Post on 02-Jan-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Transfusi darah adalah tindakan memasukkan darah atau komponennya ke dalam sistim
pembuluh darah seseorang. Komponen darah yang biasa ditransfusikan ke dalam tubuh
seseorang adalah sel darah merah, trombosit, plasma, sel darah putih. Transfusi darah adalah
suatu pengobatan yang bertujuan menggantikan atau menambah komponen darah yang hilang
atau terdapat dalam jumlah yang tidak mencukupi. Tentu saja transfusi darah hanya merupakan
pengobatan simptomatik karena darah atau komponen darah yang ditransfusikan hanya dapat
mengisi kebutuhan tubuh tersebut untuk jangka waktu tertentu tergantung pada umur fisiologi
komponen yang ditransfusikan, walaupun umur eritrosit adalah 120 hari namun bila
ditransfusikan pada orang lain maka kemampuan transfusi tadi mempertahankan kadar
hemoglobin dalam tubuh resipien hanya rata-rata satu bulan.1
Sejarah pertama dilakukannya usaha transfusi darah dijelaskan oleh Stefano Infessura
seorang penulis pada abad ke-17. Infessura menceritakan bahwa, pada tahun 1492, Paus
Innosensius VIII mengalami koma, dan darah dari tiga anak laki-lakinya dimasukkan ke dalam
tubuh Paus yang sedang sekarat (melalui mulut, karena konsep sirkulasi dan metode untuk akses
intravena tidak ada pada waktu itu) karena saran dari seorang dokter. Namun,akibat kejadian
tersebut tidak hanya Paus yang mati, tetapi juga dengan ketiga anaknya.2
Gambar : Jarum Suntik Perang Dunia II yang digunakan untuk transfusi darah langsung antar manusia
1
Dimulai dengan eksperimen yang dilakukan oleh Harvey dengan melakukan transfusi
langsung pada sirkulasi darah, banyak penelitian canggih mengenai cara melakukan transfusi
darah ini dimulai pada abad ke-17, dengan sukses eksperimen ini berhasil melakukan transfusi
antar binatang. Namun, upaya berturut-turut yang dilakukan pada manusia selalu berakibat fatal.2
Transfusi darah pada manusia pertama sekali dilakukan oleh Dr Jean Baptiste
Denys, dokter terkemuka Raja Louis XIV dari Perancis, pada tanggal 15 Juni 1667. Dia
melakukan transfusi darah dari seekor domba ke anak laki laki yang berusia 15 tahun, yang
akhirnya selamat setelah dilakukan transfusi. Denys juga melakukan transfusi lain ke dalam
tubuh seorang buruh, yang juga menyelamatkan jiwanya. Kedua contoh ini kemungkinan besar
transfusi darah hanya dilakukan dalam jumlah yang kecil sehingga hal ini memungkinkan
mereka untuk menahan reaksi alergi.2
Pasien ketiga Denys' untuk menjalani transfusi darah ialah
seorang laki laki berkebangsaan Swedia Baron bonde. Ia menerima dua transfusi. Setelah
transfusi kedua bonde meninggal. Pada musim dingin 1667, Denys melakukan beberapa
transfuse pada Antoine's Mauroy dengan darah sapi, yang pada transfusi ketiga ia juga
meninggal. Percobaan Denys dengan darah binatang memicu kontroversi di Perancis. Dan
akhirnya, pada tahun 1670 prosedur ini dilarang.2
Ilmu transfusi darah dimulai pada dekade pertama
abad ke-19, dengan penemuan yang berbeda jenis darah yang menuju ke praktek pencampuran
beberapa darah dari donor dan penerima sebelum transfusi ( bentuk awal dari cross-matching).2
Pada 1818, Dr James Blundell, seorang dokter kandungan
Inggris, melakukan transfusi darah pertama yang berhasil dari darah manusia, untuk pengobatan
perdarahan postpartum. Dia menggunakan suami pasien sebagai donor, dan diekstraksi empat
ons darah dari lengannya untuk transfusi ke istrinya. Selama tahun 1825 dan 1830, Dr Blundell
melakukan 10 transfusi, lima yang bermanfaat, dan diumumkan hasilnya. Dia juga menemukan
banyak instrumen untuk transfusi darah.2
2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Definisi
Transfusi darah adalah proses transfer darah atau produk berbasis darah dari satu orang
ke sistem peredaran darah orang lain. Transfusi darah dapat menyelamatkan jiwa dalam beberapa
situasi, seperti kehilangan darah dalam jumlah besar karena trauma , atau dapat digunakan untuk
menggantikan darah yang hilang selama operasi. Transfusi darah juga dapat digunakan untuk
mengobati anemia berat atau trombositopenia yang disebabkan oleh karena penyakit darah.2
Tindakan transfusi darah atau komponennya bukanlah tindakan tanpa risiko, sebaliknya
tindakan ini merupakan tindakan yang mengandung risiko yang dapat berakibat fatal.
Komplikasi yang dapat timbul akibat transfusi darah atau komponennya, dapat dibagi dalam 3
kelompok yaitu 1) reaksi imunologis,2) reaksi nori imunologis, 3) penularan penyakit.1
Tujuan Transfusi Darah
Memelihara dan mempertahankan kesehatan donor.
Memelihara keadaan biologis darah atau komponen – komponennya agar tetap
bermanfaat.
Memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran darah
(stabilitas peredaran darah).
Mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah.
Meningkatkan oksigenasi jaringan.
Memperbaiki fungsi Hemostatis.
Tindakan terapi kasus tertentu.3
Macam Macam Transfusi Darah
1. Darah Lengkap/ Whole Blood (WB)
Diberikan pada penderita yang mengalami perdarahan aktif yang kehilangan darah lebih dari
25 %.
3
2. Komponen Darah
Sel Darah Merah
a. Sel Darah Merah Pekat : Diberikan pada kasus kehilangan darah yang tidak
terlalu berat, transfusi darah pra operatif atau anemia kronik dimana volume
plasmanya normal.
b. Sel Darah Merah Pekat Cuci : Untuk penderita yang alergi terhadap protein
plasma.
c. Sel Darah Merah Miskin Leukosit : Untuk penderita yang tergantung pada
transfusi darah.
d. Sel Darah Merah Pekat Beku yang Dicuci : Diberikan untuk penderita yang
mempunyai antibodi terhadap sel darah merah yang menetap.
e. Sel Darah Merah Diradiasi : Untuk penderita transplantasi organ atau sumsum
tulang.
Leukosit/Granulosit Konsentrat : Diberikan pada penderita yang jumlah leukositnya turun
berat, infeksi yang tidak membaik/berat yang tidak sembuh dengan pemberian Antibiotik,
kualitas Leukosit menurun.
Trombosit : Diberikan pada penderita yang mengalami gangguan jumlah atau fungsi
trombosit.
Plasma Darah : Untuk mengganti faktor pembekuan, penggantian cairan yang hilang.
Contoh : Plasma Segar Beku untuk prnderita Hemofili. KrioPresipitat untuk penderita
Hemofili dan Von Willebrand.3
Efek Samping & Reaksi Transfusi
Tumbuhnya kesadaran penting untuk menghindari resiko reaksi transfusi, meningkatkan
pelaporan resiko transfusi menyebabkan dibuatnya prosedur keselamatan yang lebih baik serta
langkah-langkah untuk meminimalkan penggunaan transfusi. Namun, laporan SHOT tahun 2007
ditemukan 4 kematian terkait transfusi (1 kematian dianggap langsung terkait dengan transfusi
dan 3 kematian akibat komplikasi lanjutan dari transfusi).6
Komplikasi akut dari transfusi darah jarang terjadi, Ditemukan pada 1 dalam 1000
transfusi tetapi cenderung lebih parah.6
4
Gejala atau tanda-tanda mungkin terjadi setelah 5-10 ml transfusi darah yang tidak sesuai
di transfusikan sehingga pasien harus diperhatikan dengan seksama pada awal setiap unit
transfusi darah.5
Frekuensi
Amerika Serikat
Reaksi transfusi Hemolytic terjadi pada 1 per 40.000 unit transfusi sel darah merah yang
dikemas.
Reaksi non hemolitik, reaksi alergi, dan demam adalah reaksi transfusi yang paling
umum terjadi, masing-masing terjadi pada 3-4% dari semua transfusi.
Reaksi demam Nonhemolytic dan hemolisis ekstravaskuler dijumpai lebih sering akibat
antibodi pasien yang berkembang setelah transfusi sebelumnya.
Reaksi anafilaksis terjadi pada 1 per 20.000 unit transfusi.
Karena langkah-langkah pencegahan lebih ketat, insiden penyakit GVH kurang dari
0,15%
TRALI terjadi 0,1-0,2% dari semua transfusi.
Risiko hepatitis B terkait transfusi adalah 1 per 50.000 unit transfusi. Risiko untuk
hepatitis C adalah 1 per 3000 - 4000 unit transfusi.
Risiko infeksi HIV terkait transfusi adalah 1 per 150.000 unit transfusi.8
Mortalitas / Morbiditas
Reaksi transfusi hemolitik mengakibatkan kematian dalam 1 per 100.000 unit transfusi.
Transfusi terkait hepatitis C menyebabkan hepatitis kronis dan terjadi pada 50% dari
penerima yang terinfeksi.
Sirosis hepatis berkembang di 10% dari mereka dengan hepatitis.
Transfusi terkait penyakit GVH dikaitkan dengan tingkat kematian 80-90%.
Tingkat mortalitas TRALI terkait transfusi akut adalah 5%.8
Gejala :
1. Gelisah
2. Menggigil
3. Nyeri di tempat pemasangan infuset
5
4. Mialgia
5. Mual
6. Rasa sakit di perut, panggul atau dada
7. Sesak napas
Tanda -Tanda:
1. Demam (1,5 o C atau lebih) dan kaku
2. Hipotensi atau hipertensi
3. Takikardi
4. Gangguan pernapasan
5. Hemoglobinemia
6. Haemoglobinuria
Jika terjadi reaksi akut pada saat transfusi, segera hentikan transfusi darah dan darahdi
kirim kembali ke bank darah dengan berita acara pemberitahuan. Untuk mendeteksi reaksi
hemolitik, kirim transfusi darah pasca (untuk FBC dan pembekuan, jenis perulangan dan
crossmatch, antibody screen dan direct Coombs test) dan spesimen urin (untuk mendeteksi
haemoglobinuria kemih) dari penerima transfusi. Dimana reaksi anafilaksis dicurigai,dapat
disarankan. Melakukan pemeriksaan sampel darah yang mencakup imunoglobulin serum,
antibodi HLA dan tryptase mast sel. Jika kontaminasi bakteri dicurigai, kirim kultur darah dari
sisa-sisa pasien dan tas.Jika pasien sesak, dan dimana TRALI diduga terjadi, kirim penyelidikan
antibodi anti-leukosit.5
REAKSI TRANSFUSI
1. Reaksi imunologis
Reaksi imunologis dapat bervariasi mulai dari urtikaria akibat reaksi imunologis terhadap
plasma, demam akibat reaksi imunologis ringan terhadap protein plasma dan lekosit sampai
dengan reaksi imunologis hebat dengan renjatan akibat transfusi dengan eritrosit yang tidak
cocok golongan imunologisnya (incompatible).1
6
a. Reaksi Transfusi Hemolitik
Reaksi transfusi hemolitik merupakan reaksi yang jarang terjadi tetapi serius dan terdapat
pada satu diantara dua puluh ribu penderita yang mendapat transfusi.4
Sel darah merah yang Incompatible ditransfusikan dan bereaksi dengan antibodi pasien
sendiri anti-A atau anti-B atau alloantibodis lain (misalnya anti-Rh D, Rh E, Rh c dan Kell)
terhadap antigen sel darah merah. Komplemen dapat diaktifkan dan dapat menyebabkan
koagulasi intravaskular diseminata (DIC). Transfuse darah ABO yang tidak sesuai hampir selalu
timbul dari kesalahan dalam pelabelan tabung sampel permintaan / atau kesalahan pengecekan
pada saat transfusi. Reaksi hemolitik antibodi sel darah merah Non-ABO cenderung kurang
parah tetapi antigen Kidd dan Duffy yang aktif dapat menyebabkan hemolisis intravaskuler
berat.6
Lisis sel darah donor oleh antibodi resipien.
Hal ini bisa terjadi dengan cara :
a. Reaksi Transfusi Hemolitik Akut
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah
transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang-berat dan reaksi
yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan
rash. Reaksi ringan ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai
dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala. Pada
pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna kemerahan di kulit, urtikaria, demam,
takikardia, kaku otot. Reaksi ringan diatasi dengan pemberian antipiretik, antihistamin atau
kortikosteroid, dan pemberian transfusi dengan tetesan diperlambat.5
Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-berat, demam
akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein, trombosit),
kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.5
Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di
sekitar tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea.
Terdapat pula tanda-tanda kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun ≥20% tekanan darah
sistolik), takikardia (naik ≥20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini
disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok septik, kelebihan cairan,
anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.5
7
Reaksi hemolisis intravaskular akut ini disebabkan inkompatibilitas sel darah merah.
Antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. Meskipun
volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat menyebabkan reaksi
berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka akan semakin meningkatkan
risiko.5
Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya terjadi akibat
kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan contoh darah dari pasien ke tabung yang belum
diberikan label, kesalahan pemberian label pada tabung dan ketidaktelitian memeriksa identitas
pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab lainnya adalah adanya antibodi dalam plasma
pasien melawan antigen golongan darah lain (selain golongan darah ABO) dari darah yang
ditransfusikan, seperti sistem Idd, Kell atau Duffy.5
Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa menit awal transfusi,
kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10 ml. Jika pasien tidak sadar atau dalam
anestesia, hipotensi atau perdarahan yang tidak terkontrol mungkin merupakan satu-satunya
tanda inkompatibilitas transfusi. Pengawasan pasien dilakukan sejak awal transfusi dari setiap
unit darah.5
Kelebihan cairan
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat terjadi bila
terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau penurunan fungsi ginjal.
Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien dengan anemia kronik dan memiliki penyakit
dasar kardiovaskular.5
Hal ini terjadi bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan atau terlalu cepat, yang
menyebabkan edema paru dan kegagalan pernafasan akut. Pasien dengan risiko tertentu adalah
mereka dengan anemia kronis yang normo atau hypervolaemic dan orang-orang dengan gejala
gagal jantung sebelum transfusi. Pasien-pasien harus menerima PRC daripada whole blood
melalui transfusi darah dengan tetesan lambat,dengan diuretik jika diperlukan.6
Reaksi anafilaksis
Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma merupakan
salah satu penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien tertentu. Selain itu,
defisiensi IgA dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat disebabkan
produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini terjadi dalam beberapa menit awal
8
transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa
demam. Anafilaksis dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan agresif dengan
antihistamin dan adrenalin.5
Cedera paru akut akibat transfusi (Transfusion-related acute lung injury = TRALI)
TRALI adalah bentuk gangguan pernafasan yang akut karena plasma donor yang
mengandung antibodi terhadap leukosit pasien. Dalam waktu 6 jam setelah transfusi dijumpai
batuk non-produktif, sesak napas, hipoksia dan sputum berbusa. Demam dan kaku dapat
dijumpai. CXR menunjukkan adanya nodul perihilar multiple dengan infiltrasi pada paru-paru
bawah.6
Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi yang
melawan leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak awal
transfusi, dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada terapi spesifik, namun
diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.5
b. Reaksi Transfusi Hemolitik Lambat.
Pada orang yang sebelumnya telah kebal terhadap antigen sel darah merah yang terbentuk
selama kehamilan atau dengan transfusi, tingkat antibodi terhadap antigen golongan darah bisa
sangat rendah hingga dapat terdeteksi dalam sampel pre transfusi. 5-10 hari pasca-transfusi,
biasanya pasien datang dengan demam, anemia, juandice dan haemoglobinuria. Kenaikan kadar
bilirubin dan uji antiglobulin (HST) positif juga dapat ditemukan.5
Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala dan tanda
demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat yang berat dan
mengancam nyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan dilakukan
dengan pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma pasien dan pemilihan
sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut.5
Purpura Pasca Transfusi
Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial
membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit. Hal ini disebabkan adanya
antibodi langsung yang melawan antigen spesifik trombosit pada resipien. Lebih banyak terjadi
pada wanita. Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya trombositopenia berat
akut 5-10 hari setelah transfusi yang biasanya terjadi bila hitung trombosit <100.000/uL.
Penatalaksanaan penting terutama bila hitung trombosit ≤50.000/uL dan perdarahan yang tidak
9
terlihat dengan hitung trombosit 20.000/uL. Pencegahan dilakukan dengan memberikan
trombosit yang kompatibel dengan antibodi pasien.5
Penyakit graft-versus-host
Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan. Biasanya terjadi pada
pasien imunodefisiensi, terutama pasien dengan transplantasi sumsum tulang; dan pasien
imunokompeten yang diberi transfusi dari individu yang memiliki tipe jaringan kompatibel
(HLA: human leucocyte antigen), biasanya yang memiliki hubungan darah. Gejala dan tanda,
seperti demam, rash kulit dan deskuamasi, diare, hepatitis, pansitopenia, biasanya timbul 10-12
hari setelah transfusi. Tidak ada terapi spesifik, terapi hanya bersifat suportif.5
Kelebihan besi
Pasien yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu panjang akan mengalami
akumulasi besi dalam tubuhnya (hemosiderosis). Biasanya ditandai dengan gagal organ (jantung
dan hati). Tidak ada mekanisme fisiologis untuk menghilangkan kelebihan besi. Obat pengikat
besi seperti desferioksamin, diberikan untuk meminimalkan akumulasi besi dan mempertahankan
kadar serum feritin <2.000 mg/l.5
Lisis sel resipien oleh antibodi darah transfusi secara masif.
Reaksi ini sering terjadi akibat kesalahan manusia sebagai pelaksana,misalnya salah
memasang label atau membaca label pada botol darah. Tanda-tanda reaksi hemolitik lain ialah
menggigil, panas, kemerahan pada muka, bendungan vena leher,nyeri kepala, nyeri dada, mual,
muntah, nafas cepat dan dangkal, takikardi, hipotensi, hemoglobinuri, oliguri, perdarahan yang
tidak bisa diterangkan asalnya, dan ikterus. Pada penderita yang teranestesi hal ini sukar untuk
dideteksi dan memerlukan perhatian khusus dari ahli anestesi, ahli bedah dan lain-lain.4
Tanda-tanda yang dapat dikenal ialah takikardi, hemoglobinuri, hipotensi, perdarahan
yang tiba-tiba meningkat, selanjutnya terjadi ikterus dan oliguri. Diagnosis dapat ditegakkan
dengan adanya hemoglobinemi dan hemoglobinuri. Urine menjadi coklat kehitaman sampai
hitam dan mungkin berisi hemoglobin dan butir darah merah.4
Terapi reaksi transfusi hemolitik : Pemberian cairan intravena dan diuretika. Cairan
digunakan untuk mempertahankan jumlah urine yang keluar. Diuretika yang digunakan ialah :
10
1. Manitol 25 %, sebanyak 25 gr diberikan secara intravena kemudian diikuti
pemberian 40 mEq Natrium bikarbonat.
2. Furosemid : Bila terjadi hipotensi penderita dapat diberi larutan Ringer laktat,
albumin dan darah yang cocok. Bila volume darah sudah mencapai normal
penderita dapat diberi vasopressor. Selain itu penderita perlu diberi oksigen. Bila
terjadi anuria yang menetap perlu tindakan dialisis.
Cara menghindari reaksi transfusi
Untuk mengerjakan ini perlu dilakukan :
a. Tes darah, untuk melihat cocok tidaknya darah donor dan resipien.
b. Memilih tips dan saringan yang tepat.
c. Pada transfusi darurat,banyak situasi terjadi dimana kebutuhan darah sangat mendesak
sebelum dilakukan pemeriksaan cocok tidaknya darah secara lengkap.4
Dalam situasi demikian tidak perlu dilakukan pemeriksaan secara lengkap, dan jalan
singkat untuk melakukan tes bisa dikerjakan sebagai berikut :
1. Type-Specific, Partially Crossmatched Blood
Bila kita menggunakan darah “un-crossmatched”, maka paling sedikit harus diperoleh
tipe ABO-Rh dan sebagian “crossmatched”.
2. Tipe-Specific, Uncrossmatched Blood.
Untuk penggunaan tipe darah yang tepat maka tipe ABO-Rh harus sudah ditentukan
selama penderita dalam perjalanan ke rumah sakit.
3. O Rh-Negatif (Universal donor) Uncrossmatched Blood
Golongan darah O kekurangan antigen A dan B, akibatnya tidak dapat dihemolisis baik
oleh anti A ataupun anti B yang ada pada resipien. Oleh sebab itu golongan darah O kita sebut
sebagai donor universal dan dapat digunakan pada situasi yang gawat bila tidak memungkinkan
untuk melakukan penggolongan darah atau “crossmatched”. Tetapi bagaimanapun juga
pemberian darah golongan ini pun bukan tanpa resiko.4
b. Reaksi Transfusi Non Hemolitik
1. Reaksi transfusi “febrile”
11
Demam (di atas > 1 o C) dan kekauan dapat terjadi selama darah atau transfusi trombosit
dilakukan. Jenis reaksi mempengaruhi 1-2% penderita. Beberapa Wanita multipara dan mereka
yang telah menerima transfusi sebelumnya adalah yang paling berisiko. Reaksi yang tidak
menyenangkan tetapi tidak mengancam jiwa. Biasanya timbul gejala menjelang akhir transfusi
atau 2 jam setelah transfusi. Kebanyakan reaksi demam dapat dikelola dengan memperlambat
atau menghentikan transfusi dan memberikan parasetamol.6
Tanda-tandanya seperti menggigil, panas, nyeri kepala, nyeri otot, mual, batuk yang tidak
produktif.4
2. Reaksi alergi
a. Anafilaksis
Keadaan ini terjadi bila terdapat protein asing pada darah transfusi. Reaksi alergi terjadi
jika pasien memiliki antibodi yang bereaksi dengan protein pada komponen darah transfusi.
Anafilaksis terjadi di mana seorang individu sebelumnya telah peka terhadap alergen yang hadir
dalam darah dan pada paparan ulangan, dari IgE (atau IgG) antibodi.Pasien dengan anafilaksis
dapat mengalami sesak akut karena bronkospasme dan edema laring dan dapat mengeluh nyeri
dada, sakit perut dan mual.6
b. Urtikaria, paling sering terjadi dan penderita merasa gatal-gatal. Biasanya muka
penderita sembab.4
Terapi yang perlu diberikan ialah antihistamin, dan transfusi harus dihentikan. Alergi
yang berat jarang terjadi dan ini kita sebut reaksi anafilaksis, dengan tanda-tanda sebagai
berikut : sesak nafas, hipotensi, edema larings, nyeri dada, dan shok. Reaksi anafilaksis ini
disebabkan karena transfusi IgA kepada penderita yang kekurangan IgA dan telah terbentuk anti
IgA. Tipe reaksi ini tidak termasuk tipe kerusakan sel darah merah, kejadiannya sangat cepat dan
biasanya terjadi sesudah mendapat transfusi darah atau plasma hanya beberapa ml. Penderita
yang menunjukkan tanda-tanda reaksi anafilaksis bila perlu mendapat darah, harus diberi sel
darah merah yang telah dibersihkan dari semua sisa donor IgA, atau dengan darah yang sedikit
mengandung protein IgA.4
Gejala biasanya dikendalikan dengan memperlambat transfusi dan memberikan anti-
histamin dan transfusi dapat dilanjutkan jika keluhan tidak bertambah dalam pada 30 menit.
12
Profilaksis dengan chlorpheniramine harus diberikan ketika pasien telah mengalami reaksi alergi
berulang untuk transfuse darah.6
2. Reaksi Non-Imunologis
Reaksi non-imunologis dapat diakibatkan oleh 1) penimbunan cairan yang melebihi batas
kemampuan tubuh (overload), 2) adanya kadar antikoagulan yang berlebihan yang berasal dari
darah donor, 3) gangguan metabolik (kadar K' tinggi, asam sitrat tinggi), sampai dengan 4)
perdarahan akibat adanya defisiensi faktor pembekuan yang tidak ada pada darah donor dan
kadar antikoagulan yang tinggi pada darah donor.1
a. Reaksi transfusi “Pseudohemolytic”
Termasuk disini ialah lisis terhadap sel darah merah tanpa reaksi antigen-antibodi.
Hemolisis ini dapat terjadi akibat obat, macam-macam keadaan penyakit, trauma mekanik,
penggunaan cairan dextrosa hipotonis, panas yang berlebihan dan kontaminasi bakteri.4
b. Reaksi yang disebabkan oleh volume yang berlebihan.
c. Reaksi karena darah transfusi terkontaminasi.
d. Virus hepatitis.
Risiko terkena hepatitis sesudah transfusi merupakan keadaan klinik yang penting. Tes
untuk HBV (Hepatitis B Virus), penyaringan untuk Non-A dan Non-B juga bisa mengurangi
risiko terkena transmisi penyakit tersebut.
e. Lain-lain penyakit yang terlibat pada terapi transfusi misalnya malaria, sifilis, virus CMG dan
virus Epstein-Barr parasit serta bakteri.
f. AIDS.4
3. Penularan Penyakit
Kontaminasi bakteri dari komponen darah merupakan penyebab yang jarang tetapi berat
dan kadang-kadang fatal reaksi transfusi. Dapat terjadi hipertensi atau hypotensi dengan onset
yang akut, kaku dan kolaps dengan cepat terjadi setelah transfusi diberikan. SHOT
mengkomfirmasikan, Di Inggris ditemukan 3 kasus kontaminasi bakteri pada produk darah
sepanjang tahun 2006-2007. Trombosit lebih cenderung dikaitkan dengan kontaminasi bakteri
daripada sel darah merah karena trombosit disimpan pada suhu yang lebih tinggi. 6
13
Berbagai mikroorganisme dapat ditularkan melalui transfusi; yang terutama adalah 1)
hepatitis (B+C), 2) sifilis, 3) malaria, 4) virus seperti CMV, EDV sampai dengan HIV. Penularan
virus HIV melalui transfusi telah banyak dilaporkan antara lain oleh Allani (1987), Alter (1987)
dan Allen (1987). Risiko tertular oleh HIV akibat transfusi dengan darah donor yang
mengandung HIV amat besar yaitu lebih dari 90%; artinya bila seseorang mendapat transfusi
darah yang terkontaminasi HIV, maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan akan
menderita infeksi HIV sesudah itu. Pada mulanya prevalensi transmisi melalui transfusi darah
cukup tinggi di Amerika Serikat dan di Eropa Barat, karena itu penyaringan terhadap HIV
merupakan tindakan rutin di belahan dunia tersebut. Di Indonesia penyaringan terhadap HIV
sebagai prasyarat transfusi belum dapat dilaksanakan mengingat terbatasnya dana yang tersedia.
Pemberian transfusi darah maupun komponen-komponennya atas indikasi yang tepat merupakan
salah satu cara untuk mengurangi kemungkinan penularan HIV melalui transfusi.1
Transfusi terkait penyakit menular disebabkan oleh adanya mikroorganisme dalam darah
yang disumbangkan adalah sebagai berikut:
o Hepatitis B
o Hepatitis C
o HIV-1
o HIV-2
o Cytomegalovirus (CMV)
o West Nile virus
Penyakit lain jarang dilaporkan hasil dari transfusi adalah sebagai berikut:
o Syphilis
o Lyme disease
o Malaria
o Toxoplasmosis
o Chagas disease
o Jakob-Creutzfeldt disease
o Filariasis
Donor darah secara rutin diskrining untuk hepatitis B, hepatitis C, HIV-1, HIV-2, HTLV-
1, HTLV-2, sifilis, dan virus West Nile. Beberapa, tetapi tidak semua donor, disaring
14
untuk sitomegalovirus (CMV). Meskipun telah dilakukan penyaringan,beberapa risiko
penularan masih terjadi, karena donor mungkin menularkannya tetapi belum berkembang
respon imunologinya dan terdeteksi pada saat sumbangan. Penularan HIV dapat terjadi
dengan hanya satu unit transfusi, meskipun ada resiko yang lebih besar dengan beberapa
unit transfusi.8
Komplikasi Lanjut Transfusi Darah
1. Dilutional Coagulopathy
Darah simpan yang diberikan secara masif sering kekurangan faktor V dan VIII. Mutu
atau derajat faktor V pada darah simpan sampai 21 hari sekitar 30% atau lebih, sedangkan derajat
yang dibutuhkan untuk hemostasis antara 15-50%. Derajat faktor VIII pada darah simpan 21 hari
berkisar antara 15-50%. Jadi terdapat sedikit dasar kebenarannya untuk menyamakan
penggunaan FFP pada transfusi masif. Kenyataannya darah simpan kurang dari 10 hari masih
bisa memberikan faktor koagulasi yang cukup pada penderita. Satu yang harus diingat ialah
bahwa penggunaan FFP yang berlebihan menambah transmisi penyakit pada penderita, misalnya
hepatitis dan AIDS.4
Kecenderungan terjadinya perdarahan biasanya sesudah penderita mendapat transfusi
banyak dan cepat dengan menggunakan campuran ACD. Ini terjadi bila kita memberikan darah
20-30 unit, dan untuk penderita debil dan anak kecil lebih berkurang lagi. Manifestasi kliniknya
yaitu terdapatnya “oozing” pada daerah operasi, perdarahan pada gusi, “petechiae” dan
“echymosis”. Untuk mengatasi ini biasanya penderita mendapat darah ACD lagi. Selama
pemberian darah masif tetap dengan bahan-bahan yang kekurangan faktor-faktor pembeku, maka
selama itu pula perdarahan akan timbul, dan demikian selanjutnya hingga merupakan lingkaran
setan. Etiologi kecenderungan perdarahan ini kemungkinan adalah terjadinya “dilutional
thrombocytopenia”, kekurangan faktor-faktor labil, dan DIC.4
Tujuan terapi disini ialah untuk mempertahankan faktor-faktor V dan VIII mendekati
30%, sebab 20% faktor V dan 30% faktor VIII diperlukan untuk hemostasis penderita yang
dioperasi. Untuk mempertahankan faktor V dan VIII pada derajat 30% maka kepada penderita
diberikan 2-3 unit FFP (Fresh Frozen Plasma) untuk tiap 10 unit “packed cells” dan transfusi
“plasma protein fracyion”. Setiap pemberian 5 unit darah perlu diperiksa jumlah
15
platelet .Trombositopenia. Pada penderita yang mendapat transfusi darah 10 unit atau lebih
sering terjadi trombositopenia dan penderita perlu mendapat platelet.4
a. Perdarahan selama operasi sering terjadi pada penderita dengan kadar platelet kurang
dari 100.000/ cumm (4,6,8). Untuk mempertahankan jumlah platelet antara 50.000-
100.000/cumm, maka penderita diberikan platelet konsentrat sebanyak 6-8 unit tiap
pemberian 20 unit darah, kalau tidak bisa, penderita dapat diberi darah segar yang
umurnya kurang dari 6 jam.4
b. Tiap unit platelet konsentrat menambah jumlah platelet sebanyak 10-12 ribu/cumm
pada penderita muda dengan berat badan 70 kg.
c. Darah segar dapat mempertahankan kadar platelet pasca operasi di atas 90 ribu/cumm.
Perdarahan yang hebat akibat trombositopenia pada transfusi masif mulai terjadi sesudah
transfusi 10 unit darah atau lebih. Jadi tidak rasional bila kita memberi darah lama pada penderita
yang mendapat transfusi sebanyak 10-15 unit.4
2. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
DIC sukar diidentifikasi pada penderita yang mendapat transfusi masif. DIC merupakan
kombinasi antara perdarahan dan trombosis, suatu hal dua kejadian yang bertentangan. Untuk
membantu keadaan yang bertentangan ini, kecenderungan perdarahan diterapi dengan
antikoagulan, yaitu heparin. Pada jaringan hipoksia yang asidotik dengan bendungan aliran
darah, baik langsung ataupun lewat pelepasan beberapa toksin akan terjadi pelepasan
tromboplastin jaringan. Picu ini akan mempengaruhi proses koagulasi, menghasilkan faktor I, II,
VII, VIII dan platelet.4
Seandainya trombus dan fibrin mengendap pada mikrosirkulasi organ-organ vital, maka
akan terganggu aliran darahnya. Sesudah terjadi aktivasi sistem koagulasi yang tidak normal
maka trombus dan fibrin akan mengendap pada mikrosirkulasi. Untuk mengatasikeadaan
hiperkoagulasi, maka sistem fibrinolitik diaktifkan sehingga melarutkan fibrin yang berlebihan.
Keadaan ini disebut fibrinolisis sekunder. Fibrinolisis primer dapat juga terjadi pada waktu
transfusi masif dengan tujuan untuk mengaktifkan sistem fibrinolitik tanpa terjadi DIC. Pada
fibrinolisis primer sejumlah besar plasmin atau aktivator fibrinolitik dilepaskan, yang
16
menyebabkan larutnya penjendalan dan fibrin. Diagnosis didasarkan atas analisis laboratorium
terhadap faktor koagulasi, platelet, dan hasil fibrinolisis.4
Tujuan utama terapi ialah untuk :
Menghilangkan penyebabnya
Mempertahankan volume normal
Mengganti faktor-faktor pembekuan yang cukup, dengan demikian penderita dapat
melanjutkan proses koagulasi.
Jangan memberikan terapi berlebih karena akan menyebabkan pembekuan yang meluas.4
Terapi berupa :
Fresh Frozen Plasma dan platelet concentrate
Heparin : Penggunaannya pada DIC masih kontroversial tetapi dapat mencegah
terjadinya mikrotrombi.
EACA : Penggunaannya sangat jarang, terutama pada fibrinolisis primer.4
3. Intoksikasi Sitrat
Sitrat mengikat kalsium dengan akibat terjadinya hipokalsemi, dan hipokalsemi ini jarang
terjadi. Pemberian kalsium sebaiknya dibatasi sampai didapatkan bukti adanya depresi miokard
dan pada EKG terdapat tanda-tanda hipokalsemi, yaitu terjadinya pemanjangan interval QT.
Konsentrasi ionisasi kalsium serum akan tetap normal bilamana kecepatan infus tidak lebih dari
30 ml/kg BB/jam. Hipokalsemi dapat terjadi pada penderita dengan penyakit hati berat atau
syok, karena kemampuan memetabolisme natrium sitrat berkurang.4
4. Keadaan Asam Basa
Bila larutan ACD diberikan pada darah, maka pH-nya akan menurun sampai 7.0, hal ini
disebabkan terutama karena keasaman larutan ACD. pH darah akan terus turun sampai kira-kira
6.5 sesudah sampai 21 hari disimpan, karena adanya glikolisis yang terus menerus dan
pembentukan asam laktat dan peruvat oleh metabolisme sel. Lagi pula karena botol atau kantong
17
plastik darah tidak memungkinkan terjadinya mekanisme pelepasan CO2, maka PaCO akan naik
dari 150 sampai 210 torr.4
Howland dan Schweizer menganjurkan untuk tiap 5 unit darah ACD yang ditransfusikan
perlu diberikan 44.6 mEq natrium bikarbonat. Keasaman darah ACD hanya mempengaruhi
penderita yang dalam keadaan syok atau penderita dengan respirasi tidak normal, atau adanya
kompensasi dari ginjal. Miler berkesimpulan bahwa pemberian natrium bikarbonat secara
empirik tidak perlu dan bukan merupakan indikasi, sehingga tidak logis bila pemberian natrium
bikarbonat digunakan sebagai profilaksi untuk penderita yang tidak dapat kita perkirakan
keasamannya. Tiap pemberian natrium bikarbonat harus didasarkan atas hasil analisis gas darah
dan ini bisa dikerjakan setiap pemberian darah 5 unit. Asidosis terjadi sebagai akibat hipoksia sel
darah merah selama penyimpanan. Sesudah transfusi ion hidrogen dikembalikan ke sel darah
merah atau sebagai buffer oleh plasma resipien.4
5. Hiperkalemi
Darah dari bank darah berisi ion K antara 17-24 mEq/L pada penyimpanan 21-33 hari.
Hiperkalemia merupakan problem yang jarang terjadi. Pada darah simpan akan terjadi
pengurangan isi kalium pada eritrosit dan kenaikkan dalam plasma.4
6. Hipotermi
Transfusi masif yang menggunakan darah dingin dapat meningkatkan pelepasan energi
untuk menaikkan temperatur tubuh, menaikkan pemakaian O2, afinitas hemoglobin dan O2,
kebocoran ion K dari sel darah merah dan kerusakan metabolisme sitrat. Umumnya telah
diketahui bahwa pemberian beberapa unit darah dingin akan menurunkan temperatur resipien.
Dengan cara memanaskan darah dari bank darah sesuai dengan panas tubuh sebelum diberikan
pada penderita, maka secara bermakna akan mengurangi angka kejadian aritmi dan “cardiac
arrest” selama transfusi masif. Walaupun Bayan menekan bahwa pemanasan darah hanya untuk
transfusi masif, banyak yang percaya bahwa “whole blood” yang diberikan beberapa unit juga
perlu dipanaskan bila diberikan selama operasi.4
Suatu penurunan temperatur pada esofagus sebanyak 0.5 –1 C dapat mengakibatkan
penderita menggigil sesudah operasi, sehingga menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen
dan “cardiac out put”. Pemberian darah hangat sesuai dengan panas tubuh juga dapat
18
menghindari menurunnya kecepatan metabolisme sitrat sehingga dapat mengurangi intoksikasi
sitrat .Transfusi dengan darah dingin sebanyak 5 unit dalam waktu 30 menit akan dapat
menurunkan temperatur 4 C. pada 33 C, hipotermi dapat menyebabkan asidosis metabolik dan
depressi “cardiac out put”. Perubahan posisi tubuh atau respirasi dapat menyebabkan “cardiac
arrest”. Darah harus dihangatkan terlebih dahulu sebelum diberikan pada penderita dengan
kecepatan tinggi dan dalam jumlah besar.4
7. Post Transfusion Hepatitis (PTH)
Penemuan yang penting yaitu adanya Australian Antigen (HAA) dan hubungannya yang
positif dengan hepatitis serum merupakan harapan baru untuk mengurangi PTH. Kebanyakan
darah yang diberikan adalah darah yang dibeli dari setiap orang sehingga penularan hepatitis bisa
saja terjadi. Semua Palang Merah perlu mengetes dan meniadakan donor positifnya HAA. Virus
cytomegalo dapat menular lewat transfusi darah dan merupakan salah satu bagian yang
bertanggung jawab untuk terjadinya PTH. Bila bukti-bukti tampak meyakinkan, dimana dapat
dideteksi bahwa darah mengandung virus tersebut, maka transfusi dengan darah tersebut harus
dihindari. Cara lain untuk mengatasi PTH ialah dengan memberikan modifikasi gamma globulin
intravena sebelum pemberian darah.4
Jenis Reaksi Gejala Klinis Sebab Frekuensi PencegahanReaksi Hemolytic Akut Demam, menggigil,rasa panas di
sepanjang pembuluh darah di mana darah sedang ditransfusikan, nyeri di daerah pinggang, nyeri di dada, takikardi, hipotensi, hemoglobinemia, hemoglobinuria dan hiperbilirubinemia.
Rasa tidak nyaman sering dilaporkan oleh pasien sebagai tanda awal reaksi ini.
Pada pasien yang sedang dianastesi atau pasien tidak sadar : terjadi perdarahan yang tidak terkendali oleh karena disseminated intravascular coagulation mungkin satu-satunya tanda suatu reaksi transfusi hemolitik
Kesalahan manusia seperti kesalahan labeling pada spesimen pre transfusion, sedangkan transfusi darah diberi label dengan benar untuk orang yang salah, atau kesalahan administrasi yang terjadi di dalam Bank Darah
Sel darah merah yang ditransfusikan bereaksi dengan antibodi penerima
Kemungkinan besar terjadi ketika pasien dengan golongan darah O keliru ditransfusikan dengan golongan darah A, B, atau darah AB.
Pasien yang menerima darah golongan ABO-yang tidak sesuai dengan tranplantasi sumsum tulang beresiko
Jarang Melakukan identifikasi dengan tepat sampel darah sebelum melakukan transfusi
19
terjadi reaksi hemolitik akut Reaksi Hemolitik fase Lambat
Beritahu Bank Darah pada saat reaksi muncul, untuk memungkinkan dilakukan pemeriksaan dengan cepat.
Tanda yang paling umum adalah tanda-tanda penurunan hematokrit (karena kerusakan ekstravaskuler dari sel darah merah yang ditransfusikan) dan positif pada pemeriksaan direct antiglobulin (Coombs) test (DAT)
Reaksi hemolitik fase lambat umumnya terjadi sekitar 4-8 hari setelah transfusi darah, tetapi juga dapat terjadi sampai satu bulan kemudian. Ditemukan juga hemoglobinuria dan sedikit peningkatan kadar bilirubin serum. Dapat menimbulkan demam dan leukositosis yang diduga berasal dari infeksi yang tersembunyi
Banyak reaksi hemolitik tipe ini akan terdeteksi lebih lambat karena kerusakan sel darah merah terjadi secara perlahan
Reaksi hemolitik tipe lambat terjadi pada pasien yang telah mengembangkan antibodi dari transfusi sebelumnya atau kehamilan, tetapi pada saat pengujian pretransfusion, antibodi tersebut terlalu lemah untuk dideteksi dengan prosedur standar. Berikutnya transfusi dengan sel darah merah memiliki hasil antigen yang sesuai dalam pemeriksaan respon antibodi hemolisis sel darah merah ditransfusikan.
Jarang
Demam Demam atau menggigil yakni Kenaikan suhu 1,8 F atau 1,0 C dari suhu tubuh normal
Sitokin dan antibody yakni antigen leukosit yang bereaksi dengan leukosit atau fragmen leukosit
1 dari 8 transfusi
Alergi - urtikaria Reaksi alergi dapat berhubungan dengan edema laring dan bronkospasme.
Jika ditemukan tanda lain, seperti demam, dapat di duga sebagai reaksi hemolitik
Reaksi ini disebabkan oleh protein plasma asing
1% dari penerima
Alergi - Anafilaksis Reaksi anafilaksis melibatkan sistim respiratory dengan gejala yang lebih menonjol yakni dispnea atau stridor daripada reaksi alergi yang khas lainya.
Reaksi nyata ketidakstabilan kardiovaskular yang meliputi hipotensi, takikardia, kehilangan kesadaran, aritmia jantung, shock dan henti jantung.
Mungkin karena anti-IgA Langka
TRALI Onset mendadak non cardiogenic parah dengan tanda edema paru yang memerlukan ventilasi dibantu dengan FIO2 tinggi .
TRALI dikaitkan dengan adanya antibodi dalam plasma donor yang reaktif terhadap antigen leukosit penerima atau dengan produksi atau mediator inflamasi selama penyimpanan komponen darah seluler
TRALI jarang ditemukan
Sebagian besar kasus TRALI terjadi dalam waktu 72 jam meskipun kematian dapat terjadi dalam sekitar 10 persen dari kasus.
Volume Overload Transfusi-terkait volume overload
Volume infuse dengan tetesan yang lebih lambat
Kontaminasi bakteri Hipotensi, shock, demam dan menggigil, mual dan muntah, dan gangguan pernapasan. Diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan
Kontaminasi bakteri terjadi ketika sejumlah kecil bakteri masuk ke dalam komponen darah selama pengumpulan
Jarang dijumpai tetapi sulit dideteksi sebelum
20
kultur darah dari kedua komponen darah dan recipient
atau pengolahan. Selama penyimpanan, bakteri dapat berkembang biak, mengakibatkan sejumlah besar organisme, dan endotoksin, di tularkan pada transfusi
transfusi darah terkontaminasi dengan bakteri, terutama jika pasien memiliki infeksi aktif pada saat mendonorkan darah.
Hipotensi Penurunan sedikitnya 10 mm Hg tekanan darah diastolik atau sistolik dan tidak ada tanda-tanda atau gejala reaksi transfusi lain
Jika tekanan darah pretransfusion pasien meningkat, dan tekanan arteri tidak turun dibawah tekanan darah biasa, seharusnya tidak dianggap sebagai reaksi hipotensi,. Permulaan hipotensi adalah selama transfusi dan kembali normal dengan penghentian transfusi.
Jika hipotensi terus berlanjut setelah 30 menit menghentikan transfusi, diagnosis lain harus dipertimbangkan.
Beberapa reaksi telah dikaitkan dengan obat angiotensin converting enzyme (ACE inhibitor) atau penggunaan filter reduksi leukosit.
Reaksi hipotensi telah dikaitkan dengan sel darah merah dan transfusi trombosit.
Graft-vs-Host Disease GVHD
Ruam, demam, diare, sitopenia dan disfungsi hati 3-4 minggu setelah transfusi
Limfosit T dalam komponen darah ditransfusikan, tumbuh dan bereaksi terhadap jaringan penerima dan penerima tidak dapat menolak donor limfosit karena kerusakan kekebalan, imunosupresi berat, atau berbagi antigen HLA
Berhubungan dengan transplantasi sumsum tulang. Transfusi terkait GVHD membawa prognosis yang buruk.
Langka Iradiasi komponen selular
Bank Darah harus tahu tentang status daya tahan atau diagnosis pasien sehingga komponen selular dimaksudkan untuk transfusi pasien immunocompromised dan komponen darah yang diberikan pada pendonor akan diradiasi.
Iradiasi sel darah merah yang mengandung komponen menurunkan kelangsungan hidup sel darah merah dan meningkatkan komponen kalium.
Tidak ada efek yang jelas terhadap kelangsungan hidup platelet.
Fresh Frozen Plasma (FFP) dan cryoprecipitated AHG
21
(cryo) tidak perlu di iradiasi karena komponen ini tidak mengandung limfosit yang menyebabkan GVHD.
Non-immune Hemolysis Hemoglobinemia dan hemoglobinuria, penurunan hemodinamik paru-paru dan ginjal mungkin terjadi. aritmia jantung karena hiperkalemia dapat terjadi, terutama pada pasien dengan gagal ginjal.
Lisis sel darah merah dapat terjadi karena penyimpanan yang tidak tepat, penanganan, atau kondisi transfusi.
Kesalahan penanganan atau penyimpanan komponen darah
Kantong darah bersama-sama dengan selang infuse dan cairan intravena harus disimpan untuk penyelidikan lebih lanjut.
Langka
Post-transfusion purpura (PTP)
Trombositopenia yang berat, purpura, atau perdarahan
Reaksi demam telah dilaporkan secara retrospektif akibat transfusi
Trombositopenia biasanya 7 - 48 hari setelah transfusi
Pasien membuat sebuah alloantibody sebagai respon terhadap antigen platelet dalam darah yang ditransfusikan itu untuk jangka waktu tertentu akibat kehancuran antigen nagatif platelet
Langka Transfusi trombosit sangat jarang menimbulkan PTP namun, pertukaran plasma terapeutik mungkin bermanfaat Sejak trombosit autologous tidak bertahan dalam sirkulasi, tidak ada harapan bahwa transfusi trombosit terlepas dari antigen yang cocok akan lebih baik.
Transfusi pengganti trombosit untuk pasien dengan perdarahan aktif.7
Jenis reaksi DiagnosisReaksi Hemolitik Akut
Inspeksi visual pada plasma yang disentrifugasi – terjadi perubahan warna pink-merah (haemoglobinaemia) pada hemolisis intravaskular.
Inspeksi visual pada pemeriksaan urin yang disentrifugasi- terjadi perubahan warna merah karena haemoglobinuria.
Ketidaksesuaian pada sampel menunjukkan bahwa transfusi sampel tidak cocok dan darah sudah tercampur.
22
Direct (Coombs) test (DAT) - ABO terkait reaksi transfusi akut biasanya menyebabkan tes DAT positif.
Bukti kerusakan RBC misalnya Hb meningkat, kenaikan LDH, kenaikan bilirubin.
Dapat ditemukan DIC.
Reaksi Non Hemolitik (Demam)
Inspeksi visual plasma penerima dan urin normal. Sampel darah sesuai dan uji DAT negatif.
Alergi dan reaksi anafilaksis
Jarang menyebabkan peningkatan jumlah eosinofil dalam sel darah putih. Harus menunjukkan anti-IgA dalam sampel serum pre transfusion penerima
atau plasma untuk menegakkan diagnosis. Mast cell tryptase dapat berguna untuk membedakan reaksi anafilaksis dari
reaksi alergi.
TRALI Pemeriksaan Gas darah - Hypoxemia Pada foto thorax – Dijumpai infiltrat paru bilateral FBC sering menunjukkan leukopenia dan eosinofilia Periksa HLA dan antibodi HNA donor
GVHD Pansitopenia Abnormal LFTs Diare Berat
Transfusi ditularkan infeksi bakteri
Blood cultures positive and congruent for both donor and recipient blood. Darah positif dan kongruen untuk kedua donor dan penerima darah budaya.
Penatalaksanaan
Peningkatan suhu > 1,5 o C dari suhu tubuh normal atau dijumpai urtikaria, maka harus
dilakukan pemeriksaan ulang darah yang sedang ditransfusikan, berikan parasetamol dan anti-
histamin, dan transfusi dengan tetesan yang lebih lambat dan amati kondisi pasien lebih sering.
Sementara demam atau kaku yang tidak biasa sebagai respons terhadap transfusi mungkin
merupakan suatu reaksi demam non-hemolitik, dapat juga merupakan tanda pertama dari reaksi
transfusi.5
Dimana reaksi ini lebih berat:
o Hentikan transfusi dan memanggil dokter untuk segera meninjau pasien.
23
o Pemeriksaan Tanda-tanda vital (Temp, BP, denyut nadi, laju pernafasan, atau gas
darah) dan status pernafasan (dispnea, takipnea, bersin dan sianosis) harus
diperiksa dan dicatat.
o Periksa identitas pasien dan recheck pada lebel kantong darah.5
Manajemen awal dimana dicurigai terjadinya Ketidakcocokan ABO adalah :
o Hentikan Transfusi.
o Berikan oksigen dan cairan.
o Monitor urine output, dengan kateterisasi. Dan pertahankan urin output lebih dari
100 ml / jam, dan bila urin tidak cukup dapat diberikan obat obat diuretic.
o Pertimbangkan pemberian inotropik jika terjadi hipotensi.5
Jika diduga terjadi Reaksi Hemolitik atau Infeksi Bakteri :
o Kirim darah untuk dilakukan pemeriksaan hematologi dan mikrobiologi
o Manajemen secara umum sama seperti manajemen ketidakcocokan ABO
o Mulai dengan antibiotik spektrum luas jika terjadi infeksi bakteri. Jika diagnostic
tidak tersedia dapat dilakukan protokol penatalaksanaan sepsis.
o Lakukan perawatan intensif pada tahap awal.5
Jika diduga terjadi Reaksi anafilaksis atau Reaksi alergi :
o Berikan oksigen dan berikan Nebulizer salbutamol dengan sungkup.
o Berikan chlorpheniramine 10-20 mg secara injeksi IV lambat.
o Jika terjadi hipotensi, berikan adrenalin 0.5-1 mg IM dan ulangi setiap 10 menit
sampai terjadi perbaikan.
o Hubungi dokter anestesi jika kesulitan menjaga jalan napas.5
Jika diduga terjadi TRALI:
o Segera Mencari bantuan ahli.
o Berikan oksigen konsentrasi tinggi, cairan IV dan inotropik (seperti untuk
sindrom gangguan pernapasan akut).
o Monitor gas darah, foto thorax serial dan CVP / tekanan kapiler paru.
o Ventilasi mungkin sangat diperlukan – dan mungkin harus dirawat di ICU.5
Jika diduga terjadi overload cairan :
o Berikan furosemid IV dan oksigen konsentrasi tinggi.
24
Dalam reaksi transfusi hemolitik, pengobatan farmakologi ditujukan untuk meningkatkan
aliran darah ginjal dan melancarkan output urin. Pada anafilaksis, tujuan terapi adalah untuk
mempertahankan stabilitas hemodinamik dan mengobati proses yang mendasari.8
1. DiuretikAgen ini digunakan untuk meningkatkan aliran darah ginjal dan melestarikan output urin
dalam reaksi transfusi hemolitik. juga dapat digunakan dalam volume overload terkait transfusi.8
Furosemide (Lasix)
Meningkatkan ekskresi air dengan mengganggu pengikatan sistem transport klorida,
yang menghambat reabsorpsi sodium dan klorida di ascending loop henle dan tubulus distal
ginjal. Dosis tergantung pada respon individu, sebesar 20-40 mg, tidak lebih cepat dari 6 - 8 jam
setelah dosis sebelumnya, sampai diuresis diinginkan terjadi.8
Dewasa 20-40 mg/d IV/IM 20-40 mg / d IV / IM
Pediatric
Bayi : Titrasi dengan 1 mg / kg / dosis IV bertahap sampai mencapai efek yang
memuaskan
Anak-anak : 1-2 mg / kg / dosis PO / IV / IM, tidak melebihi 6 mg / kg
2. Vasopresor
Agen ini digunakan untuk meningkatkan aliran darah ginjal dan meningkatkan urin
output dalam reaksi transfusi hemolitik. Pada reaksi alergi yang parah, epinefrin digunakan untuk
sifat inotropik dan kemampuan untuk mempertahankan perfusi organ vital.8
Dopamin (Intropin)
Merangsang kedua reseptor adrenergik dan dopaminergik. Efek hemodinamik tergantung
pada dosis obat. Dosis rendah merangsang reseptor dopaminergik terutama menyebabkan
vasodilatasi ginjal dan mesenterika. Stimulasi jantung dan vasodilatasi ginjal dikarenakan dosis
yang lebih tinggi.
25
Dewasa
1-5 mcg / kg / min IV; setelah memulai terapi, dosis dapat ditingkatkan dengan 1-4 mcg /
kg / min IV 10-30 menit sampai respon yang memuaskan dicapai; dosis pemeliharaan <
20 mcg / kg / menit biasanya memuaskan bagi 50% pasien yang diobati
Pediatric
Sama seperti pada orang dewasa
3. Antihistamin
Digunakan untuk mengobati reaksi alergi ringan dan anafilaksis. Diphenhydramine dapat
digunakan untuk profilaksis pasien dengan riwayat reaksi alergi ringan.
Diphenhydramine (Benadryl, Benylin, Bydramine)
Digunakan untuk mengurangi gejala-gejala gejala alergi yang disebabkan oleh histamin
dilepaskan dalam menanggapi alergen.
Dewasa
25-50 mg PO 6-8 jam, tidak melebihi 400 mg / hari
10-50 mg IV/IM 6-8 jam, tidak melebihi 400 mg / hari
Pediatric
12,5-25 mg PO atau 5 mg / kg / hari PO atau 150 mg / m 2 / hari PO dibagi 3 – 4 dosis ;
tidak melebihi 300 mg / hari
5 mg / kg / hari atau 150 mg / m 2 / hari IV / IM dibagi 4 dosis ; tidak melebihi 300 mg /
hari.8
4. Korticosteroids
Agen ini memiliki keterbatasan manfaat dalam pengobatan akut dengan cepat memburuk
pada pasien anafilaksis. Namun, mereka mungkin bermanfaat bagi pasien dengan bronkospasme
persisten atau hipotensi. Onset kerja sekitar 4-6 jam setelah pemberian nya.
Methylprednisolone (Solu-Medrol)
Mengurangi inflamasi dengan menekan migrasi leukosit polymorphonuclear dan
membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler. Berguna dalam perawatan reaksi inflamasi dan
alergi. Dengan membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler dan menekan aktivitas PMN,
dapat menurunkan peradangan.
26
Dewasa
125-250 mg IV dosis loading; diikuti dengan 0.5-1 mg / kg / dosis per 6 jam hingga 5
hari
Pediatric
2 mg / kg IV awalnya; diikuti dengan 0.5-1 mg / kg / dosis per 6 jam hingga 5 hari.8
Pengobatan Reaksi Transfusi
Jenis Reaksi Pengobatan - Dewasa Pediatric Tindak lanjutAcute Hemolytic Reactions
Terapi Diuretik : Awalnya, berikan 40-80 mg Furosemide (Lasix) intravena. Dosis ini dapat diulang sekali. Kurangnya respon terhadap furosemid dalam 2-3 jam menunjukkan adanya gagal ginjal akut.
Pediatric dose : 1-2 mg/kg/dose. Dapat ulangi sekali dengan dosis 2-4 mg / kg.
Tatalaksana shock dan DIC jika ini terjadi
Cairan Loading : Pasien harus diberikan cairan untuk mempertahankan output urin minimal 100 / jam mL sampai urin bebas dari hemoglobin.
Infus dosis loading natrium klorida 0,9% atau dekstrosa 5% dalam natrium klorida 0,45%. Mempertahankan output urine dengan pemberian cairan intravena pada 100 / jam mL sampai urin bebas dari hemoglobin. Jika urin output pasien tidak meningkat, dengan hidrasi ini harus diresapi dengan hati-hati.
Pasien anak yang harus menerima volume loading lebih kecil sesuai luas permukaan tubuh mereka.
Delayed Hemolytic Transfusion Reactions
Pengobatan khusus umumnya tidak diperlukan Tambahan transfusi darah yang tidak memiliki antigen yang bereaksi dengan antibody mungkin diperlukan untuk mengkompensasi sel yang telah ditransfusikan
Allergic Transfusion Reactions
Antihistamin (misalnya,Benadryl).. Berikan 50-100 mg oral atau intravena. Jika urtikaria berkembang perlahan-lahan, antihistamin dapat diberikan secara oral.
Pediatric dosis: 1-2 mg / kg intramuskular atau intravena untuk 25-50 mg per dosis rata-rata.
Penggunaan rutin Benadryl sebagai premedikasi untuk semua transfusi, terlepas dari adanya riwayat reaksi alergi, tidak disarankan.
Aminofilin untuk wheezing, dengan dosis 125-250 mg secara intravena perlahan-lahan selama jangka waktu sekitar lima menit
Pediatric Dosis: 3 mg / kg / dosis di drip intravena selama 20 menit.
Epinefrin untuk kasus berat, reaksi akut termasuk edema laring atau bronkospasme Berikan 0,1 - 0,5 mg (0,1-0,5 mL larutan 1:1000) secara subkutan. Dosis dapat diulang pada interval 10 – 15 menit selama 24 jam.
Pediatric Dosis: 0,03 ml/M2 (0,03 mg/m2 larutan 1:1000) yang diberikan secara subkutan. Dosis tunggal pediatrik harus tidak melebihi 0.3 mg.
Febrile Transfusion Reactions
Premedikasi Pada pasien dapat diberikan acetaminophen atau agen antipiretik lainnya ketika
Aspirin akan mempengaruhi
27
reaksi sebelumnya telah muncul. Pediatric dosis : 10 mg / kg sampai maksimal 600 mg.
fungsi platelet pasien. Sehingga agen anti piretik non aspirin lebih disukai.
Severe shaking chills (Kaku) dapat dikendalikan dengan efek penenang dari Benadryl atau Demerol (25-50 mg diberikan intramuskular atau intravena
Catatan: Demerol dapat menyebabkan pernapasan akut. Sebuah antagonis opiat (Narcan) harus segera tersedia.
Sepsis Due to Bacterial Contamination of Donor Blood
Pengobatan syok septik meliputi : Segera akhiri transfusi, dan berikan bantuan napas, cairan dan bantuan kardiovasculer, kultur darah pasien, dan pemberian antibiotik spektrum luas termasuk cakupan anti-pseudomonas jika komponen darah yang terlibat adalah Red Blood Cells.7
Pencegahan
a. Mengurangi Kesalahan Transfusi
Mengenal protokol transfusi darah di rumah sakit.
Pelatihan untuk semua staf yang terlibat dalam administrasi darah / pengambilan sampel
untuk pencocokan silang.
Pemahaman tentang transfusi harus menjadi komponen inti dari semua dokter dalam
kurikulum pelatihan itu.
Peningkatan teknologi informasi - menggunakan barcode unik pada gelang pasien /
sampel darah dan darah disiapkan.5
b. Mengurangi Transfusi Yang Tidak Perlu
Risiko terkait transfusi dengan penggunaan darah alogenik bisa dihilangkan dengan
menggunakan darah autologous (di mana pasien mengumpulkan dan menyimpan darah
mereka sendiri untuk digunakan dalam operasi direncanakan). Namun ini juga tidak
bebas dari resiko
Demikian pula, 'diarahkan sumbangan' (dari keluarga atau teman-teman) tidak disarankan
karena tidak ada bukti bahwa tindakan ini lebih aman baik dari risiko infeksi. Bahkan
28
ada insiden yang lebih tinggi komplikasi seperti GVHD transfusi terkait pada individu
terkait.
Memastikan bahwa produk darah hanya digunakan ketika dinilai lebih banyak
manfaatnya dari pada efek samping transfusi.
Kebutuhan transfusi dapat dikurangi dengan merangsang produksi sel darah merah
dengan eritropoietin , mengurangi perdarahan bedah dengan obat-obatan seperti aprotinin
atau teknik bedah seperti pembedahan hipotensi, penggunaan senjata fibrin dan sealant.
Mengubah prosedur seperti memeriksa dan memperbaiki anemia sebelum operasi elektif,
menghentikan anti-koagulan dan obat antiplatelet sebelum operasi, meminimalkan
jumlah darah diambil untuk sampel laboratorium dan menggunakan protokol sederhana
untuk panduan ketika hemoglobin harus diperiksa dan ketika sel-sel merah harus
ditransfusikan.
Menerima transfusi dalam jumlah yang lebih kecil untuk hanya membawa kadar
hemoglobin di atas tingkat batas.5
c. Pengolahan produk darah sebelum transfusi
Sumbangan darah biasanya diberikan setelah dilakukan pemrosesan setelah dikumpulkan,
untuk membuatnya cocok agar bisa digunakan pada pasien populasi tertentu :
Komponen Pemisahan : Sel darah merah, plasma dan trombosit dipisahkan ke dalam
wadah yang berbeda dan disimpan dalam kondisi yang sesuai sehingga penggunaannya dapat
disesuaikan untuk kebutuhan khusus pasien. Sel darah merah berfungsi sebagai transporter
oksigen, plasma digunakan sebagai suplemen faktor koagulasi, dan platelet yang ditransfusikan
ketika jumlah mereka sangat sedikit atau fungsi mereka sangat terganggu. Darah komponen
biasanya pisahkan oleh sentrifugasi.2
Leukoreduction, juga dikenal sebagai Leukodepletion adalah pemindahan sel darah
putih dari produk darah dengan filtrasi. Leukoreduced darah cenderung menyebabkan
alloimmunization (pengembangan antibodi terhadap golongan darah tertentu), dan jarang
menyebabkan reaksi transfusi seperti demam.2
o Transfusi pasien kronis
o Potensi penerima transplantasi
29
o Pasien dengan reaksi transfusi sebelumnya
o Pasien dengan defisiensi imunodefisiensi
o Pasien yang menerima transfusi darah dari keluarga dalam program-program donasi
langsung
o Pasien yang menerima kemoterapi dalam jumlah besar, menjalani transplantasi sel induk,
atau dengan AIDS (kontroversial).
Prognosis
Reaksi hemolitik akut (antibody) : Sebagian besar buruk dan fatal pada reaksi transfusi
sengaja dari golongan AB atau golongan A untuk golongan penerima O.
Reaksi hemolitik akut (non-antibodi) biasanya baik.
Reaksi non hemolytic biasanya tidak menyenangkan tetapi biasanya prognosis baik.
Reaksi alergi biasannya memiliki prognosis yang baik tetapi mengganggu resipien.
Reaksi anafilaksis berpotensi mengganggu, tapi jarang, dan biasanya berakibat fatal
TRALI: Beberapa kasus dengan prognosis yang buruk. Penatalaksanaan awal dan intensif
terhadap paru mengurangi risiko yang lebih buruk.
Overload : Hasilnya bervariasi pada keseluruhan pasien.
Kontaminasi bakteri / endotoksemia secara potensial fatal dan dapat disebabkan oleh
bakteri gram positif atau gram-negatif.Diagnosis dini, inisiasi antibiotik spektrum luas,
dan tindakan lain yang mendukung intensif dapat membalikkan hasil dari komplikasi
dinyatakan fatal karena transfusi.8
30
31
DAFTAR PUSTAKA
1. A.Harryanto Reksodiputro, Karma L. Tambunan, Aru W. Sudoyo.1994. Beberapa
Masalah mengenai Transfusi Darah. Sub bagian Hematologi - Onkologi Medik Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Rumah Sakit Dr Cipto
Mangunkusumo, Cermin Dunia Kedokteran No. 95, 1994 : Jakarta
2. Annonimous.2009.Blood Transfusion .Wikipedia the free encyclopedia. .
http://en.wikipedia.org/wiki/ Blood_ Transfusion
3. Annonimous.2007.Transfusi Darah. Palang Merah Indonesia. "http://mappers-
pmi.blogspot.com
4. Komplikasi Transfusi Darah dan Pengobatannya.2009.5. 3.Reaksi transfuse rahajeng tanjung puri6. UK
7. 7 efek samping transfuse8. E medicine
http://en.wikipedia.org/wiki/Blood_bank
http://www.scribd.com/doc/24127163/Transfusi-Darah-BAB-
http://medlinux.blogspot.com/2009/02/komplikasi-transfusi-darah-dan.html
32