Post on 02-Sep-2015
description
STUDI PERENCANAAN JARINGAN TATA AIR DI DAERAH RAWA
DESA GAGUNTUR KECAMATAN GUNUNG BINTANG AWAI
KABUPATEN BARITO SELATAN PROPINSI KALIMANTAN TENGAH
Wijayanto
1,Donny Harisuseno
2,Prima Hadi Wicaksono
2
1 Mahasiswa Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang
2Dosen Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang
e-mail: yantok23@gmail.com
ABSTRAK
Permasalahan pangan yang ada di Indonesia diakibatkan oleh ketidakcukupan produksi bahan
pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan semakin menyempitnya lahan pertanian produktif yang
ada. Hal ini menjadikan kebutuhan pengembangan area lahan pertanian baru guna meningkatkan produksi
bahan pangan. Salah satu alternatif yang menjanjikan untuk digunakan sebagai lahan sawah baru adalah
daerah rawa.
Hasil yang diperoleh dari studi ini berupa dimensi saluran drainasi dan saluran irigasi. Debit untuk
saluran drainasi sebesar 1.110 m3/dt dan saluran irigasi sebesar 4.554 m
3/dt. Saluran drainasi memiliki
kemiringan dasar saluran 0.0003 dengan kemiringan talud 1 : 1 dan lebar dasar saluran 0.5 m 2.5 m. Untuk saluran irigasi memiliki kemiringan dasar saluran 0.0001 dengan kemiringan talud 1 : 1 dan lebar dasar
saluran 0.5 m 4.0 m.
Kata kunci: Saluran Irigasi, Rawa Lebak, HEC-RAS, Tata Air, Drainasi.
ABSTRACT
Food problems that exist in Indonesia caused by insufficient production of food to meet the needs of
the population and the narrowing of existing productive agricultural land. This makes the need for the
development of new agricultural land area in order to increase food production. One promising alternative
to be used as the new wetland is a swamp area.
The result obtained from this study in the form of dimensional drainage and irrigation channels.
Discharge to drainage channel at 1.110 m3/sec and 4.554 m
3/sec for irrigation. Drainage channel has a
channel bottom slope 0.0003 with talud 1 : 1 and channel base width 0.5 m 2.5 m. For irrigation channel has a slope of 0.0001 with a slope channel basis talud 1 : 1 and channel base width 0.5 m -0,4 m.
Keywords: Irrigation channels, Lebak Swawp, HEC-RAS, Water Management, Drainage.
I. PENDAHULUAN Laju pertambahan jumlah
penduduk di Indonesia dari tahun ke
tahun semakin meningkat. Hal ini dapat
dilihat dari perbandingan jumlah bayi
yang lahir terhadap jumlah jiwa yang
meninggal. Pertambahan jumlah
penduduk ini akan mengakibatkan
semakin mendesaknya pemukiman dan
kebutuhan akan pangan. Masalah pangan
merupakan masalah nasional yang sangat
fundamental yang harus selalu diatasi
setiap waktu. Pengalaman menunjukkan
bahwa kekurangan pangan dapat
berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi,
politik, dan keamanan dalam negeri.
Penambahan kebutuhan pangan dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu
intensifikasi pertanian dan ekstensifikasi
pertanian. Intensifikasi pertanian adalah
usaha pengelohan lahan pertanian yang
ada dengan sebaik-baiknya, untuk
meningkatkan hasil pertanian dengan
menggunakan berbagai macam sarana.
Intensifikasi pertanian saat ini ditempuh
dengan progam sapta usaha tani. Adapun
sapta usaha tani dalam bidang pertanian
adalah pengolahan tanah yang baik,
pengairan yang teratur, pemilihan bibit
unggul, pemupukan, pemberantasan
hama dan penyakit, serta pengolahan
pasca panen. Intensifikasi pertanian
cocok digunakan di pulau Jawa yang
wilayah pertaniannya semakin sempit.
Ekstensifikasi pertanian dilakukan
di wilayah yang masih memiliki area
yang dapat dikembangkan sebagai lahan
pertanian misalnya hutan maupun rawa.
Pembukaan hutan sebagai area pertanian
saat ini kurang dapat diterima mengingat
keberadaan hutan sebagai cadangan air
bersih, paru-paru dunia maupun cadangan
devisa semakin sempit di Indonesia. Oleh
karenanya lokasi rawa dapat dibuka dan
digunakan sebagai lahan pertanian baru
sebagai alternatif lain ketika hutan di
Indonesia semakin sempit. Ekstensifikasi
pertanian banyak dilakukan di daerah
yang jarang penduduknya seperti di luar
Pulau Jawa, seperti Sumatera,
Kalimantan, dan Papua.
Rawa adalah suatu lahan darat
yang tergenang air secara periodic atau
terus menerus secara alami dalam waktu
lama karena drainasi yang terhambat.
Meskipun dalam keadaan tergenang,
lahan ini tetap ditumbuhi oleh tumbuhan.
Lahan rawa lebak merupakan salah satu
wiliyah pengembangan pertanian masa
depan yang prespektif. Rawa merupakan
suatu wilayah yang tergenang air dan
biasanya terdapat tumbuhan air.
Penggenangan air rawa bersifat musiman
atau permanen. Rawa terdiri atas dua
jenis yaitu :
1. Rawa Pasang Surut 2. Rawa Non Pasang Surut (lebak) Kedua jenis rawa tersebut
umumnya memiliki ciri khas, yaitu tanah
gambut . Dalam lingkup lingkungan,
gambut mempunyai peranan sebagai
penyangga (buffer) lingkungan. Hal ini
berhubungan dengan fungsi gambut
dalam gatra hidrologis, biogeokimiawi,
dan ekologis.
Mengingat potensi lahan rawa
yang tersedia di Indonesia khususnya
Pulau Kalimantan cukup luas, maka
sangat dimungkinkan perluasan areal
tanaman pangan dengan menambah baku
lahan, melalui perluasan areal sawah
(reklamasi). Salah satu propinsi di
Kalimantan yang memiliki lahan rawa
cukup luas yaitu propinsi Kalimantan
Tengah. Dari areal lahan yang cukup luas
tersebut, salah satunya Kabupaten Barito
Selatan yang cukup potensial untuk
dijadikan areal persawahan. Salah satu
rawa tersebut berlokasi di Desa
Gaguntur, Kecamatan Gunung Bintang
Awai, Kabupaten Barito Selatan. Lahan
rawa non-pasang surut (lebak) ini belum
dimanfaatkan untuk usaha pertanian
sehingga potensi pengembangannya
masih sangat besar.
II. METODOLOGI PERENCANAAN A. Irigasi Rawa
Daerah rawa adalah daerah yang
secara permanen atau temporal tergenang
air karena tidak adanya sistem drainasi
alami atau drainasi yang terhambat.
Menurut jenisnya lahan rawa dibagi
menjadi dua, yaitu :
Rawa Pasang Surut Rawa pasang surut merupakan
lahan rawa yang genangannya
dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut.
Rawa Non Pasang Surut (Lebak) Rawa lebak merupakan daerah
rawa yang tidak dipengaruhi oleh pasang
surut sungai. Daerah rawa ini merupakan
lahan tanah berbentuk cekungan dan
dalam musim hujan seluruhnya digenangi
air. Tetapi pada musim kemarau air
berangsur-angsur kering bahkan kadang
ada yang kering sama sekali selama masa
yang relatif singkat (1-2 bulan). Untuk
daerah yang berbeda didekat sungai, air
yang menggenangi daerah rawa berasal
dari luapan sungai disekitarnya, dan ada
pula daerah rawa yang mudah tenggelam
terus menerus akibat hujan sebelum
melimpahkan airnya kedaerah sekitarnya.
B. Jaringan Tata Air Pemilihan jenis sistem jaringan
tata air yang akan digunakan nantinya
bergantung pada karakteristik lokasi studi
tersebut. Karakteristik tersebut terutama
yang berkaitan dengan kondisi topografi
lokasi dan letak sungai sebagai hilir dari
saluran drainasi rencana nantinya.
Sistem Handil Sistem handil merupakan sistem
tata air tradisional yang rancangannya
sangat sederhana berupa saluran yang
menjorok masuk dari muara sungai.
(Noor,2001:100) Umumnya handil
memiliki lebar 2-3 m, dalam 0,5-1 m dan
panjang masuk dari muara sungai 2-3 km.
Jarak antara handil satu dengan yang
lainnya berkisar 200-300 m. Adakalanya
panjang handil ditambah atau diperluas
sehingga luas yang dikembangkan dapat
mencapai 20-60 Hektar
Gambar 1. Sistem Handil
1. Handil utama (2-3km) 2. Handil kecil 3. Sungai
Sistem Anjir Sistem anjir disebut juga dengan
sistem kanal yaitu sistem air dengan
pembuatan saluran besar yang dibuat
untuk menghubungkan antara dua sungai
besar. Saluran yang dibuat dimaksudkan
untuk dapat mengaliri dan membagikan
air yang masuk ari sungai untuk
pengairan jika terjadi pasang dan
sekaligus menampung air limpahan
(drainasi) jika surut melalui handil-handil
yang dibuat sepanjang anjir. Dengan
demikian, air sungai dapat dimanfaatkan
untuk pertanaman secara lebih luas dan
leluasa.Dengan dibuatnya anjir, maka
daerah yang berada dikiri dan kanan
saluran dapat diairi dengan membangun
handil-handil (saluran tersier) tegak lurus
kanal, untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar 2.2. Perbedaan waktu
pasang dari dua sungai yang dihubungkan
oleh sistem anjir ini diharapkan akan
diikut oleh perbedaan muka air sehingga
dapat tercipta suatu aliran dari sungai
yang muka airnya lebih tinggi ke sungai
yang rendah.
Gambar 2. Sistem Anjir
1. Handil-handil 2. Anjir (28 km) 3. Sungai
Sistem Garpu Sistem garpu adalah sistem tata
air yang direncangdengan saluran-saluran
yang dibuat dari pinggir sungai masuk
menjorok ke pedalaman berupa saluran
navigasi dan saluran primer., kemudian
disusul dengan saluran sekunder yang
dapat terdiri atas dua saluran bercabang
sehingga jaringan berbentuk menyerupai
garpu. Ukuran lebar saluran primer antar
20 m dan dalam sebatas di bawah batas
pasang minimal. Ukuran lebar saluran
sekuder antara 5-10 m (Noor,2001 : 103).
Pada setiap ujung saluran sekunder
sistem garpu dibuat kolam uang
berukuran luas sekitar 90.000 m2 (300 m
x 300 m) sampai dengan 200.000 m2 (400
m x 500 m) dengan kedalaman antara
2,5-3 m. Pada setiap jarak 200-300 m
sepanjang saluran primer/sekunder dibuat
saluran tersier (Noor,2001 : 103).
Gambar 3. Sistem Garpu
1. Saluran primer 2. Saluran sekunder 3. Saluran tersier 4. Kolam 5. Sungai
1
2
3
1
2 3
3
1 2
3
4
5
Sistem Sisir Sistem sisir merupakan
pengembangan sistem anjir yang
dialihkan menjadi satu saluran utama atau
dua saluran yang membentuk sejajar
sungai. Pada sistem sisir tidak di buat
kolam penampung pada ujung-ujung
saluaran sekunder sebagaiman pada
sistem garpu. Sistem saluran dipisahkan
antara saluran pemberi air dan drainasi.
Pada setiap saluran tersier dipasang pintu
air yang bersifat otomatis
(aeroflapegate). Pintu bekerja secara
otomatis mengatur tinggi muka air sesuai
dengan pasang dan surut (Noor,2001 :
104)
Gambar 4. Sistem Sisir
1. Saluran primer 2. Saluran sekunder 3. Saluran tersier 4. Kolam C. Analisa Hidrologi
Analisa hidrologi dilakukan untuk
mendapatkan besarnya curah hujan
rancangan 3 harian dan dengan kala
ulang yang telah ditetapkan yaitu 5 tahun
yang selanjutnya akan digunakan untuk
menghitung debit drainasi. Sebelum
melakukan perhitungan debit drainasi dan
kebutuhan air irigasi, perlu adanya
pengecekan kualitas data dengan
menggunakan uji konsistensi data yang
kemudian dilanjutkan dengan pengecekan
homogenitas data dengan menggunakan
uji inlier-outlier.
Analisa Klimatologi Klimatologi adalah ilmu yang
membahas dan menerangkan tentang
iklim, bagaimana iklim itu dapat berbeda
pada suatu tempat dengan tempat yang
lainnya. Iklim sendiri adalah rata-rata
keadaan cuaca dalam jangka waktu yang
cukup lama, minimal 30 tahun yang
sifatnya tetap. Sedangkan cuaca adalah
keadaan atau kelakuan atmosfer pada
waktu tertentu yang sifanya berubah-
ubah dari waktu ke waktu. Dalam analisa
klimatologi tentu memerlukan data
klimatologi. Data klimatologi merupakan
data-data dasar yang diperlukan untuk
menentukan kebutuhan pokok tanaman
akan air yang didasarkan pada keadaaan
pola tanam yang ada. Data klimatologi
yang diperlukan yaitu curah hujan (r),
temperatur (t), kelembaban udara (Rh),
penyinaran matahari (n) dan kecepatan
angin (u). Untuk perhitungannya
menggunakan metode Penmann
Modifikasi.
Eto = c . ET*
ET*
= w (0,75 Rs - Rn1) + (1 - w) f(u)
(ea- ed)
Analisa Kebutuhan Air Pengaturan pola tata tanam
diperlukan untuk memudahkan
pengelolahan air agar air tanaman yang
dibutuhkan tidak melebihi air yang
tersedia. Pola tata tanam memberikan
gambaran tentang waktu dan jenis
tanaman yang akan diusahakan dalam
satu tahun.
Pola tata tanam yang
direncanakan untuk suatu daerah
persawahan merupakan jadwal tanam
yang disesuaikan dengan ketersediaan air.
Secara umum pola tata tanam
dimaksudkan untuk :
1. Menghindari ketidakseragaman
tanaman.
2. Melaksanakan waktu tanam sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan.
Menurut Hartoyo (Suhardjono,
1994:108), pola pengelolaan air didukung
dengan dua macam kegiatan, yaitu :
a) Pada musim hujan (saat tanam padi)
air digunakan untuk pencucian guna
meningkatkan kualitas air dan tanah.
Diadakan bangunan-bangunan pintu
air di saluran sekunder untuk
mengurangi hilangnya air dari lahan
sawah dan bila diperlukan disertai
dengan pembuatan pematang dan
pemerataan muka tanah.
b) Dimusim kemarau (saat tanam
palawija) air tanah dijaga dengan
pengoperasian bangunan pintu di
tersier untuk mengendalikan muka air
tanah.
Cu = k x Eto x Luas rasio tanam
Dalam hal ini :
Cu = Kebutuhan air tanaman (mm/hari)
k = Koefisien tanaman
Eto = Evaporasi potensial ( mm/hari)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Perhitungan
Data hujan harian untuk
pengolahan hidrologi diperoleh dari
stasiun hujan Buntok dan stasiun hujan
Tabak Kanilan yang terletak di
Kabupaten Barito Selatan dimana data
hujan 2 stasiun dan analisa curah hujan
ditampilkan pada lampiran
Tabel 1. Data hujan maksimum rerata
1 1999 56.75 56.75 60.00
2 2000 84.25 130.60 130.60
3 2001 126.90 126.90 162.65
4 2002 89.25 112.50 112.50
5 2003 75.40 123.05 145.80
6 2004 75.00 114.90 126.20
7 2005 87.50 203.80 203.80
8 2006 60.00 100.60 113.35
9 2007 55.00 57.55 73.70
10 2008 55.55 108.25 118.50
11 2009 65.25 84.10 89.10
12 2010 62.50 96.75 99.25
13 2011 45.00 57.75 57.75
No. TahunCurah Hujan (mm) 1
Harian
Curah Hujan (mm) 2
Harian
Curah Hujan (mm) 3
Harian
Sumber : Hasil Perhitungan
Sedangkan data hujan sepuluh
harian nantinya akan digunakan untuk
menghitung curah hujan andalan (R80)
yang akan digunakan untuk menghitung
besarnya curah hujan efektif.
Tabel 2. Satu harian maksimum tahunan
1 2011 45
2 2007 55
3 2008 55.55
4 1999 56.75
5 2006 60
6 2010 62.5
7 2009 65.25
8 2004 75
9 2003 75.4
10 2000 84.25
11 2005 87.5
12 2002 89.25
13 2001 126.9
No TahunCurah Hujan
(mm)
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 3. Dua harian maksimum tahunan
1 1999 56.75
2 2007 57.55
3 2011 57.75
4 2009 84.1
5 2010 96.75
6 2006 100.6
7 2008 108.25
8 2002 112.5
9 2004 114.9
10 2003 123.05
11 2001 126.9
12 2000 130.6
13 2005 203.8
No TahunCurah Hujan
(mm)
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 4. Tiga harian maksimum tahunan
1 2011 57.75
2 1999 60
3 2007 73.7
4 2009 89.1
5 2010 99.25
6 2002 112.5
7 2006 113.35
8 2008 118.5
9 2004 126.2
10 2000 130.6
11 2003 145.8
12 2001 162.65
13 2005 203.8
No TahunCurah Hujan
(mm)
Sumber : Hasil Perhitungan
Dari hasil analisa pada tabel di
atas nantinya akan digunakan dalam
perhitungan curah hujan rancangan
dengan menggunakan metode Log
Pearson Tipe III. Tabel dibawah ini
merupakan hasil perhitungan curah hujan
rancangan dengan menggunakan metode
Log Pearson Tipe III.
Tabel 5. Log Pearson Tipe III satu harian
Log X mm
1 2 50 -0.104 1.83 67.664
2 5 20 0.797 1.94 86.591
3 10 10 1.329 2.00 100.171
4 20 5 1.844 2.06 115.320
5 50 2 2.372 2.12 133.269
6 100 1 2.774 2.17 148.764
K (tabel)Xt (mm)
No Tr P(%)
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 6. Log Pearson Tipe III dua harian
Log X mm
1 2 50 0.023 2.00 100.025
2 5 20 0.847 2.13 136.119
3 10 10 1.266 2.20 159.136
4 20 5 1.630 2.26 182.343
5 50 2 1.980 2.32 207.811
6 100 1 2.225 2.36 227.736
K (tabel)Xt (mm)
No Tr P(%)
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 7. Log Pearson Tipe III tiga harian
Log X mm
1 2 50 0.047 2.04 109.910
2 5 20 0.853 2.17 148.311
3 10 10 1.247 2.23 171.768
4 20 5 1.582 2.29 194.567
5 50 2 1.899 2.34 218.920
6 100 1 2.116 2.38 237.340
K (tabel)Xt (mm)
No Tr P(%)
Sumber : Hasil Perhitungan
LEGENDA
+36.0
0
+35.0
0
Sal. S
ekunder 1
.2
Sal. Pri
mer 2Sa
l. Te
rsier 2
.1
Drain
2.1
19.3
1 ha
21.3
6 ha
25.8
3 ha
31.0
1 ha
33.7
6 ha
49.9
9 ha
Drain 1.1
Sal. S
ekunder 1
.3
Sal. S
ekunder 1
.4
Sal. S
ekunder 1
.5
Drain 1.2
Drain 1.3
Drain 1.4
Drain 1.5
Drain 1.6
17.19 ha
Dra
in 1
.8
Dra
in 1
.9
Dra
in 1
.10
16.57 ha
16.88 ha
16.83 ha
13.16 ha
10.13 ha
Sal. S
ekunder 2
.3
Sal. Sekunder 2.6
Sal.
Ters
ier 2
.2
Sal.
Ters
ier 2
.3
Sal.
Ters
ier 2
.5
Sal.
Ters
ier 2
.6
Sal.
Ters
ier 2
.7
Drain
2.2
Drain
2.3
Drain
2.4
Drain
2.5
Drain
2.6
Drain
2.7
Dra
in 2
.9
Drain 2
.10
Dra
in 2
.11
Dra
in 2
.12
KONTUR
SUNGAI
BATAS LAHAN POTENSI
ALIRAN SUNGAI
SALURAN PRIMER
SALURAN SEKUNDER
SALURAN TERSIER
SALURAN DRAINASI
PINTU AIR
0 120 240 360 480 600 900 1200 m
SKALA 1 : 12000
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
DIGAMBAR OLEH :
WIJAYANTO
NIM :
0710640025
DIPERIKSA OLEH :
1. Ir. HARI PRASETIJO, MT.
2. PRIMA HADI WICAKSONO, ST., MT.
JUDUL GAMBAR:
LAYOUT JARINGAN TATA AIR
+35.5
0
BENDUNG BRONJONG
Gambar 5. Layout Jaringan Tata Air
LEGENDA
+36.0
0
+35.0
0
Sal. S
ekunder 1
.2
Sal. Pri
mer 2Sa
l. Te
rsier 2
.1
19.3
1 ha
21.3
6 ha
25.8
3 ha
31.0
1 ha
33.7
6 ha
49.9
9 ha
Sal. S
ekunder 1
.3
Sal. S
ekunder 1
.4
Sal. S
ekunder 1
.5
17.19 ha
16.57 ha
16.88 ha
16.83 ha
13.16 ha
10.13 ha
Sal. S
ekunder 2
.3
Sal. Sekunder 2.6
Sal.
Ters
ier 2
.2
Sal.
Ters
ier 2
.3
Sal.
Ters
ier 2
.5
Sal.
Ters
ier 2
.6
Sal.
Ters
ier 2
.7
KONTUR
SUNGAI
BATAS LAHAN POTENSI
ALIRAN SUNGAI
SALURAN PRIMER
SALURAN SEKUNDER
SALURAN TERSIER
PINTU AIR
0 120 240 360 480 600 900 1200 m
SKALA 1 : 12000
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
DIGAMBAR OLEH :
WIJAYANTO
NIM :
0710640025
DIPERIKSA OLEH :
1. Ir. HARI PRASETIJO, MT.
2. PRIMA HADI WICAKSONO, ST., MT.
JUDUL GAMBAR:
LAYOUT JARINGAN IRIGASI
+35.5
0
BENDUNG BRONJONG
Gambar 6. Layout Jaringan Irigasi
LEGENDA
+36.0
0
+35.0
0 KONTUR
SUNGAI
BATAS LAHAN POTENSI
ALIRAN SUNGAI
SALURAN DRAINASI
PINTU AIR
0 120 240 360 480 600 900 1200 m
SKALA 1 : 12000
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
DIGAMBAR OLEH :
WIJAYANTO
NIM :
0710640025
DIPERIKSA OLEH :
1. Ir. HARI PRASETIJO, MT.
2. PRIMA HADI WICAKSONO, ST., MT.
JUDUL GAMBAR:
LAYOUT JARINGAN DRAINASI
+35.5
0
Drain
2.1
Drain
2.2
Drain
2.3
Drain
2.4
Drain
2.5
Drain
2.6
Drain
2.7
Dra
in 2
.9
Drain
2.10
Dra
in 2
.11
Dra
in 2
.12
Drain 1.1
Drain 1.2
Drain 1.3
Drain 1.4
Drain 1.5
Drain 1.6
Dra
in 1
.8
Dra
in 1
.9
Dra
in 1
.10
Gambar 7. Layout Jaringan Drainasi
Modulus Drainasi Analisa modulus drainasi
dilakukan untuk memperoleh besarnya
debit buangan dari lahan. Dalam studi
akhir ini debit buangan yang terjadi
hanya diakibatkan oleh besarnya curah
hujan yang turun. Curah hujan yang turun
dipilih pada periode 3 harian, sehingga
besarnya curah hujan yang dimaksud =
148,311 mm dan kala ulang = 5 tahun.
Dalam studi ini menggunakan Metode
Analitis.
Tabel 8. Perhitungan Modulus Drainasi Hari R(n)5 IR Et P Sn D(n)5 DM
n (mm/hari) (mm/hari) (mm) (mm/hari) (mm) (mm/hari) (lt/dt/ha)
1 2 3 4 5 6 7 8
1 86.591 11.106 5.205 0 50 42.492 4.918
2 136.119 11.106 5.205 0 50 97.920 5.667
3 148.311 11.106 5.205 0 50 116.013 4.476
15.061Total Sumber : Hasil Perhitungan
Dari perhitungan didapatkan
modulus drainasi sebesar 5.010 lt/dt/ha.
Analisa Dimensi Saluran Drainasi Dimensi saluran direncanakan
untuk menampung atau membuang
kelebihan air yang diakibatkan oleh
tingginya intensitas hujan sehingga tidak
mengganggu pertumbuhan tanaman.
Dimensi ini direncanakan berdasarkan
besarnya debit drainasi untuk tiap
saluran. Di bawah ini merupakan contoh
perhitungan dari perencanaan dimensi
Saluran Drainasi Ka 1.1
Q (debit drainasi)
1,62 . Dm . A0,92
= 1,62 . 5,020 . 17,190,92
= 111,345 lt/dt
= 0,111 m3/dt
Qrencana = Qaktual 0,111 = V x A
0,111 = (n
1 x R
2/3 x S
1/2) x A
0,111 = (025.0
1 x (
2250
5050 2
h,
h,h,)2/3
x
0.00031/2
) x (0,5h +0,5h2)
Dengan cara coba-coba (trial and error)
didapat nilai h = 0.4 m
Analisa Dimensi Saluran Irigasi Dimensi saluran direncanakan
untuk menampung air yang akan
digunakan untuk kebutuhan irigasi. Di
bawah ini merupakan contoh perhitungan
dari perencanaan dimensi Saluran Irigasi
Tersier 1.1.
Q (debit irigasi) = qxA
= 65,0
19,17001285,0 x
= 0,034 m3/dt
Qrencana = Qaktual 0,034 = V x A
0,034 = (n
1 x R
2/3 x S
1/2) x A
S. Primer 1
54
32
10
S . Pr
i mer
S. Sekunder 1.1
3
2
1
0
S.
Seku
nder
S. Sekunder 1.2
3
2
1
0
S.
Seku
nder
S. Sekunder 1.3
3
2
1
0
S.
Seku
nder
S. Sekunder 1.4
3
2
1
0
S.
Seku
nder
S. Sekunder 1.5
3
2
1
0
S. S
ekun
derS. Sekunder 1.6
S. Tersier 1.6
210
S. Tersier 1.5
3210
S. Tersier 1.4
43210
S. Tersier
S. Tersier 1.3
43210
S. Tersier
S. Tersier 1.2
43210
S. Tersier
S. Tersier 1.1
543210
S. Tersier
1
2
3
4
5
6
None of the XS's are Geo-Referenced ( Geo-Ref user entered XS Geo-Ref interpolated XS Non Geo-Ref user entered XS Non Geo-Ref interpolated XS)
0 100 200 300 400 500 60035.6
35.8
36.0
36.2
36.4
irigasi 1 Plan: Plan 01 8/2/2013
Main Channel Distance (m)
Ele
vation (m
)
Legend
EG Debit
WS Debit
Crit Debit
Ground
S. Primer S. Primer 1
S. Primer 243210
S. Sekunder 2.13
2
1
0
S. Sekunder 2.23
21
0
S. Sekunder 2.33
21
0
S. Sekunder 2.432
10S. Sekunder 2.5
32
10S. Sekunder 2.6
32
10S. Sekunder 2.7
S. Ters ier 2.1
43
21
0
S. Ters ier 2.2
54
32
10
S. Ters ier 2.3
65
43
21
0
S. Ters ier 2.4
76
54
32
10
S. Ters ier 2.5
87
65
43
21
0
S. T
e rs
i er
S. Ters ier 2.6
1110
98
76
54
32
10
S. T
e rs i
er
S. Ters ier 2.7
1312
1110
98
76
54
32
10
S . T
e rs i
e r
1
2
3
4
5
6
7
None of the XS's are Geo-Referenced ( Geo-Ref user entered XS Geo-Ref interpolated XS Non Geo-Ref user entered XS Non Geo-Ref interpolated XS)
S. Drainasi 1.254321
S. Drainasi 1.3
54321
S. Drainasi 1.4
4321
S. Drainasi 1.54321
S. Drainasi 1.1
8765
4
3
2
1
S. Dr ain
as
i
S. Drainasi 1.7
4
3
2
1
S. Drainasi 1.8
4
3
2
1
S. Drainasi 1.9
4
3
2
1
S. Drainasi 1.10 2
1 S. Drainasi 1.6321S. Drainasi 1.11
1
2
3
4
5
None of the XS's are Geo-Referenced ( Geo-Ref user entered XS Geo-Ref interpolated XS Non Geo-Ref user entered XS Non Geo-Ref interpolated XS)
0,034 = (025.0
1 x (
225,0
5,05,0 2
h
hh)2/3
x
0.00011/2
) x (0,5h +0,5h2)
Dengan cara coba-coba (trial and error)
didapat nilai h = 0.3 m
Analisa Hidrolika Analisa hidrolika diperlukan
untuk mengetahui karakteristik maupun
profil muka air yang terjadi di saluran
rencana pada daerah studi dan daerah
genangan yang terjadi. Selain itu, juga
berfungsi untuk memperkirakan
kemampuan saluran drainasi untuk
menampung debit buangan dan saluran
irigasi untuk kebutuhan air dilahan.
Dari hasil pemrosesan data, dapat
diketahui bahwa saluran rencana untuk
drainasi dapat menampung debit buangan
dan saluran rencana untuk irigasi juga
dapat menampung debit kebutuhan yang
digunakan untuk lahan.
Beberapa contoh hasil dari
pemrosesan dengan menggunakan
progam HECRAS pada saluran irigasi
dan saluran drainasi sebagai berikut.
Gambar 8. Skema Saluran Irigasi 1
Gambar 9. Output Hec-Ras 3D Saluran
Primer 1
Gambar 10. Output HEC-RAS 3D
Potongan Memanjang Saluran Primer 1
Gambar 11. Skema Saluran Irigasi 2
Gambar 12. Output Hec-Ras 3D Saluran
Primer 2
Gambar 13. Output HEC-RAS 3D
Potongan Memanjang Saluran Primer 2
Gambar 14. Skema Saluran Drainasi 1
0 100 200 300 400 50035.6
35.8
36.0
36.2
36.4
36.6
36.8
irigasi 2 Plan: Plan 01 8/2/2013
Main Channel Distance (m)
Ele
vation (m
)
Legend
EG Debit
WS Debit
Crit Debit
Ground
S. Primer S. Primer 2
0 100 200 300 400 50034.4
34.5
34.6
34.7
34.8
34.9
drainasi 1 Plan: Plan 01 8/2/2013
Main Channel Distance (m)
Ele
vation (m
)
Legend
EG Debit
WS Debit
Crit Debit
Ground
S. Drainasi S. Drainasi 1.2
0 100 200 300 400 500 60034.1
34.2
34.3
34.4
34.5
34.6
34.7
drainasi 2 Plan: Plan 01 8/2/2013
Main Channel Distance (m)
Ele
vation (m
)
Legend
EG Debit
Crit Debit
WS Debit
Ground
S. Drainasi S. Drainasi 2.2
Gambar 15. Output Hec-Ras 3D Saluran
Drainasi 1.2
Gambar 16. Output HEC-RAS 3D
Potongan Memanjang Saluran Drainasi
1.2
Gambar 17. Skema Saluran Drainasi 2
Gambar 18. Output Hec-Ras 3D Saluran
Drainasi 2.2
Gambar 19. Output HEC-RAS 3D
Potongan Memanjang Saluran Drainasi
2.2
IV. KESIMPULAN Dari analisis data dan
perencanaan yang telah dilakukan di studi
akhir ini dengan mengambil lokasi studi
di Desa Gaguntur Kecamatan Gunung
Bintang Awai Kabupaten Barito Selatan
Propinsi Kalimantan Tengah diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Sistem tata air di lokasi studi direncanakan terpisah antara saluran
irigasi dengan saluran drainasi.
2. Bentuk dan dimensi saluran yang direncanakan :
a. Bentuk saluran yang direncanakan adalah trapesium biasa dengan
kemiringan talud 1:1.
b. Dimensi saluran yang direncanakan untuk :
Saluran Irigasi (kanan) Tabel 9. Dimensi Irigasi Kanan
Q rencana b A h
(m3/dt) (m) (m
2) (m)
Primer 1 0.928 2 3.13 1 1.0
Sekunder 1.1 0.569 1.5 2.16 1 0.9
Sekunder 1.2 0.337 1.0 1.45 1 0.8
Sekunder 1.3 0.186 1.0 0.94 1 0.6
Sekunder 1.4 0.087 1.0 0.54 1 0.4
Sekunder 1.5 0.031 0.5 0.24 1 0.3
Tersier 1.1 0.034 0.5 0.26 1 0.3
Tersier 1.2 0.033 0.5 0.26 1 0.3
Tersier 1.3 0.033 0.5 0.26 1 0.3
Tersier 1.4 0.033 0.5 0.26 1 0.3
Tersier 1.5 0.026 0.5 0.21 1 0.3
Tersier 1.6 0.020 0.5 0.18 1 0.2
Saluran z
Sumber : Hasil Perhitungan
S. Drainasi 2.26
54
32
1
S. Drainasi 2.110
98
76
4
3
21
S. D
r a
in
as
i
S. Drainasi 2.8
4
3
2
1
S. Drainasi 2.37
65
43
21
S. Drainasi 2.9
4
3
2
1
S. Drainasi 2.49
87
65
43
21
S. Drainasi 2.10
43
2
1
S. Drainasi 2.512
1110
98
76
54
32
1
S.
Dra
i nas
i
S. Drainasi 2.11
4
3
2
1
S. Drainasi 2.6
1514
1312
1110
98
76
54
32
1
S . D
r ain
asi
S. Drainasi 2.123
2
1
S. Drainasi 2.7
1312
1110
98
76
54
32
1
S . D
rain
asi
S. Drainasi 2.13
1
2
3
4
5
6
None of the XS's are Geo-Referenced ( Geo-Ref user entered XS Geo-Ref interpolated XS Non Geo-Ref user entered XS Non Geo-Ref interpolated XS)
Saluran Irigasi (kiri) Tabel 10. Dimensi Irigasi Kiri
Q rencana b A h
(m3/dt) (m) (m
2) (m)
Primer 2 4.554 4.0 7.01 1 1.3
Sekunder 2.1 2.922 3.0 4.97 1 1.2
Sekunder 2.2 1.857 2.5 3.53 1 1.0
Sekunder 2.3 1.156 2.0 2.47 1 0.9
Sekunder 2.4 0.690 1.5 1.93 1 0.8
Sekunder 2.5 0.382 1.0 1.23 1 0.7
Sekunder 2.6 0.152 0.5 0.61 1 0.6
Tersier 2.1 0.038 0.5 0.28 1 0.3
Tersier 2.2 0.042 0.5 0.31 1 0.4
Tersier 2.3 0.051 0.5 0.35 1 0.4
Tersier 2.4 0.061 0.5 0.40 1 0.4
Tersier 2.5 0.067 0.5 0.43 1 0.5
Tersier 2.6 0.096 0.5 0.57 1 0.5
Tersier 2.7 0.099 0.5 0.58 1 0.6
Saluran z
Sumber : Hasil Perhitungan
Saluran Drainasi (kanan) Tabel 11. Dimensi Drainasi Kanan
Q rencana b A h
(m3/dt) (m) (m
2) (m)
Drainasi Ka 1.1 0.111 0.5 0.42 1 0.4
Drainasi Ka 1.2 0.108 0.5 0.41 1 0.4
Drainasi Ka 1.3 0.109 0.5 0.41 1 0.4
Drainasi Ka 1.4 0.109 0.5 0.41 1 0.4
Drainasi Ka 1.5 0.087 0.5 0.35 1 0.4
Drainasi Ka 1.6 0.068 0.5 0.29 1 0.3
Drainasi Ka 1.7 0.219 1 0.71 1 0.5
Drainasi Ka 1.8 0.328 1 0.95 1 0.6
Drainasi Ka 1.9 0.438 1 1.17 1 0.7
Drainasi Ka 1.10 0.525 1 1.34 1 0.8
Saluran z
Sumber : Hasil Perhitungan
Saluran Drainasi (kiri) Tabel 12. Dimensi Drainasi Kiri
Q rencana b A h
(m3/dt) (m) (m
2) (m)
Drainasi Ki 2.1 0.124 0.5 0.45 1 0.5
Drainasi Ki 2.2 0.136 0.5 0.49 1 0.5
Drainasi Ki 2.3 0.162 0.5 0.55 1 0.5
Drainasi Ki 2.4 0.192 0.5 0.63 1 0.6
Drainasi Ki 2.5 0.207 0.5 0.66 1 0.6
Drainasi Ki 2.6 0.289 0.5 0.85 1 0.7
Drainasi Ki 2.7 0.297 0.5 0.87 1 0.7
Drainasi Ki 2.8 0.260 1 0.80 1 0.5
Drainasi Ki 2.9 0.422 1.5 1.17 1 0.6
Drainasi Ki 2.10 0.613 2 1.57 1 0.6
Drainasi Ki 2.11 0.821 2 1.93 1 0.7
Drainasi Ki 2.12 1.110 2.5 2.45 1 0.8
Saluran z
Sumber : Hasil Perhitungan 3. Dari hasil analisa hidrolika dapat
diketahui bahwa saluran rencana untuk
drainasi dapat menampung debit
buangan dan saluran rencana untuk
irigasi juga dapat menampung debit
kebutuhan yang digunakan untuk
lahan.
Dari kesimpulan yang diperoleh
berdasarkan analisa perhitungan yang
dilakukan, maka saran berikut diberikan
sebagai bahan pertimbangan yang lebih
baik, antara lain:
1. Dari studi ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
perencanaan cetak sawah selanjutnya.
2. Untuk mengoptimalkan curah hujan yang ada untuk air irigasi, maka
dimanfaatkan bangunan pengatur
tinggi muka air. Dalam
pengoperasiannya diperlukan juru
pintu untuk mengendalikan tinggi
muka air di saluran rencana. Dengan
alasan tersebut diatas, maka perlu
dibentuk suatu himpunan petani
pemakai air. Bimbingan Dinas
Pengairan dalam pengoperasian pintu
diperlukan untuk memaksimalkan
curah hujan yang ada untuk irigasi.
V. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1986a. Standar Perencanaan
Irigasi Bagian Jaringan Irigasi
(KP-01). Jakarta : Direktorat
Jenderal Pengairan Departemen
Pekerjaan Umum.
Anonim. 1986b. Standar Perencanaan
Irigasi Bagian Saluran (KP-03).
Jakarta : Direktorat Jenderal
Pengairan Departemen
Pekerjaan Umum.
Anonim.1999. Panduan Perencanaan
Bendungan Urugan Volume II.
Jakarta : Departemen Pekerjaan
Umum.
Chow, Van Te. 1992. Hidrolika Saluran
Terbuka. Jakarta : Erlangga.
Harto, Sri Br. 1993. Analisis Hidrologi.
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Noor, Muhammad. 2001. Pertanian
Lahan Gambut Potensi dan
Kendala. Yogyakarta :
Kanisius.
Soemarto, CD.1986. Hidrologi Teknik.
Surabaya : Usaha Nasional.
Soetopo, Widandi. Diktat Perkuliahan,
Malang : Teknik Pengairan
Universitas Brawijaya.
Soewarno. 1995.Hidrologi Aplikasi
Metode Statistik Untuk Analisa
Data Jilid 1. Bandung : Nova.
Sosrodarsono, S. Dan K. Takeda. 1980.
Hidrologi Untuk Pengairan.
Jakarta : PT. Pradnya Paramita.
Sudjito dkk. 2000. Panduan Penulisan
Skripsi. Malang : UPT Fakultas
Teknik Universitas Brawijaya
Malang.
Suhardjono. 1984. Drainasi. Malang :
Universitas Brawijaya.
Suhardjono. 1994a. Kebutuhan air
Tanaman. Malang : ITN
Malang Press.
Suhardjono. 1994b. Diktat Penunjang
Perkuliahan Reklamasi Rawa.
Malang : Universitas Brawijaya.
Suhardjono. 1994. Rancangan Saluran
dan Bangunan Drainasi
Persawahan Pasang Surut.
Malang : Universitas Brawijaya.