Post on 14-Feb-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
Herpes Simpleks adalah suatu lesi akut berupa vesikel berkelompok diatas
daerah yang eritem, dapat satu atau beberapa kelompok terutama pada atau dekat
sambungan mukokutan. Herpes berasal dari bahasa yunani yang artinya merayap.
Penyakit herpes disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks (HSV). Virus ini memiliki
karakteristik bergerak dari satu saraf kecil ke saraf kecil dengan cara merayap.
Pergerakannya akan berakhir ketika virus-virus tersebut sampai di kumpulan saraf.
Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang pria maupun wanita yang
frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer adalah virus herpes simpleks ( V.H.S )
tipe I biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi VHS tipe II biasanya
terjadi pada dekade II atau III, dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas
seksual. (Adhi Juanda, 2007)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Herpes Simpleks adalah suatu lesi akut berupa vesikel berkelompok diatas
daerah yang eritem, dapat satu atau beberapa kelompok terutama pada atau dekat
sambungan mukokutan. Herpes berasal dari bahasa yunani yang artinya merayap.
Penyakit herpes disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks (HSV). Virus ini memiliki
karakteristik bergerak dari satu saraf kecil ke saraf kecil dengan cara merayap.
Pergerakannya akan berakhir ketika virus-virus tersebut sampai di kumpulan saraf.
Infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks ( virus herpes
hominis ) tipe I atau tipe II yang di tandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di
atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan maupun
rekurens. (Adhi Juanda, 2007)
2.2 ETIOLOGI
Herpes simpleks virus (HSV) tipe I dan II merupakan virus herpes hominis
yang merupakan virus DNA. Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik
pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker dan lokasi klinis tempat predileksi.
2
HSV tipe I sering dihubungkan dengan infeksi oral sedangkan HSV tipe II
dihubungkan dengan infeksi genital. Semakin seringnya infeksi HSV tipe I di daerah
genital dan infeksi HSV tipe II di daerah oral kemungkinan disebabkan oleh kontak
seksual dengan cara oral-genital (Habif, 2004).
Menurut Wolff (2007) infeksi HSV tipe I pada daerah labialis 80-90%,
urogenital 10-30%, herpetic whitlow pada usia< 20 tahun, dan neonatal 30%.
Sedangkan HSV tipe II di daerah labialis 10-20%, urogenital 70-
90%,herpetic whitlow pada usia> 20 tahun, dan neonatal 70%.
2.3 EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang pria maupun wanita yang
frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer adalah virus herpes simpleks ( V.H.S )
tipe I biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi VHS tipe II biasanya
terjadi pada dekade II atau III, dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas
seksual. (Adhi Juanda, 2007)
2.4 PATOFISIOLOGI
HSV disebarkan melalui kontak langsung antara virus dengan
mukosa atau setiap kerusakan di kulit. Virus herpes tidak dapat hidup di luar
lingkungan yang lembab dan penyebaran infeksi melalui cara selain kontak langsung
kecil kemungkinannya terjadi. HSV memiliki kemampuan untuk menginvasi beragam
3
sel melalui fusi langsung dengan membrane sel. Pada infeksi aktif primer, virus
menginvasi sel pejamu dan cepat berkembang dengan biak, menghancurkan sel
pejamu dan melepaskan lebih banyak virion untuk menginfeksi sel-sel disekitarnya.
Pada infeksi aktif primer, virus menyebar melalui saluran limfe ke kelenjar limfe
regional dan menyebabkan limfa denopati
Tubuh melakukan respon imun seluler dan humoral yang menahan infeksi
tetapi tidakd apat mencegah kekambuhan infeksi aktif. Setelah infeksi awal timbul
fase laten. Selama masa ini virus masuk ke dalam sel-sel sensorik yang mempersarafi
daerah yang terinfeksi dan bermigrasi disepanjang akson untuk bersembunyi di dalam
ganglion radiks dorsalis tempat virus berdiam tanpa menimbulkan sitotoksisitas atau
gejala pada manusia.
Infeksi HSV dapat menyebar ke bagian kulit mana saja, misalnya : mengenai
jari-jari tangan (herpetic whitlow) terutama pada dokter gigi dan perawat yang
melakukan kontak kulit dengan penderita. Tenaga kesehatan yang sering terpapar
dengan sekresi oral merupakan orang yang paling sering terinfeksi (Habif, 2004).
Bisa juga mengenai para pegulat (herpes gladiatorum) maupun olahraga lain yang
melakukan kontak tubuh (misalnya rugby) yang dapat menyebar ke seluruh anggota
tim (Sterry, 2006).
4
2.5 GEJALA KLINIS
Infeksi VHS ini berlangsung dalam 3 tingkat.
1. Infeksi primer
2. Fase laten
3. Infeksi rekurens
INFEKSI PRIMER
Tempat predileksi VHS tipe I di daerah pinggang ke atas terutama di daerah
mulut dan hidung pada anak-anak. Inokulasi dapat terjadi secara kebetulan , misalnya
kontak kulit pada perawat, dokter gigi, atau pada orang yang sering menggigit jari
(herpetic whitlow). Virus ini juga sebagai penyebab herpes ensifalitis. Infeksi primer
oleh VHS tipe II mempunyai tempat predileksi di daerah pinggang ke bawah,
terutama di daerah genital, juga dapat menyebabkan herpes menginitis dan infeksi
neonatus.
Daerah predileksi ini sering kacau karena adanya cara hubungan seksual
seperti oro-genital, sehingga hespes yang terdapat di daerah genital kadang – kadang
disebabkan oleh VHS tipe I sedangkan di daerah mulut dan rongga mulut dapat
disebabkan oleh VHS tipe II.
5
Infeksi primer berlangsung lebih berat, kira – kira 3 minggu dan sering
disertai gejaga sistematik, misalnya demam,malese, dan anoreksia dan dan dapat
ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional.
Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit
yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian mdenjadi seropulen,
dapat menjadi krusta kadang – kadang mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya
sembuh tanpa silatriks. Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang – kadang dapat
timbul infeksi sekunder sehingga memberi gambran yang tidak jelas. Pada wanita
ada laporan yang menyatakan bahwa 80 % infeksi VHS pada genitalia eksterna
disertai infeksi pada service.
FASE LATEN
Fase ini berarti pada penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi VHS dapat
ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis.
INFEKSI REKURENS
Infeksi ini berarti VHS pada ganglion dorsalis yang dapat keadaan tidak aktif,
denga mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga menimbulkan
gejala klinis. Mekanisme ini dapat berupa trauma fisik,trauma psikis, dan dapat pula
timbul akibat jenis makanan dan minuman yang merangsang.
6
Gejala klinis yang timbul lebih ringan dari pada infeksi primer dan
berlangsung kira – kira 7 sampai 10 hari. Sering ditemukan gelaja promodal local
sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan nyeri. Infeksi rekurens ini dapat
timbul pada tempat yang sama (loco) atau tempat lain/tempat di sekitarnya (non
loco). (Adhi Juanda, 2007)
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Virus herpes ini dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiak. Pada keadaan
tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi VHS. Pada percobaan dengan perwarnaan
giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.
2.7 DIAGNOSIS BANDING
Herpes simpleks di daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan dengan
impetigo vesiko bulosa. Pada daerah genitalia harus dibedakan dengan ulkus molle
dan ulkus mikstum , maupun ulkus yang mendahului penyakit limfogranuloma
venereum.
2.8 PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini belum ada terapi yang memberikan penyembuhan radikal,
artinya tidak ada pengobatan yang dapat mencegah episode rekurens secara tuntas.
Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salap/cream yang
menggunakan preparat idoksuridin ( stoxil, virugent. Viruguent P ) dengan cara
7
aplikasi,yang sering dengan interval beberapa jam. Preparat asiklovir (zovirax) yang
dipakai secara topikal tampaknya memberikan masa depan yang lebih cerah.
Asiklovir ini cara kerjanya mengganggu replikasi DNA virus. Klinis hanya
bermanfaat bila penyakit sedang aktif. Jika timbul ulserasi dapat dilakukan kompres.
Pengobatan oral berupa preparat asiklovir tampaknya memberikan hasil yang lebih
baik, penyakit berlangsung lebih singkat dan masa rekurensnya lebih panjang.
Dosisnya 5x200 mg sehari selama lima hari. Pengobatan parenteral dengan
asiklovir terutama ditujukan pada penyakit yang lebih berat atau jika timbul
komplikasi pada alat dalam. (Adhi Juanda, 2007)
Pengobatan bersifat simtomatis. (Siregar, 2005)
Jika vesikel pecah:
1. Kompres dengan sol. Kalium-permanganas 1/5000
2. Obat-obat antiseptic seperti povidon yodium
3. Idoksuridin (IDU) 5-40% untuk menekan sintesis DNA
4. Alkohol 70% untuk m engeringkan dan desinfeksi
Sistemik: dapat dicoba dengan Asiclovir 5x400 mg/ hari selama 5-10 hari
Pada pasien imunokompeten:
1. Lesi inisial: Asiclovir 5x200 mg selama 5-10 hari
2. Infeksi rekurens asiklovir: 5x200 mg selama 5 hari atau 2x400 mg/hari
Pada pasien dengan tanggap imun lemah (immunocompromised):
8
1. Herpes mukokutan primer: Asiclovir 5x200 mg/hari selama 10 hari
2. Herpes imunokutan rekuren: Asiclovir 5x400 mg selama 5-7 hari
2.9 PROGNOSIS
Selama pencegahan rekurens masih merupakan problem, hal tersebut secara
psikologik akan memberatkan penderita. Pengobatan secara dini dan cepat
memberikan prognosis yang lebih baik, yakni masa penyakit berlangsung lebih
singkat dan rekurens lebih panjang.
Pada orang dengan gangguan imunitas, misalnya pada penyakit-penyakit
dengan tumor di system retikuloendotelial, pengobatan dengan imunosupresan yang
lama atau fisik yang sangat lemah, mmenyebabkan infeksi ini dapat menyebar ke
alat-alat dalam dan dapat fatal. Prognosis akan lebih baik seiring dengan
meningkatnya usia seperti pada orang dewasa. (Adhi Juanda, 2007)
9
BAB IIIKESIMPULAN
Herpes Simpleks adalah suatu lesi akut berupa vesikel berkelompok diatas
daerah yang eritem, dapat satu atau beberapa kelompok terutama pada atau dekat
sambungan mukokutan. Infeksi akut ini disebabkan oleh virus herpes simpleks ( virus
herpes hominis ) tipe I atau tipe II yang di tandai oleh adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan
maupun rekurens. Infeksi VHS ini berlangsung dalam 3 tingkat, yaitu : Infeksi
primer, Fase laten, Infeksi rekurens.
10
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin MD. 2002. Ilmu Penyakit Kulit. Makassar
Prof. Dr. Marwali Harahap. 2000. Ilmu Pnyakit Kulit. Penrbit Hipokrates. Jakarta
Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda. 2007. Ilmu Pnyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Prof. Dr. R.S. Siregar, Sp.KK (K). 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.
Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
11