Post on 26-Dec-2015
description
TRAUMATIK DENTAL PADA ANAK-ANAK DAN PERAWATAN ENDODONTIK
I. Pendahuluan
Traumatic Dental Injury (TDI) adalah trauma yang sering terjadi anak-anak
akibat benturan fisik keras yang mengenai gigi anak. Biasanya trauma tersebut akibat
jatuh saat bermain maupun saat olahraga. Trauma gigi yang sering terjadi pada gigi
incisivus maxillary, yang tidak hanyak merusak keadaan fisik anak tetapi juga dapat
merusak estetis dan psikologi anak. (Marchiori dkk., 2012).
Brazillian case-control study menemukan bahwa anak dengan gigi yang fraktur
dapat berpengaruh besar pada kualitas hidupnya anak. Konsekuensi anak yang
mengalami fraktur pada gigi nya adalah merasa malu saat tersenyum, tertawa dan
menunjukan giginya. Selain itu dapat berpengaruh pada kehidupan social dan kesulitan
menjaga emosionalnya (Bendo dkk., 2010)
Hasil penelitian Marchiori dkk (2012) menunjukan gigi incisivus sentral maksilla
adalah gigi yang tersering mengalami trauma bahkan sampai mengalami avulsi dengan
persentase pada gigi permanen 42% dan persentasi pada gigi desidui 62%, lalu di ikuti
oleh gigi incisivus lateral. Gigi incisivus sentral sering mengalami trauma dikarenakan
gigi tersebut pada beberapa anak mengalami protusi dan memiliki overjet incisal lebih
dari 3mm. Penelitian lainnya menunjukan bahwa trauma pada gigi anak 2,99 kali lebih
besar jika anak memiliki overjet lebih dari 6mm dan 2,02 kali lebih besar pada anak
openbite anterior.
Penyebab trauma dental anak meliputi banyak faktor. Menurut Ekaneyake,L dan
Parera, M (2008), faktor penyebab yang paling dominan terjadinya trauma dental pada
anak adalah terjatuh. Hal ini sering terjadi ketika anak mulai belajar berjalan, berlari saat
bermain dan berlari saat olahraga. Sekitar 89,4% anak mengalami trauma dental karena
terjatuh.
Perawatan pada gigi yang mengalami avulsi adalah replantasi. Replantasi hanya
dilakukan pada gigi permanen dan tidak dilakukan pada gigi desidui karena akan
1
mengganggu pertumbuhan gigi permanen yang belum erupsi. Selain itu, juga perawatan
endodontic juga merupakan perawatan untuk trauma dental anak, seperti
PSA,pulpektomi,pulpotopi dan pulpa kaping (Marchiori dkk., 2012)
II. Pembahasan
Klasifikasi Ellis dan Davey, hanya digunakan untuk fraktur di gigi anterior.
Kelas 1, untuk fraktur sederhana daari mahkota gigi dengan terbuka sedikit atau
tidaksama sekali bagian denton dari mahkota (hanya mengenai bagian enamel
Kelas II, fraktur yang terjadi pada mahkota gigi dengan terbukanya dentin yang luas,
tetapi belum mengenai pulpa (hanya mengenai bagian dentin)
Kelas III, fraktur mahkota gigi dengan terbukanya dentin yang luas sudah mengenai
pulpa (dentin dan pulpa terkena)
Kelas IV, trauma pada gigi mengakibatkan gigi menjadi non vital desertai dengan
ataupun tanpa disertai hiangnya struktur mahkota gigi
Kelas V, trauma pada gigi yang menybabkan hilangnya gigi, avulsi
Kelas VI, fraktur pada akar disertai dengan ataupun tanpa disertai hilangnya struktur
mahkota gigi
Kelas VII, trauma yang menyebabkan berpindahnya gigi (intrusi, ekstrusi, labial, palatal,
bukal, distal, mesial, rotasi) tanpa disertai oleh adanya fraktur mahkota atau akar gigi
Kelas VIII, trauma yang menyebabkan fraktur mahkota yang besar pada gigi (total
distruction) tetapi gigi tetap pada tempatnya dan akar gigi tidak mengalami perubahan
Kelas IX,semua kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi depan, definisi untuk
gigi sulung sama dengan untuk gigi tetap.
(Braham, 1980)
Macam-macam bentuk trauma dental
2
a. Infraction
Infraction adalah fraktur inkomplit dari enamel tanpa kehilangan struktur giginya.
Perawatan yang dilakukan adalah memeriksa struktur gigi dan vitalitas pulpa
(Olsburg, 2002)
b. Crown fracture-uncomplicated
Adalah fraktur enamel atau enamel-dentin tetapi tidak melibatkan
pupa.Pemeriksaan radiografi dibutuhkan untuk memeriksa kehilang struktur gigi pada
bagian enamel atau melibatkan dentin.Perawatan yang dilakukan adalah memeriksa
vitalitas pulpa dan merestorasi bagian gigi enamel-dentin untuk mencapai estetis dan
fungsi normal.
(Olsburg, 2002)
c. Crown fracture-complicated
Adalah fracture enamel-dentin yang melibatkan pulpa. Pemeriksaan radiografi
digunakan untuk mengukur keterlibatan pulpa. Perawatan yang dilakukan adalah
memriksa vitalitas pulpa dan merestorasi gigi gigi mencapai estestis dan fungsi
normal. Bila pada gigi desidui, perawatan endodontic yang dilakukan adalah
pulpotomy, pulpectomy atau pencabutan. Bila pada gigi permanen, perawatan
endodontic alternative adalah pulpa kaping direk, pulpotomi parsial/penuh, dan
pulpektomi.
(Olsburg, 2002)
d. Crown/root fracture
Adalah fraktur yang melibatkan enamel, dentin, cementum dengan atau tanpa
melibatkan pulpa. Pemeriksaan klinis biasanya menunjukan pergeseran koronal gigi
yang melekat pada gigi attached gingiva dengan atau tanpa melibatkan pulpa.
Pemeriksaan radiologis dibutuhkan untuk melihat gambaran radiolusen berupa garis
obique dari akar sampai koronal gigi pada gigi desidui. Perawatan yang dilakukan
3
pada gigi desidui adalah pecabutan jika gigi tidak dapat direstorasi. Bila pada gigi
permanen, perawatannya emergnacy adalah menstabilkan fragmen koronal gigi.
Perawatan definitif alternatif adalah melakukan restorasi supragingiva, gingivektomi,
dan osteotomi. Bila melibatkan pulpa, perawatannya adalah pulpa kaping, pulpotomi
dan perawatan saluran akar.
(Olsburg, 2002)
e. Root fracture
Adalah fraktur yang melibatkan enamel, dentin dan pulpa. Pemeriksaan klinis
menemukan bahwa gigi mengalami disposisi. Pemeriksan radiografi menemukan
gambaran radiolusen berupa garis horizontal yang memisahkan akar dengan koronal.
Selain itu, pada gambaran radiografi juga menunjukan angulasi gigi yang berbeda
dengan angulasi normal. Perawatan yang dilakukan untuk gigi desidui sebaiknya
dilakukan pencabutan fragmen koronal dan mengambil fragmen apical. Bila pada gigi
permanen, dengan melakukan reposisi dan stabilisasi fragmen koronal. Memperbaiki
posisi gigi dapat membantu penyembuhan ligament periodontal dan suplai
neurovascular.
(Freely, 2003)
f. Concussion
Adalah injuri pada jaringan pendukung gigi tanpa kehilang jaringan tersebut dan
disposisi gigi tersebut. Jaringan periodontal mengalami inflamasi, selain itu
pemeriksaan klinis menunjukan gigi sakit bila dilakukan perkusi dan penekanan tanpa
mobilitas, disposisi dan perdarahn sulkular. Perawatan yang dilakukan adalah
menyembuhan jatingan periodontal dan memeriksa vitalitas pulpa.
(Freely, 2003)
g. Subluksasi
Adalah injuri pada jaringan pendukung gigi dengan kehilangan jaringan tersebut
tetapi tanpa disposisi gigi tersebut. Pemeriksaan klinis menunjukan gigi mengalami
4
kegoyahan, tetapi tanpa disposisi gigi tersebut dengan atau tanpa perdarahan sulkular.
Perawatan yang dilakukan dengan menyembuhan jaringan periodontal dan memeriksa
vitalitas pulpa.
(Freely, 2003)
h. Lateral sublukasasi
Adalah disposisi gigi secara axial. Jaringan periodontal mengalami luka atau
terjadi fraktur pada tulang alveolar pendukung gigi. Secara klinis, gigi mengalami
disposisi secara lateral dengan bagian koronal biasanya ke palatal atau lingual. Gigi
biasanya tidak sakit dan goyah saat di sentuh. Gambaran radiografi menemukan
peningkatan space ligament periodontal dan disposisi bagian apical gigi kerah labial.
Perawatan yang dilakukan pada gigi desidui, dapat dengan reposisi pasif atau reposisi
spontan bila tidak ada interfensi oklusal. Bila injuri termasuk golongan
parah,pencabutan merupakan pilihan yang baik. Pada gigi permanen, reposisi dan
stabilisasi dapat membantu proses penyembuhan ligamen periodontal dan suplai
neurovascular. Dalam memperbaiki posisi gigi, ekstrusi gigi dilakukan untuk
membebaskan apical gigi yang terkunci di tulang alveolar. Splinting dilakukan dalam
wakti 2-4 minggu.
(Freely, 2003)
i. Intrusi
Adalah disposisi apikal gigi sampai ke tulang alveolar. Gigi masuk kedalam soket
gigi, terjepitnya ligament periodontal dan tidak jarang tulang alveolar mengalami
fraktur. Secara klinis gigi akan terlihat pendek. Perawatan yang dilakukan pada gigi
desidui adalah pencabutan jika akar gigi mengenai bagian koronal gigi permanen.
Perawatan pada gigi permanen adalah dengan melakukan reposisi secara pasif, aktif
atau secara bedah dan stabilisasi gigi dengan menggunakan splin dalam waktu 4
minggu. Untuk gigi permanen dengan akar yang belum menutup, erupsi spontan
dapat sebagai pilihan. Untuk gigi dewasa dapat dilakukan reposisi dan perawatan
endodontic 3 minggu setelah insidensi trauma.
5
(Freely,2003)
j. Ekstrusi
Adalah disposisi parsial gigi dari soketnya. Dapat disebut juga sebagai avulsi
parsial. Biasanya jaringan periodontal mengalami perlukaan. Pemeriksaan klinis
terlihat gigi seperti mengalami pemanjangan dan secara radiografi terjadi peningkatan
space ligament periodontal dibagian apical. Pada gigi desidui, perawatanny adalah
dengan reposisi pasif atau spontan. Bila ektrusi tergolong parah maka pencabutan
merupakan pilihan perawatan ekstrusi. Pada gigi permanen, perawatannya adalah
reposisi dan stabilisasi menggunakan splint selama lebih dari 2 minggu.
(Freely, 2003)
k. Avulsi
Adalah lepasnya gigi dari soket denga jaringan periodontal sudah rusak parah atau
bahkan dapat terjadi frakrur tulang alveolar. Bila yang mengalami avulsi adalah gigi
desidui, tidak ada perwatan karena dikhawtirkan dapat mengganggu perkembangan
gigi permanen yang belum erupsi. Perawatan avulsi gigi permanen adalah dengan
melakukan replantasi gigi tersebut. Indikasi untuk dilakukan replantasi adalah
i. Umur gigi anak (karena bila dilukan replantasi dapat terjadi
ankilosis
ii. Tidak ada kelainan/penyakit sistemik
iii. Kondisi gigi yang di replantasi dan jaringn pendukung dalam
kondisi baik.
(Olsburg, 2002)
Jenis Perawatan
a. Pulpektomi
6
Adalah tindakan pengambilan seluruh jaringan pulpa dari seluruh akar dan korona
gigi.
Indikasi :
Gigi sulung dengan infeksi melalui kamar pulpa, baik pada gigi vital, nekrosis
sebagian maupun gigi sudah nonvital
Saluran akar dapat dimasuki instrument.
Kelainan jaringan periapeks dalam gambaran radiografi kurang dari sepertiga
apical.
(Tarigan, 2006)
Pulpektomi vital
Pulpektomi vital biasanya dilakukan pada gigi yang mengalami fraktur atau
pada gigi dengan karies yang telah meluas kearah pulpa. Pulpektomi vital sering
dilakukan pada fifi anterior.
Langkah-langkah pulpektomi vital :
Kunjungan pertama :
Diagnosis (foto ronsen)
Anestesi local
Isolasi (absolut)
Preparasi kavitas dengan bur bulat, 3% perdarahan dihentikan dengan H2O2
Pembersihan biomekanis dengan jarum eksterpasi, bur gates, reamer, file, dll
Menentukan panjang kerja, foto jarum (foto rontgen II), endometer lanjutan
biomekanikal
Irigasi H2O2 3% + ultrasonic NaOCl 5%, keringkan dengan paper point
7
Pengisian saluran akar bergantung pada restorasi akhit (foto rontgen III)
Tambalan sementara Zn(PO4) atau ZOE
Kunjungan kedua :
Isolasi (absolut)
Preparasi kavitas
Mengganti dengan tambalan tetap
(Tarigan, 2006)
Pulpektomi nonvital
Perawatan endodontik untuk gigi sulung dengan pulpa non vital adalah
pulpektomi mortal (pulpektomi devital) (Andlaw dan Rock, 1993). Pulpektomi
mortal adalah pengambilan semua jaringan pulpa nekrotik dari kamar pulpa dan
saluran akar gigi yang non vital, kemudian mengisinya dengan bahan pengisi.
Walaupun anatomi akar gigi sulung pada beberapa kasus menyulitkan untuk
dilakukan prosedur pulpektomi, namun perawatan ini merupakan salah satu cara
yang baik untuk mempertahankan gigi sulung dalam lengkung rahang
(Mathewson dan Primosch, 1995).
Langkah-langkah perawatan pulpektomi non vital (Andlaw dan Rock,
1993; Kennedy, 1992; Mathewson dan Primosch, 1995):
Kunjungan pertama :
Lakukan foto rontgen.
Isolasi gigi dengan rubber dam.
Buang semua jaringan karies dengan ekskavator, selesaikan preparasi dan
desinfeksi kavitas.
Buka atap kamar pulpa selebar mungkin.
Jaringan pulpa dibuang dengan ekskavator sampai muara saluran akar
terlihat.
8
Irigasi kamar pulpa dengan air hangat untuk melarutkan dan
membersihkan debris.
Letakkan cotton pellet yang dibasahi trikresol formalin pada kamar pulpa.
Tutup kavitas dengan tambalan sementara.
Instruksikan pasien untuk kembali 2 hari kemudian.
Kunjungan kedua :
Isolasi gigi dengan rubber dam.
Buang tambalan sementara.
Jaringan pulpa dari saluran akar di ekstirpasi, lakukan reaming, filling, dan
irigasi.
Berikan Beechwood creosote.
Celupkan cotton pellet dalam beechwood creosote, buang kelebihannya,
lalu letakkan dalam kamar pulpa.
Tutup kavitas dengan tambalan sementara.
Instruksikan pasien untuk kembali 3 sampai dengan 4 hari kemudian.
Kunjungan ketiga :
Isolasi gigi dengan rubber dam.
Buang tambalan sementara.
Keringkan kamar pulpa, dengan cotton pellet yang berfungsi
sebagai stoppermasukkan pasta sambil ditekan dari saluran akar sampai
apeks.
Letakkan semen zinc fosfat.
Restorasi gigi dengan tambalan permanen.
b. Kaping pulpa indirek
Adalah perawatan dengan pembuangan jaringan karies yang sudah mendekati
pulpa, kemudian diletakkan bahan Ca(OH)2 pada daerah yang transparan dan
9
pulpanya kelihatan,langsung dilakukan restorasi permanin atau penambalan
sementara dahulu
Teknik kaping pulpa indirek
Diagnosis (foto rontgen I)
Isolasi (relative/absolut)
Preparasi kavitas dengan bur bulat putaran rendah/desinfektan H2O2 3%, lalu
keringkan
Peletakan Ca(OH)2 dengan stopper bulat, di atasnya semen ZnPO4 atau cavit
Tambalan tetap
Tarigan, 2006)
c. Kaping pulpa direk
Perawatan yang dilakukan karena perforasi pulpa yang terjadi pada saat preparasi
kavitas. Indikasi kaping pulpa direk adalah :
Pulpa vital
Pulpa terbuka karena faktor mekanis dan dalam keadaan steril
Teknik kaping pulpa direk :
Kunjungan pertama
Diagnosis (foto rontgen I)
Isolasi (relative/absolut)
Preparasi kavitas/irigasi air/H2O2 3%, lalu keringkan
Peletakan Ca(OH)2, diatasnya ZnPO4 (tambalan sementara)
Interval kunjungan
10
Kunjungan kedua
Isolasi
Tambalan tetap
(Tarigan, 2006)
d. Pulpotomi
Adalah perawatan yang melakukan pembuangan suluruh pulpa bagian koronal
sampai ketinggian pulpa yang masih sehat dengan tujuan menghilangkan semua
jaringan pulpa yang terinfeksi. Pulpotomi dilakukan terutama pada gigi-gigi vital
dengan pulpa terbuka lebih besar dari yang diperbolehkab untuk kaping pulpa
(Budiyanti, 2006)
Indikasi pulpotomi :
Pulpa vital
Pulpa terbuka karena faktor mekanis selama preparasi kavitas yang kurang
hati-hati
Pulpa terbuka karena trauma dan sudah lebih dari dua jam tetapi belum
melibihi 24 jam, tanpa terlihat adanya infeksi pada bagian periapeks
Gigi didukung lebih dari 2/3 panjang akar
Tidak ada kehilangan tulang pada bagian interradikal
Pada gigi posterior yang eksterpasi pulpa sulit dilakukan
Apeks akar belum tertutup sempurna
Usia tidak lebih dari 20 tahun
Kontraindikasi
Sakit jika diperkusi
11
Adanya gambaran radiolusen didaerah periapeks atau interradikular
Mobilitas patologik
Ada nanah pada pulpa terbuka
Teknik pulpotomi :
Kunjungan pertama :
Diagnosis
Anestesi local
Isolasi
Preparasi kavitas dengan bur bulat, pembuangan jaringan pulpa dalam kamar
pulpa sampai orifisium
Hentikan perdarahan dengan H2O2 3%, ditekan kapas steril
Peletakan Ca(OH)2 dengan stopper bulat, diatasnya ZOE atau Zn(PO4) tanpa
tekanan (tambalan sementara)
Kunjungan kedua :
Isolasi
Tambalan tetap
(Tarigan, 2006)
Pulpotomi terbagi menjadi pulpotomi parsial dan pulptomi penuh.
Pulpotomi parsial adalah pulpotomi yang biasanya dilakukan jika pulpa
terbuka disebabkan preparasi kavitas. Pulpa dalam kamar pulpa tidak
diganggu dan masih dalam keadaan utuh
12
Pulpotomi servikal, keseluruhan pulpa pada kavum pulpa sampai orifisium
dibuang, kemudian diletakkan medikamen dilantai pulpa sampai menutupi
seluruh orifis (foramen apical belum tumbuh sempurna).
(Walton, 2006)
13
III. Kesimpulan
Berdasarkan pengertian yang ada, dapat disimpulkan bahwa trauma injuri pada anak harus segera ditangani. Jika perawatan dilakukan terlambat, dapat berpengaruh pada psikologis anak dan keadaan gigi permanen nantinya. Salah satu perawatan yang endodontik yang dapat dipakai dengan pulpektomi. Pulpektomi dapat dilakukan 1 kali kunjungan atau bahkan lebih, tergantung dari parahnya jaringan pulpa yang mengalami kerusakan.
14
DAFTAR PUSATAKA
Andlaw, R. J., dan W. P. Rock. 1993. A Manual of Paedodontics. 3rd edition. Churchill Livingstone: New York.
Bendo, C.B. et.al., Association between treated/untreated traumatic dental injuries and impact on quality of life of Brazilian schoolchildren. Health and Quality of Life Outcomes 2010, 8:114
Braham, R.L., Morris, M.E.1980. Textbook of Pediatric Dentistry. USA : Williams and Wilkins
Budiyanti, E & Arlia, 2006. Perawatan Endodontik Pada Anak. Jakarta : EGC
Ekaneyake, L. and Parera, M. 2008. Pattern of Traumatic dental injuries in children attending the university dental hospital, sri lanka.Dental traumatology 2008, 24: 471-474.
Freely L, Mackie IC, Macfarlane T. An investigation of root-fractured permanent incisor
teeth in children. Dental Traumatol 2003;19(1):52-4.
Kennedy, D. B. 1992. Konservasi Gigi Anak. Diterjemahkan dari Paediatric Operative Dentistry oleh N. Sumawinata dan S. H. Sumartono. EGC : Jakarta.
Mathewson, R. J., dan R. E. Primosch. 1995. Fundamentals of Pediatric Dentistry;. 3rdedition. Quintessence Publishing : Chicago.
Olsburgh S, Jacoby T, Krejci I. Crown fractures in the permanent dentition: Pulpal and
restorative considerations. Dental Traumatol 2002;18(3):103-15.
Walton & Richard et.al., 2008. Prinsip&Praktik Ilmu Endodonsia edisi 3. Jakarta : EGC
15
16