Post on 27-Dec-2015
description
1. Manifestasi HIV di Rongga Mulut
a. Pseudomembran Candida Akut (THRUSH)
Tidak terasa sakit, lesi putih halus seperti susu, lunak, dapat diangkat atau
dikerok dari permukaan mukosa rongga mulut. Biasanya terjadi pada palatum
durum, palatum molle, mukosa pipi / mukosa labial.
b. Oral Hairy Leukoplakia
Oral Hairy Leukoplakia (adalah suatu bercak putih, permukaannya kasar,
bervariasi mulai dari lapisan vertikal sampai plak keriput. Saat mulut dalam
keadaan kering akan tampak berbulu “hairy”. Lesi ini biasanya bilateral pada
bagian ventrolateral lidah atau menyerang pada permukaan dorsal lidah, mukosa
bukal, dasar mulut, area retromolar, dan palatum molle. Karakteristik yang paling
khas adalah proyeksi seperti-jari yang tersebar dari dasar lesi.
Page 1
c. Kaposi's Sarkoma
Kaposi’s Sarcoma disebabkan oleh virus yang dulu bernama KS-herpes virus,
tapi sekarang bernama Human Herpes Virus-8 (HHV-8). Transmisi melalui
kontak sesksual, melalui ibu kepada anaknya. Pada tahap awal, Sarkoma Kaposi
berupa makula berwarna merah-keunguan pada mukosa mulut, tidak sakit,tidak
memucat saat dipalpasi Lesi ini muncul pada mukosa rongga mulut terutama pada
mukosa palatal dan gingival. Dalam infeksi HIV, lesi ini lebih sering ditemukan
pada pria. Kaposi’s Sarcoma ditemukan pada penderita HIV .
d. Penyakit Periodontal
Besar hubungan terkait antara penyakit periodontal dengan gigi pada
penderita HIV. Hal ini berhubungan dengan buruknya kebersihan mulut dan
Page 2
kurangnya perhatian pada kesehatan rongga mulut sehingga memicu menurunnya
jumlah sel CD4.
necrotizing ulcerative periodontitis
Nekrosis ulserasi, merupakan bentuk dari periodontitis yang tumbuh cepat
secara progresif pada penderita HIV. NUP dapat digambarkan sebagai
pemanjangan proses dari NUG dimana dalam keadaan ini terjadi lepasnya tulang
alveolar, kehilangan perlekatan jaringan periodontal.
necrotizing ulcerative gingivitis
Page 3
2. Manifestasi Diabetes Melitus di Rongga Mulut
1. Xerostomia (Mulut Kering)
Diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva (air
liur), sehingga mulut terasa kering. Saliva memiliki efek self-cleansing, di mana
alirannya dapat berfungsi sebagai pembilas sisa-sisa makanan dan kotoran dari
dalam mulut. Jadi bila aliran saliva menurun maka akan menyebabkan timbulnya
rasa tak nyaman, lebih rentan untuk terjadinya ulserasi (luka), lubang gigi, dan
bisa menjadi ladang subur bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang. Penderita
diabetes salah satu tandanya adalah Poliuria, dimana penderita banyak buang air
kecil sehingga cairan di dalam tubuh berkurang yang dapat mengakibatkan jumlah
saliva berkurang dan mulut terasa kering.
2. Gingivitis dan Periodontitis
Periodontitis ialah radang pada jaringan pendukung gigi (gusi dan tulang).
Selain merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes adalah menebalnya
pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh.
Lambatnya aliran darah ini menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi
infeksi, Sedangkan periodontitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri. Dan hal ini menjadi lebih berat dikarenakan infeksi bakteri pada penderita
Diabetes lebih berat.
Rusaknya jaringan Periodontal membuat gusi tidak lagi melekat ke gigi,
tulang menjadi rusak, dan lama kelamaan gigi menjadi goyang. Tanda-tanda
periodontitis antara lain pasien mengeluh gusinya mudah berdarah, warna gusi
Page 4
menjadi mengkilat, tekstur kulit jeruknya (stippling) hilang, kantong gusi menjadi
dalam, dan ada kerusakan tulang di sekitar gigi, pasien mengeluh giginya goyah
sehingga mudah lepas.
Menurut teori tersebut diakibatkan berkurangnya jumlah air liur, sehingga
terjadi penumpukan sisa makanan yang melekat pada permukaan gigi dan
mengakibatkan gusi menjadi infeksi dan mudah berdarah.
3. Stomatitis Apthosa (Sariawan)
Penderita Diabetes sangat rentan terkena infeksi jamur dalam mulut dan
lidah yang kemudian menimbulkan penyakit sejenis sariawan. Sariawan ini
disebabkan oleh jamur yang berkembang seiring naiknya tingkat gula dalam darah
dan air liur penderita diabetes.
6. Oral thrush
Penderita diabetes yang sering mengkonsumsi antibiotik untuk memerangi
infeksi sangat rentan mengalami infeksi jamur pada mulut dan lidah. Apalagi
penderita diabetes yang merokok, risiko terjadinya infeksi jamur jauh lebih besar.
Oral thrush atau oral candida adalah infeksi di dalam mulut yang disebabkan oleh
jamur, sejumlah kecil jamur candida ada di dalam mulut. Pada penderita Diabetes
Melitus kronis dimana tubuh rentan terhadap infeksi sehingga sering
menggunakan antibiotik dapat mengganggu keseimbangan kuman di dalam mulut
yang mengakibatkan jamur candida berkembang tidak terkontrol sehingga
menyebabkan thrush.
Page 5
7. Dental Caries (Karies Gigi)
Pada penderita Diabetes Melitus telah diketahui bahwa jumlah air liur
berkurang sehingga makanan melekat pada permukaan gigi, dan bila yang melekat
adalah makanan dari golongan karbohidrat bercampur dengan kuman yang ada
pada permukaan gigi dan tidak langsung dibersihkan dapat mengakibatkan
keasaman didalam mulut menurun, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
lubang atau caries gigi.
3. Kista Ranula
Definisi
Ranula adalah bentuk kista akibat obstruksi glandula saliva mayor yang terdapat
pada dasar mulut dan akan berakibat pembengkakan di bawah lidah yang
berwarna kebiru-biruan.
Etiologi
1. Adanya penyumbatan sebagian atau total sehingga terjadi retensi saliva
sublingualis atau submandibularis
2. Karena suatu trauma
3. Adanya peradangan atau myxomatous degenerasi ductus glandula sublingualis
Page 6
4. Oral Habit
a. Mouth Breathing
Mouth breathing (bernafas dari mulut) telah menjadi salah satu faktor etiologi
terjadinya maloklusi. Mode pernapasan mempengaruhi bentuk rahang, lidah dan
dapat juga mempengaruhi kepala. Karenanya, bernafas dari mulut dapat
menyebabkan berubahnya postur rahang dan lidah yang berlanjut ke maloklusi.
Kebanyakan orang normal melakukan mouth breathing ketika mereka melakukan
kegiatan fisik seperti ketika berolahraga atau ketika melakukan aktivitas yang
berat.
b. Nail Biting
Menggigit kuku tidak menyebabkan maloklusi besar, namun menyebabkan
ketidakteraturan minor dari gigi seperti rotasi, aus pada incisal edge, dan
crowding.
Dampak dari Nail Biting
Menggigit kuku dapat menyebabkan dampak seperti berikut
1. Rotasi gigi.
2. Atrisi pada ujung incisal gigi.
3. Protrusi incisivus maksila.
Page 7
c. Lip Sucking dan Lip Biting
Lip biting dan lip sucking terkadang terjadi setelah pemberhentian
paksa thumb atau finger sucking. Menggigit bibir paling sering melibatkan bibir
bawah yang diletakkan ke dalam dan di berikan tekanan pada permukaan lingual
dari anterior maksila.
Kebiasaan ini dapat dicegah menggunakan lip bumpers yang tidak hanya
mencegah bibir digigit tapi juga mengubah inklinasi aksial dari gigi anterior yang
dikarenakan perilaku tak terkendali dari lidah.
Dampak dari Lip Sucking Lip dan Biting.
Pasien yang memiliki kebiasaan menggigit atau menghisap bibir dapat
menunjukkan tampilan seperti berikut:
1. Anterior atas yang proklinasi dan anterior bawah yang retroklinasi.
2. Bibir bawah yang hipertrofi dan besar.
3. Bibir pecah-pecah.
d. Cheek Biting
Cheek biting adalah kebiasaan menggigit bagian dalam pipi secara spontan.
Pasien yang menderita cheek biting biasanya tidak dapat mengendalikan diri
setiap kali mulai menggigit pipi. Kebanyakan penderita tidak menyadari bahwa
kebiasaan ini dapat meyebabkan kerusakan serius pada mukosa pipi bagian dalam
Page 8
sampai terjadi perlukaan yang menimbulkan nyeri yang sangat mengganggu
(Khan, 2010).
e. Postural Habit
Postural habit adalah kebiasaan yang dilakukan secara tidak sengaja dan
bersifat konstan (Yamaguchi dan Sueishi, 2003). Kebiasaan seperti chin propping
dan menggigit-gigit pensil dapat menimbulkan temporo-mandibular dysfunction
(TMD). Kebiasaan tersebut mengakibatkan beban pengunyahan pada gigi yang
terlalu besar, hiperaktivitas otot, ketegangan otot-otot pendukung sendi
temporomandibula, pengecilan otot rahang, dan rasa sakit di sekitar rahang
(Ofceson, 1998).
f. Bruksism
Bruksism merupakan kebiasaan menggeser-geser antara gigi atas dan bawah
biasanya terjadi pada saat tidur dan seringkali menimbulkan suara yang berderit
tetapi bisa juga terjadi saat keadaan sadar dan biasanya dalam keadaan
cemas. Kebiasaan ini dapat menyebabkan gigi yang terlibat menjadi aus.
5. Antibiotik
Golongan Antibiotik Berdasarkan daya bunuh terhadap bakteri.
Dikelompokkan menjadi :
Page 9
a. Bakterisid
Antibiotika yang bakterisid secara aktif membasmi kuman. Termasuk
dalam golongan ini adalah : penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar),
kotrimoksazol, rifampisin, isoniazid.
Bakterisidal adalah sifat dari sebuah bahan yang mampu membunuh
bakteri. Antibiotika yang bersifat sebagai bakterisidal, adalah antibiotika yang
mekanisme kerjanya sebagai berikut :
Merusak sintesis dinding sel. Antibiotika yang daya kerjanya merusak sintesis
dinding sel antara lain antibiotika beta laktam (penisilin dan derivatnya, dan
cephalosporin dan derivatnya), polypeptida (vancomycin), cycloserine, dan
bacitracin.
Mempengaruhi Permiabilitas membran sel. Antibiotika yang daya kerjanya
mempengaruhi permeabilitas sel membran adalah polimiksin.
Keuntungan pemberian antibiotik bakterisidal yaitu :
Membunuh bakteri serta jumlah total organisme yang dapat hidup & diturunkan.
Pembagian : a) Bekerja pd fase tumbuh kuman, misalnya : Penisilin, Sefalosporin,
Kuinolon, Rifampisin, Polipeptida. b) Bekerja pada fase istirahat, misalnya :
Aminoglikosid, INH, Kotrimoksazol, Polipeptida.
Page 10
b. Bakteriostatik
Antibiotika bakteriostatik bekerja dengan mencegah atau menghambat
pertumbuhan kuman, tidak membunuhnya, sehingga pembasmian kuman sangat
tergantung pada daya tahan tubuh. Termasuk dalam golongan ini adalah :
sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin,
klindamisin, asam paraaminosalisilat.
Pertimbangan pemberian antibiotik :
Penegakan diagnosis infeksi. Hal ini bisa dikerjakan secara klinis ataupun
pemeriksaan-pemeriksaan tambahan lain yang diperlukan.
Kemungkinan kuman penyebabnya.
Apakah antibiotika benar-benar diperlukan atau tidak. Sebagian infeksi
mungkin tidak memerlukan terapi antibiotika misalnya infeksi virus
saluran pernafasan atas, keracunan makanan karena kontaminasi kuman-
kuman enterik.
Jika diperlukan antibiotika, pemilihan antibiotika yang sesuai berdasarkan
spektrum antikuman, pola sensitifitas, sifat farmakokinetika, ada tidaknya
kontra indikasi pada pasien, ada tidaknya interaksi yang merugikan, dan
bukti akan adanya manfaat klinik dari masing-masing antibiotika untuk
infeksi yang bersangkutan berdasarkan informasi ilmiah yang layak
dipercaya.
Penentuan dosis, cara pemberian, lama pemberian berdasarkan sifat-sifat
kinetika masing-masing antibiotika dan fungsi fisiologis sistem tubuh
Page 11
Evaluasi efek obat. Apakah obat bermanfaat, kapan dinilai, kapan harus
diganti atau dihentikan. Adakah efek samping yang terjadi. Urutan proses-
proses ini merupakan pedoman umum mengenai hal-hal yang perlu
dipertimbangkan dalam memilih dan memakai antibiotika dalam klinik.
6. Oral Hygine Index
a. Metode O’Leary
O’Leary Plaque Control Record merupakan metode yang digunakan untuk
menilai area akumulasi plak dari individual pasien. Metode ini melibatkan semua
elemen gigi yang terdapat dalam rongga mulut sehingga semua gigi dilakukan
pemeriksaan akumulasi plak. Terdapat 4 permukaan gigi yang diperiksa yaitu
mesial, bukal, distal dan lingual.
Cara penilaian plak dengan metode O’Leary:
Pasien mengaplikasikan larutan atau tablet disklosing pada masing-masing
permukaan gigi kecuali permukaan oklusal untuk memeriksa ada tidaknya plak
pada dentogingival junction.
Setelah itu, pasien berkumur dan dilakukan pemeriksaan akumulasi plak
pada daerah dentogingival junction pada permukaan mesial, bukal, distal dan
lingual. Area gigi yang tidak terwarnai diberi skor 0 sedangkan area gigi yang
terwarnai diberi skor 1.
Setelah semua gigi diperiksa dan dinilai, indeks plak dapat dihitung
dengan menjumlahkan permukaan yang ada akumulasi plak (terwarnai) dibagi
Page 12
dengan jumlah seluruh permukaan gigi yang diperiksa (mesial, bukal, distal dan
lingual) kemudian dikalikan 100%. Skor plak tergolong baik, apabila skornya
10% atau kurang
b. PHP-M
Indeks kebersihan mulut PHP-M (Personal Hygiene Performance-
Modified) dari Martin dan Meskin (1972), merupakan indeks yang telah
dimodifikasi dari Personal Hygiene Index (PHP) dari Podshadley dan Haley
(1968). Indeks PHP ini untuk menilai debris, sedangkan Indeks PHP-M untuk
mengukur plak secara obyektif. Pemeriksaan PHP-M menggunakan gigi indeks
dan menggunakan agen disklosing. Gigi indeks yang digunakan pada metode
PHP-M ini adalah sebagai berikut :
Gigi paling belakang tumbuh di kwadran kanan atas.
Gigi C| atau c| , bila gigi ini tidak ada, dipakai gigi anterior lainnya.
|P1 atau |m1.
Gigi paling belakang tumbuh di kwadran kiri bawah.
Gigi C kiri bawah atau c kiri bawah , bila gigi ini tidak ada, dipakai gigi anterior
lainnya.
P1 kanan bawah atau m1 kanan bawah
Page 13
Cara Penilaian dengan PHP-M:
Buat 2 garis imajiner pada gigi dari oklusal/incisal ke gingival, garis
imajiner ini akan membagi gigi menjadi 3 bagian yang sama dari oklusal ke
gingival. Masing-masing 1/3 bagian dari panjang garis imajiner tadi, yang
akhirnya akan membagi gigi menjadi 5 area (A, B, C, D, dan E). Pengertian area :
A. Area 1/3 gingival dari area tengah
B. Area 1/3 tengah dari area tengah
C. Area 1/3 incisal atau oklusal dari area tengah
D. Area distal
E. Area mesial
Pembagian area penilaian plak metode PHP-M
Apabila terlihat ada plak di salah satu area, maka diberi skor 1 (atau tanda v), jika
tidak ada plak bisa diberi skor 0 atau tanda (-).
Page 14
Hasil penilaian plak yaitu dengan menjumlahkan setiap skor plak pada setiap
permukaan gigi, sehingga skor plak untuk setiap gigi indeks bisaberkisar antara 0-
10.
Dengan demikian, skor plak untuk semua gigi indeks bisa berkisar antara 0-60.
7. Patogenesis Infeksi Pulpa yang Berkomplikasi ke Spasium
Penyebaran infeksi gigi tiga tahap yaitu tahap absesdentoalveolar, tahap yang
mengenai spasium dantahap lanjut yang merupakan tahap komplikasi.
Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur
•Jalur periapical: sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan
periapikal
•Jalur periodontal: sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket
•Jalur perikoronal: yang terjadi akibat terperangkapnya makanan dibawah
operkulum tetapi hal ini terjadi hanya padagigi yang tidak/belum dapat tumbuh
sempurna.
Page 15
Karies superfisial Pulpitis Reversible
Karies Media Pulpitis Irreversible
Karies Profunda Gangren Pulpa
Bakteremie-Septikemie Fistula
Selulitis Acute-Chronic Infeksi Spasium
Periapikal Infection yang dalam
Abses intra oral Osteomielitis Ke spasium yang lebih
Atau jaringan lunak-kutis tinggi – infeksi serebral
Page 16
Berdasarkan spasium yang terkena
Spasium kaninus
Spasium bukal
Spasium infratemporal
Spasium submental
Spasium sublingual
Spasium submandibula
Spasium masseter
Spasium pterigomandibular
Spasium temporal
Spasium Faringeal lateral
Spasium retrofaringeal
Spasium prevertebral
8. Polip Gingival dan Pulpa
Karakteristik polip pulpa yaitu sukar berdarah, tenderness dan dengan kondisi
gigi yang masih vital atau nekrosis parsia disebabkan pembukaan karies yang
besar pada pulpa muda. Seringkali polip pulpa dibedakan dengan polip gingiva.
Pada kondisi polip gingiva terjadi dikarenakan iritasi akibat gesekan dengan tepi
permukaan gigi yang tajam dan dengan ketinggian hampir sama atau dibawah
crest gingiva, sehingga memungkinkan terbentukmya polip gingiva. Polip gingiva
sendiri memiliki karakteristik mudah berdarah namun tidak sakit jika ditekan.
Page 17
Kerusakan gigi (contoh periodontitis apikalis)
Periapikalis abses
Menyebar ke spasium (submandibula dan sublingual)
Phlegmon
Osteomyelitis Menyebar ke kelenjar ludah
Terjadi penyumbatan pada kelenjar ludah
Kista
Menyebar ke submaxila
Abses submaxila
sinusitis
9. Penyakit Sistemik dari Gigi
Infeksi gigi dapat menyebar ke organ lain melalui 3 cara yaitu
Perkontinuitatum (menyebar ke jaringan sekitar)
Limfogen (melalui KGB)
Hematogen (melalui pembuluh darah)
Perkontuinuitatum
Page 18
Kerusakan gigi↓
Menyebar ke tulang alveolar↓
Menembus pembuluh darah↓
Masuk kedalam sirkulasi darah↓
Menginfeksi organ lain (jantung → endocarditis, meningen meningitis, dll)
Memicu sistem imun↓
Terjadi reaksi autoimun↓
Terdeposit dikulit↓
Psoriasis dan urtikaria
Hematogen
Page 19
Kerusakan pada gigi↓
Menyebar ke tulang alveolar↓
Menginfeksi saluran getah bening↓
Lyphadenitis ataupun lyphadenopathy
Menginfeksi dalam aliran getah bening↓
Menginfeksi organ lain
Limfogen
10. Manifestasi Penyakit Sistemik pada Rongga Mulut
1. Penyakit-penyakit darah
a. Anemia
Anemia defisiensi besi adalah penyakit darah yang paling umum.
Manifestasi pada rongga mulut berupa atropik glossitis, mukosa pucat, dan
angular cheilitis. Atropik glossitis, hilangnya papila lidah, menyebabkan lidah
lunak dan kemerahan yang menyerupai migratori glossitis.
b. Leukimia
Komplikasi oral leukimia sering berupa hipertrofi gingiva, petechie, ekimosis,
ulkus mucosa dan hemoragik. Keluhan yang jarang berupa neuropati nervus
mentalis, yang dikenal dengan ”numb chin syndrome”. Ulserasi palatum dan
Page 20
nekrosis dapat menjadi pertanda adanya mucormycosis cavum nasalis dan sinus
paranasalis.
c. Multiple Myeloma (MM)
Bila MM melibatkan rongga mulut, biasanya berupa manifestasi sekunder pada
rahang, terutama mandibula, yang dapat mengakibatkan pembengkakan rahang,
nyeri, bebal, gigi goyah, fraktur patologik.
2. Penyakit rheumatologik
a. Sjogren’s syndrome
Pasien Sjogren’s syndrome (SS) sering mengalami xerostomia dan
pembengkakan kelenjar parotis . Xerostomia dapat dihubungkan dengan fissure
tongue, depapilasi dan kemerahan yang terdapat pada lidah, cheilitis, dan
candidiasis.
b. Scleroderma (Sclerosis sistemik progresif)
Scleroderma merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya sklerosis
difus dari kulit, saluran gastrointestinal, otot jantung, paru-paru dan ginjal. Bibir
pasien sclerodermatampak berkerut karena konstriksi mulut, menyebabkan
kesulitan membuka mulut. Mukosa mulut tampak pucat dan kaku. Lidah dapat
kehilangan mobilitasnya dan menjadi halus seperti rugae palatal yang menjadi
datar. Ligamen periodontal sering tampak menebal pada gambaran radiografik.
Page 21
c. Lupus erythematosus (LE)
Lupus erythematosus terbagi menjadi discoid lupus erythematosus (DLE)
dan sistemik lupus erythematosus (SLE). Lesi-lesi mulut lesi ini biasanya mulai
tampak sebagai area keputihan irregular yang kemudian meluas kearah perifer.
d. Arthritis Rheumatoid
Sendi Temporomandibular (TMJ) sering terlibat dalam arthritis
rheumatoid. Hal ini sering dicirikan dengan erosi pada condylus yang
mengakibatkan berkurangnya gerakan mandibula dan disertai nyeri ketika
digerakkan. Mulut kering dan pembengkakan kelenjar ludah dapat juga ditemukan
pada pasien arthritis rheumatoid.
3. Penyakit Onkologi
a. Kanker Metastase
Tumor metastase rongga mulut dapat menyerang pada jaringan lunak atau
keras. Tumor lebih sering bermetastase ke rahang daripada jaringan lunak rongga
mulut. Tumor pada rahang sering terdeteksi bila timbul keluhan bengkak, nyeri,
paresthesia, atau setelah menyebar ke jaringan lunak.
b. Histiocytosis sel Langerhans (Histiocytosis X)
Hilangnya tulang alveolar pada anak-anak dengan eksfoliasi prekok gigi
susu harus diduga adanya HSL. HSL dapat juga terjadi pada usia remaja dan
dewasa. Dari tulang-tulang rahang, mandibula yang paling sering terlibat. Tanda-
tanda yang muncul adalah nyeri, pembengkakan, ulserasi, gigi tanggal (ompong).
Page 22
Gambaran radiografik menunjukkan gigi tampak melayang di udara (floating in
air) dikelilingi daerah radiolusen yang luas. Hal ini berkaitan dengan hilangnya
tulang alveolar yang cepat.
4. Kelainan Endokrin
a. Diabetes Mellitus (DM)
Pada umumnya gejala-gejalanya tampak parah, dan sangat progresive pada
pasien IDDM (Independent Insulin DM) yang tidak terkontrol dari ada pasien
NIDDM yang terkontrol. Sekitar sepertiga pasien diabetes mempunyai keluhan
xerostomia yang mana hal ini berkaitan dengan menurunnya aliran saliva dan
meningkatnya glukosa saliva. Kemudian, pembesaran glandula parotis bilateral
difus, keras, yang disebut sialadenosis dapat timbul. Proses ini tidak reversibel
meskipun metabolisme karbohidrat terkontrol baik. Perubahan pengecapan dan
sindrom mulut terbakar juga dilaporkan pada pasien DM tak terkontrol.
Xerostomia merupakan faktor predisposisi berkembangnya infeksi rongga mulut.
Mukosa yang kering dan rusak lebih mudah timbulnya infeksi oportunistik oleh
Candida albican. Candidiasis erytematosus tampak sebagai atropi papila sentral
pada papila dorsal lidah dan terdapat pada lebih dari 30% pasien DM.
Mucormycosis dan glossitis migratory benigna juga mempunyai angka insidensi
yang tinggi pada IDDM di populasi umum.
Telah ditemukan bahwa terdapat insidensi yang tinggi karies gigi pada
pasien dengan DM yang tidak terkontrol. Hal ini dihubungkan dengan tingginya
level glukosa saliva dan cairan krevikuler. Penyembuhan luka yang tidak
Page 23
sempurna, xerostomia yang diikuti dengan penimbunan plak dan sisa makanan,
kerentanan terhadap infeksi, dan hiperplasi attached gingiva, semua memberi
kontribusi meningkatnya insidensi penyakit periodontal pada pasien diabetes.
b. Hypoparatiroidisme
Penurunan sekresi hormon paratiroid (PTH) dapat terjadi setelah
pengambilan glandula paratiroid, begitu juga destruksi autoimun terhadap
glandula paratiroid. Sindrom-sindrom yang jarang, seperti Digeorge
Syndrome dan Endocrine-candidiasis syndrome sering dihubungkan dengan
keadaan ini. Hipocalcemia terjadi mengikuti turunnya hormon
paratiroid. Chvostek sign, tanda khas hipokalsemia, dicirikan dengan berkedutnya
bibir atas bila nervus facialis diketuk tepat dibawah proccesus zygomaticus. Jika
hipoparatiroid timbul di awal kehidupan, selama proses
odontogenesis/pertumbuhan gigi, dapat terjadi hipoplasi email dan kegagalan
erupsi gigi. Adanya candidiasis oral persisten pada pasien muda menunjukkan
mulai terjadinya sindrom endocrine-candidiasis.
c. Hyperparatiroidisme
Manifestasi awal hiperparatiroid adalah hilangnya lamina dura di sekitar
akar gigi dengan perubahan pola trabecular rahang yang muncul kemudian.
Terdapat penurunan densitas trabecular dan kaburnya pola normal yang
menghasilkan penampakan ”ground glass” pada gambaran radiografiknya.
Gambaran radiografik menunjukkan lesi ini unilokuler atau multiloculer
radiolusen yang berbatas tegas yang biasanya merusak mandibula, clavicula, iga,
dan pelvis. Lesi ini soliter, namun lebih sering multipel. Lesi yan bertahan lama
Page 24
dapat mengakibatkan ekspansi cortical yang nyata. Secara histologik, lesi ini
dicirikan sebagai proliferasi hebat jaringan granulasi vascular yang menjadi latar
belakang timbulnya multi-nucleated osteoclast-type giant cells. Hal ini identik
dengan lesi lain yang dikenal dengan lesi giant cell sentral pada rahang.
d. Hypercortisolisme
Hypercortisolisme atau Cushing’s syndrome, berasal dari meningkatnya
glukokortikoid darah yang terus-menerus. Fraktur patologis mandibula, maxilla
atau tulang alveolar juga dapat terjadi karena trauma benturan ringan akibat
osteoporosis. Penyembuhan fraktur, begitu juga penyembuhan tulang alveolar dan
jaringan lunak setelah pencabutan gigi menjadi tertunda.
e. Hypoadrenocortisisme
Manifestasi orofacial termasuk A ”bronzing” hyperpigmentasi pada kulit,
terutama pada area yang paling banyak terpapar matahari (sun-exposed area).
Hal ini disebabkan karena meningkatnya kadar beta-lipotropin atau ACTH, yang
keduanya dapat menstimulasi melanosit. Perubahan kulit ini didahului oleh
melanosis mukosa mulut. Pigmentasi kecoklatan difus atau bercak sering terjadi
di mukosa buccal, namun dapat terjadi di dasar mulut, ventral lidah dan bagian
lain mukosa mulut.
Page 25
5. Penyakit Ginjal
a. Uremik Stomatitis
Kerak atau plak yang nyeri sebagian besar terdistribusi di mukosa bukal,
dasar atau dorsal lidah, dan pada dasar rongga mulut.
Ada 2 jenis uremik stomatitis , pada tipe I, terdapat eritema lokal atau
general di mukosa mulut, dan eksudat pseudomembran tebal abu-abu yang tidak
berdarah/ulserasi bila diambil. Gejala lain dapat berupa nyeri, rasa terbakar,
xerostomia, halitosis, perdarahan gingiva, dysgeusia, atau infeksi candida. Pada
tipe II, dapat terjadi ulserasi bila pseudomembran tersebut diambil. Tipe ini dapat
mengindikasikan bentuk stomatitis yang lebih parah, infeksi sekunder, anemia
atau gangguan hematologik sistemik yang mendasari ayn disebabkan oleh gagal
ginjal. Secara histologik, kedua tipe uremik stomatitis tersebut menunjukkan
proses inflamtorik yang berat, dengan infiltrasi berat lekosit pmn dan nekrosis
mukosa mulut. Kolonisasi bakteri yan sering ditemukan adalah Fusobacterium,
spirochaeta, atau candida.
6. Penyakit Gastrointestinal
a. Chron’s Disease
Secara klinik, pasien tersebut memiliki gejala pembengkakan difus pada
satu atau kedua bibir, dengan angular cheilitis, dan ”cobblestone” pada mukosa
buccal dengan mukosa yang rigid dan hiperplastik. Dapat juga terjadi nyeri
ulserasi pada vestibulum bukal, pembengkakan terlokalisir yang tidak nyeri pada
Page 26
bibir atau wajah, fissure pada garis tengah bibir bawah, dan edema erythematos
gingiva.
b. Kolitis Ulseratif
Pyostomatitis vegetans merupakan manifestasi oral dari colitis ulseratif,
berwujud mikroabses intraepitelial multipel tanpa nyeri dalam garis lurus atau
berkelok-kelok di mukosa lidah, soft palatum, ventral lidah. Pyostomatitis
gangrenosum merupakan varian lain yang cukup hebat dengan ulser yang besar,
destruktif, dan bertahan lama yang menimbulkan jaringan parut yang sangat
nyata.
Page 27