Struma Multinoduler Toksik

Post on 28-Dec-2015

58 views 8 download

Transcript of Struma Multinoduler Toksik

STRUMA MULTINODULER TOKSIK

Nodul hipertiroid dibedakan atas struma multinoduler toksik dan struma uninoduler toksik atau nodul toksik, insiden struma multinoduler toksik di Inggris dilaporkan sebanyak 5-8 % dari kasus hipertiroid, sedangkan di Jerman dilaporkan oleh Fischer sebanyak 34 %. Di Selandia baru, Brownlie melaporkan sesuai dengan pemeriksaan sidik tiroid dengan menggunakan Tc99m pertechnetate didapatkan kasus hipertiroid sebanyak 75 % Graves, 15 % struma multinodular toksik, dan 10 % struma uninodular toksik (1). Struma multinodular toksik disebut juga sebagai sindroma Marine-Lenhart dan struma uninodular toksik disebut juga adenoma toksik atau penyakit plummer. Kemungkinan keganasan pada nodul yang hipertiroid sekitar 2 % (2).

Struma multinoduler toksik (Sindroma Marine-Lenhart)

Hipertiroid pada struma multinoduler terjadi apabila jumlah folikel baru sudah cukup banyak yang mengeluarkan hormon tiroid baru melebihi kebutuhan tubuh (3). Terbentuknya folikel baru memakan waktu yang cukup lama, sehingga hipertiropid terjadi pada usia lanjut, terutama pada mereka dengan struma yang sudah lama. Folikel baru yang tumbuh adalah yang panas (hot folicles) yang dapat meningkatkan produksi hormon, sehingga sekresi Thyroid Stimulating Hormon (TSH) menurun, yang mengakibatkan produksi hormon dari folikel panas dan jaringan normal, mulai melebihi kebutuhan tubuh. Hipertiroid pada struma multinoduler biasanya ringan (subclinical hypertyroidism) dan akan hialng setelah operasi dengan dikeluarkan bagain yang sakit dari kelenjer tiroid. Perubahan dari kelenjer tiroid normal menjadi struma noduler yang berisi sejumlah folikel panas yang terus bertambah (1,3)

1

Pemberian yodium pada penderita multinoduler dapat mencetuskan timbulnya hipertiroid karena terjadi produksi yang berlebihan dari hormon. Pada daerah dengan goiter endemik berat, presentasi hipertiroid sesudah pemberian iodium cukup tinggi pada penderita dengan struma multinodular (1,4). Terbentuknya nodul berbeda dengan terbentuknya folikel yang otonomik. Sebab itu kerap kali nodul berisi lebih dari satu macam folikel, dan yang disebut nodul panas dapat nampak pada sidik tiroid sebagai kumpulan folikel panas yang besar bukan sebagai nodul yang sebenarnya (5).

Struma uninoduler toksik ( Adenoma toksik, penyakit Plummer)

Struma uninoduler ini adalah suatu adenoma tunggal, biasanya adenoma folikel yang secara otonom memproduksi hormon yang berlebihan. Mengapa dan bagaimana timbulnya nodul tiroid yang otonom ini belum diketahui (1). Beberapa teori dikemukakan timbulnya struma ini mungkin oleh karena reaksi berlebihan dari TSH, kehilangan sebagain pengawas balik (trophic control) pada nodul; yang otonom ini, penekanan sel tirotropin pituitaria. Pembesaran nodul perlahan dimana mula-mula terjadi penekanan pada TSH agar mikronodul yang lain tidak membesar. Selanjutnya dengan makin membesarnya nodul akan terjadi penekanan bukan saja TSH tapi juga fungsi dari jaringan sekitar nodul. Pada stadium ini penderita masih eutiroid dan kadar T3 dan T4 masih normal, namun pada sidik tiroid nampak banyak isotop terkumpul dalam nodul (1,3,4). Akhirnya nodul melakukan semua fungsinya dengan menekan fungsi jaringan sekitar nodul. Pada sidik tiroid nampak ambilan isotop hanya oleh nodul, sehingga keadaan ini sudah terjadi hipertiroid. Kapan terjadinya hipertiroid ini tergantung terutama pada besarnya nodul. Jumlah hormon tiroid yang dikeluarkan oleh nodul tergantung dari besarnya nodul. Hipertiroid terjadi bila nodul > 3 cm, sedang nodul yang < 2,5 cm biasanya tidak menyebabkan hipertiroid (1,5).

Gambaran klinis

Struma multinoduler toksik Penderita kebanyakan wanita dengan struma yang sudah bertahun-tahun. Kerapkali gejala-gejala hipertiroid dikelabui dengan kelainan organ lain seperti jantung sehingga sukar ditemukan. Takikardi, AF, penurunan BB dan kelainan 2

mental seperti depresi, kecemasan, insomnia dan dapat dipakai sebagai petunjuk adanya hipertiroid, sangat jarang ditemukan adanya oftalmopati (5). Pemberian yodium dapat sebagai pencetus terjadinya hipertiroid. Sering ditemukan hipertiroid subklinik diman kadar hormon tiroid normal tapi tes TRH negatif. Struma multinoduler toksika dapat dibedakan dengan struma pada penyakit Grave. Struma Grave ○ Difus ○ Biasanya kecil ○ Bertumbuh dalam minggu atau bulan ○ Ditemukan pada umur < 45 tahun ○ Selalu ada hubungan dengan cepat timbulnya hipertiroid ○ Histologis dan autoradiografis ; Semua folikel sama memperlihatkan metabolisme yang hebat dan besar, sel eptel kolumnar Adenoma toksik Ditemukan biasanya pada umur lebih dari 40 tahun dimana penderita merasa nodul yang memang sudah ada cepat membesar. Di Inggris adenoma toksika hanya kira-kira 5 % dari hipertiroid dan lebih banyak pada wanita. Gejala-gejala berupa berat badan turun, kelemahan, sesak nafas, palpitasi, takikardi dan tidak tahan panas. Gejala mata hampir tidak pernah ditemukan (1,3,4). ○ Folikel sangat heterogen dalam besar, bentuk sel folikuler dan intensitas pengembalian yodium. Struma multinoduler ○ Difus pada permulaan, kemudian menjadi multinoduler ○ Dapat bertumbuh besar sekali ○ Bertumbuh pelan, kadang-kadang sesudah bertahun-tahun ○ Ditemukan > 50 tahun ○ Sering eutiroid, hipertiroid timbul sesudah bertahun-tahun

Diagnosis

Untuk memperkuat dugaan diagnosis hipertiroid, maka diperlukan pemeriksaan berikut ini (1,2,3,4,5) : 1. T4 serum atau T3 serum atau kedua-duanya Sering terjadi hanya T3 yang meningkat sedangkan T4 normal baik pada multinoduler toksik atau pun adenoma toksik 3

2. Tes TRH (Thyroid releasing Hormon) Dilakukan pada orang tua yang klinis hipertiroid, namun T3 dan T4 normal. Tidak adanya adanya respon TSH pada tes ini dengan T3 dan T4 normal menunjukan hipertiroid subklinis 3. RAIU (Radio Iodine Uptake) Hanya dapat membantu sedikit pada adenoma toksik, sebab pada beberap penderita biasanya tes ini normal. 4. Sidik Tiroid (Thyroid Scan) Sangat diperlukan, karena pada hipertiroid nampak isotop terkumpul pada nodul. Digunakan Technetium-99m, I123 atai I131. yang paling banyak digunakan adalah Tc-99m dan I123 karena efek radiasinya lebih kurang dari I131. 5. Ultrasonografi (USG) 6. Biosi Jarum Halus Untuk evaluasi lanjut pada penderita

Terapi

1. Operasi Struma multinoduler toksika adalah akibat dari multiflikasi dari folikel yang otonom, sehingga dengan mengeluarkan jumlah folikel yang berlebihan dengan tiroidektomi sebagian atau I131 merupakan pengobatan pilihan. Tindakan operasi seringkali sulit dilakukan karena risikonya tinggi. Pada penderita umur muda dan keadaan umum baik serta struma yang besar sebaiknya dilakukan tindakan operasi. Pada penderita dengan adanya gejala penekanan pada trakea dan pembesaran struma substernal sebaiknya dilakukan tiroidektomi subtotal bila keadan umum memungkinkan. Struma yang timbul ilang setelah operasi sebaiknya diberikan I131 sebelum struma bertambah besar. Pada adenoma toksik, tindakan operasi dengan mengeluarkan nodul atau hemitiroidektomi merupakan terapi pilihan. Menurut Brownlie sebaiknya diberikan OAT sampai eutiroid sebelum dilakukan operasi. Sesudah operasi jarang dilaporkan terjadi hipotiroid atau timbulnya struma kembali.

4

2. Yodium 131 Pada struma multinoduler toksik umumnya sudah lanjut umur dan sering dengan kegagalan jantung atau AF, sebagian penderita diberikan radioiodine berhubung keadaan kesehatan penderita jelek. Pada banyak klinik pemberian I131 merupakan obat pilihan. Menurut Brownlie sebaiknya pada orang tua diberikan OAT sampai eutiroid sebelum diberikan I131, untuk mencegah timbulnya tirotoksikosis dan memberatnya keadaan jantung. Pada adenoma toksik, pemberian I131 merupakan pengobatan pilihan pada penderita lanjut usia dengan adanya penyakit jantung atau paru yang agak parah dan pada penderita yang menolak operasi. I131 diberikan dengan dosis agak tinggi (400-800 mBq), karena jaringan adenoma kurang sensitif terhadap radiasi. Pemberian T3 sebanyak 25 ug tiap 8 jam selama 5 hari sebelum I131 untuk menekan ambilan I131 oleh jaringan paranoduler tersebut agar jaringan tiroid yang normal tidak adak rusak. Pada penderita dilaporkan terjadi keganasan sesudah diberikan I131, sehingga dianjurkan agar penderita berumur , 50 tahun dilakukan operasi dan pengobatan dengan I131 pada penderita berumur > 50 tahun yang nodulnya kecil 3. Obat Anti Tiroid (OAT) Obat hanya diberikan untuk mencapai eutiroid sebelum dilakukan operasi atau pemberian I131.

Penyakit Jantung Tyroid

Pengaruh hormon tyroid pada jantung digolongkan menjadi 3 kategori; efek terhadap jantung langsung, efek hormon tyroid pada sistem saraf simpatis dan efek sekunder terhadap perubahan hemodinamik (1,4) Hormon tiroid meningkatkan metabolisme tubuh total dan konsumsi oksigen yang secara tidak langsung meningkatkan beban kerja jantung. Hormon tiroid menyebabkan efek inotropik, kronotropik, dan dromotropik, yang mirip dengan efek stimulasi adrenergik, hormon tiroid meningkatkan sintesis miosin dan Na, K, ATP ase, mirip seperti pada reseptor beta adrenergik miokard (2,4). 5

Klinis

Meskipun tanpa gagal jantung, manifestasi kardiovaskuler tirotoksikosis secra subjektif maupun objektif akan mendominasi gejala klinis penderita. Gejalagejala ini berupa palpitasi, takikardi, perasaan tak enak di epigastrium sebagai akibat kontraksi aorta decenden yang berlebihan, lekas lelah, sesak nafas, gelisah, keringat yang berlebihan dan sebagainya. Secara objektif ditemukan takikardi, nadi seler, denyut nadi karotis dan aorta meningkat, apeks impuls yang kuat, pulsasi kapiler pada ujung jari, bunyi jantung pertama yang kuat. Kadang-kadang dijumpai murmur sistolik di daerah prekordial, berbagai gangguan irama, fibrilasi atrium dan pembesaran jantung. (2,4)

Radiologi

Gambaran radiologi umumnya normal, kadang-kadang dijumpai pembesaran aorta asenden atau desenden, penonjolan segmen pulmonal dan pada kasus yang berat dijumpai pula pembesaran jantung (4).

Elektrokardiografi

Pada EKG sering ditemui gangguan irama atau gangguan hantaran. Biasanya dengan sinus takikardi, atrium fibrilasi ditemui 10-20 % kasus. Pada kasus berat bisa ditemui pembesaran ventrikel kiri, kadang-kadang ditemui pelebaran dan pemanjangan gelombang P dan pemanjangan PR interval, gelombang T yang prominen, peninggian voltase, perobahan gelombang ST-T dan pemendekan interval QT (2,4).

Ekokardiografi

Pada ekokardiografi bisa ditemui hiperkontraksi dengan pengisian yang cepat, peningkatan masa ventrikel kiri dan hipertrofi otot jantung (4).

Pengobatan

Tujuan pengobatan penyakit jantung tiroid adalah secepatnya menurunkan keadaan hipermetabolisme dan kadar hormon tyroid yang berada dalam sirkulasi. Hiperdinamik dan aritmia atrial akan respon baik dengan penghambat beta, propanolol bekerja cepat dan mempunyai keampuhan yang sangat besar dalam menurunkan frekuensi jantung, diberikan berkisar 40-160 mg dengan dosis terbagi (1,2,3,4). Propanolol dapat menurunkan kadar T4 dalam sirkulasi dan mengubahnya 6

kembali menjadi T3, disamping juga dapat menurunkan kadar T3 dalam sirkulasi sebanyak 20-30 % (2). Pada penderita dengan gagal jantung berat, maka penggunaan obat penghambat beta haruslah hati-hati karena dapat memperburuk fungsi miokard, disamping bahaya lainnya berupa spasme bronkus. Obat anti tiroid seperti metimazol 60-80 mg per hari atau propiltiourasil 400600 mg perhari dengan dosis terbagi, bila keadaan eutiroid sudah tercapai dosis dapat diturunkan menjadi pemeliharaan (maintenance). Setelah pemberian 1-1,5 tahun obat dapat dihentikan tanpa menimbulkan gejala hipertiroidisme (4,10).

Ankilostomiasis

Penyakit ini tersebar di daerah tropis dan subtropik, disebabkan oleh Ancylostoma duodenale yang termasuk kedalam kelompok cacing tambang. Gejala klinis dan patologis penyakit cacing ini tergantung pada jumlah cacing yang menginfestasi usus, paling sedikit 500 cacing diperlukan untuk menyebabkan terjadinya anemia dan gejala klinis pada pasien dewasa (7). Telur dihasilkan oleh cacing betina dan keluar melalui tinja. Bila telur tersebut jatuh ditempat yang hangat, lembab dan basah, maka telur akan berubah menjadi larva yang infektif. Dan larva tersebut kontak dengan kulit (7,9).

Klinis

Rasa gatal di kaki, pruritus kulit (groud itch) umumnya terjadi pada kaki, dermatitis dan kadang-kadang ruam makulopapular sampai vesikel merupakan gejala pertama yang dihubungkan dengan invasi larva cacing tambang ini. Selama berada di dalam paru-paru dapat menyebabkan gejala batuk darah, yang disbebkan oleh pecahnya kapiler-kapiler dalam alveoli paru, dan berat ringannya keadaan ini bergantung pada banyaknya cacing yang melakukan penetrasi kedalam kulit. Rasa tak enak diperut, kembung, sering mengeluarkan gas (flatus), mencretmencret, merupakan gejal iritasi cacing terhadap usus halus yang terjadi lebih kurang 2 minggu setelah larva mengadakan penetrasi ke dalam kulit (7,9).

7

Anemia akan terjadi 10-20 minggu setelah infestasi cacing dan walaupun diperlukan lebih dari 500 cacing dewasa untuk menimbulkan gejala anemia tentunya bergantung pula pada keadaan gizi pasien (6).

Laboratorium

Diagnosis pasti penyakit ini adalah dengan ditemukan telur cacing tambang dalam tinja pasien. Selain dalam tinja, larva dapat juga ditemukan dalam sputum. Kadang-kadang terdapat sedikit darah dalam tinja. Anemia yang terjadi biasanya anemia mikrositer hipokrom. Eosinofilia akan terlihat jelas pada bulan pertama infeksi cacing (7,9).

Pengobatan

Perawatan umum (7,9) Perawatan umum dilakukan dengan memberikan nutrisi yang baik, suplemen preparat besi diperlukan bila pasien dengan gejala klinis yang berat, terutama bila ditemukan bersama-sama dengan anemia. Pengobatan spesifik Albendazole, diberikan dengan dosis tunggal 400 mg Mebendazole, diberikan dengan dosis 100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari. Tetrakloretilen, (drug of choice) 0,12 ml/kg BB, dosis tunggal tidak boleh lebih dari 5 ml. Pengobatan diulang setelah 2 minggu bila pemeriksaan dalam tinja tetap positif. Befanium hidroksinaftat, obat pilihan untuk ankilostoma dan pengobatan masala anak-anak. Dosis yang diberikan 2 g 2 kali sehari, dan dapat diulang bilamana diperlukan. Pirantel pamoat, obat ini cukup efektif dengan toksisitas yang rendah dan dosis yang diberikanb 10 mg/kg Bb / hari sebagai dosis tunggal. Heksilresorsinol, diberikan sebagai obat alternatif yang cukup efektif dan dosis pemberian obat ini sama seperti pada pengobatan askariasis.

Komplikasi

Kerusakan pada kulit akan menyebabkan dermatitis yang berat terlebih bila pasien sensitif. Anemia berat yang terjadi sering menyebabkan gangguan pertumbuhan, perkembangan mental dan payah jantung. 8

ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien wanita, 50 tahun dirawat di Bangsal Wanita Penyakit Dalam RS. dr. M. Djamil sejak tanggal 25 Oktober 2007 dengan : Keluhan Utama Sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang ▪ Sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu, sesak terutama timbul saat aktifitas ringan seperti menyapu lantai, mandi atau mencuci. Sesak berkurang bila dibawa istrahat. Sesak bila tidur telentang dan berkurang bila kepala ditinggikan. ▪ Benjolan pada leher sejak 1 tahun yang lalu, benjolan kecil dan tidak cepat membesar, benjolan tidak sakit, dan tidak terasa panas. Pasien sudah dinyatakan menderita penyakit gondok sejak 1 tahun yang lalu, berobat di Puskesmas dan dapat obat PTU, namun kontrol tidak teratur. ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ Muka tampak pucat sejak 6 bulan yang lalu, badan terasa lemah, letih, dan lesu sejak 6 bulan yang lalu Dada terasa berdebar–sejak 6 bulan lalu Gelisah dan sering berkeringat banyak sejak 6 bulan yang lalu Nafsu makan menurun, berat badan menurun ± 15 kg dalam 2 tahun terakhir. Batuk-batuk sejak 1 minggu yang lalu, batuk jarang, dahak (-) dan darah (-) Kedua tungkai sembab sejak 1 minggu yang lalu. BAK tak ada kelainan BAB kadang-kadang berwarna hitam sejak 3 bulan yang lalu, seperti bubur Riwayat tekanan darah tinggi tidak ada Riwayat batuk-batuk lama tidak ada Riwayat diabetes tidak ada Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini Riwayat Pekerjaan, sosial ekonomi, kejiwaan, kebiasaan tumbuh kembang Pekerjaan : ibu rumah tangga

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Penyakit Keluarga

9

PEMERIKSAAN UMUM Kesadaran Nadi Tkn Darah Pernafasan Suhu Edema Kulit KGB Kepala Rambut Mata : : : : : : CMC 100 x / mt, reguler 120 / 70 mmHg 28 x / mt 37 ° C (+) Keadaan umum Keadaan Gizi T. Badan Berat badan BMI Anemis Ikterus : : : : : : : Sedang Kurang 155 cm 40 kg 16,64 (+) (-)

: Pucat, perabaan hangat (-), halus, turgor baik : Tidak ada pembesaran : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Konjungtiva anemis, Sklera tidak ikterik Jofroy sign (-), mobius (-), stelwag (-), enoftalmus (-), darlymple (-), von grafe (-)

Telinga Hidung

: Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan

Tenggorokan : Tak ada kelainan Gigi & mulut : Gigi tidak lengkap, caries (+), lidah tak ada kelainan Leher : JVP 5 + 2 cm H2O, tampak pulsasi v. Jugularis, KGB tidak membesar Tiroid teraba, membesar dengan ukuran 6 x 4 x 1 cm3, 2 buah nodul pool atas dan bawah di lobus kanan, kenyal padat, mobil, tidak panas, warna sama dengan kulit sekitar, bruit (+) DADA Tampak kista aterom 1 buah di sternalis setinggi costae 2 Paru : I P Pe Au : Simetris kiri dan kanan : Fremitus kiri = kanan : Sonor kiri = kanan : Suara nafas bronkovesikuler, rhonki basah halus tidak nyaring di basal kedua paru, whezing (-). Jantung Inspeksi : Iktus tampak 1 jari lateral Linea Midklavikularis sinistra RIC VI,

10

Palpasi Perkusi

: Iktus teraba di 1 jari lateral Linea Midklavikularis sinistra RIC VI, Kuat angkat, lebar 1 jari, thrill (-) saat sistolik : Batas jantung kiri VI Batas jantung kanan : Linea Sternalis Dekstra Atas : RIC II, pinggang jantung (+) : 1 jari lat. Linea Midklavikularis sinistra RIC

Auskultasi : Irama reguler, heart rate : 100 x/mnt Bising pansistolik, di apeks, tipe bloowing, high pitch, derajat 4/6, plato, menjalar ke axila kiri Bising pansistolik, di linea midsternalis RIC IV kiri, tipe bloowing, high pitch, derajat 4/6, plato.

PERUT Inpeksi Palpasi : Tidak membuncit, tampak pulsasi di epigastrium (+), kolateral (-) : Hepar teraba 2 jari Bawah Arkus kostarum, perabaan kenyal,padat, permukaan Perkusi Auskultasi PUNGGUNG Nt & Nk CVA : -/ANGGOTA GERAK - Palmar eritema (-), Clubbing finger (-) - Reflek Fisiologis +/+, Reflek Patologis -/-, pitting udem +/+, fine tremor (-/-) rata, pinggir tajam, nyeri tekan (-), bruit (-), Hepatojugular Refluk (+). Lien teraba S1. Ballotement ginjal (-) : Shifting dullnes (-) : Bising usus ( + ) normal

ELEKTROKARDIOGRAM HR Axis QRS comp : 100 x/ menit : normal : 0,08” Irama P wave : sinus : P mitral (+), P pulmonal (-) : di V5 dan V6

LV Strain Pattern

11

T inverted R/S V1

: (-) :<1

S V1 + R V5 Q patologis

: < 35 mm : (-)

Kesan : irama sinus, aksis normal, LAH + LVH LABORATORIUM Hb Leukosit HT Trombosit : 3,2 gr % : 3.700 / mm³ : 12 mg % : 479 mg % Na K Cl : 142 mEq/L : 3,9 mEq/L : 109 mEq/L

Gambaran darah tepi : mikrositik, hipokrom, anisositosis, poikilositosis. GD random : 70 mg % Ureum Kreatinin Urinalisa Protein : (- ), Reduksi : (-), Leukosit : 1-2/ LPB, Eritrosit : (-), Silinder : (-) Kristal : (-), Epitel Feses Warna ; kuning, konsistensi lembek, darah (-), lendir (-), eritrosit (-), leukosit (-), amuba (-), cacing (-) Index wayne : 11 Diagnosis Kerja ▪ ▪ ▪ Congestif Heart Failure fungsional kelas III NYHA, LVH – LAH - RVH, MR-TR,, irama sinus ec Penyakit Jantung tyroid Struma multinodosa toksika Anemia berat, mikrositik hipokrom ec susp. def. Fe ec Ankilostomiasis : (-), Bilirubin (-), Urobilin (+) : 9 mg % : 0,6 mg %

Diagnosis Banding ▪ ▪ Congestif Heart Failure fungsional kelas III NYHA, LVH – LAH - RVH, MR-TR irama sinus ec Penyakit Jantung Anemia Anemia berat, mikrositik hipokrom ec susp def. Fe ec Penyakit kronis

12

TERAPI ○ Istirahat / Diet Jantung II ○ Oksigen 3 liter/menit ○ Furosemid 1 x 20 mg IV ○ Captopril 2 x 6,25 mg ○ Alprazolam 1 x 0,5 mg ○ KSR 1 x 1 tab ○ Dulcolak 1 x 2 tab ( malam ) ○ Transfusi PRC sampai Hb diatas 12 g % Pemeriksaan Anjuran ○ Darah lengkap ○ Kimia klinik : Faal hepar, Profil Lipid, T3, T4, FT4, dan TSH ○ Ro Thorak PA dan Cor Analisa ○ EKG ulangan ○ Echocardiografi ○ USG abdomen ○ USG tyroid ○ Skintigrafi tyroid ○ Darah samar feses

Follow Up 26 Okt. 2007

A/ : Sesak nafas berkurang, dada berdebar berkurang, batuk (-) dahak (-) Demam (-), diare (-) PF/ - Kesadaran : CMC - Nadi - Pernafasan : 26 x / mt JVP 5+2 cmH2O Paru : Bronkovesikuler, Ronkhi basah halus tak nyaring di kedua basal paru - Tkn Darah : 120 / 70 mmHg : 37 ° C : 88 x / mt, reguler - Suhu

13

Terapi : Lanjutkan Transfusi PRC 1 unit post lasix 1 ampul iv.

27 Okt. 2007

A/ : Sesak nafas (-), dada berdebar berkurang, nyeri dada (-) - Tkn Darah : 110 / 70 mmHg PF/ udem (-) - Kesadaran : CMC - Nadi : 92 x / mt, reguler - Pernafasan : 20 x / mt

Transfusi PRC 1 unit post lasix 1 ampul iv.

29 Okt. 2007

A/ : Sesak nafas (-), dada berdebar berkurang, nyeri dada (-) Post transfusi 2 unit PRC Labor : Hb LED Eritrosit Retikulosit SI & TIBC : 6,4 g% : 8 mm / 1jam : 2,94 juta : 18 ‰ : alat rusak Leukosit Trombosit DC MCH MCV MCHC : 4.400 / mm : 216.000 / mm : 0 / 9 / 1 / 46 / 29 / 16 : 22 ugr : 72 u3 : 30

Hematokrit : 21 %

Gambaran darah tepi : Anisositosis, poikilositosis, fragmentosit, tear drop cel, sel pensil, hipokrom, Kolesterol LDL Ureum Globulin SGPT T3 T4 FT 4 TSH : 92 mg % : 52 mg % : 10 mg % : 1,8 g % : 42 U/L : zat habis : 223,37 nmol /l (66-181) : 37,55 (12 – 22 ) nmol/l : 0,031 nmol /l ( 0,27 – 4,20 ) HDL Kreatinin Albumin SGOT : 37 mg % : 0,5 mg % : 3,2 g % : 36 U/L : 178 U/L Trigliserida : 83 mg %

Protein Total : 5 g %

Alkali fosfatase

14

Feses Warna ; coklat, konsistensi lembek, darah (-), lendir (-), eritrosit (-), leukosit (-), amuba (-), Ankilostoma (+) Kesan : o Congestif Heart Failure fungsional kelas II NYHA, LVH – LAH - RVH, MR-TR, irama sinus ec Penyakit Jantung tyroid o Struma multinodosa toksika o Anemia berat, mikrositik hipokrom ec susp. def. Fe ec Ankilostomiasis Terapi : Diet jantung II Ganti furosemid injeksi – furosemid tab 1 x 40 mg KSR 1 x 1 tab PTU 3 x 100 mg Bisoprolol 1 x 2,5 mg Pirantel Pamoat 10 mg /kg BB, dosis tunggal Fe Sulfat 3 x 1 tablet Asam folat 3 x 1 tablet Ro torak Cor : membesar Kelenjer hilus melebar dengan kranialisasi vaskuler Infiltrat di perihiler para kardial kanan dan kiri. Sinus dan diafragma baik Kesan : Kardiomegali dengan tanda-tanda bendungan paru

2 Nov. 2007

Sesak (-), batuk (-), dada berdebar berkurang, gatal-gatal pada kedua telapak tangan dan telapak kaki PF/ - Kesadaran : CMC - Nadi - Pernafasan : 22 x / mt JVP 5+2 cm H2O 15 - Tkn Darah : 110 / 20 mmHg : 37 ° C : (-) - udem : 88 x / mt, reguler - Suhu

Paru : vesikuler normal Rh (-), wheezing (-) Jantung : Irama reguler, heart rate : 84 x/mnt, Bising pansistolik, di apeks dan di RIC IV kiri linea midsternalis, tipe bloowing, high pitch, derajat 4/6, plato. Telapak kaki dan tangan ; Tampak krusta, skuama, dengan dasar kemerahan, pus (-) Sikap Konsul bagian kulit dan kelamin

3 Nov. 2007

Dilakukan Ekokardiografi Dimensi ruang jantung : dilatasi LA, RV & RA Kontraksi Lv normal Normokinetik global Katup, struktur dan fungsi : MR mild-moderate, TR mild-moderate, AR mild Kesan : dilatasi ruang jantung LA, RA, RV MR mild - moderate TR mild – moderate AR mild Konsul Kulit : Kesan : Hiperkeratosis plantaris et palmaris Terapi : Lanolin 10 % salf, 1 jam sebelum mandi Hidrokortison 2,5 % salf, susudah mandi Interhistine bila gatal

5 Nov. 2007

Dilakukan USG Abdomen Hati : membesar, permukaan rata, reguler, parenkhim homogen, halus, pinggir tajam, vena melebar, duktus biliaris tidak melebar, vena porta tidak melebar. Kandung empedu dan Pankreas : normal Lien : Normal Ginjal : kiri & kanan normal Diagnosa USG : hati bendungan

16

EKG HR Axis QRS comp T inverted R/S V1 : 92 x/ menit : normal : 0,08” : (-) :<1 Irama P wave S V1 + R V5 Q patologis : sinus : P mitral (+), P pulmonal (-) : di V5 dan V6 : < 35 mm : (-)

LV Strain Pattern

Kesan : irama sinus, aksis normal, LAH + LVH

6 Nov. 2007

Dilakukan Skintigrafi tiroid Kedua lobus membesar dengan distribusi radioaktif tidak rata, nodul yang terdapat dibagian bawah lobus kanan menangkap radioaktif lebih tinggi dari jaringan sekitarnya (nodul panas) sedangkan nodul pada bagian atas lobus kanan menangkap radioaktif kurang (nodul dingin) Kesimpulan : Struma multinodosa Dilakukan USG tyroid Trakea ditengah Tiroid kiri : besar dan bentuk normal Tiroid kanan : tampak membesar, difus, homogen, batas tegas ukuran 33,8 x 12,6 mm Kesan : struma difusa

8 Nov. 2007

Cor analisa Cor : membesar ke kiri, dengan CTI > 65 %, apek tertanam, segmen pulmonal tidak menonjol, esofagus tak terdorong Paru : infiltrat di perihiler dan parakardial kedua paru Sinus dan diafragma baik Kesan : cardiomegali (LVH, RVH) dengan bendungan paru

17

Laboratorium Hb LED Retikulosit TIBC : 10,3 g% : 13 mm / 1jam : 12 ‰ : 402 mg % Leukosit Trombosit DC SI : 5.800 / mm : 238.000 / mm : 0 / 3 / 2 / 70 / 21 / 4 : 39 mg %

Hematokrit : 34 %

Gambaran darah tepi Anisositosis, poikilositosis, hipokrom, tear drop cell, cigaret cell, fragmentosit (+)

10 Nov. 2007

Sesak (-), batuk (-), dada berdebar (-), gatal pada kedua telapak tangan dan telapak kaki kadang-kadang PF/ - Kesadaran : CMC - Nadi - Pernafasan : 22 x / mt JVP 5+2 cm H2O Konjungtiva tak anemis Paru : vesikuler normal Rh (-), wheezing (-) Jantung : Irama reguler, heart rate : 84 x/mnt, Bising pansistolik, di apeks dan di RIC IV kiri linea midsternalis, tipe bloowing, high pitch, derajat 4/6, plato. Telapak kaki dan tangan ; Tampak krusta dan skuama, mulai berkurang - Tkn Darah : 110 / 20 mmHg : 37 ° C : (-) - udem : 88 x / mt, reguler - Suhu

DISKUSI

18

Telah dilaporkan seorang pasien wanita umur 50 tahun, yang dirawat di bangsal wanita penyakit dalam sejak tanggal 25 oktober 2007, dengan diagnosis akhir : o Congestive heart Failure funsional klas II LVH, RVH, MI-TI, irama sinus ec penyakit jantung tiroid o Struma multinodosa toksika o Anemia mikrositik hipokrom ec defisiensi Fe ec ankilostomiasis ○ Hiperkeratosis plantaris et palmaris Diagnosis Congestive heart Failure berdasarkan temuan-temuan dari anamnesis seperti sesak nafas bila beraktifitas, cepat lelah, batuk, udem kedua tungkai dan palpitasi. Dari pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi nafas meningkat, takikardi, peninggian tekanan vena jugularis, ronkhi bendungan pada kedua basal paru, jantung membesar kekiri dan kebawah, hepatomegali dan splenomegali, serta udem tungkai. Ditunjang dengan pemeriksaan ro torak, ekokardiografi menggambarkan dilatasi ruang jantung atrium kiri dan kanan dan ventrikel kanan, disamping adanya kelainan katup MR dan TR. Dengan cor analisa diperoleh jantung yang yang membesar dan bendungan paru. Juga diperkuat USG abdomen dengan hepar bendungan. Diagnosis struma multinodosa toksik berdasarkan adanya keluhan benjolan pada leher yang dirasakan sejak 1 tahun, dada berdebar, sering berkeringat, dan penurunan berat badan ± 15 kg dalam 1 tahun, dari pemeriksaan fisik tampak kelenjer tiroid yang membesar dan perabaan adanya dua buah nodul di lobus kanan di pool atas dan pool bawah. Meskipun secara klinis (indeks wayne dan New castle) dalam kedaan eutiroid, namun dengan pemeriksaan penunjang T4 dan FT4 yang meningkat, kadar TSH rendah bisa disimpulkan hipertiroid. Dengan skintigrafi tiroid disimpulkan struma multinodosa, meskipun dengan USG disimpulkan struma difusa. Menurut kepustakaan klinis struma multinodosa toksik tidak begitu jelas dibandingkan dengan struma grave. Yang menonjol adalah keluhan kardiovaskuler, bisa tanpa oftalmopati. sehingga komplikasi gagal jantung timbul pada usia tua.

19

Terapi untuk struma multinoduler toksik yang terbaik adalah menghilangkan atau mengurangi folikel-folikel dengan operasi atau tiroidektomi. Atau dengan Yodium 131 bila tidak memungkinkan untuk operasi. Melihat kondisi umum pasien, dan kondisi jantung pasien klass II, dan umur pasien 50 tahun, masih memungkinkan untuk dilakukan operasi pengangkatan nodul tyroid. Obat anti tiroid yang diberikan PTU 3 x 100 mg bertujuan untuk mencapai keadaan eutiroid. Menurut kepustakaan disamping PTU dapat diberikan Metimazol, yang pemberiannya hanya sekali sehari dan efektifitasnya sama dengan PTU (5,10). Bila keadaan eutiroid sudah tercapai dosis dapat diturunkan menjadi pemeliharaan (maintenance). Setelah pemberian 1-1,5 tahun obat dapat dihentikan tanpa menimbulkan gejala hipertiroidisme. Gagal jantung yang terjadi diduga disebabkan karena efek hipertiroid terhadap sistem kardiovaskuler, dalam hal ini adalah struma multinodosa toksik. mekanisme pengaruh tiroid terhadap kardiovaskuler dibagi dalam 3 kategori; efek terhadap jantung langsung, efek hormon tyroid pada sistem saraf simpatis dan efek sekunder terhadap perubahan hemodinamik. Hormon tiroid meningkatkan metabolisme tubuh total dan konsumsi oksigen yang secara tidak langsung meningkatkan beban kerja jantung (7,10). Hormon tiroid menyebabkan efek inotropik, kronotropik, dan dromotropik, yang mirip dengan efek stimulasi adrenergik (10). Telah banyak dilaporkan bahwa gagal jantung dan gangguan irama resisten dengan obat konvensional glikosida. Obat yang efektif adalah pemberian penghambat adrenergik, pada pasien ini diberikan bisoprolol 2,5 mg untuk mengontrol takikardi, palpitasi dan kecemasan. Kelainan katup yang ditemukan bisa disebabkan karena efek langsung tiroid, terhadap penebalan daun-daun katup karena penumpukan glukusaminoglikan, atau karena hipertrofi atau dilatasi ruang jantung (5). Pada pasien ini dijumpai mitral regurgitasi dan trikuspidalis regurgitasi. Hipertiroid juga meningkatkan insiden prolap katup mitral (7). Anemia berat mikrositik hipokrom karena defisiensi besi ec ankilostomiasis, ditegakan berdasarkan adanya keluhan anemia seperti cepat lelah, kulit pucat, adanya riwayat bab berwarna hitam. Pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva

20

anemis, gambaran darah tepi mikrositik, hipokrom, poikilositosi, ansiositosis, sel pencil dan adanya eosinofilia. Serum iron menurun dan TIBC meningkat. Menelusuri penyebab dari anemia defisiensi besi ini diduga karena perdarahan saluran cerna yang disebabkan oleh ankilostoma, sejenis cacing tambang. Menurut kepustakaan bahwa cacing tambang ini bisa menyebabkan anemia berat karena perdarahan menahun dengan persentase 54 % (6), bisa terjadi bila jumlah cacing sangat banyak ± 500 ekor (4,9). Eosinofilia dalam gambaran darah tepi menunjukan suatu reaksi sensitifitas leukosit terhadap infeksi parasit. Terapi pirantel pamoat 10 mg/kg BB yang diberikan pada pasien ini cukup efektif. Keadaan anemia berat pada pasien ini diawal segera diberikan transfusi PRC, karena keadaan ini diduga akan memperberat keadaan hipoksia yang menyebabkan sesak. Setelah diketahui penyebabnya maka terapi diberikan suplemen Fe dan asam folat, terbukti efektif setelah 7 hari pemberian hemoglobin naik dari 6,2 % menjadi 10 g %. Hiperkeratosis telapak tangan dan telapak kaki, timbul setelah 4 hari rawatan, mula-mula rasa gatal kemudian kulit mengelupas. Masih menjadi tanda tanya mengapa hiperkeratosis ini terjadi. Setelah diterapi dengan salf lanolin 10 % dan salf hidrokortison 2,5 % keadaan hiperkeratosis mengalami perbaikan.

DAFTAR PUSTAKA :

21

1. Sumual A.R. “Tiroidologi” FK Universitas Sam Ratulangi Manado, Pt Les laboratories Servier, 1992. 2. Sylvia Vella B. “Endocrinology and the heart” dalam Current Diagnosis and Treatment in Cardiology, Second Edition, lange Medical Books/McGraw-Hill, 2003, page ; 536-558 3. Asdie Husain A. “Hipertiroidisme” dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi II, balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990, hal 442-448 4. Antono Dono dan Yahya Krisyanto, “Penyakit jantung Tyroid” Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, 2006, hal 1669-1672. 5. Kahaly G and Wolfgang H. Dilmann “Tyroid hormone Action in the heart” endojournals, reviews, 2005, No. 26, page 704-728. 6. Bakta Made I, dkk.“Anemia Defisiensi Besi” Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, 2006, hal 644-650. 7. Pohan T Herdiman, “Penyakit Cacing Tambang” dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi II, balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990, hal 84-85 8. Mansjur S. Johan “Nodul tiroid” Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV, Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, 2006, hal 1975-1980. 9. Peter F. Weller, “Intestinal Nematodes” in Harrisons principles of Internal medicine, 16 th edition, Mcgraw-Hill medical publishing division, 2005, page 1256-1259. 10. Larry jamson “ Diseases of tyroid gland” in Harrisons principles of Internal medicine, 16 th edition, Mcgraw-Hill medical publishing division, 2005, page 2104-2126. 11. Sani Aulia “ Penyakit Jantung pada gangguan Endokrin “ Buku Ajar kardiologi, Balai Penerbit FKUI, 2003, hal 301-304

22