Post on 14-Apr-2016
description
ABSTRAK
Isu bahwa tingkat keterbacaan wacana buku pelajaran pada jenjang
Sekolah Dasar kebanyakan masih rendah, merupakan pemicu bagi penulis untuk
menelitinya. Bertemali dengan keinginan ini penulis memilih buku Bina Bahasa
Indonesia jilid 4B, 5B, dan 6B terbitan 2007 sebagai sasaran penelitian kali ini.
Ketiga buku ini disusun oleh Tim Bina Karya Guru dan diterbitkan oleh penerbit
Erlangga. Hasil penelitiannya dituangkan dalam bentuk tesis berjudul “Tingkat
Keterbacaan Wacana Buku Bina Bahasa Indonesia dan Keterpahamannya oleh
Siswa SDN Karangpawulang 4 Kota Bandung”.
Berkaitan dengan judul itu, ada lima tujuan penelitian yang ingin dicapai.
Kelima tujuan ini adalah untuk mendeskripsikan tingkat keterbacaan wacana buku
tersebut (1) berdasarkan teori Fry dan (2) berdasarkan teori Taylor. Selain itu
juga untuk mendeskripsikan (3) tingkat kompleksitas kalimat dan (4) tingkat
kerumitan kata-katanya, serta (5) keterpahaman wacana sampel oleh siswa.
Penelitian ini mempergunakan metode penelitian kepustakaan dan metode
deskriptif-analitik. Teknik pengumpulan datanya ada lima, yaitu (1) membaca
teks, (2) analisis Fry, (3) tes rumpang, (4) observasi, (5) tanya jawab lisan, serta
(5) evaluasi penimbang. Untuk membedah datanya penulis memakai dua pisau
analisis utama yaitu Fry dan Taylor. Penyekoran data dilakukan dengan mengacu
kepada empat standar, yaitu standar (1) Rye, (2) Rankin dan Chulhane, (3) Welton
dan Mallan, serta (4) Zint.
Temuan hasil penelitian mengungkapkan bahwa (1) dilihat dari kajian Fry,
tingkat keterbacaan wacana sampel dalam buku BBI 4B tergolong invalid, BBI
5B rendah, dan BBI 6B nyaris invalid. (2) Dari kajian Taylor terungkap hasil
bahwa wacana sampel dalam ketiga buku tersebut termasuk Frustrasi jika dilihat
dari standar Rye dan tergolong Instruksional dilihat dari standar Rankin dan
Chulhane, Welton dan Mallan, serta Zint. (3) Kompleksitas kalimat menurut
penimbang tidak akan mengganggu pemahaman karena kalimat-kalimat yang
membangun wacana itu umumnya merupakan kalimat sederhana. (4) Kerumitan
kata berdasarkan evaluasi penimbang juga tidak akan mengganggu pemahaman,
karena kata-kata dalam wacana tersebut sudah diajarkan dan tentunya sudah
dikenal siswa. (5) Akan tetapi hasil uji keterpahaman mengungkapkan bahwa
wacana itu ternyata belum mudah dipahami siswa. Realita ini menyisakan celah
untuk diteliti lagi oleh peneliti selanjutnya.
Berdasarkan temuan di atas, penulis belum merekomendasikan pemakaian
wacana sampel sebagai bahan ajar di SD. Sebaiknya guru menggantinya dengan
wacana buatan sendiri yang lebih kontekstual dan memiliki tingkat keterbacaan
tinggi, dengan mempertimbangkan minat dan latar siswa di setiap sekolah. Jika ini
belum mampu dilakukan, guru dapat memilih wacana lain yang lebih baik.