Post on 16-Feb-2016
Standar Perilaku Auditor Keuangan Negara (SPAKN)/ Kode Etik
Penerimaan Penungasan dan Perencanaan dalam Pemeriksaan Keuangan Negara
Disusun oleh:
Nola Yenisa Putri (1202112852)
Rika Maya Sari (1202112920)
Widya Astuti (1202
TAHUN AJARAN 2014-2015
JURURAN AKUNTANSI-FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS RIAU
Kata Pengantar
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang”Standar Perilaku
Auditor Keuangan Negara (SPAKN)/ Kode Etik, Penerimaan Penungasan dan Perencanaan
dalam Pemeriksaan Keuangan Negara” .Penuisan Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Akuntasi Keuangn Negara yang telah diberikan oleh
dosen kepada penulis.
Dalam penulisan makalah ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman
yang telahmemberikan partisipsasinya dalam pembuatan makalah ini dan kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuannya. Tanpa adanya dukungan dan bantuan tersebut
makalah ini mungkin tidak akan dapat diselesaikan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu penulis mengharapkan pembaca untuk dapat memberikan kritik dan sarannya
demi kesempurnaan dari makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis sendiri maupun kepada pembaca.
Pekanbaru, 10 Oktober 2015
Penulis
Statement of Authorship
Saya/ kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa RMK/ makalah/
tugas terlampir adalah murni hasil pekerjaan saya/ kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang
lain yang saya/ kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.
Materi ini tidak/ belum pernah disajikan/ digunakan sebagai bahan untuk makalah/
tugas pada mata ajaran lain kecuali saya/ kami menyatakan dengan jelas bahwa saya/ kami
menggunakannya.
Saya/ kami memahami bahwa tugas yang saya/ kami kumpulkan ini dapat
diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.
Mata Kuliah : Akuntansi Keuangan Negara
Judul RMK/ Makalah/Tugas : Standar Perilaku Auditor Keuangan Negara (SPAKN)/
Kode Etik, Penerimaan Penungasan dan Perencanaan
dalam Pemeriksaan Keuangan Negara
Tanggal : 10 Oktober 2015
Dosen : DR.H.M.Rasuli, SE,. M.Si,.Akt,. CA.
Nama dan Nim : Nola Yenisa Putri (1202112852)
Rika Maya Sari (1202112920)
Widya Astuti (1202120470)
Tanda tangan:
BAB I
PENDAHULUAN
Kepercayaan masyarakat terhadap suatu profesi ditentukan oleh keandalan, kecermatan,
ketepatan waktu, dan mutu jasa atau pelayanan yang dapat diberikan oleh profesi yang
bersangkutan. Kata ”kepercayaan” demikian pentingnya karena tanpa kepercayaan
masyarakat maka jasa profesi tersebut tidak akan diminati, yang kemudian pada gilirannya
profesi tersebut akan punah. Untuk membangun kepercayaan perilaku para pelaku profesi
perlu diatur dan kualitas hasil pekerjaannya dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu
dibutuhkan penetapan standar tertentu, sehingga masyarakat dapat meyakini kualitas
pekerjaan seorang profesional.
Pekerjaan audit adalah profesi. Auditor yang bekerja di sektor publik selain dituntut
untuk mematuhi ketentuan dan peraturan kepegawaian sebagai seorang pegawai negeri sipil,
ia juga dituntut untuk menaati kode etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta
Standar Audit APIP atau standar audit lainnya yang telah ditetapkan. Sehingga bagaimana
seharusnya perilaku seorang auditor Pemerintah serta apa saja yang harus dilakukan agar
hasil pekerjaannya memenuhi standar mutu yang harus dicapai, perlu diketahui oleh
setiap mereka yang berprofesi sebagai aparat pengawasan intern pemerintah.
Makalah Kode Etik dan Standar Audit ini dimaksudkan dan diharapkan untuk
memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang seharusnya dimiliki dan dilaksanakan
oleh seorang mahasiswa yang sedang mempelajari, mendiskusikan dan mempresentasikan
dengan suatu harapan yang besar agar mahasiswa pada kelak nanti menjadi seorang auditor
yang diharapkan tentunya pada aparatur pengawasan intern pada khususnya.
Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (SA-APIP) merupakan revisi atas
Standar Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah yang disusun oleh Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tahun 1996. Di dalam Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2004, tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan tanggungjawab Keuangan
Negara, diatur tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab Keuangan Negara yang
dilakukan oleh dan atau atas nama Badan Pemeriksa Keuangan.
BAB II
Pembahasan
A. Pengertian etik dan kode etik
Kamus besar bahasa indonesia, Departemen pendidikan dan Kebudayaan, 1988,
mendefenisikan etik sebagai (1) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. (2)
nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat, sedangkan etika
adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak). Menurut Eric L.Kohler dalam buku A dictionary for accountants. edisi ke lima,
1979- ethic, adalah
A system of moral principles and their application to particular problems of conduct
specially, the rules of conduct of a profession imposed by a professional body governing the
behavior of its member.
Etika menurut Dictionary of accounting karangan Ibrahin Abdullah Assegaf, cetakan 1
tahun 1991 adalah sebagai berikut:
Disiplin pribadi dalam hubungannya dengan lingkungan yang lebih dari pada apa yang
sekedar ditentukan oleh undang-undang.
Jadi kode etik pada prinsipnya merupakan nilai-nilai, norma-norma, atau kaidah-kaidah
untuk mengatur perilaku moral dari suatu profesi melalui ketentuan-ketentuan tertulis yg
harus dipenuhi dan ditaati setiap anggota profesi.
Kode etik suatu profesi merupakan ketentuan perilaku yang harus dipatuhi oleh setiap
mereka yang menjalankan tugas profesi tersebut, seperti dokter, pengacara, polisi,akuntan,
penilai dan profesi lainnya.
Tujuan Utama Kode Etik
• Terdapat dua tujuan utama dari kode etik.
– Kode etik bertujuan melindungi kepentingan masyarakat dari kemungkinan
kelalaian, kesalahan atau pelecehan, baik disengaja maupun tidak disengaja oleh
anggota profesi.
– Kode etik bermaksud melindungi keluhuran profesi dari perilaku perilaku menyimpang
oleh anggota profesi.
B. Dilema Etika
Dilema etika adalah situasi yang dihadapi seseorang di mana keputusan mengenai
perilaku yang pantas harus dibuat. Auditor banyak menghadapi dilema etika dalam
melaksanakan tugasnya. Bernegosiasi dengan auditan jelas merupakan dilema etika.
Terdapat dua faktor utama yang mungkin menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yakni:
a. Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Misalnya, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandar udara (bandara). Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat terbuka. Pada kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga dan teman-temannya, yang bersangkutan dengan bangga bercerita bahwa dia telah menemukan dompet dan mengambil isinya.
b. Orang tersebut secara sengaja bertindak tidak etis untuk keuntungan diri sendiri. Misalnya, seperti contoh di atas, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandara. Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut.
Dorongan orang untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat oleh rasionalisasi yang dikembangkan sendiri oleh yang bersangkutan berdasarkan pengamatan dan pengetahuannya. Rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai berikut:
a. Setiap orang juga melakukan hal (tidak etis) yang sama. Misalnya, orang mungkin berargumen bahwa tindakan memalsukan perhitungan pajak, menyontek dalam ujian, atau menjual barang yang cacat tanpa memberitahukan kepada pembelinya bukan perbuatan yang tidak etis karena yang bersangkutan berpendapat bahwa orang lain pun melakukan tindakan yang sama.
b. Jika sesuatu perbuatan tidak melanggar hukum berarti perbuatan tersebut tidak melanggar etika. Argumen tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa hukum yang sempurna harus sepenuhnya dilandaskan pada etika. Misalnya, seseorang yang menemukan barang hilang tidak wajib mengembalikannya kecuali jika pemiliknya dapat membuktikan bahwa barang yang ditemukannya tersebut benar-benar milik orang yang kehilangan tersebut.
c. Kemungkinan bahwa tindakan tidak etisnya akan diketahui orang lain serta sanksi yang harus ditanggung jika perbuatan tidak etis tersebut diketahui orang lain tidak signifikan. Misalnya penjual yang secara tidak sengaja terlalu besar menulis harga barang mungkin tidak akan dengan kesadaran mengoreksinya jika jumlah tersebut sudah dibayar oleh pembelinya. Dia mungkin akan memutus kan untuk lebih baik menunggu pembeli protes untuk mengoreksinya, sedangkan jika pembeli tidak menyadari dan tidak protes maka penjual tidak perlu memberitahu.
Pemecahan Dilema Etika
• Pendekatan enam langkah berikut ini merupakan pendekatan sederhana untuk memecahkan dilema etika:
1. Dapatkan fakta-fakta yang relevan
2. Identifikasi isu-isu etika dari fakta-fakta yang ada
3. Tentukan siapa dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi oleh dilema etika
4. Identifikasi alternatif-alternatif yang tersedia bagi orang yang memecahkan dilema etika
5. Identifikasi konsekuensi yang mungkin timbul dari setiap alternatif
6. Tetapkan tindakan yang tepat.
Kode Etik Akuntan Indonesia
Etika profesional bagi praktik akuntan di Indonesia ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia dan disebut dengan Kode Etik Akuntan Indonesia.
Dalam hubungan ini perlu diingat bahwa IAI adalah satu-atunya organisasi profesi
akuntan di Indonesia. Anggota IAI meliputi auditor dalam berbagai jenisnya (auditor
independen/publik, auditor intern dan auditor pemerintah), akuntan manajemen, dan akuntan
pendidik. Oleh sebab itu, kode etik IAI berlaku bagi semua anggota IAI, tidak terbatas pada
akuntan anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan publik.
Kode Etik Akuntan Indonesia mempunyai struktur seperti kode etik AICPA yang
meliputi prinsip etika, aturan etika dan interpretasi aturan etika yang diikuti dengan tanya
jawab dalam kaitannya dengan interpretasi aturan etika.
Prinsip-prinsip etika dalam Kode Etik IAI ada 8 (delapan), yaitu:
1. Tanggung Jawab
2. Kepentingan Umum (Publik)
3. Integritas
4. Obyektivitas
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
6. Kerahasiaan
7. Perilaku Profesional
8. Standar Teknis
C. Perlunya kode etik bagi profesi
Kode etik yang mengikat semua anggota profesi perlu ditetapkan bersama. Tanpa kode etik, maka setiap individu dalam satu komunitas akan memiliki tingkahlaku yang berbeda-beda yang dinilai baik menurut anggapannya dalam berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas hasil kerja auditor ditentukan oleh keahlian, independensi serta integritas moral/kejujuran para auditor dalam menjalankan pekerjaannya. Kode etik atau aturan perilaku dibuat untuk dipedomani dalam berperilaku atau melaksanakan penugasan sehingga menumbuhkan kepercayaan dan memelihara citra organisasi di mata masyarakat.
Tidak dapat dibayangkan betapa kacaunya apabila, misalnya, setiap orang dibiarkan
dengan bebas menetukan mana yang baik dan mana yang buruk menurut kepentingannya
masing-masing, atau bila menipu dan berbohong dianggap perbuatan baik, atau setiap orang
diberi kebebasan untuk berkendara disebelah kiri atau kanan sesuai keinginannya. Oleh
karena itu nilai etika atau kode etik diperlukan oleh masyarakat, organisasi, bahkan negara
agar semua berjalan dengan tertib, lancar, teratur dan terukur.
Dasar pikiran yang melandasi penyusunan kode etik dan standar setiap profesi adalah
kebutuhan profesi tersebut akan keprcayaan masyarkat terhadap mutu jasa yang diberikan
oleh profesi. Setiap profesi yang menjual jasanya kepada masyarakat memerlukan
kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya.
Pada umumnya tidak semua jasa audit memahami hal-hal yang berkaitan dengan
auditing. Oleh karena itu profesi tersebut perlu mengatur dan menetapkan ukuran mutu yang
harus dicapai oleh para auditornya. Aturan yang ditetapkan oleh profesi ini menyangkut
aturan perilaku, yang disebut dengan Kode Etik, yang mengatur perilaku auditor sesuai
dengan tuntutan profesi dan organisasi pengawasan serta standar audit yang merupakan
ukuran mutu minimal yang harus dicapai auditor dalam menjalankan tugas auditnya.Apabila
aturan ini tidak dipenuhi berarti auditor tersebut bekerja dibawah standar dan dapat dianggap
melakukan malpraktik.
D. KODE ETIK DAN STANDAR AUDIT APIP
Auditor APIP adalah pegawai negeri yang mendapat tugas antara lain untuk melakukan audit. Auditor APIP meliputi :
1. Auditor lingkungan BPKP
2. Inspektorat Jenderal Departemen
3. Unit Pengawasan LPND
4. Ins[pektorat Propinsi, Kabupaten, dan Kota.
Dalam menjalankan tugas auditnya wajib mentaati kode etik APIP yang berkaitan dengan statusnya sebagai pegawai negeri dan standar auditor APIP sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatu Negara No. PER/M. PAN/03/2008 M. PAN/03/2008 dan No. PER/05/M. PAN/03/2008 Tanggal 31 Maret 2008.
Disisi lain terdapat pula auditor pemerintah khususnya auditor BPKP adalah akuntan anggota IAI yang dalam keadaan tertentu melakukan audit atas entitas yang menerbitkan laporan keuangan yang disusun berdasar PABU (BUMN/BUMD) sebagaimana diatur dalam PSAK. Karena itu auditor pemerintah tersebut wajib mengetahui dan mentaati kode etik akuntan Indonesia dan standar audit yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI.
Auditor APIP adalah pegawai negeri yang mendapat tugas antara lain untuk
melakukan audit. Oleh karena itu, auditor pemerintah dapat diibaratkan sebagai seseorang
yang kaki kanannya terikat pada ketentuan-ketentuan sebagai pegawai negeri sedangkan kaki
kirinya terikat pada ketentuan-ketentuan profesinya.
Auditor APIP yang meliputi auditor dilingkungan BPKP, Inspektorat Jenderan
Departemen, Unit Pengawasan, LPND, dan Inspektorat Provinsi, Kabupaten, dan kota dalam
menjalankan tugas auditnya wajib mentaati kode etik APIP yang berkaitan dengan statusnya
sebagai pegawai negeri dan standar audit APIP sebagaimana diatur dalam peraturan menteri
pendayagunaan aparatur negara nomor PER/04/M.PAN/03/2008 dan
No.PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008. Kode etik harus ditaati oleh setiap
auditor baik itu dilingkungan swasta maupun dilingkungan pemerintah yang sebagaimana
telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Isi dari kode etik APIP ini memuat 2 komponen yaitu :
1. Prinsip-prinsip perilaku auditor yang merupakan pokok-pokok yang melandasi perilaku
auditor:
a. Integritas
Auditor dituntut untuk memiliki kepribadian yang dilandasi oleh sikap jujur,
berani, bijaksana, dan bertanggungjawab untuk membangun kepercayaan guna
memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang handal.
b. Objektivitas
Auditor harus menjunjung tinggi ketidakberpihakan profesional dalam
mengumpulkan, mengevaluasi, dan memproses data/ informasi audit. Auditor
APIP membuat penilaian seimbang atas semua situasi yang relevan dan tidak
dipengaruhioleh kepentingan sendiri atau orang lain dalam mengambil keputusan.
c. Kerahasiaan
Auditor harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang diterimanya dan
tidak mengungkapkan informasi tersebut tanpa otoritas yang memadai, kecuali
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan.
d. Dalam melaksanakan tugasnya, auditor dituntut untuk memiliki pengetahuan,
keahlian pengalaman, dan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan
tugas.
2. Aturan perilaku yang menjelaskan lebih lanjut prinsip-prinsip perilaku auditor. Aturan
perilaku mengatur setiap tindakan yang harus dilakukan oleh auditor dan merupakan
pertanggungjawaban prinsip-prinsip perilaku auditor. Dalam pinsip ini auditor dituntut
agar:
a. integritas
Dapat melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti, bertanggungjawab dan
bersungguh-sungguh.
Dapat menunjukan kestiaan dalam segala hal yang berkaitan dengan profesi dan
organisasi dalam melaksanakan tugas.
Dapat mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan dan
mengungkapkan segala hal yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan
dan profesi yang berlaku
Dapat menjaga citra dan mendukung visi dan misi organisasi.
Tidak menjadi bagian kegiatan ilegal atau mengikatkan diri pada tindakan-
tindakan yang dapat mengdiskreditkan profesi APIP atau organisasi.
Dapat mengggalang kerjasama yang sehat antara sesama auditor dalam
pelaksanaan audit.
Saling mengingatkan, membimbing, mengoreksi perilaku sesama auditor.
b. Obyektivitas
Dalam prinsip ini auditor dituntut agar :
Mengungkapkan semua fakta material yang diketahuinya, yang apabila tidak
diungkapkan mungkin dapat mengubah pelaporan kegiatan-kegiatan yang diaudit.
Tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan hubungan yang mungkin
mengganggu atau dianggap mengganggu penilaian yang tidak memihak atau yang
mungkin menyebabkan terjadinya benturan kepentingan dan
Menolak suatu pemberian dari audit yang terkait dengan keputusan maupun
pertimbangan profesionalnya.
c. Kerahasiaan
Dalam prinsip ini auditor dituntut agar:
Secara hati-hati menggunakan dan menjaga segala informasi yang diperoleh
dalam audit, dan
Tidak akan menggunakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan
pribadi/golongan diluar kepentingan organisasi atau dengan cara yang
bertentangan dengan peraturan perundang undangan.
d. Kompetensi
Dalam prinsip ini auditor dituntut agar:
Melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan standar audit
Terus menerus meningkatkan kemahiran profesional, keefektifan dan kualitas
hasil pekerjaan.
Menolak untuk melaksanakan tugas apabila tidak sesuai dengan pengetahuan,
keahlian, dan keterampilan yang dimiliki.
Kode etik APIP dimaksudkan sebagai pegangan atau pedoman bagi para pejabat dan
audiotr APIP dalam bersikap dan berperilaku agar dapat memberikan citra APIP yang baik
serta menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap APIP.
E. Landasan Hukum Kode Etik dan Standar Audit APIP
Landasan hukum kode etik APIP yang ditetapkan oleh peraturan menteri negara
pendayagunaan aparatur negara nomor PER/04/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008
dilandasi oleh ketentuan hukum sebagai berikut :
1. Undang-undang RI nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggraan negara yang bersih dan
bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme
2. Undang-undang RI nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara
3. Undang-undang RI nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara
4. Undang-undang RI nomor 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan
tanggungjawab keuangan negara
5. Peraturan Presiden RI nomor 7 tahun 2005 tentang rencana pembangunan jangka
menengah
6. Peraturan Presiden RI nomor 9 tahun 2005 tentang kedudukan, tugas, fungsi, susunan
organisasi. Dan tata kerja Kementrian Negara RI sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan peraturan Presiden nomor 94 tahun 2006
7. Intruksi Preiden nomor 5 tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi
8. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor :
PER/03.1/M.PAN/03.2007 tentang kebijakan pengawasan nasional aparat pengawasan
interen pemerintah tahun 2007-2009
D. Pelanggaran
Kebijakan atas pelanggaran kode etik APIP sesuai dengan pernyataan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/04/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 menetapkan sebgai berikut:
1. Tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik tidak dapat diberi toleransi, mes kipun dengan alasan tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan organisas i atau diperintahkan oleh pejabat yang lebih tinggi.
2. Auditor tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa karyawan lain melakukan tindakan melawan hukum atau tidak etis.
3. Pimpinan APIP harus melaporkan pelanggaran kode etik oleh auditor kepada pimpinan organisasi.
4. Pemeriksaan, investigasi dan pelaporan pelanggaran kode etik ditangani oleh Badan Kehormatan Profesi, yang terdiri dari pimpinan APIP dengan anggota yang
berjumlah ganjil dan disesuaikan dengan kebutuhan. Anggota Badan Kehormatan. Profesi diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan APIP.
E. Pengecualian
Terdapat bebrapa pengecualian atas pelanggaran kode etik profesi karena dalam penerapan kode etik profesi berkaitan dengan peran manusia yang lingkungannya tidak selalu normal. Dalam hal-hal tertentu seorang auditor dimungkinkan untuk tidak menerapkan aturan perilaku tertentu. Oleh karena itu, terdapat beberapa aturan pengecualian sebagai berikut:
1. Permohonan pengecualian atas penerapan kode etik tersebut harus dilakukan secara tertulis sebelum auditor terlibat dalam kegiatan atau tindakan yang dimaksud.
2. Persetujuan untuk tidak menerapkan kode etik hanya boleh diberikan oleh pimpinan APIP. Pengecualian untuk tidak menerapkan kode etik hanya dilakukan atas situasi yang telah direncanakan, bukan secara spontan pada saat kejadian itu berlangsung.
3. Pengecualian tidak diperkenankan ketika pelanggaran atas kode etik telah dilakukan baru kemudian diajukan permohonan.
F. Sanksi Atas Pelanggaran
Auditor APIP yang terbukti melanggar Kode Etik APIP akan dikenakan sanksi oleh pimpinan APIP atas rekomendasi dari Badan Kehormatan Profesi. Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran Kode Etik oleh pimpinan APIP dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bentuk-bentuk sanksi tersebut antara lain berupa:
1. Teguran tertulis;
2. Usulan pemberhentian dari tim audit; dan
3. Tidak diberi penugasan audit selama jangka waktu tertentu.
G. Penerimaan Penugasan dan Perencanaan Audit
1. Penerimaan penugasan
Tahap awal adalah mengambil keputusan untuk menerima atau menolak kesempatan untuk
menjadi auditor klien baru atau melanjutkan sebagai audior untuk klien yang sudah ada.
Pertimbangan sebelum menerima penugasan:
• Tanggung jawabnya terhadap publik
• Tanggung jawabnya terhadap klien
• Tanggung jawabnya terhadap rekan seprofesi
Enam langkah dalam mempertimbangkan penerimaan penugasan :
A. Mengevaluasi integritas manajemen.
Komunikasi dengan Auditor Pendahulu
Sebelum menerima penugasan, PSA No. 16, Komunikasi Antara Auditor Pendahulu dengan
Auditor Pengganti (SA 315.02), mengharuskan auditor pengganti untuk mengambil inisiatif
untuk berkomunikasi dengan auditor pendahulu, baik secara lisan maupun tertulis.
Komunikasi harus dilakukan dengan persetujuan klien, karena kode etik profesi melarang
auditor untuk mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh dalam audit tanpa ijin klien.
Mengajukan Pertanyaan pada Pihak Ketiga
Informasi tentang integritas manajemen dapat diperoleh dari orang-orang yang mengenal
klien, seperti penasehat hukum klien, bankir, dan pihak–pihak lain dalam lingkungan bisnis
dan keuangan yang memiliki hubungan bisnis dengan calon klien. Sumber informasi
potensial lainnya, adalah mereview berita yang berkaitan dengan penggantian manajemen
puncak di majalah atau surat kabar dan seandainya calon klien adalah perusahaan terbuka
yang menjual saham- sahamnya dipasar modal dan pernah diaudit auditor lain, informasi bisa
diperoleh dengan membaca laporan klien ke Bapepam tantang penggantian auditor.
Mereview Pengalaman Masa Lalu dengan Klien
Auditor harus mempertimbangkan secara cermat pengalaman berhubungan kerja dengan
manajemen klien di waktu yang lalu, seperti auditor harus mempertimbangkan semua
kekeliruan dan ketidak beresan material, serta tindakan melawan hukum yang ditemukan
dalam audit yang lalu. Auditor juga mengajukan pertanyaan kepada manajemen mengenai
berbagai hal seperti ada tidaknya kewajiban bersyarat ( contingencies ), lengkap tidaknya
notulen rapat dewan komisaris, dan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. Kebenaran
jawaban manajemen atas pertanyaan- pertanyaan tersebut dalam audit yang lalu harus
dipertimbangkan dengan cermat dalam mengevaluasi integritas manajemen.
B. Mengidentifikasi kondisi khusus dan resiko yang tidak biasa.
Mengidentifikasi Pemakai Laporan Keuangan Auditan
Auditor harus mempertimbangkan apakah klien merupakan perusahaan publik ( menjual
saham- sahamnya kepada masyarakat ) atau perusahaan privat, kepada siapa saja atau kepada
pihak ketiga mana diperkirakan klien berpotensi mempunyai kewajiban sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku. Auditor harus mempertimbangkan apakah laporan audit
yang biasa akan cukup untuk memenuhi kebutuhan semua pemakaian laporan atau apakah
perlu dibuat laporan khusus.
Memperkirakan Adanya Persoalan Hukum dan Stabilitas Keuangan Klien
apabila penggugat bisa menemukan alasan bahwa ia dirugikan karena keputusan yang
diambilnya didasarkan pada laporan keuangan , maka situasi demikian sangat mungkin akan
melibatkan auditor. Bila hal itu terjadi , maka auditor terancam untuk membayar denda atas
putusan pengadilan. Oleh karena itu, auditor harus berusaha untuk mengidentifikasi dan
menolak calon klien yang memiliki risiko tinggi terkena gugatan hukum. Hal yang sama juga
perlu diperhatikan auditor, apabila calon klien menunjukkan ketidakstabilan keuangan ,
seperti tidak mampu membayar utang yang jatuh temp
seperti : investigasi aparat pemerintah mengenai hasil produksi, dan ketidakstabilan
keuangan.
Bahkan apabila tidak terdapat petunjuk adanya kesulitan yang sedang dihadapi
perusahaan, auditor harus mempertimbangkan timbulnya masalah seperti itu di masa datang
bersamaan dengan menurunnya kondisi perusahaan. Prosedur yang dapat digunakan auditor
untuk mengidentifikasi hal- hal semacam itu adalah dengan mengajukan pertanyaan kepada
manajemen, menganalisa laporan keuangan yang pernah diterbitkan baik yang diaudit
maupun tidaki diaudit, dan apabila memungkinkan dengan mereview laporan- laporan yang
disampaikan kepada berbagai instansi.
Mengevaluasi Auditabilitas Perusahaan Klien
Auditor harus mengevaluasi apakah terdapat kondisi- kondisi lain yang menimbulkan
pertanyaan mengenai auditabilitas klien. Kondisi- kondisi tersebut antara lain misalnya
perusahaan tidak memiliki catatan akuntansi atau catatan akuntansinya buruk sekali,
perusahaan tidak memiliki struktur pengendalian intern yang memadai, atau kemungkinan
adanya pembatasan dari klien atas audit yang akan dilakukan. Bila auditor berhadapan
dengan situasi demikian, maka sebaiknya ia menolak untuk menerima penugasan, atau klien
harus diberi pengertian mengenai kemungkinan adanya pengaruh dari kondisi demikian
terhadap laporan auditor.
C. Menilai Kompetensi staf audit yang ada.
Standar umum yang pertama dalam standar auditing menyatakan bahwa :
“Audit harus dilaksankan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis
cukup sebagai auditor”. Jadi Auditor harus memastikan apakah mereka memiliki kompetensi
professional untuk menyelesaikan penugasan sesuai dengan standar auditing. Hal ini
menyangkut penentuan berapa jumlah amggota tim audit dan mempertimbangkan kebutuhan
bantuan dari knsultan atau spesialis pada waktu audit berlangsung.
Penetapan Tim Audit
Tujuan elemen pengendalian mutu ini adalah untuk melihat bahwa tingkat keahlian teknis
dan pengalaman tim audit akan dapat memenuhi keburuhan untuk menangani penugasan
secara profesional. Dalam menetapkan anggota tim, perlu dipertimbangkan pula sifat dan
luasnya supervisi yang harus dipersiapkan. Tim audit pada umumnya terdiri dari :
Seorang partner yang bertanggung jawab penuh dan merupakan penanggung jawab akhir
dari suatu penugasan.
Seorang manajer atau lebih yang mengkoordinasi dan melakukan supervisi pelaksanaan program audit.
Seorang senior atau lebih yang bertanggung jawab atas sebagian program audit dan melakukan supervisi serta mereview pekerjaan staf asisten.
Staf asisten yang mengerjakan berbagai prosedur audit yang diperlukan.
Mempertimbangkan Kebutuhan Konsultasi dan Penggunaan Spesialis
Auditor perlu mempertimbangkan kemungkinan penggunaan konsultasi dan spesialis untuk
membantu tim audit dalam melaksanakan audit. Elemen pengendalian mutu yang berkaitan
dengan konsultasi menyatakan bahwa kantor akuntan publik harus memiliki kebijakan dan
prosedur untuk memperoleh jaminan memadai bahwa personil kantor akuntan publik
membutuhkan bantuan, sepanjang diperlukan, dari orang atau orang- orang yang memiliki
tingkat pengetahuan, integritas, kebijaksanaan, dan otoritas yang sesuai . PSA No. 39,
Penggunaan Pekerjaan Spesialis (SA 336), menyatakan bahwa auditor bisa menggunakan
pekerjaan spesialis untuk mendapatkan bukti kompeten. Contoh spesialis, antara lain :
Penilai (appraiser) untuk mendapatkan bukti tentang penilaian atas barang seni.
Insinyur tambang untuk menentukan jumlah cadangan atau deposit barang tambang yang ada di suatu pertambangan.
Aktuaris untuk menentukan jumlah rupiah program pensiun yang akan digunakan dalam akuntasi.
Penasehat hukum untuk memperkirakan hasil akhir dari suatu perkara pengadilan yang masih berjalan.
Konsultan lingkungan untuk menentukan pengaruh undang- undang dan peraturan tentang lingkungan.
D. Menilai independensi staf auditor yang ada. (Mengevaluasi Indepedensi)
Standar auditing kedua menyatakan bahwa
”Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan independensi dalam sikap mental
harus dipertahankan oleh audit”.
Selain diatur dalam standar auditing, independensi dalam penugasan audit juga diwajibkan
oleh Kode Etik IAI, disamping merupakan salah satu elemen dari elemen-elemen
pengendalian mutu. Salah satu prosedur yang ditempuh adalah mengirim surat edaran kepada
semua staf profesional KAP yang bersangkutan dengan menyebut nama calon klien, untuk
mengidentifikasi kemungkinan adanya hubungan keuangan atau bisnis dengan calon klien
tersebut. Bila disimpulkan syarat independensi tidak dipenuhi, maka penugasan harus ditolak
atau calon klien harus memberi informasi apabila audit tetap dilaksanakan, maka auditor akan
memberikan pendapat ” menolak memberi pendapat ”.
E. Menentukan kemampuan untuk bekerja dengan cermat dan seksama
Standar auditing ketiga menyatakan bahwa
”Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan
kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama”.
Saat Penunjukan
Penunjukan auditor secara dini oleh klien dan penerimaan penugasan oleh auditor akan
berpengaruh pada perencanaan audit, Sebaliknya apabila penerimaan penugasan terjadi pada
saat mendekati / sesudah akhir tahun buku , auditor bisa mendapat berbagai hambatan dalam
perencanaan audit dan pelaksanaan pekerjaan lapangan , termasuk kemungkinan auditor
harus menggeser ke belakang prosedur-prosedur yang seharusnya dilakukan pada tanggal
neraca.
Penjadwalan audit.
Waktu pelaksanaan pekerjaan lapangan umumnya dibagi menjadi dua kategori berikut :
Pekerjaan interim yaitu pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dilakukan dalam kurun waktu
antara tiga sampai empat bulan sebelum tanggal neraca.
Pekerjaan akhir tahun yaitu pekerjaan-pekerjaan yang biasanya dilakukan dalam kurun waktu
tidak lama sebelum tanggal neraca sampai kira-kira tiga bulan setelah tanggal neraca.
-Penaksiran Kebutuhan Waktu.
Dalam mempertimbangkan penerimaan penugasan, auditor biasanya membuat suatu taksiran
kebutuhan waktu audit. Pembuatan taksiran kebutuhan waktu meliputi estimasi tentang
jumlah jam yang diperkirakan dibutuhkan setiap tingkat staff ( partner, manager, senior,
dsb )untuk menyelesaikan setiap bagian audit dengan cermat dan seksama. Angka taksiran ini
akan digunakan oleh kantor akuntan sebagai bahan diskusi dengan calon klien dalam
menetapkan honorarium tertentu yang telah ditentukan jumlahnya berdasarkan kesepakatan
dengan klien ( fixed-fee basis ), tapi honorarium audit.
Personal Klien.
Penggunaan personal klien juga mempunyai dampak besar dalam penentuan staff dan
penjadwalan, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada honorarium audit, pengaruh ini
berkaitan dengan tiga kategori prosedur auditing, yaitu: prosedur untuk memperoleh
pemahaman mengenai struktur pengendalian intern klien, pengujian pengendalian, dan
pengujian substantif.
F. Menyiapkan surat penugasan
Langkah terakhir dalam tahap penerimaan penugasan adalah penyusunan surat penugasan.
Bentuk dan isi surat penugasan berbeda-beda untuk setiap klien, namun secara umum setiap
surat penugasan hendaknya berisi hal-hal:
- menyebutkan dengan jelas nama perusahaan atau satuan organisasi dan laporan keuangan
yang akan diperiksa
- menyebutkan tujuan audit
- menyebutkan bahwa audit akan dilakukan berdasarkan standar profesional
- menjelaskan tenteng sifat dan lingkup audit dan tanggung jawab auditor
- menyebutkan bahwa walaupun audit telah dirancang dan dilaksanakan dengan baik
- mengingatkan manajemen
- menyebutkan bahwa manajemen akan diminta untuk mmberikan representasi tertulis kepada
auditor.
- menjelaskan mengenai dasar perhitungan honorarium audit dan cara penagihan honorarium.
- meminta klien untuk mnegaskan kesepakatannya atas berbagai hal yang tercantum dalam
surat penugasan dengan menandatangani surat penugasan tersebut dan mengirimkan kembali
salinannya kepada auditor.
2. Perencanaan audit audit
Merupakan tahap yang vital bagi pelaksanaan audit yang Luas perencanaan audit yang
dipengaruhi oleh :
a) Ukuran dan kompleksitas perusahaan klien
b) Pengalaman auditor dengan klien
c) Pengetahuan dan kemampuan auditor beserta seluruh stafnya
Dalam perencanaan audit diperlukan :
1. Pemahaman Bisnis dan industri klien
2. Prosedur analitik
3. Mempertimbangkan materialitas awal
4. Mempertimbangkan resiko audit
5. Mempertimbangkan saldo awal
6. Mengembangkan strategi audit awal
7. Review informasi yang berhubungan dengan kewajiban klien
8. Memahami struktur pengendalian intern
BErbagai prosedur bisa digunakan untuk mendapatkan pengetahuan tersebut . Beberapa prosedurnya antara lain :
• Mereview kertas kerja tahun lalu
• Mereview data industry dan bisnis klien
• Melakukan peninjauan ke tempat operasi klien
• Mengajukan pertanyaan kepada komite audit
• Mengajukan pertanyaan kepada manajemen
• Menentukan adanya hubungan istimewa
• Mempertimbangkan dampak dari pernyataan akuntansi dan auditing tertentu yang relevan
3. Memperoleh pemahaman bisnis dan industri klien
a. Jenis bisnis dan produk klien
b. Lokasi dan karakteristik (produksi dan pemasaran)
c. Jenis dan karakteristik industri klien
d. Eksistensi ada tidaknya hubungan istimewa
e. Regulasi pemerintah yang mempengaruhi bisnis dan industri klien
f. Karakteristik laporan yang harus diberikan kepada badan regulasi
Mereview Kertas Kerja Tahun Lalu
Dalam penugasan audit ulangan, auditor bisa memperoleh pengetahuan tentang klien dengan
mereview kertas kerja tahun lalu. Selain itu, kertas kerja menunjukkan masalah-masalah yang
mucul dalam audit pada tahun lalu yang mungkin akan berlanjut pada tahun-tahun
selanjutnya. Bagi klien baru, kertas kerja yang disusun auditor pendahulu bisa membantu.
Klien harus memberi ijin pada auditor pengganti untuk mereview.
• Mereview Data Industri dan Bisnis Klien Untuk memperoleh pengetahuan tentang bisnis
klien, auditor bisa:
a. mereview anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perusahaan
b. membaca notulen rapat dewan komisaris dan dewan direksi untuk mendapatkan
informasi-informasi tertentu
c. analisis laporan keuangan tahunan dan interim, laporan pajak penghasilan, dan laporan ke
instansi-instansi terkait
d. mempelajari berbagai peraturan pemerintah yang relevan
e. membaca kontrak-kontrak yang belanjut
f. membaca publikasi-publikasi yang berkaitan dengan industri dan perdagangan untuk
mempelajari perkembangan bisnis dan industri mutahir.
• Melakukan Peninjauan Ke Tempat Operasi Klien
Dari peninjauan langsung ke pabrik, auditor akan mengetahui tata-letak pabrik, proses
operasi ( produksi ), fasilitas pergudangan, dan hal-hal yang bisa menimbulkan masalah.
Selama peninjauan ke kantor, auditor akan mendapat pengetahuan tentang jenis dan lokasi
catatan akuntansi dan fasilitas PDE, dan kebiasaan kerja para karyawan.
• Mengajukan Pertanyaan Kepada Komite Audit
Komite audit dari dewan komisaris bisa memberi penjelasan penting kepada auditor
mengenai bisnis dan industri klien. Komite audit juga bisa memberi informasi kepada auditor
tentang perubahan-perubahan penting dalam manajemen perusahaan dan struktur organisasi.
• Mengajukan Pertanyaan Kepada Manajemen
Pertanyaan yang diajukan kepada manajemen bisa menyangkut mengenai luas dan saat
keterlibatan personil klien dalam pembuatan daftar-daftar dan analisis untuk auditor.
• Menentukan Adanya Hubungan Istimewa
Prinsip akuntansi yang berlaku umum mencakup keharusan membuat pengungkapan khusus
dan dalam hal tertentu menetapkan perlakuan akuntansi khusus, untuk transaksi-transaksi
dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. PSA 34, Pihak Yang memiliki
Hubungan Istimewa ( SA 334.07 ) menyatakan bahwa prosedur audit khusus, termasuk yang
disebutkan dibawah ini, harus digunakan untuk menentukan adanya transaksi yang memiliki
hubungan istimewa lainnya:
4. MELAKSANAKAN PROSEDUR ANALITIS
PSA No. 22, Prosedur Analitis (SA 329.02), merumuskan prosedur analitis sebagai “evaluasi
informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan yang masuk akal antara data
keuangan yang satu dengan data keuangan yang lainnya, atau antara data keuangan dengan
data nonkeuangan”.
Penggunaan prosedur analitis dalam auditing dengan tujuan-tujuan :
Tahap perencanaan audit, membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan luas prosedur audit lainnya.
Tahap pengujian, pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu (berhubungan dengan saldo rekening atau jenis transaksi)
Tahap review akhir audit, review menyeluruh informasi keuangan dalam laporan keuangan setelah diaudit.
Prosedur analitis dapat membantu auditor dalam perencanaan dengan cara :
Meningkatkan pemahaman auditor atas usaha klien
Mengidentifikasi hubungan-hubungan yang tidak biasa dan fluktuasi yang tidak diharapkan dalam data yang bisa menunjukkan bidang-bidang yang kemungkinan mencerminkan resiko salah saji.
Penggunaan prosedur analitis dalam tahap perencanaan :
Mengidentifikasi perhitungan atau perbandingan yang akan dibuat
a. Perbandingan data absolute
b. Analisis vertical (Common-size financial statements)
c. Analisa rasio
d. Analisis trend
Mengembangkan ekspektasi atau harapan
a. Informasi keuangan klien periode-periode yang lalu dengan mempertimbangkan
perubahan yang diketahui
b. Hasil antisipasi berdasarkan anggaran formal dan peramalan
c. Hubungan antara elemen-elemen informasi keuangan pada suatu periode
d. Data industry
e. Hubungan antara informasi keuangan dengan informasi nonkeuangan yang relevan
Melakukan perhitungan atau perbandingan
Menganalisis data dan mengidentifikasi perbedaan signifikan
Menyelidiki perbedaan signifikan yang tak diharapkan
Menentukan pengaruhnya terhadap perencanaan audit.