Post on 26-Oct-2015
description
LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN
OPTIMALISASI SINERGI POLISIONAL LALU LINTAS
GUNA AKSELERASI PELAYANAN PRIMA
DALAM RANGKA MEWUJUDKAN STABILITAS KAMTIBMAS
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Perkembangan masyarakat modern telah berimplikasi pada
perkembangan lalu lintas jalan yang senantiasa membutuhkan ruang sebagai
sarana mobilitas bagi masyarakatnya. Hal tersebut disebabkan karena lalu lintas
memang memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat. Begitu pentingnya
arti lalu lintas bagi masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa lalu lintas adalah
urat nadi kehidupan masyarakat (Chryshnanda, 2009 : 125). Sebagai urat nadi,
maka keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas
(kamseltibcarlantas) sangat diperlukan oleh masyarakat dalam rangka untuk
memenuhi produktifitasnya. Artinya, produktifitas masyarakat yang berguna
untuk meningkatkan kualitas hidup mereka dapat dihasilkan dari berbagai
aktifitas yang penyelenggaraan/mobilitasnya didukung oleh lalu lintas (Suparlan,
2004). Selain itu dikatakan pula bahwa lalu lintas juga merupakan cermin budaya
masyarakatnya, bahkan secara nasional dapat dikatakan bahwa lalu lintas
adalah cermin budaya bangsa.
Perkembangan lalu lintas dan angkutan jalan semakin memiliki
permasalahan yang kompleks, terutama pada lalu lintas perkotaan. Semakin
tinggi kualitas hidup masyarakat di suatu perkotaan, akan membuat semakin
kompleks permasalahan lalu lintas yang ada di perkotaan tersebut (Suparlan,
2004:45). Berbagai permasalahan lalu lintas yang sering muncul di wilayah
perkotaan adalah masalah kecelakaan lalu lintas dan kemacetan lalu lintas.
Para pakar lalu lintas menyatakan, bahwa ciri umum lalu lintas perkotaan adalah
tingginya kemacetan, tingginya kecelakaan dan rendahnya fasilitas akibat
kecelakaan lalu lintas yang terjadi (Harsono, 1996).
Untuk mengantisipasi dampak yang semakin kompleks dari permasalahan
lalu lintas dan angkutan jalan tersebut, maka Polri sebagai salah satu institusi
pemerintah yang bertanggung jawab untuk mewujudkan keamanan,
keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas, memiliki tugas pembinaan
dalam bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Seperti yang disebutkan dalam
Pasal 5 ayat 3 (e) UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, bahwa Polri dalam bidang lalu lintas dan angkutan jalan memiliki tugas
pembinaan untuk menangani urusan pemerintahan di bidang registrasi dan
identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penegakan hukum, operasional
manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta pendidikan berlalu lintas.
Selain tugas pembinaan dalam bidang lalu lintas dan angkutan jalan seperti
diuraikan di atas, Polri juga bertanggung jawab atas terselenggaranya kegiatan
dalam mewujudkan dan memelihara Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(Pasal 200 ayat (1) UU No 22 Tahun 2009). Dijelaskan lebih lanjut, bahwa
penyelenggaraan kegiatan dalam mewujudkan dan memelihara Keamanan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan melalui kerja sama antara
pembina Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan masyarakat (Pasal 200 ayat
(2) UU No 22 Tahun 2009). Kerja sama antara pembina lalu lintas dan angkutan
jalan dan masyarakat ini selanjutnya menjadi issue penting dalam
menyukseskan program-program keamanan dan keselamatan jalan, karena
bagaimanapun juga bahwa Polri (Polantas) sebagai salah satu pembina lalu
lintas dan angkutan jalan tidak dapat bekerja sendiri, namun harus tetap
mengutamakan kerja sama dan koordinasi. Kerja sama yang dilakukan Polri
(Polantas) dilaksanakan sebagai perwujudan sinergi polisional. Sinergi polisional
merupakan kebersamaan antar unsur dan komponen negara dan masyarakat
2
dalam mengambil langkah mengatasi potensi gangguan (TOR Rapim Polri tahun
2013 : 13-15).
Sinergi polisional terdapat dalam rumusan Visi Polri tahun 2010 - 2014
yang merupakan penjabaran dari Visi Pembangunan Nasional Jangka Panjang
dan Visi Indonesia 2014, yang dirumuskan sebagai berikut: "Terwujudnya
Pelayanan Kamtibmas Prima, Tegaknya Hukum dan Kamdagri Mantap serta
Terjalinnya Sinergi Polisional yang Proaktif". Dari rumusan visi tersebut substansi
yang diutamakan adalah pada pelayanan masyarakat sebagai implementasi dari
quick wins yang telah ditetapkan pada strategi tingkat nasional, namun tidak
terlepas dari tugas pokok Polri lainnya yaitu tegaknya hukum dalam negeri dan
sinergi polisional yang keseluruhan merupakan satu kesatuan dalam
menentukan arah kinerja Polri selama lima tahun ke depan (TOR Rapim Polri
tahun 2013, hal 14).
Selaras dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025, Polri telah
menjabarkannya ke dalam bingkai besar Grand Strategy Polri Tahun 2005-
2025. Grand Strategy Polri tersebut telah ditetapkan pelaksanaannya dengan
mencakup 3 (tiga) tahapan waktu, yaitu tahap I tahun 2005-2009 membangun
kepercayaan / trust building, tahap II tahun 2010-2014 membangun kemitraan /
partnership building, dan tahap III tahun 2015-2025 menuju organisasi
unggulan/strive for excellence (Pedoman Penjabaran Revitalisasi Polri, 2010:8).
Sebagai tindak lanjut dari Grand Strategy Polri ini kemudian dicanangkanlah
Reformasi Birokrasi Polri. Reformasi Birokrasi Polri yang dilaksanakan secara
bertahap dan terencana sejak bulan Desember 2008 lalu hingga saat ini masih
terus berjalan. Hal ini merupakan wujud keseriusan Polri untuk melakukan
perubahan sebagai upaya peningkatan kualitas kinerja dalam menjalankan tugas
pokok Polri. Esensi reformasi birokrasi adalah bagaimana menerapkan prinsip-
prinsip transparansi dan akuntabilitas yang merupakan bagian dari good
governance (Pedoman Penjabaran Revitalisasi Polri Menuju Pelayanan Prima
guna Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat, 2010 : 9). Agenda Reformasi
Birokrasi Polri yang dilaksanakan adalah berdasarkan penjabaran dari Peraturan
3
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20
Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014.
Dalam Peraturan tersebut dijelaskan, bahwa untuk tingkat kementerian dan
lembaga pemerintahan, pelaksanaan Reformasi Birokrasi untuk Periode 2010 –
2014 berpedoman pada Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, Road
Map Reformasi Birokrasi 2010-2014, dan berbagai kebijakan pelaksanaannya
dengan memperhatikan karakteristik masing-masing instansi yang dilaksanakan
secara konsisten, terintegrasi, dan berkelanjutan (Permen PAN dan Reformasi
Birokrasi Nomor 20 tahun 2010 : 6). Oleh karenanya Polri menindaklanjutinya
dengan program Reformasi Birokrasi Polri gelombang II tahun 2010 – 2014,
yang dijabarkan ke dalam 9 (sembilan) program (Sosialisasi RBP Gelombang II
Tahun 2010-2014).
Dalam bidang lalu lintas, sebagai unggulan dalam program Reformasi
Birokrasi Polri gelombang II adalah pada program ke -4 yaitu Peningkatan
Kualitas Pelayanan Publik. Hal ini disebabkan karena hasil/output dari program
ini akan berdampak langsung kepada masyarakat. Program Peningkatan
Kualitas Pelayanan Publik ini selanjutnya diimplementasikan ke dalam 2 (dua)
bentuk Keberhasilan Segera (quick wins). Kedua quick wins dalam Program ke-4
(Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik) ini adalah pelayanan SIM, STNK,
BPKB dan Aksi Kerjasama Keselamatan Jalan (road safety partnership action).
Aksi Kerjasama Keselamatan Jalan (road safety partnership action) merupakan
implementasi kegiatan kemitraan/kerja sama di bidang lalu lintas.
Kegiatan kemitraan / kerja sama itu terdapat dalam lampiran Keputusan Kapolri
No. : Kep / 53 / 2010 tanggal 29 Januari 2010 tentang Renstra Polri tahun 2010 –
2014. Dalam Lampiran Renstra tersebut disebutkan bahwa masih diperlukan
kelanjutan pelaksanaan kebijakan strategi Polri pada pelaksanaan Renstra Polri
tahun 2010–2014 yang bermuara pada pencapaian strategi kemitraan (Lampiran
Renstra Polri tahun 2010-2014:1). Strategi kemitraan di sini dilaksanakan dalam
kerangka sinergi polisional proaktif, yaitu kebersamaan antar unsur dan
komponen negara dan masyarakat dalam mengambil langkah mendahului
berprosesnya potensi gangguan keamanan dengan menyusun pemecahan
4
masalah sebagai eliminasi terhadap potensi gangguan yang mengendap di
berbagai permasalahan pada bidang pemerintahan dan kehidupan sosial
maupun ekonomi. Sebagai bentuk pengembangan sinergi polisional diwujudkan
dalam sistem kerja sama interdep dan masyarakat, yang dilakukan melalui
prinsip - prinsip layanan (Lampiran Renstra Polri 2010-2014 : 10).
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa Aksi Kerjasama Keselamatan
Jalan (road safety partnership action) merupakan wujud dari sinergi polisional.
Road safety partnership action dilaksanakan dalam rangka mewujudkan
stabilitas kamtibmas. Kamtibmas diartikan sebagai kondisi dinamis masyarakat
sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional
dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya
keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman,
yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan
kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala
bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lain yang dapat
meresahkan masyarakat (Pasal 1 angka 7 UU No. 2 Tahun 2002). Stabilitas
kamtibmas dalam bidang lalu lintas adalah terwujudnya suatu keamanan,
keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas (kamseltibcarlantas).
Kamseltibcarlantas itu sendiri merupakan situasi dan kondisi lalu lintas yang
diharapkan tercapai sehingga masyarakat dapat melaksanakan aktifitasnya
dengan baik dan proses-proses produksi masyarakat pun dapat terlaksana
dengan baik pula. Jadi muara dari kamseltibcarlantas ini adalah untuk
mewujudkan stabilitas kamtibmas.
Road safety partnership action sebagai sinergi polisional bidang lalu lintas
adalah perwujudan program peningkatan kualitas pelayanan publik (program
ke-4 dalam RBP gelombang II). Diharapkan dari program ini adalah terwujudnya
kemampuan lembaga dalam memberikan pelayanan prima. Pelayanan prima
merupakan kepedulian kepada pelanggan dengan memberikan layanan yang
terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan
kepuasannya (Atep, 2004 : 27) yang perlu diakselerasi (dipercepat) demi
keberhasilan reformasi birokrasi Polri. Pelayanan prima ini dikumandangkan oleh
5
Pimpinan Polri pada setiap kesempatan. Seperti yang disampaikan pada uji
kepatutan dan kelayakan Kapolri Jenderal Polisi Drs Timur Pradopo di hadapan
Komisi III DPR RI pada tanggal 14 Oktober 2010 lalu, dalam pokok-pokok
pikirannya tentang Revitalisasi Polri menuju pelayanan prima guna
meningkatkan kepercayaan masyarakat. Salah satu indikator untuk mewujudkan
pelayanan prima dalam arah kebijakan Kapolri tersebut adalah Polri yang
melayani, yaitu memberikan pelayanan kepolisian yang lebih cepat, lebih mudah,
lebih baik dan lebih nyaman bagi masyarakat dengan memenuhi standar mutu
pelayanan dan tingkat kepuasan masyarakat. Secara eksternal diwujudkan oleh
Polri dalam bentuk public service dan secara internal merupakan budaya atasan
melayani bawahan. Dari arah kebijakan Kapolri tersebut diketahui bahwa
pelayanan prima secara eksternal diwujudkan dalam bentuk pelayanan publik
dan menurut penulis untuk mewujudkannya perlu dilakukan suatu peningkatan
atau bahkan perlu dilakukan percepatan (akselerasi) dari pelayanan prima.
Dengan kata lain bahwa akselerasi pelayanan prima dilakukan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan publik. Dalam pembahasan tulisan ini,
pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Polri dapat meningkat kualitasnya
dengan mengedepankan sinergi polisional, yakni melalui sinergitas kemitraan
antar pemangku kepentingan, dengan bersinergi bersama instansi lainnya
dengan mengedepankan prinsip kerja sama dan koordinasi, dimana Polri tidak
dapat bekerja sendiri, melainkan memerlukan dukungan dari semua pihak
dengan membangun dan meningkatkan kerja sama antara Polri dan seluruh
komponen masyarakat.
Menarik untuk dikaji tentang sinergi polisional lalu lintas guna akselerasi
pelayanan prima dalam rangka mewujudkan stabilitas kamtibmas ini, sehingga
membuat Penulis pun tertarik untuk mengangkatnya ke dalam suatu Naskah
Karya Perorangan yang berjudul “Optimalisasi Sinergi Polisional Lalu Lintas
Guna Akselerasi Pelayanan Prima Dalam Rangka Mewujudkan Stabilitas
Kamtibmas”. Tulisan ini didasarkan atas penelitian dan pengalaman penulis
saat berdinas di Polda Riau pada kurun waktu 2010 – 2012.
6
2. Permasalahan
Dari penjelasan tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam
Naskah Karya Perorangan ini adalah Sinergi Polisional lalu lintas guna
akselerasi pelayanan prima belum optimal dilaksanakan, sehingga stabilitas
kamtibmas dalam bentuk keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaraan
lalu lintas (kamseltibcarlantas) belum terwujud.
3. Persoalan
Pokok-pokok persoalan yang dapat diangkat sesuai dengan rumusan
permasalahan, adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana dukungan Sumber Daya Manusia dalam mendukung sinergi
polisional lalu lintas ?
b. Bagaimana dukungan anggaran dalam mendukung sinergi polisional lalu
lintas ?
c. Bagaimana ketersediaan sarana prasarana dalam mendukung sinergi
polisional lalu lintas ?
d. Bagaimana metode yang digunakan dalam mendukung sinergi polisional lalu
lintas ?
4. Ruang Lingkup
Pada penulisan naskah karya perorangan ini, penulis membatasi
pembahasan pada optimalisasi sinergi polisional lalu lintas guna akselerasi
pelayanan prima dalam rangka mewujudkan stabilitas kamtibmas.
Akselerasi palayanan prima ini dilaksanakan melalui peningkatan kualitas
pelayanan publik, sedangkan stabilitas kamtibmas dalam bidang lalu lintas
ditujukan untuk mewujudkan kamseltibcarlantas. Untuk memfokuskan optimalisasi
sinergi polisional lalu lintas maka ruang lingkup pembahasan dibatasi pada 4
(empat) hal, yaitu: kondisi SDM, dukungan anggaran, dukungan sarana
prasarana, dan metode yang digunakan dalam sinergi polisional lalu lintas.
7
5. Maksud dan Tujuan
a. Maksud :
Maksud penulisan naskah karya perorangan ini selain untuk memenuhi
salah satu persyaratan seleksi Dik Sespimmen Polri yang diwajibkan bagi
setiap calon Perwira Siswa Dik Sespimmen Polri Dikreg ke-53 T.A. 2013,
juga untuk memberikan sumbang saran pemikiran kepada Polri, dalam
rangka mewujudkan stabilitas kamtibmas melalui sinergi polisional terutama
dalam bidang lalu lintas.
b. Tujuan :
1) Untuk menganalisis kondisi SDM dalam mendukung sinergi polisional
lalu lalu lintas .
2) Untuk mengetahui dukungan anggaran dalam mendukung sinergi
polisional lalu lintas.
3) Untuk mengidentifikasi sarana prasarana yang dibutuhkan dalam
mendukung sinergi polisional lalu lintas .
4) Untuk meneliti metode yang tepat dalam mendukung sinergi polisional
lalu lintas.
6. Metode Dan Pendekatan
Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan metode deskriptif
analisis, yaitu dengan mengangkat fenomena sinergi polisional dalam bidang lalu
lintas yang dianalisis dengan teori SWOT, teori manajemen, teori manajemen
strategis dan teori kerja sama, sehingga mendapatkan analisis yang komprehensif
untuk merumuskan suatu kesimpulan yang dapat mendukung optimalisasi sinergi
polisional lalu lintas guna akselerasi pelayanan prima publik dalam rangka
mewujudkan stabilitas kamtibmas. Adapun data-data yang didapat antara lain data
primer yang diperoleh dari observasi di lapangan dan berdasarkan pengalaman
penulis serta data sekunder berdasarkan literarur, dokumen, buku maupun
kejadian yang berhubungan dengan sinergi polisional lalu lintas. Sedangkan
pendekatan yang digunakan adalah menggunakan pendekatan perspektif
pelayanan publik.
8
7. Tata Urut Penulisan
Naskah perorangan ini disusun dalam tujuh Bab, dengan sistematika sebagai
berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan permasalahan dan
diidentifikasi dalam persoalan, ruang lingkup, maksud dan tujuan, tata
urut penulisan, serta pengertian-pengertian.
BAB II : KERANGKA TEORITIS
Dalam bab ini dibahas kerangka teoritis yang berisi tentang teori -
teori yang digunakan untuk menganalisis dan melakukan pemecahan
masalah.
BAB III : KONDISI SAAT INI
Bab ini menjelaskan tentang kondisi sinergi polisional di bidang
lalu lintas saat ini.
BAB IV : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Bab ini akan menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi
kondisi sinergi polisional dalam bidang lalu lintas, yang dibuat
berdasarkan analisis SWOT.
BAB V : KONDISI YANG DIHARAPKAN
Dalam bab ini dibahas tentang kondisi sinergi polisional dalam
bidang lalu lintas yang diharapkan.
BAB VI : OPTIMALISASI
Bab ini akan menjelaskan tentang optimalisasi sinergi polisional
lalu lintas yang dimulai dari perumusan visi dan misi, tujuan, sasaran,
formulasi strategi, kebijakan dan action plan.
BAB VII : PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan yang merupakan jawaban dari
permasalahan ini dan rekomendasi yang berisi tentang saran ataupun
rekomendasi yang berguna dan dapat diimplementasikan.
9
8. Pengertian - pengertian
a. Optimalisasi
Optimalisasi menurut Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia
(1994 : 705), adalah merupakan proses, cara, atau perbuatan
mengoptimalkan. Mengoptimalkan berarti menjadikan paling baik, paling
tinggi atau paling menguntungkan. Optimalisasi juga merupakan suatu
proses pencapaian suatu pekerjaan dengan hasil dan keuntungan yang
besar tanpa harus mengurangi mutu dan kualitas dari suatu pekerjaan
(Grahacendikia, 2009). Optimalisasi dalam penulisan ini merupakan
upaya untuk menjadikan sinergi polisional dalam bidang lalu lintas guna
meningkatkan kualitas pelayanan publik yang dilaksanakan dalam rangka
mewujudkan kamseltibcarlantas, agar dapat berjalan secara optimal.
b. Lalu Lintas
Lalu lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas
jalan (Pasal 1 ay (2) UU No. 22 Tahun 2009). Sedangkan menurut kamus
Bahasa Indonesia WJS. Poerwadarminta adalah (Surat Keputusan
Dirlantas Polri No. Pol.: Skep/22/IX/2005 tanggal 22 September 2005
tentang Vademikum Polisi Lalu Lintas) :
1) Berjalan bolak balik, hilir mudik
2) Perihal perjalanan dan sebagainya
3) Perhubungan antara satu tempat ketempat lainnya
Lalu Lintas jalan dalam penulisan ini dimaknai sebagai gerak pindah
manusia dengan atau tanpa alat penggerak dari suatu tempat ke tempat
lain dengan menggunakan jalan sebagai ruang gerak.
c. Sinergi Polisional
Sinergi secara umum diartikan sebagai kombinasi elemen-elemen
dari fungsi-fungsi yang menghasilkan tujuan yang lebih besar/hebat dari
apa yang didapat dalam elemen-elemen fungsi tersebut. Sedangkan
polisional adalah kegiatan yang terkait dengan penggunaan kewenangan
10
dan tanggung jawab kepolisian (Naskah Akademik Sistem Sinergi
Polisional Interdepartemen / Sis Spindep, “Menyongsong Era Networking
dalam rangka Renstra 2010 – 2014”, hal 3). Sinergi polisional ini
dituangkan dalam Keputusan Kapolri Nomor : Kep / 53 / I / 2010 tanggal
29 Januari 2010 tentang Renstra Polri 2010-2014, dimana dalam visinya
disebutkan “Terwujudnya pelayanan kamtibmas prima, tegaknya hukum
dan Kamdagri mantap serta terjalinnya sinergi polisional yang proaktif”.
Dalam lampiran Keputusan Kapolri tersebut dijelaskan, bahwa sinergi
polisional yang proaktif adalah kebersamaan antar unsur dan komponen
Negara dan masyarakat dalam mengambil langkah mendahului
berprosesnya potensi gangguan keamanan dengan menyusun
pemecahan masalah sebagai eliminasi terhadap potensi gangguan yang
mengendap di berbagai permasalahan pada bidang pemerintahan dan
kehidupan sosial maupun ekonomi (lampiran Kep Kapolri Nomor : Kep /
53 / 2010 tanggal 29 Januari 2010 tentang Renstra Polri 2010-2014 :10).
Visi tersebut selanjutnya dijabarkan ke dalam misi-misi, yang salah
satunya (misi ke -8) adalah tentang sinergi polisional, yaitu : “membangun
sistem sinergi Polisional Interdepartemen dan lembaga internasional
maupun komponen masyarakat dalam rangka membangun kemitraan dan
jejaring kerja (partnership building / networking)”. Dari misi tersebut jelas
bahwa sinergi polisional dilaksanakan dalam rangka membangun
kemitraan dan jejaring kerja.
Adapun sinergi polisional dalam penulisan ini adalah kemitraan
dalam bidang lalu lintas yang diwujudkan dalam Aksi Kerja Sama
Keselamatan Jalan yang dilaksanakan oleh Polri bersama-sama dengan
elemen masyarakat lainnya dalam rangka terwujudnya
kamseltibcarlantas.
d. Satuan Lalu Lintas
Satuan Lalu Lintas adalah unsur pelaksana tugas pokok Polres
yang berada di bawah Kapolres, bertugas melaksanakan turjawali lalu
lintas, pendidikan masyarakat lalu lintas, pelayanan registrasi dan
11
identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penyidikan kecelakaan
lalu lintas dan penegakan hukum di bidang lalu lintas (Pasal 59 ayat (1)
dan (2) Peraturan Kapolri Nomor 23 Tahun 2010 tanggal 30 September
2010). Adapun Satuan Lalu Lintas yang dimaksud dalam penulisan ini
adalah Satuan Lalu Lintas Polresta Pekanbaru sebagai pelaksana tugas
pokok Polresta Pekanbaru di bawah Kapolresta Pekanbaru.
e. Partnership Building
Partnership Building merupakan salah satu program tahapan waktu
dalam Grand Strategy Polri yang terbagi dalam 3 tahap, yaitu tahap I
tahun 2005 – 2009 yang difokuskan dalam upaya untuk membangun
kepercayaan masyarakat (trust building), tahap II tahun 2010 – 2014 yang
difokuskan dalam rangka untuk membangun kemitraan (partnership
building), dan tahap III tahun 2015 – 2025 yaitu tahapan menuju
organisasi unggulan (strive for excellence). Bahwa tingkat kepercayaan
masyarkat terhadap Polri menjadi prioritas pertama pada Grand Strategy
Polri tahap I yang harus diwujudkan sebagai pondasi pelaksanaan
Renstra Polri tahun 2010 – 2014, selanjutnya perjalanan pembangunan
Polri saat ini telah memasuki Grand Strategy Polri tahap II tahun 2010 –
2014, dengan sasaran membangun sinergi dengan seluruh komponen
dan masyarakat yang disebut dengan partnership building (Pedoman
Penjabaran Revitalisaasi Polri, 2010:8). Konsep partnership building
dalam penulisan ini dimaknai sebagai prioritas utama pencapaian Grand
Strategy Polri tahap II yang merupakan dasar/landasan dalam
mengimplementasikan kegiatan kemitraan lalu lintas sebagai
implementasi sinergi polisional dalam rangka mewujudkan
kamseltibcarlantas.
f. Akselerasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, akselerasi adalah proses
mempercepat; peningkatan kecepatan; percepatan atau diartikan juga
dengan laju perubahan kecepatan (KBBI, 2001 : 22). Akselerasi pada
12
awalnya dikenal dalam ilmu fisika, sebagai hasil dari sebuah Gerak Lurus
Berubah beraturan (GLBB) yang mengakibatkan perubahan kecepatan /
akselerasi (http://ennaufal.blogspot.com/2012/09/kinematika-ilmu-fisika-
tentang-gerak.htm). Akselerasi terjadi akibat perubahan gaya, dengan
rumus pembagian antara perubahan kecepatan ( v) dibagi dengan
perubahan waktu ( t). Akserasi dalam penulisan ini diartikan sebagai
suatu percepatan, yang dalam tulisan ini adalah percepatan untuk
pelayanan prima.
g. Pelayanan Prima
Pengertian Pelayanan Prima antara lain dikemukakan oleh E.
Juhana Wijaya, yang mengartikan pelayanan prima sebagai pelayanan
yang berorientasi pada pemenuhan tuntutan konsumen mengenai kualitas
suatu produk, baik berupa barang maupun jasa (Wijaya, 2001 : 29).
Pengertian lainya dikemukakan oleh Menurut Atep Adya Barata (Atep,
2004:27).
“Pelayanan prima adalah kepedulian kepada konsumen dengan memberikan layanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan kepuasannya, agar mereka selalu loyal kepada organisasi atau perusahaan.”
Dalam lingkungan Polri, pelayanan prima dilaksanakan dengan
memberikan pelayanan secara cepat, tepat, murah dan tidak
diskrimininasi, dengan standar etika yang tinggi (Renstra Polri 2010-2014,
27).
h. Pelayanan Publik
Menurut UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang
dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan
peraturan perundang undangan bagi setiap warga negara dan penduduk
atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik (Pasal 1 UU no. 25 tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik). Pelayanan publik juga diartikan sebagai segala
13
kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan
publik sebagai upaya memenuhi kebutuhan publik dalam pelaksanaan
peraturan dan perundang-undangan. Profesionalisme dalam pelayanan
publik ini sangat dibutuhkan. Artinya ada akuntabilitas dan responsibilitas
dari pemberi pelayanan sehingga etos kerja dan budaya pelayanan
merupakan cara dan kiat menciptakan pelayanan yang memuaskan
masyarakat. Pelayanan publik merupakan salah satu perwujudan dari
fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi
negara. Sedangkan pelayanan publik yang dimaksud dalam penulisan ini
adalah bentuk dari akselerasi pelayanan prima, yang merupakan
pelayanan yang diberikan oleh Polri selaku salah satu institusi pemerintah
yang bertanggung jawab untuk mewujudkan keamanan, keselamatan,
ketertiban dan kelancaran lalu lintas, memiliki tugas pembinaan dalam
bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Dalam hal pelayanan publik, selain
dalam hal pelayanan dalam bidang registrasi dan identifikasi kendaraan
dan pengemudi, Polri juga bertanggung jawab atas terselenggaranya
kegiatan dalam mewujudkan dan memelihara keamanan, keselamatan,
ketertiban dan kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Pasal 200 ayat
(1) UU No 22 Tahun 2009).
i. Stabilitas kamtibmas
Kamtibmas diartikan sebagai suatu kondisi dinamis masyarakat
sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan
nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh
terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya
ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta
mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal,
mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan
bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat
(Pasal 1 angka 7 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI).
Stabilitas Kamtibmas dalam bidang lalu lintas adalah terwujudnya suatu
keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas
14
(kamseltibcarlantas). Kamseltibcarlantas itu sendiri merupakan situasi dan
kondisi lalu lintas yang diharapkan tercapai sehingga masyarakat dapat
melaksanakan aktifitasnya dengan baik dan proses-proses produksi
masyarakat pun dapat terlaksana dengan baik pula. Jadi muara dari
kamseltibcarlantas ini adalah untuk mewujudkan stabilitas kamtibmas.
j. Kamseltibcarlantas (keamanan, keselamatan, ketertiban, dan
kelancaran lalu lintas)
Dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, diatur pengertian tentang keamanan, keselamatan, ketertiban dan
kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, yaitu :
Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan
terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau Kendaraan dari gangguan
perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas.
Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan
terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas
yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan.
Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan berlalu
lintas yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban
setiap Pengguna Jalan. Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
adalah suatu keadaan berlalu lintas dan penggunaan angkutan yang
bebas dari hambatan dan kemacetan di Jalan.
Kamseltibcarlantas merupakan kalimat majemuk yang
dipergunakan dalam tulisan ini untuk menggambarkan situasi dan kondisi
lalu lintas yang diharapkan dapat tercapai sehingga masyarakat dapat
melaksanakan aktivitasnya dengan baik dan proses-proses produksi
masyarakat pun dapat terlaksana dengan baik pula. Muara dari
kamseltibcarlantas ini adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat.
15
BAB II
KERANGKA TEORI
1. SWOT Analysis
Implementasi SWOT Analysis dimulai dari serangkaian survei faktor-faktor
internal dan eksternal yang melingkupi suatu organisasi baik profit maupun non
profit. Faktor internal terkait dengan strengths atau kekuatan dan weaknesses
atau kelemahan yang dimiliki oleh suatu organisasi. Sementara itu faktor
eksternal terkait dengan opportunities atau peluang dan threats atau ancaman
yang dihadapi oleh organisasi. Identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal
inilah yang kemudian dianalisis. Hasil analisisnya selanjutnya dijadikan sebagai
landasan pengambilan keputusan oleh pihak manajemen atau otoritas sebuah
organisasi. Analisis SWOT adalah sebuah metode mengurai permasalahan
yang mudah dipahami dan diimplementasikan serta bisa digunakan untuk
memformulasikan kebijakan atau strategi yang akan diambil oleh sebuah
organisasi. Menurut Rangkuti bahwa idealnya analisis SWOT terhadap suatu
organisasi tidak akan pernah ada akhirnya, sebab dinamika lingkungan eksternal
selalu ada dan keterpengaruhannya sangat besar terhadap kemampuan dan
kelemahan yang dimiliki oleh organisasi (Rangkuti, 2009 : 1-5).
Analisis SWOT adalah perangkat umum yang didesain dan digunakan
sebagai langkah awal dalam proses pembuatan keputusan dan sebagai
perencanaan strategis dalam berbagai terapan (Johnson, dkk., 1989; Bartol dkk.,
1991 dalam Bryson, 1995). Oleh karena itu, pada konteks penulisan kali ini,
maka analisis SWOT dapat digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi sinergi polisional lalu lintas guna akselerasi pelayanan prima
dalam rangka mewujudkan stabilitas kamtibmas.
2. Teori Manajemen
Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan atau
16
pengendalian sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan
efesien (Ronald & Ricky W. Griffin, 2008). Efektif berarti bahwa tujuan dapat
dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang
ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
Terry (1996) selanjutnya mengemukakan bahwa dalam konteks manajemen
secara umum terdiri dari 6 (enam) unsur. Keenam unsur tersebut adalah: men;
money; methods; materials; machines; dan markets. Men bisa dimaknai sebagai
sumber daya manusia yang terlibat dalam kegiatan manajemen. Money terkait
dengan modal atau anggaran yang diperlukan dalam kegiatan manajemen.
Methods bisa diartikan sebagai teknik dan teknis mengerjakan kegiatan
organisasi. Materials mengandung makna bahan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan dari sebuah kegiatan manajemen. Machines berkaitan dengan alat-alat
yang dibutuhkan untuk mempercepat proses produksi. Sedangkan markets terkait
dengan pasar sebagai tempat untuk mendistribusikan produk dari hasil kegiatan
manajemen.
Pada penulisan ini, unsur-unsur manajemen dijadikan salah satu dasar untuk
melakukan kajian terkait upaya mengoptimalkan sinergi polisional lalu lintas guna
meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam rangka terwujudnya
kamseltibcarlantas . Namun demikian tidak semua unsur akan dijadikan referensi,
hanya ada empat unsur yang dijadikan referensi yaitu: terkait dengan kondisi
sumber daya manusia, dukungan anggaran, dukungan sarana pelayanan, dan
metode.
3. Teori Manajemen Strategis.
Olsen dan Edie dalam Bryson (1995:3) mendefinisikan manajemen strategis
sebagai “upaya yang didisiplinkan untuk membuat keputusan dan tindakan
penting yang membentuk dan memandu bagaimana menjadi organisasi (atau
entintas lainnya), apa yang dikerjakan organisasi (atau entitas lainnya), dan
mengapa organisasi (atau entitas lainnya) mengerjakan hal seperti itu”.
Sedangkan Bryson dan Einsweiler dalam Bryson berpendapat bahwa “manajemen
strategis adalah sekumpulan konsep, prosedur, dan alat, serta sebagian karena
sifat khas praktik perencanaan sektor publik ditingkat lokal” (Bryson, 1995 : 4).
17
Secara teoritis disebutkan bahwa manajemen strategis adalah sekumpulan
keputusan-keputusan dan tindakan yang menghasilkan formulasi rencana-
rencana yang di rancang untuk mencapai sasaran organisasi atau Perusahaan.
Lebih lanjut dijelaskan dalam berbagai literatur bahwa manajemen Strategis terdiri
dari 9 (sembilan) tahap yang harus dilakukan oleh sebuah organisasi. kesembilan
tahap tersebut meliputi:
a. Merumuskan visi perusahaan yang mencakup rumusan umum, maksud
(purpose), filosofi dan tujuan (goal).
b. Mengembangkan profit perusahaan/organisasi yang mencerminkan kondisi
intern dan kapabilitasnya.
c. Menilai lingkungan ekstern perusahaan/ organisasi baik pesaing maupun
kontekstual umum.
d. Menganalisis opsi perusahaan/organisasi dengan mencocokkan sumber
daya dengan lingkungan.
e. Menganalisis opsi yang paling dikehendaki berdasarkan misi yang telah
ditetapkan.
f. Memilih sasaran jangka panjang dan strategi umum.
g. Mengembangkan sasaran tahunan dan strategis jangka pendek sesuai
dengan strategi umum yang dipilih.
h. Mengimplementasikan pilihan strategis.
i. Mengevaluasi keberhasilan proses strategis.
Teori manajemen strategis digunakan penulis sebagai panduan dalam
penyusunan strategi yang meliputi formula visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan,
dan strategi serta upaya-upaya implementasi (action plan) yang harus dilakukan
dalam Optimalisasi sinergi polisional lalu lintas guna meningkatkan kualitas
pelayanan public dalam rangka terwujudnya kamseltibcarlantas.
4. Teori Kerja Sama
Kerjasama merupakan serangkaian hubungan yang tidak didasari oleh
kekerasan atau paksaan dan disahkan dengan hukum. Kerja sama terjadi karena
adanya penyesuaian perilaku dari para aktor sebagai respon dan antisipasi
terhadap pilihan-pilhan yang dilakukan oleh aktor lain. Kerja sama dapat
18
dijalankan dalam suatu proses perundingan yang secara nyata diadakan. Namun
apabila masing-masing pihak telah saling mengetahui maka perundingan tidak
perlu dilakukan (Dougherty & Pflatzgraff, 1997: 418).
Kerja sama dapat timbul dari adanya komitmen individu terhadap
kesejahteraan bersama atau sebagai usaha bersama untuk memenuhi
kebutuhan pribadi. Kunci penting dari perilaku bekerjasama yaitu pada sejauh
mana setiap pribadi mempercayai bahwa pihak yang lain akan bekerja sama.
Jadi issue utama dari teori kerja sama adalah pemenuhan kepentingan pribadi,
di mana hasil yang menguntungkan kedua belah akan didapat dari hasil melalui
kerjasama, daripada berusaha memenuhi kepentingan sendiri dengan cara
berusaha sendiri atau dengan berkompetisi (Dougherty & Pflatzgraff, 1997: 418-
419).
Teori kerja sama juga dikemukakan oleh Charles H. Cooley yang
memberikan gambaran tentang kerja sama dalam kehidupan sosial. Kerja sama
timbul jika orang menyadari bahwa mereka mempunyai cukup pengetahuan dan
pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan bersama
melalui kerja sama; kesadaran akan adanya kepentingan yang sama dan adanya
organisasi merupakan fakta-fakta penting dalam kerjasama yang berguna
(Soekanto, 1986 : 62). Dengan demikian, faktor pendorong munculnya kerja
sama adalah adanya kepentingan bersama. Sebagaimana bentuk kerja sama
yang ada di masyarakat Indonesia yaitu kebiasaan gotong royong dalam
mengerjakan pekerjaan, karena didorong oleh adanya sifat pekerjaan yang
manfaatnya adalah untuk kemaslahatan bersama.
Sehubungan dengan hal tersebut, setidaknya ada 3 (tiga) metode kerja
sama (Setiadi & Kolip dalam Soekanto, 1986 : 78-79), yaitu :
a. Bargaining Process (proses tawar menawar), yaitu metode kerja sama
dengan pelaksanaan perjanjian tentang pertukaran barang-barang dan
jasa antara dua organisasi atau lebih, atau dalam pengertian lain tawar
menawar dapat diartikan sebagai perjanjian yang dilakukan antar dua
atau lebih organisasi. Perjanjian ini ditujukan untuk mencapai
19
kesepakatan bersama agar kedua belah pihak atau lebih sama- sama
diuntungkan dalam perjanjian itu.
b. Co-optation (kooptasi), yaitu metode kerja sama dengan melalui suatu
proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau
pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk
menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang
bersangkutan.
c. Coalition (koalisi), yaitu metode kerja sama yang merupakan kombinasi
antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama. Di
negara yang mekanisme politiknya menganut sistem multi partai, jika
dalam pemilu tidak ada pemenang mayoritas dari masing-masing partai
politik atau organisasi peserta pemilu, biasanya diadakan koalisi antar
partai untuk membentuk pemerintahan yang disebut pemerintahan koalisi.
Teori kerja sama ini digunakan oleh penulis untuk menganalisis sinergi
polisional lalu lintas yang dilakukan oleh Polri (Polresta Pekanbaru).
20
BAB III
KONDISI SINERGI POLISIONAL LALU LITAS SAAT INI
Sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor : 23 Tahun 2010 tanggal 30 September
2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Kepolisian Resort, pada
Pasal 57 disebutkan bahwa Satuan Lalu Lintas yang selanjutnya disingkat Satlantas
adalah unsur pelaksana tugas pokok pada tingkat Polres yang berada di bawah
Kapolres, yang bertugas melaksanakan turjawali lalu lintas, pendidikan masyarakat lalu
lintas (dikmas lantas), pelayananan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan
pengemudi, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum di bidang lalu
lintas. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya tersebut, Satlantas menyelenggarakan
fungsi : a) pembinaan lalu lintas kepolisian; b) pembinaan partisipasi masyarakat
melalui kegiatan kemitraan lalu lintas, Dikmas lantas, dan pengkajian masalah di bidang
lalu lintas; c) pelaksanaan operasi kepolisian bidang lalu lintas dalam rangka
penegakan hukum dan keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran lalu lintas
(Kamseltibcarlantas); d) pelayanan administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan
bermotor serta pengemudi; e) pelaksanaan patroli jalan raya dan penindakan
pelanggaran serta penanganan kecelakaan lalu lintas dalam rangka penegakan hukum,
serta menjamin Kamseltibcarlantas di jalan raya; f) pengamanan dan penyelamatan
masyarakat pengguna jalan; dan g) perawatan dan pemeliharaan peralatan dan
kendaraan.
Dalam penjabaran tugas-tugas Satlantas terdapat fungsi pembinaan partisipasi
masyarakat melalui kegiatan kemitraan lalu lintas (Pasal 59 ayat (3) b Perkap No 23
Tahun 2010) yang seringkali terabaikan dengan lebih dikedepankannya fungsi lalu
lintas lainnya seperti turjawali (pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli)
maupun fungsi regident (registrasi dan identifikasi) lalu lintas. Seperti yang terjadi pada
Satuan Lalu Lintas Polresta Pekanbaru, kegiatan kemitraan lalu lintas ini tidak dapat
dilaksanakan secara optimal, kalaupun dilaksanakan adalah dalam rangka tugas-tugas
rutin sehingga kurang memberikan efek yang signifikan dalam rangka mewujudkan
kamseltibcarlantas di kota Pekanbaru.
21
Seperti digambarkan dalam tabel berikut, selama bulan Januari hingga Mei 2012
(sebelum dilaksanakan kegiatan kemitraan lalu lintas Road Safety Partnership Action /
RSPA), kegiatan kemitraan lalu lintas sebagai implementasi sinergi polisional hanya
terdapat pada kegiatan-kegiatan rutin dan insidentiil, tidak dilaksanakan secara
terprogram dan sistematis, sebagai berikut :
Tabel 1Jenis Kegiatan Kemitraan
Satlantas Polresta Pekanbaru selama bulan Jan – Mei 2012
NO JENIS KEGIATANBULAN
JAN FEB MARET APRIL MEI
1 Polsanak 3 X 2 X 3 x 2 x 1 X
2 PKS 4 X 1 X - 1 X 2 X
3 Police goes to school 4 X 1 X 2 X 3 X 1 X
4 Safety Riding 3 X 2 X 1 X 2 X 2 X
5 Taman Lalu Lintas 3 X 1 X 2 X 2 X 1 X
6 Saka Bhayangkara - - - - -
7 Masyarakat terorganisir 5 X 6 X 3 X 3 x 4 X
8 Masyarakat tidak terorganisir 6 X 5 X 4 X 3 X 3 X
9 Pembinaan Sekolah Mengemudi 2 X 1 x - 2 X 1 X
10 Kegiatan-kegiatan protokoler - 1X 2X - 1X
Sumber : Laporan Bulanan Ditlantas Polda Riau (periode bulan Jan – Mei 2012)
Belum optimalnya sumber daya dalam kegiatan kemitraan lalu lintas
mengakibatkan belum dapat terwujudnya kamseltibcarlantas yang diharapkan oleh
masyarakat. Sumber daya yang belum optimal tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Sumber daya manusia
Manusia sebagai sumber daya utama untuk melaksanakan kegiatan
kemitraan lalu lintas dalam bidang lalu lintas pada Satlantas Polresta Pekanbaru
haruslah dilaksanakan oleh personel-personel yang memiliki kompetensi,
integritas dan loyalitas tinggi, sementara personel yang ada saat ini belum
22
memiliki kompetensi yang diinginkan karena belum memiliki ketrampilan melalui
suatu pendidikan atau pelatihan.
Kegiatan kemitraan lalu lintas saat ini diemban oleh unit Dikyasa Lantas
yang dipimpin oleh seorang perwira berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP) dan
beranggotakan 5 (lima) orang anggota, yaitu 1 (satu) orang Perwira berpangkat
Inspektur Dua Polisi (Ipda) dan 4 (empat) orang anggota Bintara. Kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan oleh Unit Dikyasa ini sangatlah beragam, mulai dari
kegiatan pendidikan masyarakat bidang lalu lintas (dikmas lantas) yang meliputi
dikmas lantas terhadap masyarakat terorganisir dan tidak teroganisir, kegiatan
Polsanak (Polisi Sahabat Anak) dan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat
dalam rangka capacity building, dan lain-lain, yang semuanya harus secara
kontinyu dilaksanakan setiap bulan dan harus dibuat laporannya ke Polda.
Kegiatan lainnya adalah pengkajian permasalahan lalu lintas, yang juga tidak
dapat tertangani secara maksimal karena kegiatan dikmas lantas telah menyita
seluruh kegiatan Unit Dikyasa. Belum lagi Unit ini masih dibebankan tugas-tugas
rutin seperti pengaturan dan penjagaan yang dilaksanakan pada pagi dan sore
hari maupun malam hari saat libur. Hal tersebut mengakibatkan kegiatan
kemitraan lalu lintas tidak tertangani dengan baik karena sumber daya manusia
yang sangat terbatas.
2. Anggaran yang digunakan
Anggaran untuk mendukung kegiatan Sinergi Polisional tidak ada,
sehingga dalam kegiatan sinergi polisional tidak dapat dilaksanakan dengan
maksimal karena untuk memenuhi kebutuhan anggaran dilakukan dengan cara
bergabung dengan kegiatan lain misalnya dalam kegiatan Binpotmas dalam
fungsi Sat Binmas diselingi dengan kegiatan sinergi polisional dalam bentuk
penyuluhan ataupun penerangan lalu lintas terhadap mitra lalu lintas seperti
tukang ojeg maupun klub motor.
3. Sarana prasarana yang digunakan
Dalam melaksanakan kegiatan kemitraan lalu lintas dibutuhkan sarana
dan prasarana yang cukup, salah satunya adalah sarana kendaraan / mobil
23
sebagai sarana mobilitas untuk mendukung kegiatan kerja sama tersebut. Saat
ini Unit Dikyasa Lantas hanya memiliki 1 (satu) unit mobil yang dulunya juga
merupakan mobil untuk pengujian Surat Ijin Mengemudi, yang sekarang dialih
fungsikan sebagai kendaraan Unit Dikyasa. Kendaraan ini berfungsi banyak
sekali, antara lain untuk mendukung kegiatan Dikmas Lantas dalam bentuk
edukasi ke masyarakat teroganisir maupun tidak teroganisir, kegiatan survey
jalan dan seringkali untuk mengangkut personil saat akan melaksanakan
kegiatan rutin lainnya (turjawali lantas) karena terbatasnya sarana kendaraan di
Satlantas Polresta Pekanbaru. Sarana pendukung lainnya masih sangat minim,
sehingga untuk mendukung kegiatan kemitraan lalu lintas belum dapat
dilaksanakan secara optimal. Berikut adalah daftar invetaris sarana prasarana
yang dimiliki :
Tabel 2Sarana Prasarana Untuk Mendukung Sinergi Polisional Lalu Lintas
NO JENIS SARANA PRASARANA JUMLAH KONDISI KET1 MOBIL UNIT DIKYASA 1 BUAH BAIK - bekas mobil
pengujian SIM- sering juga digunakan
untuk turjawali 2 KENDARAAN RODA DUA 1 BUAH BAIK3 PUBLIC ADREESS 1 BUAH BAIK4 WIRELESS SPEAKER 1 BUAH BAIK5 MIKROFON 1 BUAH BAIK6 RAMBU-RAMBU LALU LINTAS
PORTABLE10 BUAH RUSAK
RINGAN7 RAMBU-RAMBU MINI 25 BUAH BAIK8 PAPAN HIMBAUAN 10 BUAH RUSAK
RINGAN9 SPANDUK 10 BUAH BAIK10 UMBUL-UMBUL 10 BUAH BAIK
Sumber : Bag Min Ops Satlantas Polresta Pekanbaru
4. Metode yang digunakan
Metode yang digunakan dalam sinergi polisional lalu lintas masih
konvensional, artinya hanya dilaksanakan untuk menangani permasalahan atau
tugas yang bersifat rutin saja sehingga masih berkesan parsial dan belum
24
mampu mewujudkan kamseltibcarlantas yang benar-benar diharapkan di kota
Pekanbaru. Metode tersebut digambarkan sebagai berikut :
1) Belum adanya SOP yang mengatur tentang sinergi polisional lalu lintas.
Seharusnya SOP dibuat sebagai sarana pengendali kegiatan, sehingga
bila dilaksanakan tidak sesuai dengan kegiatan dapat segera dilakukan
perbaikan.
2) Kegiatan sinergi polisional berdasarkan atas kegiatan rutin, yaitu untuk
memenuhi laporan dikmas lantas dan memenuhi permintaan dari sekolah /
instansi untuk melaksanakan kegiatan dikmas lantas.
3) Belum dilakukannya analisa dan evaluasi dari Polri dan para stake holders
terkait, untuk mengevaluasi kerja sama yang telah terjalin dan kendala-
kendala yang diketemukan, untuk kesempurnaan dalam pelaksanaan
kerja sama selanjutnya.
25
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
1. Internal
a. Kekuatan
1) Sinergi polisional telah dituangkan dalam Keputusan Kapolri No.
Pol. : Kep / 53 / I / 2010 tanggal 29 Januari 2010 tentang Renstra
Polri 2010-2014.
Sinergi polisional ini dalam Renstra Polri 2010-2014
tercantum dalam visi yang berbunyi : “Terwujudnya pelayanan
kamtibmas prima, tegaknya hukum dan Kamdagri mantap serta
terjalinnya sinergi polisional yang proaktif”. Dengan dituangkannya
sinergi polisional dalam Renstra Polri telah memberikan kekuatan
dalam penyelenggaraan sinergi polisional dalam pelaksanaan tugas
Polri.
2) Sinergi Polisional menjadi pokok bahasan dalam kegiatan Rapim
Polri 2013.
Tema Rapim Polri 2013 adalah “Melalui Rapim Polri Tahun
2013 Kita Tingkatkan Sinergi Polisional Yang Proaktif Guna
Pelayanan Prima dan Tegaknya Hukum Dalam Rangka
Mewujudkan Kamdagri Yang Mantap Menjelang Pemilu 2014”.
Dengan diangkatnya tema sinergi polisional dan selanjutnya
menjadi pokok bahasan serta diskusi dalam kegiatan Rapim Polri
2013 ini maka semakin memberikan kekuatan bagi Pimpinan Polri
di kesatuan kewilayahan bahwa melalui sinergi polisional akan
terwujud keamanan dalam negeri yang mantap, terutama
menjelang pelaksanaan Pemilu 2014.
26
3) Penyusunan Naskah Akademik oleh Panitia Perumus dari
Derenbang Polri tentang sinergi polisional.
Dalam naskah akademis tersebut sinergi polisional
diwujudkan dalam sistem sinergi polisional interdepartemen
(sis spindep) yang menunjukkan bahwa sinergi polisional
merupakan kegiatan yang diprioritaskan dalam rencana strategis
Polri ke depan dan tentunya akan didukung dengan anggaran DIPA
Polri. Hal ini memberikan kekuatan untuk semakin dapat
terselenggaranya sinergi polisional dalam pelaksanaan tugas Polri.
4) Reformasi Birokrasi Polri tentang pelayanan Prima
Reformasi birokrasi Polri sejalan dengan reformasi birokrasi
pada pemerintahan yang mengubah paradigma aparatur
pemerintahan dari penguasa menjadi pelayan. Polri menyadari
bahwa tugasnya adalah sebagai pelayan masyarakat (public
servant) yang harus melayani kebutuhan masyarakat secara prima
dan senantiasa mendahulukan kepetingan masyarakat yang
dilayaninya tanpa diskriminatif.
Atas dasar tersebut reformasi birokrasi ini dapat dijadikan
sebagai pedoman atau pendorong Polri dalam kegiatan kemitraan
lalu lintas sebagai perwujudan sinergi polisional di Polresta
Pekanbaru.
5) Di bidang lalu lintas sinergi polisional diwujudkan dalam kegiatan
kemitraan lalu lintas.
Kegiatan kemitraan lalu lintas sebagai perwujudan sinergi
polisional merupakan salah satu fungsi yang harus dilaksanakan
oleh Satuan Lalu Lintas sebagai penjabaran tugas pokoknya yang
telah tercantum dalam Peraturan Kapolri Nomor : 23 Tahun 2010
tanggal 30 September 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja pada Tingkat Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor,
sehingga kegiatan Polantas dalam melaksanakan sinergi polisional
melalui kemitraan lalu lintas telah memiliki dasar hukum yang jelas.
27
b. Kelemahan
1) Belum ada pemahaman tentang sinergi polisional
Masih banyak anggota Polri (terutama yang berdinas di
kesatuan kewilayahan) yang belum memahami tentang sinergi
polisional, akibatnya tidak dapat mewujudkan sinergi polisional
dalam pelaksanaan tugas mereka. Pemahaman tentang sinergi
polisional ini hampir tidak diketahui oleh anggota Polantas yang
berdinas di Polresta Pekanbaru disebabkan karena beberapa hal
diantaranya adalah anggota belum mengetahui tentang Renstra
Polri 2010 – 2014 yang didalamnya terdapat penyebutan tentang
Sinergi Polisional disebabkan karena Renstra tersebut tidak
tersosialisasikan hingga ke tingkat level anggota.
2) Anggapan bahwa sinergi polisional hanya dilaksanakan pada level
pimpinan.
Ada beberapa anggota bahkan Perwira setingkat Kepala unit
yang pernah mendengar tentang makna Sinergi Polisional, namun
ternyata pemahamannya salah / keliru. Mereka beranggapan
bahwa Sinergi Polisional yang dimaknai dengan kemitraan hanya
diperuntukkan bagi level pimpinan (kapolresta) saja, sehingga pada
level pelaksana (Pama dan Brigadir) tidak perlu melaksanakan
Sinergi Polisional. Adanya pemahaman yang keliru dari sebagian
anggota Polri mengakibatkan pelaksanaan sinergi polisional tidak
dapat berjalan maksimal.
3) Belum ada anggaran khusus untuk mendukung sinergi polisional
Pada kesatuan kewilayahan, belum dianggarkannya sinergi
polisional dalam mendukung pelaksanaan tugas operasionalnya,
mengakibatkan sinergi polisional dibiayai dengan biaya alternatif
dari sumber dana lainnya. Seperti yang terjadi di Polresta
Pekanbaru, dimana kegiatan kemitraan lalu lintas sebagai bentuk
sinergi polisional tidak terdapat dalam DIPA Polresta Pekanbaru
mengakibatkan kegiatan kemitraan lalu lintas tidak dapat
28
dilaksanakan secara optimal, karena untuk melaksanakan kegiatan
tersebut seorang pimpinan kesatuan harus mencari alternatif
pemenuhan dari sumber anggaran lain.
4) Terbatasnya sumber daya manusia dan sarana prasarana
Untuk mendukung sinergi polisional lalu lintas dibutuhkan
anggaran dan sarana prasarana, namun karena keterbatasan
sumber daya dan sarana prasarana yang ada mengakibatkan
kegiatan kemitraan lalu lintas tidak dapat berjalan secara optimal
dan belum dapat mewujudkan kamseltibcarlantas.
5) Budaya reactive policing masih melekat pada sebagian personel
Polri terutama dalam penegakan hukum
Kehadiran anggota Polri dalam menangani permasalahan
masih melekat budaya reactive policing, yaitu tindakan kepolisian
cenderung bertindak reaktif sehingga terkesan kehadiran personel
Polri seperti pemadam kebakaran (problema konvensional).
Dengan masih adanya budaya ini mengakibatkan pelaksanaan
sinergi polisional akan menimbulkan kelemahan karena pada
prinsipnya pendekatan sinergi polisional adalah budaya proactive
policing.
2. Eksternal
a. Peluang
1) Sinergi polisional dapat meningkatkan kerja sama dengan
masyarakat
Sinergi polisional memberikan peluang bagi Polri untuk
meningkatkan kerja sama dengan masyarakat dalam menangani
permasalahan yang ada di masyarakat .
2) Perubahan paradigma Polri
Sinergi polisional memberikan peluang perubahan
paradigma pemolisian yang selama ini cenderung menggunakan
29
pendekatan reaktif untuk diganti menjadi pemolisian proaktif
(proactive policing) yang implementasinya pada kehadiran polisi
bukan saja hanya pada penegakan hukum saja sehingga terkesan
represif.
3) Semakin dipercayanya Polri sebagai aparat pemerintahan yang
memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan kamseltibcarlantas
Sinergi polisional dalam bidang lalu lintas memberikan
peluang untuk semakin dipercayanya Polri sebagai aparat
pemerintahan yang memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan
keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas,
serta memiliki tugas pembinaan dalam bidang lalu lintas dan
angkutan jalan, yang kemudian dijabarkan dalam tugas-tugas
bidang lalu lintas seperti menangani urusan pemerintahan di bidang
registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi,
penegakan hukum, operasional manajemen dan rekayasa lalu
lintas, serta pendidikan berlalu lintas.
4) Peningkatan citra Polri
Sinergi polisional dalam bidang lalu lintas yang diwujudkan
dalam bentuk kemitraan merupakan salah satu peluang yang
sangat baik sekali bagi Polri untuk dapat meningkatkan citra
sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, karena
kegiatan ini memberikan kesempatan bagi anggota Polri untuk
berinteraksi dengan masyarakat dan berpeluang menyelesaikan
permasalahan lalu lintas yang ada di sekitarnya.
5) Dikembangkannya kebijakan pemerintah melalui sinergi polisional
Sinergi polisional memberikan peluang untuk
dikembangkannya kebijakan-kebijakan pemerintah dengan cara
elaborasi (perluasan / pengembangan) misalnya dalam
penyelesaian konflik, terwujud pada kegiatan kanalisasi konflik
30
(menyalurkan konflik sehingga tidak meluas dan menjadi sinergi
antara pihak-pihak yang berkonflik).
b. Kendala
1) Sinergi polisional dimanfaatkan sebagai hal yang negatif
Sinergi polisional dapat dimanfaatkan kepada hal-hal yang
bersifat negatif (dimanfaatkan untuk kepentingan / keuntungan
pribadi) terutama bila tidak ada pemahaman secara benar dalam
pelaksanaannya sehingga dapat menjadikan kendala dalam
penerapannya.
2) Adanya pandangan skeptis dari masyarakat
Masih adanya sebagaian masyarakat atau instansi
pemerintahan yang berpandangan skeptis terhadap kegiatan –
kegiatan kepolisian yang bersifat kemitraan / kerja sama /
sinergitas, karena dianggap sebagai model baru untuk meminta
dukungan anggaran untuk mendukung kegiatan operasional
kepolisian.
3) Masyarakat masih belum percaya terhadap kinerja Polri
Masih banyak masyarakat ataupun instansi baik swasta
maupun pemerintahan yang belum percaya terhadap kinerja Polri
(Polantas) dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan lalu
lintas yang bersifat rutin terjadi, seperti permasalahan kemacetan
lalu lintas sehingga memberikan keengganan bagi mereka untuk
bekerja sama dengan Polri dalam suatu kegiatan kemitraan.
4) Resistensi dari masyarakat
Masih adanya anggapan dari masyarakat atau instansi
swasta maupun pemerintah tentang adanya penyimpangan
ataupun pelanggaran yang dilakukan oleh oknum anggota Polri
dalam bentuk penyalahgunaan wewenang ataupun penyimpangan
lain khususnya adanya pungutan – pungutan liar oleh anggota
31
Polantas dalam penegakan hukum di jalan maupun dalam
pelayanan dalam pengurusan surat-surat kendaraan bermotor dan
pelayanan SIM, yang mengakibatkan masyarakat atau instansi
pemerintah maupun swasta merasa enggan untuk bekerja sama
dengan Polri, baik kerja sama dalam kegiatan kemitraan maupun
kerja sama dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Sikap dari
sebagian masyarakat itu merupakan resistensi dalam pelaksanaan
sinergi polisional.
5) Makin berkembangnya pengetahuan masyarakat terkait dengan
pelayanan publik.
Kerapkali kita sebagai anggota Polri memiliki “under
estimated” terhadap perkembangan wawasan pengetahuan
masyarakat pada suatu komunitas. Hal yang sama sangat mungkin
dialami oleh Polresta Pekanbaru. Saat ini, wawasan masyarakat
tentang pelayanan publik yang dilakukan oleh aparatur pemerintah
sudah sangat baik. Mereka sudah dapat mengidentifikasi pelayanan
yang baik dan berkualitas yang harus dilaksanakan oleh Polresta
Pekanbaru khususnya pada kegiatan sinergi polisional. Jika
dibiarkan, maka bukan tidak mungkin di kemudian hari, masyarakat
justru akan akan selalu mempermasalahkan sedikitpun
permasalahan yang terkait dengan pelayanan Polri.
32
BAB V
KONDISI SINERGI POLISIONAL YANG DIHARAPKAN
Sinergi polisional lalu lintas yang dilaksanakan oleh Polresta Pekanbaru
diharapkan mampu mewujudkan kamseltibcarlantas di kota Pekanbaru. Hal ini dapat
ditunjukkan dari sumber daya yang diharapkan sebagai berikut :
a. Sumber daya manusia ( Man )
Personel yang ditunjuk dalam program kegiatan kemitraan lalu lintas ini
harus memiliki kompetensi tertentu yang didasarkan pada kegiatan pelatihan-
pelatihan maupun pengalaman dinas yang terkait dengan kegiatan kemitraan
lalu lintas. Selain itu haruslah tercukupi jumlah personel dalam kegiatan
kemitraan lalu lintas yang dilaksanakan, sebab bila jumlah personel yang ada
tidak memadai maka kegiatan kerja sama tidak akan berjakan maksimal.
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor kunci untuk
mendukung keberhasilan kegiatan kemitraan lalu lintas. Kendala-kendala yang
ditemui dalam hal sumber daya manusia untuk dapat melaksanakan kegiatan
kemitraan lalu lintas dapat diatasi dengan melaksanakan :
1) Kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam rangka capacity building
maupun untuk mewujudkan personel yang berkompetensi
Pendidikan dan Pelatihan yang dilaksanakan untuk mendukung
kegiatan kemitraan lalu lintas sangatlah beragam, dan dilaksanakan untuk
memudahkan program-program kerja sama yang dilaksanakan. Pelatihan
tersebut dapat dilaksanakan dengan bekerja sama dengan perusahaan-
perusahaan ataupun instasi terkait dan selanjutnya personel yang ikut
dalam pelatihan tersebut diberikan sertifikasi yang menunjukkan personel
yang bersangkutan berkompeten untuk mendukung program-program
kerja sama. Bentuk pelatihan tersebut bermacam-macam, seperti
pelatihan instruktur mengemudi untuk mendukung kegiatan kerja sama
yang didalamnya ada kegiatan pelatihan mengemudi, pelatihan informasi
33
teknologi (IT) untuk mendukung kerja sama - kerja sama dalam bidang IT,
dan sebagainya.
2) Melaksanakan / mengikuti pelatihan ESQ, untuk melatih kercerdasan
emosional, spritual dan intelektual personel, sehingga benar-benar siap
dalam melaksanakan program-program kegiatan kemitraan lalu lintas.
3) Untuk mengatasi keterbatasan jumlah personel yang ada, dapat diatasi
dengan menggunakan tenaga outsourcing ataupun event organizer (EO)
sehingga peran anggota Polri nantinya hanya sebagai pengarah atau
koordinator dari panitia.
b. Anggaran untuk mendukung sinergi polisional lalu lintas
1) Mengusulkan agar anggaran kegiatan kemitraan lalu lintas masuk dalam
DIPA Polresta Pekanbaru.
Untuk memasukkan anggaran kegiatan kemitraan lalu lintas
sebagai anggaran dinas maka terlebih dahulu dibuat Kerangka Acuan
Kerja (KAK) dan dilampiri dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang
dibutuhkan. Biaya - biaya tersebut meliputi berapa jumlah kegiatan yang
dilaksanakan, kemudian biaya-biaya apa saja yang dibutuhkan dan
sebagainya. Selanjutnya setelah dapat nominal biaya yang dibutuhkan
dilakukan proses perencanaan kebutuhan anggaran yang diajukan
kepada Kapolresta Pekanbaru dengan tembusan Kabag Perencanaan
Polresta Pekanbaru, yang nantinya akan diteruskan dalam program kerja
Polresta Pekanbaru dan dituangkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) pada satuan kerja Polresta
Pekanbaru untuk tahun berikutnya.
2) Melakukan kerja sama dengan pihak ketiga
Untuk mendukung kegiatan-kegiatan kerja sama yang
dilaksanakan, dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga
untuk mendukung program kerja sama yang dilaksanakan. Pihak ketiga
yang dimaksud selanjutnya akan memanfaatkan program kegiatan kerja
sama tersebut sebagai sarana promosi produk mereka, baik produk dalam
34
bentuk barang maupun jasa. Sehingga terjadi keuntungan yang timbal
balik dalam kerja sama dengan pihak ketiga tersebut, yaitu bagi Polresta
pekanbaru akan mendapatkan pembiayaan program kerja sama yang
dilaksanakan sedangkan pihak ketiga mendapatkan sarana promosi
produk atau dapat juga dengan menjual produk mereka pada kegiatan
tersebut.
3) Memanfaatkan program CSR yang ada pada perusahaan.
CSR (corporate social responsibility) merupakan sebuah konsep
dimana perusahaan melakukan integrasi terhadap masalah-masalah
sosial dan masalah lingkungan hidup ke dalam operasi bisnis mereka dan
ke dalam interaksi mereka kepada pemangku kepentingan (stakeholders)
secara sukarela (EU Commision 2002 dalam Husein Wijaya, 2010).
CSR diatur juga dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, yang menyebut CSR dengan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan. Pada pasal 1, butir 3 UU No. 40 Tahun 2007, menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan “Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan”
adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan
ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan
lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas
setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
c. Sarana dan prasarana kegiatan sinergi polisional lalu lintas
Sarana prasarana yang digunakan dalam mendukung sinergi polisional
lalu lintas adalah dengan memanfaatkan potensi-potensi sarana prasarana yang
dimiliki maupun dapat menggunakan fasilitas sarana prasarana perusahaan
pendukung (yang sebelumnya telah direncanakan dalam penyusunan MoU
kegiatan yang telah ditandatangani bersama).
Dalam kegiatan sinergi polisional, sarana prasarana yang digunakan
adalah dengan memanfaatkan fasilitas dan sarana prasarana yang dimiliki oleh
mitra partner, misalnya PT Honda Capella Dinamic Nusantara sebagai salah
satu mitra partner dalam kegiatan Safety Riding goes to School. Selain itu,
35
kegiatan safety riding goes to school didukung dengan kegiatan apresiasi seni,
dengan menggunakan sarana prasarana dari Riau Pos sebagai media partner
dan event organizer (EO) yang ditunjuk untuk mendukung kegiatan ini. Adapun
sarana prasarana yang diperlukan, antara lain :
1) Kegiatan safety driving workshop/training
a) Ruangan kelas
b) Perangkat Komputer dengan program AVIS (audio visual
integrated system)
c) 2 (dua) unit kendaraan truk
d) 2 (dua) unit alat uji simulator
e) Lapangan uji praktek
f) Peralatan tulis menulis
2) Kegiatan safety riding goes to school
a) 10 (sepuluh) unit sepeda motor merk Honda
b) 10 (sepuluh) helm standar SNI untuk peserta latihan
c) Peralatan audio (wireles maupun pengeras suara)
d) 50 (lima puluh) helm untuk doorprize
e) Peralatan pendukung seperti tenda, meja kursi dan alat tulis
f) Seperangkat alat band
g) Seperangkat audio visual
h) Beragam peralatan kesenian.
3) Kegiatan survey (bisa menggunakan secara bersama fasilitas yang
dimiliki oleh Dishub sebagai institution partner dalam Sinergi Polisional)
a) walking measure
b) counter
c) stop watch
d) GPS
e) Kamera digital
f) Kertas Kerja
g) Helm proyek
h) Rompi
36
Untuk mendukung sinergi polional dapat digunakan juga sarana dan
prasarana dan fasilitas yang dimiliki oleh kesatuan atas (Polda), sehingga dapat
mendukung kegiatan-kegiatan kemitraan sebagai implementasi sinergi polisional.
Selanjutnya untuk mendukung kegiatan sinergi polisional pada periode-periode
berikutnya, dapat dianggarkan untuk pengadaan sarana prasarana untuk
dimasukkan dalam DIPA Polresta Pekanbaru.
d. Metode yang digunakan dalam sinergi polisional lalu lintas
1) Standart operating procedure (SOP).
Standart operating procedure atau SOP adalah dokumen tertulis
yang memuat prosedur kerja secara rinci, tahap demi tahap dan
sistematis. SOP memuat serangkaian instruksi tertulis tentang kegiatan
rutin atau berulang-ulang yang dilakukan oleh sebuah organisasi.
SOP sering juga disebut sebagai manual yang digunakan sebagai
pedoman untuk mengarahkan dan mengevaluasi suatu pekerjaan (Qodry,
2007 : 35). SOP juga mengacu pada kebijakan yang telah diatur
sebelumnya, yaitu mengacu pada Perkap 23 tahun 2010 tentang
organisasi dan tata kerja lingkungan Polres/ta. Penerapan SOP sebagai
metode dalam sinergi polisional ini akan memudahkan Polresta
Pekanbaru melaksanakan kegiatan sejenis di masa-masa mendatang.
2) Standar Pelayanan
Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar
pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi
penerima layanan dan standar pelayanan tersebut merupakan ukuran yang
dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh
pemberi dan penerima layanan (Suryadi, 2009 : 69). Standar pelayanan
dapat mengatur aspek input, proses, dan output pelayanan. Input pelayanan
penting dilakukan mengingat kuantitas dan kualitas dari input pelayanan yang
berbeda antar wilayah menyebabkan sering terjadinya ketimpangan akses
terhadap pelayanan yang berkualitas. Standar proses pelayanan dirumuskan
37
untuk menjamin pelayanan publik yang mengatur persyaratan, prosedur,
biaya, dan waktu yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan. Sedangkan
standar output hasil pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan
kepada masyarakat (Dwiyanto, 2001 : 41). Standar pelayanan sekurang-
kurangnya meliputi :
a) prosedur pelayanan, prosedur yang dibakukan bagi pemberi dan penerima
layanan termasuk pengaduan.
b) waktu penyelesaian, waktu pelayanan yang ditetapkan sejak saat
pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan
termasuk pengaduan
c) biaya pelayanan, biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang
ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan
d) produk pelayanan, hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan.
e) Sarana Prasarana, penyediaan sarana dan prasarana yang memadai oleh
pelayanan publik.
f) Kompetensi petugas pemberi pelayanan, ditetapkan dengan tepat
berdasarkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan, sikap, dan perilaku.
Standar pelayanan ini haru dibuat dan ditetapkan dalam kegiatan sinergi
polisional lalu lintas yang akan dilaksanakan untuk menjamin pelayanan
publik dimana akan mengatur persyaratan, prosedur, biaya, dan waktu yang
diperlukan untuk mendapatkan pelayanan.
3) Pengawasan
Pengawasan modern yang dilaksanakan oleh organisasi baik
pemerintahan maupun swasta saat ini adalah pengawasan berdasarkan
merit system yaitu pengawasan yang mengacu kepada standar kerja yang
dilakukan oleh organisasi tersebut. Bila standar pelayanan dibuat, maka
pengawasan dapat dilakukan berdasarkan standar pelayanan yang telah
dibuat itu, yaitu pengawasan mulai dari input (kompetensi sumber daya),
output (proses pelayanan), dan output (hasil pelayanan) yang menjadi obyek
38
pengawasan. Proses oengawasan ini dilakukan oleh pengawas interna dan
eksternal.
Sama halnya dengan pejabat pengawas internal, pengawas eksternal
pun membutuhkan tolok ukur pengawasan yang akan dilakukan. Yang
menjadi tolak ukur utama yang dapat diawasi oleh pengawas internal adalah
terkait dengan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh penyelenggara
pelayanan dan hak masyarakat yang dilayani. Hal tersebut juga mengacu
pada standar pelayanan yang harus ditetapkan dalam kegiatan sinergi
polisioanal.
Selain itu perlu juga disampaikan mengenai kewajiban-kewajiban yang
harus dipenuhi oleh penyelenggara pelayanan dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Dalam rangka pengawasan, dapat juga dibuat kontrak
pelayanan atau citizien’s charter yang juga dapat dijadikan panduan bagi
masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan sinergi
polisional lalu lintas oleh Polresta Pekanbaru. Citizen’s charter tersebut
harus difasilitasi dengan sarana pengaduan masyarakat atau tempat
masyarakat menyampaikan keluhan atau komplainnya terhadap pelayanan
yang telah diterimanya. Tolok ukur lainnya yang dapat dijadikan panduan
pengawasan eksternal adalah hasil indeks kepuasan masyarakat
berdasarkan penelitian lembaga yang ditunjuk.
4) Reward and punishment
Reward and punishment merupakan rangkaian akhir dalam kegiatan
sinergi polisional Polresta Pekanbaru. Penerapan reward and punishment
adalah merupakan hasil dari pengawasan yang dilakukan oleh pengawas
internal maupun internal. Media yang digunakan dalam pengawasan
pelayanan publik adalah standar pelayanan, hasil indeks kepuasan
masyarakat, dan pengaduan masyarakat terhadap layanan yang
diterimanya. Hasil pengawasan dari beberapa media tersebut di atas dapat
digunakan secara terpisah atau digabungkan dengan menggunakan bobot
yang telah ditentukan.
39
Penerapan reward and punishment dengan menggunakan hasil
indeks kepuasan masyarakat dapat dilakukan secara periodik dengan
bekerjasama dengan lembaga peneliti yang kompeten atau bekerjasama
dengan Kemenpan dalam melakukan penelitian untuk mengetahui tingkat
kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik pada sinergi polisional,
apakah sudah mampu memberikan kepuasan masayarakat dalam
mewujudkan kamseltibcarlantas. Selain untuk mengetahui nilai indeks
kepuasan masyarakat juga dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang
kurang atau dinilai tidak baik oleh masyarakat. Hasil penelitian tersebut
dievaluasi dan diumumkan kepada masyarakat setiap bulannya atau setelah
hasil indeks kepuasan masyarakat sudah diserahkan oleh lembaga peneliti.
40
BAB VI
OPTIMALISASI
Seperti dijelaskan sebelumnya, pelayanan prima diwujudkan melalui peningkatan
kualitas pelayanan publik. Kegiatan pelayanan publik dalam bidang lalu lintas
dilaksanakan dalam rangka terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang
aman, selamat, tertib, dan lancar (Pasal 3 (a) UU No. 22 Tahun 2009).
Pelayanan publik dimaksud adalah dalam bentuk jasa publik, dimana sesuai dengan
Pasal 5 Undang-undang No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, bahwa ruang
lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta
pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Terkait
dengan pelayanan publik tersebut, pada bidang lalu lintas selain dalam hal pelayanan di
bidang registrasi dan identifikasi kendaraan dan pengemudi, Polri juga bertanggung
jawab atas terselenggaranya kegiatan dalam mewujudkan dan memelihara keamanan,
keselamatan, ketertiban dan kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Pasal 200
ayat (1) UU No 22 Tahun 2009). Menurut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan, dinyatakan bahwa hakikat
pelayanan publik adalah : (1) Meningkatkan mutu produktivitas pelaksanaan tugas dan
fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan umum; (2) Mendorong upaya
mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat
diselenggarakan secara berdaya guna dan berhasil guna; dan (3) Mendorong
tumbuhnya kreatifitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta
dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Hakikat pelayanan publik
menurut Inpres ini terdapat peluang bagi pelaksana pelayanan publik untuk
menumbuhkan peran serta masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat
secara luas. Peran serta ini dapat diartikan juga bahwa masyarakat dapat turut serta
(berpartisipasi) dalam kegiatan pelayanan publik. Peran serta tersebut dijelaskan lagi
dalam hal unsur-unsur pelayanan publik, sebagai berikut : (1) Adanya hak dan
kewajiban bagi pemberi maupun pelayanan umum harus jelas dan diketahui secara
pasti oleh masing-masing pihak; (2) Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus
disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar
41
berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap berpegang
teguh pada efisiensi dan efektivitas; (3) Kualitas, proses dan hasil pelayanan umum
harus diupayakan agar dapat memberi keamanan, kenyamanan, kepastian hukum yang
dapat dipertanggungjawabkan; (4) Apabila pelayanan publik yang diselenggarakan oleh
pemerintah ‘terpaksa harus mahal’, maka instansi pemerintah yang bersangkutan
berkewajiban memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya
(Ibrahim, 2008 : 19-20). Disini tampak semakin jelas dalam unsur-unsur pelayanan
publik tentang peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Demikian juga pelayanan publik dalam hal pelayanan lalu lintas dan angkutan
jalan. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam hal pelayanan lalu lintas
dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib dan lancar, maka diperlukan juga
partisipasi masyarakat di dalamnya. Hal tersebut sesuai dengan unusur-unsur dasar
pelayanan publik, diantaranya bila pelayanan umum yang diselenggarakan oleh
pemerintah ‘terpaksa harus mahal’, maka instansi pemerintah yang bersangkutan
berkewajiban memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya.
Pelayanan lalu lintas yang aman, selamat, tertib dan lancar merupakan suatu
kondisi yang tidak mudah diperoleh (‘mahal’), sehingga untuk mendapatkannya harus
dilaksanakan secara terkoordinasi dan bersama-sama. Dalam hal ini pemerintah juga
berkewajiban memberikan peluang kepada masyarakat untuk ikut
menyelenggarakannya, artinya dibutuhkan partisipasi masyarakat untuk membantu
terselenggaranya lalu lintas yang aman, selamat, tertib dan lancar. Dalam UU No. 22
tahun 2009, diatur pula bahwa kegiatan pelayanan dalam bidang lalu lintas (pelayanan
dalam mewujudkan kamseltibcarlantas), penyelenggaraannya dilakukan melalui
kerja sama antara pembina lalu lintas dan angkutan jalan masyarakat (Pasal
200 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009).
Satlantas Polresta Pekanbaru juga menyelenggarakan kegiatan pelayanan publik
dalam bidang lalu lintas dalam bentuk kegiatan pelayanan untuk mewujudkan lalu lintas
yang aman, selamat, tertib dan lancar. Partisipasi masyarakat diperlukan untuk
mewujudkan lalu lintas yang aman, selamat, tertib dan lancar di kota Pekanbaru.
Partisipasi masyarakat tersebut diwujudkan dalam bentuk kemitraan lalu lintas, yang
diperlukan guna meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam rangka mewujudkan
42
keamanan, keselamatan, dan kelancaran lalu lintas (kamseltibcarlantas). Kemitraan ini
adalah merupakan bentuk sinergi polisional sebagai bentuk kebersamaan antar unsur
masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk kemitraan lalu lintas. Kemitraan lalu lintas
tersebut dilaksanakan dengan melalui aksi keselamatan jalan yang diberi nama road
safety partnership action (RSPA).
RSPA adalah suatu program kemitraan dalam mengkampanyekan keselamatan
jalan. Program ini dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari Dekade Aksi Keselamatan
2011-2020, yang kemudian dijabarkan oleh Satuan Lalu Lintas Polresta Pekanbaru
dengan mengajak instansi yang terkait bersama dengan elemen masyarakat lainnya
untuk bekerja sama menemukan problem solving dari permasalahan lalu lintas.
Program ini bertujuan untuk mengkampanyekan pentingnya keselamatan jalan bagi
para pengguna jalan raya. Kampanye keselamatan jalan ini kemudian dilaksanakan
dengan melibatkan para stake holders dan instansi terkait sehingga sejalan dengan
Grand Strategy Polri tahap II yaitu Partnership Buliding. Pada program ini difokuskan
pada kegiatan pendidikan dan pelatihan / workshop bagi para pengemudi dan pelatihan
safety riding bagi siswa/i sekolah yang dikemas dalam kegiatan safety riding goes to
school. Program selanjutnya adalah melakukan desain keselamatan jalan yang
didahului dengan kegiatan survey keselamatan jalan serta pembangunan kawasan
RSPA. Program Road Safety Partnership Action (RSPA) ini mengambil tema “ make
our community safer”. Pada tahap awal program ini dilaksanakan selama 6 (enam)
bulan dan selanjutnya dapat ditingkatkan lagi pada masa-masa yang akan datang.
Melalui program RSPA, diharapkan terjadi peningkatan kualitas pelayanan publik dalam
rangka mewujudkan lalu lintas yang aman, selamat, tertib dan lancar, sebagaimana
penjabarannya sebagai berikut :
1) Adanya penurunan angka kecelakaan dan meningkatnya ketaatan pengguna jalan
terhadap peraturan lalu lintas;
2) Terjalinnya kemitraan antara Polri, stake holder lalu lintas dan masyarakat;
3) Terjalinnya sinergitas Polri dengan berbagai pihak dalam upaya-upaya
mewujudkan Kamseltibcarlantas di kota Pekanbaru;
4) Terarahnya kegiatan-kegiatan yang dilakukan instansi pemangku kepentingan
LLAJ dalam menciptakan Kamseltibcar lantas di Kota Pekanbaru;
43
5) Meningkatkan produktivitas masyarakat kota Pekanbaru;
6) Sebagai sarana promosi produk untuk perusahaan pendukung program RSPA.
Sinergi polisional dilaksanakan atas dasar kemitraan / kerja sama. Kerja sama
merupakan salah satu bentuk proses sosial, diantara 4 (empat) proses sosial lainnya,
yang meliputi : (1) cooperation atau kerjasama; (2) competition / persaingan; (3)
conflict / pertikaian; (4) accomodation / penyesuaian. Kerja sama sebagai suatu proses
sosial timbul jika orang menyadari bahwa mereka mempunyai cukup pengetahuan dan
pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan kepentingannya;
kesadaran akan adanya kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan
fakta-fakta penting dalam kerjasama yang berguna (Soekanto, 1986 : 62). Dengan
demikian, faktor pendorong munculnya kerja sama adalah adanya kepentingan
bersama.
Dari sudut pandang sosiologis, pelaksanaan kerjasama ada tiga bentuk / metode
(Soekanto, 1986: 60-63) yaitu: (a) bargaining process, yaitu kerjasama antara orang per
orang dan atau antarkelompok untuk mencapai tujuan tertentu dengan suatu perjanjian
saling menukar barang, jasa, kekuasaan, atau jabatan tertentu, (b) cooptation yaitu
kerjasama dengan cara rela menerima unsur-unsur baru dari pihak lain dalam
organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya keguncangan stabilitas
organisasi, dan (c) coalition yaitu kerjasama antara dua organisasi atau lebih yang
mempunyai tujuan yang sama. Kerja sama yang diterapkan dalam sinergi polisional
yang diwujudkan dalam RSPA ini adalah Bargaining Process (proses tawar menawar).
Lebih lanjut diungkapkan oleh Soekanto (1986 : 65), Bargaining Process merupakan
kerja sama dengan pelaksanaan perjanjian tentang pertukaran barang-barang dan jasa
antara dua organisasi atau lebih, atau dalam pengertian lain merupakan bentuk tawar
menawar yang dapat diartikan sebagai perjanjian yang dilakukan antar dua atau lebih
organisasi. Perjanjian ini ditujukan untuk mencapai kesepakatan bersama agar kedua
belah pihak atau lebih sama - sama diuntungkan dalam perjanjian itu.
Dari gambaran di atas, kerja sama yang diwujudkan dalam RSPA merupakan
upaya untuk mengoptimalkan sinergi polisional. Selanjutnya akan diuraikan tentang
upaya-upaya yang dilakukan oleh Polresta Pekanbaru untuk mengoptimalkan sinergi
polisional lalu lintas di Polresta Pekanbaru melalui kegiatan RSPA. Upaya-upaya
44
dimaksud dilaksanakan dengan pendekatan manajemen strategis, yang akan diuraikan
mulai dari: (1) formulasi visi dan misi yang relevan dengan pelayanan prima; (2)
kemudian dijabarkan dalam tujuan; (3) sasaran; (4) kebijakan; dan (5) strategi; serta (6)
diakhiri dengan rencana aksi (action plan) yang akan dilaksanakan guna meningkatkan
kualitas pelayanan public dalam rangka terwujudnya kamseltibcarlantas, dengan uraian
sebagai berikut :
1. Visi dan Misi
a. Visi :
Menjadikan Road Safety Partnership Action sebagai perwujudan sinergi
polisional guna meningkatkan kualitas pelayanan publik di Polresta
Pekanbaru dalam mewujudkan kamseltibcarlantas.
b. Misi :
1) Meningkatkan sumber daya manusia yang akan mendukung kegiatan
Road Safety Partnership Action;
2) Memaksimalkan dukungan anggaran yang berasal dari DIPA dan dari
mitra pendukung dalam kegiatan Road Safety Partnership Action
3) Meningkatkan ketersediaan dan pemanfaatan sarana pendukung
dalam kegiatan Road Safety Partnership Action;
4) Membenahi metode yang digunakan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan publik dalam kegiatan Road Safety Partnership Action.
2. Tujuan
a. Sumber daya manusia dalam kegiatan Road Safety Partnership Action
memiliki kemampuan dan kompetensi yang cukup baik dalam menampilkan
pelayanan kepada publik;
b. Memiliki ketersediaan anggaran yang cukup melalui program-program
kemitraan yang berkelanjutan;
c. Sarana dan prasarana yang telah disediakan dapat digunakan secara efisien
dan akuntabel dalam meningkatkan pelayanan publik melalui Road Safety
Partnership Action;
45
d. Terselenggaranya metode yang efektif dalam meningkatkan pelayanan
publik melalui kegiatan Road Safety Partnership Action.
3. Sasaran
Sasaran mengandung makna tentang hasil yang akan dicapai dari
pelaksanaan misi. Di dalam sasaran ditetapkan apa yang harus dikerjakan, waktu
penyelesaiannya, dan kualitas yang harus dipenuhi jika mungkin. Pencapaian dari
sasaran harus menjadi hal dari penyelesaian misi, maka sasaran dari RSPA
adalah:
Tabel 3Mission and Objective
NO
MISSION OBJECTIVES
1. Meningkatkan sumber daya manusia yang akan mendukung kegiatan Road Safety Partnership Action
1. Seluruh personel dalam kegiatan RSPA memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik
2. Seluruh personel dalam kegiatan RSPA memiliki attitude yang baik untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik
3. Personel yang diikutkan dalam kegiatan RSPA memiliki standar kemampuan yang sesuai dengan ketentuan dalam pelayanan publik.
2. Memiliki ketersediaan anggaran yang cukup melalui program-program kemitraan yang berkelanjutan
1. Tersedianya anggaran untuk mendukung kegiatan RSPA
2. Angaran untuk mendukung RSPA dapat dipertanggungjawabkan
3. Keberlanjutan program dapat terjamin karena telah tersedia anggaran
3. Meningkatkan ketersediaan dan pemanfaatan sarana pendukung dalam kegiatan Road Safety Partnership Action
1. Mengupayakan sarana prasarana yang dapat mendukung dalam kegiatan RSPA.
2. Penggunaan sarana prasarana dalam kegiatan RSPA dapat
46
dipertanggungjawabkan.
3. Sarana prasarana yang digunakan dapat terpelihara dengan baik dan dapat digunakan pada kegiatan berikutnya.
4. Terselenggaranya metode yang efektif dalam meningkatkan pelayanan publik melalui kegiatan Road Safety Partnership Action
1. Disusunnya SOP kegiatan RSPA.
2.Terbentuknya standar pelayanan sebagai pedoman bagi petugas RSPA.
3.Terlaksananya pengawasan yang proporsional guna mendukung kegiatan RSPA
4. Terlaksananya penerapan reward and punishment yang proporsional
4. Formulasi Strategi
Pentahapan formulasi strategi dimulai dengan membuat Internal Factor
Analysis Strategy (IFAS) dan External Factor Analysis Strategy (EFAS). Hasil
IFAS dan EFAS kemudian dituangkan dalam matrik internal dan eksternal.
Mapping data IFAS dan EFAS dalam matrik internal dan eksternal diperlukan
untuk memperoleh informasi tentang jenis upaya yang harus diambil oleh Polresta
Pekanbaru dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam sinergi
polisional lalu lintas.
a. Internal Factor Analysis Strategy (IFAS)
Tabel internal factor analysis strategic dibuat untuk melihat tingkat
keterpengaruhan faktor internal suatu organisasi. Besarnya pengaruh
kekuatan dan kelemahan internal organisasi dalam formulasi akan
diperhitungkan dengan menggunakan bobot dan peringkat dari masing-
masing faktor kekuatan dan kelemahan, sebagaimana tercantum dalam tabel
berikut ini :
47
Tabel 4Internal Factor Analysis Strategy
NO
FAKTOR INTERNAL BOBOT PERINGKATSKOR
BOBOT
KEKUATAN
1. Adanya kesiapan Polresta Depok dalam menghadapi pelaksanaan pengamanan Pemilukada Kota Depok tahun 2010 (SDM)
0,108 4 0,43
2 Adanya pengalaman dari Polresta Depok dalam melaksanakan pengamanan Pemilukada tahun 2005 (SDM).
0,108 4 0,43
3 Adanya komitmen dari Pimpinan Polresta Depok untuk mendukung sepenuhnya pelaksanaan pengamanan Pemilukada tahun 2010.
0,095 1 0,09
4 Posisi mako Polresta Depok yang strategis berada ditengah kota.
0,089 1 0,09
5 Adanya pelaporan secara real time dari Bhabinkamtibmas di wilayah masing-masing
0,101 3 0,3
Jumlah 0,5 1,35
KELEMAHAN
1 Belum ada SOP yang mengatur langkah antisipasi pengamanan pasca putusan MK
0,118 5 0,59
2 Tidak ada alokasi anggaran yang digunakan untuk mengantisipasi pasca putusan MK
0,092 1 0,09
3 Tidak adanya perencanan dalam menghadapi perkembangan situasi pasca putusan MK.
0,086 1 0,09
4 Tidak dilaksanakan pelatihan Sispamkota dalam menghadapi situasi pasca putusan MK
0,105 2 0,21
5 Konsentrasi pengamanan yang dilakukan Polresta Depok terpecah karena ada salah satu Polsek yang masuk dalam kabupaten Bogor yang sedang melaksanakan Pemilukada
0,099 2 0,2
Jumlah 0,50 1,18
Total IFAS 0,1 2,53
b. External Factor Analysis Strategy (EFAS)
Proses yang sama dilakukan pada penghitungan EFAS. Hanya saja
yang dilakukan penghitungan adalah hasil identifikasi peluang dan kendala
48
yang dimiliki oleh organisasi Polresta Pekanbaru guna meningkatkan
kualitas pelayanan publik dalam rangka terwujudnya kamseltibcarlantas.
Besarnya peluang dan kendala eksternal organisasi akan dihtung
berdasarkan bobot dan peringkat masing-masing faktor peluang dan
kendala, dengan perhitungan sebagai berikut :
Tabel 5External Factor Analysis Strategy (EFAS)
NO
FAKTOR EKSTERNAL BOBOT PERINGKATSKOR
BOBOT
PELUANG
1Masyarakat kota Depok tidak mudah untuk terprovokasi permasalahan konflik pemilukada pasca putusan MK.
0,089 1 0,09
2Parpol pengusung tidak menggalang kekuatan massa untuk melakukan konflik fisik namun lebih mengedepankan proses sengketa administrasi
0,114 4 0,46
3Adanya legitimasi dan dukungan dari masyarakat kota Depok sehingga pemerintahan sampai saat ini masih berjalan.
0,095 2 0,19
4Adanya sinergitas antara Polresta Depok dengan instansi terkait
0,114 4 0,46
5Selama Pemilukada kota Depok tidak terjadi pelanggaran dan tindak pidana yang ditangani oleh Gakkumdu
0,089 1 0,09
Jumlah 0,50 1,28
KENDALA
1Adanya pergantian pimpinan KPU pada proses pemilihan berlangsung
0,084 1 0,08
2 Adanya perpecahan massa pendukung salah satu Parpol (akibat terdapat salah satu parpol mendukung dua pasangan calon ).
0,078 1 0,08
3Banyaknya ormas dan LSM yang memanfaatkan situasi
0,091 1 0,09
4Pasca penolakan oleh MK, terdapat gugatan secara PTUN oleh salah satu pasangan calon yang kalah dan gugatan tersebut hingga tahap MA
0,123 5 0,62
5Adanya pelaporan terhadap pemalsuan tanda tangan Ketua KPU ke Polda Metro Jaya terkait dengan kekisruhan di lingkungan KPU
0,123 5 0,62
Jumlah 0,50 1,49
49
Total EFAS 1,00 2,77
c. Matrik Internal dan Eksternal (IE)
Matrik ini digunakan untuk menentukan upaya yang harus ditentukan
oleh Polresta Pekanbaru dalam mengoptimalkan sinergi polisional. Apakah
upaya tersebut masuk dalam kolom growth strategy, rentrenchment strategy
atau stability strategy. Untuk mengetahui positioning yang harus diambil oleh
Polresta Pekanbaru maka data perhitungan IFAS dan EFAS
ditransformasikan pada matrik internal dan eksternal, sebagaimana
tercantum pada gambar berikut:
Gambar 1Matriks Internal dan Eksternal
50
Mencermati kembali mapping IFAS dan EFAS pada matrik internal dan
eksternal di atas, maka upaya untuk meningkatkan sinergi polisional guna
akuntabilitas kinerja Polresta Pekanbaru dalam rangka kepercayaan
masyarakat, harus menggunakan strategi Growth Vertical. Letak
persinggungan EFAS dan IFAS pada kuadran satu menunjukan bahwa
sebenarnya Polresta Pekanbaru memiliki faktor internal dan eksternal
yang kuat dalam pelaksanaan sinergi polisional saat ini.
Secara etimologi Growth Vertical memiliki arti pembauran dengan pihak
atau badan yang berada di atas atau lebih tinggi (Depdikbud, 1998 : 541).
Memaknai hal tersebut, maka diperlukan formulasi kebijakan dari satuan atas
untuk memperkuat upaya Polresta Pekanbaru dalam mengoptimalkan sinergi
polisional lalu lintas guna meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam
rangka terwujudnya kamseltibcarlantas. Kebijakan tersebut setidaknya
berkaitan dengan; 1) sumber daya manusia; 2) anggaran untuk mendukung
51
(6,83 – 6,91)
SUMBER DAYA INTERNAL
LEMAHSEDANGKUAT
RENDAH
SEDANG
TINGGIP
E
L
U
A
N
G
E
K
S
T
E
R
N
A
L
5.a.
987
6
3
5.a.
21
46
3
0
9 6 3 0
kegiatan sinergi polisional yang dapat dipertanggungjawabkan; 3) sarana
dan prasarana yang akan mendukung sinergi polisional, dan 4) Metode yang
tepat.
Kemudian formulasi kebijakan tersebut dijabarkan oleh Polresta
Pekanbaru dalam bentuk Action Plan yang lebih aplikatif. Alur ini yang akan
menggambarkan adanya integrasi yang kuat antara satuan atas dan satuan
di bawahnya untuk meminimalisir kelemahan dan mengoptimalkan kekuatan,
agar dapat memanfaatkan peluang dengan baik serta meminimalisir kendala
yang mungkin dihadapi.
d. Grand Strategi Selection Diagram
Analisis TOWS adalah sebuah teknik analisis yang sederhana, mudah
dipahami, dan juga bisa digunakan dalam merumuskan strategi-strategi dan
kebijakan-kebijakan berdasarkan identifikasi faktor eksternal (peluang dan
kendala) dan faktor internal (kekuatan dan kelemahan). Apakah Polresta
Pekanbaru akan memanfaatkan peluang atau kekuatan dan meminimalisir
kendala atau kelemahan yang ada maka perlu menggunakan grand strategy
selection diagram, sebagai berikut :
Gambar 2Grand Strategy Selection Diagram
52
Berdasarkan score mapping atas peluang, kendala, kekuatan dan
kelemahan pada diagram seleksi grand strategy di atas, maka dapat
ditunjukan bahwa sinergi polisional Polresta Pekanbaru harus terfokus
pada kuadran II (mendukung strategi turn arround) yaitu dengan
melakukan pembenahan terhadap kelemahan dengan memanfaatkan
peluang dan kekuatan yang ada. Pembenahan kelemahan tersebut
meliputi pada : 1) sumber daya manusia yang belum memiliki kompetensi
yang memadai; 2) metode pelayanan yang belum memiliki standar yang
baku dan sistem pengawasan serta reward and punishment yang belum
53
3,26 <
3,65
MENDUKUNG STRATEGI DIVERSIFIKASI
“TEROBOSAN”
MENDUKUNG STRATEGI DEFENSIF
“REAKTIF”
MENDUKUNG STRATEGI AGRESIF
“PROAKTIF”
MENDUKUNG STRATEGI TURN AROUND
“PEMBENAHAN”
BERBAGAI ANCAMAN
KELEMAHAN INTERNAL KEKUATAN INTERNAL
BERBAGAI PELUANG
3,46 > 3,37
optimal; 3). Pemanfaatan sarpras yang belum optimal dan dapat
dipertanggungjawabkan.
e. Formulasi mengoptimalkan sinergi polisional lalu lintas guna
meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam rangka terwujudnya
kamseltibcarlantas
Agar sinergi polisional dapat diimplementasikan dengan baik, maka
diperlukan prioritas waktu pencapaiannya. Untuk menentukan sebuah
strategi capaian target waktunya termasuk ke dalam jangka pendek, jangka
sedang, dan jangka panjang, maka digunakanlah Summary Factor Analysis
Strategic (SFAS) akan dihitung bobot, skor dan perkalian bobot skor dari
setiap strategi yang telah diperhitungkan pada IFAS dan EFAS.
Penghitungan SFAS menurut Whellen dan Hunger mendasari urutan
ranking score dari keseluruhan penghitungan score IFAS dan EFAS. Namun
demikian tidak semua faktor dalam IFAS dan EFAS diambil untuk
penghitunngan SFAS. Pada naskah ini maka faktor yang akan diambil ada
10 (sepuluh) faktor. Oleh karenanya, menurut Whellen dan Hunger untuk
pembagian waktu capaiannya adalah jangka pendek untuk 0 s.d. 6 (enam)
bulan, jangka sedang 0 s.d. 1 (satu) tahun, dan jangka panjang 0 s.d. 2 (dua)
tahun.
Tabel 6Summary Factor Analysis Strategy
NO STRATEGI KUNCI BOBOTNILAI
KONVERSI BOBOT
RATINGSKOR
BOBOT
TIME RANGE
PD SD PJ
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1Di bidang lalu lintas sinergi polisional diwujudkan dalam kegiatan kemitraan lalu lintas
0,104 0,09 7 0,72
2 Reformasi Birokrasi Polri tentang pelayanan Prima
0,116 0,1 9 1,04
3Belum ada anggaran khusus untuk mendukung sinergi polisional
0,118 0,11 9 1,06
54
4 Belum adanya standar pelayanan yang baku
0,105 0,1 7 0,73
5 Perubahan paradigma Polri 0,102 0,09 7 0,71
6 Semakin dipercayanya Polri sebagai aparat pemerintahan yang memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan kamseltibcarlantas
0,114 0,11 9 1,03
7 Peningkatan citra Polri 0,102 0,09 7 0,71
8 Budaya reactive policing masih melekat pada sebagian personel Polri terutama dalam penegakan hukum
0,118 0,11 9 1,06
9 Sinergi polisional dimanfaatkan sebagai hal yang negatif
0,110 0,1 8 0,88
10 Masyarakat masih belum percaya terhadap kinerja Polri
0,110 0,1 8 0,88
Jumlah 1,099 1
Sebelum masuk dalam penjelasan penghitungan formulasi time range
(jangka waktu) penulis mencoba menjelaskan terkait nilai bobot hasil
konversi. Nilai konversi bobot harus dilakukan dikarenakan total bobot pada
SFAS tidak sama dengan 1 (satu). Untuk itu perlu dilakukan konversi nilai
bobot dengan cara mengkalikan setiap variabel dengan hasil pembagian (1 :
total nilai bobot) atau (1 : 1,099 = 0,9).
Keterangan cara penghitungan
1) Skor bobot tertinggi dikurangi skor bobot terendah, kemudian hasil
selisih dibagi 3 (tiga) : (1,06 – 0,71) : 3 = 0,12
2) Untuk Jangka Pendek adalah nilai terkecil ditambah nilai hasil selisih
hasil pembagian : 0,71 + 0,12 = 0,83, maka nilai jangka pendek adalah
yang berkisar dari 0,71 sampai dengan 0,83
3) Untuk jangka sedang nilai jangka pendek ditambah hasil selisih nilai
pembagian : 0,83 + 0,12= 0,95 maka nilai untuk jangka sedang adalah
antarai 0,83 sampai dengan 0,95
55
4) Untuk jangka panjang adalah antara nilai jangka sedang s.d. bobot nilai
tertinggi = 0,95 s.d. 1,06
Setelah perhitungan SFAS di atas, kesepuluh upaya meningkatkan
kualitas pelayanan publik dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) pencapaian
waktu strategi. Tidak ada teori yang yeng menyebutkan secara pasti tentang
time range pada setiap klasifikasi strategi, baik jangka pendek, jangka
sedang, maupun jangka panjang. Namun penulis membatasi waktu
pencapaian selama 1,5 (satu setengah) tahun, hal tersebut disesuaikan
dengan kapasitas pelaksana strategi dan tingkat kesulitan pencapaian
strategi tersebut. Dengan demikian diharapkan pada akhir bulan September
2014 sinergi polisional dapat tercapai semuanya.
Berikut penulis sajikan tabel yang berisi 10 (sepuluh) strategi hasil
perhitungan SFAS yang harus dicapai dalam klasifikasi time range 1,5 (satu
setengah) tahun. Hasil perhitungan akan diterjemahkan dalam narasi karena
akan dijabarkan dalam menentukan action plan. Adapun tabel dimaksud
sebagai berikut :
Tabel 7Strategi Hasil Perhitungan
NO STRATEGI HASIL SFAS JANGKA WAKTU
NARASI STRATEGI
1 Di bidang lalu lintas sinergi polisional diwujudkan dalam kegiatan kemitraan lalu lintas
Jangka pendek(0 – 6 bulan)
Menugaskan Kasat Lantas untuk menggiatkan kegiatan kemitraan lalu lintas sebagai implementasi sinergi polisional di bidang lalu lintas
2 Belum adanya standar pelayanan yang baku
Jangka pendek(0 – 6 bulan)
Membuat formulasi standar pelayanan yang baku dan aplikatif serta SOP untuk kegiatan RSPA
3 Perubahan paradigma Polri Jangka pendek(0 – 6 bulan)
Kapolresta Pekanbaru membuat komitmen bersama seluruh personel pendukung kegiatan RSPA untuk sepakat menjadikan RSPA sebagai kegiatan kemitraan lalu lintas demi terwujudnya kamseltibcarlantas
56
4 Peningkatan citra Polri Jangka pendek(0 – 6 bulan)
Pada tahap awal RSPA difokuskan untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat kemanusiaan dan image bulding
5 Sinergi polisional dimanfaatkan sebagai hal yang negatif
Jangka sedang(0 – 12 bulan)
Melakukan sosialisasi dan pelatihan terkait dengan RSPA sebagai suatu bentuk sinergi polisional, agar dapat dilaksanakan secara baik dan benar
6 Masyarakat masih belum percaya terhadap kinerja Polri
Jangka sedang(0 – 12 bulan)
Kapolresta memberikan atensi terhadap penyelesaian kasus-kasus yang menunggak (tunggakan perkara) dengan memberikan target waktu maksimal 6 (enam) bulan penyelesaian bagi perkara/kasus yang menunggak, sementara untuk kasus-kasus baru harus dilakukan penyelesiannya sesegera mungkin
7 Semakin dipercayanya Polri sebagai aparat pemerintahan yang memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan kamseltibcarlantas
Jangka panjang(0 – 18 bulan)
Merencanakan bulan bhakti pelayanan prima dengan fokus pada upaya-upaya untuk mewujudkan kamseltibcarlantas
8 Reformasi Birokrasi Polri tentang pelayanan Prima
Jangka panjang(0 – 18 bulan)
Merencanakan kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan pelayanan prima yang dilaksanakan dengan memberikan pelayanan secara cepat, tepat, murah dan tidak diskrimininasi, dengan standar etika yang tinggi
9 Belum ada anggaran khusus untuk mendukung sinergi polisional
Jangka panjang(0 – 18 bulan)
Merencanakan memasukkan anggaran sinergi polisional termasuk RSPA dalam DIPA Polresta Pekanbaru
10 Budaya reactive policing masih melekat pada sebagian personel Polri terutama dalam penegakan hukum
Jangka panjang(0 – 18 bulan)
Melaksanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam rangka capacity building untuk merubah budaya reactive policing menjadi proactive policing
57
5. Kebijakan
Kebijakan menurut Wheelen and Hunger (2004) adalah “board
guidelines for decision making” arti bebasnya adalah panduan yang berlaku
untuk membuat keputusan. Sedangkan Anderson sebagaimana dikutip oleh
Lester and Steward menterjemahkan kebijakan sebagai “...a relative stable,
purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing
with a problem or matter of concern...”. Kebijakan diartikan sebagai
serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan
dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna
memecahkan suatu masalah tertentu.
Memformulaskan kebijakan merupakan langkah berikutnya setelah kita
menentukan sasaran. Oleh karena itu kebijakan yang harus diformulasikan
oleh Polresta Pekanbaru dalam rangka optimalisasi sinergi polisional lalu
lintas guna meningkatkan kualitas pelayanan publik di Polresta Pekanbaru
tersebut adalah :
Tabel 8Formulasi Kebijakan
NO STRATEGI KEBIJAKAN
1 Menugaskan Kasat Lantas untuk menggiatkan kegiatan kemitraan lalu lintas sebagai implementasi sinergi polisional di bidang lalu lintas
Kasat Lantas sebagai leading sector dan dijadikan benchmark oleh Kepala Satuan fungsi lainnya dalam menimplementasikan sinergi polisional dalam lingkup kesatuannya, dan agar Kasat Lantas melanjutkan program Road Safety Partnership Action sebagai sinergi polisional bidang lantas
2 Membuat formulasi standar pelayanan yang baku dan aplikatif.
Menjadikan SOP pelayanan publik sebagai standar pelayanan dan sebagai pedoman pelaksanaan pelayanan, pedoman pengawasan, dan pedoman pemberian reward and punishment, sebagai reference adalah SOP RSPA
3 Kapolresta Pekanbaru membuat komitmen bersama seluruh penyelenggara layanan publik untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanannya secara berkelanjutan
Komitmen bersama tersebut kemudian harus dijabarkan pada masing-masing fungsi terutama pada penyelenggaraan kegiatan pelayanan publik
4 Melaksanakan berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan citra Polri, antara lain kegiatan-kegiatan kemanusiaan dan kegiatan-kegiatan dalam rangka image building
Mewajibkan semua Kasatfung melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka pencitraan dengan menampilkan performance kepolisian secara aktif di tengah masyarakat dan melibatkan media untuk meliput semua kegiatan yang dilaksanakan, sebagai pilot
58
project adalah kegiatan RSPA yang dilaksanakan oleh Satuan Lalu Lintas
5 Melakukan sosialisasi dan pelatihan terkait dengan sinergi polisional, agar dapat dilaksanakan secara baik dan benar.
Membentuk tim sosialisasi sinergi polisional untuk melaksanakan kegiatan sosialisasi kepada seluruh personel Polresta dan Polsekta agar sinergi polisional dipahami dan dapat dilaksanakan oleh seluruh anggota Polresta Pekanbaru
6 Kapolresta memberikan atensi terhadap penyelesaian kasus-kasus yang menunggak (tunggakan perkara) dengan memberikan target waktu maksimal 6 (enam) bulan tunggakan perkara harus dapat diselesaikan, sementara untuk kasus-kasus baru harus dilakukan sesegera mungkin
Wakapolresta memimpin analisa dan evaluasi terhadap kasus-kasus yang menunggak (tunggakan perkara), melakukan gelar perkara dan memberikan target waktu penyelesaian, serta menghadirkan Kabag Wassidik Dit Reskrimum Polda dan Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda dan bila diperlukan juga mengundang Jaksa untuk memberikan saran dan masukan terkait upaya penyelesaian kasus. Penyelesain kasus-kasus yang menunggak ini termasuk juga kasus kecelakaan lalu lintas, untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap tugas-tugas Polri
7 Merencanakan bulan bhakti pelayanan prima dengan fokus pada upaya-upaya untuk mewujudkan kamseltibcarlantas
Kasat Lantas sebagai leading sector melaksanakan kegiatan RSPA dengan prioritas untuk menurunkan angka kecelakaan lalu lintas sebagai upaya untuk mewujudkan kamseltibcarlantas
8 Merencanakan kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan pelayanan prima yang dilaksanakan dengan memberikan pelayanan secara cepat, tepat, murah dan tidak diskrimininasi, dengan standar etika yang tinggi.
Bekerja sama dengan lembaga penilai independen untuk melakukan penilaian terhadap kualitas pelayanan yang telah dilaksanakan oleh Polresta Pekanbaru dan terus menerus melakukan upaya perbaikan agar kualitas pelayanan meningkat
9 Merencanakan memasukkan anggaran (serta sarana prasarana pendukung) sinergi polisional dalam DIPA Polresta Pekanbaru
Wakapolres bersama Kabag Ren dan Kasi Keu menyusun rencana anggaran untuk memasukkan sinergi polisional dalam DIPA tahun 2014
10 Melaksanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam rangka capacity building untuk merubah budaya reactive policing menjadi proactive policing
Kabag SDM, Kasat Bimmas dan Kasat Lantas membuat MOU dengan lembaga terkait untuk melaksanakan pendidikan pelatihan dalam rangka capacity building
6. Action Plan
Agar strategi dapat lebih aplikatif, maka harus dijabarkan lebih lanjut dalam
bentuk action plan. Dalam bahasa manajemen istilah action plan dikenal pula
dengan istilah rencana aksi atau dalam bahasa yang lebih sederhana adalah
upaya-upaya yang harus dilakukan. Dengan demikian formulasi action plan atau
upaya merupakan breakdown dari strategi yang telah diformulasikan pada bagian
sebelumnya. Formulasi action plan atau upaya harus aplikatif, sehingga mudah
untuk diterapkan oleh pihak Polresta Pekanbaru .
59
Pada bagian ini, penulis berpedoman pada apa yang dikatakan oleh Wheelen
dan Hunger bahwa ation plan terdiri dari item program, rumusan prosedur kerja
dan target yang akan dicapai dari pelaksanaan program, maka action plan
tersebut akan dituangkan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 9Action Plan
STRATEGI KEBIJAKANACTION PLAN
PROGRAM GIAT
ALOKASI ANGGARAN
PROSEDUR TARGET PROG
Menugaskan Kasat Lantas untuk menggiatkan kegiatan kemitraan lalu lintas sebagai implementasi sinergi polisional di bidang lalu lintas
Kategori :Jangka Pendek
Kasat Lantas sebagai leading sector dan dijadikan benchmark oleh Kepala Satuan fungsi lainnya dalam mengimple mentasikan sinergi polisional dalam lingkup kesatuannya, dan agar Kasat Lantas melanjutkan program Road Safety Partnership Action sebagai sinergi polisional bidang lantas
Melakukan kegiatan RSPA dalam bentuk :- Workshop /
pelatihan para pengemudi
- Safety Riding goes to school
- Survey RSPA dalam rangka pembangu nan desain keselamatan jalan
- Mengguna kan anggaran DIPA T.A. 2013, bila belum dianggarkan dalam DIPA mengunakandukungan operasi (dukops) Polresta Pekanbaru
- Mengguna kan dana CSR perusahaan pendukung
1. Membuat TOR Program
2. Mengundang instansi terkait dan stake holder untuk melaksanakan rapat koordinasi
3. Pemaparan program kepada perusahaan / mitra pendukung
4. Melaksanakan launching program
5. Pelaksanaan program
6. Analisa dan Evaluasi
7. Closing program
Setelah RSPA dilaksanakan diharapkan dapat mewujudkan kasmeltibcarlan tas di wilayah kota Pekanbaru
Membuat formulasi standar pelayanan yang baku dan aplikatif.
Kategori :Jangka Pendek
Menjadikan SOP pelayanan publik sebagai standar pelayanan dan sebagai pedoman pelaksanaan pelayanan, pedoman pengawasan, dan pedoman pemberian reward and punishment, sebagai reference adalah SOP RSPA
Merumuskan, menerapkan, dan mengawasi penggunaan standar pelayanan yang baku dan aplikatif.
Menggunakan anggaran dukungan operasi Polresta Pekanbaru DIPA tahun 2013.
1. Membuat Tim Perumus terdiri dari internal Polresta Pekanbaru dan komponen masyarakat.
2. Menyusun formulasi standar pelayanan publik.
3. Penetapan standar pelayanan yang telah dibuat dengan Skep Kapolres.
4. Simulasi standar pelayanan yang telah dibuat.
5. Sosialisasikan standar pelayanan kepada penyelenggara dan
1. Diharapkan rumusan yang telah dibuat sesuai dengan dengan kebutuhan untuk meningkatkan pelayanan publik di Polresta Pekanbaru.
2. Menjadikan standar pelayanan yang dibuat sebagai pedoman pelaksanaan
60
pengguna layanan.6. Penerapan standar
pelayanan yang telah dirumuskan,
pelayanan, pedoman pengawasan, dan tolok ukur penerapan reward and punishment.
Kapolresta Pekanbaru membuat komitmen bersama seluruh penyelenggara layanan publik untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanannya secara berkelanjutan
Kategori :Jangka Pendek
Komitmen bersama tersebut harus dijabarkan pada masing-masing fungsi terutama pada penyelenggaraan kegiatan pelayanan publik
Komitmen bersama diucapkan dalam suatu acara pengucapan komitmen, selanjutnya masing-masing Satuan Fungsi menindaklanjuti dengan menerapkannya di masing-masing fungsi dan dibuatkan laporannya secara periodik
Menggunakan anggaran dukops Polresta Pekanbaru . T.A. 2013.
1. Membentuk tim perumus dipimpin oleh Wakapolresta
2. Tim perumus merumuskan Komitmen Bersama di bidang pelayanan publik
3. Melaksanakan acara pengucapan komitmen
4. Melakukan implementasi komitmen pada masing-masing satuan fungsi
5. Melakukan analisa dan evaluasi
6. Melaporkan hasil pelaksanaan
Terlaksananya peningkatan kualitas pelayanan publik secara berkelanjutan
Melaksanakan berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan citra Polri, antara lain kegiatan-kegiatan kemanusiaan dan kegiatan-kegiatan dalam rangka image building
Kategori :Jangka Pendek
Mewajibkan semua Kasatfung melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka pencitraan dengan menampilkan performance kepolisian secara aktif di tengah masyarakat dan melibatkan media untuk meliput semua kegiatan yang dilaksanakan, sebagai pilot project adalah kegiatan RSPA yang dilaksanakan oleh Satuan Lalu Lintas
Membuat program-program unggulan dalam rangka pencitraan, seperti :- Police goes
to campuss- Police
emphaty (polisi yang berempati kepada masyarakat)
- Polisi peduli kemanusiaan
- Police door to door (kunjungan petugas Polri ke rumah-rumah penduduk / masyarakat)
Menggunakan anggaran dukops DIPA T.A. 2013.
1. Launching Program
2. Mengundang instansi terkait dan stake holder terkait untuk melaksanakan rapat koordinasi
3. Pemaparan program kepada perusahaan / mitra pendukung
4. Melaksanakan launching program
5. Pelaksanaan program
6. Analisa dan Evaluasi
7. Closing program
Diharapkan setelah program – program kemanusiaan terlaksana, citra Polri di mata masyarakat meningkat sehingga kegiatan pelayanan publik menjadi meningkat pula
61
Melakukan sosialisasi dan pelatihan terkait dengan sinergi polisional, agar dapat dilaksanakan secara baik dan benar
Kategori :Jangka sedang
Membentuk tim sosialisasi sinergi polisional untuk melaksanakan kegiatan pelatihan dan sosialisasi kepada seluruh personel Polresta dan Polsekta agar sinergi polisional dipahami dan dapat dilaksanakan oleh seluruh anggota Polresta Pekanbaru
- Pembuatan petunjuk teknis tentang sinergi polisional dengan disesuaikan dengan karakteristik wilayah setempat
- Membentuk tim sosialisasi untuk melaksana kan kegiatan sosialisasi dan pelatihan ke seluruh anggota Polresta dan Polsekta
Menggunakan anggaran DIPA T.A. 2013.
1. Membuat perencanaan kegiatan
2. Membuat kepanitiaan dengan surat perintah pelaksanaan
3. Melaksanakan rapat koordinasi
4. Pelaksanaan kegiatan
5. Analisa dan evaluasi
6. Pembuatan laporan kegiatan
Diharapkan setelah pelaksanaan sosialisasi seluruh personel dapat memahami dan melaksanakan sinergi polisional dengan baik
Kapolresta memberikan atensi terhadap penyelesaian kasus-kasus yang menunggak (tunggakan perkara) dengan memberikan target waktu maksimal 6 (enam) bulan tunggakan perkara harus dapat diselesaikan, sementara untuk kasus-kasus baru harus dilakukan sesegera mungkin
Kategori :Jangka sedang
Wakapolresta memimpin analisa dan evaluasi terhadap kasus-kasus yang menunggak (tunggakan perkara), melakukan gelar perkara dan memberikan target waktu penyelesaian, serta menghadirkan Kabag Wassidik Dit Reskrimum Polda dan Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda, bila diperlukan juga mengundang Jaksa untuk memberikan saran dan masukan terkait upaya penyelesaian kasus
Mencanangkan program akselerasi terhadap penanganan tunggakan – tunggakan perkara
Menggunakan anggaran dukungan operasi Polresta Pekanbaru T.A. berjalan
a. Melakukan inventarisasi terhadap kasus-kasus yang ditangani oleh fungsi Reskrim dan fungsi lalu lintas (laka lantas) yang masih menunggak
b. Melaksanakan analisa dan evaluasi terhadap kasus-kasus/perkara-perkara yang menunggak/belum terselesaikan
c. Melakukan langkah-langkah akselerasi
d. Melakukan gelar perkara dengan mengundang Kabag Wassidik Dit Reskrimum Polda dan Kasubdit Gakkum Dit Lantas Polda
e. Bila diperlukan menghadirkan Jaksa PN untuk diminta masukannya dalam penanganan perkara
Diharapkan kasus-kasus yang menunggak dapat terselesaiakan dalam waktu kurang dari 6 bulan
62
Merencanakan bulan bhakti pelayanan prima dengan fokus pada upaya-upaya untuk mewujudkan kamseltibcar lantas
Kategori :Jangka panjang
Kasat Lantas sebagai leading sector melaksanakan kegiatan RSPA dengan prioritas untuk menurunkan angka kecelakaan lalu lintas sebagai upaya untuk mewujudkan kamseltibcar lantas
- Sosialisasi kegiatan dalam rangka bulan bhakti pelayanan prima melalui media dan radio maupun televisi
- Menjadikan RSPA sebagai pilot project dalam bulan bhakti pelayanan prima
- Mengguna kan anggaran DIPA T.A. 2013 bila belum dianggarkan dalam DIPA mengundang dukungan operasi Polresta Pekanbaru
- Mengguna- kan dana CSR perusahaan
1. Membuat perencanaan kegiatan
2. Membuat kepanitiaan dengan surat perintah pelaksanaan
3. Melaksanakan rapat koordinasi
4. Pelaksanaan kegiatan
5. Analisa dan evaluasi
6. Pembuatan laporan kegiatan
Diharapkan melalui bulan bhakti pelayanan prima ini dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik sehingga kamseltibcar lantas dapat terwujud
Merencanakan kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan pelayanan prima yang dilaksanakan dengan memberikan pelayanan secara cepat, tepat, murah dan tidak diskrimininasi, dengan standar etika yang tinggi.
Kategori :Jangka panjang
Bekerja sama dengan lembaga penilai independen untuk melakukan penilaian terhadap kualitas pelayanan yang telah dilaksanakan oleh Polresta Pekanbaru dan terus menerus melakukan upaya perbaikan agar kualitas pelayanan meningkat
Program akselerasi pelayanan prima
Menggunakan anggaran dukungan operasi Polresta Pekanbaru T.A. 2013.
1. Membuat rencana kegiatan, meliputi:a. Menetapkan
pelayan publik yang akan dilakukan penilaian
b. Menghubungi tim penilai independen
c. Merencanakan kebutuhan anggaran
2. Pelaksanaan penilaian
3. Anev hasil penilaian dan tindak lanjuti hasilnya.
Dengan mengetahui hasil penilaian terhadap kualitas pelayanan publik, maka Kapolresta Pekanbaru dapat mengetahui sampai dimana kualitas pelayanan publik yang ada di kesatuannya sehingga dapat dilakukan akselerasi demi terwujudnya pelayanan prima
Merencanakan memasukkan anggaran (termasuk sarana prasarana pendukung) sinergi polisional dalam DIPA Polresta Pekanbaru
Kategori :Jangka panjang
Wakapolresta bersama Kabag Ren dan Kasi Keu menyusun rencana anggaran untuk memasukkan anggaran pendukung dan pengadaan sarana prasarana sinergi polisional dalam DIPA tahun 2014
Penyusunan anggaran sinergi polisional
Menggunakan anggaran tahun berjalan.
1. Wakapolresta memimpin rapat penyusunan anggaran sinergi polisional yang dihadiri oleh para Kasatfung dan para Kaur Bin Ops/Min Ops serta Bintara pengemban fungsi perencanaan dan keuangan di masing-masing satfung
2. Para Kasatfung mengajukan renbut untuk kegiatan sinergi polisional dalam bentuk pengisian KAK /
Diharapkan dengan penyusunan anggaran sinergi polisional, maka dapat terealisasikan masuknya sinergi polisional dalam DIPA Polresta Pekanbaru
63
TOR dan RAB3. Pembahasan KAK /
TOR dan RAB dari masing-masing safuan fungsi
4. KAK/TOR dan RAB dihimpun untuk menjadi bahan penyusunan RKA (Rencana Kerja dan Anggaran) 2014
5. RKA 2014 tersusun dan siap dajukan ke Ro Rena Polda
Melaksanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam rangka capacity building untuk merubah budaya reactive policing menjadi proactive policing
Kategori :Jangka panjang
Kabag SDM, Kasat Bimmas dan Kasat Lantas membuat MOU dengan lembaga terkait untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan dalam rangka capacity building
Pendidikan dan pelatihan dalam rangka capacity building
Menggunakan anggaran / dana Samsat (mengajukan ke Ditlantas Polda), berdasarkan Perkap No. 8 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Dana Samsat di lingkungan Polri (untuk mendukung kegiatan yang anggarannya tidak didukung oleh DIPA)
1. Menyusun pengajuan anggaran untuk penggunaan dana samsat (mengajukan ke Ditlantas Polda).
2. Bekerja sama dengan lembaga terkait dalam hal pendidikan dan pelatihan dan disusun dalam suatu perjanjian (MoU)
3. Membuat jadwal pendidikan dan pelatihan
4. Melakukan analisa dan evaluasi
5. Pembuatan laporan hasil pelaksanaan
Dengan pendidikan dan pelatihan dalam rangka capacity building, diharapkan dapat merubah budaya anggota Polri yang cenderung reactive untuk berubah menjadi proactive, untuk menunjang pelaksanaan sinergi polisional dapat dilaksanakan
64
BAB VII
PENUTUP
1. Kesimpulana. Sumber daya manusia sinergi polisional lalu lintas di Polresta Pekanbaru
masih belum optimal, karena dilaksanakan oleh personel-personel yang
belum memiliki kompetensi, integritas dan loyalitas tinggi, karena belum
memiliki ketrampilan melalui suatu pendidikan atau pelatihan. Hal tersbut
disebabkan karena kesibukan / rutunitas dari para personel dan juga
terbatasnya jumlah personel, selain itu kegiatan kemitraan sebagai
perwujudan sinergi polisional hanya diemban oleh 1 (satu) unit saja dalam
Satlantas Polresta Pekanbaru (Unit Dikmas Lantas) sehingga hasilnya tidak
optimal. Oleh karena itu perlu ditingkatkan, sebagai berikut :
1) melaksanakan pendidikan dan pelatihan dalam rangka capacity building,
melaksanakan sosialisasi (pendidikan dan pelatihan oleh personel Polresta
Pekanbaru yang sudah mendapat pelatihan) agar personel yang lain dapat
memahami dan melaksanakan sinergi polisional dengan baik;
2) Melaksanakan komitmen bersama dari seluruh personel Polresta
Pekanbaru dan komitmen tersebut harus dijabarkan pada masing-masing
fungsi terutama pada penyelenggaraan kegiatan pelayanan publik;
3) Melaksanakan / mengikuti pelatihan ESQ, untuk melatih kercerdasan
emosional, spritual dan intelektual personel, sehingga benar-benar siap
dalam melaksanakan program-program kegiatan kemitraan lalu lintas.
Sedangkan untuk mengatasi keterbatasan jumlah personel yang ada, dapat
diatasi dengan menggunakan tenaga outsourcing ataupun event organizer
(EO) sehingga peran anggota Polri nantinya hanya sebagai pengarah atau
koordinator dari panitia.
b. Kebutuhan anggaran untuk mendukung sinergi polisional saat ini (sebelum
dilaksanakannya kegiatan RSPA) masih belum tercukupi, sehingga kegiatan-
kegiatan kemitraan sebagai implementasi sinergi polisional tidak dapat
berjalan dengan optimal. Oleh karenanya untuk mengatasinya, kebutuhan
65
anggaran diatasi dengan melalui : 1) Melakukan kerja sama dengan pihak
ketiga; 2) Memanfaatkan program CSR (corporate social responsibility) yang
ada pada perusahaan; 3) Mengusulkan agar anggaran kegiatan kemitraan
lalu lintas masuk dalam DIPA Polresta Pekanbaru. Untuk itulah sebagai
salah satu kebijakan dalam action plan yang disusun adalah Wakapolresta
bersama Kabag Ren dan Kasi Keu menyusun rencana anggaran untuk
memasukkan anggaran pendukung dan pengadaan sarana prasarana sinergi
polisional dalam DIPA tahun 2014.
c. Kondisi sarana prasarana yang ada untuk mendukung sinergi polisional
secara umum masih cukup baik, namun tidak cukup untuk mendukung
sinergi polisional lalu lintas, sehingga perlu dilakukan ditingkatkan, sebagai
berikut : 1) sarana prasarana yang digunakan adalah dengan memanfaatkan
fasilitas dan sarana prasarana yang dimiliki oleh mitra partner sinergi
polisional, pada kegiatan RSPA memanfaatkan fasilitas yang dimiliki oleh PT
Honda Capella Dinamic Nusantara dan PT Chevron Pacific Indonesia (PT
CPI); 2) Menggunakan fasilitas sarana prasarana yang dimiliki oleh
institution partner, seperti Dishub dan Dinas PU untuk kegiatan-kegiatan
yang bersifat teknis; 3) Menggunakan sarana dan prasarana yang dimiliki
oleh Polda Riau; dan 4) Menyusun dukungan sarana prasarana untuk sinergi
polisional untuk dimasukkan ke dalam DIPA tahun berikutnya.
d. Metode yang dilaksanakan dalam sinergi polisional masih menggunakan
metode yang konvensional, diantaranya belum adanya SOP yang mengatur
tentang sinergi polisional lalu lintas, kegiatan sinergi polisional berdasarkan
atas kegiatan rutin hanya untuk memenuhi laporan kegiatan dikmas lantas
dan memenuhi permintaan sekolah / instansi, dan belum dilakukannya
analisa dan evaluasi. Oleh karenanya dikembangkanlah metode dalam
sinergi polisional, sebagai berikut : 1) Penyusunan SOP sinergi polisional; 2)
Penerapan standar pelayanan minimal; 3) Penerapan pengawasan, baik
secara internal mau eksternal; dan 4) Penerapan reward and punishment.
66
2. Rekomendasi
a. Memberikan saran kepada Kapolresta Pekanbaru untuk mengimplementasikan
sinergi polisional ke dalam setiap pelaksanaan tugas kepolisian, dengan
mengedepankan budaya melayani kepada semua lapisan masyarakat.
b. Memberikan saran kepada Kapolresta Pekanbaru untuk menanamkan dan
membangun semangat budaya melayani khususnya kepada seluruh personel
penyelenggara pelayanan dengan disertai pengawasan dan pemberian reward
and punishment yang proporsional.
c. Memberikan saran kepada Kapolresta Pekanbaru untuk berkolaborasi dengan
potensi masyarakat yang kompeten di bidang iptek, pengawasan, dan
ketersediaan sarana prasarana dalam mendukung peningkatan kualitas
pelayanan
d. Memberikan saran kepada Mabes Polri, khususnya kepada Kepala Lembaga
Pendidikan Polri untuk membuat kurikulum pendidikan setingkat kursus atau
kejuruan singkat dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
serta membentuk sikap personel penyelenggara layanan dalam meningkatkan
kualitas pelayanan publik.
67
DAFTAR PUSTAKA
Agus Dwiyanto, 2011. Manajemen Pelayanan Publik; Peduli, Inklusif, dan Kolaboratif.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Amin Ibrahim,2008. Teori Konsep Pelayanan Publik. Bandung : Mandar Maju.
Atep Adya Barata, 2004. Dasar – dasar Pelayanan Prima. Jakarta : Elex Media
Komputindo
Bryson, J.M, 1995, Strategic Planning For Public and Non Profit Organizations, San
Fransisco: Jossey-Bass.
Chryshnanda DL, 2009. Menjadi Polisi Yang Berhati Nurani. Jakarta : Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian.
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Dougherty, James E. & Pfaltzgraff, Robert L., 1997. International Relation (4th edition). New York : Longman.
Ebert, Ronald & Ricky W. Griffin, 2008. Bussiness Essential. New Jersey : Prentice Hall
Grahacendikia,2009. (http://grahacendikia.files.wordpress.com/2009/04/)
Naufal, 2012 (http://ennaufal.blogspot.com/2012/09/kinematika-ilmu-fisika-tentang-
gerak.htm).
Husein Wijaya, 2010. Strategi Memasarkan NGO dalam Markeeters edisi Agustus 2010 Jakarta : MarkPlus Inc.
Mabes Polri, 2006. Buku Panduan tentang Hak Asasi Manusia untuk Anggota Polri. Jakarta : Mabes Polri.
Mabes Polri, 2010. Pedoman Penjabaran tentang Revitalisasi Polri Menuju Pelayanan
Parsudi Suparlan, 2004. Masyarakat dan Kebudayaan Perkotaan. Perspektif Antropologi Perkotaan. Jakarta : Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian.
Panmus Sis Spindep, 2012. Naskah Akademik Sistem Sinergi Polisional Interdepartemen / Sis Spindep, “Menyongsong Era Networking dalam rangka Renstra 2010 – 2014 Prima Guna Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat. Jakarta : Mabes Polri.
68
Pfaltzgraff, Robe 100117132 2 2
Pedoman Penjabaran tentang Revitalisasi Polri menuju Pelayanan Prima guna Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat. Jakarta : Mabes Polri.
Qodry Azizy, 2007. Change Management dalam Reformasi Birokrasi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Rangkuti, Freddy, 2009. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Samodra Wibawa, 1994. Kebijakan Publik, Jakarta : Intermedia.
Sondang P. Siagian, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bumi Aksara.
Soerjono Soekanto, 1986. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sonny Harsono, 1996. “Manajemen Lalu Lintas Perkotaan yang Terpadu” Tidak diterbitkan.
Tim Penyusun Kamus, 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia 2nd . Jakarta : Balai Pustaka.
Term of Refference Rapim Polri 2013, Jakarta : Mabes Polri.
Wheelen, Thomas and Hunger, J. David, 2004 International Edt. Strategic Management and Business Policy. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 tahun 2010 tentang Road Map reformasi Birokrasi 2010-2014.
Peraturan Kapolri Nomor 23 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia tingkat Resor dan Sektor.
Keputusan Kapolri Nomor : Kep / 53 / 2010 tanggal 29 Januari 2010 tentang Renstra Polri tahun 2010 – 2014.
Surat Keputusan Dirlantas Polri No. Pol : Skep/22/IX/2005 tgl 22 September 2005
69
tentang Vademikum Polisi Lalu Lintas.
POLA PIKIR
ALUR PIKIR
70
KAPOLRESTA
- STANDAR OPERATION PROCEDUR
E
- KASAT LANTAS
OBYEKMETODESUBYEK
/SINERGI POLISIONAL
LANTASSAAT INI
SINERGI POLISIONAL
LANTAS YANG
GUNA AKSELERAS
I PELAYANAN
DLM RANGKA MEWUJUDKAN STABILITAS KAMTIBMAS
- UU NO. 2 TAHUN 2002 TENTANG POLRI- UU NO. 22 TAHUN 2009 TTG LLAJ
- PERMEN PAN & REFORMASI BIROKRASI NO. 20 TH 2010 - PERKAP NO 23 TH 2010 TTG OTK POLRES DAN POLSEK- REFORMASI BIROKRASI POLRI GELOMBANG II TAHUN
2010-2014- KEP KAPOLRI NO. : KEP / 53 / 2010 TANGGAL 29 JANUARI
2010
ENVIROMENTAL
INPUT• INTERNAL• EKSTERNA
L
INSTRUMENTAL
INPUT
FEED
DESKRIPSI ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)
Dengan melihat kondisi organisasi secara internal dan mengacu pada penjelasan fakta-fakta yang ditemukan dalam organisasi, maka dapat diasumsikan untuk pengaruh faktor kekuatan terhadap organisasi yang ada didominasi pada terdefinisikan “sangat besar” (76 s/d 100) dan “besar” (51 s/d 75)”, sehingga komulatif dari penilaian responden tertinggi mencapai skor 95 dan terendah mencapai skor 75. Sedangkan untuk pengaruh faktor kelemahan terhadap organisasi yang ada didominasi pada terdefinisikan “sangat besar” (76 s/d 100) dan “besar” (51 s/d 75)”, sehingga komulatif dari penilaian responden tertinggi mencapai skor 90 dan terendah mencapai skor 60. Kemudian asumsi penilaian responden diproses melalui Analytic Hierarchy Process (AHP) sehingga didapat skor bobot sebagai berikut :
NO VARIABEL KEKUATAN
BOBOT NILAI RESPONDEN
75 75 80 85 95 BobotRA
TINGSKOR
BOBOT
1 Sinergi polisional telah dituangkan dalam Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep / 53 / I / 2010 tanggal 29 Januari 2010 tentang Renstra Polri 2010-2014
75 1.00 1.00 1.07 1.13 1.27 0.091 5 0.45731707
2 Sinergi Polisional menjadi pokok bahasan dalam kegiatan Rapim Polri 2013
75 1.00 1.00 1.07 1.13 1.27 0.091 5 0.45731707
3 Penyusunan Naskah Akademik oleh 80 0.94 0.94 1.00 1.06 1.19 0.098 6 0.58536585
71
STABILIT
AS
KAMTI
AKSELE
RASI PELAYA
NAN
SINERGI
POLISIONA
L
LALU
BELUM
MAMPU
MEWUJUD
KAN
BELUM
OPTIMA
L
INTERN
KEKUATAN
KELEMAHAN
EKSTERN
PELUANG
KENDALA
-
PERUMUSAN
VISI, MISI,
TUJUAN
DAN
SASARAN
-
ANA
LISA
SW
OPTIM
ALISASI
SINERG
I
MAN
MON
EY
MATE
Panitia Perumus dari Derenbang Polri tentang sinergi polisional
4 Di bidang lalu lintas sinergi polisional diwujudkan dalam kegiatan kemitraan lalu lintas
85 0.88 0.88 0.94 1.00 1.12 0.104 7 0.72560975
5 Reformasi Birokrasi Polri tentang pelayanan Prima
95 0.79 0.79 0.84 0.89 1.00 0.116 9 1.04268292
0.50 3.26829268
NO VARIABEL KELEMAHAN
BOBOT NILAI
RESPONDEN
60 90 60 80 90 BO BOT
RA TING
SKOR BOBOT
1 Belum ada pemahaman tentang sinergi polisional
60 1.00 1.50 1.00 1.33 1.50 0.079 5 0.394736842
2 Belum ada anggaran khusus untuk mendukung sinergi polisional
90 0.67 1.00 0.67 0.89 1.00 0.118 9 1.065789474
3 Anggapan bahwa sinergi polisional hanya dilaksanakan pada level pimpinan
60 1.00 1.50 1.00 1.33 1.50 0.079 5 0.394736842
4 Belum adanya standar pelayanan yang baku
80 0.75 1.13 0.75 1.00 1.13 0.105 7 0.736842105
5 Budaya reactive policing masih melekat pada sebagian personel Polri terutama dalam penegakan hukum
90 0.67 1.00 0.67 0.89 1.00 0.118 9 1.065789474
0.50 3.657894737
Dengan melihat kondisi organisasi secara eksternal dan mengacu pada penjelasan fakta-fakta yang ditemukan dalam organisasi, maka dapat diasumsikan untuk pengaruh faktor peluang terhadap organisasi yang ada didominasi pada terdefinisikan “sangat besar” (76 s/d 100) dan “besar” (51 s/d 75)”, sehingga komulatif dari penilaian responden tertinggi mencapai skor 95 dan terendah mencapai skor 70. Sedangkan untuk faktor kendala yang ada didominasi pada terdefinisikan “sangat besar” (76 s/d100) dan “besar” (51 s/d 75)”, sehingga komulatif dari penilaian responden tertinggi hanya mencapai skor 85 dan terendah mencapai skor 65.
Kemudian asumsi penilaian responden diproses melalui Analytic Hierarchy Process (AHP) sehingga didapat skor bobot sebagai berikut :
72
NO VARIABEL PELUANG
BOBOT NILAI RESPONDEN
70 85 95 85 80 BO BOT
RA TING
SKOR BOBOT
1 Sinergi polisional dapat meningkatkan kerja sama dengan masyarakat
70 1.00 1.21 1.36 1.21 1.14 0.084 5 0.421686747
2 Perubahan paradigma Polri 85 0.82 1.00 1.12 1.00 0.94 0.102 7 0.71686747
3 Semakin dipercayanya Polri sebagai aparat pemerintahan yang memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan kamseltibcarlantas
95 0.74 0.89 1.00 0.89 0.84 0.114 9 1.030120482
4 Peningkatan citra Polri 85 0.82 1.00 1.12 1.00 0.94 0.102 7 0.71686747
5 Dikembangkannya kebijakan pemerintah melalui sinergi polisional
80 0.88 1.06 1.19 1.06 1.00 0.096 6 0.578313253
0.50 3.463855422
NO VARIABEL KENDALA
BOBOT NILAI RESPONDEN
85 70 85 80 65 BOBOT
RATING
SKOR BOBOT
1 Sinergi polisional dimanfaatkan sebagai hal yang negatif
85 1.00 0.82 1.00 0.94 0.76 0.110 8 0.88
2 Adanya pandangan skeptis dari masyarakat 70 1.21 1.00 1.21 1.14 0.93 0.091 5 0.45
3 Masyarakat masih belum percaya terhadap kinerja Polri
85 1.00 0.82 1.00 0.94 0.76 0.110 8 0.88
4 Resistensi dari masyarakat 80 1.06 0.88 1.06 1.00 0.81 0.104 7 0.73
5 Makin berkembangnya pengetahuan masyarakat terkait dengan pelayanan publik
65 1.31 1.08 1.31 1.23 1.00 0.084 5 0.42
0.50 3.37
73