Post on 12-Jun-2015
A. Latar belakang
Saya memilih pembahasan Sastra Indonesia Lama berisi sejarah. Karena
saya ingin mengkaji dan lebih mengetahui tentang Sastra Indonesia Lama
yang berisi sejarah. Menurut saya juga sepertinya masih banyak orang
khususnya Mahasiswa yang belum mengetahui tentang Sastra Indonesia Lama
berisi sejarah ini. Sastra Indonesia Lama berisi sejarah dapat dilihat dari ciri
umum dan tujuan penulisan sastra sejarah. Ciri umum dan tujuan penulisan
sastra sejarha mencakup tiga pembahasan, yaitu :
1. Ciri atau sifat umum sastra sejarah
2. Tujuan penulisan naskah sejarah
3. Relevansi penelitian sastra sejarah
Kita akan mengetahui secara spesifik mengenai sastra Indonesia lama
berisi sejarah dalam pembahasan.
Selain itu dalam pembahasan saya juga akan mencoba tentang peranan
unsur kepercayaan dalam genealogi raja dan Islam dan Zulkarnain sebagai
asal keturunan Raja Melayu. Kedua pembahasan tersebut masih berhubungan
dengan Sastra Indonesia Lama berisi sejarah.
Salah satu tujuan penelitian hasil sastra lama ialah untuk mengetahui
akan pikiran, kepercayaan, atau pandangan hidup masyarakat waktu itu yaitu
masyarakat lama. Dalam rangka inilah pokok penelitian ini dibekukan,
khususnya untuk mengetahui bagaimana pandangan, alam pikiran atau
kepercayaan masyarakat terhadap genealogi raja mereka. Penelitian ini
dititikberatkan pada hasil sastra Indonesia lama yang berisi sejarah, seperti
Tambo Minangkabau dan Hikayat Aceh.
B. Ciri Umum dan Tujuan Penulisan Sastra Sejarah
Dalam sastra Indonesia lama banyak kita jumpai naskah sastra sejarah
ini dan cukup banyak mendapat perhatian peneliti filologi baik berupa
disertaim skripsi maupun monograf.
Masih banyak naskah sejarah dalam sastra Indonesia lama yang belum
digarap secara mendalam, di antaranya “Hikayat Raja-raja Pasai”, ”Sejarah
Raja-raja Riau”, ”Silsilah Melayu dan Bugis”, ”Tambo Minangkabau“, ”Asal-
usul Bangkulu”,dan ” Raja-raja Sambas”.
Para peneliti sejarah baik dari barat maupun dari Indonesia umumnya
merasa kecewa membaca naskah-naskah berisi sejarah itu. Mereka umumnya
berpendapat bahwa naskah sejarah itu tidak dapat digunakan sebagai sumber
sejarah. Jelas pendapat ini bertentangan dengan pendapat umum mengenai
sejarah yang dikatakannya naskah sebagai sumber sejarah.
Lima orang asli sejarah Minangkabau tidak kalah kecewanya. Mereka
mengatakan bahwa dalam “Tambo Minangkabau” itu hanya terdapat 2% fakta
sejarah yang tenggelam dalam 98% mitologi (Mansoer, 1970:IX, 38-39).
Berdasarkan hal itu, jelaslah alasan pertama para ahli sejarah tidak dapat
menggunakan naskah sejarah sebagai sumber sejara ialah karena unsur sejarah
dalam naskah itu dicampuradukkan ditimbuni oleh unsur mite, legende, dan
dongeng.
Menanggapi dua pendapat yang bertentangan ini yaitu di satu pihak
mengatakan naskah sejarah sebagai sumber sejarah, di pihak lain naskah
sejarah tidak dapat digunakan sebagai sumber sejarah, baiklah kita tinjau
sejenak sifat-sifat umum atau ciri-ciri umum sastra sejarah, tujuan
penulisannya, serta relevansi penelitian sastra sejarah ini untuk masa sekarnag.
C. Ciri atau sifat umum sastra sejarah
Dalam hal penggunaan karya sastra sebagai sarana penelitian sejarah,
agaknya perlu kita perhatikan pandangan Teeuw (1978:87) ini sebagai berikut.
"Banyak teks sastra Indonesia bersifat sejarah, mengandung bahan-bahan
sejarah, mirip dengan sejarah, mencipta bayangan sejarah atau citra, dan
seterusnya. Oleh karena itu, sejarawan seringkali tertarik oleh teks
semacam itu (babad, sejarah, dan lain-lain) dan seringkali kecewa pula:
sebab ternyata data-data faktual teks semacam itu seringkali tidak ada, atau
sedikit sekali. Dalam hal ini harus dibedakan antara teks susastra dan teks
bukan susastra. Dalam teks susastra yang membina dunia rekaan tertentu,
sejarawan harus sangat hati-hati. Hal-hal dan faktafakta cerita hanya
mendapat makna dalam keseluruhan makna karya sastra itu. Kita harus
memahami karya sastra sebagai dunia makna."
Demikianlah ciri, corak atau sifat-sifat umum penulisan cerita sejarah
dalam naskah sejarah itu.
D. Tujuan penulisan naskah sejarah
Tujuan penulisan naskah sejarah ini sesuai pula dengan fungsi sastra
secara umum. Fungsi sastra itu tidak lain ialah menyenangkan dan berguna
(kutipan dari pendapat Harace : duice et utile Lihak wellek, 1962:30).
Menyenangkan karena cerita dalam naskah sejarah itu dapat menimbulkan
rasa kebanggaan dan kesenangan. Berguna karena dalam naskah sejarah itu
berkandung ide atau buah pikiran yang luhur dan tinggi, pertimbangan yang
dalam tentang sifat-sifat baik dan buruk, khususnya sifat-sifat raja, dan
pandangan yang jauh ke depan.
E. Relevansi penelitian sastra sejarah
Dengan mengetahui ciri, sifat, dan tujuan penulisan sastra sejarah itu
dapatlah diketahui relevansi penelitian sastra sejarah apda masa sekarang.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam sastra sejarah itu bukanlah fakta sejarah
yang diutamakan, tetapi lebih mementingkan segi sosial dan kebudayaan
masyarakat. Dengan demikian penelitian sastra sejarah itu lebih relevan
terhadap hal-hal yang berhubungan dengan latar belakang kebudayaan, sistem
pemerintahan, sistem nilai masyarakat, kepercayaan, dan cara berpikir
masyarakat.
F. Peranan unsur kepercayaan daam Genealogi Raja
Genealogi raja dalam sastra Indonesia lama berisi sejarah
Dalam hikayat Aceh (Iskandar, 1958:66-71) diceritakan bahwa Raja
Syah Muhammad kawin dengan seorang putri yang keluar dari buluh. Dari
perkawinan itu baginda memperoleh seorang anak laki-laki bernama Sultra
Ibrahim dan seorang perempuan bernama Putri Sapiah. Saudara baginda Raja
Syah Mahmud kawin dengan putri bungsu dari tujuh orang bidadari yang
turun dari kayangan dan berputra dua orang, seorang laki-laki bernama
Sulaiman Syah dan seorang perempuan bernama Putri Arkiah. Anak-anak
mereka ini satu dengan yang lainnya dikawinkan. Dari keturunan mereka
lahirlah raja-raja Aceh, Raja Muzafar Syah, sepupu dari Sultan Perkasa Alam.
Diceritakan bahwa Raja Munawar, Syah bapak raja syah muhammad dan
Syah Mahmud yang disebutkan di atas adalah putra Iskandar Zulkarnain. Raja
Munawar Syah kawin dengan putri dari kayangan.
Silsilah keturunan tersebut di atas dimaksudkan untuk meninggikan
derajat Sultan Perkasa Alam. Untuk lebih jelasnya, perhatikanlah kutipan di
bawah ini.
“Kata yang bercerita: Adapun Sri Sultan Perkasa Alam Johan berdaulat
itu daripada pihak asal nasab baginda raja keindraan itu turun-temurun
daripada nasab dan bangsa Raja Iskandar Zulkarnain dan daripada asal
nasab dan bangsa yang daripada putri baludari yang berdarah putih yang
raja keindraan daripada nasab dan bangsa Maha Bisnu yang raja diraja
keindraan. Karena bahwa Dasarata Maharaja itu pada suatu zaman
mendapat perbudai Sri rama bernama Putri Mandudari pada perdu buluh
betung dan bahwa moyang Sri Sultan Perkasa Alam bernama Rajay
Syah Mahmud yang pada suatu zaman pendapat putri anak baludari yang
berdarah putri yang raja keindraan pada perdu buluh betung jua.
Maka kata yang empunya cerita, jikalau Allah Subhanahu wa Taala
hendak mengaruniai akan seorang raja-raja anak putri baludari yang di perdu
buluh betung itu daripada anak cucu Bisnu jua. Maka asal nasab Seri Sultan
Perkasa Alam berdaulat seperti yang telah disebut ini daripada pihak ayah
baginda.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa genealogi memang
memegang anan periling sekali, tidak saja untuk menentukan seseorang
berhak atau tidak menjadi raja, juga untuk memuliakan raja dan
mengagungkan raja itu. Hal yang menonjol yang kita jumpai dalam genealogi
raja-raja itu dan yang ingin ditonjolkan oleh rakyatnya ialah ketinggian derajat
raja mereka. Raja digambarkan tidak sebagai manusia biasa, maka ia
dilahirkan bukan oleh manusia biasa. Ia adalah keturunan dewa, raja
keindraan, orang yang lahir dari buih, betting atau keturunan raja besar seperti
Raja Iskandar Zulkarnain. Raja juga orang yang mempunyai banyak
keistimewaan, kepintaran, ketangkasan, dan mempunyai benda-benda magis
yang orang lain tidak bisa memilikinya. Hal ini juga dapat dilihat dari tanda-
tanda ajaib pada waktu ia ilahirkan.
Unsur kepercayaan terhadap Genealogi Raja dalam dua cerita yang
berasal dari India
Setelah kita meninjau penulisan genealogi yang terdapat dalam naskah-
naskah berisi sejarah serta membicarakan maksud penulisan itu, baiklah
ditinjau pula pengaruh asing, khususnya pengaruh Hindu yang menyebabkan
orang pada waktu itu mempunyai pandangan hidup, kepercayaan dan cara
berpikir yang demikian. Dua cerita yang berasal dari India, yaitu Hikayat
Pandawa Lima dan Hikayat Sri Rama dapat kita pergunakan sebagai dasar
untuk mengetahui bagaimana kepercayaan orang Hindu terhadap genealogi
rajanya.
Unsur kepercayaan terhadap Genealogi Raja Singosari Ken Angrok
Pengaruh kepercayaan Hindu dalam masalah genealogi ini tentu akan
lebih terasa pada masyarakat Jawa, karena agama Hindu lebih subur hidupnya
di Pulau Jawa. Sebagai salah satu contoh kepercayaan masyarakat Jawa dalam
genealogi raja Singosari, Ken Angrok.
Dalam “Tambo Minangkabau” diceritakan bahwa Iskandar Zulkarnain
adalah keturunan raja Minangkabau. Diceritakan bahwa Iskandar Zulkarnain
itu adalah anak Nabi Adam yang bungsu. Tuhan memerintahkan kepada
malaikat untuk mengambil seorang bidadari dari surga untuk istrinya. Dari
perkawinannya itulah lahir tiga orang putranya yaitu Sutan Sri Maharaja Alif
yang menjadi raja di Benua Rum. Sultan Sri Maharaja Dipang yang menjadi
raja di Benua Cina, dan yang bungsu Sultan Sri Maharaja Diraja yang menjadi
raja di Pulau Perca yang pusat pemerintahannya di Pagaruyung, Minangkabau
ini (Tambo Minangkabau, MI. 489:3-10).
G. Kesimpulan
Salah satu tujuan penulisan geanologi raja ialah untuk mengagung--
agungkan dan memuliakan kedudukan raja. Bahwa rajanya berasal dari
keturunan raja besar di dunia, bahkan ada pula yang menghubungkannya
dengan dewa-dewa dari kayangan. Bagi masyarakat dulu genealogi memegang
peranan penting. Keturunannya inilah yang menentukan posisinya dalam
masyarakat. Dengan menceritakan garis keturunan raja yang istimewa ini raja
dalam pandangan masyarakat dianggap sebagai orang yang istimewa dan luar
biasa, karena memiliki garis keturunan yang tinggi, sehingga tidak ada orang
lain yang menyamainya. Raja digambarkan sebagai tokoh yang mempunyai
magic power suatu kekuatan yang luar biasa, karena segala kekuasaan pada
zaman dahulu terpusat pada diri raja. Raja harus didewa-dewakan, supaya ia
memiliki wibawa dan moral yang tinggi di mata masyarakat, sehingga ia
benar-benar dihormati oleh rakyatnya. Inilah salah satu tujuan penulis sejarah
dalam naskah-naskah berisi sejarah.
PEMBAHASAN SASTRA INDONESIA LAMA
BERISI SEJARAH
Nama : Ira Anisa Purawirangun
NIM : 050433
Kelas : NIA
Mata Kuliah : Perbanus
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG – BANTEN
2008