Post on 30-May-2018
8/14/2019 Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem - Bagian VI
1/20
Wahdah Islamiyah
Bantahan KepadaSalafy EkstremBagian VI
Tim Pembela Kehormatan Ulama
1/14/2010
Makalah ini ditulis dan judul sengaja di-edit sesuai kebutuhan sebagai bantahan terhadappara ghulat salafy ekstrem. Sumber makalah ini dapat merujuk ke situs
www.alinshof.com. Dialihkan ke Word oleh Tim Pembela Kehormatan Ulama AhluSunnah wal Jamaah (tpku@hushmail.com)
8/14/2019 Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem - Bagian VI
2/20
JUDUL ASLI :SILSILAH PEMBELAAN PARA ULAMA DAN DU'AT
(BAGIAN VI)
http://www.alinshof.com/2010/01/silsilah-pembelaan-para-ulama-dan-duat_19.htmlhttp://www.alinshof.com/2010/01/silsilah-pembelaan-para-ulama-dan-duat_19.htmlhttp://www.alinshof.com/2010/01/silsilah-pembelaan-para-ulama-dan-duat_19.htmlhttp://www.alinshof.com/2010/01/silsilah-pembelaan-para-ulama-dan-duat_19.htmlhttp://www.alinshof.com/2010/01/silsilah-pembelaan-para-ulama-dan-duat_19.htmlhttp://www.alinshof.com/2010/01/silsilah-pembelaan-para-ulama-dan-duat_19.htmlhttp://www.alinshof.com/2010/01/silsilah-pembelaan-para-ulama-dan-duat_19.html8/14/2019 Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem - Bagian VI
3/20
Segala puji bagi Allah Ta'ala, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah
atas qudwah kita, Nabi Besar Muhammad shallallahu alaihi wasallam, keluarga, parashahabat dan segenap pengikutnya hingga hari kiamat kelak.
Pembaca budiman, masih dalam Silsilah Pembelaan para Ulama dan Du'at, maka
dalam kajian ini kami akan mengangkat isu (baca: syubhat) yang termasuk paling
banyak diangkat kelompok "salafy" untuk menuding sesat orang lain, yakni masalah
Pemilu. Baik yang ikut "bertarung" di dalamnya atau sekedar memberi dukungan suara.
Makanya jangan heran, dalam situs-situs kelompok "salafy" ramai menggelar
fatwa-fatwa ulama panutan mereka yang mengharamkan ikut Pemilu, termasuk
memberi hak suara. Dan kami kira dalam hal ini kelompok "salafy" mendapat dukungan
gerakan Hizbut Tahrir yang mengeluarkan pendapat sama, kendati untuk alasan
berbeda. Sayangnya, kebanyakan situs-situs tersebut hanya berisi lampiran-lampiran
fatwa dan bukan suguhan ilmiyah alasan pelarangan tersebut. Lalu dari fatwa-fatwa
tersebut, mereka jadikan sebagai batu ujian untuk menguji orang lain. Dan yang paling
anyar dari alasan pengharaman tersebut, dikarenakan Pemilu merupakan hasil produk
demokrasi, maka siapa yang terlibat di dalamnya dikategorikan sebagai pendukung
demokrasi yang berseberangan dengan Syari'at Islam !?
Karenanya, tulisan ini sengaja kami buat secara sistematis, agar pembaca
sekalian mendapat suguhan jawaban ilmiyah, dan bukan sekedar qila dan qaala atau
hanya sekedar kumpulan fatwa-fatwa, lalu membangun manhaj darinya, tanpa ambilpeduli terhadap landasan fatwa-fatwa itu sendiri. Dengan dalih husnud dzon terhadap
sang empunya fatwa, bahwa tidak mungkin fatwa itu keluar dari hawa nafsu dan
kejahilan. Sangka baik semacam ini ada benarnya, namun sangat rentan menjebak kita
dalam kubangan ta'asshubhizbiyyah. Na'udzu billah min al-Hizbiyyah al-Madzmumah.
Sofyan Khalid berkata berkaitan dengan "kesesatan"WahdahIslamiyah:
Ketiga : Terjun dalam Politik Demokrasi
Tanggapan:
Sebelum menjawab tuduhan dan syubhat Sofyan Khalid dalam masalah ini,
terlebih dahulu kami paparkan secara ringkas hujjah yang berkaitan dengan Pemilu,
serta mauqif kami terhadap-nya. Sebab, inilah diantara dalih kelompok "salafy"
menjadikan saudara muslim-nya sebagai bulan-bulanan kezaliman. Yang demikian,
agar jelas bagi pembaca sekalian, pondasi yang kami jadikan sebagai patokan dalam
membangun sebuah sikap. Bukan hanya atas ucapan dan klaim seseorang tanpa ada
http://www.alinshof.com/2010/01/silsilah-pembelaan-para-ulama-dan-duat_19.htmlhttp://www.alinshof.com/2010/01/silsilah-pembelaan-para-ulama-dan-duat_19.htmlhttp://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://www.alinshof.com/2010/01/silsilah-pembelaan-para-ulama-dan-duat_19.html8/14/2019 Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem - Bagian VI
4/20
penjabaran lebih lanjut. Demikian pula agar menjadi jelas perkaranya sebelum masuk
dalam sesi menjawab tuduhan dan syubuhat.
Pengangkatan seorang Pemimpin dari sisi realita dan syari'at.
Secara umum, pengangkatan seorang pemimpin, baik dalam skala nasionalmaupun daerah merupakan hal yang diakui oleh realita dan syari'at. Dari sisi realita,
adalah sebuah keharusan adanya kepemimpinan yang mengatur suatu wilayah atau
negara, apakah melalui sistem pemilihan umum, warisan tahta kekuasaan dan
sebagainya. Sedang dari sisi Syar'iyyah, jika seorang muslim ditawarkan kesempatan
memberi suara pada sebuah keputusan kekuasaan, wajib baginya memilih yang tegak
di atas Syari'at Islam. Jika tidak terdapat hal ini pada diri calon-calon yang bertarung,
maka harus memilih yang paling utama di antara mereka dan paling ringan mudharat-
nya. Sebab jika selain kaum muslimin atau orang yang kurang baik agamanya
menduduki tampuk kekuasaan, besar kemungkinan akan melahirkan mudharat bagi
kaum muslimin.
Sejarah umat Islam menjadi bukti, bahwa pemilihan dan pengangkatan seorang
pemimpin telah dikenal dan dianjurkan. Begitu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
wafat, kaum muslimin sepakat menunjuk Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai Khalifah.
Demikian pula Khalifah Abu Bakar saat menjelang wafat, mengusulkan agar Umar bin
al-Khattab sebagai penggantinya. Dan seterusnya, hingga para ulama menyimpulkan,
kepemimpinan itu dapat terwujud melalui tiga keadaan yang telah ma'ruf, yakni:
Pemilihan yang dilakukan oleh ahlul halli wa al-aqdi, istikhlaf(penunjukan seorang untuk
menjadi pemimpin setelahnya), kudeta atau penggulingan kekuasaan. Imam Ibnu Hazm
rahimahullah- bahkan menambah satu hal, yakni mengajak orang memilih dirinya untuk
menjadi seorang pemimpin.Artinya, jika seorang khalifah meninggal dan tidak menunjukseseorang yang akan menggantikannya, disamping majelis ahlul halli wa al-aqdibelum
memilih seorang khalifah bagi kaum muslimin, maka menurut Ibnu Hazmrahimahullah-
dibolehkan bagi seseorang yang terpenuhi padanya syarat-syarat seorang pemimpin
mengajukan dirinya, dan hal ini tidak ada perdebatan padanya. Jika berhasil menduduki
tampuk kepemimpinan, waka wajib taat, memberi bai'at, dan menyerahkan ketaatan
padanya, hal ini sebagaimana dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu-
tatkala Utsman bin Affan wafat.
Dari riwayat-riwayat ini-lah, kemudian para ulama menetapkan kaifiyyah
seseorang mencapai tampuk kepemimpinan yang syar'i. Sebab hal tersebut dilakukan
dan diamalkan para shahabat yang mulia, sedang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda: "Hendaklah kalian mengikuti sunnah-ku dan sunnah Khulafa' al-Rasyidin
setelahku".
Namun yang menjadi persoalan pada zaman belakangan ini, khususnya setelah
runtuhnya khilafah Utsmaniyah di Turki, nyaris tidak ditemukan lagi negara yang
menerapkan sistem pemilihan bagi pemimpin melalui jalur syar'i. Kebanyakannya
8/14/2019 Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem - Bagian VI
5/20
dibangun atas asas demokrasi hasil produk kaum kuffar. Dimana majelis ahli halli wa al-
aqdiyang sejatinya diduduki oleh para ulama dan pemuka kaum yang bermusyawarah
menunjuk seorang menjadi pemimpin tidak ada lagi. Sedang yang menempati posisi
mereka adalah orang-orang yang berhasil meraup suara terbanyak dalam Pemilu untuk
duduk dalam Parleman, siapa pun ia tanpa melihat kapasitas dan kadar keshalihannya.
Demikian pula pemimpin sebuah negara, akan maju mencalonkan diri berdasarkansuara terbanyak yang di raih partai pendukungnya.
Akan tetapi, bersama dengan fenomena ini, secara badihiydaruryumat manusia
khususnya kaum muslimin butuh seorang pemimpin yang mengatur sistem kehidupan
bernegara dan bermasyarakat. Sebab tidak dapat dibayangkan, bagaimana sebuah
organisasi masyarakat hidup tanpa adanya seorang pemimpin. Karenanya, syari'at
Islam yang datang demi mewujudkan kebaikan (mashlahat) dan mencegah kerusakan,
memberi perhatian besar bagi tegaknya sebuah kepemimpinan dalam organisasi
masyarakat. Meletakkan kaidah-kaidah dan rambu-rambu, baik yang berkaitan dengan
pemimpin, rakyat, mu'amalah rakyat terhadap pemimpi dan sebaliknya. Termasuk
diantaranya menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi seorang pemimpin.
Sebab kebaikan seorang pemimpin adalah kebaikan bagi masyarakat (baca: ummat),
sedang kerusakan seorang pemimpin adalah kehancuran bagi umat. Olehnya Imam
Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah- berkata: "Dua golongan manusia, jika
keduanya baik maka baik pula manusia, namun jika keduanya rusak, maka rusak
pula manusia. Keduanya adalah penguasa dan ulama". Artinya, mashlahat dan
kerusakan bagi umat sangat ditentukan oleh kebijakan yang lahir dari seorang
penguasa. Olehnya, lahir-lah sebuah kesepakatan pada umat ini, perlunya menetapkan
dan memilih seorang pemimpin yang dapat menciptakan mashlahat bagi umat, atau
minimal mudharat yang ditimbulkan lebih kecil. Sebab, keberadaan seorang pemimpin
merupakan sebuah aksiomatik yang tidak dapat dielakkan, di atas sistem apapunorganisasi masyarakat itu hidup.
Kaidah-kaidah Syar'iyyahsejalan dengan kebolehan berpartisipasi dalam Pemilu
Dari uraian di atas, maka para ulama menetapkan kaidah-kaidah syar'iyyah bagi
kebolehan musyarakah (ikut serta) dalam Pemilu, baik dalam arti ikut "bertarung" di
dalamnya, atau minimal memberi dukungan suara bagi calon yang mampu mengemban
aspirasi umat, menciptakan mashalahat atau minimal mengurangi mudharat bagi umat
Islam. Sekali lagi, jika telah jelas bahwa tujuannya adalah mendatangkan manfaat dan
mencegah kerusakan bagi umat. Diantara kaidah-kaidah syar'iyyah tersebut:
1.Kaidah Maa Laa Yatimmul Wajib Illa bihi fa Huwa Wajib, [Jika suatu kewajiban
tidak sempurna lantaran sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib pula]. Adalah
satu ketentuan, bahwa menciptakan kebaikan dan mashlahat kaum muslimin
dalam kehidupan dan kebebasan menjalankan syari'at agama Allah merupakan
sebuah kewajiban. Dan jika kaum muslimin mengabaikan ikut serta memberi
dukungan dan suara pada pemimpin yang dapat menjamin hal ini, dikhawatikan
8/14/2019 Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem - Bagian VI
6/20
akan naik sebagai pemimpin orang yang jauh dari akhlak Islam, atau bahkan
orang-orang kafir dan sekuler akan mendominasi parlemen. Maka dapat
dipastikan akan memberi dampak bahaya bagi kehidupan umat. Olehnya,
wasilah untuk mewujudkan kemashlahatan umat tersebut juga menjadi wajib
ditempuh (kendati sebagai kehati-hatian, kami belum sampai menyatakan ia
sebagai sesesutu yang wajib, minimal sangat dianjurkan).
2. Kaidah adh-Dharar al-Asyadd Yuzalu bi al-Akhaf, [Kemudharatan yang Besar
dihilangkan dengan kemudharatan yang lebih ringan]". Tidak disangkal, bahwa
masuk dan ikut memberi dukungan suara dalam Pemilu mengandung mudharat.
Sebab ia bersinggungan langsung dengan aturan-aturan yang menyelisihi
syari'at Islam. Akan tetapi, jika tidak terdapat kaum muslimin yang ikut dan
masuk ke dalam sistem untuk tujuan memberi perbaikan, menjelaskan
keunggulan aturan-aturan Islami, memberi perlindungan terhadap kaum
muslimin dan sebagainya, maka dapat dipastikan akan menimbulkan mudharat
yang jauh lebih besar. Karenanya, bergabung dan ikut mendukung calon muslim
yang memiliki ghirah Islam, kendati dikategorikan sebagai sebuah mudharat,
namun hal tersebut bertujuan mengatasi mudharat yang jauh lebih besar.
3. Kaidah Ihthiyat Jalbi al-Mashalih wa Daf'i al-Mafasid [Kemungkinan untuk
mengambil manfaat dan menghilangkan kerusakan]. Kaidah ini jika diaplikasikan
pada parlemen dan musyarakah memberi dukungan suara pada seorang calon
muslim yang memiliki ghirah Islam, maka ia masuk dalam kondisi darurat
kemungkinan memberi manfaat bagi kaum muslimin dan mencegat mudharat
(kerusakan) bagi mereka, khususnya dalam perkara pembuatan kebijakan dan
aturan. Imam Izzuddin bin Abdis Salam rahimahullah berkata: "Jika suatu
wilayah yang luas dikuasai oleh orang-orang kafir, lalu merekamenyerahkan jabatan qadhi kepada seorang (muslim) untuk memberi
mashlahat bagi kaum muslimin secara umum, maka yang nampak adalah
hendaknya ia menerima jabatan tersebut demi terciptanya mashlahat bagi
kaum muslimin secara umum dan mencegah kerusakan yang lebih besar.
4.Kaidah I'tibar al-Dzaraai' wa an-Nadzar fi al-Ma'aalat, [Memperhatikan kerusakan
(yang bakal terjadi) serta memandang pada akibat-akibat yang dapat
ditimbulkan]. Kaidah ini banyak digunakan para fuqaha dalam keputusan hukum.
Misalnya Umar bin al-Khattab radhiallahu anhumemerintahkan Hudzaifah bin al-
Yaman radhiallahu anhu menceraikan istrinya yang beragama Yahudi. Hal ini
agar jangan sampai pasukan yang berada di bawah kepemimpinan Hudzaifah
mengikuti perbuatannya, hingga berpaling dari wanita-wanita muslimah. Dan ini
tentunya dapat menjadi fitnah bagi mereka. Karenanya, Imam Izzuddin bin Abdis
Salam berkata: "Terkadang boleh bekerjasama atas dosa, permusuhan,
kefasikan, dan maksiat, namun bukan karena keberadaannya sebagai maksiat,
akan tetapi karena ia merupakan wasilah (sarana) untuk mencapai mashlahat".
Contohnya, mengorbankan harta yang banyak guna membebaskan tawanan
8/14/2019 Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem - Bagian VI
7/20
perang. Ia haram bagi yang mengambil-nya namun boleh bagi yang
mengeluarkannya. Jika diperhatikan, sebenarnya maksud dari perkataan beliau
di atas adalah untuk tujuan menutup pintu kerusakan lebih besar yang bakal
terjadi atas tawanam muslim.
5. Kaidah al-Umuur bi Maqashidihaa, [segala tindakan tergantung niat dantujuannya]. Dari kaidah ini, dibangun kebolehan bagi kaum muslimin belajar ilmu
kimia, kedokteran dan selainnya dari kaum kuffar (jika hal ini tidak ada pada
kaum muslimin), kendati dalam pelajaran tersebut akan banyak terlihat aurat
yang diharamkan Islam. Akan tetapi, jika hal tersebut untuk niat khidmat pada
kaum muslimin serta mengangkat kesulitan bagi mereka, maka ia dibolehkan.
Demikian pula masuk atau memberi dukungan suara pada parlemen, jika
diniatkan untuk tujuan mashlahat kaum muslimin serta menghilangkan kesulitan
bagi mereka, maka ia dibolehkan.
Adapun dhawabithatau batasan-batasan bagi mereka yang ingin terjun dan bertarung
dalam Pemilu tersebut, adalah sebagai berikut:
1.Tidak boleh menyakini bahwa dirinya dan selainnya memiliki hak membuat hukum
selain Allah Ta'ala. Masalah penentuan hukum atas sesuatu, baik halal atau
haram, benar atau buruk, seluruhnya merupakan hak prerogatif bagi Allah
Ta'ala. Olehnya, tidak halal bagi seorang muslim ridha dan mengakui akan hal
ini, yakni menempatkan dirinya sebagai pembuat undang-undang dan aturan.
2. Menyakini bahwa keikut-sertaannya untuk tujuan meringankan keburukan atau
meminimalkan kerusakan (al-mafasid) atau untuk mewujudkan sebagian dari
mashlahat. Bukan kedudukan di parlemen yang menjadi tujuan. Dan ManhajSyar'i khususnya dalam aturan-aturannya yang universal sangat banyak
mendukung hal tersebut.
3. Tidak boleh terlibat dalam hal ini, melainkan setelah tahaqquq (memastikan)
adanya mashlahatdan tertolaknya kerusakan sesuai kemampuan. Dan ia bukan
merupakan -apa yang santer selama ini- sebagai program dakwah atau pijakan
tarbiyah. Demikian pula, tidak boleh bergabung padanya orang-orang lemah
yang rentan terhadap fitnah atau orang yang sangat tamak dan rakus akan
kekuasaan. Hanya saja, yang bergelut di dalamnya adalah mereka yang telah
terpenuhi padanya syarat-syarat sebagaimana ditetapkan para ulama.
Berangkat dari kaidah-kaidah dan dhawabit di atas, maka kami memandang
kebolehan ikut dalam memberi dukungan suara pada Pemilu, untuk tujuan mashlahat
bagi kamu muslimin dan menghindari kerusakan yang lebih besar. Dan bukan karena
mengakui dan mengganggap benar hukum demokrasi. Sebagaimana Nabi shallallahu
alaihi wasallam juga masuk dalam jiwar (perlindungan yang didasarkan oleh hukum
Quraiys saat itu) Abu Thalib paman beliau lalu ke jiwaral-Muth'im bin 'Adiy, demikian
8/14/2019 Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem - Bagian VI
8/20
pula Abu Bakar as-Shiddiq masuk dalam jiwar Ibnu ad-Dugunnah, dan para shahabat
yang lainnya. Adapun posisi kita dalam pandangan hukum syar'i, berkenaan dengan
kondisi hidup di bawah hukum yang tidak dibangun di atas landasan Syari'at, seperti
orang terzalimi. Dan orang terzalimi akan selalu berusaha keluar dari kezaliman atau
minimal berupaya meminimalisir kezaliman yang lebih besar lagi atas dirinya.
Fatwa-Fatwa Ulama Ahlu Sunnah Mu'tabar Tentang Pemilu
Adapun Fatwa-fatwa Ulama Mu'tabar berkaitan dengan masalah pemilu begitu
banyak, namun kami cukupkan beberapa diantaranya:
Pertama: Fatwa Lajnah Daimah Tentang Sikap Seorang Muslim Terhadap Partai-
partai Politik.
Soal: Sebagian orang mengaku sebagai muslim namun tenggelam dalam partai-
partai politik, sementara di antara partai-partai itu ada yang mengikuti Rusia dan ada
pula yang mengekor Amerika. Dan partai-partai ini terbagi menjadi banyak, seperti
Partai Kemajuan dan Sosialis, Partai Kemerdekaan, Partai Orang-orang Merdeka
Partai Al Ummah-, Partai Asy Syabibah Al Istiqlaliyyah dan Partai Demokrasi, serta
partai-partai lainnya yang saling mendekati satu sama lain. Bagaimana sikap Islam
terhadap partai-partai tersebut, serta terhadap seorang muslim yang tenggelam dalam
partai-partai itu ? Apakah keislamannya masih sah ?
Jawaban: Barang siapa yang memiliki pemahaman yang baik tentang Islam, iman
yang kuat, keislaman yang terbentengi, pandangan yang jauh ke depan, kemampuan
retorika yang baik serta mampu memberi pengaruh bagi kebijakan partai hingga dapat
mengarahkan ke arah yang Islami, maka ia boleh berbaur dengan partai-partaitersebut atau bergabung dengan partai yang paling dekat dengan al haq, semoga
Allah memberi manfa'at dan petunjuk dengannya, sehingga ada yang mendapatkan
hidayah untuk meninggalkan gelombang politik menyimpang menuju politik syar'i dan
adil yang dapat menyatukan barisan ummat, menempuh jalan lurus dan benar. Akan
tetapi jangan sampai ia justru mengikuti prinsip-prinsip mereka yang menyimpang.
Adapun yang tidak memiliki iman dan pertahanan seperti itu, serta dikhwatirkan
terpengaruh dan bukan memberi pengaruh, maka hendaknya ia meninggalkan partai-
partai tersebut demi melindungi dirinya dari fitnah dan menjaga agamanya agar tidak
tertimpa seperti yang telah menimpa mereka (para aktifis partai itu) dan mengalami
penyimpangan serta kerusakan seperti mereka.
Wabillahittaufiq, Washallallahu 'ala Nabiyyina Muhammad wa 'Alihi wa Shahbihi wa
Sallam.
Ketua : Abdul Aziz ibn Abdillah ibn Baz.
Wakil Ketua : Abdurrazzaq 'Afifi
8/14/2019 Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem - Bagian VI
9/20
Anggota : Abdullah ibn Ghudayyan
Anggota : Abdullah ibn Qu'ud.
Kedua: Fatwa al-Allamah Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany rahimahullah
Tentang Keikutsertaan Dalam Pemilu
Soal Kedua : Apakah hukum syari memberikan dukungan dan sokongan berkaitan
dengan masalah yang telah disebutkan terdahulu (maksudnya: pemilihan umum) ?
Jawaban :Pada saat ini kami tidak menasehati seorang-pun dari saudara-saudara kami
kaum muslimin untuk mencalonkan dirinya menjadi anggota parlemen yang tidak
berhukum kepada hukum Allah, kendati (negara) itu mencantumkan dalam undang-
undangnya "agama negara adalah Islam", sebab teks semacam ini terbukti hanya untuk
"meninabobokkan" anggota parlemen yang masih baik hatinya!!. Itu disebabkan karena
ia tidak mampu mengubah satu-pun dari pasal-pasal yang terdapat dalam undang-
undang yang menyelisihi Islam, sebagaimana telah terbukti di beberapa negara yang
undang-undangnya memuat teks tersebut (bahwa "agama negara adalah Islam"-pent).
Ditambah seiring perjalanan waktu, ia kemudian turut menyetujui beberapa hukum yang
menyelisihi Islam dengan alasan belum tepat waktunya melakukan perubahan.
Sebagaimana kita saksikan di beberapa negara, sang anggota parlemen mengubah
gaya penampilan Islami dengan mengikuti gaya barat agar sejalan dengan (gaya) para
anggota parlemen lainnya!. Padahal ia masuk dalam parlemen untuk tujuan
memperbaiki orang lain, malah justru ia telah merusak dirinya sendiri. (Seperti kata
pepatah) hujan itu mulanya hanya setetes namun kemudian menjadi banjir!. Olehnya,
kami tidak menyarankan seorangpun mencalonkan dirinya (sebagai anggotaparlemen). Akan tetapi saya memandang tidak ada halangan bagi rakyat muslim
bila dalam daftar calon anggota legsilatif itu terdapat orang-orang yang memusuhi
Islam dan terdapat pula calon-calon anggota legislatif muslim dari partai yang
memiliki manhaj yang berbeda-beda, maka -dalam kondisi seperti ini- kami
menasehatkan agar setiap muslim memilih (calon anggota legislatif) dari kalangan
Islam saja dan orang yang paling dekat dengan manhaj yang shahih sebagaimana
telah dijelaskan (manhaj salaf-pent).
Saya mengatakan ini -walaupun saya yakin bahwa pencalonan dan pemilihan ini tidak
dapat merealisasikan tujuan yang diharapkan seperti telah dijelaskan terdahulu-
sebagai suatu upaya untuk meminimalisir kejahatan atau sebagai suatu bentukusaha menolak mafsadah yang lebih besar dengan menempuh mafsadah yang
lebih kecil sebagaimana dikatakan oleh para fuqaha'.
Soal ketiga: Apakah hukum keluarnya kaum wanita untuk turut serta dalam pemilihan
umum ?
8/14/2019 Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem - Bagian VI
10/20
Jawaban : Dibolehkan bagi mereka keluar dengan syarat yang telah diketahui
bersama yang harus mereka penuhi, yaitu mengenakan jilbab syar'i dan tidak
bercampur baur (ikhtilath) dengan kaum pria. Ini yang pertama.
Kemudian mereka hendaknya memilih orang yang paling dekat kepada manhaj
ilmu yang shahih sebagai suatu upaya menolak kemafsadatan yang lebih besardengan menempuh kemafsadatan yang lebih kecil sebagaimana telah dijelaskan.
Ketiga: Fatwa Syekh 'Abdul 'Aziz bin Baz rahimahullah Tentang Dewan/Majelis
Legislatif
Soal :Banyak penuntut ilmu syar'i bertanya-tanya tentang hukum masuknya para du'at
dan ulama ke dalam dewan legislatif dan parlemen, serta turut dalam pemilihan umum di
negara yang tidak menjalankan syari'at Allah. Maka apakah batasan untuk hal ini ?
Jawab : Masuk ke dalam parlemen dan dewan legislatif adalah sangat berbahaya.
Masuk ke dalamnya sangat berbahaya. Akan tetapi barang siapa yang masuk ke
dalamnya dengan landasan ilmu dan pijakan yang kuat, bertujuan menegakkan yang
haq dan mengarahkan manusia pada kebaikan serta menghambat kebatilan, dimana
tujuan utamanya bukan kepentingan dunia atau ketamakan terhadap harta, namun
benar-benar demi menolong agama Allah, memperjuangkan yang haq dan mencegah
kebatilan, dengan niat baik seperti ini, maka saya memandang tidak mengapa
melakukan hal itu, bahkan seyogyanya dilakukan agar dewan dan majelis seperti
itu tidak kosong dari kebaikan dan pendukung-pendukungnya. (Ini) bila ia masuk
(dalam perlemen) dengan niat seperti ini dan memiliki pijakan kuat agar dapat
memperjuangkan dan mempertahankan yang haq serta menyerukan untuk
meninggalkan kebatilan. Mudah-mudahan Allah memberikan manfa'at dengannyahingga (dewan) itu dapat menerapkan syari'at (Allah). Dengan niat dan maksud seperti
ini disertai ilmu dan pijakan yang kuat, maka Allah Jalla wa 'Ala akan memberinya
balasan atas usaha ini.
Akan tetapi jika ia masuk ke dalamnya untuk tujuan duniawi atau ketamakan menggapai
kedudukan, maka tidak diperbolehkan. Sebab ia harus masuk dengan niat
mengharapkan wajah Allah dan negeri Akhirat, memperjuangkan dan menjelaskan yang
haq dengan dalil-dalilnya agar semoga dewan dan majelis itu mau kembali dan
bertaubat kepada Allah.
Keempat: Fatwa Faqihul Ashr Fadhilatus Syaikh Muhammad bin Sholih al-'Utsaimin rahimahullahTentang Hukum Masuk Ke Dalam Parlemen
Soal :Fadhilah Asy Syaikh -semoga Allah senantiasa menjaga Anda-, tentang masuk
ke dalam majelis legislatif padahal negara itu tidak menerapkan syari'at Allah dengan
sempurna, bagaimana pandangan Anda tentang masalah ini -semoga Allah senantiasa
menjaga Anda- ?
8/14/2019 Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem - Bagian VI
11/20
Jawaban: Kami pernah menjawab pertanyaan serupa beberapa waktu lalu, yaitu
bahwa sudah seharusnya (ada yang) masuk dan turut serta dalam pemerintahan.
Dan hendaknya seseorang dengan masuknya ia ke dalam pemerintahan
meniatkan untuk melakukan perbaikan bukan untuk menyetujui setiap keputusan
yang dikeluarkan. Dan dalam kondisi seperti ini, bila ia menemukan sesuatu yang
menyelisihi syari'at, ia harus berusaha membantahnya. Walaupun pada kali pertamatidak banyak yang mengikuti dan mendukungnya, maka (ia mencoba terus) untuk kedua
kalinya, atau (bila tidak berhasil pada) bulan pertama, (ia mencoba lagi) pada kedua dan
ketiga, atau (bila tidak berhasil) pada tahun pertama, (ia mencoba lagi) pada tahun
keduamaka di masa yang akan datang akan ada pengaruh yang baik.
Sebab jika (pemerintahan) itu dibiarkan lalu kesempatan diberikan kepada orang-
orang yang jauh dari (cita-cita) penerapan syari'at, maka ini adalah sebuah
kelalaian yang besar yang tidak seharusnya seseorang itu melakukannya.
Dalam kesempatan lain beliau ditanya: "Apakah anda memberi fatwa akan kebolehan
ikut dalam Pemilihan Umum? Dan apa hukumnya?
Beliau menjawab: "Iya, kami memberi fatwa demikian dan ini harus dilakukan-,
sebab jika hilang suara kaum muslimin sama artinya kita memberi (kursi) majelis
pada ahli keburukan. Namun jika kaum muslimin bergabung dalam Pemilihan
Umum, mereka akan memilih siapa yang layak untuk demikian, dan dengannya
akan tercapai kebaikan dan berkah".
Kelima: Fatwa Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah Seputar Menjadi Anggota
Parlemen
Soal :Bagaimana hukum menjadi anggota parlemen ?
Jawaban:Apa yang akan terealisasi dengan masuknya ia menjadi anggota parlemen?
Kemashlahatan bagi kaum muslimin?, Bila hal itu berdampak bagi kemashlahatan kaum
muslimin dan mengupayakan perubahan terhadap parlemen itu menuju Islam, maka ini
adalah perkara yang baik. Setidak-tidaknya mengurangi bahaya dan kemudharatan
bagi kaum muslimin dan mendapatkan sebagian kemashlahatan jika tidak
memungkinkan meraih semua kemashlahatan, walaupun hanya sebagian saja.
Soal:Tapi hal itu terkadang mengharuskan seseorang untuk mengorbankan beberapa
hal yang ia yakini?
Jawaban: Mengorbankan, maksudnya melakukan tindakan kufur kepada Allah atau
apa?
(Yang hadir menjawab ):Mengakuinya.
8/14/2019 Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem - Bagian VI
12/20
Jawaban:Tidak, pengakuan ini tidak boleh dilakukan. Yakni ia meninggalkan agamanya
dengan alasan untuk berda'wah ke jalan Allah, ini tidak benar. Bila mereka tidak
mempersyaratkan ia harus mengakui hal-hal (yang kufur) itu dan ia tetap berada di atas
keislaman, aqidah dan diennya, lalu dengan masuknya ia (dalam parlemen) terdapat
kemashlahatan bagi kaum muslimin, dan bila mereka tidak mau menerimanya, ia pun
meninggalkan mereka; apa yang akan ia lakukan? Memaksa mereka? Tidak mungkinmemaksa mereka. Yusuf alaihissalammasuk ke dalam jajaran kementrian seorang raja
di zamannya, lalu apa yang terjadi? Anda sekalian tahu atau tidak apa yang terjadi pada
Nabi Yusuf alaihissalam? Apa yang dilakukan Yusuf ketika beliau masuk? Ketika sang
raja mengatakan bahwa engkau hari ini telah menjadi orang yang terpercaya dan
memiliki posisi kuat dalam pandangan kami, maka beliau mengatakan : "Angkatlah aku
sebagai bendaharawan negara, sebab saya adalah orang yang pandai menjaga lagi
berpengetahuan." Lalu kemudian beliaupun masuk (ke pemerintahan) hingga akhirnya
kekuasaan berada di tangan Yusuf alaihissalam. Beliau kemudian menjadi raja Mesir.
Salah seorang nabi Allah menjadi raja Mesir.
Maka bila masuknya membuahkan hasil yang baik, ia hendaknya masuk. Namun jika
hanya sekedar menerima dan tunduk kepada apa yang mereka inginkan, dan tidak ada
kemashlahatan bagi kaum muslimin dengan masuknya ia, maka tidak dibolehkan
menjadi anggota parlemen. Para ulama mengatakan: Mendatangkan maslahat atau
menyempurnakannya, artinya, bila maslahat itu tidak dapat diraih seluruhnya, maka
tidak mengapa walaupun hanya sebagian yang dapat dicapai, dengan syarat tidak
menyebabkan terjadinya kerusakan yang lebih besar.
(Para ulama) mengatakan, bahwa Islam datang guna meraih kemashlahatan dan
menyempurnakanya, serta menolak kemafsadatan dan menguranginya. Artinya, bila
kemafsadatan itu tidak dapat ditolak seluruhnya, setidaknya ia berkurang dan lebihringan. (Dengan kata lain) menempuh kemudharatan yang paling ringan di antara dua
kemudharatan demi mencegah terjadinya kemudharatan yang lebih besar.
Ini semua bergantung pada maksud dan niatnya serta hasil yang akan dicapai. Dan bila
masuknya ia sebagai anggota parlemen hanya karena ketamakan pada kekuasaan dan
harta, lalu kemudian mendiamkan (kebatilan) atau menyetujui (kebatilan) yang mereka
kerjakan, jelas ini tidak diperbolehkan. Dan bila masuknya mereka demi kemashlahatan
kaum muslmin dan da'wah ke jalan Allah sehingga semuanya dapat berpangkal pada
kebaikan kaum muslimin, ini adalah perkara yang harus dilakukan, tentu saja bila tidak
mengakibatkan ia harus mengakui kekufuran. Sebab bila demikian maka ini tidak
dibolehkan. Tidak dibenarkan mengakui kekufuran walaupun dengan tujuan yang mulia.
Seseorang tidak boleh menjadi kafir lalu mengatakan bahwa tujuan saya adalah mulia,
saya ingin berda'wah ke jalan Allah; ini tidak diperbolehkan.
Keenam: Fatwa Fadhilatus Syaikh al-Allamah Abdullah bin Jibrin rahimahullah
8/14/2019 Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem - Bagian VI
13/20
Soal: Negara telah menetapkan Pemilihan Umum dan keikutsertaan warga negara
untuk memilih calon-calon yang bakal duduk di Parlemen. Kesempatan memilih
diberikan kepada warga negara dalam memberi keputusan untuk memilih yang paling
baik dari calon-calon yang memiliki kredibilitas dan pengalaman untuk duduk dalam
parlemenBagaimana pendapat anda ikut serta dalam pemilihan umum ini?
Jawaban: Melihat kepentingan dan pengaruh Pemilihan Umum ini dalam kebaikan
negara, dan memilih apa yang merupakan kepentingan dan mashlahat bagi negara dan
umat, maka kami memandang penting ikut serta dalam pemilihan umum tersebut
untuk memilih siapa yang paling afdhal dari para calon dari kalangan orang yang
berpengalaman, memiliki pengetahuan dan kebaikan guna memberi pelayanan
bagi program-program negara. Dan sebagai harapan, bahwa calon-calon termasuk
dari kalangan baik dan menginginkan perbaikan, serta bekerja pada apa yang menjadi
sebab istiqamah (dalam agama), memilih apa yang sesuai dengan negara, orang-orang
yang shalih dan memperbaiki, dan mereka yang hanya mengharapkan (pahala) dari
Allah dan negeri akhirat. Memberi nasehat bagi pemimpin dan rakyat. Dan apa yang
disumbangkan oleh orang yang memiliki pengetahuan, pengalaman, istiqamah (pada
agama) berupa partisipasi memilih siapa yang memiliki kebaikan dan pengetahuan,
maka yang demikian adalah merupakan kebaikan di dunia dan akhirat. Wallahu a'lam.
Pembaca budiman, sebenarnya masih banyak fatwa-fatwa dari para Ulama Kibar
umat ini. Alhamdulillahkami telah kumpulkan ada sekitar 36 ulama yang mengeluarkan
fatwa sejenis. Semoga menjadi penerang bagi kelompok "salafy" utamanya Sofyan
Khalid, agar tidak tergesa menjatuhkan vonis sesat hanya lantaran menyelisihi pendapat
ulama panutan mereka dalam hal kebolehan ikut Pemilu. Sebab vonis tersebut akan
berindikasi pula pada Ulama Kibar mu'tabar yang mengeluarkan fatwa kebolehannya.
Sebagai tambahan, kami pun telah mengumpulkan fatwa-fatwa ulama panutankelompok "salafy" yang menyelisihi hal ini. Dan memang Wallahu A'lam- yang
menelurkan pendapat seperti ini kebanyakan berasal dari kelompok ulama panutan
"salafy". Alasannya pun klasik sekali. Tidak dibangun atas persoalan waqi'umat (realita
umat) dan petimbangan mashlahat dan mafsadat, sebagaimana dikemukan oleh Kibarul
Ulama di atas. Yang penting jika menurut asumsi mereka, -hingga pada tataran
Pemilihan Umum- bertentangan dengan kebijakan pemerintah yang sedang berkuasa,
maka dikatakan sebagai hal terlarang. Dan bukan memandang dan mengutamakan
kondisi dan mashlahat umat. Dan kalau tokhharus memilih, menurut Ust. Abdul Qadir,
maka pilih-lah calon yang masih berkuasa saat itu, sebagai bentuk ketaatan pada
pemerintah!?, dan bukan calon yang dipandang baik agamanya, lebih dekat pada Islam
atau minimal mudharatnya bagi umat lebih kecil. Padahal tidak demikian yang dipahami
oleh pemerintahan sistem demokrasi. Wallahul musta'an.
Sofyan Khalid berkata :
Hal ini terbukti pada pemilu 2004 di TPS dekat kampus STIBA, bahwa PKS mendapat
suara yang cukup signifikan, sehingga membuat masyarakat sekitar terheran-heran
8/14/2019 Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem - Bagian VI
14/20
karena di daerah tersebut hampir tidak ada bendera PKS, karena yang mencoblos
adalah para santri STIBA.
Tanggapan:
Sebelum menanggapi penyataan Sofyan Khalid ini, ada beberapa catatan yangmasih terkait dengan ungkapan Sofyan sebelumnya, yang akan kami kemukakan,
diantaranya:
1. Pernyataan tersebut merupakan sekian dari bukti ketergesaan kelompok "salafy"
menarik kesimpulan hukum atas orang lain. Parahnya, kesimpulan hukum tersebut
hanya diambil berdasarkan fatwa ulama panutan mereka yang hendak dipaksakan
pada orang lain, tanpa mau melirik landasan dan alasan bagi perbuatan orang lain.
Pokoknya, jika menyelisihi mereka, maka langsung dicap sesat atau ahli bid'ah.
Termasuk diantaranya masalah klasik ini, yang selalu dijadikan senjata menjatuhkan
kelompok lain, yakni Pemilu. Begitu mudahnya kelompok "salafy" menjatuhkan vonis
hukum atas seseorang atau jama'ah tertentu sebagai Ahlu Bid'ah, atau
mengeluarkan mereka dari barisan Ahlu Sunnah hanya lantaran masalah Pemilu.
2. Pada pernyataan ini, Sofyan berusaha menggiring opini pembaca, bahwa mereka
yang ikut Pemilu termasuk kami, sebagai golongan yang menghalalkan Demokrasi
hasil produk kaum kuffar. Sementara di sisi lain justru mereka begitu getol
mendukung hasil dari Pemilu tersebut. Dan yang paling kami khawatirkan jika
tuduhan ini berindikasi terhadap para ulama Kibar yang berfatwa akan kebolehan
Pemilu.
3.Kalimat hiperbola Sofyan yang merupakan ciri unik kelompok "salafy" begitu tercium,"Terjun dalam Politik Demokrasi", seakan ia hendak menipu pembaca, bahwa
Wahdah Islamiyah terjun dalam arti masuk, ikut bertaruh dan lain sebagainya.
Karena kalimat yang disuguhkan Sofyan di atas, adalah kalimat yang santer nongol
di surat-surat kabar yang memberi makna tersebut. Padahal, yang benar adalah
menganjurkan [bukan mewajibkan] ikut serta memberi dukungan suara pada calon
muslim yang dekat dengan perjuangan mashlahat bagi umat. Taruh-lah, jika
memang demikian adanya, maka kami-pun tidak ragu mengatakan bahwa kelompok
"salafy" juga Terjun Dalam Politik Demokrasi, sebab mereka adalah kelompok yang
berada pada garda terdepan memberi dukungan dan mengawal hasil demokrasi,
serta menjadi kanvas bagi siapa yang mencoba menggoyang hasil demokrasi
tersebut.
Berkaitan dengan pernyataan di atas, bahwa PKS mendapat suara signifikan di TPS
dekat kampus STIBA, maka kami akan suguhkan satu ayat dalam al-Qur'an yang
banyak tidak dipahami hikmahnya oleh banyak orang, kecuali yang dirahmati oleh Allah
Ta'ala. Ayat tersebut adalah firman Allah Ta'ala dalam surah al-Ruum ayat 1 5: "alif
lam mim, telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan mereka
http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/8/14/2019 Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem - Bagian VI
15/20
sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah
urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa
Romawi) itu bergembiralah orangorang yang beriman, karena pertolongan Allah. Dia
menolong siapa yang dikehendaki, dan Dialah yang perkasa lagi Maha Penyayang".
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, ia berkata:(Bangsa Romawi) dikalahkan dan mengalahkan. Lalu ia melanjutkan: "Kaum musyrikin
Quraisy sangat mengharapkan kemenangan bagi bangsa Persia, karena mereka adalah
penyembah berhala. Sedangkan kaum muslimin mengiginkan kemenangan bagi bangsa
Romawi karena mereka adalah ahlul kitab. Bahkan Abu bakar as-Shiddiq radhiallahu
anhusiap bertaruh akan (kepastian) kemenangan bagi pasukan Romawi atas Persia.
Perhatikan hikmah dari ayat dan tafsirnya ini. Persia terkenal sebagai agama musyrik
yang menyembah api, sedang bangsa Romawi adalah ahlul kitab. Betapa kaum
muslimin bersedih hati menyaksikan kekalahan bangsa Romawi, lalu bergembira hati
kala Romawi menaklukkan Persia, padahal Romawi adalah bangsa kufur (kristen). Dan
tak satu pun dari kalangan umat Islam menyatakan bahwa kegembiraan kaum muslimin
tersebut adalah pembenaran bagi agama bangsa Romawi dan hukum negara mereka
yang di bangun atas asas kristen tersebut. Akan tetapi , pertimbangan di sini adalah
lantaran bangsa Romawi lebih dekat pada Islam sebab keduanya merupakan agama
samawi. Adapun bangsa Persia lebih dekat dengan kaum kuffar Quraisy, olehnya kaum
muslimin berharap bangsa Romawi memenangkan pertempuran tersebut. Tentu saja
ayat yang mulia ini bukan hanya sekedar mendikte sebuah sejarah, namun juga
membangun sebuah manhaj tentang al wala' wal bara'. Dan kenyataannya, bahwa PKS
(baca: Ikhwnul Muslimin) adalah partai Islam yang paling dekat dengan Ahlus Sunnah,
dan paling jelas mashlahatnya bagi umat. Dimana tidak dipungkiri, mereka memiliki
saham besar dalam memperjuangkan norma-norma Islam dari rongrongan sekulerismedan liberalisme, ketimbang partai-partai sekuler lainnya. Anehnya, Sofyan justru heran
(baca: tidak setuju) jika PKS yang meraih suara terbanyak tersebut. Bukannya malah
bersyukur, sebab partai yang lebih dekat dengan Ahlu Sunnah tersebut yang menang.
Semantara, di tempat-tempat lain dimana partai-partai sekuler bahkan kafir mendulang
suara mayoritas tidak dipermasalahkan olehnya. Aina al-wala' wa al-bara', dimanakan
al-wala dan al-bara' itu??. Perhatikan kegembiraan kaum muslimin terhadap
kemenangan bangsa Romawi di atas. Padahal, bangsa Romawi adalah bangsa kafir,
namun karena mereka lebih dekat dengan Islam maka kaum muslimin senang dan
gembira atas kemenangan mereka. Kalau terhadap golongan kafir saja (dimana mereka
lebih dekat dengan Islam, mashlahat bagi kaum muslimin lebih besar, serta mudharat
lebih kecil) kaum muslimin boleh bergembira, maka bagaimana dengan kelompok yang
telah jelas sebagai seorang Muslim Ahlu Sunnah, yang nampak memperjuangkan
kehormatan dan harga diri Islam dan kaum muslimin??
Sofyan Khalid berkata:
8/14/2019 Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem - Bagian VI
16/20
Diantara bentuk terjunnya mereka dalam politik demokrasi, ada seorang dai Wahdah
Islamiyahmenjadi caleg PBB pada Pemilu 2009. Sebagian diantara mereka ada yang
menjadi tim sukses dalam sebuah pemilu.
Tanggapan:
Alhamdulillah, sikap kami terhadap Pemilu telah jelas, sebagaimana telah kami
paparkan di atas. Akan tetapi, mura'atterhadap mashlahat dakwah, khususnya Dakwah
Ahlus Sunnah, secara kelembagaan Wahdah Islamiyah tidak menetapkan sebuah
keharusan masuk secara langsung bertarung dalam Pemilihan Umum. Akan tetapi jika
ada kader atau da'i (sebagaimana perkataan Sofyan) yang ingin terjun dalam hal ini,
maka sikapWahdah Islamiyah-pun jelas, yakni menon-aktifkan kader tersebut, dan tidak
boleh sama sekali mengusung nama dakwah Wahdah Islamiyah, dalam artian bahwa
terjun-nya ia ke dalam politik praktis atas anjuran dan sokonganWahdah Islamiyah. Dan
hal ini (yakni, penon-aktifan) setelah menempuh fase-fase tertentu, diantaranya nasehat
bagi kader tersebut, serta mengingatkan akan dhawabityang harus dipenuhi bagi setiap
yang ikut terlibat dalam pertarungan di Pemilu. Dan kalau Sofyan Khalid mengatakan
hanya seorang, maka kami katakan bahkan lebih dari seorang, namun bukan di sini
tempat untuk menyebutkan satu persatu dar kader-kader tersebut.
Sofyan Khalid berkata:
Adapun bermajelis dengan para ahli bidah dalam seminar dan lainnya, maka perkara ini
telah masyhur bagi semua orang. Ini semua merupakan bukti lemahnya manhaj wala
dan baro mereka.
Tanggapan:
1. Sekali lagi, bagi kami definisi Ahli Bid'ah versi kelompok "salafy" masih
bermasalah dan rancu. Dan kami tidak tahu Ahli Bid'ah mana yang Sofyan
Khalid maksudkan.
2. Kalau yang ia maksudkan adalah Syi'ah, sebagaimana terjadi belum lama ini
antara Ust. Rahman Abdur Rahman, Lc, MA dan Jaluluddin Rahmat, atau antara
Ustadaz Ikhwan Abdul Jalil, Lc versus Qasim Mathar, maka semua ini al-
hamdulillahdalam rangka membela akidah dan lahir dari rasa cemburu terhadap
kemurnian agama. Intinya, majelis tersebut bertujuan membantah dan
menjelaskan penyimpangan dan kesesatan mereka, bukan bermesra-mesraanapalagi bekerja sama dalam kebatilan. Dan ini kami yakini sebagai bentuk jihad
bil lisanyang sangat ditekankan. Lihatlah Nabi Musa alaihis salamdatang dan
mendebat Fir'aun, Nabi Ibrahim alaihis salam mendebat kaum dan Rajanya
yang terus bergelimang dalam kungkungan syirik, shahabat Ibnu Abbas
radhiallahu anhumadatang mendebat kelompok khawarij hingga setengah dari
mereka kembali pada jalan kebenaran, juga Imam Ahmad bin Hambal duduk
http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/8/14/2019 Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem - Bagian VI
17/20
dan mendebat Ibnu Abi ad-Du'ad, dan masih banyak lagi. Adapun kelompok
"salafy", lantaran kerdilnya pemahaman terhadap masalah hajr terhadap Ahli
Bid'ah dan penerapan kaidah hajr -dimana tidak boleh berbicara, duduk,
mengucapkan salam dan lain sebagainya- kepada mereka yang terkesan
serampangan dan asal tampil beda, menjadikan dakwah mereka ibarat katak
dalam tempurung, yang buta akan waqi'dan kebutuhan mendesak bagi umat.Pintarnya hanya mengkritik, menyalahkan dan mencemooh saudara-saudaranya
yang berusaha berjuang mematahkan hujjah dan dalih Ahli Bid'ah, lalu dikata-
katai sebagai muslim yang lemahnya manhaj al-wala wa al-baro'-nya. Tidak ada
rasa hormat atau ucapan terima kasih, alih-alih memberi bantuan minimal doa
agar tetap diberi at-tsabatoleh Allah Ta'ala. Wallahul musta'an..
3. Namun jika yang dimaksud oleh Sofyan Khalid Ikhwanul Muslimin yang telah
mereka tuding sebagai Ahli Bid'ah, maka hal itu dalam rangka membantah
agama Syi'ah yang telah jelas sebagai Ahli Bid'ah dan sesat. Dan dalam kondisi
ini, tidak mengapa duduk bersama mereka (itu-pun kalau anggapan mereka
benar terhadap Ikhwanul Muslimin) yang lebih dekat dengan Ahli Sunnah untuk
membantah Ahlu Bid'ah besar yang telah nyata berbahaya bagi umat ini. Sebab,
bid'ah dan Ahli bid'ah dalam tataran syari'at tidak berada dalam satu derajat,
namun tingkatannya berbeda-beda. Dan agar kelompok "salafy" tidak salah
persepsi, bahwa dalam kondisi ini, yakni duduk bersama mereka untuk
membantah Ahli Bid'ah besar semisal Syi'ah, tidak bermakna meridhoi
kekeliruan yang barangkali mereka lakukan. Karenanya Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah berkata: "Jika terhalang penegakkan kewajiban-
kewajiban berupa ilmu, jihad dan selainnya melainkan dengan bantuan
seseorang yang pada dirinya ada bid'ah, dimana mudharatnya tidak
sampai seperti mudharat meninggalkan kewajiban-kewajiban tersebut, danpencapaian mashlahat itu wajib bersama dengan kerusakan yang marjuh
(tidak dianggap), maka itu lebih baik dari pada sebaliknya. Olehnya
pembahasan masalah ini terdapat perincian padanya". Wallalhu Ta'ala
A'lam.
. al-Fashlu fi al-Milal wa Ahwa' wa al-Nihal, IV/131.
.Ibid.
. HR. Abu Daud no. 4609 dan at-Tirmidzi no. 2676.
. I'laam al-Muwaqqien, I/10.
. Lihat: Qawaid al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, I/99.
. Lihat: Qawaid al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, I/170.
. Lihat: Fathul Bari, VII/233.
8/14/2019 Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem - Bagian VI
18/20
. HR. Al-Bukhari, no. 2297.
. Lihat: Fatwa Lajnah ad-Daimah, XII/384.
. Kelompok "salafy" berusaha semaksimal mungkin mentakwil fatwa Syaikh al-Albani
tersebut, namun ala kulli hal, yang menjadi penegas bagi sikap beliau tersebut adalah apayang dikatakan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi'y saat beliau melakukan klarifikasi
kepada Syaikh al-Albani. Syaikh Muqbil bertanya: "Mengapa anda membolehkan
Pemilihan Umum?". Syaikh al-Albani menjawab: "Saya tidak membolehkan, namun hanya
memandang (mengambil) yang paling ringan mudharatnya". (Lihat:
http://www.elkhabar.com/quotidien/lire.php?idc=30&ida=87671&key=1&cahed=1).
Perhatikan pembaca budiman, Syaikh al-Albani menggunakan kaidah yang makruf ini
saat mengizinkan ikut serta Pemilihan Umum di Aljazair.
. Fatwa ini adalah bagian dari faksimili yang dikirimkan oleh Syekh Muhammad
Nashiruddin Al Albany rahimahullah kepada Partai FIS Aljazair, tertanggal 19 JumadilAkhirah 1412 H. Dimuat di majalahAl Ashalah edisi 4 hal 15-22.
. Fatwa ini dimuat dalam majalah Al Ishlah edisi 242-27 Dzulhijjah 1413 H/23 Juni 1993 M.
Adapun terjemahan ini dinukil dari buku Ash-Shulhu Khairterbitan Jama'ah Anshar As
Sunnah Al Muhammadiyah di Sudan.
. Fatwa ini dimuat dalam majalah Al Furqan edisi 42-Rabi' Ats Tsani 1414 H/Oktober 1993
M. Adapun terjemahan ini diambil dari bukuAsh Shulhu Khairterbitan Jama'ah Anshar As
Sunnah Al Muhammadiyah di Sudan.
. (http://www.elkhabar.com/quotidien/lire.php?idc=30&ida=87671&key=1&cahed=1
. Fatwa ini berasal dari sebuah kaset yang direkam dari Syaikh, lalu dimuat dalam buku
Ash-Shulhu Khairterbitan Jama'ah Anshar As Sunnah Al Muhammadiyah di Sudan.
.http://www.shawati.com/vb/showthread.php?t=12080
. Lihat selengkapnya dalam artikel tulisan Ust. Abd. Qadir "Terlarangkah memakai
Nisbah as-Salafiy atau al-Atsariy ?, dan bantahan kami, "Siapa Bilang Nisbat pada
as-Salafiy dan al-Atsariy terlarang?". Pembaca budiman, penyataan ini begitu aneh.
Tatkala para Ulama Kibar menyampaikan udzur dan alasan ikut serta dalam PemilihanUmum kendati hukum yang berlaku adalah hukum selain Syari'at Islam, yakni
memandang mashlahat umat serta upaya memperkecil mudharat bagi mereka, justru yang
menjadi perhatian kelompok "salafiy" adalah "mashlahat" penguasanya. Yang penting
selama ia masih berkuasa, maka pilihan kita kalau tokh harus memilih- adalah
pemimpin yang masih berkuasa, bagaimana pun kondisi agama dan akhlak penguasa
tersebut, dalihnya adalah ini merupakan bentuk ketaatan pada penguasa. Artinya,
dapat dipahami, menurut logika kelompok "salafy", bahwa Pemilihan Umum itu
http://www.elkhabar.com/quotidien/lire.php?idc=30&ida=87671&key=1&cahed=1http://www.elkhabar.com/quotidien/lire.php?idc=30&ida=87671&key=1&cahed=1http://www.elkhabar.com/quotidien/lire.php?idc=30&ida=87671&key=1&cahed=1http://www.elkhabar.com/quotidien/lire.php?idc=30&ida=87671&key=1&cahed=1http://www.elkhabar.com/quotidien/lire.php?idc=30&ida=87671&key=1&cahed=1http://www.shawati.com/vb/showthread.php?t=12080http://www.shawati.com/vb/showthread.php?t=12080http://www.shawati.com/vb/showthread.php?t=12080http://www.alinshof.com/2010/01/siapa-bilang-nisbah-pada-as-salafiy-dan.htmlhttp://www.alinshof.com/2010/01/siapa-bilang-nisbah-pada-as-salafiy-dan.htmlhttp://www.alinshof.com/2010/01/siapa-bilang-nisbah-pada-as-salafiy-dan.htmlhttp://www.alinshof.com/2010/01/siapa-bilang-nisbah-pada-as-salafiy-dan.htmlhttp://www.alinshof.com/2010/01/siapa-bilang-nisbah-pada-as-salafiy-dan.htmlhttp://www.alinshof.com/2010/01/siapa-bilang-nisbah-pada-as-salafiy-dan.htmlhttp://www.alinshof.com/2010/01/siapa-bilang-nisbah-pada-as-salafiy-dan.htmlhttp://www.shawati.com/vb/showthread.php?t=12080http://www.elkhabar.com/quotidien/lire.php?idc=30&ida=87671&key=1&cahed=1http://www.elkhabar.com/quotidien/lire.php?idc=30&ida=87671&key=1&cahed=18/14/2019 Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem - Bagian VI
19/20
menyelisihi konsep ketaatan pada pemerintah !!, padahal tidak ada satu pun baik dari
kalangan ulama dan politikus yang beranggapan demikian. Justru, kalau mau
menggunakan logika ini, ikut Pemilihan Umum justru yang merupakan bentuk ketaatan
pada Pemerintah muslim. Sebab yang mengeluarkan aturan dan perintah ikut dalam
Pemilu adalah pemerintah. Bahkan jauh sebelum hari pemilihan, setiap hari di seluruh
stasiun televisi disebarkan sosialisasi pemerintah berupa anjuran ikut Pemilu. Dan yangtak kalah aneh lagi, bersamaan dengan fatwa haramnya ikut Pemilu yang dikeluarkan
kelompok "salafy", justru mereka-lah yang kemudian berada pada garda terdepan
mengawal dan membela hasil demokrasi tersebut. Menyerang dan menuduh khawarij
pemberontak bagi mereka yang "macam-macam" pada hasil demokrasi itu. Sekali lagi,
sebagai bentuk ketaatan pada pemirintah, bagaimana pun kondisinya. Padahal sekali lagi
kami tegaskan, bahwa ikut dalam Pemilu-lah yang merupakan bentuk ketaatan pada
pemerintah demi merealisasikan mashlahat bagi penguasa dan umat ini. Wallahi ayyuhal
Ikhwah, kami bingung sekali, atas landasan berpikir apa manhaj ini di bangun??!!.
. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, surat ar-Rum.
. Sebenarnya kalau mau jujur, ada sesuatu yang amat sangat samar antara kelompok
"salafy" dengan gerakan Ikhwanul Muslimin. Kadang kami juga heran dan bertanya-
tanya, mengapa kelompok "salafy" ini begitu getol "memerangi", menyerang dan
memojokkan kelompok Ikhwanul Muslimin dan tokoh-tokohnya, namun tidak pada
kelompok-kelompok lain yang barangkali jauh lebih "sesat" menurut istilah kelompok
"salafy" daripada mereka. Bukan hanya bagi mereka yang jelas menyatakan diri sebagai
bagian dari Ikhwanul Muslimin, bahkan yang punya kaitan atau yang dikait-kaitkan
dengan mereka, bakal ikut tertuding, contohnya Ihya' at-Turotsy dan juga gerakan
dakwah Wahdah Islamiyah, yang menjadi korban "kait-kaitan" kelompok "salafy".Perkara ini sampai pada kenyataan, seolah inti dakwah kelompok "salafy" tersebut
adalah, muharabatul ikhwanil Muslimin dan muharabarul Muwazanah (Perang terhadapIkhwanul Muslimin dan Manhaj Muwazanah), kalau pembaca sekalian ingin bukti,
silahkan jelajahi seluruh situs-situs kelompok "salafy" baik yang ada di dalam maupun
luar negeri, dengarkan pula ceramah-cerama para ulama panutan kelompok ini serta
ustadz-ustadz lokal mereka, sungguh sangat sarat dengan serangan dan cercaan pada
Ikhwanul Muslimin dan siapa saja yang tertuding memiliki hubungan dengan mereka.
Hingga pada tataran mentahdzirsegala hal-hal punya kaitan dengan Ikhwanul Muslimin.
Karenanya Syaikh Abu Hasan al-Ma'ribiy (seorang ulama yang pernah sangat dekat
dengan Syaikh Rabi' al-Madkhali hafidzahullah, dalam kitabnya ad-Difa' 'an Ahli al-
Ittiba', berseru lantang, apakah jika kelompok Ikhwanul Muslimin menegakkan shalatlantas kita harus meninggalkan shalat, agar dapat menyelisishi mereka? Sebab
diketahui, bahwa Ikhwanul Muslimin menegakkan shalat lima kali sehari semalam.
Demikian pula, fitnah terhadap kelompok Ikhwanul Muslimin baru santer sekitar
awal-awal tahun 90-an, dan sebelumnya tidak pernah ada permasalahan. Apakah selama
kurun waktu, sejak lahirnya Ikhwanul Muslimin hingga sebelum tahun 90-an, para ulama
Ahlu Sunnah tertidur dan tidak menangkap kesesatan Ikhwanul Muslimin sebagaimana
yang berhasil dibongkar oleh kelompok "salafy" saat ini? Padahal, sebagaimana yang
telah kami singgung dalam tulisan kami,Fenomena "Salafy" dan Manhaj Mengkritik
http://wahdah.or.id/http://wahdah.or.id/http://www.alinshof.com/2009/12/fenomena-salafy-dan-manhaj-kritik.htmlhttp://www.alinshof.com/2009/12/fenomena-salafy-dan-manhaj-kritik.htmlhttp://www.alinshof.com/2009/12/fenomena-salafy-dan-manhaj-kritik.htmlhttp://www.alinshof.com/2009/12/fenomena-salafy-dan-manhaj-kritik.htmlhttp://wahdah.or.id/8/14/2019 Wahdah Islamiyah - Bantahan Kepada Salafy Ekstrem - Bagian VI
20/20
Terhadap Orang Lain, bahwa Syaikh al-Allamah Rabi' bin Hadi al-Madkhaly, juga
pernah menjadi anggota aktif bahkan menjadi tokoh (baca: Syaikh) dalam barisan
Ikhwanul Muslimin selama 13 tahun, apakah rentan waktu yang begitu lama, beliau buta
dari berbagai penyimpangan yang begitu besar hingga layak dieliminasi dari barisan Ahlu
Sunnah, dan baru beliau singkap akhir-akhir ini??
Wallahi akhi karim, kami tidak ada hubungan apa-apa dengan gerakan Ikhwanul
Muslimin. Hanyasaja, ini merupakan bagian dari pembelaan kami terhadap saudara-
saudara muslim (ulama dan du'at) yang terzalimi. Dan membela seorang muslim yang
terzalimi kendati ia seorang Ahli Bid'ah, merupakan perkara yang dianjurkan oleh
Syari'at. Lihatlah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah kala membela harga diri al-Hallaj dan
menafikan perkataan-perkataan batil yang dinisbatkan padanya. Dan semua kita tentu
mengenal siapa al-Hallaj tersebut. Beliau rahimahullah berkata: "Perkataan ini
wallahu a'lam- apakah ia shahih dari al-Hallaj atau tidak? sungguh dalam sanad
(tersebut) ada orang orang (rawi) yang tidak diketahui keadaannya. Aku telah
menyaksikan banyak sekali yang dinisbatkan pada al-Hallaj, baik dalam buku-
buku, perkataan serta risalah, merupakan kedustaan atasnya, tidak ada keraguanpadanya". (Lihat: al-Istiqamah, I/119). Maka apakah lantaran pembelaan Syaikhul
Islam terhadap al-Hallaj merupakan pembenaran terhadap akidah (wihdatul wujud)nya??
Dan apakah lantaran pembelaan beliau ini lantas kita menuding Syaikhul Islam sebagai
Ahli Bid'ah lantaran membela seorang Ahli Bid'ah?! Perhatikan pula pengingkaran al-
Hafidz adz-Dzahabi rahimahullah terhadap Yahya bin 'Ammar al-Sijistaniy: "Sungguh
ia terlampau keras terhadap Ahli Bid'ah dan Jahmiyah, hingga menyebabkan
beliau melampaui jalan (manhaj) salaf, padahal Allah Ta'ala menjadikan segala
sesuatu menurut ukurannya. Namun diakui beliau memiliki kemuliaan yang
mengagungkan di Harat, pengikut serta para pendukung". (Lihat: Siyar al-A'lam an-
Nubala', XII/481). Maka apakah pengingkaran al-Hafidz ad-Dzahabi terhadap Yahya bin
Ammar al-Sijistaniy, lantaran terlalu keras terhadap ahli bid'ah dan Murji'ah sebagai
pembenaran terhadap keduanya?? Atau kita pun menuding adz-Dzahabi sebagai Ahli
Bid'ah lantaran membela Ahli Bid'ah?! Fa'tabiru Ya Ulil Abshaar!
. Silahkan lihat penjelasan akan hal ini dalam Silsilah Pembelaan Para Ulama dan
Du'at, bag. II.
. Lihat: Majmu' al-Fatawa, XXVIII/212.
http://www.alinshof.com/2009/12/silsilah-pembelaan-para-ulama-dan-duat_18.htmlhttp://www.alinshof.com/2009/12/silsilah-pembelaan-para-ulama-dan-duat_18.htmlhttp://www.alinshof.com/2009/12/silsilah-pembelaan-para-ulama-dan-duat_18.htmlhttp://www.alinshof.com/2009/12/silsilah-pembelaan-para-ulama-dan-duat_18.htmlhttp://www.alinshof.com/2009/12/silsilah-pembelaan-para-ulama-dan-duat_18.htmlhttp://www.alinshof.com/2009/12/silsilah-pembelaan-para-ulama-dan-duat_18.html