Dody Firmanda 2011 - Strategi Peningkatan Reakreditasi IPDSA FK UNSRI 24 Desember 2011
Tugas Gigi dan Mulut FK Unsri
-
Upload
asoetandar -
Category
Documents
-
view
185 -
download
16
description
Transcript of Tugas Gigi dan Mulut FK Unsri
TUGAS KKS GIGI DAN MULUT
NAMA : ALWIN SOETANDAR
NIM : 04114705080
PERIODE 05 SEPTEMBER 2013 – 21 SEPTEMBER
2013
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
1. KARIES
Pengertian
Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies
gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral
email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya
yang disebabkan oleh pembentukan asam microbial dari substrat sehingga timbul
destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas. Dengan
perkataan lain, dimana prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih dalam
dari gigi sehingga membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki kembali oleh
tubuh melalui proses penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang
disebabkan oleh adanya interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan
gigi dan waktu.
Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi
hingga menjalar ke dentin. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi
pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Proses ini
ditandai timbulnya white spot pada permukaan gigi. White spot merupakan bercak
putih pada permukaan gigi. Penjalaran karies mula-mula terjadi pada email. Bila
tidak segera dibersihkan dan ditambal, karies akan menjalar ke bawah hingga
sampai ke ruang pulpa yang berisi saraf dan pembuluh darah, sehingga
menimbulkan rasa sakit dan akhirnya gigi tersebut bisa mati.
Klasifikasi
Karies memiliki kedalaman yang berbeda. Derajat keparahannya
dikelompokan menjadi:
a. Karies pada email
Biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, namun bila ada rangsangan yang
berasal dari makanan atau minuman yang dingin akan terasa linu.
b. Karies pada dentin
Ditandai dengan adanya rasa sakit apabila tertimbun sisa makanan.
Apabila sisa makanan disingkirkan maka rasa sakit akan berkurang.
c. Karies pada ke pulpa
Gigi terasa sakit terus menerus sifatnya tiba tiba atau muncul dengan
sendirinya. Rasa sakit akan hilang sejenak apabila diberi obat pengurang
rasa sakit
Berdasarkan Stadium Karies (dalamnya karies)
a. Karies Superfisialis
dimana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum terkena.
Gambar. Karies Superfisialis
b. Karies Media
dimana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah
dentin.
Gambar. Karies Media
c. Karies Profunda
dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-
kadang sudah mengenai pulpa.
Gambar. Karies Profunda
Menurut ICDAS, karies diklasifikasikan :
1. D1, terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat kering
2. D2, terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat basah
3. D3, karies mencapai email
4. D4, karies hampir menyerang dentin (mencapai DEJ)
5. D5, karies menyerang dentin
6. D6, karies menyerang pulpa
Faktor Etiologi Karies
Faktor utama yang menyebabkan terjadinya karies gigi adalah host (gigi dan
saliva), substrat (makanan), mikroorganisme penyebab karies dan waktu. Karies
gigi hanya akan terbentuk apabila terjadi interaksi antara keempat faktor berikut.
a. Host (gigi dan saliva)
Komposisi gigi sulung terdiri dari email di luar dan dentin di dalam.
Permukaan email terluar lebih tahan karies dibanding lapisan di bawahnya,
karena lebih keras dan lebih padat. Struktur email sangat menentukan dalam
proses terjadinya karies. Variasi morfologi gigi juga mempengaruhi resistensi
gigi terhadap karies. Di ketahui adanya pit dan fisur pada gigi yang
merupakan daerah gigi yang sangat rentan terhadap karies oleh karena sisa-
sisa makanan maupun bakteri akan mudah tertumpuk disini.10Saliva
merupakan sistem pertahanan utama terhadap karies. Saliva disekresi oleh tiga
kelenjar utama saliva yaitu glandula parotida, glandula submandibularis, dan
glandula sublingualis, serta beberapa kelenjar saliva kecil. Sekresi saliva akan
membasahi gigi dan mukosa mulut sehingga gigi dan mukosa tidak menjadi
kering. Saliva membersihkan rongga mulut dari debris-debris makanan
sehingga bakteri tidak dapat turnbuh dan berkembang biak.
Mineral-mineral di dalam saliva membantu proses remineralisasi email
gigi. Enzim-enzim mucine, zidine, dan lysozyme yang terdapat dalam saliva
mempunyai sifat bakteriostatis yang dapat membuat bakteri mulut menjadi
tidak berbahaya. Selain itu, saliva mempunyai efek bufer yaitu saliva
cenderung mengurangi keasaman plak yang disebabkan oleh gula dan dapat
mempertahankan pH supaya tetap konstan yaitu pH 6-7. Aliran saliva yang
baik akan cenderung membersihkan mulut termasuk melarutkan gula serta
mengurangi potensi kelengketan makanan. Dengan kata lain, sebagai pelarut
dan pelumas
b. Substrat atau diet
Substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada
permukaan email. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam
plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi
asam serta bahan yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengkonsumsi karbohidrat
terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada
orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit
atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk
menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya
karies.
c. Mikroorganisme
Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya
karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan
mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk
dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Komposisi
mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak,
bakteri yang paling banyak dijumpai adalah Streptokokus mutans,
Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis dan Stretokokus salivarius serta
beberapa strain lainnya. Selain itu, dijumpai juga Lactobacillus dan beberapa
spesies Actinomyces. Mikroorganisme menempel di gigi bersama plak
sehingga plak terdiri dari mikroorganisme (70 %) dan bahan antar sel (30 %).
Plak akan terbentuk apabila adanya karbohidrat, sedangkan karies akan
terbentuk apabila terdapat plak dan karbohidrat.
d. Waktu
Waktu adalah kecepatan terbentuknya karies serta lama dan frekuensi
substrat menempel di permukaan gigi. Secara umum, lamanya waktu yang
dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,
diperkirakan 6-48 bulan
Tindakan
a. Penambalan
Harus diketahui bahwa gigi yang sakit atau berlubang tidak dapat
disembuhkan dengan sendirinya, dengan pemberian obat-obatan. Gigi tersebut
hanya dapat diobati dan dikembalikan ke fungsi pengunyahan semula dengan
melakukan pemboran, yang pada akhirnya gigi tersebut akan ditambal.
Dalam proses penambalan, hal yang pertama sekali dilakukan adalah
pembersihan gigi yang karies yaitu dengan membuang jaringan gigi yang rusak
dan jaringan gigi yang sehat di sekelilingnya, karena biasanya bakteri-bakteri
penyebab karies telah masuk ke bagian-bagian gigi yang lebih dalam. Hal ini
dilakukan sebagai upaya untuk meniadakan kemungkinan terjadinya infeksi ulang.
Tambalan terbuat dari berbagai bahan yang dimasukkan ke dalam gigi atau di
sekeliling gigi. Umumnya bahan-bahan tambalan yang digunakan adalah perak
amalgam, resin komposit, semen ionomer kaca, emas tuang, porselen. Perak
amalgam merupakan tambalan yang paling banyak digunakan untuk gigi
belakang, karena sangat kuat dan warnanya tidak terlihat dari luar. Perak amalgam
relatif tidak mahal dan bertahan sampai 14 tahun. Tambalan emas lebih mahal
tetapi lebih kuat dan bias digunakan pada karies yang sangat besar. Campuran
damar dan porselen digunakan untuk gigi depan, karena warnanya mendekati
warna gigi, sehingga tidak terlalu tampak dari luar. Bahan ini lebih mahal dari
pada perak amalgam dan tidak tahan lama, terutama pada gigi belakang yang
digunakan untuk mengunyah. Kaca ionomer merupakan tambalan dengan warna
yang sama dengan gigi. Bahan ini diformulasikan untuk melepaskan fluor, yang
memberi keuntungan lebih pada orang-orang yang cenderung mengalami
pembusukan pada garis gusi. Kaca ionomer juga digunakan untuk menggantikan
daerah yang rusak karena penggosokan gigi yang berlebihan.
b. Pencabutan
Keadaan gigi yang sudah sedemikian rusak sehingga untuk penambalan sudah
sukar dilakukan, maka tidak ada cara lain selain mencabut gigi yang telah rusak
tersebut. Dalam proses pencabutan maka pasien akan dibius, dimana biasanya
pembiusan dilakukan lokal yaitu hanya pada gigi yang dibius saja yang mati rasa
dan pembiusan pada setengah rahang. Pembiusan ini membuat pasien tidak
merasakan sakit pada saat pencabutan dilakukan.
2. WHITE SPOT LESSION
Tanda-tanda awal karies secara umum adalah timbulnya white spot pada
permukaan gigi. White spot merupakan bercak-bercak putih pada permukaan gigi
yang merupakan awal terbentuknya karies.
Pada tahap awal, karies terlihat sebagai gambaran bercak putih kapur di
permukaan gigi (white spot). Daerah white spot ini akan terlihat jelas pada gigi
karena gigi yang asli berwarna putih transparan dan mengkilat serta dilapisi
pelikel (lapisan tipis bening dan tipis pada gigi). white spot lesion ini menandakan
mulai terjadi proses karies awal (early decay), namun belum terbentuk lubang gigi
(kavitas). Biasanya white spot terlihat di bagian gigi yang dekat dengan gusi
(leher gigi). Pada keadaan ini bila didiamkan akan menjadi lubang atau kavitas
(moderate decay) atau bahkan proses karies yang lebih parah (advanced decay).
3. IRITASI PULPA, HYPEREMI PULPA, DAN PULPITIS
a. Iritasi pulpa / karies mengenai email
Iritasi pulpa adalah suatu keadaan dimana lapisan enamel gigi
mengalami kerusakan sampai batas dentino enamel junction
Gejala-gejala :
Kadang-kadang ngilu bila makan/ minum dingin, manis, asam dan
bila sikat gigi
Rasa ngilu akan hilang bila rangsangan dihilangkan
Pemeriksaan objektif :
Terlihat karies yang kecil
Dengan sonde : tidak memberi reaksi, tetapi kadang-kadang terasa
sedikit
Tes thermis : dengan chlor etil terasa ngilu, bila rangsang
dihilangkan biasanya rasa ngilu juga hilang
Therapi :diberi tumpatan sesuai indikasinya
b. Hyperemi pulpa / karies mengenai dentin
Hyperemi pulpa merupakan lanjutan dari iritasi pulpa. Hyperemi
pulpa adalah suatu keadaan dimana lapisan dentin mengalami kerusakan ,
terjadi sirkulasi darah bertambah karena terjadi pelebaran pembuluh darah
halus di dalam pulpa.Pulpa terdiri dari saluran pembuluh darah halus, urat-
urat syaraf,dan saluran lympe
Gejala-gejala :
Terasa lain jika terkena makanan/ minuman manis,asam panas dan
dingin.
Makanan / minuman dingin lebih ngilu daripada makanan /
minuman panas.
Kadang-kadang sakit kalau kemasukan makanan
Pemeriksaan objektif :
Terlihat karies media atau propunda
Bila di tes dengan chlor etil terasa ngilu
Di test dengan sonde kadang terasa ngilu,kadang tidak
Perkusi tidak apa-apa
Terapi :
Bila ada karies media ditambal sesuai indikasinya,bila mahkota
cukup baik.
Bila karies propunda dilakukan pulpa capping , bila mahkotanya
baik
c. Pulpitis
Menurut Henry H. Burchard (2009), pulpitis adalah fenomena
peradangan dalam jaringan pulpa. Pulpitis merupakan peradangan pulpa,
kelanjutan dari hiperemi pulpa, yaitu bakteri yang telah menggerogoti
jaringan pulpa. Menurut Ingle, atap pulpa mempunyai persyarafan
terbanyak dibanding bagian lain pada pulpa. Jadi, saat melewati pembuluh
saraf yang terbanyak ini, bakteri akan menimbulkan peradangan awal dari
pulpitis akut.
Peradangan merupakan reaksi jaringan ikat vaskuler yang sangat
penting terhadap cedera. Reaksi pulpa sebagian disebabkan oleh lama dan
intensitas rangsangnya. Rangsang yang ringan dan lama bisa
menyebabkan peradangan kronik, sedangkan rangsang yang berat dan tiba-
tiba besar kemungkinan mengakibatkan pulpitis akut (Walton dan
Torabinejad, 2003).
Berdasarkan gambaran histopatologi dan diagnosis klinis, pulpitis
terbagi atas:
1. Pulpitis reversibel.
Pulpitis reversibel merupakan inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika
penyebabnya dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali
normal. Stimulus ringan seperti karies insipien, erosi servikal, atau atrisi
oklusal, sebagian besar prosedur operatif, kuretase periodontal yang dalam,
dan fraktur email yang menyebabkan tubulus dentin terbuka adalah faktor
yang dapat mengakibatkan pulpitis reversibel.
Pulpitis reversibel yaitu vitalitas jaringan pulpa masih dapat dipertahankan
setelah perawatan ortodonsi. Yang termasuk pulpitis reversibel adalah:
a) Peradangan pulpa stadium transisi
b) Atrofi pulpa
c) Pulpitis akut
Pulpitis reversibel biasanya asimtomatik. Aplikasi cairan dingin dan panas,
dapat menyebabkan nyeri sementara yang tajam. Jika stimulus ini dihilangkan,
nyeri akan segera hilang. Pulpitis reversibel simtomatik ditandai oleh rasa
sakit tajam yang hanya sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh makanan dan
minuman dingin dari pada panas dan oleh udara dingin. Tidak timbul spontan
dan tidak berlanjut bila penyebabnya ditiadakan. Perbedaan klinis antara
pulpitis reversibel dan ireversibel adalah kuantitatif; rasa sakit pulpitis
ireversibel adalah lebih parah dan berlangsung lebih lama. Pada pulpitis
reversibel, penyebab sakit umumnya peka terhadap stimulus, seperti air dingin
atau aliran udara, sedangkan pada pulpitis ireversibel rasa sakit datang tanpa
stimulus yang nyata. Pulpitis reversibel asimtomatik dapat disebabkan karena
karies yang baru mulai dan menjadi normal kembali setelah karies dihilangkan
dan gigi direstorasi dengan baik
2. Pulpitis irreversibel.
Pulpitis irreversibel merupakan perkembangan dari pulpitis reversibel.
Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama
prosedur operatif, terganggunya aliran darah pada pulpa akibat trauma, dan
pergerakan gigi dalam perawatan ortodonsi dapat menyebabkan pulpitis
irreversibel. Pulpitis irreversibel merupakan inflamasi parah yang tidak akan
dapat pulih walaupun penyebabnya dihilangkan. Nyeri pulpitis irreversibel
dapat berupa nyeri tajam, tumpul, lokal, atau difus dan berlangsung hanya
beberapa menit atau berjam-jam. Aplikasi stimulus eksternal seperti termal
dapat mengakibatkan nyeri berkepanjangan. Jika inflamasi hanya terbatas
pada jaringan pulpa dan tidak menjalar ke periapikal, respon gigi terhadap tes
palpasi dan perkusi berada dalam batas normal.
Secara klinis, pulpitis irreversibel dapat bersifat simtomatik dan
asimtomatik. Pulpitis irreversibel simtomatik merupakan salah satu jenis
pulpitis irreversibel yang ditandai dengan rasa nyeri spontan. Spontan berarti
bahwa stimulus tidak jelas. Nyeri spontan terus menerus dapat dipengaruhi
dari perubahan posisi tubuh. Pulpitis irreversibel simtomatik yang tidak
diobati dapat bertahan atau mereda jika sirkulasi dibuat untuk eksudat
inflamasi. Sedangkan pulpitis irreversibel asimtomatik merupakan tipe lain
dari pulpitis irreversible dimana eksudat inflamasi yang dengan cepat
dihilangkan. Pulpitis irreversibel asimtomatik yang berkembang biasanya
disebabkan oleh paparan karies yang besar atau oleh trauma sebelumnya yang
mengakibatkan rasa sakit dalam durasi yang lama.
1. Pulpitis irreversibel hiperplastik
Pulpitis irreversibel hiperplastik (polip pulpa) adalah bentuk pulpitis
irreversibel pada pulpa yang terinflamasi secara kronis hingga timbul ke
permukaan oklusal. Polip pulpa dapat terjadi pada pasien muda oleh karena
ruang pulpa yang masih besar dan mempunyai pembuluh darah yang banyak,
serta adanya perforasi pada atap pulpa yang merupakan drainase. Polip pulpa
ini merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari serat jaringan ikat dengan
pembuluh kapiler yang banyak. Polip pulpa biasanya asimtomatik dan terlihat
sebagai benjolan jaringan ikat yang berwarna merah mengisi kavitas gigi di
permukaan oklusal. Polip pulpa disertai tanda klinis seperti nyeri spontan dan
nyeri yang menetap terhadap stimulus termal. Pada beberapa kasus, rasa nyeri
yang ringan juga terjadi ketika pengunyahan.
Gambar pulpitis kronik hiperplastika
(Courtesy of Dr. Douglas Holmes, Morgantown, WV.
2. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa yang dapat diakibatkan oleh pulpitis
irreversibel yang tidak dirawat atau terjadi trauma yang dapat mengganggu
suplai darah ke pulpa.
Jaringan pulpa tertutup oleh email dan dentin yang kaku sehingga tidak
memiliki sirkulasi darah kolateral. Bila terjadi peningkatan jaringan dalam
ruang pulpa menyebabkan kolapsnya pembuluh darah sehingga akhirnya
terjadi nekrosis likuifaksi. Jika eksudat yang dihasilkan selama pulpitis
irreversibel didrainase melalui kavitas karies atau daerah pulpa yang terbuka,
proses nekrosis akan tertunda dan jaringan pulpa di daerah akar tetap vital
dalam jangka waktu yang lama. Jika terjadi hal sebaliknya, mengakibatkan
proses nekrosis pulpa yang cepat dan total.
Tabel. Terminologi Diagnosis Pulpa
Diagnosis
PulpaKeluran Utama
Riwayat
Gigi
Temuan
Radiografi
Tes
Elektrik Termal Perkusi Palpasi
Pulpa Normal
Pulpitis
Reversibel
Pulpitis
Irreversibel
Nekrosis
Pulpa
Tidak ada
Sensitif terhadap
dingin dan panas
Sensitif yang
lama terhadap
dingin dan panas
Tidak ada
Tidak
ada
Tidak
ada
Nyeri
Spontan
Variasi
Normal
Normal
Normal /
RLP
Normal /
RLP
R
R
TR
TR
RS
RSB
RLB
TR
TR
TR
TR
R
TR
TR
TR
TR
Nekrosis pulpa dapat berupa nekrosis sebagian (nekrosis parsial) dan
nekrosis total. Nekrosis parsial menunjukkan gejala seperti pulpitis
irreversibel dengan nyeri spontan sedangkan nekrosis total tidak menunjukkan
gejala dan tidak ada respon terhadap tes termal dan tes listrik.
Keterangan : RLP : radiolusen pada periapikal; R: ada respon; TR: tidak ada respon; RS: respon
singkat; RSB: respon singkat dan berlebihan; RLB: respon lama dan berlebihan.
Sumber : Goodell GG, Tordik PA, Moss HD. Pulpal and periradicular diagnosis. Nav Dent
School J; 2005: 27(9): 15-8.
Berdasarkan sifat eksudat yang keluar dari pulpa, pulpitis terbagi atas:
1. Pulpitis akut serosa
Secara struktur, jaringan pulpa sudah tidak dikenali lagi, tetapi sel-selnya
masih terlihat jelas. Pulpitis akut dibagi menjadi pulpitis akut serosa parsialis
yang hanya mengenai jaringan pulpa di bagian kamar pulpa saja dan pulpitis
akut serosa totalis jika telah mengenai saluran akar.
2. Pulpitis akut fibrinosa
Banyak ditemukan fibrinogen pada pulpa.
3. Pulpitis akut hemoragi
Di jaringan pulpa terdapat banyak eritrosit.
Pulpitis dibagi dalam beberapa macam yaitu :
a. Pulpitis acuta
1. Pulpitis parttialis acuta
Yaitu keadaan dimana sebagian pulpa mengalami peradangan.
Gejala-gejala :
Rasa nyeri spontan
Rasa nyeri dapat berlangsung beberapa menit
Berdenyut sesuai dengan denyut nadi
Kadang-kadang tidur terganggu
Pemeriksaan objektif :
Terlihat caries propunda
Test dengan sonde sakit
Test dengan chlor etil sakit
Perkusi dapat sakit atau tidak
Test vitalitas bereaksi
Terapi : bila mahkota masih bagus dilakukan perawatan syaraf
(mumifikasi), bila disertai periodontitis, lakukan perawatan
periodontitis nya terlebih dahulu,baru kemudian perawatan urat
syaraf.
2. Pulpitis totalis acuta
Yaitu keadaan dimana seluruh jaringan pulpa mengalami
peradangan.
Gejala-gejala :
Rasa sakit yang lebih hebat daripada pulpitis parttialis
Rasa sakit yang terus-menerus tanpa ada penyebabnya
Penderita tidak dapat tidur
Rasa sakit menjalar ke pelipis hingga ke telinga
Pemeriksaan objektif :
Terlihat karies propunda
Biasanya pulpa sudah terbuka / perforasi
Test dengan sonde sakit
Perkusi sakit
Test thermis sakit
Test vitalitas sakit
Therapi : pemberian antibiotik dan analgetik untuk menghilangkan
periodontitis, setelah rasa sakit periodontitisnya hilang dilakukan
pencabutan (ekstraksi)
b. Pulpitis kronis
Suatu peradangan pulpa yang sudah berlangsung lama dan tidak
menimbulkan keluhan berat.
Gejala- gejala :
Kadang-kadang terasa sakit kemudian hilang
Dulu pernah sakit sekali
Tidak ada keluhan yang berat
Bila terkena makanan/ minuman panas dingin, terasa agak
nyeri
Pemeriksaan objektif :
Terlihat adanya karies propunda
Pulpa dapat terbuka atau tidak
Test sonde sakit
Perkusi terasa agak sakit
Test thermis hampir tidak bereaksi
Gigi masih vital
c. Nekrosa pulpa
Yaitu suatu proses kematian pulpa yang tidak disertai dengan bakteri
ini merupakan kematian yang steril.
Gejala –gejala :
Tidak ada keluhan sakit
Warna gigi berubah
Pemeriksaan objektif :
Gigi berubah warna
Gigi dengan tumpatan silikat
Dengan test termis tidak menimbulkan reaksi apa-apa
Test vitalitas tidak mempunyai reaksi
Terapi :
Untuk gigi yang mempunyai akar satu diadakan perawatan urat
syaraf. Untuk gigi yang mempunyai akar lebih dari satu diadakan
pencabutan bila ada keluhan.
d. Gangraen pulpa
Yaitu kematian pulpa yang disertai dengan invasi bakteri pembusuk.
Proses kematian pulpa ini adalah suatu kematian yang tidak steril.
Gejala –gejala :
Bau tidak enak
Bila makan-makanan yang panas terasa sakit (oleh karena lobang
gigi tertutup sisa makanan)
Pemeriksaan objektif :
Biasanya gigi berubah warna
Terlihat karies propunda atau gigi dengan tumpatan besar
Tes dengan sonde pulpa terbuka,tidak terasa sakit
Perkusi dapat terasa sakit dan tidak terasa sakit
Tes thermis, dengan panas tersa sakit
Bau busuk
Test vitalitas tidak bereaksi menandakan gigi sudah mati
Terapi :
Untuk gigi permanen berakar satu dilakukan perawatan gangraen
bila akarnya sudah cukup kuat dan oral hygenisnya baik
Untuk gigi permanent berakar lebih satu ,dilakukan ekstraksi
Untuk gigi decidui diadakan trepanasi (melobangi atau pulpa
sampai perforasi)
Perawatan yang dapat dilakukan:
1. Penambalan.
Tambalan terbuat dari berbagai bahan dan dimasukkan ke dalam gigi
atau di sekitarnya. Perak amalgam merupakan tambalan yang paling
banyak digunakan untuk gigi belakang, karena sangat kuat dan
warnanya tidak terlihat dari luar. Perak amalgam relatif tidak mahal
dan bertahan sampai 14 tahun. Tambalan emas lebih mahal, tetapi
lebih kuat dan bisa digunakan pada karies yang sangat besar.
Campuran damar dan porselin digunakan untuk gigi depan, karena
warnanya mendekati warna gigi, sehingga tidak terlalu tampak dari
luar. bahan ini lebih mahal daripada perak amalgam dan tidak tahan
lama, terutama pada gigi belakang yang digunakan untuk mengunyah.
Kaca ionomer merupakan tambalan dengan warna yang sama dengan
gigi. bahan ini diformulasikan untuk melepaskan fluor, yang memberi
keuntungan lebih pada orang-orang yang cenderung mengalami
pembusukan pada garis gusi.
2. Pengobatan saluran akar dan pencabutan gigi.
Jika pembusukan menyebar sampai ke pulpa, satu-satunya cara untuk
menghilangkan nyeri adalah mengangkat pulpa melalui saluran akar
(endodontik) atau mencabut gigi. Gigi belakang yang telah menjalani
pengobatan saluran akar sebaiknya dilindungi oleh sebuah mahkota,
yang akan menggantikan keseluruhan permukaan untuk mengunyah.
Metoda restorasi untuk gigi depan yang telah menjalani pengobatan
saluran akar tergantung kepada jumlah gigi yang tersisa. Kadang
timbul demam, sakit kepala dan pembengkakan rahang, dasar mulut
atau tenggorokan, dalam waktu 1-2 minggu setelah pengobatan saluran
akar. Jika gigi dicabut, harus segera diganti. jika tidak, gigi di
sebelahnya posisinya akan berubah dan mengganggu proses menggigit.
4. PERIODONTITIS
Periodontitis adalah seperangkat peradangan penyakit yang mempengaruhi
periodontium yaitu jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi. Periodontitis
melibatkan hilangnya progresif dari tulang alveolar di sekitar gigi dan jika tidak
diobati dapat menyebabkan melonggarnya jaringan periodontium serta
kehilangan gigi. Merupakan suatu penyakit jaringan penyangga gigi yaitu yang
melibatkan gingiva, ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar karena
suatu proses inflamasi. Inflamasi berasal dari gingiva (gingivitis) yang tidak
dirawat, dan bila proses berlanjut maka akan menginvasi struktur di bawahnya
sehingga akan terbentuk poket yang menyebabkan peradangan berlanjut dan
merusak tulang serta jaringan penyangga gigi, akibatnya gigi menjadi goyang dan
akhirnya harus dicabut. Karekteristik periodontitis dapat dilihat dengan adanya
inflamasi gingiva, pembentukan poket periodontal, kerusakan ligamen periodontal
dan tulang alveolar sampai hilangnya sebagian atau seluruh gigi.
Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak. Plak adalah lapisan tipis
biofilm yang mengandung bakteri, produk bakteri, dan sisa makanan. Lapisan ini
melekat pada permukaan gigi dan berwarna putih atau putih kekuningan. Plak
yang menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah plak yang berada tepat di
atas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar ke bawah gusi sehingga
terjadi proses peradangan dan terjadilah periodontitis. Keadaan gigi yang tidak
beraturan, ujung tambahan yang kasar dan alat-alat yang kotor berada dimulut
(alat ortodontik, gigi tiruan) dapat mengiritasi gusi dan meningkatkan faktor
resiko. Serta kesalahan cara menyikat gigi juga yang dapat mempengaruhinya
Adapun etiologi dari periodontitis kronis, yaitu :
Akumulasi plak dan kalsifikasi kalkulus (tartar) diatas (supra) dan/atau
dibawah (subgingiva) pada batas gingiva.
Organisme penyebab periodontitis kronis, antara lain :
a. Porphiromonas gingivais (P.gingivais)
b. Prevotella intermedia (P.intermedia)
c. Capnocytophaga
d. A.actinomycetem comitans (A.a)
e. Eikenella corrodens
f. Campylobacter rectus(C.rectus)
Reaksi inflamasi yang diawali dengan adanya plak yang berhubungan
dengan kehilangan yang progressif dari ligament periodontal dan tulang
alveolar, dan pada akhirnya akan terjadi mobilitas dan tanggalnya gigi :
a. Perlekatan gingiva dari gigi
b. Membrane periodontal dan tulang alveolar mengalami kerusakan.
c. Celah yang abnormal (poket) yang berkembang antara gigi dan
gingiva.
d. Debris dan poket yang dihasilkan oleh poet (pyorrhea)
o Subjek cenderung rentan karena faktor genetik dan/atau lingkungan
seperti:
a. Merokok
b. Polimorf gen interleukin-1
c. Depresi imun
d. Diabetes
e. Osteoporosis
Gambaran klinis
Periodontitis kronis bisa terdiagnosis secara klinis dengan mendeteksi
perubahan inflamasi kronis pada marginal gingival, kemunculan poket periodontal
dan kehilangan perlekatan secara klinis. Penyebab periodontal ini besifat kronis,
kumulatif, progresif dan bila telah mengenai jaringan yang lebih dalam akan
menjadi irreversible. Secara klinis pada mulanya terlihat peradangan jaringan
gingiva disekitar leher gigi dan warnanya lebih merah daripada jaringan gingiva
sehat. Pada keadaan ini sudah terdapat keluhan pada gusi berupa perdarahan
spontan atau perdarahan yang sering terjadi pada waktu menyikat gigi.
Bila gingivitis ini dibiarkan melanjut tanpa perawatan, keadaan ini akan
merusak jaringan periodonsium yang lebih dalam, sehingga cement enamel
junction menjadi rusak, jaringan gingiva lepas dan terbentuk periodontal poket.
Pada beberapa keadaan sudah terlihat ada peradangan dan pembengkakan dengan
keluhan sakit bila tersentuh.
Bila keparahan telah mengenai tulang rahang, maka gigi akan menjadi
goyang dan mudah lepas dari soketnya.
Gambar . Periodontitis kronis secara klinis
Sumber: http://www.implantdentist.co.nz/assets//Periodontitis%2525201.jpg&zoom
Tanda klinik dan karakteristik periodontitis kronis:
a. Umumnya terjadi pada orang dewasa namun dapat juga terlihat pada
remaja.
b. Jumlah kerusakan sesuai dengan jumlah faktor lokal.
c. Kalkulus subgingiva sering ditemukan.
d. Berhubungan dengan pola mikroba
e. Kecepatan progresi lambat tetapi memiliki periode eksaserbasi dan
remisi.
f. Dapat diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan perluasan dan
keparahannya.
g. Dapat dihubungkan dengan faktor predisposisi lokal (seperti relasi gigi
atau faktor iatrogenik).
h. Mungkin dimodifikasi oleh dan atau berhubungan dengan kelainan
sistemik (seperti diabetes mellitus, infeksi HIV).
i. Dapat dimodifikasi oleh faktor selain kelainan sistemik seperti
merokok dan stres emosional.
Gambaran Radiografi
Didalam rongga mulut terdapat beberapa jaringan, yaitu jaringan keras dan
jaringan lunak. Yang termasuk jaringan keras gigi diantaranya tulang alveolar dan
gigi (enamel dan dentin). Sedangkan yang termasuk jaringan lunak meliputi
mukosa (labial, bukal, palatal, ginggival), lidah dan jaringan penyangga gigi.
Kelainan dapat terjadi pada jaringan keras dan jaringan lunak dalam
rongga mulut. Suatu kelainan yang terjadi baik pada jaringan keras maupun
jaringan lunak pada rongga mulut dapat diketahui melalui pemeriksaan obyektif
dan ditunjang oleh pemeriksaan radiografi. Dengan pemeriksaan radiografi
operator bisa melihat kondisi jaringan yang terletak dibawah mukosa yang tidak
dapat dilihat secara langsung. Sehingga dapat memastikan kelainan yang terjadi di
daerah tersebut.
Salah satu kelainan pada jaringan lunak gigi yang dapat dilihat pada
pemeriksaan radiografi adalah kelainan yang terjadi pada jaringan penyangga gigi,
seperti periodontitis. Dengan pemeriksaan radiografi dapat diketahui bagaimana
gambaran periodontitis dan bagaimana membedakannya dengan kelainan yang
lain.11
Gambar. Periodontitis kronis secara Radiografi
Sumber: www.crowthornedentist.co.uk/.../page16.html
Penatalaksanaan
Perawatan periodontitis kronis dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
Fase I : Fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan
beberapa faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan
bedah periodontal atau melakukan perawatan restoratif dan prostetik.
Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase I :
1. Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.
2. Scaling dan root planning
3. Perawatan karies dan lesi endodontic
4. Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging
5. Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment)
6. Splinting temporer pada gigi yang goyah
7. Perawatan ortodontik
8. Analisis diet dan evaluasinya
9. Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas
Fase II : Fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas
anatomikal seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni
oklusi yang berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan
menjadi faktor predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal.
Berikut ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada fase ini:
1. Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain:
kuretase gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal,
rekonturing tulang (bedah tulang) dan prosedur regenerasi periodontal
(bone and tissue graft)
2. Penyesuaian oklusi
3. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang
hilang
Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya
kekambuhan pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa
prosedur yang dilakukan pada fase ini:
1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien
2. Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor
plak, ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas
gigi.
3. Melekukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal
dan tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.
4. Scalling dan polishing tiap 6 bulan seksli, tergantung dari evektivitas
kontrol plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus
5. Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies
5. ABSES GIGI
Definisi
Pengumpulan nanah yang telah menyebar dari sebuah gigi ke jaringan di
sekitarnya, biasanya berasal dari suatu infeksi.
Penyebab
Abses ini terjadi dari infeksi gigi yang berisi cairan (nanah) dialirkan ke
gusi sehingga gusi yang berada di dekat gigi tersebut membengkak.
Gambaran Klinis
- Pada pemeriksaan tampak pembengkakan disekitar gigi yang sakit. Bila
abses terdapat di gigi depan atas, pembengkakan dapat sampai ke kelopak
mata, sedangkan abses gigi belakang atas menyebabkan bengkak sampai
ke pipi. Abses gigi bawah menyebabkan bengkak sampai ke dagu atau
telinga dan submaksilaris.
- Penderita kadang demam, kadang tidak dapat membuka mulut lebar.
- Gigi goyah dan sakit saat mengunyah.
Diagnosis
Pembengkakan gusi dengan tanda peradangan di sekitar gigi yang sakit.
Penatalaksanaan
- Pasien dianjurkan berkumur dengan air hangat
- Simptomatik : Parasetamol (bila diperlukan)
Dewasa : 500 mg 3 x sehari, anak-anak : 250 mg 3 x sehari.
- Jika jelas ada infeksi, dapat diberikan Amoksisilin selama 5 hari
Dewasa : 500 mg 3 x sehari, anak-anak : 250 mg 3 x sehari.
- Bila ada indikasi, gigi harus dicabut setelah infeksi reda dan rujuk ke
dokter gigi.
6. ANTIBIOTIK
Pemilihan antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati. Sering terjadi salah
pemahaman bahwa semua infeksi harus diberikan antibiotik, padahal tidak semua
infeksi perlu diberikan antibiotik. Pada beberapa situasi, antibiotik mungkin tidak
banyak berguna dan justru bisa menimbulkan kontraindikasi. Untuk
menentukannya, ada 3 faktor yang perlu dipertimbangkan. Yang pertama adalah
keseriusan infeksi ketika pasien datan ke dokter gigi. Jika pasien datang dengan
pembengkakan yang ringan, progress infeksi yang cepat, atau difuse celulitis,
antibiotik bisa ditambahkan dalam perawatan. Faktor yang kedua adalah jika
perawatan bedah bisa mencapai kondisi adekuat. Pada banyak situasi ekstraksi
bisa menyebabkan mempercepat penyembuhan infeksi.Pada keadaan lain,
pencabutan mungkin saja tidak bisa dilakuakan. Sehingga, terapi antibiotik sangat
perlu dilakukan untuk mengontrol infeksi sehingga gigi bisa dicabut.
Pertimbangan yang ketiga adalah keadaan pertahanan tubuh pasien. Pasien yang
muda dan dengan kondisi sehat memiliki antibodi yang baik, sehingga
penggunaan antibiotik bisa digunakan lebih sedikit. Di sisi lain, pasien dengan
penurunan pertahanan tubuh, seperti pasien dengan penyakit metablik atau yang
melakukan kemoterapi pada kanker, mungkin memerlukan antibiotik yang cukup
besar walaupun infeksinya kecil.
Penisilin masih menjadi drug of choice yang sensitif terhadap
organisme Streptococcus (aerobik dan anaerobik), namun sayangnya antibiotik
jenis ini mengalami resistensi. Penisilin dibagi menjadi penisilin alam dan
semisintetik. Penisilin alam memiliki beberapa kelemahan antara lain tidak tahan
asam lambung, inaktivasi oleh penisilinase, spektrum sempit dan sering
menimbulkan sensitivitasi pada penderita yang tidak tahan terhadap penisilin.
Untuk mengatasi hal tersebut, dapat digunakan penisilin semisintetik antara lain
amfisilin (sprektrum luas, tidak dirusak asam lambung, tetapi dirusak oleh
penisilinase) dan kloksisilin (efektif terhadap abses, osteomielitis, tidak dirusak
oleh asam lambung dan tahan terhadap penisilinase).
Penggunaan penisilin di dalam klinik antara lain adalah ampisilin dan
amoksisilin. Absorbsi ampisilin oral seringkali tidak cukup memuaskan sehingga
perlu peningkatan dosis. Absorbsi amoksisilin di saluran cerna jauh lebih baik
daripada ampisilin. Dengan dosis oral yang sama, amoksisilin mencapai kadar
dalam darah yang tingginya kira-kira 2 kali lebih tinggi daripada ampisilin,
sedangkan masa paruh eleminasi kedua obat ini hampir sama. Penyerapan
ampisilin terhambat oleh adanya makanan di lambung, sedangkan amoksisilin
tidak. Namun, akhir-akhir ini penggunaan metronidazole sangat populer dalam
perawatan infeksi odontogen. Metronidazole tidak memiliki aktivitas dalam
melawan bakteri aerob, tetapi efektif terhadap bakteri anaerob
Indikasi penggunaan antibiotik :
1. Pembengkakan yang berproges cepat
2. Pembengkakan meluas
3. Pertahanan tubuh yang baik
4. Keterlibatan spasia wajah
5. Pericoronitis parah
6. Osteomyelitis
Kontra indikasi penggunaan antibiotik :
1. abses kronik yang terlokalisasi
2. abses vestibular minor
3. soket kering
4. pericoronitis ringan
Pengobatan pilihan pada infeksi adalah penisilin. Penicillin ialah bakterisidal,
berspektrum sempit, meliputi streptococci dan oral anaerob, yang mana
bertanggung jawab kira-kira untuk 90% infeksi odontogenic, memiliki toksisitas
yang rendah, dan tidak mahal.
Untuk pasien yang alergi penisilin, bisa digunakan clarytromycin dan
clindamycin. Cephalosporin dan cefadroxil sangat berguna untuk infeksi yang
lebih luas. Cefadroxil diberikan dua kali sehari dan cephalexin diberikan empat
kali sehari. Tetracycline, terutama doxycycline adalah pilihan yang baik untuk
infeksi yang ringan. Metronidazole dapat berguna ketika hanya terdapat bakteri
anaerob.
Pada umumnya antibiotik harus terus diminum hingga 2 atau 3 hari setelah
infeksi hilang, karena secara klinis biasanya seorang pasien yang telah dirawat
dengan pengobatan antibiotik maupun pembedahan akan mengalami perbaikan
yang sangat dramatis dalam penampakan gejala di hari ke-2, dan terlihat
asimptomatik di hari ke-4. Maka dari itu, antibiotik harus tetap diminum hingga 2
hari setelahnya (total sekitar 6 atau 7 hari).
Dalam situasi tertentu dimana tidak dilakukan pembedahan (contohnya
endodontik atau ekstraksi), maka resolusi dari infeksi akan lebih lama sehingga
antibiotik harus tetap diminum hingga 9 – 10 hari. Penambahan beberapa
administrasi obat antibiotik juga dapat dilakukan untuk infeksi yang tidak sembuh
dengan cepat.
7. ANTIBIOTIK DALAM KEHAMILAN
Kehamilan akan mempengaruhi pemilihan antibiotik. Umumnya penisilin
dan sefalosporin dianggap sebagai preparat pilihan pertama pada kehamilan,
karena pemberian sebagian besar antibiotik lainnya berkaitan dengan peningkatan
risiko malformasi pada janin. Bagi beberapa obat antibiotik, seperti eritromisin,
risiko tersebut rendah dan kadang-kadang setiap risiko pada janin harus
dipertimbangkan terhadap keseriusan infeksi pada ibu.
Beberapa jenis antibiotika dapat menyebabkan kelainan pada janin. Hal ini
terjadi karena antibiotika yang diberikan kepada wanita hamil dapat
mempengaruhi janin yang dikandungnya melalui plasenta. Antibiotika yang
demikian itu disebut teratogen. Definisi teratogen adalah suatu obat atau zat yang
menyebabkan pertumbuhan janin yang abnormal. Kata teratogen berasal dari
bahasa Yunani teras, yang berarti monster, dan genesis yang berarti asal. Jadi
teratogenesis didefinisikan sebagai asal terjadinya monster atau proses gangguan
proses pertumbuhan yang menghasilkan monster.
Besarnya reaksi toksik atau kelainan yang ditimbulkan oleh antibiotika
dipengaruhi oleh besarnya dosis yang diberikan, lama dan saat pemberian serta
sifat genetik ibu dan janin. Pada manusia, periode terjadinya teratogenesis adalah
mulai hari ke 17 sampai hari ke 54 post konsepsi. Perlu diingat bahwa hanya
sekitar 2%-3% kejadian teratogenik berhubungan dengan pajanan obat-obatan,
sekitar 70% lainnya tidak diketahui. Sisanya kemungkinan berhubungan dengan
kelainan genetik atau pajanan lainnya. Besarnya reaksi toksik atau kelainan yang
ditimbulkan oleh antibiotika dipengaruhi oleh besarnya dosis yang diberikan,
lama dan saat pemberian serta sifat genetik ibu dan janin.
Obat antibiotik golongan kuinolon harus dihindari ibu hamil karena
berpotensi menyebabkan kecacatan. Bila dikonsumsi saat hamil bisa
menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang pada janin. Gangguan tulang yang
sering dialami bayi akibat antibiotik ini adalah terganggunya pertumbuhan tulang
sehingga anak beresiko pendek. Risiko lainnya adalah tidak menutupnya tulah
belakang (spina bifida).
Sebuah penelitian yang telah dilaporkan di Archives of Pediatrics &
Adolescent Medicine menemukan, penisilin dan beberapa obat antibakteri lain
yang umum digunakan oleh perempuan hamil tidak memicu cacat lahir. Akan
tetapi, beberapa antibiotik lain, sepetrti sulfonamides dan nitrofurantoins dikaitkan
dengan cacat lahir kronis dan memerlukan perhatian ekstra.
Kelas antibiotika berdasar sifat aktifitasnya
Dilihat dari daya basminya terhadap mikroba, antibiotika dibagi manjadi 2
kelompok yaitu yang berspektrum sempit dan berspektrum luas. Berdasarkan
mekanisme kerjanya, antibiotika dibagi dalam 5 kelompok, yaitu:
1. Yang menggangu metabolisme sel mikroba. Termasuk disini adalah
Sulfonamid, trimetoprim, PAS, INH
2. Yang menghambat sintesis dinding sel mikroba. Termasuk disini adalah
Penisilin, sefalosporin, sefamisin, karbapenem,vankomisin
3. Yang merusak keutuhan membran sel mikroba. Termasuk disini adalah
Polimiksin B, kolistin, amfoterisin B, nistatin
4. Yang menghambat sintesis protein sel mikroba. Termasuk disini adalah
Streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin, tobramisin, amikasin,
netilmisin, eritromisin, linkomisin, klindamisin, kloramfenikol, tetrasiklin,
spektinomisin
5. Yang menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba.
Termasuk disini adalah Rifampisin, aktinomisin D, kuinolon.
FARMAKOKINETIKA ANTIBIOTIKA
Faktor-faktor yang penting dan berperan dalam farmakokinetika obat adalah
absorpsi, distribusi, biotransformasi, eliminasi, faktor genetik dan interaksi obat.
Antibiotika yang akan mengalami transportasi tergantung dengan daya ikatnya
terhadap protein plasma. Bentuk yang tidak terikat dengan protein itulah yang
secara farmakologis aktif, yaitu punya kemampuan sebagai antimikroba.
Perubahan fisiologis pada ibu yang terjadi selama kehamilan bisa
mempengaruhi konsentrasi antibiotika dalam serum, sehingga bisa mempengaruhi
efek obat. Perubahan-perubahan itu adalah :
a. Kehamilan bisa merubah absorpsi obat yang diberikan peroral
b. Kehamilan bisa merubah distribusi obat yang disebabkan karena peningkatan
distribusi volume (intravaskuler, interstisial dan di dalam tubuh janin) serta
peningkatan cardiac output
c. Kehamilan merubah interaksi obat-reseptor karena timbul dan tumbuhnya
reseptor obat yang baru di plasenta dan janin
d. Kehamilan dapat merubah ekskresi obat melalui peningkatan aliran darah
ginjal dan filtrasi glomerulus
EFEK TERATOGENIK
Teratologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perkembangan abnormal
dan malformasi kongenital. Termasuk disini mempelajari klasifikasi, frekuensi,
penyebab dan mekanisme perkembangan janin dan embrio yang mengalami
penyimpangan. Teratogenisitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu zat
eksogen (disebut teratogen) untuk menimbulkan malformasi kongenital yang
tampak jelas saat lahir bila diberikan selama kehamilan. Efek teratogen yang
terjadi tergantung dari:
1. Kepekaan genetis janin
2. Masa gestasi
3. Dosis obat yang diberikan
4. Kondisi ibu seperti umur, nutrisi, patologi
Kepekaan janin terhadap pengaruh lingkungan (termasuk obat) dapat dilihat
dari gambar berikut ini:
Pada tahun 1980, Food and Drug Administration memperkenalkan 5 kategori
untuk obat-obat yang diberikan selama kehamilan. Lima kategori itu adalah:
Kategori A : Obat-obat yang menurut studi terkontrol tidak menimbulkan
resiko pada janin
Kategori B : Untuk obat-obat yang berdasarkan studi pada binatang dan
manusia tidak menunjukkan resiko yang bermakna. Termasuk disini
adalah :
1. Dari studi pada binatang tidak menunjukkan resiko, tetapi belum ada
studi pada manusia mengenai hal tersebut
2. Dari studi pada binatang menunjukkan adanya resiko, tetapi dari hasil
studi yang terkontrol baik pada manusia menunjukkan tidak adanya resiko
Kategori C : Untuk obat-obat yang belum didukung studi adekuat, baik
pada binatang maupun pada manusia atau obat-obat yang menunjukkan
efek yang merugikan pada studi binatang tetapi belum ada studi pada
manusia
Kategori D : Untuk obat-obat yang ada bukti resikonya pada janin tetapi
manfaatnya jauh lebih besar
Kategori X : Untuk obat-obat yang terbukti mempunyai resiko terhadap
janin dan resiko itu lebih berat daripada manfaatnya.
Menurut Eriksson dkk, ada 4 prinsip teratogenik yang menyebabkan suatu
antibiotika bisa menimbulkan efek teratogenik yaitu :1
1. Sifat antibiotika dan kemampuannya untuk memasuki tubuh janin
2. Saat obat bekerja
3. Kadar dan lama pemberian (dosis)
4. Kesempurnaan genetik janin
ANTIBIOTIKA DALAM KEHAMILAN
A. PENISILIN
Penisilin adalah antibiotika yang termasuk paling banyak dan paling luas
dipakai. Obat ini merupakan senyawa asam organik, terdiri dari satu inti siklik
dengan satu rantai samping. Inti sikliknya terdiri dari cincin tiazolidin dan
cincin betalaktam. Rantai samping merupakan gugus amino bebas yang dapat
mengikat berbagai jenis radikal.
Mekanisme kerjanya dengan menghambat pembentukan dinding sel
mikroba yaitu dengan menghambat pembentukan mukopeptida yang
diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Mikroba yang memproduksi
enzim betalaktamase resisten terhadap beberapa penisilin karena enzim
tersebut akan merusak cincin betalaktam dan akhirnya obat menjadi tidak
aktif.
Penisilin mempunyai batas keamanan yang lebar. Pemberian obat ini
selama masa kehamilan tidak menimbulkan reaksi toksik baik pada ibu
maupun janin, kecuali reaksi alergi. Kadar penisilin di dalam serum wanita
hamil lebih rendah daripada wanita yang tidak hamil, sedang clearancenya
lewat ginjal lebih tinggi selama masa kehamilan.
Pemberian pada wanita hamil untuk golongan penisilin dengan ikatan
protein yang tinggi, misal oksasilin, kloksasilin, dikloksasilin dan nafsilin
akan menghasilkan kadar obat di dalam cairan amnion dan jaringan di dalam
tubuh janin yang lebih rendah dibandingkan bila yang diberikan adalah
golongan penisilin dengan ikatan protein yang rendah seperti ampisilin dan
metisilin.
B. SEFALOSPORIN
Struktur sefalosporin mirip dengan penisilin, yaitu adanya cincin
betalaktam yang pada sefalosporin berikatan dengan cincin dihidrotiazin.
Modifikasi R1 pada posisi 7 cincin betalaktam dihubungkan dengan aktivitas
antimikrobanya, sedangkan subtitusi R2 pada posisi 3 cincin dihidritiazin
mempengaruhi metabolisme dan farmakokinetiknya.
Sefalosporin terbagi dalam 3 kelompok atau generasi, yaitu:
1. Generasi pertama
Aktifitas anti mikrobanya tidak banya berbeda dengan penisilin
berspektrum luas, yaitu mempunyai aktifitas yang baik terhadap gram + aerob
dan beberapa gram - . Keunggulannya dari penisilin adalah aktifitasnya
terhadap bakteri penghasil penisilinase. Yang termasuk generasi pertama
ialah:
a. Untuk pemberian peroral: Sefaleksin, sefradin, sefadroksil, sefaleksin
b. Untuk pemberian IV: Sefazolin, sefalotin, sefapirin
c. Untuk pemberian IM : Sefapirin, sefazolin
2. Generasi kedua
Golongan ini kurang aktif terhadap bakteri gram + dibandingkan dengan
generasi pertama, tetapi lebih aktif terhadap gram -. Yang termasuk generasi
kedua ialah :
a. Untuk pemberian peroral : Sefaklor
b. Untuk pemberian IV dan IM : Sefosinid, sefoksitin, sefamandol,
sefuroksim, sefotetan, seforanid
3. Generasi ketiga
Golongan ini kurang aktif terhadap gram +, tetapi jauh lebih aktif terhadap
gram-. Yang termasuk generasi ketiga ialah : Sefoperazon, seftriakson,
sefotaksim, moksalaktam, seftizoksim.
Penggunaan sefalosporin dalam obstetrik makin meluas. Obat ini
digunakan sebagai profilaksis dalam seksio sesarea dan dalam pengobatan
abortus septik, pielonefritis dan amnionitis. Dan sampai saat ini efek
teratogenik dalam penggunaan obat ini belum ditemukan.
Transfer transplasental dari sefalosporin cepat dan konsentrasi
bakterisidnya adekuat, baik pada jaringan janin maupun cairan amnion.
Pemberian dosis tinggi secara bolus yang berulang menunjukkan hasil kadar
di dalam serum janin dan cairan amnion yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pemberian secara infus dalam jumlah obat yang sama besarnya
C. ERITROMISIN
Eritromisin merupakan alternatif pilihan setelah penisilin dalam
pengobatan terhadap gonore dan sifilis dalam kehamilan. Diantara berbagai
bentuk eritromisin yang diberikan peroral, bentuk estolat diabsorpsi paling
baik, tetapi sediaan ini sekarang tidak lagi beredar di Indonesia karena
hepatotoksik
D. KLORAMFENIKOL
Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi
kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Kerjanya
dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.
E. TETRASIKLIN
Golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat
bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.
Dikatakan juga bahwa tetrasiklin mampu bertindak sebagai chelator logam
berat, khususnya kalsium.
Tetrasiklin tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam kehamilan.
Obat ini melintas plasenta dengan cepat dan terikat pada tulang dan gigi yang
sedang tumbuh. Karena dapat menyebabkan reaksi toksik yang berat baik pada
janin maupun pada ibu, maka penggunaan obat ini dalam kehamilan harus
dihindarkan. Pemberian obat ini dalam terimester pertama kehamilan dapat
menyebabkan kelainan pada janin berupa mikromelia dan keabnormalan
tulang rangka ; pada kehamilan trimester kedua dapat menyebabkan
penghambatan pertumbuhan tulang dan pembentukan desiduous gigi. Jika
diberikan pada trimester ketiga obat ini akan disimpan dalam tulang dan
desiduous gigi. Tetrasiklin juga dapat menyebabkan efek toksik pada ibu yaitu
terjadinya “acute fatty necrosis” hati, pankreatitis dan kerusakan ginjal.
Kerusakan yang terjadi pada hati berhubungan dengan dosis yang diberikan,
dan ini bisa berakibat fatal.
F. AMINOGLIKOSID
Aminoglikosid bersifat bakterisid yang terutama tertuju pada basil gram –
yang aerobik. Sedang aktifitas terhadap mikroorganisme anaerobik atau
bakteri fakultatif dalam kondisi anaerobik rendah sekali.
Termasuk golongan obat ini ialah : streptomisin, neomisin, kanamisin,
amikasin, gentamisin, tobramisin, netilmisin dan sebagainya. Pengaruhnya
menghambat sintesis protein sel mikroba dengan jalan menghambat fungsi
ribosom.
Pada umumnya obat golongan ini mempunyai reaksi toksik berupa
ototoksik dan nefrotoksik. Ototoksik ditunjukkan dengan hilangnya
pendengaran (kerusakan koklear) dan kerusakan vestibular (vertigo, ataksia
dan gangguan keseimbangan). Nefrotoksik yang terjadi bisa diketahui dengan
adanya peningkatan kadar kreatinin serum dan penurunan clearance
kreatinin.5
Walaupun baru streptomisin yang dilaporkan menimbulkan gangguan
pada janin akibat pemberian pada ibu selama kehamilan dalam jangka waktu
yang lama, tetapi karena obat yang lain potensial ototoksik maka sebaiknya
pemakaian obat golongan aminoglikosid ini dihindarkan selama masa
kehamilan.
G. SULFONAMID
Sulfonamid adalah antimikroba yang digunakan secara sistemik maupun
topikal untuk mengobati dan mencegah beberapa penyakit infeksi. Sebelum
ditemukan antibiotik, sulfonamid merupakan kemoterapeutik yang utama.
Kemudian penggunaannya terdesak oleh antibiotik. Dengan ditemukannya
preparat kombinasi trimetoprim sulfametoksazol meningkatkan kembali
penggunaan sulfonamid untuk pengobatan penyakit infeksi tertentu. Nama
sulfonamid adalah nama generik derivat paraamino benzen sulfonamid
(sulfanilamide).
Obat ini menghambat pertumbuhan bakteri dengan mencegah penggunaan
PABA (para amino benzoic acid) oleh bekteri untuk mensintesis PGA
(pteroylglutamic acid).
Trimetoprim-sulfametoksazol menghambat reaksi enzimatis pada dua
tahap yang berturutan pada mikroba, sehingga kombinasi kedua obat
memberikan efek sinergis.
Sulfonamid belum diketahui menyebabkan kerusakan pada janin, tetapi
jika diberikan selama kehamilan bisa menimbulkan gangguan pada neonatus.
Sulfonamid berkompetisi dengan bilirubin pada tempat ikatan di albumin
sehingga meningkatkan bilirubin bebas dalam serum. Akibatnya resiko
terjadinya kern-ikterus meningkat. Atas dasar alasan ini obat golongan
sulfonamid jangan diberikan pada trimester akhir kehamilan.
H. METRONIDAZOL
Obat ini digunakan dalam obstetrik untuk trikomoniasis vagina dan
endometritis postpartum. Di dalam studi pada binatang obat ini dikatakan
dapat menyebabkan timbulnya adenomatosis paru, tumor mamae dan
karsinoma hepar sehingga dikatakan obat ini berifat karsinogenik. Tetapi tidak
ada studi yang mendukung terjadinya akibat itu pada manusia. Oleh karena
adanya potensi karsinogenik maka obat ini sebaiknya tidak digunakan dalam
kehamilan kecuali betul-betul mutlak diperlukan untuk pengobatan.
I. ISONIAZID
Obat ini termasuk obat tuberkulosis yang dikatahui menghambat
pembelahan kuman tuberkulosis. Isoniazid merupakan obat dengan potensi
hepatotoksik yang toksisitasnya dapat meningkat jika diberikan selama
kehamilan. Untuk wanita hamil yang telah terinfeksi TBC tetapi tidak aktif
maka wanita ini tidak perlu profilaksis dengan INH sampai setelah
melahirkan. Tetapi jika telah ada tuberkulosis aktif pengobatan dengan INH
diperbolehkan.
J. NITROFURANTOIN
Nitrofurantoin adalah antiseptik saluran kemih derivat furan. Obat ini
biasa digunakan untuk infeksi saluran kemih baik pada wanita hamil ataupun
tidak hamil. Nitrofurantoin bisa menyebabkan hemolisis, anemia dan
hiperbilirubinemia pada bayi yang menderita defisiensi enzim G6PD yang
dilahirkan dari ibu yang mendapat terapi obat ini. Selain potensi tersebut tidak
ada efek teratogenik lain yang dilaporkan.
K. KLINDAMISIN
Klindamisin merupakan derivat linkomisin, tetapi mempunyai sifat yang
lebih baik. Klindamisin lebih aktif, lebih sedikit efek sampingnya serta pada
pemberian peroral tidak terlalu dihambat oleh adanya makanan dalam
lambung. Obat ini umumnya digunakan pada infeksi postpartum, tidak biasa
digunakan alam kehamilan. Walaupun obat ini melintas plasenta dengan cepat
dan mencapai kadar terapeutik yang adekuat pada janin, tetapi tidak
dilaporkan adanya efek teratogenik yang terjadi.
8. OBAT KUMUR
Obat kumur merupakan larutan atau cairan yang digunakan untuk membilas
rongga mulut dengan sejumlah tujuan antara lain untuk menyingkirkan bakteri
perusak, bekerja sebagai penciut, untuk menghilangkan bau tak sedap,
mempunyai efek terapi dan menghilangkan infeksi atau mencegah karies gigi.
Obat kumur dikemas dalam dua bentuk yakni dalam bentuk kumur dan spray.
Untuk hampir semua individu obat kumur merupakan metode yang simpel dan
dapat diterima untuk pengobatan secara topikal dalam rongga mulut.
Komposisi yang terkandung dalam obat kumur
Hampir semua obat kumur mengandung lebih dari satu bahan aktif dan
hampir semua dipromosikan dengan beberapa keuntungan bagi pengguna.
Masing-masing obat kumur merupakan kombinasi unik dari senyawa-senyawa
yang dirancang untuk mendukung higiena rongga mulut. Beberapa bahan-bahan
aktif beserta fungsinya secara umum dapat dijumpai dalam obat kumur, antara
lain:
a) Bahan antibakteri dan antijamur, mengurangi jumlah mikroorganisme
dalam rongga mulut, contoh: hexylresorcinol, chlorhexidine, thymol,
benzethonium, cetylpyridinium chloride, boric acid, benzoic acid,
hexetidine, hypochlorous acid
b) Bahan oksigenasi, secara aktif menyerang bakteri anaerob dalam rongga
mulut dan busanya membantu menyingkirkan jaringan yang tidak sehat,
contoh: hidrogen peroksida, perborate
c) Astringents (zat penciut), menyebabkan pembuluh darah lokal
berkontraksi dengan demikian dapat mengurangi bengkak pada jaringan,
contoh: alkohol, seng klorida, seng asetat, aluminium, dan asam-asam
organik, seperti tannic, asetic, dan asam sitrat
d) Anodynes, meredakan nyeri dan rasa sakit, contoh: turunan fenol, minyak
eukaliptol, minyak watergreen
e) Bufer, mengurangi keasaman dalam rongga mulut yang dihasilkan dari
fermentasi sisa makanan, contoh: sodium perborate, sodium bicarbonate
f) deodorizing agents (bahan penghilang bau), menetralisir bau yang
dihasilkan dari proses penguraian sisa makanan, contoh: klorofil
g) deterjen, mengurangi tegangan permukaan dengan demikian menyebabkan
bahan-bahan yang terkandung menjadi lebih larut, dan juga dapat
menghancurkan dinding sel bakteri yang menyebabkan bakteri lisis. Di
samping itu aksi busa dari deterjen membantu mencuci mikroorganisme ke
luar rongga mulut, contoh: sodium laurel sulfate
Beberapa bahan inaktif juga terkandung dalam obat kumur, antara lain:
a. Air, penyusun persentasi terbesar dari volume larutan
b. Pemanis, seperti gliserol, sorbitol, karamel dan sakarin
c. Bahan pewarna
d. Flavorings agents (bahan pemberi rasa).
Efek samping alkohol sebagai komposisi dalam obat kumur
Menurut Witt dkk, dengan adanya alkohol sebagai kandungan dari obat
kumur, akan membatasi penggunaan obat kumur tersebut untuk golongan-
golongan tertentu, antara lain anak-anak, ibu hamil/menyusui, pasien dengan
serostomia, dan golongan-golongan yang menganut keyakinan religius tertentu.
Eldridge dkk (1998) menyatakan bahwa orang-orang dengan mukositis, pasien-
pasien yang mengalami irradiasi kepala dan leher dan gangguan sistem imunitas
tidak disarankan menggunakan obat kumur yang mengandung alkohol.
Para ahli telah melaporkan dan kemudian dipublikasikan dalam Dental
Journal of Australia bahwa obat kumur yang mengandung alkohol memberi
kontribusi dalam peningkatan risiko perkembangan kanker rongga mulut.
Risiko perokok yang mengunakan obat kumur 9 kali lebih besar, demikian
juga halnya dengan peminum alkohol yang menggunakan obat kumur risiko yang
terjadi 5 kali lebih besar, dan pada pengguna obat kumur yang tidak perokok dan
peminum alkohol, peningkatan risiko terjadinya kanker adalah 4-5 kali. Tim
peneliti dari university of Sao Paulo mengatakan bahwa produk-produk obat
kumur berkontak langsung dengan mukosa rongga mulut sebanyak pecandu
minuman beralkohol, dan dapat menyebabkan agregasi kimia dari sel-sel.
Mekanisme alkohol dalam meningkatkan risiko kanker rongga mulut
adalah melalui etanol dalam obat kumur yang berperan sebagai zat karsinogen.
Zat karsinogen berpenetrasi dalam lapisan rongga mulut dengan demikian
kerusakan terjadi. Di samping itu asetaldehid yang merupakan racun dari alkohol,
dapat berakumulasi dalam rongga mulut ketika seseorang berkumur-kumur.
Karena hal tersebut di atas risiko kanker meningkat karena senyawa ini
merupakan penyebab kanker.
Contoh Obat Kumur
Untuk menjaga kesehatan gigi dan rongga mulut tidak cukup hanya
dengan menyikat gigi saja, obat kumur jadi penyempurna perawatan sehari-hari.
Beberapa kondisi yang disarankan agar menggunakan obat kumur yaitu ;
sariawan, karang gigi,dan adanya radang.
Dalam memilih obat kumur yang dijual bebas terbatas memang tidak bisa
dilakukan dengan mengujinya lebih dahulu. Karena itu, kalau anda tidak
mengalami gangguan tertentu pada rongga mulut, sebaiknya pilih obat kumur
dengan kandungan Tanpa Alkohol, Chlorhexidine, Fluoride, Antiplaque,
Deodorizing dan Oxidizing, Agents, Oxygenating Agents, Astringents.
Berikut merek dan Kandungan Obat kumur yang baik di gunakan sehari-hari.
1. ALPHADINE
Komposisi : Povidone-iodine.
Indikasi :
Antiseptik dan desinfektan pada rongga mulut dan tenggorokan.
Pencegahan infeksi setelah pencabutan gigi atau pembedahan mulut.
Sariawan.
2. KIN
Komposisi : mouthwash mengandung chlorhexidine 0,12% dan Natrium
Fluoride 0,05%.
Chlorhexidine sebagai bahan utama mencegah pertumbuhan
mikroorganisme dan bakteri plak, sehingga meningkatkan fungsi jaringan
gingiva. Chlorhexidine merupakan jenis antiseptik yang broad spektrum
sehingga bisa membunuh bakteri gram positif, negatif, aerob dan anaerob,
yeast serta fungi.
Pada pasien rawat ICU, chlorhexidine berfungsi untuk antiseptik di 3
reservoir VAP (Ventilator Associated Pneumonia) yaitu di oral, nasal dan
mencegah bakteri dental plak.
Fluoride sebagai bahan sekunder KIN GINGIVAL membuat enamel gigi
lebih resisten terhadap aksi pelarutan asam yang dihasilkan oleh plak,
memblokir mekanisme terjadinya karies, dan secara bersamaan membuat gigi
menjadi tidak terlalu sensitif.
Komposisi :
Chlorhexidine digluconate………………0,12 g
Sodium fluoride……………………………0,05 g
Sodium Saccharin………………………..0,06 g
Exipient s.q.f………………………………100 ml
3. FORINFEC OBAT KUMUR
Komposisi : Iodin Povidon.
Indikasi :
Antiseptik lokal.
4. DACTYLEN KUMUR
Komposisi :
Alkohol 23,1 %, Eucalyptol 0,09 %, Mentol 0,04 %, Metil salisilat 0,05 %,
Timol 0,06 %.
Indikasi :
Kebersihan mulut, stomatitis (radang rongga mulut), gingivitis (radang gusi),
periodontitis (radang jaringan ikat penyangga akar gigi), faringitis (radang
faring/tekak).
5. GARGLINCOOL & FRESH
Komposisi:
Active ingredients:
Chlorhexidine gluconate……… 0,04 % (w/v)
Sodium Chloride………………… 100 mg
Other ingredients:
Sodium bicarbonate, kollidone, acesulfame-K, menthol, honey liquid, sorbitol,
peppermint oil, gliserin, sodium benzoate, perisa lime, brillian blue, tartrazine.
6. SANORINE
Komposisi :
hyaluronic acid……………..0,1 %
Zat Tambahan :
eucalyptol,methyl salicylate,thymol,menthol,sodium fluoride,sodium
soccharin, sodium cydamate,sodium benzoate,eurocert green light,barley
mint,sorbitol, alcohol 21,85%,purifed water.
Kegunaan :
mempercepat penyenbuhan sariawan,mencegah radang gusi dan pertumbuhan
plak.
7. ALOCLAIR PLUS ORAL RINSE
Komposisi :
Aqua maltodextrin, propylene glycol, polyvinylpyrrolidone (PVP), aloe yera
extract, potassium sorbate, sodium benzoate, hydroxyethylcellulose, PEG-40
hydrogenated castor oil, disodium edetate, benzalkonium chloride, aroma,
saccharin sodium, sodium hyaluronate, glycyrrhetinic acid.
Indikasi :
Alloclair membantu dalam penatalaksanaan nyeri yang disebabkan oleh iritasi
pada mulut: stomatitis aftosa, ulkus aftosa, lesi kecil, termasuk lesi traumatik
yang disebabkan oleh kawat gigi dan gigi tiruan yang tidak sesuai. Juga
diindikasikan untuk ulkus aftosa difus. Aloclair membentuk selaput pelindung
yang melekat pada mukosa rongga mulut dan menghasilkan suatu barier
mekanik terhadap daerah yang terkena.
8. ENKASARI LOZENGES
Komposisi
Tiap takaran untuk dewasa mengandung :
Sari daun Saga (arbrus Precatorius Folia) : 0,167 %.Setara dengan bubuk
daun kering
Sari Daun Sirih (Piper Betle Folia) : 1,00 %. Setara dengan daun segar
Sari Akar Kayu Manis (Liquiritiae Radix) : 0,044 %. Setara dengan bubuk
akar kering
Mentholum : 0,022 %
Sariawan disebabkan oleh gangguan-gangguan pada alat-alat pencernaan.
Obat asli Indonesia masih banyak yang belum diselidiki meskipun khasiatnya
sudah banyak diketahui. Sebagai contoh dapat dikemukakan daun saga dan
akar kayu manis.Kedua obat ini sudah lama digunakan oleh nenek moyang
kita sebagai obat sariawan. Meskipun demikian sampai sekarang orang
masih bertanya-tanya zat-zat apa dan bagaimana bekerjanya zat-zat yang ada
dalam kedua bahan ini.Akhir-akhir ini ternyata bahwa akar kayu manis
misalnya, kecuali Glycyrrhizin terdapat suatu zat lain yang bekerja
spasmolitik, zat mana masih harus ditentukan identitasnya. Zat ini ternyata
efektif untuk menghilangkan gangguan-gangguan dalam lambung dan
duodenum (usus dua belas jari).Daun sirih terkenal khasiatnya sebagai
antiseptikum. Dalam obat sariawan ENKASARI, antiseptikum ini adalah
untuk mencegah superinfeksi, yang mudah timbul pada radang-radang
sariawan di mulut kalau dibiarkan tanpa pengobatan.Mentholum
menyegarkan, menghilangkan bau dalam mulut serta meniadakan rasa nyeri
yang disebabkan oleh radang sariawan. Maka kombinasi daun saga – akar
kayu manis – daun sirih – mentholum dalam larutan optimum sangat baik
untuk mengobati sariawan.
9. HEMISEAL MOUTH RINSE
Komposisi
Feracrylum...1% w/v Aqua... G.s
Indikasi
Perdarahan Gusi
Perdarahan kapiler selama bedah mulut minor
Memiliki efek anti Mikroba
Onset Kerja Cepat
Non Alkohol
Non Staining
Efek Hemostatik Hemiseal menghentikan perdarahan pada gusi (gingiva)
akibat penyakit periodontal atau operasi minor rongga mulut.
Efek anti mikroba Hemiseal melindungi gusi (gingiva) yang terluka dari
infeksi bakteri patogen
Hemiseal mengandung feracrylum yang merupakan polimer asam
poliakrilikyang larut dalam air namun tidak terabsorpsi ke dalam sirkulasi
sistemik.
Feracrylum bereaksi dengan albumin (protein yang terdapat dalam darah) dan
mengubah fibrinogen menjadi fibrin yang tidak larut, sehingga terbentu koagulum
(bekuan) yang akan menghentikan perdarahan. Waktu rata-rata yang di butuhkan
untuk terbentuk nya koagulum adalah 30 detik
Search : Dental Style and Health Contact Us
9. OBAT ANTI INFLAMASI
Obat Antiinflamasi terbagi atas 2, yaitu :
a. Golongan Steroid
Contoh : Hidrokortison, Deksametason, Prednisone
b. Golongan AINS (non steroid)
Contoh : Parasetamol, Aspirin, Antalgin/Metampiron, AsamMefenamat,
Ibuprofen
Mekanisme Kerja
No. Golongan Obat Mekanisme Kerja
1. Steroid Menghambat enzim fosfolipase A2 sehingga tidak
terbentuk asam arakhidonat. Tidak adanya asam
arakhidonat berarti tidak terbentuknya
prostaglandin.
2. AINS (Non Steroid) Menghambat enzim siklooksigenase (cox-1 dan
cox-2) ataupun menhambat secara selektif cox-2
saja sehingga tidak terbentuk mediator-mediator
nyeri yaitu prostaglandin dan tromboksan
Pemakaian NSAID
Abses gigi sering kali dapat menimbulkan rasa nyeri. Nyeri gigi yang muncul
akibat keradangan salah satunya disebakan oleh adanya infeksi dentoalveolar
yaitu masuknya mikroorganisme patogen ke dalam tubuh melalui jaringan
dentoalveolar (Sukandar & Elisabeth, 1995). Untuk mengatasi hal tersebut
biasanya melalui pendekatan farmakologis dengan pemberian obat analgesik
untuk meredakan rasa nyeri dengan efek analgesiknya kuat dan cepat dengan
dosis optimal. Pasien dengan nyeri akut memerlukan obat yang dapat
menghilangkan nyeri dengan cepat, efek samping dari obat lebih dapat ditolerir
daripada nyerinya (Rahayu, 2007).
Gambar . Mekanisme aksi NSAIDs (non streroidal antiinflammatory drugs)
Obat anti inflamasi non steroid (non streroidal antiinflammatory drugs/
NSAIDs) adalah golongan obat yang terutama bekerja perifer dan memiliki
aktivitas penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis
prostaglandin melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase. Efek
analgesik yang ditimbulkan ini menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat
menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi.
Prostaglandin dapat menimbulkan keadaan hiperalgesia kemudian mediator
kimiawi seperti bradikini dan histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri
yang nyata.
Efek analgesik NSAIDs telah kelihatan dalam waktu satu jam setelah
pemberian per-oral. Sementara efek antiinflamasi telah tampak dalam waktu satu-
dua minggu pemberian, sedangkan efek maksimalnya timbul bervariasi dari 1-4
minggu. Setelah pemberiannya peroral, kadar puncaknya di dalam darah dicapai
dalam waktu 1-3 jam setelah pemberian, penyerapannya umumnya tidak
dipengaruhi oleh adanya makanan.
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik; sebagai antiinflamasi,
asam mefenamat kurang efektif dibandingkan dengan aspirin. Asam mefenamat
terikat sangat kuat pada protein plasma. Oleh karena itu, interaksi terhadap obat
antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping pada saluran cerna sering timbul
misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung. Dosis asam
mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari.
10. INERVASI PADA RAHANG DAN GIGI
Nervus sensori pada rahang dan gigi berasal dari cabang nervus cranial ke-V
atau nervus trigeminal pada maksila dan mandibula. Persarafan pada daerah
orofacial, selain saraf trigeminal meliputi saraf cranial lainnya, seperti saraf
cranial ke-VII, ke-XI, ke-XII.
Nervus Trigeminus ( N. V ) 1. N. Opthalmicus
2. N. Maxillaris
3. N. Mandibularis
a. N. Opthalmicus
Cabang terkecil dari ganglion gasseri keluar dari cranium melalui fissura
orbitalis superior. Inervasi struktur di dalam; orbita, dahi, kulit kepala, sinus
frontalis, palpebra superior.
b. N. Maksila
N. Maxillaris keluar dari cranium melalui foramen rotundum à fossa
pterygopalatina terus berjalan melalui fissura orbitalis inferior ke anterior à
canalis infra orbitalis.
Cabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila,
palatum, dan gingiva di maksila. Selanjutnya cabang maksila nervus
trigeminus ini akan bercabang lagi menjadi nervus alveolaris superior. Nervus
alveolaris superior ini kemudian akan bercabang lagi menjadi tiga, yaitu
nervus alveolaris superior anterior, nervus alveolaris superior medii, dan
nervus alveolaris superior posterior. Nervus alveolaris superior anterior
mempersarafi gingiva dan gigi anterior, nervus alveolaris superior medii
mempersarafi gingiva dan gigi premolar serta gigi molar I bagian mesial,
nervus alveolaris superior posterior mempersarafi gingiva dan gigi molar I
bagian distal serta molar II dan molar III.
Cabang N. Maxillaris
Saraf Lokasi Inervasi
1. 1. n. pharyngeus
2. n. palatinus mayus
3. n. palatinus minor
4. n. nasopalatinus
5. n. nasalis superior
n. palatinus mayus
keluar mell foramen
palatinus mayor
mucoperiosteum palatal molar & premolar RA
& beranastomosis dg n. nasopalatinal
n. nasopalatinus
keluar dari kanalis
nasopalatinus
mucoperiosteum palatal regio gigi anterior RA
(caninus ka-ki)
2. N. Alveolaris
Superior Posterior
semua akar gigi molar ke-2, 3 & akar gigi
molar 1 kec. Akar mesiobukal
3. N. Alveolaris
Superior Medius
gigi premolar 1 & 2 & akar mesiobukal gigi
molar 1 RA
4. N. Alveolaris
Superior Anterior
gigi insisivus sentral & lateral, caninus,
membran mukosa labial, periosteum, alveolus
à semua pada satu sisi RA
V. N. Infra orbitalisKeluar melalui
foramen infra orbitalis.
palpebra inferior, sisi lateral hidung & labium
oris superior
c. N. Mandibula
Cabang terbesar keluar dari ganglion gasseri. Dari cranium keluar melalui
foramen ovale membentuk 3 cabang; n. buccalis longus, n. Lingualis, n.
alveolaris inferior
Cabang awal yang menuju ke mandibula adalah nervus alveolar inferior.
Nervus alveolaris inferior terus berjalan melalui rongga pada mandibula di
bawah akar gigi molar sampai ke tingkat foramen mental. Cabang pada gigi
ini tidaklah merupakan sebuah cabang besar, tapi merupakan dua atau tiga
cabang yang lebih besar yang membentuk plexus dimana cabang pada inferior
ini memasuki tiap akar gigi.
Selain cabang tersebut, ada juga cabang lain yang berkonstribusi pada
persarafan mandibula. Nervus buccal, meskipun distribusi utamanya pada
mukosa pipi, saraf ini juga memiliki cabang yang biasanya di distribusikan ke
area kecil pada gingiva buccal di area molar pertama. Namun, dalam beberapa
kasus, distribusi ini memanjang dari caninus sampai ke molar ketiga. Nervus
lingualis, karena terletak di dasar mulut, dan memiliki cabang mukosa pada
beberapa area mukosa lidah dan gingiva. Nervus mylohyoid, terkadang dapat
melanjutkan perjalanannya pada permukaan bawah otot mylohyoid dan
memasuki mandibula melalui foramen kecila pada kedua sisi midline. Pada
beberapa individu, nervus ini berkontribusi pada persarafan dari insisivus
sentral dan ligament periodontal.
Saraf Lokasi Inervasi
I. N. Buccalis
longus
Berjalan diantara kedua caput m.
pterygoideus externus menyilang
ramus dan masuk ke pipi melalui
m. buccinators
membran mukosa bukal,
mucoperiosteum lateral gigi molar atas
dan bawah
II. N. Lingualis
Berjalan ke bawah superfisial
dari m. pterygoideus internus
berlanjut kelingual apeks gigi
molar ke-3 RB. Masuk ke basis
lidah melalui dasar mulut
2/3 anterior lidah, mucoperiosteum &
membran mukosa lingual
III. N. Alveolaris
Inferior
Cabang terbesar N. Mandibularis. Turun dibalik m. pterygoideus externus
disebelah posterior-lateral n.lingualis, berjalan antara ramus mandibula &
ligamentum sphenomandibularis masuk ke canalis mandibula.
Bersama arteri alveolaris inferior berjalan di dalam canalis mandibula &
mengeluarkan percabangan untuk inervasi geligi RB dan keluar melalui
foramen mentale
Cabang N. Alveolaris 1. n. Mylohyoideus m. Mylohyoideus, venter anterior m.
Inferior
digastrici di dasar mulut.
2. r. Dentalis brevismolar, premolar, proc. Alveolaris &
periosteum, membran mukosa bukal
3. r. Mentaliskulit dagu, membran mukosa labium oris
inferior
4. r. Incisivus gigi incisivus sentral-lateral, caninus
11. HIPNOTIF SEDATIF
Sedasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan agen-agen farmakologik
untuk menghasilkan depresi tingkat kesadaran secara cukup sehingga
menimbulkan rasa mengantuk dan menghilangkan kecemasan tanpa
kehilangan komunikasi verbal.
The American Society of Anesthesiologists menggunakan definisi berikut
untuk sedasi :
a. Sedasi minimal adalah suatu keadaan dimana selama terinduksi obat,
pasien berespon normal terhadap perintah verbal. Walaupun fungsi
kognitif dan koordinasi terganggu, tetapi fungsi kardiovaskuler dan
ventilasi tidak dipengaruhi.
b. Sedasi sedang (sedasi sadar) adalah suatu keadaan depresi kesadaran
setelah terinduksi obat di mana pasien dapat berespon terhadap
perintah verbal secara spontan atau setelah diikuti oleh rangsangan
taktil cahaya. Tidak diperlukan intervensi untuk menjaga jalan napas
paten dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskuler
biasanya dijaga.
c. Sedasi dalam adalah suatu keadaan di mana selama terjadi depresi
kesadaran setelah terinduksi obat, pasien sulit dibangunkan tapi akan
berespon terhadap rangsangan berulang atau rangsangan sakit.
Kemampuan untuk mempertahankan fungsi ventilasi dapat terganggu
dan pasien dapat memerlukan bantuan untuk menjaga jalan napas
paten. Fungsi kardiovaskuler biasanya dijaga.
Dapat terjadi progresi dari sedasi minimal menjadi sedasi dalam di mana
kontak verbal dan refleks protektif hilang. Sedasi dalam dapat meningkat
hingga sulit dibedakan dengan anestesi umum, dimana pasien tidak dapat
dibangunkan, dan diperlukan tingkat keahlian yang lebih tinggi untuk
penanganan pasien. Kemampuan pasien untuk menjaga jalan napas paten
sendiri merupakan salah satu karakteristik sedasi sedang atau sedasi sadar,
tetapi pada tingkat sedasi ini tidak dapat dipastikan bahwa refleks protektif
masih baik. Beberapa obat anestesi dapat digunakan dalam dosis kecil untuk
menghasilkan efek sedasi. Obat-obat sedative dapat menghasilkan efek
anestesi jika diberikan dalam dosis yang besar.
Indikasi Penggunaan Obat-Obat Sedatif
Premedikasi
Obat-obat sedatif dapat diberikan pada masa preoperatif untuk mengurangi
kecemasan sebelum dilakukan anestesi dan pembedahan. Sedasi dapat
digunakan pada anak-anak kecil, pasien dengan kesulitan belajar, dan orang
yang sangat cemas. Obat-obat sedatif diberikan untuk menambah aksi agen-
agen anestetik. Pemilihan obat tergantung pada pasien, pembedahan yang
akan dilakukan, dan keadaan-keadaan tertentu: misalnya kebutuhan pasien
dengan pembedahan darurat berbeda dibandingkan pasien dengan
pembedahan terencana atau pembedahan mayor. Penggunaan oral lebih
dipilih dan benzodiazepin adalah obat yang paling banyak digunakan untuk
premedikasi.
Sedo-analgesia
Istilah ini menggambarkan penggunaan kombinasi obat sedatif dengan
anestesi lokal, misalnya selama pembedahan gigi atau prosedur pembedahan
yang menggunakan blok regional. Perkembangan pembedahan invasif
minimal saat ini membuat teknik ini lebih luas digunakan.
Prosedur radiologik
Beberapa pasien, terutama anak-anak dan pasien cemas, tidak mampu
mentoleransi prosedur radiologis yang lama dan tidak nyaman tanpa sedasi.
Perkembangan penggunaan radiologi intervensi selanjutnya meningkatkan
kebutuhan penggunaan sedasi dalam bidang radiologi.
Endoskopi
Obat-obat sedatif umumnya digunakan untuk menghilangkan kecemasan
dan memberi efek sedasi selama pemeriksaan dan intervensi endoskopi. Pada
endoskopi gastrointestinal (GI), analgesik lokal biasanya tidak tepat
digunakan, perlu penggunaan bersamaan obat sedatif dan opioid sistemik.
Sinergisme antara kelompok obat-obat ini secara signifikan meningkatkan
resiko obstruksi jalan napas dan depresi ventilasi.
Terapi intensif
Kebanyakan pasien dalam masa kritis membutuhkan sedasi untuk
memfasilitasi penggunaan ventilasi mekanik dan intervensi terapetik lain
dalam Unit Terapi Intensif (ITU). Dengan meningkatnya penggunaan
ventilator mekanik, pendekatan modern yaitu dengan kombinasi analgesia
yang adekuat dengan sedasi yang cukup untuk mempertahankan pasien pada
keadaan tenang tapi dapat dibangunkan. Farmakokinetik dari tiap-tiap obat
harus dipertimbangkan, di mana sedatif terpaksa diberikan lewat infus untuk
waktu yang lama pada pasien dengan disfungsi organ serta kemampuan
metabolisme dan ekskresi obnat yang terganggu. Beberapa obat yang berbeda
digunakan untuk menghasilkan sedasi jangka pendek dan jangka panjang di
ITU, termasuk benzodiazepin, obat anestetik seperti propofol, opioid, dan
agoni α2-adrenergik. Nilai skor sedasi selama perawatan masa kritis telah
dibuat sejak bertahun-tahun, tapi perhatian lebih terfokus akhir-akhir ini pada
pentingnya sedasi harian ‘holds’; strategi interupsi harian dengan obat-obat
sedasi menyebabkan lebih sensitifnya kebutuhan untuk sedasi. Hal ini
bertujuan untuk mengurangi insiden terjadinya komplikasi terkait penggunaan
ventilasi mekanik selama masa kritis dan untuk mengurangi lama perawatan.
Suplementasi terhadap anestesi umum
Penggunaannya yaitu dari sinergi antara obat-obat sedatif dan agen induksi
intravena dengan teknik ko-induksi. Penggunaan sedatif dalam dosis rendah
dapat menghasilkan reduksi signifikan dari dosis agen induksi yang
dibutuhkan, dan dengan demikian mengurangi frekuensi dan beratnya efek
samping.
Teknik Penggunaan
Penggunaan obat sedatif memerlukan keterampilan dan kehati-hatian,
penting karena bisa terjadinya progresi progresi dari sedasi ringan menjadi
anestesi umum. Dahulu obat-obat sedatif digunakan melalui bolus intravena
intermiten. Terdapat variasi yang cukup besar dari respon individual terhadap
dosis yang diberikan dan terdapat banyak keadaan di mana praktisi medis
tanpa pelatihan anestetik menggunakan sedatif. Teknologi terbaru dalam
pompa infus dengan kontrol mikroprosesor telah meningkatkan keamanan
penggunaan sedatif. Sistempatient-controlled analgesia telah diprogram
untuk patient-controlled sedation, biasanya untuk mempertahankan sedasi
setelah dosis bolus awal digunakan oleh dokter. Setelah sistem tersebut
sepenuhnya terkontrol oleh pasien, dosis rata-rata obat sedatif menurun
sementara jarak pemberian meningkat.
Pada target-controlled infusion, pompa spuit telah diprogram dengan
model farmakokinetik obat dan didesain untuk mencapai konsentrasi plasma
‘target’ yang diinginkan secepat mungkin, sesuai dengan berat badan pasien.
Usia pasien juga seharusnya diperhatikan di mana semakin tua usia pasien,
semakin tinggi sensitivitas efek obat-obat sedatif terhadap SSP. Karena
terdapat variabilitas efek farmakodinamik obat, operator dapat mengubah-
ubah level target.
Pemakaian sedasi yang aman
Pemakaian sedasi yang aman bertujuan untuk membuat prosedur lebih
aman dan meminimalkan resiko terhadap pasien. Ketika sedasi digunakan di
luar lingkungan operasi, perlu dipastikan tersedianya fasilitas yang adekuat,
peralatan, dan orang yang berkompeten. Beberapa panduan pemakaian telah
diperkenalkan untuk mengatasi hal ini. Panduan terkait penggunaan sedasi
untuk endoskopi GI, prosedur di bagian darurat, prosedur pembedahan gigi,
dan sedasi pada anak-anak merupakan beberapa tema yang diangkat.
Kelayakan pasien untuk menjalani prosedur dengan sedasi harus dievaluasi:
misalnya pasien dengan masalah jalan napas tidak boleh menggunakan
prosedur ini. Fasilitas harus tersedia untuk memonitor kondisi fisiologis
seperti saturasi oksigen arterial, dan individu yang melakukan prosedur tidak
bertanggungjawab memonitor kondisi pasien pada saat bersamaan. Seorang
personel harus dilatih untuk dapat mengenali, dan berkompetensi untuk
menangani komplikasi kardiorespirasi, dan peralatan resusitasi harus lengkap
dan tersedia secepatnya.
OBAT-OBATAN SEDATIF
Kebanyakan obat-obatan sedatif dikategorikan dalam satu dari tiga kelompok
utama, yaitu: Benzodiazepin, neuroleptik dan agonis a2- adrenoseptor. Obat-
obatan ini lebih sering di klasifikasikan sebagai jenis anestesi intravena, terutama
propofol dan ketamin, juga digunakan sebagai obat sedatif dengan dosis
subanestetik. Anestesi inhalasi juga sering digunakan sebagai sedatif dalam kadar
subanestetik.
a. BENZODIAZEPIN
Obat-obatan ini awalnya dikembangkan untuk keperluan obat anxiolytik
dan hypnotik dan pada tahun 1960-an menggantikan obat barbiturat oral.
Agar sediaan parenteral tersedia, mereka terus mengembangkan di anestesi
dan perawatan intensif. Semua benzodiazepin mempunyai efek farmakologi
yang sama, efek terapi ini ditentukan oleh potensi dan ketersediaan obat-
obatan. Benzodiazepin diklasifikasi berdasarkan lama kerja obat, yaitu
sebagai lama kerja panjang (diazepam), lama kerja sedang (temazepam), lama
kerja pendek (midazolam).
FARMAKOLOGI
Mekanisme Aksi
Benzodiazepin bekerja oleh daya ikatan yang spesifik pada reseptor
benzodiazepin, yang mana merupakan bagian dari kompleks reseptor asam g
aminobutirik (GABA). GABA merupakan inhibitor utama neurotransmiter di
susunan saraf pusat (SSP), melalui neuron-neuron modulasi GABA ergik.
Reseptor Benzodiazepin berikatan dengan reseptor subtipe GABAA. Berikatan
dengan reseptor agonis menyebabkan masuknya ion klorida dalam sel, yang
menyebabkan hiperpolarisasi dari membran postsinpatik, dimana dapat
membuat neuron ini resisten terhadap rangsangan. Dengan cara demikian
obat ini memfasilitasi efek inhibitor dari GABA. Reseptor benzodiazepin
dapat ditemukan di otak dan medula spinalis, dengan densitas tinggi pada
korteks serebral, serebelum dan hipokampus dan densitas rendah pada medula
spinalis. Tidak adanya reseptor GABA selain di SSP, hal ini aman bagi sistem
kardiovaskuler pada saat penggunaan obat ini.
Efek Benzodiazepin pada SSP ditunjukan pada hubungan dengan
kemampuan reseptor.
Dosis
midazolam
Efek Kemampua
n reseptor
(%)
Dosis flumazenil
untuk membalikan
Dosis rendah Antiepilepsi
Anxiolisis
Sedasi ringan
Penurunnan perhatian
Amnesia
Sedasi kuat
Relaksasi otot
20-25
20-30
25-50
60-90
Dosis rendah
Dosis tinggi Anestesi Dosis tinggi
Reseptor GABA merupakan reseptor dengan struktur besar yang
mempunyai ikatan yang terpisah dengan obat lain yaitu barbiturat, alkohol
dan propofol. Ikatan dengan komponen yang lain pada reseptor
benzodiazepin menunjukan efek sinergis dengan beberapa obat lain. Efek
sinergis ini menunjukan bahaya depresi SSP jika obat digunakan secara
bersamaan dan juga menyebabkan efek farmakologi toleransi silang dengan
penggunaan alkohol. Hal ini juga konsisten dengan penggunaan
benzodiazepin untuk mengatasi gejala timbal balik akut atau detoksifikasi
alkohol atau obat-obatan lain.
Antagonis benzodiazepin yaitu flumazenil dapat menempati reseptor tapi
tidak dapat menyebabkan aktifitas. Senyawa benzodiazepin telah
dikembangkan pada reseptor ligand tapi menyebabkan pergerakan terbalik
dari agonis, akibatnya terjadi rangsangan pada otak. Senyawa ini juga
merupakan antagonis dari flumazenil. Gambaran ini merupakan reaksi
berlawanan pada benzodiazepin yang sebelumnya adalah cadangan yang lama
dari flumazenil dan merupakan akibat dari eksaserbasi pada penambahan
dosis obat murni. Lebih dari itu dapat menyebabkan kegelisahan seperti pada
hipoksemia dan toksisitas anestasi lokal, yang seharusnya hal ini diperhatikan
terkebih dahulu.
Penggunaan benzodiazepin yang lama menyebabkan penurunan regulasi
dari reseptor dan juga terjadi penurunan ikatan dan funsi dari reseptor, pada
akhirnya menunjukan peningkatan toleransi. Penggunaan yang lama juga
dapat menyebabkan ketergantungan secara fisik maupun mental, yang
walaupun obat ini mempunyai efek adiktif yang rendah dari opiod dan
barbiturat. Hubungan timbal balik yang dalam dapat menyebabkan gejala
klinik yang sama seperti pada penggunaan alkohol akut, oleh sebab itu dosis
benzodiazepin diturunkan secara teratur setelah penggunaan yang lama.
Pada penderita yang telah lama menggunakan obat ini sensitif terhadap
efek dari benzodiazepin dan dosis harus diturunkan secara teratur.
Efek pada SSP
Efek benzodiazepin pada SSP yaitu anxiolysis, sedasi, amnesia dan
aktifitas antiepileptik.
Anxiolysis terjadi pada penggunaan obat dengan dosis yang rendah dan
apabila obat ini digunakan secara efektif untuk pengobatan anxietas yang akut
maupun kronik. Efek yang panjang dari obat oral seperti diazepam dan
chlordaizepoksid dapat mengobati efek timbal balik dari alkohol akut.
Anxiolysis lebih sering terjadi pada saat premedikasi dan pada prosedur yang
salah.
Efek sedasi terjadi pada ketergantungan dosis yang menyebabkan depresi
aktivitas serebral, dan efek sedasi yang ringan pada kemampuan reseptor
yang rendah yang sama dengan pada anestesi umum jika ruang reseptor terisi.
Midazolam terbukti benar aman sebagai obat sedatif intravena.
Benzodiazepin mempunyai efek terapi yang tinggi (berbanding efektif
dengan dosis letal) karena pada dosis yang berlebihan, perbedaan pada
densitas reseptor menyebabkan terjadi reaksi sensitivitas yang berlebihan
pada korteks dan depresi medula. Bagaimanapun hal ini dapat menyebabkan
obstruksi jalan napas bagian atas dan kehilangan refleks protektif yang terjadi
sebelum dalam efek sedasi, dan hal bahaya yang utama yaitu efek sedasi yang
berlebihan atau terjadi self poisoning.
Amnesia paling sering terjadi pada penggunaan benzodiazepin secara
intravena dan yang digunakan pada penderita yang menjalani pengobatan atau
penggunaan pada prosedur yang berulang. Anterograd amnesia
mempengaruhi ambilan informasi. Retrograd amnesia tidak ditemukan pada
penggunaan benzodiazepin. Periode kronik pada amnesia dilaporkan terjadi
pada penggunaan obat oral lorazepam, yang dapat berpotensi bahaya pada
kasus ini.
Aktivitas antiepilepsi, dapat mencegah pengobatan seizure pada
subkortikal. Obat intravena lorazepam dan diazepam dapat digunakan untuk
menghentikan seizure dan clonazepam digunakan untuk membantu terapi
pada terapi epilepsi kronik. Benzodiazepin dapat meningkatkan ambang
aktivitas seizure pada toksisitas anestesi lokal, tapi dapat terlihat sebagai
gejala awal.
Penggunaan benzodiazepin dapat memberikan efek yang menyenangkan
untuk insomnia dan lebih efektif lagi pada insomnia akut. Bagaimanapun
pengobatan yang lama tidak dianjurkan karena dapat memberikan masalah
seperti efek toleransi dan ketergantungan dan yang terpenting yaitu kesulitan
dalam efek timbal balik pada pengobatan. Penggunaan benzodiazepin sebagai
hipnotik sekarang telah digantikan dengan nonbenzodiazepin yang baru
sebagai hipnotik yaitu, zopiklon, dimana obat ini dapat bereaksi pada reseptor
benzodiazepin.
Benzodiazepin menurunkan metabolisme oksigen di otak dan aliran darah
otak, dan juga respon serebrovaskular untuk karbondioksida dilindungi, oleh
sebab itu mereka menyesuaikan untuk digunakan pada beberapa pasien
dengan kelaianan intrakranial. Bagaimanapun harus diketahui bahwa
midazolam tidak dapat mencegah peningkatan tekanan intrakranial bersama
dengan pemasangan intubasi trakeal. Sebagai tambahan, depresi ventliasi
disebabkan oleh benzodiazepin pada pernapasan spontan yang dari pasien
menunjukan peningkatan PCO2 arteri, yang tidak diinginkan jika pemenuhan
tekanan intrakranial menurun.
Efek samping yang tidak diinginkan pada SSP, seperti perasaan
mengantuk dan terjadi kerusakan pada tampilan psikomotor. Meskipun efek
residu sedatif minimal tapi dapat mempengaruhi fungsi kognitif dan
koordinasi motorik, yang seharusnya dapat diperkirakan kapan pengobatan ini
dihentikan pada pasien.
Relaksasi Otot
Benzodiazepin menyebabkan reduksi otot ringan yang bisa
menguntungkan misalnya pada penggunaan ventilasi mekanik di unit
perawatan intensif, yang mengurangi resiko dari dislokasi artikular atau saat
pemasangan endoskopi. Bagaimanapun juga relaksasi otot berperan secara
responsif pad obstruksi jalan napas pada penggunaan obat sedatif intravena.
Relaksasi otot tidak berhubungan dengan efek pada neuromuskular junction,
tapi menyebabkan peningkatan pada penghantaran impuls neuron pada
medula spinalis dan penurunan transmisi polisinaptik pada otak.
Efek pada Respirasi
Dosis benzodazepin dapat menyebabkan depresi sentral pada ventilasi .
respon ventilasi terhadap CO2 dapat terganggu dan respon dari ventilasi yang
kurang ditandai dengan adanya depresi. Hal ini diikuti juga dengan adanya
sindrom hipoventilasi dan gagal napas tipe 2 yang peka terhadap depresi
pernapasan akibat efek dari benzodiazepin. Depresi ventilasi merupakan efek
eksaserbasi dari obstruksi jalan napas dan hal ini paling sering pada dari yang
sebelumnya. Apabila opiod dan benzodaizepin digunakan secara bersama-
sama akan terjadi efek yang sinergis. Apabila kedua obat ini diberikan
bersama-sama secara intravena, obat opiod harus diberikan terlebih dahulu
dan efeknya dapat diperkirakan. Penurunan dosis benzodiazepin yang
diperlukan sampai 75% harus diantisipasi. Hal ini harus menjadi standar
praktek untuk menyediakan oksigen tambahan dan monitor saturasi oksigen
dengan oximetri selama pemberian obat sedatif secara intravena.
Efek Kardiovaskuler
Benzodiazepin menghasilkan efek hemodinamik yang tidak terlalu besar
dimana mekanisme-mekanisme refleks hemostatik masih tetap terpelihara dan
lebih aman dari agen anastesi intravena. Suatu penekanan pada resistensi
vaskuler perifer menghasilkan sedikit penekanan pada tekanan arteri.
Hipotensi yang signifikan dapat terjadi pada pasien yang mengalami
hipovolemia atau vasokonstriksi.
Farmakokinetik
Benzodiazepin adalah molekul kecil yang relative larut lemak, yang siap
diabsorbsi secara oral dan dengan cepat melewati SSP. Midazolam harus
melewati hepar dulu sehingga hanya sekitar 50% dari dosis oral yang sampai
ke sirkulasi sistemik. Setelah pemberian bolus intravena, penghentian aksi
obat terjadi secara lebih luas dengan proses redistribusi. Dibandingkan
dengan obat-obatan seperti propofol, benzodiazepine memiliki waktu yang
lebih lambat untuk mencapai keseimbangan konsentrasi pada target organ.
Hal ini menganjurkan bahwa harus tersedia waktu untuk menilai seluruh efek
klinis sebelum memberikan suatu kenaikan dosis lebih lanjut. Terdapat
pengikatan protein secara luas. Eliminasi dari metabolisme hepatik mengikuti
ekskresi dari metabolisme renal. Ada 2 jalan utama dari metabolisme meliputi
oksidasi mikrosomal atau konjugasi dengan glukoronidase. Makna dari hal ini
adalah bahwa oksidasi lebih mungkin dipengaruhi oleh usia, penyakit hepar,
interaksi obat dan faktor-faktor lain yang mengubah konsentrasi dari sitokrom
P450. Beberapa dari golongan benzodiazepine, termasuk diazepam memiliki
metabolic aktif yang secara luas memperpanjang efek klinis mereka.
Disfungsi renal terlihat dari akumulasi dari metabolit-metabolit dan ini
merupakan satu faktor penting penundaan pemulihan dari pemanjangan
sedasi dari ITU.
b. DIAZEPAM
Diazepam adalah golongan benzodiazepin pertama yang tersedia untuk
penggunaan parenteral. Tidak larut dalam air dan pada awalnya
diformulasikan dalam propylene glikol, yang sangat iritan untuk vena dan
dihubungkan dengan peningkatan insidens dari tromboflebitis. Suatu emulsi
lemak (diazemuls) ditingkatkan/ditemukan selanjutnya. Kedua formasi
tersebut disediakan dalam ampul 2 ml yang terdiri dari 5 mg/ml. Diazepam
juga tersedia untuk oral yaitu tablet atau sirup dengan 100% bioavibilitas dan
larutan rectal dan supositoria. Eliminasi waktu paru 20-50 jam, tetapi
metabolit-metabolit aktif diproduksi termasuk desmetil diazepam dengan
waktu paru 36-200 jam, clearance menurun pada disfungsi hepar.
Dosis
· Premedikasi : 10 mg oral 1-1,5 jam sebelum operasi
· Sedasi : 5-15 mg IV perlahan-lahan, peningkatan bolus 1-2 mg.
· Status epileptikus : 2 mg, diulang setiap menit sampai kejang berhenti.
Dosis
· Maksimal 20 mg.
· Terapi intensif : Tidak cocok untuk infus, dosis bolus IV 5-10 mg/4 jam.
c. MIDAZOLAM
Midazolam adalah suatu derivat imidazoensodiazepinedan cincin imidazol
yang mencapai kelarutan air pada pH < 4. Pada pH darah, obat tersebut
menjadi lebih larut lemak dan mempenetrasi otak dengan cepat dengan onset
sedasi dalam 90 detik dan efek puncak pada 2-5 menit. Tersedia dalam vial
50 ml terdiri dari 1 mg/ml dan tablet 15 mg dan bioavailabilitas 44%.
Midazolam melewati metabolisme oksidatif hepatik dan memiliki waktu paru
± 1 jam dan meskipun aktif secara biologik, obat tersebut penting hanya
sesudah pemanjangan waktu infus pada pasien dengan kelainan ginjal.
Midazolam lebih potensial 1,5-2 kali dari diazepam dan memiliki
farmakokinetik yang lebih baik untuk digunakan sebagai suatu sedatif
intravena jangka pendek.
Dosis
· Premedikasi : 15 mg oral atau 5 mg IM, anak > 6 bulan 70-100 µg/kg
· Sedasi : 2-7 mg IV (lebih tua : < 4 mg)
· Terapi intensif : IV 0,03-1 mg/kg/j
d. TEMAZEPAM
Golongan benzodiazepin ini hanya tersedia bentuk oral, namun digunakan
lebih luas sebagai suatu obat premedikasi karena sifat anxiolitiknya.
Pemberian secara oral absorpsinya sempurna tapi membutuhkan waktu
sampai dengan 2 jam untuk mencapai konsentrasi puncak di plasma.
Metabolisme berlangsung di hepar lewat konjugasi dengan glukoronidase dan
tidak ada produksi metabolit yang penting. Memiliki eliminasi waktu paru
relatif lama 8-15 jam. Dosis 20 mg efektif dalam 1-2 jam dan bertahan sekitar
2 jam, dengan gejala siksa mengantuk. Toleransi dan ketergantungan jarang
terjadi pada pemakaian lama dari temazepam, ditujukan secara luas sebagai
suatu hipnotik.
e. LORAZEPAM
Obat ini tersedia untuk penggunaan parenteral dan oral, tetapi tidak
digunakan secara rutin sebagai sedatif IV karena dibatasi oleh aksi dari onset
yang pelan. Metabolisme oleh glukoronidasi dengan eliminasi waktu paru 15
jam dan durasi yang lebih panjang dibandingkan temazepam. Jika digunakan
untuk premedikasi, dosis 2-4 mg diberikan malam sebelumnya atau pada
permulaan hari pembedahan. Amnesia adalah suatu tanda yang menyertai
pemberian obat ini.
Saat ini lorazepam IV merupakan drug of choice pada penanganan status
epileptikus, karena memiliki durasi yang lebih panjang untuk aksi
antilepilepsi dibanding diazepam. Juga bisa digunakan untuk penanganan
serangan akut panik yang berat, baik secara IM/IV dengan dosis 25-30 µg/kg
(dosis biasa 1,5-2.5 mg). Jalur IM hanya digunakan jika tidak ada jalur lain
yang tersedia.
EFEK SAMPING
Efek samping dari benzodiazepin tergantung dosis dan dapat diprediksi
dari efek farmakodinamiknya. Oversedasi, depresi ventilasi, ketidakstabilan
hemodinamik dan obstruksi jalan napas dapat terjadi pada kelebihan dosis
yang tidak diperhatikan dan lebih sering terjadi pada orang tua atau pasien
dengan kondisi yang lemah.