6. teori kritik sastra indonesia modern pada periode kritik sastra akademik

49
Cahyo Hasanudin, M.Pd. Teori Kritik Sastra Indonesia Modern Pada Periode Kritik Sastra Akademik Pertemuan ke-10

Transcript of 6. teori kritik sastra indonesia modern pada periode kritik sastra akademik

Cahyo Hasanudin, M.Pd.

Teori Kritik Sastra Indonesia Modern

Pada Periode Kritik Sastra Akademik

Pertemuan ke-10

Hatiku Selembar Daun

(Sapardi Djoko Damono)

Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput;

nanti dulu, biarkan aku sejenak terbaring di sini;

ada yang masih ingin kupandang, yang selama ini

senantiasa luput;sesaat adalah abadi sebelum

kausapu tamanmu setiap pagi.

Pengantar

Pada sekitar pertengahan tahun 1950-an munculkritik sastra akademik yang ditulis oleh para kritikusdari kampus universitas

Mendominasi kurun waktu 1956-1988

Hidup berdampingan dengan dengan kritik sastrasastrawan

Kritik akademik dari waktu ke waktu mengalamiperkembangan. Dengan demikian, akhirnya terjadilahcorak baru yang berbeda dengan corak kritikakademik sebelumnya.

Periode kritik akademik terbagi dua

A

.

T

e

o

r

i

K

r

i

t

i

k

S

a

s

t

r

a

P

e

r

i

o

d

e

1

9

5

6

-

1

9

7

5

A. Teori Kritik Sastra Periode 1956-1975

Pada periode 1956-1975 ada bermacam-macam corakkritik sastra dengan munculnya penulis-penulis kritiksastra yang baru di samping penulis kritik sastraangkatan 45, lekra, dan Revolusioner yang masihmenulis sampia tahun 1965

Sesudah tahun 1965, timbul gagasan kritik sastrametode Genzheit yang diikuti oleh sebagiansastrawan.

Kritik sastra metode Genzheit ini mereaksi kritik sastraakademik yang disebutnya sebagai kritik analitiksampai sekitar tahun 1975.

1. Teori Kritik Sastra Kelompok Sastrawan

a) Teori Kritik Sastra Rustandi Kartakusuma

Rustandi membedakan esai dengan kritik sastra. Esaibersifat sastra, sedangkan kritik membicarakan hasilseni (sastra), tetapi tidak bersifat sastra. Akan tetapi,kritik sastra pun dapat mendekati esai bila memenuhituntutan sastra, maka disebut essayistische critiek(kritik yang esaistis).

Kritik sastra harus memberikan penilaian, sedangkankritik induktif tidak

Berorientasi kritik objektif

1. Teori Kritik Sastra Kelompok Sastrawan

b) Teori Kritik Sastra Harijadi S. Hartowardojo

Berorientasi ekspresif

Kritik sastra harus sampai kepada penilaian

Penilaian ilmiah terhadap karya sastra itu kurang atautidak sesuai dengan penilaian sastra sebagai karyaseni dan fungsi seninya .

Pendapat Harijadi itu dapat dikatakan mutlak karenakritik ilmiah mempunyai fungsi sendiri, terutamafungsi menerangkan (makna) karya sastra secarailmiah.

1. Teori Kritik Sastra Kelompok Sastrawan

c) Teori Kritik Sastra Ajip Rosidi

Menulis karya sastra pada usia 13 tahun (1951).Kumpulan cerpennya yang pertama terbit pada waktuia berumur 17 tahun, yaitu Tahun-Tahun Kematian(1955)

Berorientasi ekspresif walau terkadang cenderungobjektif

Bentuk kritiknya judisial dan menggunakan teorianalisis yang sifatnya dikotomis

Menurutnya seniman harus mencari daerah baru,mesti membukanya buat umum.

2. Teori Kritik Sastra Kelompok Kritikus Akademik

a) Teori Kritik Sastra R.H. Lomme

Tidak terkenal dalam sastra Indonesia tetapiartikelnya menarik ditinjau dari perkembangan teorikritik sastra Indonesia

Berorientasi Objektif

Kritiknya bersifat induktif dan interpretatif

Penilaian bersifat mimetik

2. Teori Kritik Sastra Kelompok Kritikus Akademik

b) Teori Kritik Umar Junus pada Periode Pertama

Umar Junus telah menulis kritik sastra sejakpertengahan tahun 1950-an

Seorang penyair harus mencari teknik sendiri. Jadi, iniadalah penilaian dengan kriteria estetik

Berorentasi Objektif

Dasar teori interpretasinya adalah strukturalismedengan teori struktural linguistik

Ia juga menggunakan dasar teori struktural genetik,yaitu melihat karya sastra sebagai hasil penyair yanglahir dari masyarakat pedesaan, kampunghalamannya.

2. Teori Kritik Sastra Kelompok Kritikus Akademik

c) Teori Kritik Sastra Subagio Sastrowardojo padaPeriode Pertama

Subagio terkenal sebagai seorang penyair, penuliscerpen, dan juga terkenal sebagai seorang kritikus

Sarjana sastra lulusan Fakultas Sastra UGM 1958

Corak kritiknya ilmiah: sistematik dan menunjukkanpenelitian yang mendalam serta menggunakanmetode induktif

Tugas kritik sastra adalah mengorganisasikan duniaseni menjadi dunia pemikiran

Orientasi sastra ekspresif

2. Teori Kritik Sastra Kelompok Kritikus Akademik

d) Teori Kritik Sastra Kelompok Kritikus Sastra AliranRawamangun

Nama “Kritik sastra Aliran Rawamangun”diproklamasikan oleh M.S. Hutagalung (1975) padasaat kritik sastra akademik sudah berlangsung sekitar20 tahun

Namnya diambil dari lokasi kampus Fakultas Sastra UIdi Rawamangun

Tokohnya adalah J.U. Nasution, Boen Sri Oemarjati,M.S. Hutagalung, dan M. Saleh Saad

Keilmiahan kritik mereka tampak dalam sistematikadan penggunaan metode ilmiah

2. Teori Kritik Sastra Kelompok Kritikus Akademik

Mereka menggunakan orientasi objektif, ekspresif,mimetik, dan pragmatik. Penggunaan teori danorientasi yang bercampur itu menunjukkan merekabelum sadar akan ketaatasasan penilaian secarailmiah

Dalam kritiknya, pada umumnya mereka selalumenghubungkan karya sastra dengan pengarangnya

Aliran kritik sastra Rawamangun adalah aliranstrukturalisme

Pada umumnya, para tokoh membagi karya sastrasecara dikotomis, bentuk dan isi.

2. Teori Kritik Sastra Kelompok Kritikus Akademik

e) Teori Kritik Sastra Rachmat Djoko Pradopo padaPeriode Pertama

Pradopo adalah seorang sarjana sastra dariUniversitas Gadjah Mada

Kritik sastra mempunyai tiga kegunaan, yaitu bagiilmu sastra itu sendiri, masyarakat, danperkembangan kesusastraan suatu bangsa

Dalam menilai karya sastra dipergunakan kriteriaestetik dan ekstra estetik.

Kriteria estetik dikenakan pada bentuk (keindahan)

Kriteria ekstra estetik dikenakan padakebesaran/keagungan (isi).

3. Tentangan terhadap Kritik Sastra Realisme Sosial

Sejak berdirinya Lekra pada 17 Agustus 1950, paratokohnya, terutama tokoh sastra (kritik sastra), disamping memprogandakan paham “seni untukrakyat”, sastra realisme sosial, Lekra juga mencela danmenyerang paham “seni untuk seni”, “sastra borjuis”,paham “humanisme universal”.

Manifes kebudayaan merupakan puncak pertahanandan perlawanan terhadap serangan Lekra dan kawan-kawannya, khususnya golongan pendukung sastrabudaya “seni untuk rakyat”, “sastra realisme sosialis”yang bersemboyan “politik adalah panglima.

3. Tentangan terhadap Kritik Sastra Realisme Sosial

Dalam “penjelasan manifes kebudayaan” di antaranyadikemukakan penolakan kepada paham realismesosialis yang berasal dari konsep kultural Josep Stalindengan motede kritik seni yang deduktif, dalam arti,konsepsinya telah ditetapkan lebih dahulu untuk“menertibkan” kehidupan kesenian dan kebudayaan.Ciri pokoknya adanya konsepsi yang sama dansektaristis mengenai kritik seni.

3. Tentangan terhadap Kritik Sastra Realisme Sosial

MANIFES KEBUDAYAAN

Kami para seniman dan cendekiawan Indonesiadengan ini mengumumkan sebuah ManifesKebudayaan, yang menyatakan pendirian, cita-cita,dan politik Kebudayaan Nasional kami.

Bagi kamu kebudayaan adalah perjoangan untukmenyempurnakan kondisi hidup manusia. Kami tidakmengutamakan salah satu sektor kebudayaan di atassektor kebudayaan yang lain. Setiap sektor berjoangbersama-sama untuk kebudayaan itu sesuai dengankodratnya.

3. Tentangan terhadap Kritik Sastra Realisme Sosial

MANIFES KEBUDAYAAN

Dalam melaksanakan kebudayaan nasional kamiberusaha mencipta dengan kesungguhan yangsejujur-jujurnya sebagai perjoangan untukmempertahankan dan mengembangkan martabat dirikami sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengahmasyarakat bangsa-bangsa.

PANCASILA adalah falsafah kebudayaan kami.

4. Teori Sastra Ganzheit: Penolakan terhadap KritikSastra Analitik

Penolakan tehadap kritik analitik ini terutamadilakukan oleh Goenawan Mohamad dan Soe HokDjin (Arif Budiman) dengan tulisan-tulisannya yangmengemukakan gagasan kritik sastra metode ganzheituntuk mengganti kritik sastra analitik itu. Dengandemikian, terjadilah perdebatan antara pendukungkritik ilmiah atau kritik analitik dengan pendukungkritik sastra metode Ganzheit

Pertama kali Goenawan-lah yang mengemukakangagasan atau teori kritik sastra Ganzheit dalamtulisannya yang berjudul “Tema Bukan Sebuah UtopiaKecil”.

4. Teori Sastra Ganzheit: Penolakan terhadap KritikSastra Analitik

Sesungguhnya, teori Ganzheit yang diuraikan olehGoenawan itu dapat dikatakan sama dengan teoristrukturalisme, dalam arti strukturalisme itu jugamemandang unsur-unsur (karya sastra) tidakmempunyai arti (makna) sendiri, artinya (maknanya)ditentukan oleh hubungannya dengan unsur laindalam struktur itu dan keseluruhannya.

Akhir polemik kritik sastra antara kritik Ganzheit dankritik sastra analitik itu mengakhiri periode kritikakademik taraf pertama.

Ciri utama teori kritik sastra pada periode 1956-1975ialah teori bahwa karya sastra dapat diteliti secarailmiah.

B

.

T

e

o

r

i

K

r

i

t

i

k

S

a

s

t

r

a

P

e

r

i

o

d

e

1

9

7

6

-

1

9

8

8

Pengantar

Pada periode ini banyak terbit buku kritik sastraberupa kumpulan esai, di samping juga penelitian-penelitian sastra ilmiah, baik dari para kritikussastrawan maupun kritikus-kritikus akademik

Periode ini ditandai pula dengan banyaknya teorisastra dan kritik sastra dari Barat

Pada awal tahun 1970-an telah dikenal nama kritiksastra sturktural. Akan tetapi, secara nyata teoristruktural baru dikenal di Indonesia pada paro keduatahun 1970-an, terutama dikenalkan oleh Umar Junusdan A. Teeuw

Pengantar

Pada pertengahan tahun 1970-an mulai dikenal teorisosiologi sastra dalam kritik sastra Indonesia modernyang diperkenalkan oleh Sapardi Djoko Damono danUmar Junus

Pada periode ini muncul pula teori dan metodeintertekstual, terutama sesudah diperkenalkannyabuku Michael Riffaterre Semiotics of Poetry (1978)oleh A. Teeuw

teori estetika resepsi yang berasal dari Jerman Baratdengan tokohnya Hans Robert Jauss dengan esainyayang terkenal”Literaturgeschichteals Provokation derLiteraturwissenschaft” (sejarah sastra sebagaitantangan terhadap teori sastra)

Pengantar

Di samping teori tersebut, dikenal pula teori semiotik,dekonstruksi, dan yang terakhir teori kritik sastrafeminis .

Jadi, periode 1976-1988 merupakan masaberkembangannya teori kritik sastra akademik.

Para kritikus (ahli sastra) akademik yangmemperkembangkan teori baru itu di antaranya UmarJunus, Sapardi Djoko Damono, Umar Kayam, RachmatDjoko Pradopo, Faruk H.T., dan Bakdi Sumanto.

1. Teori Kritik Sastra Para Kritikus Sastrawan

Para kritikus sastrawan tidak menuliskan secarakhusus teori-teori yang mendasari kritik terapannya.

Pada umumnya dasar teori kritik mereka hanya secaraimplisit saja dalam esai dan kritik terapannya

Pada umumnya, teori kritik sastra yang mendasarikritik terapan para kritikus sastrawan tidakmenunjukkan adanya perkembangan baru, kecualiteori sosiologi sastra

2. Teori Kritik Sastra Akademik

a. Orientasi Objektif

Pokok teori sastra akademik adalah orientasi objektifyang memokokkan penelaahan sastra pada karyasastra sendiri.

Orientasi objek karya sastra merupakan kebulatanyang utuh, khas, dan berdiri sendiri. Akan tetapi, iamengakui juga bahwa karya sastra itu tidak dapatdipelaskan dengan konteks kesejarahannya.

2. Teori Kritik Sastra Akademik

b. Teori Kritik Sastra Sosiologi Sastra

Tokoh sastra Indonesia yang pertama kali secara nyatamemperkenalkan teori (kritik) sosiologi sastra adalahSapardi Djoko Damono dengan bukunya SosiologiSastra sebuah Pengantar Ringkas.

Pertannyaan utama Damono terkait hubungan antarasastra, sastrawan dan masyarakat adalah:

1. Apakah latar belakang pengarang menentukan isikaryanya

2. Apakah dalam karya-karyanya si pengarangmewakili golongannya

2. Teori Kritik Sastra Akademik

b. Teori Kritik Sastra Sosiologi Sastra

3. Apakah karya sastra yang digemari masyarakatitu sudah bermutu tinggi

4. Sampai berapa jauhkah karya sastramencerminkan keadaan zamannya

5. Apakah pengaruh masyarakat yang semakin rumitorganisasinya itu terhadap penulisan karya sastra,dan sebagainya

2. Teori Kritik Sastra Akademik

b. Teori Kritik Sastra Sosiologi Sastra

Dalam buku Damono dikemukakan bahwapendekatan sastra yang mempertimbangkan segi-segikemasyarakatan itu oleh beberapa penulis disebutsosiologi sastra atau sosiosastra, pendekatansosiologis, dan pendekatan sosiokultural terhadapsastra

Salah satu prinsip dasar metode sosiologis Goldmannialah untuk dapat realistik, sosiologi harus bersifathistoris, untuk bisa ilmiah dan realistik, penelitiansejarah harus sosiologis.

2. Teori Kritik Sastra Akademik

C. Teori Kritik Sastra Struturalisme

Teori kritik sastra strukturalisme ini disadari adanyasesudah pertengahan 1970-an. Akan tetapi,bagaimana teori penerapannya, metodenya, dan“wujud” teori strukturalisme itu belum ada yangmenguaraikan secara gamlang

Teori kritik sastra strukturalisme itu dikutip ataudiambil dari buku-buku para ahli sastra Barat sepertibuku Jonathan Culler, Jean Piaget, D.W. Fokkema,Terence Hawkes, Robert Scholes, dan A. Teeuw

2. Teori Kritik Sastra Akademik

C. Teori Kritik Sastra Struturalisme

Para ahli sastra dan kritikus akademik Indonesia yangmengemukakan teori Strukturalisme dalam bukunyaialah Sapardi Djoko Damono, Rachmat Djoko Pradopo,Umar Junus, Syamsuddin Udin, Sudjijono, Yudiono,Ks., dan Made Sukada

Dapat dikatakan yang perama kali mengemukakanteori kritik strukturalisme adalah Sapardi DjokoDamono dalam buku Sosiologi Sastra dalamhubungan pembicaraan strukturalisme genetikGoldmann

2. Teori Kritik Sastra Akademik

C. Teori Kritik Sastra Struturalisme

Diungkapkan Damono ciri metode strukturalismeadalah:

1. keutuhan atau totalitas

2. Strukturalisme itu tidak menelaah struktur padapermukaannya, tetapi struktur yang ada di balikkenyataan empiris

3. Analisis yang dilakukan menyangkut struktursinkronis bukan diakronis

4. Strukturalisme itu antikausal, yang ada hukumperubahan bentuk.

2. Teori Kritik Sastra Akademik

D. Teori Semiotik Sastra

Ahli sastra yang mempergunakan teori semiotiksebagai salah satu teori kritik yang mendasari kritiksastranya adalah A. Teeuw dan Umar Junus

Strukturalisme berhubungan erat atau bahkan takterpisahkan dengan semiotik sebagai sarana untukmemahami karya sastra

Ilmu yang mempelajari tanda-tanda dan sistem tanda-tanda itu disebut semiotik atau semiologi

Dalam lapangan semiotik pengertan tanda ada duaprinsip, yaitu:

2. Teori Kritik Sastra Akademik

D. Teori Semiotik Sastra

1. Penanda (Signifier) atau yang menandai, yangmerupakan bentuk tanda

2. Penanda (signified) atau yang ditandai, yangmerupakan arti tanda

Ada tiga jenis tanda yang pokok berdasarkanhubungan antara penanda dan petanda, yaitu ikon,indeks, dan simbol.

Ikon dan indeks adalah tanda yang menunjukkanadanya hubungan alamiah, yaitu persamaan dansebab-akibat, antara penanda dan petanda

2. Teori Kritik Sastra Akademik

D. Teori Semiotik Sastra

Simbol adalah tanda yang tidak menunjukkan adanyahubungan alamiah antara keduanya, hubunganbersifat arbitrer, berdasarkan konvensi masyarakat

Sebuah sistem tanda yang utama yang menggunakansimbol adalah bahasa.

Arti simbol ditentukan oleh konvensi masyarakat

2. Teori Kritik Sastra Akademik

E. Teori Kritik Sastra Estetika Resepsi

Dalam estika resepsi, pembaca berlaku sebagaipenyambut aktif terhadap karya sastra, baik karyasastra itu sengaja diperuntukkan bagi pembacamaupun karya sastra yang pembacanya anonim

Tokohnya adalah Rachmad Djoko Pradopo dan UmarJunus

Prinsip teori Kritik Sastra Estetika Resepsi menurutPradopo adalah estetika (ilmu keindahan) yangdidasarkan pada tanggapan-tanggapan atau resepsi-resepsi pembaca terhadap karya sastra

2. Teori Kritik Sastra Akademik

E. Teori Kritik Sastra Estetika Resepsi

Dua pengertian utama sebagai dasar teori estetikaresepsi adalah horizon harapan atau cakrawalaharapan (erwartungshorizont atau horizon ofexpectation) dan tempat terbuka (leerstelle)

Metode estetika resepsi mendasarkan penelitian(kritik) sastra pada tanggapan para pembaca yangselalu berubah dari waktu ke waktu

Yang dimaksud sebagai pembaca adalah para kritikussastra, ahli sejarah sastra, dan ahli estetika.

C

.

T

e

o

r

i

K

r

i

t

i

k

S

a

s

t

r

a

K

o

n

t

e

k

s

t

u

a

l

d

a

n

P

e

r

d

e

B

a

t

a

n

n

y

a

Esensi

Pada pertengahan tahun 1980-an, tepatnya tanggal28-29 Oktober 1984 pada Sarasehan Kesenian di Solo,tercetus gagasan “sastra kontekstual”, sebagai“pencetus” atau “Pelopornya” adalah Arief Budiman

Menurut Heryanto istilah sastra kontekstual itu bukanciptaan Arief Budiman sendiri, melainkan diciptakanoleh Heryanto

Pada Sarasehan tersebut ditawarkan nama “sastradangdut” oleh Yudhistira Ardi Noegraha, “sastrakagunan” oleh Y.B. Mangunwijaya, dan “sastrakontekstual” oleh Ariel Heryanto.

Esensi

Sastra kontekstual kemudian menjadi kata kuncisetelah Arief Budiman memilih istilah itu untuk esai-esainya

Sejak itu, terjadi berdebatan sastra kontekstual diantara para sastrawan, misalnya Sudiro Satoto dariFakultas Sastra UNS dan Faruk H.T. dari fakultas sastraUGM

Perbedatan itu terjadi antara yang setuju pada sastrakontekstual dan yang tidak setuju dengan AriefBudiman maupun Heryanto dalam media masasebagai polemik atau tanggapan-tanggapan

Esensi

Sastra kontekstual menurut Arief Budiman adalahcenderung pada proses penciptaan sastra kontekstua;“untuk orang yang ada di dalam sejarah” yang bersifatteori (kritik) penciptaan sastra

Sastra kontekstual menurut Ariel Heryanto adalah“pemahaman sastra yang kontekstual” yang bersifatteori kritik sastra (pemahaman atau pembahasansastra).

Paham sastra kontekstual itu cenderung kepadarelativisme

Esensi

Umar Kayam menyimpulkan bahwa kesusatraan Indonesiamodern itu kontekstual karena selalu berpijak pada bumiIndonesia sendiri sesuai dengan kondisi masyarakatIndonesia yang sedang digoyah oleh perubahan dahsyat

Jadi, sastra Indonesia modern tidak universal sepertipikiran Arief Budiman. Begitulah beberapa tanggapanterhadap gagasan “sastra kontekstual”

Sastra kontekstual, baik sebagai teori kritik penciptaansastra maupuan sebagai metode kritik sastra, sampaisekarang tampaknya menjadi “dingin”, tidak ada ataubelum ada kelanjutannya, belum ada wujud terapannya.

Kenyataan ini seperti halnya “metode kritik sastraGanzheit gagasan Arief Budiman tahun 1960-an yang tidakada kelanjutannya.

D

.

P

e

n

o

l

a

k

a

n

t

e

r

h

a

d

a

p

T

e

o

r

i

d

a

n

K

r

i

t

i

k

S

a

s

t

r

a

B

a

r

a

t

d

a

n

G

a

g

a

s

a

n

T

e

o

r

i

d

a

n

K

r

i

t

i

k

S

a

s

t

r

a

K

h

a

s

I

n

d

o

n

e

s

i

a

Esensi

Pada periode kritik sastra Indonesia mutakhir (1976-1988) teori dan kritik sastra Barat deras mengalir keIndonesia.

Teori sastra Barat ini terutama di sambut oleh paraahli sastra dan kritikawan akademik dan diterapkandalam mengkritik karya sastra Indonesia, baik lamamaupun modern

Para sastrawan Indonesia modern mutakhir menuliskarya-karya sastra yang berlatarkan sosial budayaNusantara. Mereka mengangkat, baik budaya,pandangan hidup, adat-istiadat, maupaun keseniandan sastranya.

Esensi

Untuk menyebut beberapa contoh, di antaranyaadalah Sri Sumarah dan Bawuk karya Umar Kayam,Godlob karya Danarto, Pengakuan Pariyem karyaLinus Suryadi Ag., Bako karya Darman Munir, Upacarakarya Korrie Layun Rampan, bahkan juga Burung-Burung Manyar karya Mangunwijaya, di samping jugasajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri dan Darmanto Jt.

Teori sastra Barat menurut Heryanto tidak kontekstualdengan sastra Indonesia

Semuanya itu menimbulkan reaksi berupa penolakanatas teori sastra Barat dan gagasan untuk terciptanyateori sastra (poetika) dan teori kritik yang khasIndonesia sejak tahun 1981.

Esensi

Subagio Sastrowardojo-lah yang sangat berpengaruhdalam penolakan terhadap teori sastra Barat. Iaterkenal sebagai kritikus Indonesia yang banyakmenulis kritik sastra yang berwibawa dan banyakmenggeluti teori sastra modern di samping UmarJunus.

Subagio mengatakan bahwa kritik sastra Indonesiadewasa ini mengalami semacam kegoncangan denganpengenalan kepada teori-teori sastra baru seperti,strukturalisme, semiotik, teori penerimaan (receptiontheory), dekonstruksi, dan sosiologi sastra.

Esensi

Subagio Sastrowardojo mengemukakan bahwa teorisastra dan metode kritik sastra seharusnya dihayatidan dimiliki sendiri, bukan dipinjam dari penemuandan perumusan orang lain, lebih-lebih dari bangsa lainyang budayanya jauh berbeda.

Subagio Sastrowardojo mengemukakan prasyarat-prasyarat pokok dalam proses kritik sastra yang akanmenampilkan segi-segi baru ke arah teori sastra yangindividual. Yaitu:

1. Orang harus mempunyai pengalaman menuliskarangan sastra meskipun sedikit

Esensi

2. Teori sastra harus dilandaskan pada pengamatankarya sastra bangsa sendiri

3. Karya sastra hendaknya diletakkan dalam rangkalingkungan budaya dan masyarakatnya

4. Norma penilaian dalam kritik sastra harusbertolak dari kedewasaan, yaitu diukur darikesanggupannya meninggalkan egosentrisnya

Dari pokok-pokok yang diajukan itu, jelas sekali bahwaSubagio berorientasi ekspresif yang selalumenonjolkan peranan sastrawan dalam karyasastranya dan kurang memperhitungkan pendekatan-pendekatan lain.

Esensi

Dalam perkembangan teori sastra di dunia Barat itudemi kadar objektivitas, maka fokus perhatian kritikusberpindah-pindah dari sastra ke pembaca, dankemudian berpindah lagi kepada pengarang, yangpada mulanya ditolak sebagai objek yang dapatdiandalkan

Patut dicatat bahwa kritikus sastra Indonesia modernyang tampak konsisten kegiatannya sejakkemunculannya adalah Subagio Sastrowardojo danUmar Junus. Keduanya mulai menulis kritik sastrasejak pertengahan tahun 1950-an. Keduanya selalumengikuti perkembangan teori kritik sastra, makakritik sastranya selalu berkembang, baik teori maupunkritik terapannya.