Post on 24-Dec-2015
description
Penanganan Kasus TB Paru Dalam Perspektif Kedokteran Keluarga di Puskesmas Klender III
Disusun oleh :
Zega Agustian
1061050013
KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KELUARGA
PERIODE 10 November 2014 – 13 Desember 2014
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
TB adalah suatu penyakit granulomatous kronis menular yang disebabkan oleh Mycobacterion tuberculosis. Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi dapat menyerang semua organ atau jaringan tubuh, misalnya pada lymph node, pleura dan area osteoartikular. TB merupakan salah satu penyebab kematian di seluruh dunia. Diperkirakan di seluruh dunia 1.8 milyar orang terinfeksi oleh Mycobaterium tuberculosis dengan 9 – 10 juta kasus baru dan 3 juta kematian per tahun. Derajat penyakit ini bervariasi tergantung oleh negara, umur, ras, sex, dan status sosioekonomi. Pada tahun 1993 World Health Organization (WHO) menyatakan TB sebagai suatu problema kesehatan masyarakat yang sangat penting dan serius di seluruh dunia dan merupakan penyakit yang menyebaban kedaruratan global (Global Emergency) karena pada sebagian besar negara di dunia penyakit TB paru tidak terkendali, ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan, serta sebagai penyebab kematian utama yang diakibatkan oleh penyakit infeksi. (Depkes RI, 2002)
Pada tahun 2006, terdapat sekitar 9,2 juta kasus baru TB secara global. Diperkitakan 1,7 juta orang (25/100.00) meninggal karena TB. Menurut data WHO tahun 2006, Indonesia menduduki peringkat ke-3 penyumbang kasus TB terbesar di dunia setelah India dan China. TB di Indonesia bahkan telah menjadi penyebab kematian ketiga, setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan lainnya. Jumlah kasus baru sekitar 539.000 setiap tahunnya dan jumlah kematian sekitar 101.000 per tahun (Depkes RI, 2007)
Sejak tahun 1990-an WHO dan International Union Agains Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective). Penerapan strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya Multi Drugs Resistance Tuberculosis (MDR-TB). Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien menular. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. Pengembangan strategi DOTS telah dilaksanakan di seluruh provinsi pada fasilitas pelayanan kesehatan, Puskesmas, dan di Rumah Sakit, baik Rumah Sakit Pemerintah, Swasta, BUMN, dan TNI-POLRI. (Depkes RI, 2007)
Dengan masih adanya sekitar 430.000 pasien baru per tahun dan angka insiden 189/100.000 penduduk serta angka kematian akibat TB sebesar 61.000 per tahun atau 27/100.000 penduduk, TB masih menjadi tantangan dalam masalah kesehatan masyarakat di Indonesia (Kemenkes RI, 2011)
Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah pengetahuan, motivasi minum obat dan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi). Faktor penting lainnya adalah tingkat pendidikan pasien. Pendidikan rendah mengakibatkan pengetahuan rendah. Besarnya angkat ketidakpatuhan berobat akan mengakibatkan tingginya angka kegagalan
pengobatan penderita TB paru dan menyebabkan makin banyak ditemukan penderita TB paru dengan BTA yang resisten dengan pengobatan standar. Hal ini akan mempersulit pemberantasan penyakit paru di Indonesia serta memperberat beban pemerintah.
Ketidakpatuhan untuk berobat secara teratur bagi pendertia TB paru tetap menjadi hambatan untuk mencapai angka kesembuhan yang tinggi. Kebanyakan penderita tidak datang selama fase intensif karena tidak adekuatnya motivasi terhadap kepatuhan berobat dan kebanyakan penderita merasa enak pada akhir fase intensif dan merasa tidak perlu kembali untuk pengobatan.
Besarnya angka ketidakpatuhan berobat akan mengakibatkan tingginya angka kegagalan pengobatan penderita TB paru dan menyebabakan makin banyak ditemukan penderita TB paru dengan BTA yang resisten dengan pengobatan standar. Hal ini akan mempersulit pemberantasan penyakit TB paru di Indonesia serta memperberat beban pemerintah.
Berdasarkan hasil survey awal pada bulan November tahun 2013 yang dilakukan peneliti di Puskesmas Sunggal jumlah penderita TB paru 43 orang pada tahun 2011, sedangkan pada tahun 2012 jumlah penderita sebanyak 41 orang dan tahun 2013 sebanyak 42 orang. Sedangkan cakupan kesembuhan pengobatan TB pada tahun 2011 adalah 76,7% dan tahun 2012 adalah 75,6 %. Berdasarkan target penanggulangan TB Puskesmas Sunggal belum mencapai target yaitu 85% dari semua pasien TB Paru.
Saat dilakukan wawancara kepada orang penderita TB , pasien menyatakan bahwa pasien malas ke Puskesmas karena pada saat berkonsultasi, petugas hanya menjelaskan seperlunya dan tidak ada waktu untuk mendengarkan semua keluhan pasien padahal pasien kurang mengerti dengan penjelasan yang diberikan petugas kesehatan. Selain alasan tersebut, penderita TB paru juga mengatakan bosan mengkonsumsi obat dalam jangka waktu yang lama, karena kurang merasakan efek kesembuhan, sehingga merasa pesimis dan ragu akan kesebuhan penyakitnya.
Hasil penelitian Erawatyningsih (2009) bahwa keteraturn/kepatuhan berobat penderita TB paru ditentukan oleh perhatian tenaga kesehatan untuk memberikan penyuluhan, penjelasan kepada penderita, kalau perlu mengunjungi ke rumah serta tersedianya obat paket TB paru. Petugas kesehatan perlu meningkatkan penyuluhan untuk meningkatkan pemahaman dan memberikan motivasi bagi penderita agar penderita dan keluarga dapat memahami tentang penyakit TB paru, cara pencegahan dan akibat dari tidak teraturnya menjalankan pengobatan, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan penderita untuk datang berobat. Petugas harus memberikan penjelasan secara rinci, berlaku simpatik dan ramah, serta empati.
B. Tujuan Umum :
Memperdalam pengetahuan kepada petugas kesehatan untuk menangani kasus TB paru.
Khusus : Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga pasien tentang
pengobatan TB paru dan efek samping dari obat tersebut.
Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang penyakit TB paru.
Memonitoring pasien dan keluarga pasien agar anggota keluarga lainnya tidak terkena TB paru.
Sebagai syarat memenuhi tugas dari Dr. Sudung Nainggolan
C. Manfaat : Menambahkan pengetahuan bagi petugas kesehatan tentang penyakit TB paru. Membuat Puskesmas dan petugasnya aktif dalam memberikan program
penanggulangan penyakit TB. Memenuhi hak fakultas atau institusi dalam menambah karya ilmiah. Menghasilkan lulusan yang baik dalam menangani kasus penyakit tropis dan
traumatologi. Menambah pengetahuan kepada saya tentang TB paru dan bagaimana menjadi
dokter keluarga yang baik dan benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tuberkulosis Paru
1. Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium tuberculosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga
juga dikenal sebagai BTA (basil tahan asam). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert
Koch pada tahun 1882. Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi mungkin menyerang
semua organ atau jaringan di tubuh. Biasanya bagian tengah granuloma tuberkular mengalami
nekrosis perkijuan. (Brooks, 2005).1
2. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit tuberkulosis adalah basil tuberkulosis yang termasuk
dalam genus Mycobacterium, suatu anggota dari famili Mycobacteriaceae dan termasuk
dalam ordo Actinomycetalis. Mycobacterium tuberculosa menyebabkan sejumlah penyakit
berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi tersering. (Brooks, 2005).
Kuman ini bersifat obligat aerob dan pertumbuhannya lambat. Dibutuhkan waktu 18
jam untuk mengganda dan pertumbuhan pada media kultur biasa dapat dilihat dalam waktu 6-
8 minggu. Suhu optimal untuk tumbuh pada 370C dan pada pH 6,4-7,0. Kuman tuberkulosis
jika terkena cahaya matahari akan mati dalam waktu 2 jam, selain itu kuman tersebut akan
mati oleh yodium tinctur selama 5 menit dan juga oleh etanol 80% dalam waktu 2 sampai 10
menit serta oleh fenol 5% dalam waktu 24 jam. Kuman akan mati pada suhu 600C selama 15-
20 menit. Pengurangan oksigen dapat menurunkan metabolisme kuman (Irma, 2007).2
3. Penularan dan Penyebaran
Cara penularan penyakit tuberkulosis paru biasanya melalui udara yang tercemar
dengan bakteri Mycobacterium tuberculosa yang dilepaskan pada saat penderita TB batuk
dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita tuberkulosis dewasa.
Partikel kecil di udara yang berisi kuman tuberkulosis ini disebut “droplet”. Droplet nukleus
yang berisi ukuran 1-5 μm dapat sampai ke alveoli. Droplet nukleus kecil yang berisi basil
tunggal lebih berbahaya daripada sejumlah besar basil didalam partikel yang besar sebab
partikel besar akan cenderung menumpuk di jalan nafas daripada sampai ke alveoli sehingga
akan dikeluarkan paru oleh sistem mukosilier (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).
Batuk merupakan mekanisme yang efektif untuk menghasilkan droplet nukleus. Satu
kali batuk yang cepat dan kuat akan menghasilkan partikel infeksius yang sama banyaknya
dengan berbicara keras selama 5 menit (Mual, 2009). Penyebaran melalui udara juga dapat
disebabkan oleh manuver ekspirasi yang kuat seperti bersin, berteriak, bernyanyi. Satu kali
bersin dapat menghasilkan 20.000-40.000 droplet, tapi kebanyakan merupakan partikel besar
sehingga tidak infeksius (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan
dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, sikap dan
perilaku yang belum benar, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat,
meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi
dari infeksi HIV. Menurut Aditama (2002), disamping hal-hal tersebut daya tahan tubuh yang
lemah, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting.3,4
4. Patogenesis TB Paru
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh cell mediated immune response.
Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) merupakan
immunoresponse cell. Inhalasi partikel besar yang berisi lebih dari tiga basil tuberkulosis
tidak akan sampai ke alveoli. Partikel akan melekat di dinding bronkus dan akan dikeluarkan
oleh sistem mukosiliari, tetapi inhalasi partikel kecil yang berisi 1-3 basil dapat sampai ke
alveoli (Mual, 2009).
Mikobakterium tuberkulosis yang masuk ke alveoli akan diikuti oleh vasodilatasi dan
masuknya leukosit polimorfonuklear dan makrofag yang berfungsi untuk memakan dan
membunuh basil tersebut. Setelah strain virulen mikobakteri masuk ke dalam endosom
makrofag, organisme mampu menghambat respon mikrobisida normal dengan memanipulasi
pH endosom dan menghentikan pematangan endosom. Hasil akhir dari “manipulasi
endosom” ini adalah gangguan pembentukan fagolisosom efektif sehingga mikobakteri
berproliferasi tanpa terhambat. Oleh karena itu, fase terdini pada tuberkulosis primer (<3
minggu) pada orang yang belum tersensitisasi ditandai dengan proliferasi basil tanpa
hambatan di dalam makrofag alveolus dan rongga udara, sehingga terjadi bakteremia dan
penyemaian di banyak tempat. Meskipun terjadi bakteremia, sebagian besar pasien pada tahap
ini asimptomatik atau mengalami gejala mirip flu. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari (Kumar, 2007).
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas, menimbulkan
respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru
dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi
primer dinamakan kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat
dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiologi rutin (Fishman,
2002).
Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, di mana bahan
cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan
dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat akan
terulang kembali di bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring,
telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan
dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus
rongga. Bahan perkijuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan lesi berkapsul yang tidak
terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif (Crofton, 2002).
Infeksi primer kadang-kadang berlanjut terus dan perubahan patologisnya bersamaan
seperti TB post primer. TB post primer umumnya terlihat pada paru bagian atas terutama
pada segmen posterior lobus atas atau pada bagian apeks lobus bawah. Terjadinya TB post
primer dapat terjadi oleh karena perkembangan langsung dari TB primer, reaktivasi TB
primer, maupun reinfeksi dari luar (exogenous infection). Penyakit dapat menyebar melalui
getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan
mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lain (Price, 2005).5,6
5. Diagnosis TB Paru
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis (gejala klinis dan
pemeriksaan fisik), pemeriksaan bakteriologik, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya
(Budiart, 2001).
5.1. Pemeriksaan Klinis
Gejala klinis tuberkulosis dibagi menjadi 2 bagian :
a. Gejala respiratorik :
Batuk : merupakan gejala yang paling dini dan paling sering dikeluhkan.
Batuk timbul oleh karena bronkus sudah terlibat. Batuk-batuk yang
berlangsung ≥ 3 minggu harus dipikirkan adanya tuberkulosis paru.
Batuk darah : darah yang dikeluarkan dapat berupa garis-garis, bercak,
atau bahkan dalam jumlah banyak. Batuk darah dapat juga terjadi pada
bronkiektasis dan tumor paru.
Sesak napas : dijumpai jika proses penyakit sudah lanjut dan terdapat
kerusakan paru yang cukup luas.
Nyeri dada : timbul apabila parenkim paru subpleura sudah terlibat.
b. Gejala sistemik :
Demam : merupakan gejala yang paling sering dijumpai, biasanya timbul
pada sore dan malam hari.
Gejala sistemik lain seperti keringat malam, anoreksia, malaise, berat
badan menurun serta nafsu makan menurun.
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).
Pemeriksaan fisik atau jasmani sangat tergantung pada luas lesi dan kelainan
struktural paru yang terinfeksi. Pada permulaan penyakit sulit didapatkan kelainan pada
pemeriksaan jasmani. Suara atau bising napas abnormal dapat berupa suara bronkial, amforik,
ronki basah, suara napas melemah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).5,6
5.2. Pemeriksaan Bakteriologi
Diagnosis yang paling baik adalah dengan cara mengisolasi kuman. Untuk
membedakan spesies mikobakterium satu dari yang lain harus dilihat sifat-sifat koloni, waktu
pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media dan perbedaan kepekaan terhadap OAT.
Bahan pemeriksaan bakteriologi dapat berasal dari sputum, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bronchoalveolar lavage, urine, jaringan biopsi. Pada
pemeriksaan bakteriologi yang menggunakan sputum cara pengambilannya terdiri dari 3 kali
yaitu sewaktu (pada saat kunjungan), pagi (keesokan harinya), sewaktu (pada saat
menghantarkan dahak pagi). Pewarnaan yang umum dipakai adalah pewarnaan Ziehl Nielsen
dan Kinyoun Gabbet (Aditama, 2002).7,8
WHO (2002) merekomendasikan pembacaan dengan skala IUATLD (International
Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :
a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut negatif.
b. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapangan pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
c. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapangan pandang, disebut + (1+).
d. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapangan pandang, disebut ++ (2+).
e. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapangan pandang, disebut +++ (3+).
5.3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pada foto
toraks TB memberikan gambaran yang multiform. Dapat dicurigai sebagai lesi TB aktif bila
ditemukan bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah. Kavitas terutama bila lebih dari satu, bayangan bercak milier
ataupun efusi pleura unilateral. Sedangkan lesi yang inaktif bila adanya fibrosis, kalsifikasi,
fibrotoraks atau penebalan pleura (Soeroso, 2007).9,10,12,13
American Thoracic Society membagi luasnya proses TB pada foto toraks terdiri dari 3
bagian :
a. Lesi Minimal
Bila proses TB mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas tidak
melebihi volume paru yang terletak diatas chondrosternal junction dari iga kedua
dan prossesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V
dan tidak dijumpai kavitas.
b. Lesi Sedang
Bila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar dengan
densitas sedang, tetapi luas tidak boleh lebih luas dari satu paru, atau jumlah dari
seluruh proses TB tadi memiliki densitas yang lebih padat, lebih tebal, tetapi tidak
boleh melebihi sepertiga dari satu paru dan proses ini dapat disertai atau tidak
disertai kavitas. Bila disertai kavitas, tidak boleh melebihi 4 cm.
c. Lesi Luas
Kelainan lebih luas dari lesi sedang.
(Rasad, 2000).
5.4. Pemeriksaan Khusus Lain
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mendeteksi kuman
TB seperti :10,11
a. BACTEC : dengan metode radiometrik, dimana CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam lemak M.tuberculosis dideteksi growth indexnya.
b. Polymerase Chain reaction (PCR) dengan cara mendeteksi DNA dari
M.tuberculosis, hanya saja masalah teknik dalam pemeriksaan ini adalah
kemungkinan kontaminasi.
c. Pemeriksaan serologi seperti ELISA, ICT, Mycodot, Uji peroksidase anti
peroksidase.
d. Uji Tuberkulin, dengan prevalensi yang tinggi uji ini kurang bermakna apalagi
pada orang dewasa.
(Hopewell, 2005).
6. Tatalaksana TB Paru
Pengobatan tuberkulosis paru saat ini seharusnya tidak merupakan persoalan lagi.
Mengapa? Karena penyebab penyakit ini sudah diketahui dengan pasti, sarana penunjang
diagnostiknya ada, obat yang ampuh ada, dokternya sudah berlebihan sampai banyak yang
tidak mendapat penempatan. Tetapi, kenyataan membuktikan bahwa pengobatan tuberkulosis
tidak semudah yang diperkirakan. Banyak faktor yang harus diperhatikan yang sangat
mempengaruhi keberhasilan pengobatan. Lamanya waktu pengobatan, kepatuhan serta
keteraturan penderita berobat, daya tahan tubuh penderita dan yang tak kalah pentingnya
adalah faktor sosial ekonomi penderita. Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan
pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Depkes RI, 2007).11
Tabel 2.1 Jenis Obat Anti Tuberkulosis
6.1 Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
• OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
• Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
• Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
a. Tahap awal (intensif)
- Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
- Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
- Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
b. Tahap Lanjutan
- Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
- Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistent sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
(Depkes RI, 2007).
6.2 Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di
Indonesia:
- Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
- Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE).
- Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap, sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT
kombipak. Tablet OAT kombinasi dosis tetap ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas
dalam satu paket untuk satu pasien (Depkes, 2007 dan WHO, 2002).
Paket Kombipak terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu
Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program
untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan OAT ini
disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan
menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai.
6.3 Paduan OAT dan Peruntukannya
1. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif.
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif.
Pasien TB ekstra paru.
Tabel 2.2 Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1 (Depkes, 2008)
2. Kategori-2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
Pasien kambuh.
Pasien gagal.
Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus).
Tabel 2.3 Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 2 (Depkes, 2008; WHO, 2002)
Catatan:
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin
adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram
yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250
mg).
3. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Tabel 2.4 Paket Sisipan KDT (Depkes, 2008)
6.4 Pengawasan Menelan Obat (PMO)
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO
(Depkes, 2007 dan WHO, 2002).
a. Persyaratan PMO
• Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
• Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
• Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
• Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.
b. Siapa yang bisa jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat,
pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang
memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK,
atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
c. Tugas seorang PMO
• Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
• Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
• Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
• Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-
gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan
Kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien
mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.
d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan
keluarganya:
o TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan.
o TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.
o Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya.
o Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).
o Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.
o Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke UPK.6,11,14
6.5 Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak
dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen
tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan
ulang dahak tersebut dinyatakan positif. (Depkes, 2007)
Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang
dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up
sebelumnya.
Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak
memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil
pengobatannya tidak diketahui.
Default (Putus berobat)
Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai. Pasien ini sebelumnya telah berobat minimal selama 1 bulan,
dan kemudian tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih.
Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
6.5.1 Tatalaksana penderita yang berobat tidak teratur
Seorang penderita kadang-kadang berhenti minum obat sebelum masa pengobatan
selesai, hal ini terjadi karena penderita belum memahami bahwa obat harus ditelan seluruhnya
dalam waktu yang telah ditetapkan. Petugas kesehatan harus mengusahkan agar penderita
yang putus berobat tersebut kembali ke UPK. Pengobatan yang diberikan tergantung pada
tipe penderita, lamanya pengobatan sebelumnya, lamanya putus berobat, dan bagaimana hasil
pemeriksaan dahak sewaktu dia kembali berobat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut.14,15,16
Tabel 2.5 Tindak Lanjut Hasil Ulang Pemeriksaan dahak (Depkes,2007)
Tabel 2.6 Pengobatan penderita TB paru baru BTA positif yang berobat tidak teratur
(Depkes, 2007).
Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1 bulan: Lacak pasien Diskusikan dengan pasien untuk mencari penyebab berobat tidak teratur Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan:
Tindakan-1 Tindakan-2
Lacak pasien Diskusikan dancari masalah Periksa 3 kalidahak (SPS)dan lanjutkanpengobatansementaramenungguhasilnya
Bila hasil BTAnegatif atau Tbextra paru
Lanjutkan pengobatan sampai seluruhdosis selesa
Bila satu atau lebihhasil BTA positif
Lama pengobatansebelumnya kurangdari 5 bulan *)
Lanjutkanpengobatan sampaiseluruh dosisselesai
Lama pengobatansebelumnya lebihdari 5 bulan
Kategori-1:mulai kategori-2 Kategori-2:rujuk, mungkinkasus kronis
Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih 2 bulan (Default)
Periksa 3 kalidahak SPS Diskusikan dancari masalah Hentikanpengobatansambilmenunggu hasilpemeriksaandahak.
Bila hasil BTAnegatif atau Tbextra paru:
Pengobatan dihentikan, pasien diobservasibila gejalanya semakin parah perludilakukan pemeriksaan kembali (SPS danatau biakan)
Bila satu atau lebihhasil BTA positif
Kategori-1 Mulai kategori-2Kategori-2 Rujuk, mungkin
kasus kronik.
Keterangan :
*) Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan lama pengobatan
sebelumnya kurang dari 5 bulan: lanjutkan pengobatan dulu sampai seluruh dosis selesai dan
1 bulan sebelum akhir pengobatan harus diperiksa dahak.
BAB III
PERUMUSAN MASALAH KESEHATAN PASIEN
Perumusan masalah pasien dalam kedokteran keluarga pertama kali menggunakan
diagnostic holistik yang mencakup aspek personal, aspek klinis, aspek resiko internal, aspek
psikososial keluarga dan lingkugan, serta derajat fungsional. Adapun aspek-aspek tersebut
dijabarkan dbawah ini.
Dari anamnesis yang dilakukan pada pertemuan pertama didapatkan keluhan utama
pasien adalah batuk berdarah. Pasien khawatir keluhan yang disarankan akan semakin berat
dan dapat mengganggu pekerjaan sehari-hari sehingga pasien memeriksakan dirinya ke
puskesmas. Dengan pasien berobat ke puskesmas, pasien mengharapkan agar keluhan segera
hilang dan dapat beraktivitas kembali seperti biasa.
Setelah menjalani beberapa pertanyaan dalam anamnesis seperti : identitas, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, tinjauan umum, tinjauan system, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, riwayat kebiasaan pribadi, dan pemeriksaan fisik dapat diambil
diagnose kerja adalah TB paru.
Batuk berdarah yang dirasakan sudah sejak dua bulan sebelum pasien datang ke
puskemas. Darah yang keluar pada saat batuk tersebut berupa bercak dan berwarna merah
segar. Batuk darah yang dialaminya hampir setiap minggu. Pada mulanya, kurang lebih 7
bulan yang lalu pasien batuk kering menjadi keluar dahak yang awalnya berwarna putih
menjadi putih kekuningan dan keluar bercak darah juga. Pasien sudah meminum obat yaitu
OBH namum keluhan pasien tidak berkurang. Batuk terus – menerus tidak dipengaruhi udara
maupun debu. Selain batuk, pasien juga mengalami demam dan keringat malam, tidak nafsu
makan. Hingga saat ini pasien berhubungan baik dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya.
Dengan keluhan yang terjadi pada pasien saat ini, masih dapat dikatakan dalam derajat
fungsional satu, karena pasien tidak memiliki keterbatasan beraktifitas dan masih dapat
melakukan pekerjaan sendiri.
RENCANA PENATALAKSANAAN PASIEN
No Kegiatan Rencana intervensi Sasaran WaktuSasaran yang
diharapkan
1 Aspek Personal Evaluasi :
-Keluhan, kekhawatiran
dan harapan pasien.
Edukasi :
-Memberikan informasi
mengenai penyakit yang
dialami pasien,
penyebab, gejala klinis,
pengobatan, prognosis,
serta pencegahannya.
Pasien
dan
Keluarga
Pasien
1 hari - Keluhan dan
kekhawatiran
pasien dan
keluarga dapat
berkurang.
- Pasien dan
keluarga dapat
mengerti
tentang
penyakit,
pencegahan dan
pengobatan atas
penyakit yang
dialami pasien.
2 Aspek Klinis
TB-paru
Evaluasi :
- pemeriksaan tanda vital
dan fisik umum.
Terapi
Medikamentosa :
Rifampisin 300 mg
Etambutol 500 mg
INH 300 mg
Pirazinamid 500 mg
Non-Medikamentosa :
- Edukasi mengenai
TB Paru
- Menginformasikan
cara minum obat
- Edukasi untuk
Pasien 2 hari - Pasien benar
benar
menjalankan
terapinya
dengan baik dan
sukses
memakai masker
selama 2 minggu
awal pengobatan
- Edukasi untuk
segera ke instalasi
gawat darurat
Rumah Sakit apabila
pasien batuk darah
terus – menerusa dan
banyak
- Edukasi tentang pola
makan yang teratur,
tinggi kalori tinggi
protein
3 Aspek Resiko
Internal
- Nafsu makan
pasien
berkurang
sehingga
menyebabkan
daya tahan
tubuh &
berkurangnya
BB
-
PP
Edukasi :
- Menginformasikan
pasien agar makan
teratur 3x/hari dan
gizi seimbang
- Pasien dianjurkan
untuk berjemur
dibawah matahari
setidaknya 30 menut
dalam sehari di
urdara bersih,
menjaga kebersihan.
- Minum air paling
sedikit 2 liter atau 8
gelas
- Apabila sudah
kembali bekerja
Pasien
dan
keluarga
pasien.
2 hari - Pasien dapat
mengerti
berbagai hal
yang
mempengaruhi
keberhasilan
terapi.
- Pasien dan
keluarga dapat
mengerti
tentang
penyakit,
pencegahan dan
pengobatan atas
TB-paru
pasien dianjurkan
untuk tidak
mengojek hingga
malam.
- Pasien dianjurkan
untuk memakai jaket
dan masker apabila
bepergian
mengendarai motor
4 Aspek psikososial,
keluarga dan
lingkungan
- Pasien tidak
ada masalah
psikososial,
keluarga dan
lingkunganny
a.
- Rumah pasien
berada
ditengah
sehinga
kurang
ventilasi dan
pencahayaan.
Edukasi:
- Tetap menjaga
hubungan yang baik
antar sesama
anggota keluarga.
memotivasi pasien
agar memperhatikan
kesehatannya
- Edukasi pasien
untuk membuang
dahak ke toilet
- edukasi keluarga
untuk segera
memeriksakan diri
apabila ada keluhan
batuk.
Pasien
dan
keluarga
pasien
1 hari Pasien beserta
keluarga serumah
dapat berhubungan
baik dengan sesama
dan anggota
keluarga dan tidak
menjadi beban
pikiran.
TINDAK LANJUT DAN INTERVENSI
Home Visit
Tindak lanjut adalah kegiatan selanjutnya yang harus dilakukan dokter keluarga
setelah memperoleh kesimpulan dari interpretasi data yang diambil dari seorang pasien.
Intervensi medis adalah tindakan asuhan yang dirancang untuk membantu klien dalam
beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat yang diinginkan dalam hasil yang
diharapkan. Tindakan ini biasanya dilakukan dokter, perawat ataupun tenaga medis lainnya.
Pada tanggal 26 November 2014 menjadi pertemuan pertama saya dengan pasien yang akan saya tindak lanjuti. Saat kedatangan pertama, dilakukan beberapa hal dimulai dari mengucapkan salam, memperkenalkan diri, hingga menjalin hubungan yang baik dengan pasien. Kemudian saya melakukan anamnesis mulai dari keluhan utama, identitas, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat kebiasaan pribadi, serta melakukan pemeriksaan fisik lengkap dimulai dari keadaan umum hingga pemeriksaan neurologis.
Pada pertemuan kedua yang saya lakukan pada kunjungan rumah tanggal 3 Desember 2014, kembali saya mengucapkan salam untuk memasuki rumah pasien. Kemudian saya melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengevaluasi pasien. Mengingatkan untuk melanjutkan terapi yang sudah diberikan, memotivasi pasien untuk menghindari faktor
– faktor resiko batuk, mengedukasi pasien menggunakan masker dengan benar, membiasakan berjemur pagi hari dan jalan pagi hari di udara selama 30 menit dalam sehari, dan rajin membersihkan rumah, dan meminta pasien untuk mengelola stress pikiran.
Pada pertemuan ketiga tanggal 5 Desember 2014, saya mengucapkan salam untuk memasuki rumah pasien. Kemudian saya melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengevaluasi pasien, mengingatkan untuk melanjutkan terapi yang diberikan, memotivasi pasien untuk tetap mejaga daya tahan tubuh dengan mengonsumsi makanan bergizi dan minum air putih sesuai kebutuhan sehari – hari, dan mengedukasi cara – cara membersihkan tempat tidur dan rumah agar tetap terjadi kebersihan diri dan lingkungan tempat tinggalnya.
BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN
Faktor pendukung terselesaikannya masalah kesehatan pasien:
- Kesadaran berobat baik.
- Pasien dan keluarga mau mengikuti anjuran dokter untuk menghindari penyebab dan
mengurangi resiko (asap rokok, kipas angin)
- Pasien dan keluarga mau diajak bekerja sama dalam menyelesaikan masalah
kesehatan pasien
Faktor penghambat terselesaikannya masalah pasien :
- Kebersihan lingkungan rumah pasien yang kurang baik.
- Ventilasi dan pencahayaan rumah pasien yang kurang.
Rencana penatalaksanaan pasien selanjutnya
- Tetap memberi semangat pasien untuk memeriksakan diri ke dokter dan kontrol
- Melakukan pemeriksaan dahak/sputum :
1. 2 migngu sebelum fase intensif/pengobatan tahap I berakhir
2. 2 minggu sebelum fase lanjutan/pengobatan tahap II berakhir
3. Pada fase lanjutan/pengobatan tahap II berakhir
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Aditama, T.Y., 2002. Pengobatan Tuberkulosis : Diagnosis, Terapi dan Masalahnya.
Jakarta: FKUI.
2. Brooks, F.G.,et al., 2005. Mikobakteria. In: Mudihardi, E.H., ed. Mikrobiologi
Kedokteran. Jakarta: Penerbit Salemba Medika, 453-465.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2. Jakarta : Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL).
4. ,2008. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2. Jakarta : Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL).
5. Fishman, J.A., 2002. Mycobacterial Infections. In: Elias, J.A., ed. Fishman’s Manual
of Pulmonary Diseases and Disorders. Philadelphia : McGraw Hill, 763-799.
6. Hopewell, P.C., 2005. Tuberculosis and Other Mycobacterial Diseaases. In : Mason,
R.J., Broaddus, C., Murray, Nadel, J.A., eds. Textbook of Respiratory Medicine.
Philadelphia : Elsivier, 979-1002.
7. Irma, T., 2007. Konversi Sputum BTA pada Fase Intensif TB Paru Kategori Antara
Kombinasi Dosis Tetap. Medan: FK USU.
8. Kumar, V., et al., 2007. Paru dan Saluran Napas Atas. In: Hartanto, H., ed. Buku Ajar
Patologi. Jakarta: EGC, 544-551.
9. Mual, B.E., 2009. Peranan Foto Dada dalam Mendiagnosis Tuberkulosis Paru
Tersangka dengan BTA Negatif di Puskesmas Kodya Medan. Medan: FK USU.
10. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2002. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan (P2PL).
11. ,2006. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL).
12. Rasad, S., 2000. Tuberkulosis Paru. In: Ekayuda, I., ed. Radiologi Diagnostik. Jakarta:
FK UI, 126-139.
13. Soeroso, L., 2007. Mutiara Paru Buku Atlas Radiologi dan Ilustrasi Kasus. Jakarta:
EGC.
14. World Health Organization, 2002. Operational Guide for National Tuberculosis
Control Programmes on The Introduction and Use of Fixed Dose Combination
Drugs. Geneva : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
15. ,2003. Global Tuberculosis Control: Country Profile
Indonesia. Available from : http://www.who.int/gpt/publication/index.htm. (Accessed
12 March 2011).
16. ,2006. Indonesian Strategic Plan To Stop TB 2006-
2010. Jakarta : Depkes RI..
RESUME
Pasien Keterangan
Nama Tn. Muh Ibnu Mundir
Umur 39 tahun
Alamat Kampung sumur rt 07/rw 10 no
94, Klender, Jakarta Timur
Rumah Sendiri
Jenis Kelamin Laki – laki
Agama Islam
Pendidikan SMA Tamat
Pekerjaan Swasta
Status Perkawinan Menikah Mempunyai 3 orang anak
Telah diobati sebelumnya Belum
Alergi obat Tidak
Sistem pembayaran BPJS
Data pelayanan
Anamnesis (dilakukan secara autoanamnesis)
A. Keluhan Utama
Batuk berdarah
B. Keluhan Tambahan
Keringat malam, penurunan berat badan.
C. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan batuk berdarah sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu.
Darah yang keluar pada saat batuk tersebut berupa bercak dan berwarna merah segar.
Batuk darah yang dialaminya hampir setiap minggu. Pada mulanya, kurang lebih 7
bulan yang lalu pasien batuk kering menjadi keluar dahak yang awalnya berwarna
putih menjadi putih kekuningan dan keluar bercak darah juga. Pasien sudah meminum
obat yaitu OBH namum keluhan pasien tidak berkurang. Batuk terus – menerus tidak
dipengaruhi udara maupun debu. Selain batuk, pasien juga mengalami demam dan
keringat malam, tidak nafsu makan.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah batuk lama, mengkonsumsi obat – obatan dalam jangka waktu
lama, mengkonsumsi obat yang membuat BAK berwarna merah. Pasien tidak
memiliki masalah dengan ginjal maupun keluhan yang berkaitan dengan penyakit
ginjal. Pasien tidak memiliki gangguan pada hati maupun keluhan yang berkaitan
dengan penyakit hati.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien dan keluarganya menyangkal ada yang memiliki keluhan yang sama dengan
pasien maupun memiliki riwayat penyakit/pengobatan TB paru.
Pasien tinggal bersama istri, dan ketiga anaknya.
Ket : : Laki – laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal
: Tinggal serumah
DATA ANGGOTA KELUARGA
NO NAMA UMUR STATUS JENIS
KELAMIN
PEKERJAAN RIWAYAT
PENYAKIT
1. Suini 36 Ibu Perempuan Wiraswasta Sehat
2. Eko Saputra 14 Kakak Laki – laki Pelajar Sehat
3. Siti Annisa 6 Adik Perempuan Pelajar Sehat
4. Fatimah
Nurul
Ramadhani
2 Adik Perempuan - Sehat
F. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien Riwayat Perilaku dan Kebiasaan Pribadi
Sebelum batuk pasien merokok, tetapi setelah batuk – batuk ini pasien berhenti
merokok. Bila batuk pasien menutup mulut dengan telapak tangan. Jika membuang
dahak, pasien membuangnya di plastik. Pasien sering mengkonsumsi mie instan.
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal dengan seorang istri yang usianya 36 tahun serta ketiga anaknya yang
belum menikah yang berusia 14 tahun, 6 tahun dan 2 tahun. Pasien memiliki 3 anak
dari pernikahannya dengan istrinya dan pernikahan ini adalah pernikahan pertama
bagi pasien maupun istri. Pasien tinggal di rumah pribadi dengan pencahayaan sinar
matahari kurang dan ventilasi udara yang kurang terdapat di ruang tamu. Luas rumah
pasien sekitar 50 m2. Pasien memiliki 2 kamar tidur yang tidak memiliki ventilasi,
ruang tamu, dapur, kamar mandi dan ruang makan. Pasien tidak memiliki teras. Lantai
rumah pasien terbuat dari keramik, atap rumah terbuat dari genteng, langit langit
dalam rumah pasien nampak terawat. Sumber air yang digunakan adalah air sumur.
Septic tank jaraknya sekitar kurang lebih 10 m dari sumber air. Setiap hari membuang
sampah ke pembuangan sampah yang letak nya kurang lebih 20 meter dari rumah
pasien. Pasien memiliki 1 buah motor.
5. Riwayat Psikososial Keluarga dan Lingkungan
Pasien mengaku tidak memiliki masalah dalam keluarga, pekerjaan, maupun
lingkungannya. Hubungan sosial pasien dengan keluarga harmonis dan baik, begitu
juga dengan tetangga rumah pasien dan aktif dalam perkumpulan kemasyarakatan
PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital termasuk status gizi
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tinggi badan : 163 cm
Berat Badan : 58 Kg
IMT :
BB/ (TB2) = 48/(1,50x1,50) = 21,3
Kriteria:
Kurang : < 18,5
Normal : 18,5-22,9
Lebih : >23
Pra obes : 23-24,9
Obese kelas I : 25-29,9
Obese kelas II : >30
Status Gizi : Normal
Tanda Vital :
Tekanan Darah: 120/80 mmHg
Nadi : 86 x / menit
Pernafasan : 18 x / menit
Suhu : 37,3 ˚ C
B. Status Generalis
Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Tidak cekung, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflex cahaya
langsung +/+, reflex cahaya tidak langsung +/+, ukuran pupil 3 mm/3 mm, isokor,
lensa jernih/jernih
Telinga : Liang telinga lapang/ lapang, tidak ada serumen, sekret -/-
Hidung : Tidak ada deformitas, liang hidung lapang/ lapang, sekret -/-
Tenggorokan : Uvula ditengah, arkus faring simetris, arkus faring tidak hiperemis,
tonsil tidak hiperemis, T1-T1
Gigi dan mulut: Oral higienis kesan cukup, mukosa bibir tidak tampak kering
Leher : JVP 5 – 2 cm
Kelenjar tiroid: teraba tidak membesar
KGB : Suprasternal : Kanan dan kiri tidak teraba membesar
Colli anterior : Kanan dan kiri tidak teraba membesar
Colli posterior : Kanan dan kiri tidak teraba membesar
Paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris
Palpasi : Vokal fremitus teraba simetris
Perkusi : Paru kiri dan kanan sonor
Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri, Rh -/+ pada apeks paru kiri, Wh -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V kiri
Perkusi : Batas Paru hati: ICS 6 garis mid klavikula dextra
Batas Paru Lambung: ICS 5 garis axilaris anterior sinistra
Batas Jantung kanan: ICS 5 garis parasternalis dextra
Batas Jantung kiri: ICS 6 garis 2 jari medial mid clavicularis dextra
Kesan : Tidak ada pembesaran jantung
Auskultasi : Normal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : tampak datar
Auskultasi : Bising usus (+), normal 8x/menit, bruits (-)
Palpasi : Hepar dan limpa tidak teraba membesar, nyeri tekan (-),
defence muscular (-).
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen
Ekstremitas :
Atas : Akral hangat, capilarry refill time < 2 detik, edema (-), pulsasi
a.radialis teraba kanan dan kiri
Bawah : Akral hangat, capilarry refill time < 2 detik, edema (-), pulsasi
a. dorsalis pedis teraba kanan dan kiri
Status Neurologis : Refleks fisiologis:
Biseps : kanan ++ (Normal)/kiri ++ (Normal)
Triseps : kanan ++ (Normal)/kiri ++ (Normal)
APR : kanan ++ (Normal)/kiri ++ (Normal)
KPR : kanan ++ (Normal)/kiri ++ (Normal)
Test sensibilitas (Extremitas Superior et Inferior)
Rasa Raba : kanan: Normal/ kiri: Normal
Rasa Nyeri : kanan: Normal/ kiri: Normal
Suhu : kanan: Normal/ kiri: Normal
Status Lokalis: -
C. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan BTA
Sewaktu (3 November 2014) : positif
Pagi (4 November 2014) : positif
Sewaktu (4 November 2014) : positif
- Pemeriksaan foto rontgen (1 November 2014)
Hilus tampak bercak infiltrate pada lapangan paru kiri. Kesan : KP paru
kiri.
PUBLIKASI RESMI TENTANG TB
KEGIATAN LAPANGAN
CEKLIS
Aktivitas
Metode : observasi dan wawancara
Instrument : check list dan kuisioner
1. Bagaimana hubungan antara anggota keluarga?
Baik
Kurang
Buruk
Lain-lain:...
2. Apakah ibu selalu memasak dan menyiapkan makanan untuk semua anggota keluarga?
Ya Tidak Lain-lain:…
3. Apakah bapak dan ibu memenuhi kebutuhan (makan, pakaian, mandi) anak-anaknya?
Ya Tidak
4. Apakah keluarga bapak/ibu makan secara teratur 3 kali dalam sehari?
Ya Tidak Lain-lain:…
5. Apakah setiap kali makan, kebutuhan karbohidrat (nasi,kentang,umbi2an), lauk
(daging,tahu,tempe), sayur dan buah terpenuhi?
Ya Tidak Lain-lain:…
6. Apakah bapak/ibu selalu mencuci baju sendiri?
Ya Tidak Lain-lain:…
7. Apakah sehabis mandi selalu berganti pakaian?
Ya Tidak Lain-lain:…
8. Berapa luas bangunan rumah bapak/ibu? ….
± 50 m2
9. Lantai rumah terbuat dari …
Keramik Ubin Lain-lain: …
10. Atap rumah terbuat dari …
Seng
Genteng
Lain-lain: …
11. Ventilasi …
Ada
Tidak
Terbuka
Tertutup
12. Pencahayaan …
Baik Cukup Kurang
13. Kamar mandi
Ada
Tidak, keterangan: …
Lantai
Ubin
Keramik
Lain-lain: …
Kran
Ada
Tidak, keterangan: …
Bakmandi
Ada
Tidak, keterangan: …
Air Pam
Sumur
WC
Jongkok
Duduk
Lain-lain: ...
Jarak septic tank dari sumber air
<10 m
>10m
Dapur …
Ada
Tidak, keterangan: …
Kompor
Gas Minyaktanah Lain-lain: …
Pencahayaan
Baik Cukup Kurang
Ventilasi
Ada
Tidak
Terbuka
Tertutup
14. Pengelolaan sampah …
Dibuang setiap hari
Dibuang>1 hari
15. Pengelolaan sampah …
Tong sampah pribadi
Tong sampah umum
Lain-lain: …
16. Kamar tidur, jumlah 2
Kondisi kamar kecil, berantakan. Di dalam kamar terdapat televisi, kipas angin.
Kasur
Kapuk Busa Lain-lain: …
Pencahayaan
Baik Cukup Kurang
Ventilasi
Ada
Tidak
Terbuka
Tertutup
17. Ruangtamu
Ada Tidak, keterangan: …
18. Teras
Ada Tidak, keterangan: …
19. Halaman
Ada Tidak, keterangan: …
20. Penghasilan per bulan …
Ayah
< 1 juta …..
>1 juta …..
Tidakbekerja
Ibu
< 1 juta …..
>1 juta …..
Tidakbekerja
Lain-lain: …
< 1 juta …..
>1 juta …..
Tidak bekerja
Kebutuhan
Metode: wawancara dan observasi
Instrumen: kuisioner dan check list
1. Apakah keluarga ibu memiliki pakaian yang cukup?
Ya Tidak Dll
2. Apakah keluarga ibu/bapak makan 3x sehari?
Ya Tidak Dll
3. Apakah ibu/bapak merasa nyaman tinggal di rumah yang sekarang?
Ya Tidak Dll
4. Apakah keluarga ibu/bapak rajin beribadah
Ya Kadang – kadang Tidak
5. Apakah keluarga bapak/ibu saling menyayangi satu sama lain?
Ya Tidak
6. Apakah dalam keluarga pernah melakukan kekerasan?
Ya Tidak
7. Apakah anak – anak bapak/ibu bersekolah?
Ya….. Tidak…..
8. Bagaimana hubungan anggota keluarga dengan tetangga sekitar?
Baik
9. Apakah Ibu atau bapak aktif dalam kegiatan di lingkungan rumah?
Ya Kadang – kadang Tidak
10. Apakah anak – anak/bapak/ibu bereprestasi di sekolah
Ya
Tidak
Dll
Sumber
Metode :wawancara dan observasi
Instrument :kuisioner dan check list
1. Dalam sehari, berapa jam bapak/ibu berkumpul dengan anggota keluarga?
Dua sampai tiga jam dalam sehari
2. Apakah cukup penghasilan yang diperoleh untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari ?
Ya
Tidak
Dll
3. Keterampilan apa yang dimiliki anggota keluarga?
Ayah : -
Ibu : membuat gorengan peyek
Anak-anak : -
Anak 1 : -
Anak 2 : -
Anak 3 : -
4. Bagaimana sifat anggota keluarga?
Ayah : ramah, sopan, terkadang keras
Ibu : ramas, sopan, terkadang keras
Anak :
Anak 1 : pendiam
Anak 2 : terkadang suka marah – marah
Anak 3 : suka bertingkah lucu
5. Apakah keluarga bapak/ibu meluangkan waktu untuk berekreasi?
Ya
Tidak
Dll