sampah sesuai dengan

peraturan perundangundangan yang berlaku.

52. Petugas adalah orang yang ditunjuk oleh dinas atau badan

terkait untuk melaksanakan tugas yang berkaitan dengan

pengelolaan sampah.

53. Pengomposan adalah proses degradasi bahan organik (sampah

organik) oleh mikroba dengan hasil kompos.

54. Tempat Pengomposan adalah tempat dilakukannya proses

pembuatan kompos yang ada di Kota Payakumbuh dan merupakan

aset Pemerintah Kota Payakumbuh atau milik perseorangan/

swasta/pihak lainnya.

55. Residu Sampah Akhir adalah ampas sisa akhir dari proses

pengelolaan sampah.

56. Instansi adalah Kantor/Satuan Kerja Unit Pelaksana Teknis

Departemen/ Lembaga Non Departemen baik pemerintah, maupun

swasta.

57. Bank Sampah adalah pengelolaan sampah dengan proses

pemilahan sampah dari penghasil sampah yang dapat menghasilkan

finansial dari bahan yang dapat didaur ulang.

58. Pengomposan sampah secara aerob adalah proses degradasi

sampah oleh mikroorganisme untuk menghasilkan energi dalam sel

dengan memanfaatkan oksigen.

59. Pengomposan sampah secara anaerob adalah proses degradasi

sampah oleh mikro organisme untuk menghasilkan energi dalam

sel tanpa oksigen.

60. Sanitary landfill adalah metoda pengurugan sampah khususnya

untuk residu akhir dengan cara menutup sampah secara rutin

kemudian dilakukan proses pemadatan dengan bantuan alat berat

serta kontrol yang ketat terhadap pengaliran gas dan pengolahan

lindi.

10

61. Lindi adalah cairan yang dihasilkan akibat degradasi sampah

yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan jika

tidak dikelola dengan benar

62. Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar

peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang

dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

63. Negosiasi adalah suatu proses dimana dua belah pihak yang

saling bersengketa mencapai suatu kesepakatan melalui

musyawarah mufakat.

64. Mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa secara pribadi

informal melalui mediator yang membantu para pihak untuk

menetapkan keputusan bagi para pihak

BAB II

ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Bagian Kesatu

Asas

Pasal 2

Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas:

a. tanggung jawab;

b. berkelanjutan;

c. manfaat;

d. keadilan;

e. kesadaran;

f. kebersamaan;

g. keselamatan;

h. keamanan; dan

i. nilai ekonomi.

Bagian Kedua

Tujuan

Pasal 3

11

(1) Pengelolaan persampahan bertujuan untuk mengendalikan timbulan

sampah dalam rangka mewujudkan pola hidup masyarakat yang

berwawasan lingkungan.

(2) meningkatkan upaya pengelolaan persampahan dan kesadaran dan

atau kepedulian masyarakat untuk menciptakan lingkungan hidup

yang bersih dan sehat.

Bagian Ketiga

Ruang Lingkup

Pasal 4

(1) Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi ketentuan mengenai :

a. Pengelolaan persampahan;

b. Wewenang, Hak, Kewajiban dan Larangan

c. Retribusi pelayanan persampahan/ kebersihan

d. Insentif dan Disinsentif

e. kerjasama dan kemitraan;

f. Sanksi

g. Perizinan di bidang persampahan;

(2) Sampah yang dikelola berdasarkan Peraturan Daerah ini terdiri dari :

a. sampah rumah tangga; dan

b. sampah sejenis sampah rumah tangga.

(3) Sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak

termasuk tinja dan sampah pesifik.

(4) Sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,

kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum.

BAB III

PENGGOLONGAN SAMPAH DAN SUMBER SAMPAH

Bagian Kesatu

Penggolongan Sampah Berdasarkan Sumbernya

Pasal 5

(1) Penggolongan Sampah berdasarkan sumbernya terdiri atas:

12

a. Sampah Rumah Tangga;

b. Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga;

c. Sampah B-3 Rumah Tangga;

d. Sampah Spesifik

(2) Sampah Rumah Tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak

termasuk tinja dan sampah spesifik;

(3) Sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b berasal dari kawasan komersial, kawasan industri,

kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum dan / fasilitas

lainnya;

Bagian Kedua

Penggolongan Sampah Berdasarkan Jenisnya

Pasal 6

(1) Penggolongan sampah berdasarkan jenisnya terdiri atas :

a. Sampah organik;

b. Sampah anorganik;

c. Sampah B-3 Rumah Tangga;

(2) Sampah organik sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) huruf a

adalah sampah yang mengalami pelapukan dan bisa diproses ulang

secara spesifik menjadi pupuk organik;

(3) Sampah anorganik sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) huruf b

adalah sampah yang tidak mengalami proses pelapukan tapi bisa

didaur ulang menjadi bahan lain;

(4) Sampah B-3 rumah tangga sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1)

huruf c adalah sampah yang tidak bisa diolah dengan teknologi

sederhana akan tetapi memerlukan pengelolaan secara khusus dan

menggunakan teknologi tinggi;

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai cara pengelolaan sampah jenis B-3

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, b, dan c akan diatur

lebih lanjut dalam Peraturan Walikota tersendiri sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga

13

Sumber Sampah

Pasal 7

(1) Sumber sampah berasal dari :

a. hasil kegiatan dari kawasan permukiman, kawasan komersial,

kawasan industri dan kawasan khusus;

b. hasil kegiatan dari fasilitas sosial, fasilitas umum dan fasilitas

lainnya;

c. saluran terbuka berupa : drainase jalan, anak sungai dan sungai;

d. jalan umum;

e. hasil kegiatan lainnya.

(2) Sampah anorganik sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) huruf b

adalah sampah yang tidak mengalami proses pelapukan tapi bisa

didaur ulang menjadi bahan lain;

BAB IV

TUGAS, WEWENANG, KEWAJIBAN DAN LARANGAN

Bagian Kesatu

Tugas

Pasal 8

Pemerintah Daerah mempunyai tugas menjamin terselenggaranya

pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan, meliputi :

a. menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat

dalam pengelolaan sampah;

b. melakukan penelitian serta pengembangan teknologi pengurangan

dan penanganan sampah;

c. memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya

pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah;

d. melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan

prasarana dan saranapengelolaan sampah;

e. mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil

pengolahan sampah;

f. memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang

pada masyarakatuntuk mengurangi dan menangani sampah;

14

g. melakukan koordinasi antar SKPD, masyarakat, dan dunia usaha

agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah;

h. menyediakan unit pelayanan pengaduan masyarakat.

Bagian Kedua

Wewenang

Pasal 9

(1) Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, Pemerintahan

Daerah mempunyai kewenangan :

a. menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah

berdasarkan kebijakan nasional dan provinsi;

b. menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kota sesuai dengan

norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh

Pemerintah;

c. melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan

sampah yang dilaksanakan oleh pihak lain;

d. memberikan bantuan teknis kepada kecamatan, kelurahan, serta

kelompok swadaya masyarakat (KSM);

e. menetapkan penempatan lokasi TPS, TPST, dan/atau TPA;

f. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6

(enam) bulan selama 20 (dua puluh) tahun terhadap tempat

pemrosesan akhir sampah dengan sistem pembuangan terbuka

yang telah ditutup;

g. menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat

pengelolaan sampah sesuai dengan kewenangannya.

(2) Penetapan lokasi TPS, TPST dan TPA sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf e merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah

sesuai peraturan perundang-undangan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan sistem

tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g diatur

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 10

(1) Dalam pengelolaan sampah, setiap orang berhak :

15

a. mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik

dan berwawasan lingkungan;

b. berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, pengelolaan,

dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah;

c. memperoleh informasi yang benar dan akurat mengenai

penyelenggaraanpengelolaan sampah;

d. mendapatkan perlindungan dan kompensasi karena dampak

negatif dari TPA;

e. memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan

sampah secara baik dan berwawasan lingkungan, berupa

pendidikan lingkungan serta sosialisasi;

f. memanfaatkan dan mengolah sampah untuk kegiatan ekonomi;

g. melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan sampah,

termasuk melalui proses pengaduan sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

h. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan hak

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan

Walikota.

Bagian Ketiga

Kewajiban

Pasal 11

(1) Setiap orang dan/atau badan usaha wajib memelihara dan menjaga

kebersihan serta keindahan.

(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a. tidak melakukan pembuangan sampah di sembarang tempat;

b. menyediakan wadah/tempat sampah berupa tong atau

sejenisnya;

c. memisahkan sampah organik dan an organik ke dalam

wadah/tempat berbeda yang telah disediakan;

d. menyediakan wadah/tempat sampah pada setiap kendaraan roda

tiga, roda empat atau lebih dan kendaraan di atas air, khusus

bagi pemilik kendaraan;

16

e. menanam dan memelihara tanaman di pekarangan/lingkungan

persil .

(3) Kebersihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi fasilitas

umum dan fasilitas sosial.

(4) Penyediaan tempat sampah organik dan non organik dapat

dilaksanakan secara swakelola oleh masyarakat, badan usaha

dan/atau dikoordinir oleh kecamatan, kelurahan dan/atau dinas

Teknis

(5) Wadah/tempat sampah organik dan non organik sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) harus sesuai dengan desain teknis yang

ditentukan oleh Dinas Teknis yang meliputi wadah/tempat sampah

di sumber sampah dan/atau pada tempat sampah komunal.

Pasal 12

Setiap orang dan/atau badan hukum yang menguasai/mengelola/

mengusahakan kompleks

perumahan/perkantoran/pertokoan/pasar/kawasan industri/pusat

perbelanjaan pelayanan umum/bangunan lainnya, diwajibkan

memelihara dan menjaga kebersihan lingkungannya dan menyediakan

lokasi/ tempat/wadah sampah komunal.

Pasal 13

Pemerintah Daerah wajib :

a. menyediakan fasilitas pengolahan sampah skala kota yang berupa :

1. Tempat Penampungan Sementara Sampah (TPSS);

2. TPS 3R;

3. Stasiun peralihan antara (SPA)/ Tranfer Depo (TD);

4. Tempat Pengelolaan Akhir Sampah (TPAS); dan/atau

5. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).

6. menyediakan fasilitas pemilahan sampah yang terdiri dari 3 (tiga)

jenis sampah yaitu sampah organik, sampah anorganik dan

sampah B3 Rumah Tangga;

b. melakukan pengolahan sampah skala kawasan dan/atau skala kota

secara aman bagi kesehatan dan lingkungan;

17

c. memiliki data dan informasi pengelolaan sampah rumah tangga dan

sampah sejenis sampah rumah tangga, yang memuat :

1. sumber sampah;

2. timbulan sampah;

3. komposisi sampah;

4. karakteristik sampah;

5. fasilitas pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis

sampah rumah tangga;

6. data dan informasi lain terkait pengelolaan sampah rumah tangga

dan sampah sejenis sampah rumah tangga.

d. menyediakan anggaran penyelenggaraan pengelolaan sampah;

e. menyediakan sarana angkutan sampah;

f. menyediakan Tenaga Operasional Persampahan;

g. menyediakan regulasi/ketentuan yang berkaitan pengelolaan

persampahan;

h. memfasilitasi masyarakat dan dunia usaha dalam mengembangkan

dan memanfaatkan hasil daur ulang, pemasaran hasil produk daur

ulang, dan guna ulang sampah.

Pasal 14

(1) Masyarakat wajib melaksanakan :

a. pengurangan sampah;

b. penanganan sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan

(2) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

dilakukan dengan cara :

a. pengurangan sampah sejak dari sumbernya; dan/atau

b. pemanfaatan sampah sebagai sumber daya dan sumber energi.

(3) Penanganan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

dilakukan dengan cara :

a. menjaga dan memelihara kebersihan lingkungan;

b. membuang sampah pada tempatnya;

c. pewadahan sampah yang dapat memudahkan proses

pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan sampah;

18

d. pengumpulan sampah dari sumber ke TPS;

e. pemilahan sampah berdasarkan sifatnya; dan

f. meyediakan dan melihara sarana persampahan dilingkungannya.

Pasal 15

(1) Pelaku usaha wajib melaksanakan:

a. pengurangan sampah dari kegiatan usaha; dan

b. penanganan sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.

(2) Pengurangan sampah dari kegiatan usaha sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui :

a. penerapan teknologi bersih dan ramah lingkungan;

b. penerapan teknologi daur ulang yang aman bagi kesehatan dan

lingkungan; dan

c. membantu upaya pengurangan dan pemanfaatan yang dilakukan

Pemerintah Daerah dan masyarakat.

(3) Penanganan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

dilakukan dengan cara :

a. memproduksi produk dan kemasan ramah lingkungan;

b. pengolahan lingkungan dalam satu kesatuan proses produksi;

c. pemilahan sampah;

d. pembayaran biaya kompensasi pengolahan kemasan yang tidak

dapat didaur ulang dengan teknologi yang berkembang saat ini,

melalui tanggung jawab sosial dan lingkungan;

e. penerapan mekanisme pengolahan sampah yang timbul akibat

kegiatan produksi yang dilakukannya;

f. pemanfaatan sampah untuk menghasilkan produk dan energi;

g. optimalisasi penggunaan bahan daur ulang sebagai bahan baku

produk; dan

h. menampung kemasan produk yang telah dimanfaatkan oleh

konsumen.

Pasal 16

(1) Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan

industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan

fasilitas lainnya wajib menyediakan :

19

a. fasilitas pemilahan sampah;

b. lokasi dan fasilitas TPS;

c. meminimalkan jumlah sampah yang dihasilkan; dan

d. bertanggung jawab terhadap sampah yang ditimbulkan dari

aktivitas kegiatannya.

(2) Penyediaan fasilitas pemilahan sampah, lokasi dan fasilitas TPS

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b wajib

mendapat rekomendasi dari Dinas Tata Ruang dan Kebersihan.

Pasal 17

(1) Untuk mempermudah pengendalian sampah setiap pemilik/

penghuni/penanggung jawab bangunan wajib menyediakan tempat

sampah yang tertutup, kedap air yang ditempatkan di lingkungan

pekarangan.

(2) Dalam melakukan pembuangan sampah ke tempat sampah wajib

dilakukan pemilahan sampah organik dengan sampah an organik.

(3) jadwal pembuangan sampah ke tempat sampah dan/atau TPS

dilakukan antara pukul 18.00 sampai pukul 06.00 WIB atau sebelum

truk sampah lewat/pelayanan pemerintah kota, atau jadwal tertentu

yang ditetapkan oleh Walikota;

(4) pengadaan fasilitas TPS/gerobak sampah/becak sampah di kawasan

permukiman dapat dilakukan secara swadaya oleh masyarakat

dan/atau oleh Kelurahan dari berbagai sumber pembiayaan yang

ada.

(5) Untuk masyarakat yang membuang sampah langsung ke TPS,

diwajibkan melakukan prosedur pembuangan sampah sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dan (3).

Bagian Keempat

Larangan

Pasal 18

Setiap orang dilarang :

a. membuang sampah di sungai, parit, saluran irigasi, saluran drainase,

taman kota, tempat terbuka, fasilitas umum, jalan dan lokasi

lainnya yang peruntukannya bukan untuk sampah;

b. membuang sampah spesifik;

20

c. membakar sampah (plastik /non plastik) yang tidak menggunakan

peralatan pembakar sesuai standar;

d. membakar sampah jenis apapun

e. menggunakan lahan untuk dimanfaatkan sebagai tempat

pembuangan sampah tanpa izin.

f. mencampur sampah dengan limbah B3

g. membuang sampah infeksius (bangkai hewan, kotoran manusia,

kotoran hewan) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku;

h. membuang sampah B3 (oli bekas, kaleng, kaca/beling, baterai,

barang medik) yang tidak sesuai dengan perundang-undangan dan

peraturan yang berlaku;

i. menumpuk dan menempatkan sampah bongkaran bangunan,

penebangan pohon, sampah kebun/pekarangan, barang-barang

bekas yang masih mempunyai nilai ekonomis maupun yang tidak,

pada kiri dan kanan bahu jalan, badan jalan, taman, jalur hijau,

depan bangunan dan tempat-tempat umum;

j. menghilangkan, merusak, memindahkan sarana persampahan tanpa

izin

k. membuang sampah dari kendaraan

BAB V

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 19

(1) Pemerintah Daerah, pelaku usaha dan atau kegiatan, dan

masyarakat wajib melaksanakan kegiatan pengelolaan persampahan.

(2) Dalam kegiatan pengelolaan persampahan, Pemerintah Daerah

memberikan pelayanan pengelolaan persampahan.

(3) Kegiatan pengelolaan persampahan oleh pelaku usaha/kegiatan dan

masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan

secara swakelola dan atau melalui kerjasama dengan penyedia jasa

pengelolaan persampahan.

21

(4) Bentuk kerjasama pengelolaan persampahan dengan penyedia jasa

pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

meliputi pengelolaan sampah dan kebersihan.

Pasal 20

Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah

tangga terdiri dari :

a. pengurangan sampah; dan

b. penanganan sampah.

Bagian Kedua

Pengurangan Sampah

Pasal 21

(1) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf

a, meliputi kegiatan :

a. pembatasan timbulan;

b. pendauran ulang sampah; dan

c. pemanfaatan kembali sampah.

(2) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a

dilakukan melalui kegiatan:

a. pemantauan dan supervisi pelaksanaan rencana pemanfaatan

bahan produksi ramah lingkungan oleh pelaku usaha; dan

b. fasilitasi kepada mesyarakat dan dunia usaha dalam

mengembangkan dan memanfaatkan hasil daur ulang,

pemasaran hasil produk daur ulang, dan guna ulang usaha.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah diatur dalam

Peraturan Walikota.

Bagian Ketiga

Penanganan sampah

Paragraf Kesatu

Umum

Pasal 22

(1) Pemerintah Daerah melakukan kegiatan penanganan sampah yang

meliputi

a. pemilahan di TPS/TPS 3R ;

22

b. penyapuan jalan utama dan pengumpulan ke TPS/TPS 3R;

c. pengangkutan sampah dari TPS/TPS 3R ke Tempat Pengolahan

dan/atauTPST/TPA;

d. pengolahan; dan

e. pemrosesan akhir sampah.

(2) Dalam melakukan kegiatan penanganan sampah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) teknis pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas

Teknis.

Paragraf Kedua

Pemilahan

Pasal 23

Setiap orang wajib melakukan pemilahan sampah di sumber sampah.

Pasal 24

(1) Pemilahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan melalui

pemilahan sesuai dengan jenis sampah organik, anorganik dan

sampah B3 rumah tangga.

(2) Pemilahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakukan

dengan menyediakan fasilitas tempat sampah organik, anorganik dan

sampah B3 rumah tangga disetiap sumber sampah.

Pasal 25

(1) Jenis sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 pada ayat (1)

dipilah dan ditempatkan kedalam wadah yang diberi simbol, label

dan warna yang berbeda.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis dan standarisasi pemilahan

sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam

Peraturan Walikota.

Pasal 26

(1) Dalam rangka pemilahan sampah, Produsen harus mencantumkan

simbol dan label pada produk dan/atau kemasan produk yang

menunjukkan bahwa produk dan/atau kemasan produk :

a. dapat terurai oleh proses alam;

b. dapat diguna ulang; dan/atau

c. dapat didaur ulang.

23

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai simbol dan label sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Paragraf Ketiga

Pengumpulan Sampah

Pasal 27

(1) Pengumpulan sampah dilakukan sejak pemindahan sampah dari

sumber sampah keTPS/TPS 3R.

(2) Pengumpulan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi

tanggung jawab lembaga pengelola sampah yang dibentuk oleh

RT/RW, pengelola kawasan permukiman, kawasan komersil,

kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial,

dan fasilitas lainnya.

(3) Pemerintah Kota memfasilitasi pembentukan lembaga pengelola

sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di kelurahan, kawasan

komersial, kawasan industri, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan

fasilitas lainnya, sesuai dengan kebutuhan.

(4) TPS/TPS 3R sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi

kriteria

a. terpilah yang dikelompokan menjadi 3 (tiga) jenis sampah yaitu

organik, anorganik dan B3 rumah tangga;

b. luas lokasi dan kapasitas yang mencukupi;

c. mudah diakses;

d. tertutup;

e. memiliki jadwal pengumpulan.

(5) Penyediaan TPS/TPS 3R sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilaksanakan melalui penetapan lokasi bersama pengurus RW

beserta Lurah dan Camat melalui musyawarah.

(6) SKPD/Lembaga pengelola tempat dan fasilitas umum, pasar, saluran

terbuka, sungai, taman kota di lingkungan Pemerintah Daerah

menyelenggarakan pengelolaan sampah berupa kegiatan

pengumpulan dan pemindahan sampah ke TPS/TPS 3R dan/atau ke

TPA.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengumpulan sampah dan

penyediaan TPS/TPS 3R diatur dengan Peraturan Walikota.

24

Paragraf Keempat

Pengangkutan

Pasal 28

(1) Pemerintah Daerah melakukan :

a. pengangkutan sampah dari TPS/TPS 3R ke TPA atau TPST;

b. penyediaan alat angkut sampah yang aman bagi kesehatan dan

lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-

undangan;

c. penjadwalan pengangkutan.

(2) Pelaksanaan pengangkutan sampah sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf a tetap menjamin terpisahnya sampah sesuai dengan

jenis sampah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjadwalan pengangkutan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan

Peraturan Walikota.

Paragraf Kelima

Pengolahan

Pasal 29

(1) Kegiatan pengolahan sampah dilakukan dengan cara sebagai berikut

:

a. pemadatan;

b. pengomposan;

c. daur ulang; dan/atau

d. pengolahan sampah lainnya dengan teknologi ramah lingkungan.

(2) Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dilakukan pada sumber, TPS, TPST dan/atau TPA.

(3) Kegiatan pengolahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilakukan dengan persyaratan sesuai peraturan perundang-

undangan.

Paragraf Keenam

Pemrosesan Akhir Sampah

Pasal 30

(1) Pemerintah Daerah menyediakan TPA yang aman bagi kesehatan dan

lingkungan dalam pemrosesan akhir sampah.

25

(2) Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah

dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan

secara aman.

Pasal 31

(1) TPA yang aman bagi kesehatan dan lingkungan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 30 harus dilengkapi fasilitas yang meliputi :

a. fasilitas dasar;

b. fasilitas perlindungan lingkungan;

c. fasilitas operasi; dan

d. fasilitas penunjang.

(2) Kriteria TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 32

(1) Pemrosesan akhir sampah dilakukan dengan cara :

a. ahan urug saniter; dan/atau

b. penggunaan teknologi ramah lingkungan.

(2) Rencana pemrosesan akhir sampah wajib dilengkapi dengan

dokumen lingkungan hidup.

(3) Dokumen lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

disusun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Sampah yang sudah diproses melalui cara pemrosesan akhir sampah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dimanfaatkan sebagai

sumber energi.

Bagian Keempat

Penanganan Sampah Spesifik

Pasal 33

(1) Penanganan sampah spesifik akan diatur tersendiri sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Sampah spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;

b. sampah yang mengandung limbah berbahaya dan beracun;

26

c. sampah yang timbul akibat bencana;

d. puing bongkaran bangunan;

e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau

f. sampah yang timbul secara tidak periodik.

Bagian Kelima

Insentif dan Disinsentif

Pasal 34

(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif pada setiap orang

yang melakukan pengurangan dan/atau pengolahan sampah berupa

:

a. inovasi terbaik dalam pengelolaan sampah;

b. pelaporan atas pelanggaran terhadap larangan;

c. pengurangan timbulan sampah; dan/atau

d. tertib penanganan sampah.

(2) Terhadap orang yang melaksanakan pengelolaan sampah sejak dari

sumber baik perorangan atau kelompok, dapat diberikan insentif

sesuai dengan kemampuan Pemerintah Daerah.

(3) Terhadap masyarakat yang melakukan pengorganisasian

pengelolaan sampah baik dalam bentuk pengomposan maupun

bank sampah dan atau dalam bentuk koperasi pengelolaan sampah,

maka Pemerintah Kota Payakumbuh perlu memberikan insentif

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Terhadap masyarakat yang mampu mengembangkan teknologi

tepat guna pengelolaan sampah yang ramah lingkungan, maka

Pemerintah Kota Payakumbuh dapat memberikan insentif berupa

penghargaan dan kesempatan kepada pihak yang bersangkutan

untuk mengembangkan produknya secara lebih luas.

Pasal 35

(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan disinsentif kepada setiap

orang yang melakukan:

a. pelanggaran terhadap larangan; dan/atau

b. pelanggaran tertib penanganan sampah.

27

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian

insentif dan/atau disinsentif diatur dengan Peraturan Walikota.

BAB VI

KERJASAMA DAN KEMITRAAN

Bagian Kesatu

Kerjasama Antar Daerah

Pasal 36

(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama antar Pemerintah

Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi dalam Pengelolaan

Sampah.

(2) Kerjasama Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dapat melibatkan 2 (dua) atau lebih daerah Kabupaten/Kota pada

satu Provinsi atau antar Provinsi.

(3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan

dalam bentuk kerjasama atau pembuatan usaha bersama

pengelolaan sampah.

(4) Pedoman kerjasama dan bentuk usaha bersama antar daerah

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam bentuk

perjanjian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua

Kemitraan

Pasal 37

(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama dan/atau

kemitraan dengan badan usaha dalam pengelolaan sampah.

(2) Kerja sama dan/atau kemitraan dengan badan usaha sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan

perundang-undangan

Pasal 38

Lingkup kerja sama bidang pengelolaan sampah dapat berupa :

a. penyediaan/pembangunan TPA;

28

b. sarana dan prasarana TPA;

c. pengangkutan sampah dari TPS/TPS 3R ke TPA/TPST;

d. pengelolaan TPA; dan/atau

e. pengolahan sampah menjadi produk lainnya yang ramah lingkungan.

BAB VII

RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN

Pasal 39

(1) Pemerintah Kota dapat mengenakan retribusi atas pelayanan

persampahan yang ditetapkan secara progresif berdasarkan jenis,

karakteristik, dan volume sampah.

(2) Retribusi pelayanan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) digolongkan pada retribusi jasa umum.

(3) Wajib Bayar Jasa pengelolaan sampah meliputi kategori :

a. rumah tinggal;

b. sosial;

c. komersial/non komersial;

d. pedagang sektor informal; dan

e. angkutan umum.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perhitungan tarif retribusi

berdasarkan jenis, karakteristik, dan volume sampah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang –

undangan yang berlaku.

Pasal 40

(1) Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan sampah dari sumber

sampah ke TPS melalui swakelola Rukun Warga (RW)/lembaga

pengelola dapat memungut iuran sebagai pembayaran atas

pengumpulan sampah dari sumber ke TPS.

(2) Penentuan besaran iuran pengangkutan sampah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan musyawarah melalui

RW.

BAB VIII

KOMPENSASI

Pasal 41

29

(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan kompensasi sebagai akibat

dampak negatif yangditimbulkan oleh kegiatan pengolahan dan/atau

pemrosesan akhir sampah.

(2) Dampak negatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakibatkan

oleh :

a. pencemaran air;

b. pencemaran udara;

c. pencemaran tanah;

d. longsor;

e. kebakaran;

f. ledakan gas methan; dan/atau

g. hal lain yang menimbulkan dampak negatif.

(3) Pemberian kompensasi sebagaimana pada ayat (1) dapat berupa :

a. relokasi;

b. pemulihan lingkungan;

c. biaya kesehatan dan pengobatan;

d. ganti rugi; dan/atau

e. kompensasi dalam bentuk lain.

Pasal 42

(1) Tata cara pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 43 dilaksanakanmelalui :

a. Pengajuan surat pengaduan kepada Pemerintah Daerah;

b. Pemerintah Daerah melakukan investigasi atas kebenaran dan

dampak negatif pengelolaan sampah; dan

c. Menetapkan bentuk kompensasi yang diberikan berdasarkan

hasil investigasi dan hasilkajian.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi diatur

dengan Peraturan Walikota.

BAB IX

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 43

30

(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam menangani masalah

Pengelolaan Sampah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

(2) Bentuk peran masyarakat dalam pengelolaan sampah meliputi:

a. menjaga kebersihan lingkungan;

b. aktif dalam kegiatan pengurangan, pengumpulan, pemilahan,

pengangkutan, dan pengolahan sampah; dan

c. pemberian usul, pertimbangan, dan/atau saran kepada

Pemerintah kota dalam kegiatan pengelolaan sampah.

d. pemberian saran dan pendapat dalam perumusan kebijakan dan

strategi pengelolaan sampah;

e. pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa

persampahan; dan

f. pengelolaan sampah pada lingkungan

(RT/RW/Kelurahan) melalui pembuatan tempat sampah terpisah,

pengumpulan, pengambilan dan pemindahan sampah dari

sumbernya ke TPS serta pembentukan kader-kader Pengelolaan

Sampah.

(3) Untuk lebih mengaktifkan peran serta masyarakat dalam

pengelolaan sampah, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan

kegiatan sosialisasi Pengelolaan Sampah pada masyarakat dan

pihak-pihak terkait, publikasi dalam bentuk reklame di lokasi-lokasi

strategis, lomba-lomba terkait dengan kebersihan lingkungan

serta memfasilitasi pembentukan kader-kader Pengelolaan Sampah

ditingkat Rukun Warga maupun Kelurahan.

BAB X

PERIZINAN

Pasal 44

(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pengelolaan sampah

wajib memiliki izin dari Walikota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh izin

pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

dengan Peraturan Walikota.

(3) Keputusan mengenai pemberian izin pengelolaan sampah harus

diumumkan kepada masyarakat.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha pengelolaan sampah

yang mendapat izin dan tata cara pengumuman sebagaimana

31

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan

Walikota.

BAB XI

KETENTUAN SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 45

(1) Setiap orang dan/atau badan hukum yang melanggar ketentuan

Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 16 sebagaimana dimaksud dalam

Peraturan Daerah ini, dikenakan sanksi administrasi;

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

berupa peringatan lisan, peringatan tertulis, penutupan sementara,

pencabutan ijin, dan penutupan kegiatan;

(3) Tata cara dan prosedur penerapan sanksi administrasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota;

BAB XII

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 46

(1) Penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini dilaksanakan

oleh Penyidik Umum dan atau dilakukan oleh Penyidik Pegawai

Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kota Payakumbuh;

(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Penyidik Pegawai Negeri Sipil

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang:

a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan-

keterangan atau laporan berkenaan dengan tindakan pidana di

bidang pengelolaan sampah agar keterangan atau laporan

tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;

b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai

penyelenggaraan pengelolaan sampah tentang kebenaran

perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana;

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari penyelenggaraan

pengelolaan sampah sehubungan dengan tindak pidana;

d. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan

ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung

dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa;

e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang yang berkitan

dengan tindak pidana;

32

f. Memanggil seseorang untuk didengar keterangannya dan

diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

g. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas

penyidikan tidak pidana;

h. Menghentikan penyidikan;

i. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran

penyidikan pidana menurut hukum yang dapat

dipertanggungjawabkan;

(3) Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik tidak berwenang

melakukan penangkapan, penahanan, dan atau penggeledahan;

(4) Penyidik membuat berita acara setiap tindakan tentang:

a. Pemeriksaan tersangka;

b. Penyitaan benda;

c. Pemeriksaan saksi;

d. Pemeriksaan tempat kejadian;

(5) Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan dan penyampaian

hasil penyidikan kepada penuntut umum sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

BAB XIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 47

(1) Setiap orang dan/atau badan hukum yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Peraturan Daerah ini

diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan

dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,- (Lima Puluh

Juta Rupiah);

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) termasuk pada

pelanggaran;

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 48

Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini semua peraturan pelaksanaan

dalam Peraturan Daerah Kota Payakumbuh Tentang Kebersihan,

Keindahan, Ketertiban, dan Kesehatan Lingkungan dinyatakan masih

33

berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan

Daerah ini dan atau belum dicabut dengan ketentuan baru;

Pasal 49

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan;

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan

Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah

Kota Payakumbuh;

Ditetapkan di Payakumbuh

pada tanggal 12 Agustus 201

WALIKOTA PAYAKUMBUH,

dto

RIZA FALEPI

Diundangkan di Payakumbuh pada tanggal 12 Agustus 2014

SEKRETARIS DAERAH KOTA PAYAKUMBUH,

dto

BENNI WARLIS

LEMBARAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH TAHUN 2014 NOMOR 4

Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM

PRIMA YANUARITA Pembina Tingkat I(IV/b)

NIP.19650102 199112 2 001

34