Transcript of Transformasi kepsek iklim guru
- 1. A. Judul Penelitian Hubungan antara Kepemimpinan
Transformasional Kepala Sekolah dan Iklim Kerja Guru SD. Negeri di
Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. B. Latar Belakang Masalah Dalam
memasuki era globalisasi Negara Kesatuan Republik Indonesia mau
tidak mau harus menghadapi persaingan di pasar bebas, di mana
tantangan tersebut dihadapi oleh bangsa Indonesia dengan
mempersiapkan diri dan mengembangkan serta meningkatkan kualitas
sumber daya yang ada. Dunia pendidikan bertanggung jawab
meningkatkan sumber daya manusia terencana, intensif, efektif dan
efisien, pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia dalam arti kata pendidikan merupakan
proses mengembangkan tiga aspek kehidupan kedalam diri seseorang
yaitu aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan. Berbicara mengenai
kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peranan yang
sangat penting. Oleh sebab itu pendidikan harus dilaksanakan secara
terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia
itu sendiri. Menyadari pentingnya kualitas sumber daya manusia,
maka pemerintah bersama kalangan swasta telah dan terus 1
- 2. berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha
pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui
pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan
sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta
pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada
kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu Indikator kurang
berhasilnya ditunjukan antara lain dengan nilai ujian akhir sekolah
untuk berbagai mata pelajaran pada jenjang sekolah Dasar tidak
memperlihatkan kenaikan tetapi konstan dari tahun ke tahun. Salah
satu komponen yang sangat starategis dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia adalah guru, karena guru mempunyai tugas dan
peran mengembangkan kemampuan, meningkatkan mutu pendidikan serta
martabat manusia Indonesia melalui proses pendidikan. Apabila guru
sudah bekerja menurut aturan dan pola kerja yang telah ditentukan
dengan patuh, disiplin dan penuh rasa tanggung jawab, maka daya
guna dan hasil guna pendidikan dapat dicapai dengan sendirinya,
faktor-faktor yang dapat memepengaruhi iklim kerja guru adalah
kemampuan seorang kepala sekolah dalam menerapkan kepemimpinan
transfromasional untuk mendorong guru berprestasi dan berkualitas
dalam kinerjanya. Gejala rendahnya iklim kerja guru dirasakan di SD
Negeri di Kecamatan Somba opu dengan melihat indikator nilai ujian
akhir sekolah 2
- 3. tingkat SD di Kecamatan Somba opu tahun pelajaran 2003/2004
dengan menunjukkan nilai rata-rata untuk Kecamatan nilai
rata-ratanya dari semua mata pelajaran hanya mencapai. Selanjutnya
jika dilihat nilai rata-rata untuk Enam mata pelajaran yang di Uas
kan yaitu Matematika (6,53), Agama (7,89), PPKN (7,08) Bahasa
Indonesia (6,54) IPS (7,00) IPA (6,54) Data ini menunjukkan bahwa
mutu pendidikan saat ini masih jauh dari yang diharapkan, hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor yang diduga turut mempengaruhi
rendahnya mutu pendidikan khsusnya di kabupaten Gowa disebabkan
karena beberapa guru sebagai ujung tombak usaha peningkatan mutu
pendidikan di sekolah belum melaksanakan tugas sesuai dengan
pedoman, peraturan, yang telah ditetapkan seperti jarang membuat
satuan dan scenario pembelajaran, cenderung terpaku pada buku paket
dan tidak inovatif dalam mengembangkan materi pelajaran melalui
analisis pelajaran, tidak menggunakan media pembelajaran, tidak
secara kontinyu mengadakan analisi hasil belajar serta kurang
membimbing murid yang mengalami kesulitan belajar. Gejala tersebut
menunjukkan bahwa iklim kerja guru SD Negeri di Kecamatan Somba opu
belum memenuhi standar yang diinginkan. Hal itu diduga karena
kurangnya implementasi kemimpinan transpormasional kepala sekolah
didalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Pendidikan
merupakan suatu proses belajar mengajar yang bertujuan untuk
mengembangkan anak didik agar mampu menghadapi perjalanan hidup dan
mampu menghadapi persaingan diera globalisasi. 3
- 4. Pendidikan Nasional yang diselenggarakan di Negara Kesatuan
Republik Indonesia berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, berilmu,
sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab ( UU Sisdiknas : 2003 ).
Ditinjau dari segi tenaga pengajar yang ada, tidak semua tenaga
pengajar atau guru mampu melaksanakan tugasnya secara maksimal,
oleh karena beberapa hal yang heterogen dan multi komplek. Dapat
disebutkan sebagai masalah yang dapat diketahui antara lain :
kemampuan indipidu setiap guru, keterbatasan fasilitas sekolah,
suasana kerja atau iklim kerja di sekolah, fasilitas/sarana,
transfortasi guru, kondisi sosial guru. Kondisi sosial guru, di
Kabupaten Gowa masih terdapat guru yang terpaksa melakukan
pekerjaan di luar profesinya dalam upaya mempertahankan kehidupan
rumah tangganya, banyak pula guru yang masih berstatus honorer atau
belum diangkat sebagai Pegawai negeri Sipil. Posisi kondisi sosial
demikian dan ditambah suasana kerja yang tidak kondusif, tentunya
sulit bagi guru untuk dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan
baik, sementara itu tuntutan pasar menghendaki lulusan yang
berkualitas. 4
- 5. Era desentralisasi seperti saat ini dimana sektor pendidikan
juga dikelolah secara otonom oleh pemerintah daerah, maka prakarsa
pendidikan harus ditingkatkan kearah yang lebih baik bagi
kepentingan daerah dan kepentingan nasional. Dalam rangka
pencapaian tujuan pendidikan nasional. Telah dirumuskan empat
strategi dasar pendidikan nasional yaitu : Pemerataan pendidikan,
relevansi, efisiensi, dan peningkatan kualitas ( Djojonegoro 1994
). Pengembangan empat dasar itu diharapkan bangsa Indonesia dapat
memiliki kualitas sumber daya manusia yang tinggi sebagaimana
dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional. Pengembangan sistem
desentralisasi pendidikan tersebut secara lebih khusus dilakukan
pula dengan menempatkan sekolah sebagai basis pengembangan
pendidikan atau manajemen berbasis sekolah yaitu Bentuk
pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada sekolah
meliputi : Kepala sekolah, guru, staf, orang tua masyarakat dan
pembina pendidikan terkait . ( Hartoyo, 2001:135). Sebagaimana
telah disebutkan di atas bahwa pendidikan merupakan suatu proses
mengembangkan anak didik agar mampu menghadapi kehidupan, maka
output / keluaran yang berkualitas adalah sasaran akhir dari pada
proses tersebut. Kepala sekolah adalah pemimpin yang menjalankan
roda organisasi sekolah, ia wajib menjalankan tugas-tugas
kepemimpinan untuk mencapai 5
- 6. tujuan yaitu mengahasilkan lulusan yang berkualitas. Untuk
itu kepala sekolah harus memiliki kemampuan manajemen yang prima
dan mampu bersaing di era globalisasi. Seorang pemimpin pendidikan
dalam hal ini kepala sekolah tidak saja dituntut untuk menguasai
teori kepemimpinan, tetapi juga harus memiliki inovasi dan terampil
menerapkan kepemimpinannya dalam mencapai sasaran ideal yang telah
direncanakannya. Banyaknya sekali tantangan dan problem pendidikan
yang dihadapi oleh seorang kepala sekolah, mulai dari masalah,
akademik, administrasi. Keuangan, sosial dan sebagainya, oleh
karena itu untuk dapat melaksanakan tugasnya kepala sekolah harus
memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai, memiliki
pengetahuan dan pengalaman serta berbagai keterampilan yang
dipersyaratkan bagi seorang pemimpin pendidikan. Manajemen sekolah
saat ini memiliki kecenderungan kearah school based management (
manajemen berbasis sekolah ) dalam konteks manajemen tersebut
pengelolaan sekolah bertitik tolak dari pemikiran, pertimbangan,
kebutuhan dan harapan sekolah itu sendiri, artinya sekolah berakar
dan bukan lagi mengikuti petunjuk dari atas / top down. Kepala
sekolah harus melaksanakan keinginan masyarakat
stakeholder/pendukung yang terdiri dari orang tua murid,
masyarakat, pendidikan, pelaku pasar ( ekonomi ), lingkungan sosial
yang mempunyai tuntutan pendidikan khususnya hingga keinginan
pemerintah daerah yang 6
- 7. tentunya Policy/kebijakan otonomi daerah untuk mempercepat
kemajuan daerahnya. Atas dasar gambaran tersebut diatas maka kepala
sekolah selaku pemimpin pendidikan dalam menjalankan organisasi
sekolah harus memiliki tingkat kecerdasan emosial yang tinggi untuk
menghadapi hambatan atau kesulitan-kesulitan dalam pengelolaan
sekolah yang dipimpinnya, dengan berbekal tingkat emosional dan
intelegensi yang tinggi kepala sekolah akan mampu mengambil
tindakan atau inisiatif yang tepat dan bijaksana. Kepala sekolah
harus mampu bertindak sebagai manajer dan pemimpin yang efektif,
sebagai manajer ia memiliki tanggung jawab atas bawahannya serta
sumber daya atau potensi yang ada di sekolah. Kepala sekolah dalam
melaksanakan kepemimpinannya mempunyai peran dan fungsi-fungsi
manajemen, perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan
atau supervisi, fungsi-fungsi manajemen tersebut merupakan fungsi
manajemen utama. Dari aspek kepemimpinan seorang kepala sekolah
perlu mengadopsi gaya kepemimpinan transformasional agar semua
potensi yang ada di sekolah dapat berfungsi secara optimal,
kepemimpinan transpormasional dapat didefisinikan sebagai gaya
kepemimpinan yang mengutamakan pemberian kesempatan atau mendorong
semua komponen yang terkait dengan aktivitas kegiatan sekolah
antara lain, guru, murid tenaga administrasi, orang tua murid dan
masyarakat pendidikan, untuk ikut 7
- 8. berpartisipasi secara optimal dengan ikhlas dalam mencapai
tujuan ideal sekolah. Posisi kepala sekolah dan guru-guru yang
demikian itu menjadi semakin penting, dengan dikembangkannya
manajemen berbasis sekolah sebagaimana telah dikemukakan. Oleh
karena itu kepala sekolah dan guru- guru dituntut bekerja secara
professional, memiliki pengetahuan mendalam dan luas tentang yang
di embannya, serta memiliki kemampuan mencermati berbagai kebutuhan
yang berkembang, baik dalam lingkungan sekolah maupun di
masyarakat. Dengan demikian sekolah akan dapat bersifat responsive
terhadap kebutuhan masing-masing siswa, kebutuhan masyarakat dan
pembangunan. Hubungan antara kepemimpinan transformasional kepala
sekolah dan iklim kerja guru dalam rangka pengembangan kegiatan
belajar mengajar di sekolah merupakan obyek kajian tersendiri. Hal
tersebut menjadi penting karna hubungan keduanya akan menjadi
penentu bagi kemajuan sekolah itu sendiri pada umumnya dan
suksesnya proses belajar mengajar yang merupakan intikegiatan
sekolah pada khususnya. Beberapa penelitian mengenai kepemimpinan
kepala sekolah telah di laksanakan, antara lain : Iksan ( 2003 )
mengkaji kepemimpinan transformasional kepala sekolah SMP dan
korelasinya dengan manajemen instruksional di beberapa sekolah di
Yogyakarta. Hasil penelitiaannya menyimpulkan bahwa kepala sekolah
cenderung menilai diri sendiri lebih 8
- 9. tinggi jika dibandingkan dengan persepsi yang diberikan oleh
guru; dalam korelasinya dengan manajemen instruksional,
kepemimpinan transformasional kepala sekolah menunjukkan variasinya
antar elemen fungsi kerja kepala sekolah. Ketika dikorelasikan
dengan delapan fungsi manajemen instruksional kepala sekolah, skala
karisma sebagai komponen yang sangat tinggi, kecuali dengan fungsi
pengembangan standar akedemik. Namun, tidak demikian dengan
korelasi antara konsiderasi individu dan prilaku stimulasi
intelektual kepala sekolah dengan fungsi-fungsi manajemen
instruksional. Dalam penelitian ini, pengkajian kepemimpinan kepala
sekolah didasarkan pada teori kepemimpinan transpormational yang
diklasifikasikan atas empat dimensi yaitu : pengaruh ideal/karisma.
Motivasi inspirasi, stimulasi intelektual, dan konsiderasi
individu. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa akhir-akhir
ini teori kepemimpinan transformasional selalu menjadi rujukan
dalam berbagai penelitian kepemimpinan Sarros dan Butchatsky (1996)
mengatakan bahwa model kepemimpinan transformasional merupakan
konsep yang terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin.
Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide
yang dikembangkan dalam pendekatan- pendekatan watak, gaya dan
kontingensi. Keberhasilan dari kepemimpinan kepala sekolah
ditentukan oleh seluruh komponen yang ada di sekolah. Karena
kepemimpinan itu justru 9
- 10. merupakan hasil bersama antara pemimpin dan orang-orang
yang dipimpinnya. Didalam era desentralisasi pendidikan sekarang
ini, kepala sekolah tidak layak lagi takut mengambil inisiatif
dalam mengelola sekolah yang dipimpinnya, oleh karena itu pola
kepemimpinan yang bersifat top down harus sudah ditinggalkan,
pengamalan kepemimpinan kepala sekolah yang bersifat instruktif dan
top down memang telah lama dipraktekkan disebagian besar sekolah di
negara kita karena ketika itu pola sentralisasi masih berlangsung.
Kepemimpinan insruktif dan Top down ternyata memiliki dampak yang
luas dalam perkembangan dunia pendidikan di Indonesia, terdapat
banyak sekali kesenjangan antara sekolah satu dengan sekolah,
lainnya disebabkan oleh sikap para kepala sekolah yang hanya
menunggu instruksi dari atas, sebab sasaran sekolah hanya memenuhi
target yang telah ditentukan oleh pusat. Di dalam melaksanakan
fungsi, tugas dan tanggung jawab kepemimpinan kepala sekolah juga
harus mampu menciptakan suasana kerja atau iklim kerja yang baik
atau kondusif sehingga guru, staf,siswa dan komponen yang terkait
akan dapat melaksanakan fungsi dan tugas masing- masing dengan
baik, iklim kerja yang baik akan mempenagruhi sikap dan tindakan
seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga suasana tersebut
sangat menjamin terciptanya tujuan yang dikehendaki bersama.
10
- 11. Dalam iklim kerja kondusif, seseorang akan bekerja dengan
peuh tanggung jawab, senang, bergairah dan bersemangat sehingga
seluruh pekerjaan yang dibebankan kepadanya akan dapat diselesaikan
dengan sempurna. Secara umum dapat dikatakan bahwa iklim kerja
merupakan seperangkat sifat-sifat lingkungan kerja yang dirasakan
baik langsung atau tidak langsung oleh seluruh anggota yang
tergabung dalam suatu organisasi/lembaga, yang berpengaruh besar
terhadap perilaku maupun tindakan dalam melaksanakan tugas,
sehingga secara tidak langsung mempengaruhi kinerjanya. Dengan
demikian iklim kerja mempunyai hubungan yang erat dengan seseorang
dalam melaksanakan tugas sehubungan dengan pencapaian tujuan
organisasi. Dengan kata lain terhadap hubungan yang kuat antara
proses organisasi, iklim, kinerja dan kepuasan kerja. Dari uraian
di atas dapat di jelaskan bahwa iklim kerja di pengaruhi oleh
struktur organisasi dan proses organisasi, dan iklim kerja yang
kondusif dapat menigkatkan kinerja dan kepuasan kerja. Karena
iklim/suasana kerja yang baik dan menyenangkan, semua komponen
terutama karyawan sebagai bawahan akan bekerja dengan
sungguh-sungguh, penuh tanggung jawab, motivasi yang tinggi.
Sebaiknya iklim kerja yang kurang menyenangkan akan berpengaruh
negatif terhadap prestasi dan produktifitas kerja. 11
- 12. Faktor utama yang menentukan iklim kerja di sekolah adalah
kemampuan kepala sekolah sebagai pimpinan/manager, dalam hal
menciptakan persahabatan, rasa kebersamaan dan suasana yang
kondusif. Berdasarkan beberapa teori yang telah di uraikan di atas,
iklim adalah suasana atau keadaan yang di ciptakan oleh kepalah
sekolah sehingga seluruh komponen dapat menjalankan tugas mulai :
keterbukaan komunikasi, kerja sama, toleransi, pembagian tugas,
memberi dukungan dan penghargaan. Mengingat demikian beratnya
tanggung jawab kepala sekolah dalam memimping lembaga pendidikan
dan menciptakan iklim kerja yang kondusif dalam mempersiapkan
peserta didik untuk mampu bersaing, tentunya kepemimpinan kepala
sekolah menjadi sangat perlu untuk terus di tingkatkan. Sehubungan
dengan kondisi tersebut di atas maka penulis tertarik untuk
melakukan telaah ilmiah berkaitan: hubungan antara kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dengan iklim kerja guru SD Negeri
di kecamatan Somba opu Kabupaten Gowa. C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas,
maka masalah dalam penelitian ini di rumuskan sebagai berikut : 1.
Bagai mana gambaran kepemimpinan kepala sekolah pada SD Negeri di
Kecamatan Somba opu ?. 12
- 13. 2. Bagaimana gambaran iklim kerja guru pada SD Negeri di
kecamatan Somba opu ?. 3. Apakah terdapat hubungan antara
kepemimpinan kepala sekolah dengan iklim kerja guru SD Negeri di
kecamatan somba opu ?. D. Tujuan penelitian. Adapun tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk memperoleh
gambaran secara empirik tentang kepemimpinan kepala SD Negeri di
Kecamatan Somba opu. 2. Untuk memperoleh gambaran secara empirik
tentang iklim kerja guru SD Negeri di Kecamatan Somba opu. 3. Untuk
mengetahui dan mendapatkan data empirik tentang hubungan antara
kepemimpinan kepala sekolah dengan iklim kerja guru SD Negeri di
Kecamatan Somba opu. E. Manfaat Penelitian Hasil yang diperoleh
dari penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat untuk : 1.
Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai kerangka acuan
Dinas Pendidikan Kabupaten dan Kecamatan dalam merencanakan program
kesiapan Sekolah Dasar Negeri di wilayahnya dalam menghadapi era
desentralisasi pendidikan. 13
- 14. 2. Penelitian ini dititik beratkan kepada Kepemimpinan
transformasional kepala sekolah dan iklim kerja, oleh karena itu
Dinas Pendidikan Kecamatan Somba opu dapat memanfaatkan kedua
variabel tersebut sebagai pertimbangan untuk melengkapi kebijakan
Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa dalam menyongsong era
desentralisasi. 3. Di samping Dinas pendidikan Kecamatan Somba opu
penelitian ini juga dapat dimanfaatkan oleh para kepala sekolah,
pengawas sekolah, tenaga pengajar atau guru dan stake holder
pendidikan di Kecamatan Somba opu dengan demikian diharapkan
terjadi persamaan visi dan misi didalam meningkatkan pendidikan di
Kabupaten Gowa. 4. Penelitian ini juga dapat dipergunakan sebagai
dasar untuk penelitian lebih lanjut dalam meningkatkan kepemimpinan
kepala sekolah dan iklim kerja serta pendidikan di Indonesia. F.
Tinjauan Pustaka 1. Kepemimpinan transformasional kepala sekolah
Kepemimpinan merupakan salah satu unsur manajemen, disamping
unsur-unsur lainnya, yaitu : perencanaan, pengorganisasian dan
pengawasan. 14
- 15. Dari seluruh sumber daya yang ada dalam suatu organisasi,
pemimpin merupakan unsur terpenting, karena pemimpinlah yang
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan sumber daya
manusia untuk bekerja dalam mencapai tujuan dengan atau tanpa
menggunakan sumber daya lainnya. Oleh karena itu masalah pemimpin
dan kepemimpinan pada lembaga pemerintah ataupun swasta, baik
formal maupun non formal selalu menjadi sorotan perhatian semua
pihak. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu
kelompok ke arah tercapainya tujuan. Secara etimologis kepemimpinan
berasal dari kata pimpin (to lead) dengan konjugasi berubah menjadi
pemimpin (leader), dan kepemimpinan (leadership). Kata pimpin
mengandung beberapa arti yang erat kaitannya dengan pengertian
mempelopori, membimbing, mendorong, mengelola dan memberi contoh.
Pemimpin pada hakekatnya adalah seseorang yang mempengaruhi orang
lain, sehingga menyebabkan orang lain itu bertindak sesuai dengan
arahan dan perintahnya untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut
Komaruddin (1999:269) kegiatan seorang pemimpin biasanya meliputi
kegiatan untuk : (1) mengambil keputusan, (2) mengadakan
komunikasi, (3) memberikan motivasi, (4) menyeleksi orang-orang
yang akan diperlukan, (5) mengembangkan orang-orang itu. Dengan
kata lain kepempinan adalah kegiatan mempengaruhi orang agar
orang-orang itu mau berusaha mencapai tujuan atau arahan tertentu.
15
- 16. Kepemimpinan merupakan kemampuan dan kesiapan seseorang
untuk mempengaruhi membimbing dan mengarahkan atau mengelolah
tujuan dan sasaran. Kepemimpinan dalam organisasi sebagai proses
mengarahkan dan mendukung orang lain dalam mencapai misi dan tujuan
organisasi. Seorang pemimpin dalam melakukan tugasnya tidak dengan
memaksa, tetapi dengan menarik dan mempengaruhi pengikutnya
sehingga mencapai prestasi. Seperti yang dikemukakan oleh Kotter,
(1988: 5) kepemimpinan adalah proses menggerakkan seseorang atau
sekelompok orang kepada tujuan tujuan yang umumnya ditempuh dengan
cara-cara yang tidak memaksa. Sifat yang hakikat proses yang
mempengaruhi orang lain dapat bermacam-macam, pada umumnya siapapun
pada suatu situasi dan kondisi mempengaruhi seseorang maka dia
sedang terlibat dalam proses sebagai pemimpin potensial, sedangkan
siapapun yang sedang dipengaruhi seseorang maka dia sedang berada
dalam proses sebagai pengikut potensial. Menurut Koonts, (1984)
Kepemimpinan sebagai pengaruh, proses seni untuk mempengaruhi orang
sehingga mereka dapat bekerja keras mencapai keinginan dan antusias
terhadap pencapaian kelompok. Konsep ini dapat diperluas untuk
mengimplementasikan tidak hanya keinginan untuk bekerja tetapi juga
keinginan bekerja dengan semangat dan kepercayaan yang tinggi.
16
- 17. Maksud dari pernyataan tersebut, kepemimpinan tidak lain
adalah sebagai pengaruh, seni atau proses mempengaruhi orang-orang
sehingga mereka mau berjuang, bekerja secara sukarela dengan penuh
semangat menuju tercapainya tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah
proses memberikan dorongan, pengembangan dan bekerja dengan banyak
orang dalam suatu organisasi Stephen, (1984:60) kepemimpinan
merupakan proses yang melibatkan tindakan yang diambil seseorang
untuk mempengaruhi tingkah laku satu orang atau lebih sesuai tujuan
yang diinginkan. Dalam proses kepemimpinan terdapat hubungan antara
individu baik melalui komunikasi interpersonal, maupun hubungan
sosial. Hal ini berarti bahwa kepemimpinan adalah kegiatan yang
berpusat kepada manusia yang memberikan dorongan/motivasi kepada
seluruh anggotanya, untuk bekerja sesuai dengan keinginannya dalam
mencapai tujuan lembaga. Dari beberapa batasan diatas, maka dapat
dikatakan bahwa kepemimpinan atau kegiatan memimpin merupakan usaha
yang dilakukan oleh seseorang dengan segenap kemampuan yang
dimilikinya untuk: mempengaruhi, mendorong, dan menggerakkan
orang-orang yang dipimpinnya supaya mereka mau bekerja dengan penuh
semangat, tanggung jawab dan kepercayaan dalam mencapai tujuan
organisasi. Apabila ditelaah lebih lanjut, betapa pentingnya
peranan pemimpin dalam suatu lembaga, karena maju atau mundurnya
suatu lembaga sangat 17
- 18. tergantung dari peranan pimpinan dalam mengarahkan,
mendorong, mempengaruhi dan menggerakkan selurh anggotanya.
Pengaruh pimpinan dapat dilihat juga dari komponen dasar
kepemimpinan, yaitu seperti pada Gambar 1: Gambar 1. Komponen Dasar
Kepemimpinan (Hunsaker and Cook, 1987:305) 18 Pemimpin Mind-Set
Motiv Konsen Pengetahuan Kepribadian Variabel Situasional Tugas
Teknologi Organisasi Pemimpin Prilaku Keputusan Hubungan Tugas
Kekuatan Prilaku-Prilaku Lainnya Penerimaan / Penolakan
Produktivitas/Tidak Produktif Kepuasaan/Ketidakpuasan
Pengembangan/Penurunan
- 19. Pengaruh pimpinan dalam suatu lembaga harus selalu dijaga
dan dipelihara terus, karena pimpinan yang mempunyai pengaruh dapat
mudah menggerakkan seluruh anggota yang terdiri dari bermacam-macam
latar belakang pendidikan, latar belakang sosial, sikap, kebiasaan,
motivasi, harapan, karakter. Menurut Koonts (1984:509) disamping
pengaruh dalam menggerakkan seluruh anggota pimpinan juga harus
mempunyai keterampilan dan seni dalam memimpin, yaitu : (1)
otoritas atau kekuatan pimpinan, (2) kemampuan dalam menyatu
padukan sumber daya manusia yang memiliki motivasi yang bervariasi
setiap waktu dan situasi, (3) kemampuan dalam mengembangkan iklim
kerja dalam merespon dan mebangkitkan motivasi, (4) kemampuan dalam
mengembangkan gaya-gaya kepemimpinan. Seorang pemimpin harus
mengerti teori dan hakikat system organisasi, mempunyai motivasi
yang tinggi, mempunyai kemampuan dalam mengembangkan semangat
anggota dalam menggunakan segenap kemampuannya, mampu memilih gaya
kepemimpinan sesuai dengan situasi sehingga menjadi pemimpin yang
berhasil. Menurut Timpe dalam Susanto (2000:38-40) ciri-ciri umum
yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang berhasil diantaranya
adalah (1) kelancaran berbicara, kemampuan berkomunikasi (2)
kemampuan untuk memecahkan persoalan, (3) kesadaran akan kebutuhan,
(4) keluwesan, (5) kesediaan menerima tanggung jawab, (6)
keterampilan sosial, (7) kesadaran akan diri dan lingkungan.
19
- 20. Keberhasilan pemimpin dipengaruhi pula oleh model yang
dianut oleh seorang pemimpin, berikut ini macam-macam perkembangan
studi kepemimpinan. Model kepemimpinan berdasarkan teori sifat
(Trait Teory). Pendekatan ini menekankan pada kualitas pemimpin itu
sendiri, keberhasilan pemimpin ditandai oleh daya kecakapan luar
biasa yang dimiliki oleh pemimpin. Model kepemimpinan berdasarkan
pendekatan teori perilaku (The Behavior Approach). Pendekatan teori
perilaku memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola
tingkah laku, bukan dari sifat-sifat. Teori perilaku menekankan
pada dua gaya yaitu : gaya kepemimpina berorientasi tugas (task
orientation) dan orientasi pada karyawan (employe orientation).
Model kepemimpinan berdasarkan pendekatan kontingensi (Contingency
Approach), dasar dari teori ini adalah prestasi kelompok yang
tinggi tergantung pada interaksi antara gaya kepemimpina dan
situasi. Model kepemimpinan berdasarkan teori kepemimpinan
transpormasional dikembangkan oleh Burns (1978), Bass (1985), Tichi
dan Devanna (1986), serta Yanmarino dan Bass (1990). Teori ini
digambarkan sebagai bentuk kepemimpinan yang mampu meningkatkan
komitmen staf, mengkomunikasikan suatu visi dan implemetasinya,
memberikan kepuasan dalam bekerja dan mengembangkan fokus yang
berorientasi pada klien, dan 20
- 21. menawarkan lebih pada kepemimpinan langsung dalam suatu
organisasi (Daryanto:2003). Burns, (1978) menyatakan bahwa pemimpin
transformasional adalah seorang pemimpin yang selalu memotivasi
para bawahannya untuk melakukan tanggung jawab mereka lebih dari
yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional harus mampu
mendefinisikan, mengkomunikasikan, serta mengartikulasikan visi
organisasi, dari bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas
pimpinannya. Hater dan Bass (1998) menyatakan bahwa pemimpin
transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan mempunyai
peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai
tujuan. Pemimpin transformasional juga harus mempunyai kemampuan
untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta
mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari
pada apa yang mereka butuhkan. Menurut Yanmarino dan Bass (1990)
pemimpin transformasional harus mampu membujuk bawahannya melakukan
tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi
kepentingan organisasi yang lebih besar. Berdasarkan kajian
beberapa ahli tersebut, Bass dan Avolio (1994) memerinci
kepemimpinan tranformasional atas empat dimensi yang disebutnya
sebagai the four I, s. Dimensi pertama disebutnya sebagai pengaruh
ideal/karisma (idealized influenced), yaitu kepemimpinan yang
membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus
21
- 22. mempercayainya. Dimensi kedua yaitu motivasi inspirasi
(inspirational motivation), yaitu kemampuan mengartikulasikan
pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan, mendemonstrasikan
komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu menggugat
spirit tim dalam organisasi melalui pertumbuhan entusiasme dan
optimisme. Dimensi ketiga yaitu stimulasi intelektual ( Intelectual
Stimulation ), yaitu kemampuan menumbuhkan ide-ide baru, memberikan
solusi yang kretaif terhadap permasalahan yang dihadapi bawahan,
dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan
baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi. Dimensi keempat
Konsiderasi individu ( individualized consideration ) yaitu
kemampuan untuk mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan
bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan bawahan akan
pengembangan karir. Kepemimpinan akan dapat berhasil apabila
seorang pemimpin mempunyai kemampuan dalam menentukan gaya
kepemimpinan yang sesuai dengan situasi, dengan penuh perbandingan
yang sama antara orientasi tugas dengan orientasi karyawan. Peranan
pemimpin sangat sentral dalam pencapaian suatu tujuan dan berbagai
sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Ada asumsi dasar yang
mengatakan bahwa efektifitas kepemimpinan merupakan fenomena yang
sangat kompleks, sehingga kemampuan keefektifan kepemimpinan
merupakan proses pengembangan yang terus menerus berkesinambungan,
ditanamkan dirintis dan dibina. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seorang untuk
mempengaruhi orang lain untuk befikir dan berperilaku dalam rangka
perumusan dan pencapaian tujuan organisasi didalam situasi
tertentu. Apabila dikaitkan dengan kegiatan 22
- 23. pendidikan disekolah maka kepemimpinan kepala sekolah
diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki dalam mempengaruhi,
mengarahkan, memberikan motivasi, dan menggerakkan guru-guru dan
tenaga kependidikan lainnya untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kepala seklolah dapat didefinisikan sebagai seorang
tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu
sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat
dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan
murid yang menerima pelajaran, Wahjosumidjo (2003) Sedangkan
menurut Glickman (1990:56) terdapat tiga kategori yang harus
dimiliki oleh pemimpin pendidikan yang efektif, yaitu : (1)
knowledge base / pengetahuan dasar, yaitu: mengetahui tentang
literature sekolah yang efektif, cara berkomunikasi yang efektif,
mengetahui dan mengerti pilosophi pendidikan, mengetahui
perkembangan administrasi, perubahan teori dan perubahan teori
kurikulum (2) tasks/tugas, terdiri dari : supervise/evaluasi
pengajaran, perkembangan pegawai, perkembangan kurikulum,
perkembangan kelompok, penelitian tindakan, menciptakan iklim yang
positif, hubungan sekolah dan masyarakat, (3) skills/ keterampilan,
terdiri dari : hubungan antara perseorangan, keterampilan
komunikasi, memahami orang lain, Keterampilan dalam pengambilan
keputusan, keterampilan dalam aplikasi, mampu memecahkan masalah
dalam lembaga, keterampilan teknik, menentukan tujuan, menilai dan
merencanakan, observasi, penelitian dan evaluasi. Kepemimpinan pada
setiap organisasi atau lembaga apapun baik formal maupun non
formal, pada prinsipnya sama, tergantung dari jenis, besar dan
kecilnya lembaga. Begitu juga dengan kepemimpinan kepala 23
- 24. sekolah. Kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seorang
tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu
sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar. Sebagai
pemimpin di sekolah, kepala sekolah mempunyai tugas diantaranya
memanage atau mengelolah sekolah, yaitu mengatur agar seluruh
potensi sekolah, guru, tenaga administrasi bekerja secara optimal
dengan mendayagunakan sarana dan prasarana serta potensi masyarakat
demi tercapainya tujuan sekolah. Menurut Nawawi (1989:90) proses
pengelolaan sekolah mencakup empat tahap yaitu : perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan. Disamping sebagai
pemimpin pendidikan kepala sekolah berfungsi mewujudkan hubungan
manusiawi (human relationship) yang harmonis dalam rangka membina
dan mengembangkan kerjasama antar personil agar secara serempak
seluruhnya bergerak kea rah pencapaian tujuan melalui kesediaan
melakukan tugas masing-masing secara efisien dan efektif. Adapun
teori kepemimpinan transformasional menuntun kepala sekolah untuk
memiliki empat dimensi kepemimpinan, yaitu : pengaruh
ideal/karismatik, motivasi, inspirasi, stimulasi intelektual, dan
konsiderasi individu. Daryanto (2003) mengemukakan bahwa kepala
sekolah sebagai pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang
karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa
sekolah mencapai tujuan. Kepala sekolah harus mempunyai kemampuan
menyamakan visi 24
- 25. masa depan para guru dan tenaga kependidikan lainnya,
mengusahakan pemenuhan kebutuhan mereka pada tingkat yang lebih
tinggi dari apa yang mereka butuhkan. Yammarino dan Bass (1990)
mengemukakan bahwa pemimpin transformasional harus mampu membujuk
bawahannya tugas- tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri
demi kepentingan organisasi yang lebih besar . Menurut Dirawat, dkk
(1983) Kepala Sekolah sebagai pemimpin pendidikan dipandang dari
sisi status dan cara pengangkatan dapat digolongkan sebagai
pemimpin resmi (Formal leader ). Namun demikian kedudukannya
sebagai Formal leader) dapat meningkat menjadi (Functional leader).
Bila kepala sekolah menunjukkan prestasi dan kemampuan di dalam
pengelolaan pendidikan. 2. Iklim kerja Sebagai lembaga pendidikan
formal, pengorganisasian suatu sekolah tergangtung pada jenis,
tingkat dan sifat sekolah. Dalam struktur organisasi sekolah,
terdapat hubungan dan mekanisme kerja sama antara kepala sekolah,
guru,tenaga administrasi/tata usaha, siswa, serta pihak lain diluar
sekolah. Seperti dikemukakan oleh Nawawi (1985) organisasi dapat
juga diartikan sebagai suatu kombinasi dari pada orang-orang,
peralatan, perlengkapan, ruangan kerja serta ruang perlengkapan
yang diperlukan, dihimpun menjadi satu didalam hubungan-hubungan
yang sistematis dan efektif untuk mengerjakan beberapa tujuan yang
dimaksud. 25
- 26. Sekolah sebagai organisasi kerja, diselenggarakan secara
sistematik dan terarah, dimana setiap personal, sarana, program
harus dikendalikan guna menciptakan proses dan rangkaian kegiatan
yang terarah pada tujuan tertentu. Menurut Robbins (1990:4)
Organisasi merupakan kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan
secara sadar dengan sebuah batasan yang relative dapat
diidentifikasi yang berkarya atas dasar yang relative terus menerus
untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan .
Sekolah sebagai satu kesatuan kerja atau satu organisasi kerja pada
dasarnya merupakan total system yang mengembang volume kerja
sebagai konsekuensi dari tujuan yang hendak dicapai. Tujuan sekolah
akan tercapai apabila terdapat kerja sama yang baik antara setiap
individu. Untuk mewujudkan kerja sama yang baik maka diperlukan
iklim kerja yang baik dan kondutif, seperti kenyamanan bekerja,
kesetiakawanan, adanya rasa saling percaya adanya keterbukaan, dan
sebagainya. Iklim dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
suasana atau keadaan. Menurut dalam Mulyana (2000) Istilah iklim
disini merupakan kiasan (metapora), kiasan adalah bentuk ucapan
yang didalamnya suatu istilah atau Frase yang jelas artinya
diterapkan pada situasi yang berbeda dengan tujuan, menyatakan
kemiripan. Menurut Davis (1990:15) iklim adalah Konsep system yang
mencerminkan keseluruhan gaya hidup suatu organisasi . Hal senada
dikemukakan oleh steers dalam Jamin (1980:112), 26
- 27. Iklim dapat dipandang sebagai kepribadian organisasi
seperti yang dilihat oleh para anggotanya . Demikian pula bahwa
iklim adalah pola, corak atau gaya suatu organisasi, oleh karena
itu iklim pada setiap organisasi berbeda- beda dan banyak hal yang
mempengaruhinya. Iklim didalam suatu organisasi menyangkut semua
lingkungan yang ada atau yang dihadapi oleh manusia dalam suatu
organisasi, yang mempengaruhi dalam melaksanakan tugas- tugasnya
yang berkaitan dengan pencapaian tujuan organisasi. Jadi iklim
merupakan semua aspek yang berada diluar diri seseorang dalam suatu
organisasi yang mempunyai dampak psikologis terhadap pelaksanaan
tugas/pekerjaan. Iklim kerja sangat berperan dalam menunjang
keberhasilan aktivitas kerja, karena produktivitas suatu lembaga
sangat dipengaruhi oleh iklim atau suasana kerja yang ada di
sekitarnya. Setiap orang akan mendapat bekerja dengan baik dan
optimal apabila didukung oleh iklim kerja yang baik, sebab iklim
dan lingkungan yang kondusif memberi perasaan tenang, nyaman, aman
dan merasa dihargai. Secara umum dapat dikatakan bahwa iklim kerja
merupakan seperangkat sifat-sifat lingkungan kerja yang dirasakan
baik langsung atau tidak langsung oleh seluruh anggota yang
tergabung dalam suatu organisasi/lembaga, yang berpengaruh besar
terhadap perilaku maupun tindakan dalam melaksanakan tugas,
sehingga secara tidak langsung mempengaruhi kenerjanya. Dengan
demikian iklim kerja mempunyai 27
- 28. hubungan yang erat dengan seseorang dalam melaksanakan
tugas sehubungan dengan pencapaian tujuan organisasi, iklim,
kinerja dan kepuasan kerja. Iklim kerja di sekolah dapat
digolongkan kedalam beberapa jenis seperti dikemukakan oleh Hoy dan
Cecil (1978 : 139 ) secara garis besar mengelompokkan iklim sekolah
atas dua kelompok, yaitu iklim terbuka dan iklim tertutup. Hal yang
membedakan iklim sekolah terbuka dan tertutup, terdiri dari tiga
factor, yaitu : (1). Semangat, (2). Pertimbangan, (3). Dorongan
atau arah tujuan. Menurut Burhanuddin (1994 : 273 274 ) bahwa iklim
organisasi sekolah dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Iklim
terbuka, yang melukiskan organisasi penuh semangat, daya hidup,
memberikan kepuasan pada anggota kelompok dan memenuhi kebutuhan.
Tindakan pimpinan lancar dan serasi baik dari kelompok maupun
pimpinan. 2. Iklim bebas, melukiskan suasana organisasi, dimana
tindakan kepemimpinan justru muncul pertama-tama dari kelompok
Pemimpin sedikit melakukan pengawasan, semangat kerja muncul hanya
untuk kepuasan pribadi. 3. Iklim terkontrol, impersonal sangat
mementingkan tugas, sementara kebutuhan anggota organisasi tidak
diperhatikan. 4. Iklim familiar (kekeluargaan), suatu iklim yang
terlalu bersifat manusiawi dan tidak terkontrol. 5. Iklim keayahan
(patemal climate), penekan munculnya kegiatan kepemimpinan dari
anggota organisasi. 6. Iklim tertutup, para anggota biasanya
bersikap acuh tak acuh atau masa bodoh. Dari beberapa jenis iklim
yang dikemukakan di atas, terdapat beberapa kelebihan maupun
kekurangan akan tetapi iklim yang efektif 28
- 29. Tanggung Jawab Imbalan Struktur Identitas dan Loyalitas
Organisasi Resiko Kehangatan Dukungan adalah iklim sekolah terbuka,
karena pada iklim sekolah terbuka tercipta semangat kerja yang
tinggi, guru serta tenaga administrasi mendapatkan kepuasan karena
dapat menyelesaikan tugas dengan baik, kebutuhan pribadi terpenuhi,
dapat berprestasi sehingga tujuan sekolah dapat tercapai dengan
memuaskan. Terdapat beberapa factor atau dimensi yang dapat
mempengaruhi iklim yang kondusif, yaitu seperti pada Gambar 2:
Dimensi Iklim Gambar 2. Dimensi Iklim (Robert N, 1990:394) Dari
skema di atas dapat diuraikan sebagai berikut : (1) Struktur,
derajat kendala para anggota, jumlah peraturan, regulasi dan
prosedur, (2) Tanggung jawab, derajat control terhadap pekerjaan
seseorang, (3) Imbalan, derajat untuk dihargai / diberikan imbalan
karena upaya seseorang dan hubungan yang sesuai, (4) Kehangatan,
derajat kepuasan pada hubungan 29
- 30. manusia, (5) Dukungan, derajat untuk dibantu orang lain dan
menjalani kerjasama, (6) Identitas dan loyalitas organisasi,
derajat dimana karyawan mengindetifikasikan organisasi dan mereka
loyal terhadapnya, (7) Resiko, derajat dimana mendorong kemampuan
mengambil resiko. Menurut Owens (1991:169) iklim kerja yang
kondusif di sekolah dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini :
Gambar 3. Model interaksi hubungan factor iklim sekolah (Owens,
1991:169) 30 Milieu Karakteristik Individu Motivasi Pekerjaan
Kepuasan Moral Budaya Sosial Pisik Karakterisitk Norma Sistem
Kepercayaan Nilai Iklim Sekolah Organisasi Kerorganisasian Struktur
instruksi Program keputusan Pelaksanaan praktek Komunikasi
Lingkungan Faktor Pisik/material Ukuran bangunan Bentuk bangunan
Teknologi
- 31. Dari skema di atas dapat diuraikan bahwa iklim kerja yang
kondusif di sekolah: (1) Ekologi mengacu pada factor fisik dan
material dalam organisasi baik sarana maupun lingkungan, (2)
Milieu, dimensi sosial yang berkaitan dengan orang-orang dalam
organisasi, (3) System sosial mengacu pada struktur organisasi (4)
Budaya mengacu pada nilai, system kepercayaan, norma dan cara
berpikir yang merupakan karakteristik orang-orang dalam organisasi.
Menurut Pidarta (1995) Iklim kerja yang kondusif di sekolah,
dipengaruhi pula oleh faktor-faktor sebagai berikut, yaitu (1)
Penempatan Personalia, (2) Pembinaan antar Hubungan, (3) Dinamisasi
dan Penyelesaian konflik, (4) Pemanfaatan informasi, (5)
Peningkatan lingkungan kerja. Iklim yang sehat di sekolah akan
tercipta apabila kepala sekolah melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman yaitu; aman, bersih,
sehat, tertib, rindang/sejuk, indah. 2. Menciptakan situasi kerja
yang kondusif yaitu : keakraban, kekeluargaan, kebersamaan,
semangat kerja yang tinggi, kerasan di sekolah. 3. Menciptakan
ruang kerja yang bersih dan nyaman, yaitu : Ruang kantor, Ruang
teori, Ruang praktek, Ruang perpustakaan, fasilitas umum/WC, kantin
dan sebagainya (Depdikbud 1997) 31
- 32. Faktor utama yang menentukan iklim kerja di sekolah adalah
kemampuan kepala sekolah sebagai pemimpin/manager, dalam hal
menciptakan persahabatan, rasa kebersamaan, dan suasana yang
kondusif. Selanjutnya menurut Nash (1983) Iklim yang baik akan
tercipta apabila seorang pimpinan mendorong/memberikan motivasi
positif, mengikut sertakan anggota kelompok dalam penyusunan tujuan
dan membangkitkan rasa tanggung jawab akan menciptakan
produktivitas dan kepuasan kerja. Dari beberapa pendapat di atas,
maka dapat dikatakan bahwa iklim kerja adalah suasana atau keadaan
di lingkungan kerja yang diciptakan oleh kepala sekolah dan dapat
dirasakan langsung atau tidak langsung oleh seluruh komponen yang
dapat berpengaruh secara psikologis terhadap perilaku dan seluruh
pelaksanaan kerja sehari-hari, sehingga akan mempunyai dampak
terhadap pencapaian tujuan. Berdasarkan beberapa teori yang telah
diuraikan diatas, iklim kerja adalah suasana atau keadaan yang
diciptakan oleh kepala sekolah sehingga guru dapat menjalankan
tugas melalui : Keterbukaan komunikasi, kerjasama, toleransi,
memberi dukungan dan penghargaan. 3. Kerangka Pikir Kepemimpinan
kepala sekolah selanjutnya dirumuskan berdasarkan teori
transformasional yaitu suatu teori yang mengembangkan adanya
32
- 33. kemampuan pemimpin meningkatkan komitmen staf,
mengkomunikasikan suatu visi dan mengimplementasikannya yang
diklasifikasi atas empat dimensi, yaitu : pengaruh ideal / karisma,
motifasi inspirasi, stimulasi intelektual dan konsiderasi.
Selanjutnya dihubungkan dengan iklim kerja guru yang diperinci atas
lima indicator yaitu : keterbukaan komunikasi, kerjasama,
toleransi, pemberian dukungan, dan penghargaan. Keterkaitan antara
kepemimpinan Kepala Sekolah dan iklim kerja guru SD Negeri di
Kecamatan Somba opu dapat dilihat pada gambar di bawah ini : 4.
Hipotesis Berdasarkan latar belakang masalah, kajian teori, dan
kerangka piker seperti yang dikemukakan di atas, maka hipotesis
penelitian dirumuskan sebagai berikut : Terdapat hubungan antara
variabell kepemimpinan kepala sekolah dengan iklim kerja guru SD
Negeri di Kecamatan Somba opu. 33 Kepemimpinan kepala sekolah -
Pengaruh ideal/karisma - Motivasi Inspirasi - Stimulasi Intelektual
Iklim kerja guru - Keterbukaan komunikasi - Kerjasama -
Toleransi
- 34. i. Metode Penelitian 2. Jenis dan lokasi penelitian Jenis
penelitian ini adalah penelitian korelasional yaitu ingin
mengetahui hubungan kepemimpinan kepala sekolah dengan iklim kerja
guru SD Negeri di Kecamatan Somba opu. 3. Variabel penelitian
Variabel penelitian ini terdiri atas dua variabel yaitu variabel
bebas adalah kepemimpinan kepala sekolah dan variabel terikat
adalah iklim kerja guru. Variabel kepemimpinan kepala sekolah
diberi symbol X dan Variabel guru diberi symbol Y. Bertolak dari
variabel variabel yang dikaji, maka desain penelitian berupa
hubungan antara variabel bebas kepemimpinan kepala sekolah dengan
variabel terikat iklim kerja guru dapat dilihat pada gambar di
bawah ini. Keterangan : X = Kepemimpinan Kepala Sekolah Y = Iklim
Kerja Guru 34 X Y
- 35. 4. Definisi operasional variabel penelitian a. Kepemimpinan
Kepala Sekolah Kepemimpinan kepala sekolah adalah total skor yang
diperoleh dari jawaban responden yang menggambarkan tinggi
rendahnya kemampuan kepala sekolah dalam mengarahkan guru-guru
untuk melakukan tugasnya dengan penuh antusias dalam rangka
pencapaian tujuan pendidikan SD Negeri di Kecamatan Somba opu
kemampuan yang dimaksud diukur dari empat indikator dimensi
kepemimpinan, yaitu: pengaruh ideal/karisma, motivasi inspirasi,
stimulasi intelektual, dan konsiderasi individu menurut teori Bass
dan Avolio, ( 1994 ). b. Iklim Kerja Guru Iklim kerja guru adalah
total skor yang diperoleh jawaban responden yang menggambarkan
kondusif tidaknya iklim kerja guru, suasana atau keadaan yang
diciptakan oleh kepala sekolah agar guru dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik. Indikator untuk mengukur variabel iklim kerja
guru adalah keterbukaan komunikasi, kerja sama, toleransi,
pemberian dukungan dan penghargaan. 35
- 36. 5. Populasi dan sampel penelitian a. Populasi Populasi
dalam penelitian ini adalah 43 Kepala SD dan 576 guru SD Negeri di
Kecamatan Somba opu Kabupaten Gowa. b. Sampel Besar sampel yang
diambil dalam penelitian ditentukan dengan menggunakan Tabel
Krejcie (Sugiyono, 1999:65). Krejcie dalam menentukan ukuran sampai
didasarkan atas 5 persen. Jadi sampel Kepala Sekolah sebakyak 10
orang dan Sampel Guru SD Sebanyak 21 dari 43 SD Negeri di Kecamatan
Somba opu Kabupaten Gowa. 6. Instrumen penelitian Instrumen
penelitian yang di gunakan dalam penelitian deksriptif kualitatif
dengan menggunakan jenis skala likert yang terdiri dari lima
kategori, yaitu selalu dengan skor 5, sering dengan skor 4, jarang
dengan skoir 3, kadang-kadang dengan skor 2, dan tidak pernah
dengan skor 1. 7. Tehnik dan prosedur pengambilan data Dalam upaya
mengumpulkan data yang akurat terdapat Variabel- variabel yang akan
di kaji, penulis menggunakan teknik pengumpulan data kuesioner,
observasi, Interview dan dokumentasi. 36
- 37. 1. Kuesioner untuk memperoleh data tiap variabel dari
responden yang terpili. 2. Observasi di lakukan dalam bentuk
pengamatan sistematis berkenaan perhatian terhadap
fenomena-fenomena yang nampak yang di berikan kepada unit kegiatan
yang lebih besar pada fenomena-fenomena khusus. Abustam, (1991) 3.
Wawancara untuk memperoleh data yang belum terungkap. 4.
Dokumentasi untuk mengambil data tentang banyaknya guru di tiap
sekolah. 8. Tehnik analisa data Sebelum di lakukan analisis data
terlebih dahulu di lakukan langkah- langkah sebagai berikut : (1).
Pengecekan kembali data yang terkumpul, (2). Penyekoran jawaban
secara manual, (3) Mengatur data hasil penyekoran untuk di
analisis, ( 4) mencocokkan data yang telah di cetak dengan data
tabulasi, (5). Melakukan uji asumsi, (6). Menganalisis data, dan
(7). Interprestasi hasil analisis. Analisis data yang di gunakan
dalam mengolah data hasil penelitian adalah menggunakan analisis
statistik paramestrik untuk menguji hipotesis yang telah di ajukan
berdasarkan rumusan masahlahnya dengan menggunakan analisis
product-moment dari pearson. 37
- 38. N XY (X ) ( Y ) RXY = {(N X2 (X ) 2 }{ (N Y2 (Y )2 }
Keterangan : Rx = koefisien korelasi yang dicari. N = Banyaknya
subyek pemilik nilai. X = Nilai Variabel 1. Y = Nilai variabel 2. (
Arikunto, 2003 ) Keseluruhan proses analisis data di lakukan dengan
menggunakan bantuan program SPSS for Window versi 10. 0 ( Wijaya,
2000 ) 38
- 39. J. Daftar Pustaka Abustam, M. Idrus. 1991. Metode
Pengumpulan Data. Ujung Pandang : Pusat Penelitian dan Studi
Kependudukan Unhas. Alhusin, Syahri. 2001. Aplikasi Statistik
Praktis dengan SPSS 9. Jakarta. PT Alex Media Komputindo. Arikunto,
Suharsimi. 1992. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi
Aksara. 1998. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Aldag,
Ramon J. and Timothy M. Steams. 1987. Management. Chicago : South
Western. Bass dan Avolio. 1994. Improving Organizational
Effectiveness Throught Transformational Leadership. Sage : Thousand
Oaks. Bums. 1987. Leadership. New York : Harper and Row. Bloom,
Benjamin S. 1979. Taxonomi of Educational Objective. London :
Longman Group LTD. Burhanuddin. 1994. Analisis Administrasi
Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Daryanto, Arief. Heni K.S Daryanto 2003. Model Kepemimpinan dan
Pemimpin Agribisnis di Masa Depan. Online. http : // WWW. Ipb. Ac.
Id / downloads / pub / dases 8. pdf ). Di akses 20 Maret 2003.
Davis, Gordon B. 1999. Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen
(Terjemahan Andreas S. Adiwardana ). Jakarta : Pusaka Binaman
Pressindo. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Indikator
Kebersihan Kepala SLTP-PPK. Jakarta : Erlangga. 1990. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Depdiknas. 2000. Panduan
Manajemen Sekolah, Jakarta : Ditjen Diknasmen. 39
- 40. 2003. UU Sisdiknas, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Dirawat, dkk. 1983. Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Surabaya :
Usaha Offet Printing. Djojonegoro, Wardiman. 1994. Link and Match
sebagai Kebijakan Dasar Pengembangan Pendidikan di Indonesia.
Inovasi, No. 3 th. Th. VI Pebruari. Djarwanto Ps, 2001. Mengenal
Beberapa Uji Statistik dalam penelitian. Yogyakarta : Liberty.
Hartoyo, 2001. Peran Serta Masyarakat dalam Manajemen Berbasis
Sekolah. Jakarta : Depdiknas. Hersey, Paul and Ken Blanchard. 1988
Manajemen of Organizational Behavior Utilizing Human Resourse. New
Jersey : Prentice Hall. Heter, J. J and Bass, B. 1998. Supervisors
Evaluation and Subordinates Perceptions of Transpormational and
Transactional Leadership. Joumal of Applied Psychology. Hoy, Wayne
K. and Cecil, G. Miskel. 1990. Education Administration Theory
Research and Practice. New York, Random House, Inc. Hunsaker,
Philip L. and Curtis W. Cook. 1987. Managing organizational
Behavior. Canada : Addision-Wesley Publisihing Company. Komaruddin.
1999. Ensiklopedia Manajemen. Jakarta : Bumi Aksara Koontz, Harold
Cryrill O Donnel and Hainz Weihrich. 1984. Management New York :
Mcdraw-Hill Book Company. Iksan, Rumtini. 2003.Kepemimpinan
Transformasional Kepala Sekolah SLTP dan Korelasinya dengan
Manajemen instruksional di beberapa Sekolah di Yokyakarta. (http :
//WWW. Mma. Uny. Ac. Id/downloads/pub/dases 8. pdt) Diakses 20
Maret 2003. Kotter,John P. 1998. The Leadership Factor. New York :
free Press A. Division of MacMilan. Lussier, Robert N. 1996. Human
Relation in Organization : a Skill-Building Approach. Chicago :
Irwin. 40
- 41. Nash, Michael. 1983. Managing Organizational Performance.
San Franscisco Jossey-Bass Publisher. Nawawi, Hadari dan M Martini
Hadari. 1995 Kepemimpinan Yang Efektif. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press. Owens Robert G. 1991. Organization Behavior in
education. Singapore : Bacon. Owens, Robert G. 1991. Organization
Behavior in education. Singapore : Ally & Bacon. Pace, R. Wayne
and Don F. Faules. 2000. Komunikasi Organisasi : Strategi
Meningkatkan Kinerja Perusahaan. (terjemahan Eddy Mulyana Remadja
Rosdakanya : Bandung. Pidarta, Made. 1995. Peranan Kepala Sekolah
Pada Pendidikan Dasar. Jakarta : Gramedia. Robbins, Stephen. 1996.
Organizatio Behavior : Concepts. Controversies. Applications. New
Jesey : Prentice Hall International, Inc. Robbins, Stephen. 1990.
Organization Theory : Structur, design and Applications. New Jesey
: Prentice Hall. Sarros, J. C & Butchatsky, O. 1996.
Leadership, Australias TOP CEOS Finding Out What Make Them The
Best. Sydney : Harper Business. Steers, Richard M. 1980.
Efektivitas Organisasi : Kaidah Tingkah laku. (terjemahan Magdalena
Jamin. Jakarta : Erlangga. Stoner, James A. F. R. Edwar Freeman and
Daniel R. Gilbert JR. 1992. Manajemen. New Jersey : prentice Hall
International. Sugiyono. 1999, Metode Penelitian Administrasi.
Bandung : CV Alfabeta. Supranto, J. 1992. Statistik dan Sistem
Informasi Untuk Pimpinan. Jakarta : Erlangga. Suriasumantri, Jujun
S. 1993. Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer. Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan. 41
- 42. Sutisna, Oteng. 1987. Administrasi Pendidikan : Dasar-Dasar
Teoritis Untuk Praktek Profesional. Bandung : Angkasa. Terry,
George R. 1986. Asas-Asas Manajemen. (Terjemahan Winardi ) Bandung
: Alumni. Timpe, A. Dale. 2000. Seri Manajemen Sumber Daya Manusia
: Kepemimpinan . (Terjemahan Susanto Budidharma. Jakarta : PT. Elex
Media Komputindo. Wahjosumidjo. 2003. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta : Rajawali Pers.
Wijaya. 2000. Analisis statistik dengan Program SPSS 10.0. Bandung
: Alfabeta. Yammarino, F J an Bass, B. M 1990. Longterm forecasting
of transformational leadership and its effect among naval offices
some freliminaru finding, in K, E Clark and M B. Clark (Eds).
Measures of Leadership, Leadership Library America, West Orange.
42
- 43. PROPOSAL PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA KEPEMIMPINAN
TRANSPORMASIONAL KEPALA SEKOLAH DAN IKLIM KERJA GURU SEKOLAH DASAR
NEGERI KECAMATAN SOMBA OPU KABUPATEN GOWA Di susun oleh: 1.
Muhammad Saing 2. Erniyanti 3. Abd. Mutalib 4. Muliyani 5.
Nursyafitri Amin PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
DESEMBER 2012 43
- 44. DAFTAR ISI Halaman A. Judul Penelitian 1 B. Latar Belakang
Masalah 1 C. Rumusan Masalah 12 D. Tujuan Penelitian 13 E. Manfaat
Penelitian 13 F. Tinjauan Pustaka 14 1. Kepemimpinan
Transformasional Kepala Sekolah 14 2. Iklim Kerja 25 3. Kerangka
Pikir 32 4. Hipotesis 33 G. Metode Penelitian 34 1. Jenis dan
Lokasi Penelitian 34 2. Variabel Penelitian 34 3. Definisi
Oerasional Viariabel 35 4. Populasi dan Sampel 36 5. Instrumen
penelitian 36 6. Teknik dan Prosedur Pengambilan Data 36 7. Teknik
Analisis Data 37 H. Jadwal Kegiatan penelitian 39 J. Daftar Pustaka
40 44